Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan


Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Juni, 2013

PENGARUH JAMUR ANTAGONIS Paecilomyces lilacinus (PL 251) UNTUK


MENGENDALIKAN NEMATODA PARASIT PADA TANAMAN KOPI
Diding Rachmawati dan Eli Korlina
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur
e-mail : diding.rachmawati@gmail.com

ABSTRACT
In East Java has 105.433 ha of coffee plantation, is dominated by farmers
plantation (46,8 %) with low producivity (557,01kg/ha/year). The lower of the
productivity was because of the not good standard of plant management yet included
the main pest management. The main pest of robusta coffee plant was i.e. are parasitic
nematode and coffee berry borer (CBB/ Hypothenemus hampei). The attacked of
parasitic nematode especially Pratylenchus coffeae, will decrease the production 80 %,
while the CBB was 10 20 %. Once of the this parasitic control methode applicate of
bionematicide :Paecilomyces lilacinus (PL 251) has already search in research
plantation, but application of P. lilacinus in farmers field, was not been done yet. The
aim of this assessement was to know the effect of P. lilacinus to control of parasitic
nematode in farmers robusta coffee plantation. The assessement will done as a field
research in robusta farmers coffee field, as a randomized block design in dusun Krajan,
desa Kemiri, kecamatan Jabung, kabupaten Malang, will done from January till
December 2007. There are three treatments : dranching of P. lilacinus 20 g/lt
water/trees; spreat of P. lilacinus 20 g/trees and control (no P. lilacinus) . Each
treatment replicated 4 times. The examination will done are nematode population in
coffee root and the percentage of trees attacked/damage. The result of the of the
assessement, six month after application, effect of P. lilacinus treatment, was
decreasing the population of P. coffeae in the coffee root from 269,5 tail become 60,9
tail/10 g of root. The effect of P. lilacinus treatment, was decreasing the population of
P. coffeae in the soil from 7,56 tail become 0 tail/10 ml of soil. In application of P.
lilacinus dranching treatment, found higher number of colony compared with no fungi
application, it was in between 12,08 in 10 2 5,9 in 10-3. While in application of P.
lilacinus spreat treatment found smaller colony, it was in between 1,67 in 102 0,91
in 10-3 and in between 1,33 in 102 0,67 in 10-3 colony in control treatment.
Keywords: coffee plantation , P. coffeae, P. lilacinus,
PENDAHULUAN
Perkebunan telah menjadi sumber pendapatan masyarakat, penghasil devisa
negara dan pendukung perekonomian wilayah. Selain itu dari aspek social, perkebunan
telah menjadi penyedia lapangan kerja yang cukup besar. Dari aspek ekologi
perkebunan yang sebagian besar merupakan pohon, menjadi pendukung pelestarian
sumberdaya alam, keaneka ragaman hayati dan lingkungan hidup. Ditinjau dari segi
penyerapan tenaga kerja , sekitar 17,2 juta keluarga petani berada pada sektor on farm
perkebunan yang juga mempunyai peranan dalam pengembangan wilayah terpencil
389

Juni, 2013

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan


Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

serta dukungannnya bagi pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup. Saat ini
areal areal perkbunan masih didominasi oleh perkabunan rakyat. Lebih dari 80 % areal
perkebunan yang saat ini telah mencapai 14 juta hektar diusahakan oleh petani
perkebunan rakyat (Dirjen Bin. Prod. Perkebunan, 2005). Di Jawa Timur terdapat
105.433 ha tanaman kopi, seluas 49.448 ha atau 46, % nya adalah perkebunan rakyat,
dengan rata-rata produktivitasnya hanya 557,01 kg/ha/tahun (Anonim, 2005). Keadaan
ini masih jauh dibawah produksi kopi dari perkebunan besar negara yang mencapai ratarata 716,6 kg/ha/tahun.
Bahkan pada beberapa perkebunan besar negara
produktivitasnya di atas 1.000 kg/ha/tahun. Kondisi produktivitas yang rendah pada
perkebunan rakyat tidak lepas dari masalah tehnik budidaya yang belum memenuhi
standard yang baik terutama bahan tanam, pemupukan dan pengelolaan organisme
pengganggu tama tanaman kopi.
Salah satu organisme pengganggu utama yang sangat merugikan tanaman kopi
robusta antara lain adalah nematoda parasit kopi Pratylenchus coffeae. Serangan
nematoda parasit khususnya P. coffeae dapat menurunkan produksi sampai hampir 80
% (Wiryadiputra, 1991), dan merupakan spesies paling berbahaya pada tanaman kopi
baik pada kopi arabika maupun robusta. Nematoda P. coffeae dijumpai hampir pada
seluruh propinsi penghasil kopi di Indonesia antara lain: Sumatera Utara, Sumatera
Barat, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan NTT.
Serangan P. coffeae pada kopi robusa dapat mengakibatkan penurunan produksi ratarata 56,85 % dengan kisaran anara 28,73 % dan 78,45 %. (Wiryadipura, 1998).
Di lapangan tanaman kopi yang terserang kelihatan kurus dengan batang
berukuran kecil. Daun tua menguning dan gugur, sehingga tinggal hanya daun-daun
pada ujung cabang dan batang. Daun-daun tersebut berukuran kecil, keriting dan
menguning (khlorosis). Pada serangan berat tanaman mati. Namun proses kematian
berlangsung lambat. Tanaman kopi yang terserang cenderung menunjukkan gejala
kekurangan nitrogen (N) dan seng (Zn). Gejala serangan ini umumnya mulai tampak
jelas pada musim kemarau. Hal ini disebabkan ketidak mampuan akar untuk menyerap
air dan unsur hara karena sebagian besar akar serabut telah membusuk. Rusaknya akarakar serabut kopi ditandai dengan gejala tanaman kopi mudah di goyang dan di cabut
(Wiryadiputra, 1994).
Pengendalian nematoda parasit kopi di lapangan cukup sulit dan memerlukan
biaya yang tidak sedikit. Kondisi ini disebabkan tanaman kopi merupakan tanaman
tahunan dan nematoda umumnya memiliki sifat persisten di dalam tanah, selain kisaran
inang yang lebar. Strategi pengendalian yang di sarankan adalah berpedoman pada
pengendalian hama terpadu (PHT) serta memprioritaskan komponen pengendalian non
kimiawi.
Cara pengendalian nematoda dengan nematisida sintetis saat ini membutuhkan
biaya tinggi, dapat menimbulkan dampak negatif, karena beracun bagi manusia dan
hewan peliharaan, persisten dalam tanah, pencemaran terhadap air tanah serta
390

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan


Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Juni, 2013

membunuh organisme yang bukan sasaran termasuk musuh-musuh alami nematode


seperti jamur, bakteri dan mikroorganisme lain.
Dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan, pengendalian nematoda perlu
diarahkan pada pengendalian secara hayati antara lain dengan menggunakan
mikroorganisme antagonis (musuh alami, bionematisida), bahan organik, pergiliran
tanaman dan tanaman yang berkhasiat pestisida.
Penelitian aplikasi P. lilacinus dosis (formulasi) 4,0 g/liter/pohon pada pohon
kopi produktif umur 4 tahun, pada tahun 1999/2000 dan tahun 2000, di kebun
percobaan Sumberasin telah diketahui efektif menurunkan tingkat serangan nematoda
parasit, namun sampai dengan satu tahun setelah aplikasi, populasi nematoda di akar
masih belum berada di bawah ambang kendali (Anonim, 2000; 2001).
Implementasi pengendalian biologi secara tidak langsung adalah dengan aplikasi
bahan organik yang banyak mengandung agensia hayati nematode parasit, terutama dari
golongan cendawan dan bakteri. Penggunaan bahan organik di samping meningkatkan
toleransi tanaman, ternyata juga dapat menekan populasi nematoda sekitar 80 %
(Wiryadiputra, 1986; Wiryadiputra, 1997).
Dalam setiap program perlindungan tanaman di Indonesia, PHT telah
merupakan dasr kebijaksanaan pemerintah dengan dasar hokum Inpres no. 3 tahun 1986
dan UU no 12 tahun 1992 (Untung, 1993). Sitepu dkk., (1997) menyarankan dalam
melaksanakan kebijakan PHT hendaknya mengutamakan keterpaduan komponenkomponen yang kompatibel dan serasi dengan lingkungan setempat.
Keadaan populasi nematoda parasit di lapang sangat bervariasi. Pada penelitian
awal jumlah populasi nematoda di akar berkisar antara 497,4 5690,8 ekor per 10 g
akar kopi. Penanaman tegetes di bawah kanopi daun sudah dapat menekan populasi
nematoda diakar sampai lebih dari 90 %. Namun pada kondisi populasi nematoda
parasit yang tinggi diperlukan cara pengendalian lain yang dapat menurunkan populasi
sampai pada ambang kendali.
Oleh karena prospek P. lilacinus ini cukup baik dalam mengendalikan nematoda
parasit kopi, maka pengendalian P. coffeae pada kopi robusta dengan aplikasi P.
lilacinus ini perlu dikaji lebih lanjut terutama di perkebunan kopi rakyat. Diharapkan
aplikasi P. lilacinus dapat digunakan sebagai alternatif pengendali nematoda parasit
pada kopi robusta di tingkat petani dan dapat digunakan untuk menyempurnakan
rakitan teknologi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) kopi yang sudah ada.
Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahi pengaruh aplikasi P. lilacinus untuk
mengendalian nematoda parasit pada tanaman kopi robusta di lahan petani.
BAHAN DAN METODE
Pengkajian dilaksanakan pada satu kawasan lahan kopi robusta, milik petani di
dusun Krajan, desa Kemiri, Jabung Malang. Tinggi tempat 630 m diatas permukaan
laut, dengan kemiringan tanah 30-50 U. Tipe iklim C menurut klasifikasi Schmit dan

391

Juni, 2013

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan


Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Ferguson. Lahan kopi robusta yang digunakan adalah lahan kopi yang terinfeksi
nematoda parasit kopi. Pada pengkajian ini digunakan jamur P. lilacinus strain 251 (PL
251) yang dikembangbiakkan pada media padat beras jagung, hasil perbanyakan Pusat
Penelitan Kopi dan Kakao Indonesia. Pengkajian dilakukan dengan menggunakan
rancangan acak kelompok , jumlah perlakuan 3 (tiga) yaitu :
1. Aplikasi P. lilacinus (biakan jagung), dosis 20 g/lt air/pohon secara siram
2. Aplikasi P. lilacinus (biakan jagung), dosis 20 g/pohon secara tabur
3. Kontrol (tanpa P. lilacinus)
Masing-masing perlakuan diulang 4 kali. Jumlah pohon kopi masing-masing
perlakuan adalah + 100 pohon. Pada pohon kopi yang diaplikasi P.lilacinus di beri
pupuk organik/ bokasi. Selain itu juga diberi pupuk buatan dengan dosis sesuai anjuran
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Pengawalan dilakukan terhadap budidaya tanaman
sehat dengan pembimbingan pelaksanaan komponen-nomponen PHT lainnya sesuai
yang telah pernah di lakukan di SL-PHT kopi.
Pengumpulan data dilakukan melalui pencatatan hasil pengamatan fisik di
lapang. Data yang dikumpulkan meliputi:
(a)

keragaan populasi nematoda parasit di akar tanaman kopi .

(b)

keragaan serangan nematoda parasit pada tanaman kopi.

Cara pengamatan populasi nematoda parasit pada akar dan tanah adalah sebagai
berikut: Untuk pengambilan contoh akar tanaman kopi pada petak yang diperlakukan
dan petak kontrol dilakukan dengan cara mengambil dari 3 pohon kopi contoh,
selanjutnya dijadikan satu dalam wadah plastik. Dengan demikian terdapat 1 contoh
akar pada masing-masing perlakuan. Contoh akar (per 10 g akar) dan contoh tanah (per
100 ml tanah) tanaman kopi selanjutnya dianalisis dilaboratorium Pusat Penelitian Kopi
dan Kakao Indonesia di Jember. Analisis ekstraksi nematoda untuk contoh akar
dilakukan dengan metode sentrifus dan identifikasi nematoda dilakukan menggunakan
petunjuk dari Willmott et al (1972).
Untuk pengamatan tingkat serangan nematoda pada tajuk tanaman kopi
dilakukan dengan jalan menentukan secara acak 10 pohon contoh untuk setiap
perlakuan, selanjutnya masing-masing pohon ditentukan skor kerusakan nematodanya.
Pengamatan dilakukan menggunakan metode skoring mengikuti Wiryadiputra (1983),
yaitu dengan skala nilai skor 0 5, nilai nol berarti tanaman sehat dan nilai 5 tanaman
mati. Selanjutnya nilai intensitas serangan dalam bentuk skor dikonvesi menjadi
persentase tingkat serangan menggunakan rumus Townsend-Heuberger (Anonim, 1975)
sebagai berikut:
(n v)
Intensitas serangan
= { --------------------------} X 100
( i N )
392

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan


Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

keterangan:

Juni, 2013

v = nilai skor
i = nilai skor tertinggi
n = jumlah tanaman dari masing-masing nilai skor yang diamati

N = jumlah total tanaman yang diamati


Disamping itu diamati pula koloni jamur P. lilacinus dari rizosfer kopi per g
tanah dan per g akar kopi .
Cara pengamatan dilakukan dengan mengisolasi jamur P. lilacinus dari akar dan
tanah di rizosfer kopi. Cara isolasi adalah : contoh akar beserta tanahnya diambil dari
perakaran tanaman kopi yang diperoleh dari 10 contoh tanaman kopi. Isolasi jamur
diambil dari rizosfer dengan metode pengenceran berseri. Campuran rizosfer dari 10
contoh tanaman diambil sebanyak 10 g, dilarutkan dalam Erlenmeyer berisi 90 ml air
steril, kemudian dikocok dengan menggunakan pengocok putar (rotary shaker) pada
kecepatan 200 rpm selama 30 menit. Hasil larutan tersebut diambil 1 ml, kemudian
dimasukkan dalam 9 ml air steril sehingga menjadi pengenceran 10 -2, begitu seterusnya
hingga 10 3. Sebanyak 0,1 ml larutan dari masing-masing pengenceran tersebut disebar
pada medium PDA + Kloramfenicol yang sudah dituang di cawan petri. Selanjutnya
medium yang sudah disebari dengan 0,1 ml larutan tersebut di inkubasi pada suhu ruang
selama 5 hari. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah koloni jamur P. lilacinus yang
tumbuh pada cawan petri. Pengamatan ini dilakukan 5 7 hari setelah isolasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan populasi nematoda pada awal (sebelum aplikasi perlakuan) di
areal pertanaman kopi rakyat di dusun Krajan merupakan daerah endemis nematoda P.
coffeae bahkan di beberapa tempat populasinya melebihi ambang kendali yaitu
sebanyak 82 ekor / 10 g akar kopi. Sehingga pengendalian nematoda P. coffeae mutlak
dilakukan.
Jamur P. lilacinus merupakan teknologi baru bagi petani kopi , sebab
pengenalan maupun aplikasi di lapangan belum pernah di lakukan.
Pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan populasi P. coffeae pada tanah
dan akar kopi dan koloni jamur P. lilacinus di rizosfer kopi (pada akar). Hasil
pengamatan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
A. Keragaan populasi nematoda P. coffeae
1. Populasi nematoda pada akar kopi robusta
Tabel 1. Rata-rata populasi P. coffeae pada 10 g akar kopi
Rata-rata populasi P. coffeae per 10 g akar kopi *)
Perlakuan
Sebelum 2 bulan setelah 4 bulan setelah 6 bulan setelah
perlakuan
perlakuan
perlakuan
perlakuan
P. lilacinus siram
269,5 a
271,3 a
163,8 a
60,9 b
P. lilacinus tabur
225,8 a
262, 5 a
112,5 a
116,0 b
393

Juni, 2013

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan


Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Kontrol

287,5 a

1.026,0

611,3

570, 0

*) Angka-angka sekolom yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada uji BNT pada taraf kepecayaan 95%
Populasi nematoda pada tanah disekitar akar kopi robusta
Tabel 2. Rata-rata populasi P. coffeae per 100 ml tanah
Rata-rata poulasi P. coffeae per 100 ml tanah *)
Perlakuan
Sebelum
2 bulan setelah 4 bulan setelah 6 bulan setelah
perlakuan perlakuan
perlakuan
perlakuan
P. lilacinus siram 7,56 a
10,00 a
8,75 a
0,00 a
P. lilacinus tabur

7,50 a

11,25 a

3,75 a

1,80 a

Kontrol

9,20 a

18,75 a

12,50 a

8,25

*) Angka-angka sekolom yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda
nyata pada uji BNT pada taraf kepecayaan 95%
Hasil pengamatan populasi P. coffeae (Tabel 1 dan 2) menunjukkan bahwa
4 bulan setelah aplikasi perlakuan, populasi nematoda di akar dan tanah cenderung
menurun. Penurunan populasi terjadi sampai 6 bulan setelah aplikasi perlakuan.
Pada perlakuan dengan cara siram populasi nematoda di akar turun dari 269,5
ekor/10 g akar kopi menjadi 60,9 ekor/10 g akar. Sedangkan di tanah populasi
nematoda turun dari 7,65 ekor/100 ml tanah menjadi 0 ekor/100 ml tanah.
Pada perlakuan jamur antagonis dengan cara disiram penurunan populasi
nematoda di akar dan tanah lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan dengan
cara tabur. Hal ini diduga karena kondisi media untuk perkembangan jamur lebih
lembab sehingga jamur lebih cepat berkembang untuk menekan populasi nematoda
parasit. Dikemukakan oleh Burges (1998), spora jamur Paecilomyces sp. dapat
berkecambah dengan baik pada suhu 22 C dan kelembaban udara 90 %.
B. Jumlah koloni jamur P. lilacinus dari rizosfer kopi robusta
Tabel 3. Jumlah koloni jamur P. lilacinus di rizosfer kopi
Rata-rata jumlah koloni jamur P. lilacinus pada rizosfer
Perlakuan
kopi *)
2 bulan setelah
4 bulan setelah
6 bulan setelah
perlakuan
perlakuan
perlakuan
-2
-3
-2
-3
10
10
10
10
10 -2
10 -3
P. lilacinus siram 8,85 b
6,67 b
2,00 b
0,50 a 12,08 b 5,90 b
P. lilacinus tabur

6,42 ab

3,25 ab

0,08 ab

0,41 a

1,67 a

0,91 a

Kontrol

0,50 a

0,67 a

0,00 a

0,00 a

1,33 a

0,67 a

*) Angka-angka sekolom yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada uji BNT pada taraf kepecayaan 95%
394

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan


Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Juni, 2013

Hasil pengamatan koloni P. lilacinus di akar menunjukkan bahwa 2 bulan


setelah aplikasi, jumlah koloni terbanyak pada perlakuan aplikasi P. lilacinus baik yang
disiram maupun yang di tabur. Namun pada perlakuan kontrol ditemukan juga jamur
tersebut meskipun dalam jumlah yang lebih kecil, hal ini menunjukkan bahwa di
lingkungan perkebunan kopi rakyat di dusun Krajan, dapat ditumbuh jamur P. lilacinus.
Tetapi di alam populasinya hanya sedikit, sehingga jika dilakukan tambahan (aplikasi
tambahan) populasi dapat meningkat lebih tinggi. Keadaan ini diharapkan dapat
menekan perkembangan populasi nematoda P. coffeae di perakaran kopi (Tabel 3).
C. Tingkat kerusakan tanaman kopi robusta
Tabel 4. Tingkat kerusakan tanaman kopi robusta
Rata-rata tingkat kerusakan tanaman kopi robusta *)
Perlakuan
4 bulan setelah perlakuan 6 bulan setelah perlakuan
P. lilacinus siram
12,5 a
16,0 a
P. lilacinus tabur

17,5 a

26,0 a

Kontrol

37,5 b

58,0

*) Angka-angka sekolom yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT pada taraf
kepecayaan 95%

Tingkat kerusakan kopi robusta pada 6 bulan setelah perlakuan masih tinggi
dibandingkan dengan pegamatan sebelumnya pada semua perlakuan. Apabila
dihubungkan antara Tabel 1, 2 dan 3 maka diperoleh hasil bahwa penurunan jumlah
populasi nematoda di akar dan tanah serta bertambahnya jumlah koloni jamur antagonis
di akar masih menyebabkan tingkat kerusakan tanaman kopi yang masih tinggi, hal ini
diduga karena pada saat pengamatan tingkat kerusakan tanaman kopi hujan masih
belum turun yang menyebabkan akar tanaman kopi masih belum pulih sehingga
keragaan tanaman kopi masih kurang baik (Tabel 4).
KESIMPULAN
Pada perlakuan yang diaplikasi jamur P. lilacinus secara siram berpengaruh
terhadap penurunan populasi nematoda P. coffeae di akar dari 269,5 ekor/10 g akar
menjadi 60,9 ekor/10 g akar ( %), dan populasi di tanah menurun dari 7,56 ekor/100 ml
tanah menjadi 0 ekor/ 100 ml tanah (100 %) di akar kopi ditemukan jumlah koloni
jamur P. lilacinus yang lebih banyak yaitu berkisar antara 12,08 pada 102 dan 5,9 pada
10-3 , sedangkan pada perlakuan aplikasi jamur P. lilacinus secara tabur ditemukan
jumlah koloni jamur berkisar antara 1,67 pada 102 dan 0,91 pada 10-3, pada perlakuan
control ditemukan jumlah koloni berkisar antara 1,33 pada 10 2 dan 0,67 pada 10-3 .

395

Juni, 2013

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan


Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1975. Field trial manual. CIBA-GEIGY. Agrochemical Division. Switzerland.
----------. 2000. Laporan Kegiatan Penelitian Tahun Anggaran 1999/2000. Bagian
Proyek Penelitian PHT Tanaman Perkebunan di Jember. Departemen
Kehutanan dan Perkebunan . Direktorat jenderal Perkebunan. Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao Indonesia. 2000. 39-46
----------. 2001. Laporan Kegiatan Penelitian Tahun Anggaran 2000. Bagian Proyek
Penelitian PHT Tanaman Perkebunan di Jember. Departemen Kehutanan dan
Perkebunan . Direktorat jenderal Perkebunan. Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Indonesia. 2001. 31-44
----------. 2005. Statistik Perkebunan Indonesia 2005. Kopi. Direktorat Jenderal Bina
Produksi Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta. 59 hal..
Burges H.D. 1998. Formulation of microbial biopesticides. Kluwer Academic
Publishers. London 412 p.
Direktur Jenderal Bina Produksi Perkebunan. 2005. Kebijaksanaan, Sistem
Kelembagaan dan Keragaan PHT Perkebunan di Indonesia. Makalah pada
Ekspose dan Pameran PHT. Memasyarakatkan Pengendalian Hama Terpadu
untuk Mendukung Pembangunan Perkebunan yang Berdaya Saing dan
Berkelanjutan,Yogyakarta 28 29 Mei 2005. 9 p.
Sitepu, D., A. Kardinan dan A. Asman. 1997. Hasil penelitian dan peluang penggunaan
pestisida nabati. Seminar Evaluasi dan Pemantapan Program PHT Tanaman
Perkebunan. Puslitbang Tanaman Industri, Bogor 23-24 April 1997. 1-2.
Untung, K. 1993. Konsep pengendalian hama terpadu. Andi Offset, Yogyakarta. 69 70.
Willmott, S., P.S. Gooch, M.R. Siddiqi and M. Franklin (eds) .1972. CIH descriptions
of Plant Parasitic Nematodes. Commonwealth Aggricultural Bureaux.
London. England.
Wiryadiputra, S. 1983. Populasi nematoda parasit pada berbagai tingkat kerusakan
tanaman kopi robusta. Menara Perkebunan 51 (3): 70 74.
---------------------. 1986. Fumigasi tanah untuk pembibitan kopi dan kakao. Warta BPP
Jember. 4. 16-21.

396

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan


Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Juni, 2013

---------------------. 1991. Hasil survei nematoda parasit kopi di Indonesia. Prosiding


Kongres Nasional XI dan seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi
Indonesia. UjungPandang, 24- 26 September. 1991. 10 12.
----------------------.1994. Kesesuaian inang nematoda Pratylenchus coffeae pada
beberapa tanaman perkebunan dan penaung kopi. Pelita Perkebunan. 10 (1).
21-30.
----------------------. 1997. Pengaruh pupuk kandang dan penyiraman larutan oksamil
terhadap populasi Pratylenchus coffeae dan pertumbuhan kopi Arabika
Kartika. Prosiding Kongres XIV dan Seminar Nasional Perhimpunan
Fitopatologi Indonesia. Palembang, 27-19 Oktober 1997. Vol II. 186-189.
----------------------. 1998. Pengelolaan nematoda parasit pada tanaman kopi di
Indonesia.Kumpulan Meteri Pelatihan Pengelolaan Organisme Pengganggu
Tanaman Kopi No. Seri 017PL T 05.98. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao.
Indonesian Coffee and Cocoa Research Institute. Jemer. Mei 1998 . 1- 15.

397

You might also like