Download as pdf
Download as pdf
You are on page 1of 10
Jurnal timiah Geomatika Vol. 14 No. 2, Desember 2008 PROYEKSI KENAIKAN TINGGI MUKA AIR LAUT DI JAKARTA BERDASARKAN SKENARIO IPCC AR4 Ibnu Sofian, Antonius B Wijanarto Balai Penelitian Geomatika Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional JI, Raya Jakarta-Bogor Km. 46, Tlp/Fax:021-87906041 lonusofian@bakosurtanal.go.id ABSTRACT The mean sea level is projected until 2100, using tide gauge, satellite altimeter and Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) mode! data, Model results show that sea level is rising more than 15cm during the transitional period from El Niffo to La Nifa. Time-frequency Wavelet analysis result illustrate that the frequency of El Nifio and La Nifia increase due to the global warming effects. These extreme events (El Nifo and La Nifia) cause the flooding and inundation ‘more than 6m at the Jakarta that has land elevation from Om to 6m, It Is also predicted that the sea water intrution will be reached to the South Jakarta, Therefore, to reduce the effects of climate change is inevitable to start both adaptation and mitigation actions, Keywords: Projection, sea level, Jakata, IPCC. ABSTRAK Kenaikan muka air laut diproyeksikan sampai dengan tahun 2100, dengan tide gauge, satelit altimeter dan model data Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), Hasil pemodelan menunjukkan bahwa muka air laut naik lebih dari 15cm selama masa transisi dari El Nifio ke La Nifia, Analisa menggunakan wavelet tiem-frequency menunjukkan bahwa frekuensi dari El Nifio dan La Niffa meningkat, yang disebabkan oleh pemanasan global, Kejadian-kejadian ekstrim ini (EI Nifio dan La Niffa) menyebabkan banjir dan genangan lebih dari 6 meter. Diprediksikan juga bahwa pengaruh intrusi air laut akan mencapal Jakarta Selatan, Sehingga, mengurangi efek dari perubahan iklim ini ‘sanat perlu untuk memulai baik itu adaptasi dan tindakan mitigasi. 7 Jumnal Iimiah Geomatika Vol. 14 No. 2, Desember 2008 PENDAHULUAN Lingkungan pantai merupakan daerah yang sangat rentan terhadap pengaruh aktivitas penduduk dan kondisi alam terutama pengaruh naikya tinggi muka air laut. Hampir setengah populasi penduduk dunia menempati daerah pantai sampai 100 Kilometer dari garis pantai. Hal ini menyebabkan terjadinya kerawanan yang serius terhadap naiknya tinggi muka air laut akibat pemanasan global (global warming). Sementara itu, penduduk dunia pada umumnya, merupakan penyumbang terbesar terhadap kenaikan gas rumah kaca (GRK) yang meliputi uap air (HO), karbon dioksida (C02), metan (CH,), dan chlorofluorocarbons (CFC ). Berdasarkan perubahan iklim, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyatakan bahwa pemanasan global terjadi dengan intensif sejak tahun 1910 sampai 1940, dan lebih intensif lagi sejak tahun 1970, dan berlanjut sampai sekarang. Banyak ahli oseanografi berargumentasi bahwa global warming mempunyai kattan yang erat dengan semakin tingginya frekuensi El Nifio dan La Nifia (Timmermann et. al.” dan Timmerman”). Hasil analisa wavelet menunjukkan bahwa frekuensi terjadinya ENSO (El Nifio Southern Oscilation, El Nilo dan La Nifia), meningkat sejak tahun 1970, terutama sejak tahun 1993 sampai sekarang. Pada umumnya El Nifio terjadi antara 2 tahun sampai 7 tahun sekali, tetapi sejak tahun 1970, frekuensi El Nifio dan La Nifia menjadi 2 tahun sampai 4 tahun (Torrence and Compo”). Sebagai tambahan, pada waktu terjadinya El Nifio tahun 1997/1998, Indonesia pada umumnya mengalami musim kering yang panjang, dan pada saat terjadinya La Nifia tahun 1999, Indonesia mengalami kenaikan curah hujan yang tinggi, sehingga menyebabkan banjir di sebagian besar wilayah Indonesia. Disamping iklim ekstrim (El Nifio dan La Nifia), global warming juga menyebabkan kenaikan tinggi muka air laut, baik akibat ekspansi volume air laut karena naiknya suhu air laut, atau mencaimya es glasier dan es di kutub utara dan selatan. Meskipun dampak kenaikan tinggi muka air laut hanya menjadi wacana di kalangan ilmuwan, tetapi setiap penduduk terutama yang tinggal di daerah pantai harus tanggap akan risiko terhadap penurunan kualitas kehidupan di lingkungan pantai akibat naiknya tinggi muka air laut, Sampurno®) menyatakan bahwa potensi kenaikan tinggi muka air laut akan bervariasi dari 30cm sampai 200cm, sampai dengan 100 tahun mendatang. Pulau Jawa yang berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, memiliki populasi penduduk tertinggi, dan merupakan pusat perekonomian di Indonesia. Jakarta, merupakan kota terbesar yang terletak di daerah pantai utara (pantura), sangat mudah terpengaruh oleh kenaikan tinggi muka air laut, terutama terhadap bahaya banjir (ROB), sedimentasi dan erosi. Kondisi ini diperparah dengan terjadinya subsidens di sepanjang pantura sejak tahun 1980, Level subsidens di Jakarta mencapai 3 cm/tahun, berdasarkan pengolahan citra SAR (Synthetic Apature Radar)(Hirose et al.). Daerah pantai sepanjang pantura yang rentan terhadap banjir dan genangan air selama musim angin barat (penghujan, northwest monsoon), menjadi lebih rentan dengan adanya fenomena kenaikan tinggi muka air laut. Jakarta Utara adalah dataran rendah yang terbentang sepanjang beberapa kilometer dari pantai, merupakan daerah banjir selama musim penghujan dengan puncaknya pada bulan Desember sampai Pebruari, Banjir ini disebabkan akibat tingginya curah hujan, dan air kiriman dari daerah dataran tinggi di Sebelah selatan. Disamping itu, daerah Muara Angke di Jakarta Utara, mengalami banjir dengan ketinggian 1m akibat naiknya tinggi muka air laut (ROB) pada bulan Mei dan Juni, pada waktu musim kemarau (Sofian et al.”). Jamal limiah Geomatika Vol. 14 No, 2, Desember 2008 Penelitian ini bertujuan untuk memberikan dasar acuan dan informasi bagi Pengembangan daerah pantai di Pantura, terutama untuk mitigasi banjir ROB. Sebagai tambahan, penelitian ini diharapkan juga dapat dijadikan dasar acuan adaptasi untuk mengurasi risiko akibat terjadinya bencana alam yang berkaitan dengan kenaikan tinggi muka air laut. Makalah ini mempunyai struktur seperti berikut: data dan metodologi analisa data akan dijelaskan pada bagian kedua, bagian ketiga memuat proyeksi kenaikan tinggi muka air laut berdasarkan data pasang surut (pasut), satelit altimeter dan model dari IPCC, dan ditanjutkan dengan proyeksi kenaikan tinggi muka air laut pada waktu terjadi ENSO. Bagian terakhir berisi kesimpulan dan rekomendasi untuk adaptasi terhadap bencana naiknya tinggi muka air laut akibat pemanasan global dan ENSO. DATA DAN METODE Pada bagian ini dijelaskan mengenai data dan metodologi analisa data yang digunakan dalam penelitian ini. Data ~ Data tinggi muka air laut yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: data hasil permodelan IPCC berdasarkan scenario Special Report on Emission Senario (SRES) alb, dengan proyeksi konsentrasi CO, pada tahun 2100 sebesar 720ppm (part per milion). - Data satelit altimeter yang diperoleh dari AVISO™. ~ Data ketinggian dan elevasi menggunakan Shuttle Radar Topographic Mission (SRTM) dengan resolusi 30m Metode Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: - Trend analysis untuk mengetahui kecendrungan kenalkan tinggi muka air laut berdasarkan data historis yang meliputi data satelit almeter, maupun data hasil model IPCC. ~ Wavelet analysis digunakan untuk mendeteks! waktu dan terjadinya El Nino dan La Nina dari tahun 2000 sampai 2100. Detil deskripsi dan algoritma numerik yang digunakan dalam analisa wavelet dapat dilthat di Torrence and Compo”. ~ Ekstraksi garis kontur 1m, 2m, 4m, dan 7m berdasarkan data SRTM menggunakan perangkat lunak SAGA yang berbasis opensource, Detil diagram alir pelaksanaan penelitian seperti terlihat pada Gambar 1, PROYEKSI KENAIKAN TINGGI MUKA AIR LAUT Berdasarkan IPCC AR4 (assessment report 4” edition) kenaikan tinggi muka air laut yang terjadi akibat global warming, bervariasi dari 15 cm sampai 90 cm. Gambar 2 ‘menunjukkan tingkat kenaikan tinggi muka air laut di Laut Jawa yang bervariasi dari 40 cm sampai 80 cm sampai tahun 2100, berdasarkan hasil perhitungan menggunakan data model laut yang diperoleh dari IPCC, dengan ketidakpastian kenaikan permukaan air faut karena mencairnya es sebesar 40cm. Tetapi perhitungan model untuk kenaikan tinggi muka air laut karena pengaruh mencairnya es, baik di kutub utara atau Selatan, tidak 73 Jurmal Iimiah Geomatita Vol. 14 No. 2, Desember 2008 terhitung dengan sempurna. Hal ini menyebabkan, rendahnya prediksi kenaikan tinggi muka air laut di Laut Jawa. Sementara itu, pengaruh mencairnya’ es glasier, dan di kutub utara serta selatan terhadap kenaikan tinggi muka laut dapat dilihat di Tabel 1. Sofian et al.” menyatakan bahwa kenaikan tinggi muka air laut di Laut Jawa, bervariasi antara 4mm/tahun sampai 6mm/tahun berdasarkan data pasut di Jakarta, Jepara dan Surabaya dari tahun 1993 sampai 1999. Sebagai tambahan, kenaikan tinggi muka air laut di Laut Indonesia termasuk Laut Jawa dihitung berdasarkan data satelit altimeter (AVISO™) terlihat seperti Gambar 3. Detil hasil perhitungan dengan model dan proyeksi dengan menggunakan data pasut dan altimeter, ditampilkan pada Tabel 2, sRT™ EKSTRAKSI KONTUR PETA POTENSI BANJIR DAN GENANGAN AIR: LAUT DATA TINGGI MUKA AIR LAUT PROYEKSI KENAIKAN TINGGI MUKA AIR LAUT ACUAN PEMBUATAN KONTUR BANJIR DAN GENANGAN AIR LAUT Gambar 1: Diagram alir pelaksanaan penelitian. Tabel 1: Sumber potensial penyebab naiknya tinggi muka air laut ‘Sumber potensial penyebab nalknya tinggi mulka air laut Expansi volume air laut Mencaimya glacier 0.2 - 0.4 m per dC (Knutti et al. ™) 0.15 - 0.37 m apcchy Es di Greenland (kutub utara) 7.3 m (Bamber et al. *) Es di Antartika bagian barat 5 m (Lythe et al, ™) Es di Antartika bagian timur 52 m (Rignot et al.) TOTAL + 63m. Tabel 2: Kenaikan tinggi muka air laut di Laut Jawa Periode | Proyeksi kenaikan tinggi muka air laut sejak 2000_| Probabilitas ‘Tide Gauge Altimeter ADT_| Model 2020 8-12cm 8-12cm 5.1-12.9cm__| Sedang s.d tinggi 2050 20- 30cm 20 - 30cm 13.6 - 33.4 cm__| Sedang s.d. tinggi 2080 32=48 cm 32=48 cm 27,1-59 cm Tinggi 2100 40 - 60 cm 40 - 60 cm 37.8-78 cm Tinggi 74 Jumal timiah Geamatika Vol. 14 No. 2, Desember 2008 Tou 1 1 1 —L 4 ! [2 Uncertainty Ice Molting 40em + 80 4) —— micro3_z + L. — mnvegems_2 ! = — cocma_egem3_1 ! 5 69 | — stobatimtoros 2 i —— Global mr_egema_2 Bs — > GB 40 4 a 3 2 20 + 0 . 2000 2020 2040 2060 2080 ~ 2100, Time (Year) Gambar 2: Proyeksi kenaikan tinggi muka air laut berdasarkan model IPCC, ns Longitude EC, o. 20 40 60 80. 100 Gambar 3: Distribusi kenaikan tinggi muka air laut sampai tahun 2100 berdasarkan data satelit altimeter, : rE dumat iman Geomauna Yo. I No. 2, Desember 2005 Potensi banjir dan genangan air laut di Jakarta Pengaruh kenaikan tinggi muka air laut di Jakarta dapat dilihat pada Gambar 4. Penentuan daerah genangan air, berdasarkan data Shuttle Radar for Topographic Mission (SRTM), yang mempunyai spasial resolusi sebesar 30m yang di overlay dengan data citra satelit. Sementara data genangan air adafah hasil estimasi besarnya level subsidens di Jakarta sebesar 3cm/tahun (Hirose et al.) dan naiknya tinggi mula air laut sebesar ‘im/abad. Berdasarkan hasil pengolahan dengan data SRTM, maka didapatkan bahwa daerah genangan air laut karena pengaruh naiknya tinggi muka air laut di Jakarta, terbentang di hampir seluruh pantai Jakarta, dengan area cakupan yang luas. Hampir seluruh daerah Jakarta Utara tergenang air, terutama daerah Muara Angke sampai Grogol. Genangan air laut menreduksi garis pantai dari Om sampai 10km, Luasnya besaran genangan di darah pantai ini, mempengaruhi kehidupan para penduduk yang tinggal di daerah pantai. Luasan daerah tambak udang, dan sawah tereduksi. Infiltrasi air laut meluas, dan mencapai daerah-daerah di Jakarta Selatan. Naiknya tinggi muka air laut dan besarnya evel subsidens di Jakarta menyebabkan meluasnya daerah banjir pada musim hujan, hampir seluruh wilayah Jakarta, Hal ini diakibatkan oleh melemahnya aliran sungai karena berkurangnya perbedaan tinggi sungal dan air laut. Adaptasi terhadap perubahan iklim ini menjadi semakin penting, dengan semakin intensifnya EI Nifio dan La Nifia yang akan dijelaskan pada sub-bagian global warming, El Nifio dan La Nifia. 7 ‘Tinggi Gonanpar| te bh aloe a ' ee imasi daerah genangan t karena pengaruh kenaikan tinggi muka air laut yang mencapai 1m, dan tingkat subsidens 3m/abad. Global warming, El Nifio dan La Nijia Estimasi terjadinya extreme event (iklim ekstrim) yang terdiri dari El Nifio dan La Nifia ditakukan dengan menggunakan analisa wavelet. Detil penjelasan dan fungsi matematis yang digunakan dalam analisa wavelet dapat ditemukan di Torrence dan 76 Jurnal timiah Geomatika Vol. 14 No, 2, Desember 2008 Compo”, Hasil analisa wavelet terlihat seperti pada Gambar 5. Estimasi event extreme menggunakan data anomali tinggi muka air laut terhadap rata-rata bulanan, Gambar 5 menunjukkan bahwa El Nifio dan La Nifia terjadi dengan periode 2 sampai 8 tahun sekali dengan El Nifio dan La Nifia terbesar yang terjadi pada tahun 2020 sampai dengan 2025, 2040 sampai 2045, 2050 sampai 2060 dan 2075 sampai 2080, Terjadinya EI Nifio akan berlanjut dengan terjadinya La Nifia seperti terlihat pada time series anomali tinggi muka air laut. Periode transis! ini menyebabkan terjadinya kenaikan drastis tinggi muka air laut mencapai 20 cm (Sofian et al.’*”), Disamping kenaikan tinggi muka air laut yang drastis, Kondisi ikfim ekstrim menyebabkan terjadinya cuaca ekstrim yang berpeluang menimbulkan terjadinya gelombang tinggi. Berdasarkan hasil analisa cuaca ekstrim tersebut, ketinggian muka air laut relatif (ditambah tinggi gelombang) terhadap kondisi tinggi muka air laut tahun 2000; dapat dirumuskan seperti berikut: Tee=Mai+He.tHw+Hps tS: (i) Dimana Tze adalah tinggi muka air laut pada saat cuaca ekstrim, Ms, adalah tinggi muka air laut rata-rata pada tahun 2100, Hy adalah naiknya tinggi muka laut pada periode transis! El Nilo dan La Nifia, Hy adalah tinggi gelombang, Hes adalah naiknya tinggi muka air laut akibat pasang surut, dan 5; adalah level subsidens. Dari persamaan (1), ketinggian muka air laut di Jakarta pada cuaca ekstrim di tahun 2100 adalah 6m sampai 7m, dengan Mg =1m, Ha=20cm, Hy =2m, Aps=80cm, dan S;, =3m. Daerah genangan air laut di Jakarta dapat dilustrasikan seperti pada Gambar 6. Daerah genangan air laut meluas, mencapai 15 km dari garis pantai, meliputi daerah Jakarta Utara, sebagian besar daerah Jakarta Barat, Timur, dan Pusat. Dari peta potensi genangan air laut tersebut, adaptasi dan. mitigasi menjadi suatu keharusan, untuk mereduksi akibat dan dampak perubahan iklim. KESIMPULAN Proyeksi kenaikan tinggi muka air laut di Jakarta, Semarang dan Surabaya dilakukan dengan menggunakan data pasut, altimeter, dan hasil permodelan dari IPCC. Dari hasil perhitungan tinggi mula air laut pada tahun 2100 dan analisa dampak terhadap kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Semarang, maka kesimpulari hasil perhitungan dan analisa adalah sebagai berikut: ~ Kenaikan tinggi muka air laut dan subsidens di Jakarta, Semarang dan Surabaya, masing-masing akan menyebabkan terjadinya genangan terhadap daerah yang mempunyai elevasi ketinggian antara Om sampai 4m, Om sampai 3m, dan Om sampai 3.5m. ~ Secara umum daerah pantai di pantura, tergerus dan tereduksi antara Okm sampai 15km. - Pengaruh cuaca ekstrim, daerah genangan meluas dengan penambahan tinggi genangan antara 3m sampai 4m. Jumal Timiah Geomatika Vol. 14 No. 2, Desember 2008 a) Monthly mean sealevel 3005 B10 BOIS 2020, 3045. 2030 2025 2040 2045 2050 ime (year )Sea level Wavelet Power Spectrum )Global Wavetet Spectrum - wie 2005 2010 2015 2029, 2025 2030 2035 2040 2045 2050 100” 200 ine (yea Power (cm) 6) 2-ByrScaleaverage Time Series 8 ‘Avgvatlance (em 2) °° go05 2010 2015 2020. 2025 7030 2035 2040 2045 2030 Time (yeas) Analisa wavelet dari tahun 2001 sampai 2050 2} Monthly mean sea level 10 g a) 8 ag so. 20602079 20m 2000S “Time (year by) Sealevel Wavelet Power Spectrum Global Wavelet Spectrum 025 ° Pg nS 3 08 1 £3 Bi & 3 16 205020502070, 0m0 080200 —«0 nme feat) Power fm?) 4) 2-8yr Scale-average Time Series fA 2060 ~—~«2070— 20802090100 Time (year) Analisa wavelet dari tahun 2051 sampai 2100 ‘Avg variance (em 2) Bo. a Gambar 5. Hasil analisa wavelet menggunakan data tinggi muka air laut anomali dari tahun 2001 sampai 2100 78 Jurnal lmish Geomatika Vol. 14 No. 2, Desember 2008 ery Gambar 6: Estimasi daerah genangan air laut karena pengaruh cuaca ekstrim pada tahun 2100. DAFTAR PUSTAKA intergovernmental Panel on Climate Change, 2007, Climate Change 2007 - The Physical Science Basis: Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the IPCC, Cambridge, Cambridge University Press. Timmermann, A., M. Latif, A. Bacher, J. Oberhuber, E. Roeckner, 1999, Increased El-Nifio, Nature, 398, 694-696. Timmermann, A., 2001, Changes of ENSO stability due to Greenhouse Warming, Geophysical Research Letters, 28, 8: 2064-2066. Torrence, C. and G. P. Compo., 1999, A Practical Guide to Wavelet Analysis, Bulletin of the American Meteorological Society, 79, 1:61-78, Sampurno, 2001, Pengembangan kawasan pantai dan kaitannya dengan geomorfologi, proceeding: Dampak Kenaikan Muka Air Laut Pada Kota Pantal Di Indonesia, 18-26. Hirose, K., Y. Maruyama, D. Murdohardono, A. Effendi, H. Z. Abidin, 2001; Land subsidence detection using JERS-1 SAR Interferometry, 22nd Asian Conference on Remote Sensing, 5-9 November 2001. Sofian, I, K. Kozai, and T. Ohsawa, 2008, Investigation on the relationship between wind- induced volume transport and mean sea level in the Java Sea using an oceanic general circulation model, J. Met, and Ocean, Soc. of Japan, Umitosora, 84:1-17. 79 Juinal Imiah Geomatika Vol. 14 No. 2, Desember 2008 AVISO, 2004, (M)SLA and (M)ADT Near-Real Time and Delayed Time Products Handbook, AVISO, Edition 1.2. Sofian, I., K. Kozai, and T. Ohsawa, 2006, Estimation of the sea level variations of the Java Sea using the HYCOM, The international Pan Ocean Remote Sensing Conference, Busan, Korea, 10-17 November. Knutti, Reto and T. F, Stocker, 2000, Influence of the Thermohaline Circulation on Projected Sea Level Rise, Journal of Climate 13, 12: 1997-2001. Bamber J.L., R.L. Layberry, and S.P. Gogenini, 2001, A new ice thickness and bedrock data set for the Greenland ice sheet, JGR Atmospheres, 106, D24; 33773-33780. Lythe, B, Matthew, D. G. Vaughan and the BEDMAP Consortium, 2001, BEDMAP: A new ice thickness and subglacial topographic model of Antarctica, J. Geo. Res. 106, B6: 11335— 11351, Rignot, Eric and P. Kanagaratnam, 2006, Changes in the Velocity Structure of the Greenland Ice Sheet, Science, 311, 5763: 986-990, Sofian, I., K. Kozai, and T. Ohsawa, 2006, Investigation on the interoceanic connection between the Makassar Strait and the Java Sea, Proceedings of Techno-Ocean 2006/19th JASNAOE Ocean Engineering Symposium, Paper No. 90. 80

You might also like