Professional Documents
Culture Documents
Pengaruh Jamur Antagonis Paecilomyces Lilacinus PL 251 Untuk Mengendalikan Nematoda Parasit Pada Tanaman Kopi Oleh Diding Rachmawati Dan Eli Korlina
Pengaruh Jamur Antagonis Paecilomyces Lilacinus PL 251 Untuk Mengendalikan Nematoda Parasit Pada Tanaman Kopi Oleh Diding Rachmawati Dan Eli Korlina
Juni, 2013
ABSTRACT
In East Java has 105.433 ha of coffee plantation, is dominated by farmers
plantation (46,8 %) with low producivity (557,01kg/ha/year). The lower of the
productivity was because of the not good standard of plant management yet included
the main pest management. The main pest of robusta coffee plant was i.e. are parasitic
nematode and coffee berry borer (CBB/ Hypothenemus hampei). The attacked of
parasitic nematode especially Pratylenchus coffeae, will decrease the production 80 %,
while the CBB was 10 20 %. Once of the this parasitic control methode applicate of
bionematicide :Paecilomyces lilacinus (PL 251) has already search in research
plantation, but application of P. lilacinus in farmers field, was not been done yet. The
aim of this assessement was to know the effect of P. lilacinus to control of parasitic
nematode in farmers robusta coffee plantation. The assessement will done as a field
research in robusta farmers coffee field, as a randomized block design in dusun Krajan,
desa Kemiri, kecamatan Jabung, kabupaten Malang, will done from January till
December 2007. There are three treatments : dranching of P. lilacinus 20 g/lt
water/trees; spreat of P. lilacinus 20 g/trees and control (no P. lilacinus) . Each
treatment replicated 4 times. The examination will done are nematode population in
coffee root and the percentage of trees attacked/damage. The result of the of the
assessement, six month after application, effect of P. lilacinus treatment, was
decreasing the population of P. coffeae in the coffee root from 269,5 tail become 60,9
tail/10 g of root. The effect of P. lilacinus treatment, was decreasing the population of
P. coffeae in the soil from 7,56 tail become 0 tail/10 ml of soil. In application of P.
lilacinus dranching treatment, found higher number of colony compared with no fungi
application, it was in between 12,08 in 10 2 5,9 in 10-3. While in application of P.
lilacinus spreat treatment found smaller colony, it was in between 1,67 in 102 0,91
in 10-3 and in between 1,33 in 102 0,67 in 10-3 colony in control treatment.
Keywords: coffee plantation , P. coffeae, P. lilacinus,
PENDAHULUAN
Perkebunan telah menjadi sumber pendapatan masyarakat, penghasil devisa
negara dan pendukung perekonomian wilayah. Selain itu dari aspek social, perkebunan
telah menjadi penyedia lapangan kerja yang cukup besar. Dari aspek ekologi
perkebunan yang sebagian besar merupakan pohon, menjadi pendukung pelestarian
sumberdaya alam, keaneka ragaman hayati dan lingkungan hidup. Ditinjau dari segi
penyerapan tenaga kerja , sekitar 17,2 juta keluarga petani berada pada sektor on farm
perkebunan yang juga mempunyai peranan dalam pengembangan wilayah terpencil
389
Juni, 2013
serta dukungannnya bagi pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup. Saat ini
areal areal perkbunan masih didominasi oleh perkabunan rakyat. Lebih dari 80 % areal
perkebunan yang saat ini telah mencapai 14 juta hektar diusahakan oleh petani
perkebunan rakyat (Dirjen Bin. Prod. Perkebunan, 2005). Di Jawa Timur terdapat
105.433 ha tanaman kopi, seluas 49.448 ha atau 46, % nya adalah perkebunan rakyat,
dengan rata-rata produktivitasnya hanya 557,01 kg/ha/tahun (Anonim, 2005). Keadaan
ini masih jauh dibawah produksi kopi dari perkebunan besar negara yang mencapai ratarata 716,6 kg/ha/tahun.
Bahkan pada beberapa perkebunan besar negara
produktivitasnya di atas 1.000 kg/ha/tahun. Kondisi produktivitas yang rendah pada
perkebunan rakyat tidak lepas dari masalah tehnik budidaya yang belum memenuhi
standard yang baik terutama bahan tanam, pemupukan dan pengelolaan organisme
pengganggu tama tanaman kopi.
Salah satu organisme pengganggu utama yang sangat merugikan tanaman kopi
robusta antara lain adalah nematoda parasit kopi Pratylenchus coffeae. Serangan
nematoda parasit khususnya P. coffeae dapat menurunkan produksi sampai hampir 80
% (Wiryadiputra, 1991), dan merupakan spesies paling berbahaya pada tanaman kopi
baik pada kopi arabika maupun robusta. Nematoda P. coffeae dijumpai hampir pada
seluruh propinsi penghasil kopi di Indonesia antara lain: Sumatera Utara, Sumatera
Barat, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan NTT.
Serangan P. coffeae pada kopi robusa dapat mengakibatkan penurunan produksi ratarata 56,85 % dengan kisaran anara 28,73 % dan 78,45 %. (Wiryadipura, 1998).
Di lapangan tanaman kopi yang terserang kelihatan kurus dengan batang
berukuran kecil. Daun tua menguning dan gugur, sehingga tinggal hanya daun-daun
pada ujung cabang dan batang. Daun-daun tersebut berukuran kecil, keriting dan
menguning (khlorosis). Pada serangan berat tanaman mati. Namun proses kematian
berlangsung lambat. Tanaman kopi yang terserang cenderung menunjukkan gejala
kekurangan nitrogen (N) dan seng (Zn). Gejala serangan ini umumnya mulai tampak
jelas pada musim kemarau. Hal ini disebabkan ketidak mampuan akar untuk menyerap
air dan unsur hara karena sebagian besar akar serabut telah membusuk. Rusaknya akarakar serabut kopi ditandai dengan gejala tanaman kopi mudah di goyang dan di cabut
(Wiryadiputra, 1994).
Pengendalian nematoda parasit kopi di lapangan cukup sulit dan memerlukan
biaya yang tidak sedikit. Kondisi ini disebabkan tanaman kopi merupakan tanaman
tahunan dan nematoda umumnya memiliki sifat persisten di dalam tanah, selain kisaran
inang yang lebar. Strategi pengendalian yang di sarankan adalah berpedoman pada
pengendalian hama terpadu (PHT) serta memprioritaskan komponen pengendalian non
kimiawi.
Cara pengendalian nematoda dengan nematisida sintetis saat ini membutuhkan
biaya tinggi, dapat menimbulkan dampak negatif, karena beracun bagi manusia dan
hewan peliharaan, persisten dalam tanah, pencemaran terhadap air tanah serta
390
Juni, 2013
391
Juni, 2013
Ferguson. Lahan kopi robusta yang digunakan adalah lahan kopi yang terinfeksi
nematoda parasit kopi. Pada pengkajian ini digunakan jamur P. lilacinus strain 251 (PL
251) yang dikembangbiakkan pada media padat beras jagung, hasil perbanyakan Pusat
Penelitan Kopi dan Kakao Indonesia. Pengkajian dilakukan dengan menggunakan
rancangan acak kelompok , jumlah perlakuan 3 (tiga) yaitu :
1. Aplikasi P. lilacinus (biakan jagung), dosis 20 g/lt air/pohon secara siram
2. Aplikasi P. lilacinus (biakan jagung), dosis 20 g/pohon secara tabur
3. Kontrol (tanpa P. lilacinus)
Masing-masing perlakuan diulang 4 kali. Jumlah pohon kopi masing-masing
perlakuan adalah + 100 pohon. Pada pohon kopi yang diaplikasi P.lilacinus di beri
pupuk organik/ bokasi. Selain itu juga diberi pupuk buatan dengan dosis sesuai anjuran
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Pengawalan dilakukan terhadap budidaya tanaman
sehat dengan pembimbingan pelaksanaan komponen-nomponen PHT lainnya sesuai
yang telah pernah di lakukan di SL-PHT kopi.
Pengumpulan data dilakukan melalui pencatatan hasil pengamatan fisik di
lapang. Data yang dikumpulkan meliputi:
(a)
(b)
Cara pengamatan populasi nematoda parasit pada akar dan tanah adalah sebagai
berikut: Untuk pengambilan contoh akar tanaman kopi pada petak yang diperlakukan
dan petak kontrol dilakukan dengan cara mengambil dari 3 pohon kopi contoh,
selanjutnya dijadikan satu dalam wadah plastik. Dengan demikian terdapat 1 contoh
akar pada masing-masing perlakuan. Contoh akar (per 10 g akar) dan contoh tanah (per
100 ml tanah) tanaman kopi selanjutnya dianalisis dilaboratorium Pusat Penelitian Kopi
dan Kakao Indonesia di Jember. Analisis ekstraksi nematoda untuk contoh akar
dilakukan dengan metode sentrifus dan identifikasi nematoda dilakukan menggunakan
petunjuk dari Willmott et al (1972).
Untuk pengamatan tingkat serangan nematoda pada tajuk tanaman kopi
dilakukan dengan jalan menentukan secara acak 10 pohon contoh untuk setiap
perlakuan, selanjutnya masing-masing pohon ditentukan skor kerusakan nematodanya.
Pengamatan dilakukan menggunakan metode skoring mengikuti Wiryadiputra (1983),
yaitu dengan skala nilai skor 0 5, nilai nol berarti tanaman sehat dan nilai 5 tanaman
mati. Selanjutnya nilai intensitas serangan dalam bentuk skor dikonvesi menjadi
persentase tingkat serangan menggunakan rumus Townsend-Heuberger (Anonim, 1975)
sebagai berikut:
(n v)
Intensitas serangan
= { --------------------------} X 100
( i N )
392
keterangan:
Juni, 2013
v = nilai skor
i = nilai skor tertinggi
n = jumlah tanaman dari masing-masing nilai skor yang diamati
Juni, 2013
Kontrol
287,5 a
1.026,0
611,3
570, 0
*) Angka-angka sekolom yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada uji BNT pada taraf kepecayaan 95%
Populasi nematoda pada tanah disekitar akar kopi robusta
Tabel 2. Rata-rata populasi P. coffeae per 100 ml tanah
Rata-rata poulasi P. coffeae per 100 ml tanah *)
Perlakuan
Sebelum
2 bulan setelah 4 bulan setelah 6 bulan setelah
perlakuan perlakuan
perlakuan
perlakuan
P. lilacinus siram 7,56 a
10,00 a
8,75 a
0,00 a
P. lilacinus tabur
7,50 a
11,25 a
3,75 a
1,80 a
Kontrol
9,20 a
18,75 a
12,50 a
8,25
*) Angka-angka sekolom yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda
nyata pada uji BNT pada taraf kepecayaan 95%
Hasil pengamatan populasi P. coffeae (Tabel 1 dan 2) menunjukkan bahwa
4 bulan setelah aplikasi perlakuan, populasi nematoda di akar dan tanah cenderung
menurun. Penurunan populasi terjadi sampai 6 bulan setelah aplikasi perlakuan.
Pada perlakuan dengan cara siram populasi nematoda di akar turun dari 269,5
ekor/10 g akar kopi menjadi 60,9 ekor/10 g akar. Sedangkan di tanah populasi
nematoda turun dari 7,65 ekor/100 ml tanah menjadi 0 ekor/100 ml tanah.
Pada perlakuan jamur antagonis dengan cara disiram penurunan populasi
nematoda di akar dan tanah lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan dengan
cara tabur. Hal ini diduga karena kondisi media untuk perkembangan jamur lebih
lembab sehingga jamur lebih cepat berkembang untuk menekan populasi nematoda
parasit. Dikemukakan oleh Burges (1998), spora jamur Paecilomyces sp. dapat
berkecambah dengan baik pada suhu 22 C dan kelembaban udara 90 %.
B. Jumlah koloni jamur P. lilacinus dari rizosfer kopi robusta
Tabel 3. Jumlah koloni jamur P. lilacinus di rizosfer kopi
Rata-rata jumlah koloni jamur P. lilacinus pada rizosfer
Perlakuan
kopi *)
2 bulan setelah
4 bulan setelah
6 bulan setelah
perlakuan
perlakuan
perlakuan
-2
-3
-2
-3
10
10
10
10
10 -2
10 -3
P. lilacinus siram 8,85 b
6,67 b
2,00 b
0,50 a 12,08 b 5,90 b
P. lilacinus tabur
6,42 ab
3,25 ab
0,08 ab
0,41 a
1,67 a
0,91 a
Kontrol
0,50 a
0,67 a
0,00 a
0,00 a
1,33 a
0,67 a
*) Angka-angka sekolom yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada uji BNT pada taraf kepecayaan 95%
394
Juni, 2013
17,5 a
26,0 a
Kontrol
37,5 b
58,0
*) Angka-angka sekolom yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT pada taraf
kepecayaan 95%
Tingkat kerusakan kopi robusta pada 6 bulan setelah perlakuan masih tinggi
dibandingkan dengan pegamatan sebelumnya pada semua perlakuan. Apabila
dihubungkan antara Tabel 1, 2 dan 3 maka diperoleh hasil bahwa penurunan jumlah
populasi nematoda di akar dan tanah serta bertambahnya jumlah koloni jamur antagonis
di akar masih menyebabkan tingkat kerusakan tanaman kopi yang masih tinggi, hal ini
diduga karena pada saat pengamatan tingkat kerusakan tanaman kopi hujan masih
belum turun yang menyebabkan akar tanaman kopi masih belum pulih sehingga
keragaan tanaman kopi masih kurang baik (Tabel 4).
KESIMPULAN
Pada perlakuan yang diaplikasi jamur P. lilacinus secara siram berpengaruh
terhadap penurunan populasi nematoda P. coffeae di akar dari 269,5 ekor/10 g akar
menjadi 60,9 ekor/10 g akar ( %), dan populasi di tanah menurun dari 7,56 ekor/100 ml
tanah menjadi 0 ekor/ 100 ml tanah (100 %) di akar kopi ditemukan jumlah koloni
jamur P. lilacinus yang lebih banyak yaitu berkisar antara 12,08 pada 102 dan 5,9 pada
10-3 , sedangkan pada perlakuan aplikasi jamur P. lilacinus secara tabur ditemukan
jumlah koloni jamur berkisar antara 1,67 pada 102 dan 0,91 pada 10-3, pada perlakuan
control ditemukan jumlah koloni berkisar antara 1,33 pada 10 2 dan 0,67 pada 10-3 .
395
Juni, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1975. Field trial manual. CIBA-GEIGY. Agrochemical Division. Switzerland.
----------. 2000. Laporan Kegiatan Penelitian Tahun Anggaran 1999/2000. Bagian
Proyek Penelitian PHT Tanaman Perkebunan di Jember. Departemen
Kehutanan dan Perkebunan . Direktorat jenderal Perkebunan. Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao Indonesia. 2000. 39-46
----------. 2001. Laporan Kegiatan Penelitian Tahun Anggaran 2000. Bagian Proyek
Penelitian PHT Tanaman Perkebunan di Jember. Departemen Kehutanan dan
Perkebunan . Direktorat jenderal Perkebunan. Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Indonesia. 2001. 31-44
----------. 2005. Statistik Perkebunan Indonesia 2005. Kopi. Direktorat Jenderal Bina
Produksi Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta. 59 hal..
Burges H.D. 1998. Formulation of microbial biopesticides. Kluwer Academic
Publishers. London 412 p.
Direktur Jenderal Bina Produksi Perkebunan. 2005. Kebijaksanaan, Sistem
Kelembagaan dan Keragaan PHT Perkebunan di Indonesia. Makalah pada
Ekspose dan Pameran PHT. Memasyarakatkan Pengendalian Hama Terpadu
untuk Mendukung Pembangunan Perkebunan yang Berdaya Saing dan
Berkelanjutan,Yogyakarta 28 29 Mei 2005. 9 p.
Sitepu, D., A. Kardinan dan A. Asman. 1997. Hasil penelitian dan peluang penggunaan
pestisida nabati. Seminar Evaluasi dan Pemantapan Program PHT Tanaman
Perkebunan. Puslitbang Tanaman Industri, Bogor 23-24 April 1997. 1-2.
Untung, K. 1993. Konsep pengendalian hama terpadu. Andi Offset, Yogyakarta. 69 70.
Willmott, S., P.S. Gooch, M.R. Siddiqi and M. Franklin (eds) .1972. CIH descriptions
of Plant Parasitic Nematodes. Commonwealth Aggricultural Bureaux.
London. England.
Wiryadiputra, S. 1983. Populasi nematoda parasit pada berbagai tingkat kerusakan
tanaman kopi robusta. Menara Perkebunan 51 (3): 70 74.
---------------------. 1986. Fumigasi tanah untuk pembibitan kopi dan kakao. Warta BPP
Jember. 4. 16-21.
396
Juni, 2013
397