144 Diagnosis PerMenKes No 5

You might also like

Download as xls, pdf, or txt
Download as xls, pdf, or txt
You are on page 1of 136

A

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

KELOMPOK UMUM
Tuberkulosis (TB) Paru
Morbili
Varisela
Malaria
Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue
Leptospirosis
Infeksi Pada Umbilikus
Kandidiasis Mulut
Lepra
Keracunan Makanan
Alergi Makanan
Exanthematous Drug Eruption
Fixed Drug Eruption (FDE)
Reaksi Anafilaktik
Syok

B
1
2
3

DARAH, PEMBENTUKAN DARAH, SISTEM IMUN


Anemia
HIV/AIDS tanpa Komplikasi
Limfadenitis

C
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

E
1
2
3

TELINGA
Otitis Eksterna
Otitis Media Akut
Serumen Prop

F
1

HIDUNG
Benda Asing di Hidung

G
1
2
3
4
5
6
7

NEUROLOGI

PSIKOLOGIS

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Kejang Demam
Vertigo
Delirium
Tetanus
Rabies
Epilepsi
Status Epileptikus
Migren
Bell's Palsy
Tension Headache

1
2
3
4

Insomnia
Demensia
Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi
Gangguan Psikotik

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

M
1
2
3
4
5
6
7
8

METABOLIK ENDOKRIN DAN NUTRISI


Obesitas
Tirotoksikosis
Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik
Hipoglikemia
Diabetes Melitus
Malnutrisi Energi Protein (MEP)
Hiperuricemia-Gout Arthritis
Dislipidemia

N
1

SALURAN KEMIH
Infeksi Saluran Kemih

O
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

11

DIGESTIVE
Refluks Gastroesofageal
Gastritis
Intoleransi Makanan
Malabsorbsi Makanan
Demam Tifoid
Gastroenteritis
Disentri Basiler dan Disentri Amuba
Apendisitis Akut
Perdarahan Saluran Makanan Bagian Atas
Perdarahan Saluran Makanan Bagian Bawah
Hemororid Grade 1-2
Hepatitis A
Hepatitis B
Parotitis
Askariasis
Cutaneus Larva Migrans
Penyakit Cacing Tambang
Skistosomiasis
Strongiloidiasis
Taeniasis
Peritonitis
Kolesistitis

D
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

MATA
Mata Kering/Dry eye
Buta Senja
Hordeolum
Konjungtivitis
Blefaritis
Perdarahan Subkonjungtiva
Benda aAsing di Konjungtiva
Astigmatism
Hipermetropia
Miopia Ringan
Presbiopia
Katarak pada Pasien Dewasa
Glaukoma Akut

KARDIOVASKULAR
Angina Pektoris
Infark Miokard
Takikardia
Gagal Jantung Akut dan Kronik
Cardiorespiratory Arrest
Hipertensi Esensial
Infark Serebral/Stroke

H
1
2
3
4
5
6

MUSKULOSKELETAL
Fraktur Terbuka
Fraktur Tertutup
Polimialgia Reumatik
Artritis Reumatoid
Artritis, Osteoartritis
Lipoma

RESPIRASI

KULIT

Epistaksis
Furunkel Pada Hidung
Faringitis
Rhintis Akut
Rhintis Alergik
Rhinitis Vasomotor
Tonsilitis
Laringitis
Bronkitis Akut
Influenza
Pneumonia Aspirasi
Pneumonia dan Bronkopneumonia
Pertusis
Asma Bronkial

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Miliaria
Veruka Vulgaris
Reaksi Gigitan Serangga
Herpes Zoster
Herpes Simpleks
Skabies
Pedikulosis Kapitis
Dermatofitosis
Pitiriasis versikolor/ Tinea versikolor
Pioderma
Dermatitis Seboroik
Dermatitis Atopik
Dermatitis Numularis
Liken simpleks kronik (neurodermatitis sirkumkripta)
Dermatitis Kontak Alergik (DKA)
Dermatitis Kontak Iritan
Napkin Eczema (dermatitis popok)
Pitiriasis Rosea
Moluskum Kontagiosum
Urtikaria
Filariasis
Luka Bakar Derajat I dan II

KESEHATAN WANITA
Hiperemesis Gravidarum
Kehamilan Normal
Pre-eklampsia
Eklampsia
Abortus
Anemia Defisiensi Besi pada Kehamilan
Ketuban Pecah Dini (KPD)
Persalinan Lama
Perdarahan Post Partum
Ruptur Perineum Tingkat 1-2

P
1
2
3
4
5

Penyakit Kelamin
Fluor Albus / Vaginal discharge Non Gonore
Sifilis
Gonore
Vaginitis
Vulvitis

Mastitis

No.
1

Diagnosis
Tuberkulosis (TB) Paru

kode
ICPC II ICD X
A70

A15

Komp.
4A

Anamnesa
Pbatuk berdahak 2 minggu
Pbatuk disertai dahak dapat bercampur darah
Pbatuk darah
Psesak nafas
Pnyeri dada
Ppleuritic chest pain
Pbadan lemah
Pnafsu makan
Pberat badan
Pmalaise
Pberkeringat malam tanpa kegiatan fisik
Pdemam meriang > 1 bulan

Pemeriksaan Fisik
Pdemam (subfebris/ tinggi dekali)
Prespirasi
PBB (BMI < 18,5)
Pauskultasi :
suara nafas bronkhial/amforik/ronkhi basah/
suara nafas melemah di apex paru

Pemeriksaan Penunjang
Edarah:
Plimfositosis/monositosis
PLED
PHB
Esputum: (sewaktu-pagi-sewaktu)
Pmikroskopis BTA
Pkultur kuman
ETB non paru, spesimen dapat
diambil dari bilas lambung
cairan serebrospinal, cairan
pleura atau biopsi jaringan.
Etes tuberkulin (mantoux test)
untuk TB pada anak, positif
bila W indurasi 10 mm.
Eradiologi:
Pfoto thorax PA-lateral/
top lordotik
Pbercak awan dengan batas
yang tidak jelas atau dapat
batas jelas (tuberkuloma)
Pkavitas
Ppleuritis
Pefusi pleura

Morbili

A71

B05.9

4A

Pmasa inkubasi 10-15 hari demam


Pdemam
Pmalaise
Pgejala respirasi atas (pilek, batuk)
Pkonjungtivitis
Pdemam hari ke 4 muncul:
lesi makula dan papula eritem mulai
kepala daerah perbatasan dahi rambut,
di belakang telinga menyebar secara
sentrifugal ke bawah hingga muka, badan,
ekstremitas mencapai kaki.

Pdemam
Pkonjungtivitis
Plimfadenopati general
Ppada orofaring ditemukan koplik spot
sebelum munculnya eksantem (lesi
makula dan papula eritem)

Biasanya tidak diperlukan

Penegakan diagnosis
Standar Diagnosis:
batuk 2 minggu tidak jelas
penyebabnya, harus dievaluasi
untuk TB

semua pasien yang diduga


menderita TB harus diperiksa
dahak
semua pasien dengan gambaran
toraks tersangka TB, harus
diperiksa dahak
diagnosis dapat ditegakkan
walaupun apus dahak (-)
berdasarkan kriteria:
gambaram foto toraks
sesuai TB
kurangnya respon terhadap
spektrum luas atau diduga
terinfeksi HIV

Komplikasi:
a. Komplikasi paru: atelektasis,
hemoptisis, fibrosis, bronkiektasis,
pneumotoraks, gagal napas
b. TB ekstraparu: pleuritis, efusi
pleura, perikarditis, peritonitis, TB
kelenjar limfe
c. Kor Pulmonal
Anamnesis dan Pemeriksaan fisik

Komplikasi:
otitis media, pneumonia,
ensefalitis, trombositopenia.

Faktor Risiko:
Anak yang belum imunisasi campak.
Peksantem hilang dalam 4-6 hari,
menghilang dengan urutan sesuai
urutan muncul dengan warna sisa
coklat kekuningan atau deskuamasi
ringan
3

Varisela

A72

B01.9

4A

Pmasa inkubasi 14-21 hari


Pdemam
Pmalaise
Plesi kulit berupa papul eritem yang
dalam waktu beberapa jam berubah
menjadi vesikel
Pgatal

papul eritematosa yang dalam waktu


beberapa jam berubah menjadi vesikel
vesikel khas berupa tear drop (tetesan embun)
vesikel akan menjadi keruh
vesikel akan menjadi krusta

Faktor Risiko:
a. Anak-anak
b. Riwayat kontak dengan penderita
c. imunodefisiensi

Bila diperlukan dengan


pemeriksaan mikroskopis.

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik

Komplikasi:
a. Pneumonia, ensefalitis, hepatitis
b. Pada kehamilan menyebabkan
sindrom varisela kongenital

Psementara proses ini berlangsung timbul


lagi vesikel-vesikel baru yang menimbulkan
gambaran polimorfik
Ppenyebaran vesikel secara sentrifugal
Pdapat menyerang selaput lendir, mata,
mulut, saluran nafas atas
4

Malaria

A73

B54

4A

Pdemam hilang timbul


Psaat demam hilang disertai menggigil,
berkeringat
Psakit kepala
Pnyeri otot dan persendian

Periode demam:
Pkulit terlihat memerah, teraba panas,
suhu tubuh dapat > 40C, kulit kering
Ppucat
Pnadi teraba cepat

Ehapusan darah tebal dan tipis


Emenggunakan RDT

Anamnesis:
Trias malaria (panas, menggigil,
berkeringat)
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan mikroskopis

Pnafsu makan
Psakit perut
Pmual, muntah, diare

Ptakipneu

*Dugaan relaps pada malaria


vivax bila setelah pemberian
primakuin 0,25mg/kgBB/hari

hapusan darah tebal/ tipis


ditemukan parasit plasmodium

selama 14 hari, penderita sakit


kembali dengan parasit (+) dalam
waktu 3minggu-3bulan setelah
pengobatan.

Klasifikasi:
a. Malaria falsiparum
b. Malaria vivaks
c. Malaria ovale
d. Malaria malariae
e. Malaria knowlesi

Faktor Risiko:
a. Riwayat menderita malaria sebelumnya
b. Tinggal di daerah yang endemis malaria
c. Pernah berkunjung 1-4 minggu di daerah
endemic malaria
d. Riwayat mendapat transfusi darah

Periode dingin dan berkeringat:


Pkulit teraba dingin dan berkeringat
Pnadi teraba cepat dan lemah
Ppada kondisi tertentu bisa terjadi
penurunan kesadaran
Kepala: anemis, ikterik, sianosis, kaku
kuduk (pada malaria serebral)
Thoraks: terlihat pernapasan cepat

Komplikasi:
a. Malaria serebral.
b. Anemia berat.
c. Gagal ginjal akut.
d. Edema paru atau ARDS.
e. Hipoglikemia.
f. Gagal sirkulasi atau syok.
g. Perdarahan spontan
h. Kejang berulang > 2kali per 24 jam
i. Asidemia
j. Makroskopik hemoglobinuria

Abdomen: pembesaran hepar dan limpa,


dapat ditemukan asites
Ekstrimitas: akral dingin (tanda syok)

5 Demam dengue dan


Demam berdarah dengue

A77

A90
A91

4A

Pdemam bifasik akut 2-7 hari


Pnyeri kepala

Untuk demam dengue


Psuhu >37,5C

*Leukopenia cenderung untuk


demam dengue

Kriteria WHO DBD


(Semua kriteria harus terpenuhi)

Pnyeri retroorbital
Pmialgia/atralgia
Pruam
Pgusi berdarah
Pmimisan
Pnyeri perut
Pmual/muntah
Phematemesis/melena

Faktor Risiko:
a. Tinggal didaerah endemis dan padat
penduduknya
b. Pada musim panas dan kelembaban
tinggi
c. Sekitar rumah banyak genangan air

Pptekie, ekimosis, purpura


Pperdarahan mukosa
Prumple leed (+)
Untuk demam berdarah dengue
Psuhu >37,5C
Pptekie, ekimosis, purpura
Pperdarahan mukosa
Prumple leed (+)
Phepatomegali
Psplenomegali
Pefusi pleura, asites
Phematemesis/melena

DBD:
*Peningkatan hematokrit >20%
dan atau menurun dibandingkan
nilai hematokrit sebelumnya
>20% setelah pemberian cairan.
*Trombositopenia (<100.000/ul).

a. Demam atau riwayat demam akut,


antara 2-7 hari(bifasik/pelana)
b. Terdapat minimal satu:
1. Uji bendung positif
2. Petekie, ekimosis, purpura
3. Perdarahan mukosa
atau dari tempat lain
4. Hematemesis atau melena
c. Trombosit <100.000/ul
d. Terdapat minimal satu tanda
kebocoran plasma:
1. Pe hematokrit >20%
2. Pe hematokrit >20%
setelah terapi cairan
3.Eefusi pleura, asistes atau
hipoproteinemia

Klasifikasi:
a. Derajat I: demam disertai
gejala konstitusional yang
tidak khas dan satu-satunya
manifestasi perdarahan ialah
uji bendung
b. Derajat II; seperti derajat I
namun disertai perdarah spontan
di kulit dan atau perdarahan lain
c. Derajat III: kegagalan sirkulasi
d. Derajat IV: syok berat, nadi
tak teraba, TD tidak terukur

Komplikasi:
Dengue Shock Syndrome (DSS)

6 Leptospirosis

A78

A27.9

4A

Pdemam disertai menggigil


Psakit kepala
Panoreksia
Pmialgia yang hebat pada betis, paha,
pinggang disertai nyeri tekan
Pmual, muntah, diare, nyeri abdomen
Pfotopobia
Ppenurunan kesadaran

Faktor Risiko:
Riwayat bekerja atau terpapar lingkungan
yang terkontaminasi kencing tikus.

7 Infeksi pada umbilikus

A78

4A

Ppanas
Prewel
Ptidak mau menyusu

Faktor Risiko:
a. Imunitas belum sempurna
b. Luka umbilikus
c. Kulit tipis sehingga mudah lecet

Pfebris
Pikterus
Pnyeri tekan pada otot
Pruam kulit
Plimfadenopati
Phepatomegali
Psplenomegali
Pedema
Pbradikardi relatif
Pkonjungtiva suffusion
Pgangguan perdarahan
Pkaku kuduk

Ptanda-tanda infeksi disekitar tali pusat


Pinfeksi lokal/terbatas, bila kemerahan
dan bengkak <1cm
Pinfeksi berat/meluas, bila kemerahan
dan bengkak >1cm, kulit mengeras,
pembengkakan perut
Ptanda sistemik: demam, takikardi,
hipotensi, letargi, somnolen, ikterus

EDarah rutin
Pleukosit antara 3000-26000/ul
dengan shift to the left
Ptrombositopenia yang ringan
pada 50% pasien
EUrin rutin
Psedimen urin (eritrosit ,
leukosit, hyalin, granular)
Pproteinuria ringan

Secara klinis dapat ditegakkan


pada pasien dengan:
demam tiba-tiba
menggigil
konjungtiva suffusion
sakit kepala
mialgia
ikterus
nyeri tekan otot

Komplikasi:
a. Meningitis
b. Distress respirasi
c. Gagal ginjal
d. Gagal hati
e. Gagal jantung
Anamnesis dan Pemeriksaan fisik

Komplikasi:
a. Necrotizing fasciitis
b. Peritonitis
c. Trombosis vena porta
d. Abses

8 Kandidiasis mulut

A78

B37.9

4A

Pgatal dan perih di mukosa mulut


Prasa metal
Pdaya kecap berkurang

Pbercak merah
Poral trush

Epewarnaan gram
Epelarut KOH 10%

Faktor Risiko:
Imunodefisiensi
Lepra

A78

A30

4A

Pbercak kulit terutama diwajah dan


telinga, berwarna merah atau putih
berbentuk plakat
Pbercak mati rasa
Ptidak gatal
Ptidak nyeri

Faktor Risiko:
a. Sosial ekonomi rendah.
b. Kontak lama dengan pasien
c. Imunokompromais
d. Tinggal di daerah endemik lepra

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang

Komplikasi:
Diare
Pada kulit:
Pbercak berbentuk plakat
Pkulit mengkilat
Pkering bersisik
Pkulit tidak berkeringat dan berambut
Pbaal
Philang sensasi nyeri dan suhu
Pvitiligo
Pdapat ditemukan nodul

Pemeriksaan mikroskopis
kuman BTA pada sediaan
kerokan jaringan kulit.

Diagnosis dapat ditegakkan


bila terdapat 1 dari tanda
utama (cardinal sign), yaitu:
a. (lesi) kulit yang mati rasa
b. penebalan saraf tepi yang
disertai gangguan fungsi saraf
c. Adanya BTA

Klasifikasi:
Pausibasilar (PB)
Multibasilar (MB)

Pada syaraf:
Ppenebalan nervus perifer
Pnyeri tekan pada syaraf
Pkesemutan
Pnyeri anggota gerak
Pkelemahan agg. gerak dan atau wajah
Pdeformitas
Pulkus yang sulit sembuh
Pada ekstrimitas:
Dapat terjadi mutilasi.

Komplikasi:
a. Arthritis.
b. Sepsis.
c. Amiloid sekunder.
d. Reaksi kusta

10 Keracunan makanan

A86

T.62.2

4A

Pdiare akut
Pdarah pada lendir atau tinja
Pnyeri perut
Pkram otot perut
Pkembung

Pdehidrasi
Pnyeri tekan peurt, BU atau

Epemeriksaan mikroskopis
dari feses
Epewarnaan Gram, KOH dan
metilen biru Loeffler

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang

Komplikasi:
dehidrasi berat
Faktor Risiko:
a. Riwayat makan/minum tidak higienis
b. Konsumsi daging /unggas kurang matang
c. Konsumsi makanan laut mentah
11 Alergi makanan

A92

4A

Pkulit: eksim, urtikaria


pernapasan : rinitis, asma
Ppencernaan: gejala gastrointestinal non
spesifik
Psindroma alergi mulut
Pdiare kronis dan malabsorbsi
Poccult bleeding atau frank colitis

Pemeriksaan fisik pada kulit dan mukosa


serta paru.

Eprick test
Euji provokasi makanan
Eeliminasi makanan

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik

Komplikasi:
reaksi alergi berat

Faktor Risiko:
Terdapat riwayat alergi di keluarga
12 Exanthematous drug
eruoption

S07

L27.0

4A

Pgatal ringan sampai berat


Pkemerahan dan bintil muncul setelah

Perupsi makulopapular atau morbiliformis


Pkelainan dapat simetris

Biasanya tidak diperlukan

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik

10-14 hari mulai pengobatan


Pkelainan umumnya timbul pada tungkai,
lipat paha, lipat ketiak, kemudian
meluas dalam 1-2 hari
Psubfebris, malaise, nyeri sendi

Ptempat predileksi: tungkai, lipat paha,


dan lipat ketiak

Komplikasi:
eritroderma

Faktor Risiko:
a. Riwayat konsumsi obat
b. Riwayat atopi diri dan keluarga
c. Alergi terhadap alergen lain
d. Riwayat alergi obat sebelumnya
13 Fixed Drug Eruption (FDE)

A85

L27.0

4A

Pkemerahan atau luka di sekitar mulut,


bibir, alat kelamin yang terasa panas
Priwayat penggunaan obat atau jamu
(yang sering menjadi penyebab seperti
sulfonamid, barbiturat, trimetoprim,
dan analgetik)
Pkelainan timbul secara akut atau dapat
juga beberapa hari
Pgatal
Pdemam subfebris

Faktor Risiko:
a. Riwayat konsumsi obat
b. Riwayat atopi diri dan keluarga
c. Alergi terhadap alergen lain
d. Riwayat alergi obat sebelumnya
14 Reaksi anafilaktik

A92

4A

Pgejala prodromal:
kulit: gatal, kulit kemerahan
gastrointestinal: perut kram, mual,
muntah, diare
Pgangguan sirkulasi
Pgangguan respirasi

Plesi khas:
a. Vesikel, bercak
b. Eritema
c. Lesi target berbentuk bulat lonjong
atau numular
d. Kadang-kadang disertai erosi
e. Bercak hiperpigmentasi dengan
kemerahan di tepinya

Biasanya tidak diperlukan

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik

Komplikasi:
infeksi sekunder

Ptempat predileksi:
a. Sekitar mulut
b. Daerah bibir
c. Daerah penis atau vulva

Psesak, RR
Psianosis
Phipotensi
Ptakikardi
Pedema periorbital
Pmata berair
Phiperemi konjungtiva
Purtikaria dan eritema

Ehitung eosinofil darah tepi


EIgE total
Eprick test
Escratch test
Eskin end-point titration

3 kriteria:
onset akut suatu penyakit:
terlibatnya kulit, jaringan
mukosa atau kedua-duanya
salah satu dari respiratory
compromise
penurunan TD atau gejala yang
berkaitan dengan disfungsi organ
sasaran
dua atau lebih gejala berikut:
keterlibatan jaringan mukosa kulit
respiratory compromise
penurunan TD atau gejala yang
berkaitan
gejala GIT yang persisten
penurunan TD
*dewasa: TD sistolik <90mmHg
atau penurunan darah sistolik
>30% dari TD awal
*bayi dan anak: TD sistolik rendah
sesuai umr atau penurunan darah
sistolik >30%

Komplikasi:
Kerusakan otak, koma,kematian

15 Syok

K99

R57.9

3B

Plemas atau tidak sadarkan diri


Pidentifikasi penyebab

Phipotensi dan penyempitan tekanan


Epulse oxymetri
EEKG
denyutan
Phiperthermia, normothermia, atau
hipothermia
Pdetak jantung, RR, kesadaran
Pproduksi urin
Pgambaran klinis syok kardiogenik tampak
sama dengan hipovolemik, ditambah
adanya disritmia, bising jantung, gallop
Psyok septik tidak dapat dilepaskan dari
SIRS, terdapat 2 gejala atau lebih:
1. suhu >38C atau <36C
2. HR >90x/menit
3. RR >20x/menit atau PaCO2 <4,3kPa
4. Leukosit >12.000sel/mm atau <4000sel/mm
Psyok anafilaktik mengenai sistem
pernafasan dan sirkulasi
Psyok neurogenik ditandai hipotensi,
bradikardi, gangguan neurologis
Psyok obstruktif tampak hampir sama
dengan kardiogenik dan hipovolemik

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang

Komplikasi:
kerusakan otak, koma, kematian

Terapi
Jenis Obat
OAT

Dosis

Kriteria Rujukan

Dosis tetap KDT/ FDC

a. TB dengan komplikasi/
keadaan khusus
b. Suspel TB-MDR

Asiklovir:
Dewasa: 5x800mg/hari
Anak: 4x20mg/KgBB
(dosis maksimal 800 mg)

a. Terdapat gangguan imunitas


b. Mengalami komplikasi yang berat

Wsupportif:
menjaga cairan tubuh
Wsimtomatis:
PCT
Antibiotik jika infeksi
sekunder
Vitamin A
Edukasi bahwa ini self
limiting disease.

WNutrisi TKTP
WHINDARI Aspirin
WLosio kelamin
WAntivirus oral selama 7-10
hari, efektif diberikan
pada 24 jam pertama
setelah lesi timbul
Edukasi bahwa ini self limiting
disease.

Valasiklovir:
Dewasa: 3x1000mg/hari

Untuk malaria falsiparum


Lini pertama: FDC yang terdiri dari DHA 2-4mg/KgBB (dosis tunggal)
Dihydroartemisinin (DHA) +
DHP 16-32mg/KgBB (dosis tunggal)
Piperakuin (DHP).
Primakuin 0.75mg/KgBB (dosis tunggal)
Tiap tablet mengandung 40 mg
? Dewasa dengan BB 59Kg
DHA dan 320 mg DHP.
DHP 1x3tablet (selama 3 hari) dan
Primakuin 1x2tablet (1 kali pemberian)
? Dewasa dengan BB 60Kg
DHP 1x4tablet (selama 3 hari) dan
Primakuin 1x3tablet (1 kali pemberian)
Lini kedua (pengobatan yang
tidak respon terhadap DHP):
Kina+Doksisiklin/Tertrasiklin+
Primakuin

a. Malaria dengan komplikasi


b. Malaria berat (sebelum rujuk
berikan Artemisinin atau
Artesunat per IM atau IV dengan
dosis awal 3,2mg/KgBB)

?Kina 10mg/KgBB/kali
(3x/hari selama 7 hari)
?Doksisiklin
Dewasa 3,5mg/KgBB/hari
8-14tahun 2,2mg/KgBB/hari
(2x/hari selama 7 hari)
?Tetrasiklin 4-5mg/KgBB/kali
(4x/hari selama 7 hari)

Untuk malaria vivax dan ovale


?DHA+DHP diberikan 1x/hari selama
Lini pertama: DHA+DHP dan
Primakuin.
3 hari.
?Primakuin 0,25mg/KgBB/ hari selama
14 hari
Lini kedua (pengobatan yang
tidak respon terhadap DHP):
Kina+Primakuin

?Kina 10mg/KgBB/kali
(3x/hari selama 7 hari)
?Primakuin 0,25mg/KgBB/hari
(selama 14 hari)

Untuk malaria vivax yang relaps


(parasit + kembali dalam waktu
3minggu-3bulan setelah terapi)
?Primakuin 0,5mg/KgBB/ hari selama 14 hari
Regimen DHP yang sama tetapi
dosis primakuin ditingkatkan.
Untuk malaria malariae
HANYA diberikan DHP.
Primakuin TIDAK DIBERIKAN
Untuk infeksi campuran
(m.falsiparum + m.vivax/ovale)
DHP
DHP dengan Primakuin

DHP 1x/hari selama 3 hari

DHP 1x/hari selama 3 hari


DHP 1x/hari selama 3 hari serta
Primakuin 0,25mg/KgBB selama 14 hari

Untuk ibu hamil


Trimester I: kina+klindamycin?Kina?Kina 3x10mg/KgBB
selama 7 hari
Trimester II dan III: DHP

?Klindamycin 10mg/KgBB
DHP selama 3 hari

Untuk profilaksis
Doksisiklin

Doksisiklin 1 kapsul 100mg/hari diminum


2hari sebelum pergi s.d 4minggu setelah
pulang.

WSimtomatis

Parasetamol 3x500-1000mg

a. Terjadi perdarahan masif


b. Dengan pemberian cairan

WPemeliharaan volume
cairan sirkulasi

kristaloid sampai dosis


15 ml/kg/ jam kondisi belum
membaik
c. Terjadi komplikasi atau
keadaan klinis yang tidak lazim

WSupportif
Observasi ketat

Segera dirujuk ke pelayanan


sekunder (sp. penyakit dalam)
yang memiliki fasilitas
hemodialisa setelah penegakan
diagnosis dan terapi awal.

dehidrasi
hipotensi
perdarahan
gagak ginjal
WAntibiotik secepat mungkin
doksisiklin
ampisilin
eritromisin
penisilin injeksi (kasus berat)

WPerawatan lokal
Antiseptik (Klorheksidin atau
iodium povidon 2,5%)
Salep antibiotik
WPerawatan sistemik
Kloksasilin oral bila tanpa
gejala sistemik.
anak tampak sakit
cek sepsis
Diberikan antibiotik kombinasi
dengan aminoglikosida.
Bila tidak ada perbaikan
pertimbangkan kemungkinan
MRSA.

*Menggunakan antiseptik dengan kasa


8 kali sehari sampai tidak ada nanah lagi.
*Salep antibiotik 3-4 kali sehari.

Kloksasilin oral selama 5 hari.

a. Bila intake tidak mencukupi


b. Terdapat tanda sepsis

WGentian violet 1%
WNistatin

Nistatin 100.000-200.000 IU/ml yang


dioleskan 2 3 kali sehari selama 3 hari.

Multi Drug Therapy (MDT)


Untuk PB
*Hari ke1 setiap bulannya:
(obat diminum depan petugas)
rifampisin dan dapson (DDS)
*Hari ke2-28 setiap bulannya:
dapson/DDS

Bila kandidiasis merupakan


akibat dari penyakit lainnya.

a. Terdapat ESO yang serius


b. Reaksi kusta
2 kapsul rifampisin @300mg (600mg) dan
1 tablet dapson/DDS 100mg
1 tablet dapson/DDS 100mg
Pada anak 10-15 tahun, dosis:
rifampisin 450mg dan DDS 50mg
Pasien minum obat selama 6-9 bulan.

Untuk MB
*Hari ke1 setiap bulannya:
(obat diminum depan petugas)
rifampisin, lampren (klofazimin)
dan dapson/DDS
*Hari ke2-28 setiap bulannya:
lampren dan dapson/DDS

2 kapsul rifampisin @300mg (600mg),


3 tablet lampren @ 100mg (300mg),
1 tablet dapson/DDS 100mg
1 tablet lampren 50mg
1 tablet dapson/DDS 100mg
Pada anak 10-15 tahun, dosis:
rifampisin 450mg, lampren 150 mg, DDS 50mg
untuk dosis bulanannya, dosis harian
untuk lampren 50 mg diselang 1 hari.
Pasien minum obat selama 12-18 bulan.
*Dosis MDT pada anak <10 tahun:
1. Rifampisin: 10-15 mg/kgBB
2. Dapson: 1-2 mg/kgBB
3. Lampren: 1 mg/kgBB

WObat penunjang (vitamin):


B1, B6, dan B12.
WRehidrasi dan suplemen
elektrolit: oralit, RL, NaCL

a. Gejala keracunan tidak berhenti


b. Pasien mengalami perburukan

WAbsorben hanya diberikan


bila diare masif

Dirujuk apabila pemeriksaan


uji kulit, uji provokasi dan
eliminasi makanan terjadi
reaksi anafilaksis.

WAntihistamin
WKortikosteroid

WKortikosteroid

Prednison tablet 30mg/hari dibagi dalam


3 kali pemberian per hari (3x10mg), selama

a. Lesi luas dan dikhawatirkan


akan berkembang menjadi SJS

WAntihistamin

1 minggu.
?Setirizin 2x10mg/hari selama 7 hari
?Loratadin 1x10mg/hari selama 7 hari

b. Bila diperluka uji tempel, uji


tusuk, uji provokasi untuk
membuktikan jenis obat
yang diduga sebagai penyebab
c. Tidak ada perbaikan setelah
mendapat pengobatan standar
dan menghindari obat selama
7 hari
d. Lesi meluas

Prednison tablet 30mg/hari dibagi dalam


3 kali pemberian per hari (3x10mg), selama
1 minggu.
?Setirizin 2x10mg/hari selama 7 hari
?Loratadin 1x10mg/hari selama 7 hari

a. Lesi luas dan dikhawatirkan


akan berkembang menjadi SJS
b. Bila diperluka uji tempel, uji
tusuk, uji provokasi untuk
membuktikan jenis obat
yang diduga sebagai penyebab
c. Tidak ada perbaikan setelah
mendapat pengobatan standar
dan menghindari obat selama
7 hari
d. Lesi meluas

WTopikal: bedak salisilat 2%


dan antipruritus

WKortikosteroid

WAntihistamin
WTopikal tergantung lesi
erosi atau madidans:
kompres dengan NaCl 0,9%
atau Larutan Permanganas
kalikus 1/10.000 sampai
lesi kering
lesi kering lanjutkan dengan
kortikosteroid potensi ringan
sedang

WPosisi trendeleburg
WOksigen 3-5liter/menit, pada
keadaan ekstrim surgical
airway perlu dipertimbangkan
WIFVD: Dextran, RL, NaCl
WAdrenalin

WAminofilin
bila bronkospasme belum
hilang dengan adrenalin
WAntihistamin dan
Kortikosteroid
dapat diberikan setelah mulai
membaik

Kompres NaCl 0,9% atau Larutan Permanganas


kalikus 1/10.000 dengan 3 lapis kasa selama
10-15menit. Kompres dilakukan 3 kali sehari.

Hidrokortison krim 2.5% atau mometason


furoat krim 0.1%

apabila dengan penanganan


yang dilakukan tidak terdapat
perbaikan

Adrenalin 0,3 0,5 ml dari larutan 1 : 1000


secara IM yang dapat diulangi 5-10 menit.
Jika secara IM kurang efektif, berikan IV
0,1 0,2 ml adrenalin dilarutkan dalam
spuit 10 ml dengan NaCl fisiologis.
Aminofilin 250mg perlahan-lahan 10 menit
secara IV. Dapat dilanjutkan 250mg melalui
drips infus bila perlu.
Difenhidramin HCl 5-20mg IV
Deksametason 5-10mg IV atau hidrokortison
100-250mg IV

Pada semua bentuk syok


manajemen jalan nafas dan
pernafasan kemudian restorasi
cepat dengan infus cairan.
Syok hipovolemik
*Infus cepat kristaloid disusul
darah.

Syok obstruktif
*Penyebab harus diketahui
dan segera dihilangkan.
*Pericardiosintesis untuk
tamponade jantung.
*Dekompresi jarum atau pipa
thoracostomy atau keduanya
pada tension pneumothorax.
*Dukungan ventilasi dan jantung,
thrombolisis, mungkin prosedur
radiologi intervensional untuk
emboli paru.
*Laparotomi dekompresif untuk
abdominal compartment.
Syok kardiogenik
*Optimalkan pra beban dengan
infus cairan.
*Optimalkan kontraktilitas
jantung dengan inotropik,
selain itu dapat dipakai
dobutamin atau vasoaktif lain.
*Sesuaikan pasca beban.
Vasokonstriktor dapat dipakai
bila pasien hipotensi dan SVR
rendah.
Vasodilatasi mungkin diperlukan
untuk menurunkan SVR, tahanan
pada aliran darah dari jantung
yang lemah.
Obat yang dapat dipakai adalah
nitroprusside atau nitrogliserin.
*Jantung dekompensasi dapat
diberikan diuretik.
Syok distributif
*Resusitasi cairan segera dan
setelah terkoreksi dapat
diberikan vasopressor.
*Obat yang dapat dipakai
adalah dopamin, nor-epinefrin
dan vasopresin.
Syok neurogenik
*Mengamankan jalan nafas dan
resuitasi cairan, setelah itu
dapat diberikan epinefrin.
*Epinefrin akan memperberat
bradikardi sehingga dapat
ditambahkan dopamin, efedrin,
agen antimuskarinikatropin
dan glikopirolat.

Setelah kegawatan ditangani,


dirujuk ke layanan sekunder.

Pada perdarahan makan dapat diberikan


3-4 kali dari jumlah perdarahan. Setelah
pemberian 3liter disusul transfusi darah.

No.
1

Diagnosis
Anemia
Anemia
Anemia
Anemia
Anemia
Anemia

kode
ICPC II ICD X
B82

Komp.

Anamnesa

D64.9

defisiensi besi
hemolitik
makrositik
aplastik
megaloblastik

4A
3A
3A
2
2

Plemah, lesu, letih, lelah


Ppenlihatan berkunang-kunang
Ppusing
Ptelinga berdenging
Ppenurunan konsentrasi

Faktor Risiko:
a. Ibu hamil
b. Remaja putri
c. Pemakaian obat cephalosporin,
chloramphenicol jangka panjang
d. Status gizi kurang
e. Faktor ekonomi kurang

Pemeriksaan Fisik
Mukokutaneus:
Ppucat
Psianotik
Patrofi papil lidah (a.defisiensi besi dan
a.pernisiosa)
Palopesia (a.defisiensi besi)
Pikterik (a.hemolitik)
Pkoilonikia (a.defisiensi besi)
Pglositis (a.pernisiosa)
Prambut kusam
Pvitiligo (a.pernisiosa)

Edarah:
PHb
PHt
Pleukosit
Ptrombosit
Peritrosit
Pmorfologi darah tepi
PMCV
PMCH
PMCHC
Pretikulosit

Kardiovaskular:
Ptakikardi
Pbising jantung

Pemeriksaan lanjutan (bila


diperlukan):
*Anemia defisiensi besi:
ferritin serum, SI, TIBC
*Anemia hemolitik:
bilirubin, Acid
LDH,Hams
tes fragilitas
osmotik,
test,
tes Coombs
tes Coombs
*Anemia megaloblastik:
serum folat, serum cobalamin
*Thalassemia:
elektroforesis hemoglobin
*Anemia aplastik atau keganasan:
biopsi dan aspirasi sumsum tulang

Respirasi:
Ptakipneu
Mata:
Pkonjungtiva anemis

HIV/AIDS tanpa komplikasi

B90

Z21

4A

Pasien datang dengan keluhan berbedabeda.


Pdemam
Pdiare (terus menerus atau intermiten)
yang > 1 bulan
Pkehilangan BB >10% dari BB dasar
Keluhan lain bergantung penyakit yang
menyertai:
Pkulit kering yang luas, terdapat kutil
di genital
Pinfeksi jamur: kandidiasis oral, dermatitis
seboroik, kandidiasis vagina berulang
Pinfeksi virus: herpes zoster berulang atau
>1 dermatom, herpes genital berulang,
moluskum kontagiosum, kondiloma
Pgangguan nafas: TB >1 bulan, sesak nafas,
pneumonia berulang, sinusitis kronis
Pgejala neurologis: nyeri kepala parah yang
tidak jelas penyebabnya, kejang demam,
fungsi kognitif

Faktor Risiko:
a. Hubungan seksual yang berisiko
b. Pengguna napza suntik
c. Transfusi
d. Pembuatan tato dan atau alat medis/
alat tajam yang tercemar HIV
e. Bayi dari ibu dengan HIV/AIDS
f. Pasangan serodiskordan

Pemeriksaan Penunjang

Tanda-tanda vital, BB, tanda-tanda yang


Reagen tes cepat atau ELISA.
mengarah kepada infeksi oportunistik
sesuai dengan stadium klinis HIV.
Stadium 1
Tidak ada gejala
Limfadenopati Generalisata Persisten
Stadium 2
BB bersifat sedang yang tidak diketahui
penyebabnya (<10% dari perkiraan BB atau
BB sebelumnya)
Infeksi saluran pernafasan yang berulang
Herpes zoster
Keilitis Angularis
Ulkus mulut yang berulang
Papular pruritic eruption
Dermatitis seboroik
Infeksi jamur pada kuku
Stadium 3
BB yang tak diketahui penyebabnya
(>10% dari perkiraan BB atau BB sebelumnya)
Diare kronis yang tak diketahui penyebabnya
selama >1 bulan
Demam menetap yang tak diketahui penyebab
Kandidiasis pada mulut yang menetap
Oral hairy leukoplakia
Tuberkulosis paru
Infeksi bakteri yang berat
Stomatitis nekrotikans ulserative akut,
gingivitis atau periodontitis
Anemi yang tak diketahui penyebabnya (<8g/dl),
netropeni (<0.5 x 10 g/l) dan atau trombositopeni
kronis (<50 x 10 g/l)
Stadium 4
Sindrom wasting HIV
Pneumonia Pneumocystis jiroveci
Pneumonia bakteri berat yang berulang
Infeksi Herpes simplex kronis
(orolabial, genital, atau anorektal selama
>1 bulan atau viseral di bagian manapun)
Kandidiasis esofageal (atau kandidiasis

Penegakan diagnosis
PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang

Komplikasi:
a. Gagal jantung
b. Syncope

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan HIV

trakea, bronkus atau paru)


Tuberkulosis ekstra paru
Sarkoma Kaposi
Penyakit cytomegalovirus
(retinitis atau infeksi organ lain, tidak
termasuk hati, limpa dan KGB)
Toksoplasmosis di sistim saraf pusat
Ensefalopati HIV
Pneumonia Kriptokokus ekstrapulmoner,
termasuk meningitis
Infeksi mycobacteria non tuberkulosis yang
menyebar
Leukoencephalopathy multifocal progresif
Cyrptosporidiosis kronis
Isosporiasis kronis
Mikosis diseminata (histoplasmosis,
coccidiomycosis)
Septikemi yang berulang (termasuk Salmonella
non tifoid)
Limfoma (serebral atau Sel B non-Hodgkin)
Karsinoma serviks invasif
Leishmaniasis diseminata atipikal
Nefropati ataukardiomiopati terkait HIV yang
simtomatis
3

Limfadenitis

L04.9

B70

4A

PPembengkakan kelenjar getah bening


PDemam
PKehilangan nafsu makan
PKeringat berlebihan
PNadi cepat
PKelemahan
PNyeri tenggorok dan batuk
Pnyeri sendi

Faktor Risiko:
a. Riwayat penyakit seperti tonsilitis
b. Riwayat perjalanan dan pekerjaan
ke daerah endemis penyakit tertentu
c. Paparan terhadap infeksi / kontak
sebelumnya kepada orang dengan
infeksi saluran nafas atas, faringitis
oleh Streptococcus, atau TB

PPembesaran kelenjar getah bening (KGB) leher


*bagian posterior pada rubela, mononukleosis
*bilateral pada virus
ukuran normal bila diameter 0,5cm dan
lipat paha bila diameternya >1,5 cm dikatakan
abnormal
PNyeri tekan bila disebabkan oleh infeksi bakteri
PKemerahan dan hangat pada perabaan
PFluktuasi menandakan terjadinya abses
PBila disebabkan keganasan tidak ditemukan
tanda-tanda peradangan tetapi teraba keras
dan tidak dapat digerakkan
PPada infeksi mikobakterium pembesaran
kelenjar berjalan mingguan-bulanan, dapat
juga mendadak, KGB menjadi fluktuatif
dan kulit diatasnya menjadi tipis, dan dapat
pecah
PInfeksi streptokokus ditandai tenggorokan
merah, bercak putih pada tonsil, bintik merah
pada langit-langit
PInfeksi difteri ditandai adanya selaput pada
dinding tenggorok, tonsil, langit-langit yang
sulit dilepas dan bila dilepas berdarah,
bull neck
PInfeksi EBV ditandai adanya faringitis, ruamruam dana pembesaran limpa
Pinfeksi campak ditandai adanya radang pada
selaput mata dan bercak koplik
PLeukemia ditandai bintik-bintik perdarahan
yang tidak hilang dengan penekanan, pucat,
memar yang tidak jelas penyebabnya, dan
disertai pembesaran hati dan limpa

EPemeriksaan skrining TB :
BTA sputum, LED, mantoux test.
EDarah perifer lengkap

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik

Komplikasi:
a. Pembentukan abses
b. Selulitis
c. Sepsis
d. Fistula

Terapi
Jenis Obat
anemia defisiensi besi
anemia dikoreksi peroral:
sulfas ferrous
ferrous fumarat
ferrous glukonat
jika tidak dapat mentoleransi
koreksi peroral atau kondisi
akut maka dilakukan koreksi
parenteral segera

Dosis

sulfas ferrosus 3 x 1 tab


ferrous fumarat 3 x 1 tab
ferrous glukonat 3 x 1 tab

Kriteria Rujukan
a. Anemia berat, indikasi .
transfusi (Hb < 6 mg%)
b. Untuk anemia karena
penyebab yang tidak
termasuk kompetensi dokter
layanan primer

anemia defisiensi asam folat


dan defisiensi B12
anemia dikoreksi peroral:
vitamin B12
vitamin B12 80 mikrogram (multivitamin)
asam folat
asam folat 500 1000 mikrogram
(untuk ibu hamil 1mg)
koreksi cepat (parenteral/i.m)
oleh dokter spesialis

Antiretroviral (ARV)

a. Rujukan horizontal bila fasilitas


untuk pemeriksaan HIV tidak
dapat dilakukan di layanan primer.
b. Rujukan vertikal bila terdapat
pasien HIV/AIDS dengan komplikasi.

WKompres hangat
WPenyebabnya virus dapat
sembuh sendiri
WPenyebabnya bakteri:
antibiotik oral
WPenyebabnya mycobacterium
tuberkulosis: OAT

a. Kegagalan untuk mengecil setelah


4-6 minggu
b. Indikasi biopsi
*flucloxacillin 25mg/kgBB 4 x sehari
*cephalexin 25mg/kg (s.d 500 mg) 3 x sehari
*eritromisin 15mg/kg (s.d 500 mg) 3 x sehari

No.
1

Diagnosis
Reflux gastroesofageal

kode
ICPC II ICD X
D84

K21.9

Komp.
4A

Anamnesa
PRasa panas dan terbakar di retrosternal
atau epigastrik dan dapat menjalar ke leher
PKeluhan bertambah berat dengan posisi
terlentang
PTerjadi terutama setelah makan banyak dan
berlemak
PMuncul malam hari
PRasa cairan asam di mulut
PCegukan, mual, muntah

Pemeriksaan Fisik
Tidak terdapat tanda spesifik untuk GERD

Pemeriksaan Penunjang
EPengisian kuesioner GERD
EPPI test
EEndoskopi (standar baku untuk
diagnosis definitif)

Anamnesis yang cermat

Tidak diperlukan kecuali pada


gastritis kronis, yaitu:
Edarah rutin
Ebreathe test dan feses
Erontgen dengan barium emas
Eendoskopi

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik

Efungsi pankreas
Easam empedu
Etolerantasi laktosa dan xylose
Eabsorbsi pankreas
Eabsorbsi B12

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang

Faktor Risiko:
Usia > 40 thn, obesitas, kehamilan, merokok,
kopi, alkohol, coklat, makan berlemak,
beberapa obat sepertia nitrat, teophylin dan
verapamil, pakaian yang ketat, sering
mengangkat beban berat.

Gastritis

D07

K29.7

4A

Pnyeri dan panas seperti terbakar pada perut


bagian atas
Pkeluhan dapat mereda atau memburuk
setelah makan
Pmual, muntah, kembung

PNyeri tekan epigastrium dan bising usus


PPendarahan saluran cerna
PPada gastritis kronis, konjungtiva anemis

Faktor Risiko:
a. Pola makan yang tidak baik.
b. Sering minum kopi dan teh.
c. Infeksi bakteri atau parasit.
d. Pengunaan obat analgetik dan steroid.
e. Usia lanjut.
f. Alkoholisme.
g. Stress.
h. Penyakit lainnya
3

Intoleransi makanan

Malabsorbsi makanan

Demam tifoid

D29

D29

D70

A01.0

4A

3A

4A

Ptenggorokan rasa gatal


Pnyeri perut
Pperut kembung
Pdiare
Pmual muntah
Pkram perut

Pnyeri tekan abdomen


Pbising usus
Ptanda-tanda dehidrasi

Diare krnois, feses cair atau jika karena


malabsorbsi lemak maka feses berminyak
(steatore).

PAnemia karena defisiensi Fe, asam folat,


dan B12.
Pstatus gizi kurang

PDemam (turun naik terutama sore dan malam)


PSakit kepala (pusing) di area frontal

Penegakan diagnosis

Komplikasi:
a. Esofagitis
b. Ulkus esofagus
c. Perdarahan esofagus
d. Striktur esofagus
e. Barrets esophagus
f. Adenokarsinoma
g. Batuk dan asma
h. Inflamasi faring dan laring
i. Cairan pada sinus dan
telinga tengah
j. Aspirasi paru

Komplikasi:
a. Pendarahan saluran cerna atas.
b. Ulkus peptikum.
c. Perforasi lambung.
d. Anemia.

Komplikasi:
dehidrasi

PSuhu tinggi
PBau mulut karena demam lama

Edarah perifer lengkap


Eradiologi: foto polos abdomen
Ehistopatologi
Elemak feses
Elaboratorium lainnya
*fungsi pankreras
*asam empedu pernafasan
*toleransi xylose
*absorbsi pankreas
*absorbsi B12

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang

Edarah perifer lengkap


*leukopeni (<5000 per mm3)

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik

Komplikasi:
dehidrasi

PNyeri otot
PPegal-pegal
PInsomnia
PAnoreksia
PMual, muntah
PGangguan GIT: konstipasi, meteorismus
atau diare
PNyeri abdomen
PBAB berdarah

PBibir kering dan kadang pecah-pecah


PLidah kotor dan ditutup selaput putih
PUjung dan tepi lidah kemerahan dan tremor
PNyeri tekan regio epigastrik
Phepatosplenomegali
PBradikardia relatif
PPenurunan kesadaran ringan, bila klinis
berat dapat terjadi somnolen dan koma
atau gejala psikosis.
PPada penderita dengan toksik, derilium
lebih menonjol

*limfositosis relatif
*monositosis
*anesosinofilia
*trombositopenia ringan
*HB pada minggu 3 dan 4
Eserologi widal
Kenaikan titer 4 kali lipat
pada pemeriksaan ulang
dengan interval 5-7 hari.
Etes TUBEX

PPemeriksaan penunjang

Menentukan tingkat/derajat dehidrasi.


Pturgor kulit perut
Pakral dingin
PTD
Pdenyut nadi
Ptangan keriput
Pmata cekung
Pkeasadaran
Pnyeri tekan abdomen
Pubun-ubun kepala cekung
Pdemam
Pnadi dan pernapasan cepat

Edarah rutin
Efeses lengkap

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik

Pfebris
Pnyeri perut
Pdehidrasi
Ptenesmus

Epemeriksaan tinja

Faktor Risiko:
Higiene pribadi dan sanitasi lingkungan
yang kurang.

Gastroenteritis
(disentri, kolera, giardiasis)

D73

A09

4A

PBAB lembek atau cair


PBAB dapat bercampur darah atau lendir
Pfrekuensi BABA 3 kali dalam 24 jam
Pnyeri atau kembung
Pmual, muntah, tenesmus

Faktor Risiko:
a. Higiene pribadi dan sanitasi lingkungan
yang kurang.
b. Riwayat intoleransi lactose, alergi obat.
c. Infeksi HIV atau infeksi menular seksual.

Disentri basiler dan


Disentri amuba

D70

4A

Psakit perut terutama sebelah kiri


PBAB encer terus menerus bercampur
lendir darah
Pmuntah-muntah
Psakit kepala
Kasus yang berat biasanya disebabkan
oleh S. dysentriae dengan gejala timbul

Suspect case: dari anamnesis


dan pemeriksaan fisik.
Probable cast: suspect case dengan
gambaran laboratorium yang
menunjukkan tifoid.

Komplikasi:
terjadi pada minggu 2 dan 3.
a. Tifoid ensefalopati
b. Syok septik
c. Peritonitis
d. Hepatitis tifosa
e. Pankreatitis tifosa
f. Pneumonia

Komplikasi:
syok hipovolemik

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang

Komplikasi:
a. Haemolytic uremic syndrome.
b. Hiponatremia berat.

mendadak dan berat, dapat meninggal.

Apendisitis akut

S87

K.35.9

3B

Pnyeri perut kanan bawah yang mula-mula


dari daerah epigastrium menjalar ke
Mc Burney
Pmuntah
Panoreksia, nausea
Pdisuria
Pobstipasi, beberapa pendrita diare
Pdemam
Pnyeri somatik yang beragam tergantung
lokasi anatomi apendiks

c. Hipoglikemia berat.
d. Ensefalopati.
e. Komplikasi intestinal.
f. Bisul dan hemororid

Edarah perifer lengkap


Eurinalisa
Efoto polos abdomen
EUSG

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik

Ppenilaian hemodinamik
Pevaluasi jumlah perdarahan
Pstigmata penyakit hati kronis:
*ikterus
*spider nevi
*asites
*splenomegali
*eritema palmaris
*edema tungkai
Pmassa abdomen
Pnyeri abdomen
Prangsangan peritoneum
Prectal toucher untuk melihat warna feses
Paspirat dari NGT
*putih keruh --> perdarahan tidak aktif
*merah --> perdarahan masif

Edarah lengkap
Efaal hemostasis
Efaal hati
Efaal ginjal
Egula darah
Eelektrolit
Egolongan darah
Epertanda hepatitis B dan C
Erontgen dada
EEKG
Eendoskopi (gold standard)
Ekontras barium (OMD) dengan
angiografi atau skintigrafi

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang

Pnyeri abdomen
Pterabanya massa di abdomen
Pfissura ani
Ppada RT adanya darah, massa
Ppucat
Ptakikardi
Phipotensi postural
Phepatosplenomegali
Pikterus
Pspider nevi

Edarah perifer lengkap


Ehemostasis lengkap
Etes darah samar
Epemeriksaan defisiensi besi
Ekolonoskopi
Escintigraphy/angiografi
Eenema barium

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik

Inspeksi
Ppenderita berjalan membungkuk
Pkembung
Ppenonjolan perut kanan bawah pada
appendicular abses
Palpasi
Pnyeri tekan Mc Burney
Prebound tenderness
Pdefans muscular
Provsing sign
Ppsoas sign
Pobturator sign
Perkusi
Pnyeri ketok (+)
Auskultasi
Pperistatltik normal tetapi bila sudah
terjadi perforasi peristaltik (-)
Rectal Toucher
Pnyeri tekan pada jam 9-12

Komplikasi:
a. Perforasi appendix
b. Peritonitis umum
c. Sepsis

*Tanda perforasi:
Pnyeri seluruh abdomen
Ppekak hati hilang
Pbisis usus hilang
*Apendiks yang mengalami gangren atau
perforasi dengan gejala:
a. Gejala progresif dengan durasi > 36 jam
b. Demam tinggi lebih dari 38,5C
c. Lekositosis (AL lebih dari 14.000)
d. Dehidrasi dan asidosis
e. Distensi
f. Menghilangnya bising usus
g. Nyeri tekan kuadran kanan bawah
h. Rebound tenderness sign
i. Rovsing sign
j. Nyeri tekan seluruh lapangan abdominal
9

Perdarahan saluran makan


bagian atas
Ruptur esofagus
Varises esofagus
Ulkus gaster
Lesi korosif esofagus

D14
D15

1
2
3A
3B

Pmuntah darah berwarna hitam seperti


bubuk kopi (hematemesis)
PBAB hitam seperti ter atau aspal (melena)
Pgejala lainnya sesuai komorbid seperti
penyakti hati kronis, penyakit paru,
jantung, ginjal dsb

Faktor Risiko:
Sering mengkonsumsi obat-obat NSAID.

10 Perdarahan saluran makan


bagian bawah
Divertikulosis/divertikulitis
Hemoroid 1-2
Hemoroid 3-4
Kolitis
Polip/adenoma dan Ca colon

D70

3A
4A
3A
3A
2

Pdarah segar yang keluar melalui anus


(hematokezia) atau tinja berwarna hitam
dengan bau yang khas (melena)
Pdarah dapat bercampur feses atau
terpisah
Priwayat obat-obatan
Pdemam lama
PBB
Pperubahan pola defekasi
Pnyeri perut

Komplikasi:
a. Syok hipovolemia
b. Aspirasi pneumonia
c. Gagal ginjal akut
d. Anemia
e. Sindrom hepatorenal
f. Koma hepatikum

Komplikasi:
a. Syok hipovolemik
b. Gagal ginjal akut
c. Anemia

11 Henororid grade 1-2

D95

4A

Ptenesmus ani

Ptelangiektasia

Pperdarahan ssat defekasi


Pdarah menetes merah segar
Pprolaps suatu massa, massa ini mulamula dapat kembali spontan tetapi
kemudian harus dimasukkan secara
manual dan akhirnya tidak dapat
dimasukkan lagi
Ppengeluaran lendir
Piritasi di daerah perianal
Pgejala anemia

Ptanda-tanda anemia
inspeksi
*hemoroid derajat 1, tidak menunjukkan
suatu kelainan
*hemoroid derajat 2, bagian hemoroid yang
tertutup kulit terlihat bengkak
*hemoroid derajat 3 dan 4, massa yang
menonjol dari lubang anus yang bagian
luarnya ditutupi kulit dan bagian dalamnya
oleh mukosa yang berwarna keunguan
atau merah
palpasi
*pada stadium awal tidak dapat dideteksi
dengan palpasi
*setelah berlangsung lama dan telah prolaps,
hemororid dapat diraba

Eanoskopi
Eprogtosigmoidoskopi
Edarah rutin

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang

Pfebris
PSclera ikterik, jaundice
Phepatomegali
PWarna urine seperti teh
PTinja seperti dempul

Eurin (bilirubin urin)


Edarah (bilirubin, SGOT, SGPT)

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang

Faktor Risiko:
a. Penuaan
b. Lemahnya dinding pembuluh darah
c. Wanita hamil
d. Konstipasi
e. Konsumsi makanan rendah serat
f. Peningkatan tekanan intraabdomen
g. Batuk kronik
h. Sering mengedan
i. Penggunaan toilet yang berlama-lama
12 Hepatitis A

D72

4A

PDemam
PMata dan kulit kuning
PPenurunan nafsu makan
PNyeri otot dan sendi
PLemah, letih, lesu
PMual, muntah
PWarna urin seperti teh
PTinja seperti dempul

Komplikasi:
a. Hepatitis A Fulminan
b. Sirosis Hati
c. Ensefalopati Hepatik
d. Koagulopati

Faktor Risiko:
a. Sanitasi makanan atau minuman kurang
b. Menggunakan alat makan dan minum
penderita hepatitis
13 Hepatitis B

D72

3A

Umumnya tidak menimbulkan gejala.


Gejala dapat timbul setelah 6 minggu:
Pgangguan GIT:
malaise, anoreksia, mual, muntah
Pbatuk
Pfotofobia
Psakit kepala
Pmialgia
Pikterus
Phepatomegali
Psplenomegali

Pkonjungtiva ikterus
Ppembesaran hati dan sedikit nyeri tekan
Psplenomegali dan limfadenopati

Eurin (bilirubin urin)


Edarah (bilirubin, SGOT, SGPT)

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang

Komplikasi:
a. Sirosis Hati
b. Ensefalopati Hepatik
c. Kanker Hati

Faktor Risiko:
a. mempunyai hubungan kelamin dengan
penderita
b. memakai jarum suntik bergantian
c. menggunakan alat-alat yang bisa melukai
bersama-sama dengan penderita
d. bekerja yang terpapar darah manusia
e. transfusi darah
f. hemodialisis
g. anak yang dilahirkan dari ibu yang
menderita hepatitis B
14 Parotitis

D83

K11.2

4A

Pdemam
Ppembengkakan pada kelenjar parotis
mulai dari depan telinga hingga raang
bawah
Pnyeri terutama saat mengunyah dan
mulut terasa kering

Pdemam
Ppembengkakan kelenjar parotis
Peritema pada kulit.
Pnyeri tekan di kelenjar parotis
Pterdapat air liur purulen

Eanti-SS-A
Eanti-SS-B
Efaktor rhematoid

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang

Komplikasi:

a. Infeksi gigi dan karies


b. Infeksi ke kelenjar gonad
15 Askariasis

D96

B77.9

4A

Pnafsu makan
Pperut membuncit
Plemah
Ppucat
PBB
Pmual, muntah
Pgangguan karena larva biasanya terjadi
pada saat berada di paru, perdarahn kecil
dinding alveolus, batuk, demam, eosinofili
Pgangguan yang disebabkan cacing dewasa
biasanya ringan seperti mual, nafsu makan
berkurang, diare atau konstipasi, pada
anak dapat terjadi malabsorbsi, ileus

Panemis
Ptanda-tanda malnutrisi
Pnyeri abdomen

Epemeriksaan tinja secara


langsung

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang

Komplikasi:
anemia defisiensi besi

Faktor Risiko:
a. Kebiasaan tidak mencuci tangan.
b. Kurangnya penggunaan jamban.
c. Kebiasaan menggunakan tinja sebagai pupuk.
d. Kebiasaan tidak menutup makanan.
16 Cutaneus larva migrans

D96

B76.9

4A

Pkeluhan muncul setelah 4 hari terpajan


Plesi berbentuk papul kemudian berbentuk
linear atau berkelok yang terus menjalar
memanjang
Pgatal dan panas pada tempat infeksi

Plesi awal berupa eritema yang menjalar


dan tersusun linear atau berkelok-kelok
menyerupai benang dengan kecepatan
2cm/hari
Ppredileksi terutama telapak kaki, bokong,
genital, tangan

Tidak ada

Pkonjungtiva pucat
Pground itch

Epemeriksaan mikroskopis
pada tinja segar

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik

Komplikasi:
Terjadi infeksi sekunder.

Faktor Risiko:
Sering berjalan tanpa alas kaki atau kontak
dengan tanah atau pasir.
17 Penyakit cacing tambang

D96

B76.0
B76.1

4A

Infeksi ringan tidak menimbulkan gejala.


Infeksi berat dapat timbul pucat dan lemas.

Faktor Risiko:
a. Kurangnya penggunaan jamban keluarga.
b. Menggunakan tinja sebagai pupuk.
c. Tidak menggunakan alas kaki.

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang

Klasifikasi:
a. Nekatoriasis
b. Ankilostomiasis

Komplikasi:
anemia
18 Skistosomiasis

D96

B65.9
B65.2

4A

fase akut
Pdemam
Pnyeri kepala
Pnyeri tungkai
Purtikaria
Pbronchitis
Pnyeri abdomen
Ppruritic rash
fase kronis
S. hematobium:
Phematuria
Ptidak nyaman hingga nyeri saat berkemih
S. mansoni, S. japonicum, S. mekongi:
Pnyeri abdomen
Pdiare berdarah
S. japonicum:
Ppembesaran perut
Pkuning pada kulit dan mata

Faktor Risiko:
Orang-orang yang tinggal atau datang
berkunjung ke daerah endemik dan terpajan

skistosomiasis akut
Plimfadenopati
Phepatosplenomegaly
Pgatal pada kulit
Pdemam
Purtikaria
PBAB berdarah (bloody stool)
skistosomiasis kronik
Phipertensi portal dengan distensi abdomen,
hepatosplenomegaly
Pgagal ginjal dengan anemia dan hipertensi
Pgagal jantung dengan gagal jantung kanan
Pintestinal polyposis
Pikterus

Epemerikssan tinja dan urin

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang

Komplikasi:
a. gagal ginjal
b. gagal jantung

dengan air di wilayah tersebut.


19 Strongiloidiasis

D96

B78.9

4A

Infeksi ringan tidak menimbulkan gejala khas.


Pgatal pada kulit
Pditusuk-tusuk daerah epigastrium
Pmual, muntah
Pdiare, konstipasi saling bergantian

Pcreeping eruption berupa papul eritema


yang menjalar dan tersusun linear atau
berkelok-kelok menyerupai benang dengan
kecepatan 2cm/hari
Ppredileksi terutama telapak kaki, bokong,
genital, tangan
Pnyeri epigastrium

Emikroskopik tinja
Edarah

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang

Pnyeri ulu hati


Pileus

Emikroskopik tinja
Emakroskopik tinja
Edarah tepi

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang

Faktor Risiko:
a. Kurangnya penggunaan jamban.
b. Tanah yang terkontaminasi.
c. Penggunaan tinja sebagai pupuk.
d. Tidak menggunakan alas kaki.
20 Taeniasis

D96

B68.9

4A

Prasa tidak enak pada lambung


Pmual
Pbadan lemah
PBB
Pnafsu makan
Psakit kepala
Pkonstipasi
Ppusing
Ppruritus ani
Pdiare

Komplikasi:
sistiserkosis

Faktor Risiko:
a. Mengkonsumsi daging yang dimasak setengah
matang/mentah
b. Higiene yang rendah dalam pengolahan
makanan bersumber daging
c. Ternak yang tidak dijaga kebersihan kandang
dan makanannya
21 Peritonitis

22 Kolesistitis

D99

D98

K65.9

K81.9

3B

3B

Pnyeri hebat pada abdomen yang dirasakan


terus-menerus
Pintensitas nyeri semakin kuat saat bergerak
Psuhu badan
Ptakikardia
Phipotensi
Pletargik
Psyok
Pmual dan muntah
Pkesulitan bernafas

Pletargik dan kesakitan


Pdemam
Pdistensi abdomen
Pnyeri tekan dan nyeri lepas abdomen
Pdefans muskular
Phipertimpani
Ppekak hati dapat menghilang
Pbising usus atau menghilang
Pperut papan
PRT: nyeri di semua arah, tonus muskulus
sfingter ani , ampula rekti berisi udara

Tidak dilakukan di layanan primer.

Pdemam
Pkolik perut kanan atas atau epigastrium
dan teralihkan ke bawah angulus scapula
kanan, bahu kanan atau yang ke sisi kiri
berlangsung 30-60 menit tanoa peredaan
Pserangan muncul setelah konsumsi
makanan besar atau berlemak malam hari
Pflatulens dan mual

Pikterik
Pteraba massa kandung empedu
Pnyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis
lokal, tanda murphy (+)

Edarah: leukositosis

Faktor Risiko:
Riwayat kolesistitis akut sebelumnya.

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik

Komplikasi:
septikimia dan syok

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang

Komplikasi:
a. Gangren atau empiema
kandung empedu
b. Perforasi kandung empedu
c. Peritonitis umum
d. Abses hati

Terapi
Jenis Obat

Dosis

Proton Pump Inhibitor (PPI)


dosis tinggi selama 7-14 hari.
Bila terdapat perbaikan yang
signifikan maka obat dapat
diteruskan sampai 4 minggu
dan boleh ditambahkan
prokinetik seperti domperidon.

Omeprazole 2x20mg/hari
Lansoprazole 2x30mg/hari

Jika PPI tidak tersedia, dapat


menggunakan H2 Blocker.

Simetidin 400-800 mg (2x/hari)


Ranitidin 150mg (2x/hari)
Famotidin 20mg (2x/hari)

WH2 Bloker

H2 Bloker 2x/hari
?Ranitidin 150mg/kali
?Famotidin 20mg/kali
?Simetidin 400-800mg/kali
PPI 2x/hari
?Omeprazole 20mg/kali
?Lansoprazole 30mg/kali
Antasida 3x500-1000mg/hari

WPPI

WAntasida

Domperidon 3x10mg

Kriteria Rujukan
a. Pengobatan empirik tidak
menunjukkan hasil
b. Pengobatan empirik menunjukkan
hasil tetapi kambuh kembali
c. Adanya alarm symptom
1. Berat badan menurun
2. Hematemesis melena
3. Disfagia
4. Odinofagia
5. Anemia

a. Bila 5 hari pengobatan belum


ada perbaikan
b. Terjadi komplikasi
c. Terjadi alarm symptoms

a. Pembatasan nutrisi tertentu


b. Suplemen vitamin dan mineral
c. Suplemen enzim pencernaan

Keluhan tidak menghilang


walaupun tidak terpapar.

Antibiotik diberikan jika


malabsorbsi disebabkan oleh
overgrowth bakteri:
E. colli, K. Pneumoniae dan
Enterrobacter cloacae.

Konsultasi ke spesialis penyakit


dalam untuk mencari penyebab
kemudian ditatalaksana sesuai
penyebab.

WSimtomatik
antipiretik dan mengurangi

Kloramfenikol
Dewasa: 4x500mg selama 10 hari

a. Telah mendapat terapi selama


5 hari namun belum membaik

keluhan GIT
WDefinitif
antibiotik
Lini pertama:
kloramfenikol, ampisilin,
amoksisilin, kotrimoksazol
Lini kedua:
ceftriaxone, cefotaxime,
kuinolon

WAntidiare
loperamide, difenoksilat
atropine, tinktur opium, bismut
subsalisilat, atapulgit, smectite,
hidrasec
WAntimikroba
kuinolon, trimetropim/
sulfamethoxazole, metronidazole

Anak 50-100mg/KgBB/hari, maksimal 2gr


selama 10-14 hari dibagi 4 dosis
Ceftriaxone
Dewasa: 2-4gr/hari selama 3-5 hari
Anak: 80 mg/KgBB/hari dalam dosis
tunggal selama 5 hari
Ampicilin dan Amoksisilin
Dewasa: (1.5-2)gr/hr selama 7-10 hari
Anak: 50 100mg/KgBB/hari selama
7-10 hari
Cotrimoxazole
Dewasa: 2x(160-800) selama 7-10 hari
Anak: TMP 6-19mg/KgBB/hari atau
SMX 30-50mg/KgBB/hari selama 10 hari
Quinolone
Ciprofloxacin 2x500mg selama 1 minggu
Ofloxacin 2x(200-400) selama 1 minggu
Cefixime
Anak: 1.5-2mg/KgBB/hari dibagi 2 dosis
selama 10 hari
Thiamfenikol
Dewasa: 4x500mg/hari
Anak: 50mg/KgBB/hari selama 5-7 hari

atapulgit 4x2tablet/hari
smectite 3x1sachet
hidrasec 3x1/hari

b. Terdapat tanda kedaruratan


c. Terdapat tanda komplikasi dan
fasilitas tidak mencukupi

a. Tanda dehidrasi berat


b. Terjadi penurunan kesadaran
c. Nyeri perut yang signifikan
d. Tidak dapat minum oralit
e. Tidak ada infus set, cairan infus

Ciprofloxacin 2x500mg/hari selama 5-7 hari


Trimetroprim/Sulfamethoxazole 160/800
2x 1tablet/hari
Metronidazole 3x500mg/hari untuk
giardia

WProbiotik
WCairan

Antibiotik
Jika setelah 2 hari menunjukkan
perbaikan, terapi diteruskan
selama 5 hari. Bila tidak ada
perbaikan, antibiotik diganti
dengan jenis lain.

siprofloksasin 2x500mg/hari selama 3 hari


azithromisin 1gr dosis tunggal
sefiksim 400mg/hari
asam nalidiksik 3x1gr/hari
metronidazole 3x500mg/hari selama
3-5 hari untuk disentri amuba

Kasus berat.

WApendiktomi
WAntibiotik spektrum luas

Pasien yang telah terdiagnosis


harus dirujuk untuk dilakukan
operasi cito.

Winjeksi antagonis reseptor H2


atau PPI
Wsitoprotektor: sukralfat
Wantacida
Winjeksi vitamin K
Wbila diduga kuat karena ruptur
varises gastroesofageal:
somatostatin atau oktreotid
Wpropanolol
Wlaktulosa
Wneomisin

Konsultasi ke dokter spesialis


terkait dengan penyebab.

Penatalaksanaan sesuai
penyebab.
Kehilangan darah samar
memerlukan suplementasi besi
jangka panjang.
Obat antiinflamasi.
Kombinasi estrogen progesteron.

sukralfat 3-4x1gram

somatostatin bolus 250ug + drip 250


mikrogram/jam
oktreotid bo0,1mg/2 jam
propanolol dimulai dosis 2x10mg
laktulosa 4x1C
neomisin 4x500mg

Konsultasi ke dokter spesialis


terkait dengan penyebab.
ferrosulfat 3x325mg

Penatalaksaan sesuai derajat.

WAntipiretik
WAntiemetik
WH2 Bloker
WPPI

WAntipiretik
WAntiemetik
WH2 Bloker
WPPI

WSimtomatis
WAntibiotik spektrum luas

Hemoroid grade 2-3-4.

Ibuprofen 2x400mg/hari
Metoklopramid 3x10mg/hari
Domperidon 3x10mg/hari
Simetidin 3x200mg/hari
Ranitidin 2x150mg/hari
Omeprazole 1x20mg/hari

a. Keluhan ikterik yang menetap


b. Penurunan kesadaran

Paracetamol 500mg (3-4x sehari)


Metoklopramid 3x10mg/hari
Domperidon 3x10mg/hari
Simetidin 3x200mg/hari
Ranitidin 2x150mg/hari
Omeprazole 1x20mg/hari

Pasien yang telah terdiagnosis


Hepatitis B harus dirujuk ke
spesialis penyakit dalam.

Bila kondisi tidak membaik.

WPirantel pamoat
WMebendazole
WAlbendazole

Pirantel pamoat 10mg/KgBB dosis tunggal


Mebendazol 500mg dosis tunggal
Albendazol 400mg dosis tunggal

WTiabendazol

Tiabendazole 50mg/KgBB/hari, 2x sehari


selama 2 hari.
Albendazol 400mg 1x sehari selama 3 hari.

WAlbendazol

WPirantel pamoat
WMebendazole
WAlbendazole
WSulfasferosus

WPrazikuantel
walaupun pemberian single
terapi sudah bersifat kuratif,
tetapi setelah 2-4 minggu dapat
dilakukan pengulangan

Dalam waktu 8 minggu tidak


membaik dengan terapi.

Pirantel pamoat selama 3 hari.


Mebendazole 500mg dosis tunggal atau
100mg 2x sehari selama 3 hari.
Albendazole 400mg dosis tunggal

S. mansoni, S. haemotobium, S. intercalatum


?prazikuantel 40mg/KgBB/hari dibagi
dalam 2 dosis perhari
S. japonicum, S. mekongi
?pirazikuantel 60mg/KgBB/hari dibagi
dalam 3 dosis perhari

Skistosomiasis kronis disertai


komplikasi.

WAlbendazole
WMebendazole

Albendazole 400mg, 1-2 x sehari selama 3 hari Pasien strongyloidiasis dengan


Mebendazole 100mg. 3 x sehari selama 2
imunokompromais.
atau 4 minggu

WAlbendazole
WMebendazole

Albendazole 400mg, 1-2 x sehari selama 3 hari Ditemukan tanda-tanda yang


Mebendazole 100mg. 3 x sehari selama 2
mengarah pada sistiserkosis.
atau 4 minggu

Antibiotik spektrum luas.

Antibiotik
WGolongan penisilin
WSefalosporin
Wmetronidazol

Rujuk untuk tindakan bedah.

?ampisilin injeksi 500mg/6jam


?amoksisilin 500mg/8jam IV
?ceftriaxon 1gram/12jam
?cefotaxime 1gram/8jam
?Metronidazol 500mg/8jam

Pasien yang telah terdiagnosis


dirujuk ke spesialis penyakit dalam
dan atau bedah.

No.
1

Diagnosis
Mata kering/dry eye

kode
ICPC II ICD X
F99

H04.1

Komp.
4A

Anamnesa
Pmata terasa gatal, berpasir
Psensasi terbakar, merah, perih

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Penunjang

Pvisus normal
Pfoamy tears pada konjungtiva forniks
Ppenilaian produksi air mata dengan tes
Schirmer hasil <10mm (N=>20mm)

PAnamnesis
PPemeriksaan Oftalmologi

Faktor Risiko:
a. Usia
b. Penggunaan komputer lama
c. Penyakit sistemik
d. Penggunaan lensa kontak
2

Buta senja

F99

H53.5

4A

Ppenglihatan pada malam hari atau


pada keadaan gelap
Psulit beradaptasi pada cahaya yamg redup

Penegakan diagnosis

Komplikasi:
a. Keratitis
b. Penipisan kornea
c. Infeksi sekunder oleh bakteri
d. Neovaskularisasi kornea
Tanda-tanda defisiensi vitamin A:
Pbercak bitot pada konjungtiva
Pkornea serosis
Pkulit tampak kering dan bersisik

Tidak diperlukan

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik

Pkelopak mata bengkak, merah dan nyeri


Pnanah dapat keluar dari pangkal rambut
Pundulasi bila sudah terbentuk abses

Tidak diperlukan

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik

Faktor Risiko:
a. Defisiensi vitamin A
b. Retinitis pigmentosa
3

Hordeolum

F72

H00.0

4A

Pkelopak yang bengkak disertai rasa sakit


Pkelopak rasa mengganjal, merah, nyeri
Psensasi terbakar pada kelopak

Komplikasi:
a. Selulitis palpebra.
b. Abses palpebra.

Konjungtivitis
Konjungtivitis infeksi
Konjungtivitis alergi

4A
F70
F71

H10.9
H10.1

Pmata merah, gatal, berair


Pkadang disertai sekret

Faktor Risiko:
a. Daya tahan tubuh yang menurun
b. Adanya riwayat atopi
c. Penggunaan kontak lens dengan
perawatan yang tidak baik
d. Higiene personal yang buruk

Ptajam penglihatan normal


Pinjeksi konjungtiva
Pedema kelopak, kemosis
Peksudasi
Ppada konjungtiva tarsal dapat ditemukan
folikel, papil, flikten, membran dan
pseudomembran

Esediaan langsung swab


konjungtiva dengan Gram
atau Giemsa
Esekret dengan pewarnaan
metilen blue

PAnamnesis
PPemeriksaan Oftalmologi
Klasifikasi konjungtivitis:
a. konjungtivitis bakterial
konjungtiva hiperemis, sekret
purulen atau mukopurulen dapat
disertai membran atau pseudomembran
b. konjungtivitis virus
konjungtiva hiperemis, sekret
mukoserous, pembesaran kelenjar
kelenjar preaurikular
c. konjungtivitis alergi
konjungtiva hiperemis, riwayat
atopi atau alergi dan keluhan gatal

Komplikasi:
keratokonjungtivitis
5

Blefaritis

F72

H01.0

4A

Pgatal dan panas pada tepi kelopak mata


Pmerasa ada sesuatu di kelopak mata
Prontok bulu mata
Pselama tidur, sekresi mata mengering
sehingga saat bangun tidur kelopak mata
sukar dibuka

Pskuama atau krusta pada tepi kelopak


Pbulu mata rontok
Ptukak yang dangkal pada tepi kelopak
Ppembengkakan dan merah pada kelopak
Pkeropeng yang melekat erat pada tepi
kelopak mata, jika keropeng dilepaskan
terjadi perdarahan

Tidak diperlukan

Pperdarahan di sklera dengan warna


merah terang (tipis) atau merah tua (tebal)
Ptajam penglihatan umumnya 6/6, jika
visus <6/6 curiga terjadi kerusakan
selain di konjungtiva

Tidak diperlukan

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik

Komplikasi:
a. Blefarokonjungtivitis
b. Madarosis
c. Trikiasis

Faktor Risiko:
a. Kondisi kulit seperti dermatitis seboroik.
b. Higiene dan lingkungan yang tidak bersih.
c. Daya tahan tubuh yang menurun.
6

Perdarahan subkonjungtiva

F75

H57.8

4A

Pdarah pada sklera atau mata berwarna


merah terang (tipis) atau merah tua (tebal)
Pperdarahan akan meluas dalam 24 jam
pertama setelah itu akan berkurang

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik

Faktor Risiko:
a. Hipertensi
b. Trauma tumpul atau tajam
c. Penggunaan obat pengencer darah
d. Benda asing
e. Konjungtivitis
7

Benda asing di konjungtiva

F76

T15.9

4A

Pnyeri
Pmata merah dan berair
Psensasi benda asing
Pfotofobia

Pbiasanya visus normal


Pinjeksi konjungtiva tarsal dan/atau bulbi
Pditemukan benda asing

Tidak diperlukan

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik

Komplikasi:
Tergantung pada jumlah, ukuran
dan jenis benda asing.

Faktor Risiko:
Pekerja di bidang industri yang tidak
memakai kacamata pelindung.

Astigmatism
Astigmatism ringan

F91

Hipermetropia

F91

10 Miopia ringan

H52.2
4A

F91

H52.0

H52.1

4A

4A

Ppenglihatan kabur
Ppasien memicingkan mata untuk dapat
melihat lebih jelas
Phanya dapat membaca dengan jarak
lebih dekat

a. Duduk menghadap kartu snellen pada


jarak 6 meter
b. Mata kiri ditutup untuk memeriksa
mata kanan
c. Penderita membaca kartu snellen mulai
huruf terbesar sampai terkecil yang
masih dapat dibaca. Lensa positif 0,5D
ditambah pada mata yang diperiksa
d. Pasien diminta melihat gambar kipas
dan menyebut garis yang paling jelas
e. Pasang lensa silinder -0,5D dengan
aksis tegak lurus terhadap garis yang
paling jelas
f. Perlahan-lahan lensa silinder dinaikkan
kekuatan dioptrinya sampai semua garis
terlihat sama jelas
g. Pasien diminta kembali melihat snellen
chart, bila visus belum 6/6 lensa fogging
dicabut
h. Mata yang lain dikerjakan dengan cara
yang sama

Tidak diperlukan

PAnamnesis
PPemeriksaan Oftalmologi

Pmelihat dekat dan jauh kabur


Ppenglihatan dekat kabur lebih awal
terutama bila lelah dan penerangan
kurang
Psakit kepala terutama daerah frontal
Pmata sensitif terhadap sinar
Pspasme akomodasi

a. Duduk menghadap kartu snellen pada


jarak 6 meter
b. Mata kiri ditutup untuk memeriksa
mata kanan
c. Penderita membaca kartu snellen mulai
huruf terbesar sampai terkecil yang
masih dapat dibaca. Lensa positif terkecil
ditambah pada mata yang diperiksa,
bila tampak lebih jelas lensa positif
tersebut ditambah kekuatannya perlahan
sampai terbaca huruf di baris 6/6
d. Mata yang lain dikerjakan dengan cara
yang sama

Tidak diperlukan

PAnamnesis
PPemeriksaan refraksi subjektif

Ppenglihatan kabur bila melihat jauh


Pmata cepat lelah
Ppusing dan mengantuk
Pcenderung memicingkan mata bila
melihat jauh
Ptidak terdapat kelainan sistemik

a. Duduk menghadap kartu snellen pada


jarak 6 meter
b. Mata kiri ditutup untuk memeriksa
mata kanan
c. Penderita membaca kartu snellen mulai
huruf terbesar sampai terkecil yang
masih dapat dibaca. Lensa positif terkecil
ditambah pada mata yang diperiksa,
bila bertambah kabur lensa positif
diganti dengan lensa negatif. Kemudian
kekuatan lensa negatif ditambah
perlahan sampai terbaca huruf di baris
6/6
d. Mata yang lain dikerjakan dengan cara
yang sama

Tidak diperlukan

Faktor Risiko:
Genetik

Komplikasi:
a. Esotropia
b. Glaukoma sekunder
c. Ambliopia

PAnamnesis
PPemeriksaan refraksi subjektif

11 Presbiopia

F91

H52.4

4A

Ppenglihatan kabur bila melihat dekat


Psetelah membaca mata terasa lelah,
berair, perih
Pmembaca dilakukan dengan menjauhkan
kertas yang dibaca

Pemeriksaan refraksi subjektif dengan


kartu Jaeger, diminta membaca kalimat
hingga kalimat terkecil yang terbaca pada
kartu. Target koreksi sebesar 20/30.

Tidak diperlukan

PAnamnesis
PPemeriksaan refraksi subjektif

Pvisus menurun
Prefleks pupil dan TIO normal
Ptidak ditemukan kekeruhan kornea
Pkekeruhan lensa
Piris shadow test (+)

Tidak diperlukan

PAnamnesis
PPemeriksaan Oftalmologi

Trias glaukoma:
a. Peningkatan TIO
b. Perubahan patologis pada diskus optikus
c. Defek lapang pandang yang khas

Tidak dilakukan pada layanan


primer.

Faktor Risiko:
Usia lanjut >40 tahun

12 Katarak pada dewasa

F92

H26.9

Ppenglihatan menurun secara perlahan


seperti tertutp asap/kabut
Pkeluhan disertai ukuran kacamata
semakin bertambah, silau, sulit membaca

Komplikasi:
Glaukoma

Faktor Risiko:
a. Usia lebih dari 40 tahun.
b. Penyakit sistemik seperti Diabetes Mellitus.
c. Pemakaian tetes mata steroid secara rutin.
13 Galukoma akut

F93

H40.2

4A

Keluhan bervariasi dan berbeda tergantung


jenis glaukoma.
Glaukoma kronik (sudut terbuka primer)
Pkehilangan lapangan pandang perifer
secara bertahap
Glaukoma akut (sudut tertutup)
Prasa sakit atau nyeri pada mata
Pmual dan muntah
Ppenurunan visus mendadak
Pmata merah dan berair

Faktor Risiko:
a. Glaukoma akut : bilik mata depan dangkal
b. Glaukoma kronik :
1. Primer:
usia >40 tahun, riwayat keluarga glaukoma.
2. Sekunder :
Penyakit sistemik seperti Diabetes Melitus.
Pemakaian tetes mata steroid secara rutin.
Riwayat trauma pada mata

PAnamnesis
PPemeriksaan Oftalmologi

Klasifikasi:
Galukoma akut
Pvisus
PTIO
Pkonjungtiva bulbi: hiperemia kongesti,
kemosis dengan injeksi silier, injeksi
konjungtiva
Pedema kornea
Pbilik mata depan dangkal
Ppupil mid dilatasi, refleks pupil negatif
Galukoma kronik
Pvisus dapat normal
Plapangan pandang menyempit
PTIO
Ppada funduskopi, C/D rasio meningkat

Terapi
Jenis Obat
Air mata buatan

Dosis
Karboksimetilselulosa tetes mata

Kriteria Rujukan
Jika timbul komplikasi

Vitamin A

Wmata dikompres hangat 4-6 kali


selama 15 menit
Wtopikal

Wsistemik

Infeksi bakteri
Kloramfenikol tetes mata
Gonore
Kloramfenikol tetes mata dan
suntikan

Alergi
Flumetolon tetes mata

?oxytetrasiklin salep mata atau


kloramfenikol salep mata setiap 8 jam
?kloramfenikol tetes mata sebanyak
1 tetes tiap 2 jam
?eritromisin 500mg atau dikloksasilin
4 kali sehari selama 3 hari

a. Bayi dengan konjungtivitis


gonore
b. Konjungtivitis alergi dan viral
Kloramfenikol tetes mata 0,5-1% sebanyak
tidak ada perbaikan dalam 2
1 tetes tiap jam dan suntikan pada bayi
minggu
diberikan 50.000U/KgBB sampai tidak ditemukan c. Konjungtivitis bakteri tidak ada
kuman GO pada sediaan apus selama 3 hari
perbaikan dalam 1 minggu
berturut-turut.
Kloramfenikol tetes: 6 x 1 tetes sehari

Flumetolon tetes mata 2 kali sehari selama 2


minggu.

Viral
Salep acyclovir 3%

Salep acyclovir 3% 5 kali sehari selama 10 hari.

WKompres hangat selama 5-10menit


WBila ditemukan tukak dapat
diberikan salep atau tetes mata
antibiotik

?eritromisin
?basitrasin
?gentamisin

Pengobatan penyakit yang


mendasari bila ada.
Perdarahan akan hilang atau
diabsorpsi dalam 1-2 jam.

a. Bila tidak respon dengan terapi


konsrvatif
b. Hordeolum berulang

Apabila tidak membaik dengan


pengobatan optimal.
2 tetes setiap 2 jam

Jika ditemukan penurunan visus.

Mengeluarkan benda asing:


tetes mata pantokain 2% 1-2 tetes
angkat benda asing menggunakan
lidi kapas atau jarum suntik 23G
arah pengambilan dari tengah
ke tepi
oleskan lidi kapas yang dibubuhi
betadin pada bekas benda asing
berikan antibiotika topikal

Jika ditemukan penurunan visus.

?kloramfenikol tetes mata 1 tetes setiap


2 jam selama 2 hari

Kacamata lensa silindris dengan


koreksi yang sesuai.

Apabila visus tidak dapat 6/6.

Lensa sferis positif terkuat yang


menghasilkan tajam penglihatan
terbaik.

Jika timbul komplikasi.

Lensa sferis negatif terlemah yang


menghasilkan tajam penglihatan
terbaik.

Kelainan refraksi yang progresif,


tidak maju dengan koreksi dan
tidak maju dengan pinhole.

Koreksi kacamata lensa positif.

Katarak matur memerlukan


tindakan operasi.

a. Indikasi sosial jika pasien


merasa terganggu
b. Jika katarak telah matur
c. Jika timbul komplikasi

Menurunkan TIO secepatnya dengan


memberikan serentak-rentak obatobatan yang terdiri dari:
Asetasolamid Hcl

Pada glaukoma akut, setelah


dilakukan penanganan pertama.
Pada glaukoma kronik, dilakukan
segera setelah penegakan diagnosis.

KCl
Timolol
Tetes mata kobinasi

Asetasolamid Hcl 500 mg, dilanjutkan


4 x 250 mg/hari.
KCl 0.5 gr 3 x/hari.
Timolol 0.5%, 2 x 1 tetes/hari.
Kortikosteroid + antibiotik 4-6 x 1 tetes sehari

No.
1

Diagnosis
Otitis eksterna

kode
ICPC II
ICD X
H70

H60.9

Komp.
4A

Anamnesa
Prasa sakit pada telinga, terutama bila
daun telinga disentuh dan waktu mengunyah
Prasa gatal yang hebat dan rasa penuh
pada liang telinga
Pkurang pendengaran

Faktor Risiko:
a. Lingkungan yang panas dan lembab
b. Berenang
c. Membersihkan telinga secara berlebihan
d. Memasukkan air ke dalam telinga
e. Penyakit sistemik diabetes

Otitis media akut

H71

H66.0

4A

Keluhan bergantung pada stadium OMA


yang terjadi.
Pnyeri di dalam telinga
Pdemam
Priwayat batuk pilek sebelumnya
Pgelisah, sulit tidur
Ppada stadium supurasi tampak sangat
sakit, nyeri di telinga bertambah hebat
Pbila terjadi ruptur membran tipani, maka
sekret mengalir ke liang telinga, suhu
tubuh turun, pasien tenang

Faktor Risiko:
a. Bayi dan anak
b. Infeksi saluran napas berulang
c. Bayi yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif

Serumen prop

H81

H61.2

4A

Ppendengaran yang berkurang


Prasa penuh pada telinga
Pvertigo atau tinitus
Pnyeri

Pemeriksaan Fisik
Pnyeri tekan pada tragus
Pnyeri tarik daun telinga
PKGB regional dapat membesar dan nyeri
Ppada liang telinga:
*otitis eksterna sirkumskripta
furunkel atau bisul, liang telinga sempit
*otitis eksterna difusa
liang telinga sempit, hiperemis, odem,
sekret sedikit
*otomikosis
terlihat jamur seperti serabut kapas
*herpes zoster otikus
lesi kulit vesikuler
Ppada pemeriksaan kenala kadang
didapatkan tuli konduktif

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan sediaan langsung
jamur dengan KOH untuk
otomikosis.

Penegakan diagnosis
PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang

Klasifikasi:
a. otitis eksterna akut:
otitis eksterna sirkumskripta
otitis eksterna difus
b. infeksi pada 2/3 dalam liang
telinga akibat bakteri/jamur
c. herpes zoster otikus

Komplikasi:
Stenosis liang telinga.

Pdemam
Pdengan otoskopi:
* pada stadium oklusi tuba terdapat
retraksi membran, warna membran suram,
refelks cahaya ngeatif
*pada stadium hiperemis, membran tampak
hiperemis serta edema
*pada staidum supurasi, membran menonjol
ke arah luar (bulging) bewarna kekuningan
*pada staidum perforasi, membran ruptur
dan nanah keluar mengalir ke liang telinga
luar
*pada stadium resolusi, bila membran tetap
utuh maka perlaha-lahan akan normal
kembali, bila telah perforasi maka sekret
akan berkurang dan mengering
Pdengan pemeriksaan penala dapat
ditemukan tuli konduktif

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik

Pdengan otoskopi:
obstruksi liang telinga oleh material
berwarna kuning kecoklatan/kehitaman
Pdengan pemeriksaan penala dapat

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik

Komplikasi:
a. Otitis Media Supuratif Kronik
b. Abses sub-periosteal
c. Mastoiditis akut

Komplikasi:

ditemukan tuli konduktif

Faktor Risiko:
a. Dermatitis kronik liang telinga luar
b. Liang telinga sempit
c. Produksi serumen banyak dan kering
d. Adanya benda asing di liang telinga
e. Kebiasaan mengorek telinga

Trauma pada liang telinga


atau membran timpani saat
mengeluarkan serumen.

Terapi
Jenis Obat

Dosis

Kriteria Rujukan
a. Herpes zoster otikus
b. Otitis eksterna nekrotikan

WTopikal
Otitis eksterna sirkumskripta
salep ikhtiol
salep polymixin B atau basitrasin
Otitis eksterna difus
memasukkan tampon yang
mengandung antibiotik seperti
campuran polimiksin B, neomisin,
hidrokortison dan anaestesi topikal
Otomikosis
mencuci liang telinga dengan
asam asetat 2% dalam alkohol 70%
setiap hari selama 2 minggu. Tetes
telinga siap beli dapat digunakan
seperti asetat-nonakueous 2% dan
m-kresilasetat
WOral sistemik
Antibiotik sistemik
Analgetik paracetamol dan ibuprofen
Pengobatan herpes zoster

a. Jika indikasi miringitomi


b. Bila membran tympani tidak
menutup kembalo setelah
3 bulan

WTopikal
Stadium oklusi
Obat tetes hidung HCl efedrin 0,5%
(atau oksimetazolin 0,025%) untuk
anak <12 tahun
HCl efedrin 1% (atau oksimetazolin
0,05%) untuk anak >12tahun
Stadium perforasi
Obat cuci telinga H2O2 3% selama
3-5 hari
Antibiotik adekuat yang tidak
ototoksik seperti ofloxacin tetes
tinga sampai 3 minggu
WOral sistemik
Antihistamin
Antipiretik
Antibiotik
Stadium oklusi dan hiperemis
Penisilin dan eritromisin
Jika terdapat resistensi, diberikan
kombinasi dengan asam klavulanat
atau sefalosporin.

Stadium supurasi
Dilakukan miringotomi dan
pemberian antibiotik.
Jika kuman sudah resisten (infeksi
berulang), kombinasi amoksisilin
dan asam klavulanat.

Wserumen lembek dibersihkan dengan


kapas yang dililitkan
Wserumen keras dikeluarkan dengan
pengait, apabila tidak berhasil

?Ampisilin
Dewasa 4x500mg sehari
Anak 4x25mg/KgBB sehari
?Amoksisilin
Dewasa 3x500mg sehari
Anak 3x10mg/KgBB sehari
?Eritromisin
Dewasa 4x500mg sehari
Anak 4x10mg/KgBB sehari
?Amoksisilin
Dewasa 3x500mg sehari
Bayi/Anak 50mg/KgBB/hari
?Eritromisin
Dewasa 3x500mg sehari
Bayi/Anak 50mg/KgBB/hari
?Cotrimoxazole
Dewasa 2x2 tablet (480mg)
Anak 2x5ml (240mg)
?Amoksisilin + Asam klavulanat
Dewasa 3x625mg

maka serumen dilunakkan lebih


dahulu dengan tetes karbogliserin
selama 3 hari
Wserumen yang terlalu jauh terdorong
ke dalam liang telinga, dikeluarkan
dengan mengalirkan (irigasi) air
hangat. Kontraindikasi irigasi adalah
perforasi membran timpani.

No.
1

Diagnosis
Benda asing di hidung

kode
ICPC II
ICD X
R87

T17.1

Komp.
4A

Anamnesa
Phidung tersumbat

Faktor Risiko:
a. anak <12 tahun
b. keadaan tidur, kesadaran menurun,
alkoholisme, epilepsi
c. emosi, gangguan psikis
d. ukuran, bentuk serta sifat benda asing
e. kecorobohan

Pemeriksaan Fisik
Pdengan bantuan spekulum dan lampu
kepala ditemukan adanya benda asing

Pemeriksaan Penunjang
Bila sudah terjadi infeksi sinus,
perlu pemeriksaan radiologi.

Penegakan diagnosis
PAnamnesis
PPemeriksaan fisik

Komplikasi:
Benda asing dapat masuk
ke laring dan saluran
nafas bagian bawah.

Terapi
Jenis Obat
Wtindakan untuk mengeluarkan
Wfarmakoterapi
*antibiotik sistemik selama
3-5 hari hanya diberikan
bila terjadi laserasi
*antibiotik sistemik selama
5-7 hari hanya diberikan
pada kasus yang telah
menimbulkan infeksi

Dosis

Kriteria Rujukan
Pengeluaran benda asing
tidak berhasil.

No.
1

Diagnosis
Angina pektoris

kode
ICPC II
ICD X
K74

I20.9

Komp.
3B

Anamnesa
Nyeri dada yang khas seperti rasa ditekan
atau terasa berat seperti ditimpa beban
yang sangat berat.
Pnyeri dada di daerah sternum atau di
bawah sternum, atau dada sebelah kiri
dan kadang menjalar ke lengan kiri,
punggung, rahang, leher atau ke lengan
kanan
Pnyeri dada seperti tertekan benda berat
atau seperti diperas atau terasa panas,
kadang hanya mengeluh perasaan tidak
enak di dada
Pnyeri dada biasanya timbul saat beraktivitas,
nyeri dada segera hilang bila pasien
menghentikan aktivitasnya
Plamanya nyeri dada berlangsung 1-5 menit,
bila berlangsung .20 menit, mungkin pasien
mengalami IMA
Psesak napas, perasaan lelah, keringat dingin

Pemeriksaan Fisik
Pdapat tidak menunjukkan kelainan
Pwalau jarang, saat auskultasi dapat
terdengar derap atrial atau ventrikel
dan murmur sistolik daerah apeks
Pfrekuensi denyut jantung dapat menurun,
menetap atau meningkat
Ppembesaran jantung

Pemeriksaan Penunjang
EEKG
Efoto toraks

Infark miokard

K75

I21.9

3B

Pnyeri dada retrosternum seperti tertekan


atau tertindih benda berat
Pnyeri menjalar ke dagu, leher, tangan,
punggung dan epigastrium. Penjalaran ke
tangan kiri lebih sering terjadi
Psesak, mual, muntah, nyeri epigastrium,
keringat dingin, anxietas

Komplikasi:
Infark miokard

Ppasien gelisah dan pucat


Phipertensi/hipotensi
Pdapat terdengar suara murmur dan
gallop S3
Pronki basah disertai peningkatan vena
jugularis dapat ditemukan pada IMA
yang disertai edema paru
Paritmia

EEKG
Ekadar enzim dan isoenzim

Takikardia

K79

3B

Ppalpitasi

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang

Klasifikasi:
a. STEMI
b. NSTEMI

Faktor Risiko:
yang tidak dapat diubah
a. pria >45 tahun, wanita >55 tahun
b. jenis kelamin laki-laki
c. riwayat keluarga dengan PJK
yang dapat diubah
a. Mayor
1. Peningkatan lipid serum
2. Hipertensi
3. Merokok
4. Konsumsi alkohol
5. Diabetes Melitus
6. Diet tinggi lemak jenuh, kolesterol dan kalori
b. Minor
1. Aktivitas fisik kurang
2. Stress psikologik
3. Tipe kepribadian
3

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang

Klasifikasi:
a. Stable Angina Pectoris
Keluhan nyeri dada timbul bila
melakukan suatu pekerjaan
1. Selalu timbul sesudah latihan berat
2. Timbul sesudah latihan sedang
3. Timbul waktu latihan ringan
4. Ttimbul jika gerak badan ringan
b. Unstable Angina Pectoris
Dapat terjadi saat istirahat atau
bekerja. Keluhan bertambah
progresif.
c. Angina Prinzmetal
Terjadi spasme arteri koroner.

Faktor Risiko:
yang tidak dapat diubah
a. pria >45 tahun, wanita >55 tahun
b. jenis kelamin laki-laki
c. riwayat keluarga dengan PJK
yang dapat diubah
a. Mayor
1. Peningkatan lipid serum
2. Hipertensi
3. Merokok
4. Konsumsi alkohol
5. Diabetes Melitus
6. Diet tinggi lemak jenuh, kolesterol dan kalori
b. Minor
1. Aktivitas fisik kurang
2. Stress psikologik
3. Tipe kepribadian
2

Penegakan diagnosis

Komplikasi:
a. aritmia letal
b. perluasan infark dan
iskemia paska infark,
disfungsi otot jantung,
defek mekanik, ruptur
miokard

Pdenyut jantung >100kali/menit dan bisa

EEKG

PAnamnesis

Tachicardy Unspecified
Supraventicular Tachicardy
Ventricular Tachicardy

Psesak napas
Pmudah lelah
Pnyeri atau rasa tidak nyaman di dada
Pdenyut jantung istirahat lebih dari 100bpm
PTD terjadi pada kondisi yang tidak stabil
Ppusing
Psinkop
Pberkeringat
Pkesadaran bila terjadi gangguan hemodinamik

R00.0
I47.1
I47.2

PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang

menjadi sangat cepat dengan frekuensi


>150kali/menit pada SVT dan VT
Ptakipnea
Phipotensi
Pgelisah hingga penurunan kesadaran

Komplikasi:
kematian

Faktor Risiko:
a. Penyakit Jantung Koroner
b. Kelainan Jantung
c. Stress dan gangguan kecemasan
d. Gangguan elektrolit
4

Gagal jantung akut dan kronik


Gagal jantung akut
Gagal jantung kronik

K77

I50.9
3B
3A

Pdyspneu deffort
Portopneu
Pparoxysmal nocturnal dyspneu
Plemas, mual, muntah dan gangguan mental

Faktor Risiko:
a. Hipertensi
b. Dislipidemia
c. Obesitas
d. Merokok
e. Diabetes melitus
f. Riwayat gangguan jantung sebelumnya
g. Riwayat infark miokard

Ppeningkatan tekanan vena jugular


Pfrekuensi pernapasan meningkat
Pfrekuensi nadi dan regularitasnya
Ptekanan darah
Pkardiomegali
Pgangguan bunyi jantung (gallop)
Pronkhi pada pemeriksaan paru
Phepatomegali
Pasites
Pedema perifer

EEKG
Efoto toraks
Edarah perifer lengkap

Kriteria Framingham:
minimal 1 kriteria mayor
dan 2 kriteria minor
Kriteria mayor
a. Paroxysmal nocturnal dyspneu
b. Distensi vena-vena leher
c. JVP
d. Ronkhi
e. Terdapat kardiomegali
f. Edema paru akut
g. Gallop (S3)
h. Refluks hepatojugular positif
Kriteria minor
a. Edema ekstremitas
b. Batuk malam
c. dyspneu deffort
d. Hepatomegali
e. Efusi pleura
f. penurunan kapasitas vital paru
g. takikardi >120 kali per menit

Komplikasi:
a. Syok kardiogenik
b. Gangguan keseimbangan
elektrolit

Cardiorespiratorry arrest

Hipertensi esensial

K 80

K86

I10

3B

4A

Ppingsan mendadak dengan henti jantung


dan paru
Psebelumnya dapat ditandai nyeri dada, sesak,
berdebar dan lemah
Ppada awal kejadian, pasien mengeluh pusing
diikuti hilangnya sirkulasi dan kesadaran

Ptidak sadar
Ptidak ada nafas
Ptidak teraba nafas
Ptidak teraba denyut nadi di karotis dan
femoralis

EEKG

Mulai dari tidak bergejala sampai berhejala.


Psakit/nyeri kepala
Pgelisah
Pjantung berdebar-debar
Ppusing
Pleher kaku
Ppenglihatan kabur
Prasa sakit di dada
Pmudah lelah
Pimpotensi

PTD sesuai JNC VII


Pnadi tidak normal

Eurinalisis
Etes gula darah
Etes kolesterol
Eureum kreatinin
Efunduskopi
EEKG
Efoto toraks

Faktor Risiko:
yang tidak dapat dimodifikasi
a. Umur
b. Jenis kelamin

PPemeriksaan fisik

Komplikasi:
Hipoksia ensefalopati,
kerusakan neurologi permanen
dan kematian.
PAnamnesis
PPemeriksaan fisik

Klasifikasi:

c. Riwayat hipertensi dan penyakit kardiovaskular


dalam keluarga
yang dapat dimodifikasi
a. Riwayat pola makan.
b. Konsumsi alkohol berlebihan.
c. Aktivitas fisik kurang.
d. Kebiasaan merokok.
e. Obesitas.
f. Dislipidemia.
g. Diabetus Melitus.
h. Psikososial dan stres.

7 Infark serebral/stroke

K90

I63.9

3B

Keluhan mendadak berupa:


Phemiparesis
Pgangguan sensorik satu sisi tubuh
Phemianopia (buta mendadak)
Pdiplopia
Pvertigo
Pafasia
Pdisfagia
Pdisarthria
Pataksia
Pkejang atau penurunan kesadaran
Untuk memudahkan digunakan istilah FAST
(Facial movement, Arm Movement, Speech,
Test all three)

Faktor Risiko:
yang tidak dapat dimodifikasi
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Genetik
yang dapat dimodifikasi
1. Hipertensi
2. DM
3. Penyakit jantung
4. Dislipidemia
5. Merokok

Komplikasi:
a. hipertensi dengan komplikasi
b. proteinuria dan gangguan
fungsi ginjal
c. aterosklerosis
d. retinopati
e. stroke atau TIA
f. infark miokard
g. angina pectoris
h. gagal jantung

Ppemeriksaan tanda vital


Ppemeriksaan jantung paru
Ppemeriksaan bruitkarotis
Ppemeriksaan abdomen
Ppemeriksaan ekstrimitas
Ppemeriksaan neurologis
1. Kesadaran : kualitatif dan kuantitatif
2. Tanda rangsang meningeal :
kaku kuduk, lasseque, kernig,brudzinsky
3. Saraf kranialis:
sering mengenai nervus VII, XII, IX
4. Motorik :
kekuatan, tonus, refleks fisiologis,
refleks patologis
5. Sensorik
6. Pemeriksaan fungsi luhur
7. Pada pasien dengan kesadaran menurun,
perlu dilakukan pemeriksaan refleks
batang otak:
Refleks kornea
Refleks pupil terhadap cahaya
Refleks okulo sefalik
Keadaan refleks respirasi

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik

Komplikasi:
Dehidrasi, pneumonia, ISK.

6. Pernah mengalami TIA atau stroke


7. Polisitemia
8. Obesitas
9. Kurang olahraga
10. Fibrinogen tinggi

Terapi
Jenis Obat
Wmodifikasi gaya hidup
Wfarmakologi
nitrat dikombinasikan dengan
-blocker atau CCB non dihidropiridin

antiplatelet: aspirin
Woksigen dimulai 2l/menit

MONACO
M: Morfin
O: Oksigen
N: Nitrat

A: Aspirin
CO: Clopidogrel

Keadaan tidak stabil (hipotensi,

Dosis

?nitrat 10mg sublingual dapat dilanjutkan


10mg peroral
-blocker
?propanolol 20-80mg dalam dosis terbagi
?bisoprolol 2,5-5mg per 24 jam
CCB dipakai bila -blocker kontra indikasi
?verapamil 80mg (2-3 kali sehari)
?diltiazem 30mg(3-4kali sehari)
?aspirin 160-320mg sekali minum pada akut

Morfin 2,5-5mg IV
Oksigen 2-4L/m
Nitrogliserin infus dengan dosis mulai dari
5mcg/m (titrasi) atau ISDN 5-10mg sublingual
maksimal 3 kali.
Aspirin dosis awal 160-320mg dilanjutkan
dosis pemeliharaan 1x160mg.
Clopidogrel dosis awal 300-600mg dilanjutkan
dosis pemeliharaan 1x75mg.

Kriteria Rujukan
Dilakukan rujukan ke layanan
sekunder untuk tatalaksana
lebih lanjut.

Segera dirujuk setelah mendapatkan


terapi MONACO.

Segera rujuk setelah pertolongan

nadi melemah, kesadaran ) :


Kardioversi
O2 dengan sungkup 10-15L/m

pertama dengan pemasangan infus


dan oksigen.

Keadaan stabil :
Dilakukan vagal manuver.
Bila dengan vagal manuver tidak
respon dilanjutkan pemberian
adenosin 6 mg bolus cepat. Bila
tidak respon boleh diulang 12mg
sebanyak 2 kali.
O2 nasal 4L/m.

Wmodifikasi gaya hidup


pembatasan cairan
pembatasan garam

maksimal
maksimal
maksimal
maksimal

1,5 liter (ringan)


1 liter (berat)
2 gram/hari (ringan)
1 gram/hari (berat)

Pasien dengan gagal jantung


harus dirujuk.

berhenti merokok dan alkohol


Waktivitas hidup
Tirah baring atau pada kondisi
sedang-ringan batasi beban kerja
sampai 70% sd 80% dari denyut
nadi maksimal.
Wfarmakologi
gagal jantung akut
1. Terapi oksigen 2-4 ltr/mnt
2. Pemasangan iv line
3. Cari pemicu gagal jantung akut
4. Segera rujuk
gagal jantung kronik
1. diuretik

furosemid injeksi 20 s/d 40 mg bolus

Furosemid bila perlu dapat dikombinasi


Thiazid (HCT), bial dalam 24 jam tidak respon,
rujuk ke layanan sekunder.

2. ACE Inhibitor atau ARB


3. Beta blocker
Digoxin diberikan bila ditemukan
fibrilasi.
Resusitasi jantung paru

Pasien dirujuk ke spesialis


berdasarkan kemungkinan
penyebab untuk tatalaksana
lebih lanjut.

Hipertensi tanpa compelling indication


WHipertensi stage 1
?HCT 12,5-50mg/hari
Diuretik
?furosemid 2x20-80mg/hari
?captopril 2x25-100mg/hari
ACE inhibitor
?enalapril 1,2x2,5-40mg/hari
?atenolol 25-100mg/hari dosis tunggal
Beta blocker
?diltiazem extended release 1x180-240mg/hari
Calsium channel blocker
?amlodipin 1x2,5-10mg/hari
?nifedipin long acting 30-60mg/hari
WHipertensi stage 2
WBila target terapi tidak tercapai
setelah observasi 2 minggu, dapat
diberikan kombinasi 2 obat.
Etiazid
Golongan diuretik dan
ACE-inhibitor atau atauu
?losartan 1-2x25-100mg/hari
antagonis reseptor AII atau

a. Hipertensi dengan komplikasi.


b. Resistensi hipertensi.
c. Krisis hipertensi.

beta blocker atau


calsium channel blocker

Hipertensi compelling indication

Kondisi khusus lain


WObesitas dan sindrom metabolik
Terapi utama ACE
Pilihan lain reseptor AII,
penghambat calsium dan
penghambat
WHipertrofi ventrikel kiri
Terapi dengan semua kelas
antihipertensi kecuali vasodilator
langsung (hidralazin dan minoksidil).
WPenyakit arteri perifer
Semua kelas antihipertensi.
WLanjut usia
Diuretik
WKehamilaan
Metildopa
Penyekat reseptor
Antagonis calsium
Vasodilator
ACE inhibitor dan reseptor AII
tidak boleh digunakan.
a. Stabilisasi pasien dengan ABC.
b. Pertimbangkan intubasi jika pasien
stupor atau koma.
c. Pasang IV line dengan NaCl 0,9%
dengan kecepatan 20ml/jam
d. Oksigen 2-4liter/menit
Strok hemoragik
Turunkan TD sampai sistolik 160mmHg,
pada orang hipertensi sedikit lebih
tinggi.
Tekanan dalam rongga tengkorak
diturunkan dengan cara meninggikan
posisi kepala15-30% sejajar bahu.

?Tiazid mulai dosis rendah 12,5mg/hari

Semua pasien stroke setelah


fitegakkan diagnosis dan diberikan
penanganan awal selanjutnya
dirujuk ke pelayanan sekunder
yang memiliki dokter spesialis
saraf.

No.
1

Diagnosis
Fraktur terbuka

kode
ICPC II
ICD X
L76

T14.

Komp.
3B

Anamnesa
Ppatah tulang terbuka setelah trauma
Pnyeri
Psulit digerakkan
Pdeformitas
Pbengkak
Pperubahan warna
Pgangguan sensibilitas
Pkelemahan otot

Pemeriksaan Fisik
Inspeksi (look)
Padanya luka terbuka pada kulit
Palpasi (feel)
Probekan kulit yang terpapar dunia luar
Pnyeri tekan
Pterabanya jaringan tulang yang menonjol keluar
Pdeformitas
Ppanjang anggota gerak berkurang dibandingkan
sisi yang sehat
Gerak (move)
Pumumnya tidak dapat digerakkan

Pemeriksaan Penunjang
Efoto polos dalam proyeksi
AP dan lateral
Epemeriksaan radiologi lainnya
sesuai indikasi
Edarah rutin dan golongan darah

Penegakan diagnosis
PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang

Klasifikasi:
Grade I
a. fraktur terbuka dengan luka
kulit <1cm dan bersih
b. kerusakan jaringan minimal,
frakturnya simple atau oblique
dan sedikit kominutif
Grade II
a. fraktur terbuka dengan luka
robek >1cm, tanpa ada kerusakan
jaringan lunak
b. flap kontusio avulsi yang luas
serta fraktur komunitif sedang
dan kontaminasi sedang
Grade III
Fraktur terbuka segmental atau
kerusakan jaringan lunak yang
luas atau amputasi traumatic,
derajat kontaminasi yang berat
dan trauma dengan kecepatan
tinggi.
Grade IIIa
fraktur segmental atau sangat
komunitif penutupan tulang
dengan jaringan lunak cukup
adekuat
Grade IIIb
kehilangan jaringan lunak yang
cukup luas, terkelupasnya daerah
periosteum dan tulang tampak
terbuka, kontaminasi berat
Grade IIIb
fraktur dengan kerusakan pembuluh
darah

Komplikasi:
a. Perdarahan, syok septik sampai
kematian
b. Septikemia, toksemia
c. Tetanus
d. Gangren
e. Perdarahan sekunder
f. Osteomielitis kronik
g. Delayed union
h. Nonunion dan malunion
i. Kekakuan sendi
j. Komplikasi lain oleh karena
perawatan yang lama
2

Fraktur tertutup

L76

T14.

3B

Padanya riwayat trauma


Pnyeri
Psulit digerakkan
Pdeformitas
Pbengkak
Pperubahan warna
Pgangguan sensibilitas
Pkelemahan otot

Inspeksi (look)
Pdeformitas dari jaringan tulang, namun tidak
menembus kulit
Panggota tubuh tidak dapat digerakkan
Palpasi (feel)
Pteraba deformitas tulang jika dibandingkan
sisi yang sehat
Pnyeri tekan
Pbengkak
Pmengukur panjang anggota gerak lalu
dibandingkan sisi yang sehat
Gerak (move)

Efoto polos dalam proyeksi


AP dan lateral
Epemeriksaan radiologi lainnya
sesuai indikasi
Edarah rutin dan golongan darah

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang

Komplikasi:
kompartemen syndrom

Pumumnya tidak dapat digerakkan

Polimialgia reumatik

L99

M53.3

3A

Pgejala muncul pertama kali pada bahu


Psisanya pinggul atau leher
Pgejala mungkin pada satu sisi tetapi
biasanya bilateral
Pnyeri, kekakuan bahu, pinggul
Pkekakuan pagi hari >1 jam
Psendi bengkak
Pedema tungkai
Pcarpal tunnel syndrom

Ppenampilan lelah
Ppembengkakan ekstremitas distal
Ppitting edema
Pkekuatan otot normal
Ptidak ada atrofi otot
Pnyeri pada bahu dan pinggul dan gerakan
Psinovitis transient pada lutut, pergelangan
tangan dan sendi sternoklavikula

ELED

Ditegakkan berdasarkan satu set


kriteria diagnostik berikut:
a. Usia onset 50 tahun atau lebih tua
b. Laju endap darah 40 mm / jam
c. Nyeri bertahan selama 1 bulan
dan melibatkan 2 dari daerah:
leher, bahu, dan korset panggul
d. Tidak adanya penyakit lain
e. Kekakuan pagi berlangsung 1 jam
f. Respon cepat terhadap prednison
( 20 mg)

Artritis reumatoid

L99

M53.3

3A

Gejala prodromal
Pmalaise
Panoreksia
Pseluruh tubuh terasa lemah
Gejala spesifik pada beberapa sendi
sendi PIP, sendi MCP, pergelangan
tangan, lutut dan kaki
Gejala sinovitis
Pbengkak
Pnyeri yang diperburuk dengan gerakan
kekakuan pagi hari >1 jam
Gejala ekstraartikular
Pepiskleritis
Pnyeri tenggorok
Pnyeri menelan atau disfonia yang
terasa lebih berat pada pagi hari
Pnyeri dada
Panemia

Manifestasi artikular
Ppada lebih dari 3 sendi terutama di sendi
tangan
Psimetris
Pimobilisasi sendi
Ppemendekan otot pada vertebra servikalis
Pdeformitas sendi tangan (swan neck,
boutonniere)

ELED
ERF serum
Eradiologi tangan dan kaki
EACPA/ anti CCP
ECRP
Eanalisis cairan sendi
Ebiopsi sinovium/nodul rheumatoid

Gambaran klinis dan radiografis.

Faktor Risiko:
a. Usia > 60 tahun.
b. Wanita, usia >50 tahun atau menopause.
c. Kegemukan.
d. Pekerja berat.
e. Faktor genetik.
f. Hormon seks.
g. Infeksi tubuh.
5

Artritis, Osteoartritis

L91

M19.9

3A

Pnyeri sendi
Phambatan gerakan sendi
Pkaku pagi
Pkrepitasi
Ppembesaran sendi
Pperubahan gaya berjalan

Manifestasi ekstraartikular
Pkulit: terdapat nodul rheumatoid pada daerah
yang banyak menerima penekanan, vaskulitis
Psoft tissue rheumatism, seperti carpal tunnel
syndrome atau frozen shoulder
Pkerato-konjungtivitis sicca, episkleritis/
skleritis, anemia
Pradang sendi krikoaritenoid, pneumonitis
interstitial, efusi pleura, fibrosis paru luas
Pperikarditis konstriktif, disfungsi katup,
fenomena embolisasi, gangguan konduksi,
aortritis, kardiomiopati

Beradasarkan ACR tahun 1987:


Diperlukan 4 kriteria.
Kriteria 1-4 harus minimal diderita
selama 6 minggu.
1. Kaku pagi, sekurangnya 1 jam.
2. Artritis pada sekurangnya 3 sendi.
3. Artritis pada sendi pergelangan
tangan, MCP dan PIP.
4. Artritis yang simetris.
5. Nodul rheumatoid.
6. Faktor reumatoid serum positif.
7. Gambaran radiologik yang spesifik.
8. LED dan CRP meningkat.
9. Analisis cairan sendi: terdapat
gambaran inflamasi ringan-sedang

Komplikasi:
a. boutonnierre, swan neck, deviasi ulnar
b. carpal tunnel syndrom
c. sindrom felty

Phambatan gerak
Pkrepitasi
Ppembengkakan sendi yang seringkali asimetris
Ptanda-tanda peradangan sendi
Pdeformitas sendi yang permanen
Pperubahan gaya berjalan

Eradiografi

Pditemukan benjolan, teraba empuk,


bergerak jika ditekan

Ebiopsi

Gambaran klinis dan radiografis.

Komplikasi:
deformitas permanen

Faktor Risiko:
a. Usia > 60 tahun.
b. Wanita, usia >50 tahun atau menopause.
c. Kegemukan.
d. Pekerja berat.
6

Lipoma

S78

D17.9

4A

Asimptomatik
Pbenjolan di kulit tanpa diertai nyeri
Pbenjolan membesar perlahan dalam
waktu yang lama
Pbisa timbul nyeri jika menekan saraf
Pjika di leher dapat timbul keluhan
menelan dan sesak

Faktor Risiko:
a. Adiposisdolorosis
b. Riwayat keluarga dengan lipoma
c. Sindrom Gardner

Klinis:
Massa bergerakdi bawah kulit, bulat,
lembut, pucat, diameter <6cm,
pertumbuhan sangat lama.

d. Usia menengah dan usia lanjut

Terapi
Jenis Obat
a. Semua fraktur terbuka dikelola
secara emergensi
b. Lakukan penilaian awal akan adanya
cedera lain yang mengancam jiwa
c. Lakukan irigasi luka
d. Stabilisasi fraktur
e. Pasang cariran dan berikan antibiotik
e. Pencegahan tetanus

a. Semua fraktur dikelola secara


emergensi.
b. Lakukan penilaian awal akan adanya
cedera lain yang mengancam jiwa
c. Pasang cairan
d. Stabilisasi fraktur
e. Rujuk segera ke layanan sekunder

Dosis

Kriteria Rujukan
Langsung dirujuk setelah
penanganan awal.

Golongan cephalosporin dan dikombinasi


dengan golongan aminoglikosida.
Pada penderita yang telah mendapat
imunisasi aktif cukup dengan pemberian
toksoid tapi bagi yang belum, dapat
diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin.

Pasien segera dirujuk ke RS.

WPrednison
WGlukokortikoid
WNSAID
WNSAID

Wproteksi sendi dengan decker


WNSAID

Wsteroid

Prednison 10-15mg oral setiap hari.


Glukokortikoid dengan dosis pemeliharaan
5-10mg per oral.

Setelah diagnosis ditegakkan.

?dikofenak 50-100mg 2x/hari


?meloksikam 7,5-15mg/hari
?celecoxib 200-400mg/hari
?prednison atau metil prednisolon
dosis rendah

Wfisioterapi

WAnalgetik topikal
WNSAID
WCOX 1 (Diklofenak, Ibuprofen,
Piroksikam, Mefenamat, Metampiron)
WCOX 2 (Meloksikam)

WTidak perlu dilakukan tindakan apapun


WPembedahan dengan indikasi

a. Bila ada komplikasi, termasuk


komplikasi terapi COX 1
b. Bila ada komorbiditas

a. Ukuran massa > 6 cm dengan


pertumbuhan yang cepat.
b. Ada gejala nyeri spontan
maupun tekan.
c. Predileksi di tempat berisiko
bersentuhan dengan pembuluh
darah atau saraf.

No.
1

Diagnosis
Kejang demam

kode
ICPC II
ICD X
N07

R56.0

Komp.
4A

Anamnesa
Pdemam akut
Pkejang klonik umum atau tonik klonik,
singkat dan tidak ada tanda-tanda
neurologi post iktal

Pemeriksaan Fisik
Ptanda-tanda vital
Pmencari tanda trauma akut kepala
Padanya kelainan sistemik
Pterpapar zat toksik
Pinfeksi
Pkelaina neurologis fokal

Pemeriksaan Penunjang
Ekadar gula darah
Eelektrolit
Ehitung jenis
Eurin

Faktor Risiko:
a. Demam
b. Usia umumnya usia 6 bulan-6 tahun
c. Gen

Penegakan diagnosis
Anamnesis dan Pemeriksaan fisik.

Klasifikasi:
a. Kejang demam sederhana
1. Kejang generalisata
2. Durasi: < 15 menit
3. Kejang tidak disebabkan
penyakit yang berhubungan
dengan gangguan di otak
4. Kejang tidak berulang dalam
24 jam
b. Kejang demam kompleks
1. Kejang fokal
2. Durasi: > 15 menit
3. Dapat terjadi kejang berulang
dalam 24 jam

Komplikasi:
a. Kerusakan sel otak
b. Risiko kejang atipikal
2

Vertigo

N17

R42

4A

vertigo vestibular
Sensasi berputar
Timbulnya episodik
vertigo vestibular perifer
Ptimbulnya lebih mendadak setelah
perubahan posisi kepala
Prasa berputar yang berat
Pdiserati mual, muntah, keringat dingin
Pbisa disertai tinitus, atau ketulian
Ptidak disertai gejala neurologik fokal
vertigo vestibular sentral
Ptimbulnya lebih lambat
Ptidak terpengaruh oleh gerakan kepala
Prasa berputarnya ringan
Pjarang disertai mual, muntah
Ptidak disertai gangguan pendengaran
Pdapat disertai gejala neurologik fokal
seperti hemiparesis, diplopia, perioralparestesia, paresis fasialis

Ppemeriksaan umum
Dilakukan sesuai etiologi.
Ppemeriksaan TD pada saat baring, duduk
dan berdiri dengan perbedaan lebih dari
30mmHg
Ppemeriksaan neurologis
1. Kesadaran : baik untuk vertigo vestibuler
perifer dan non vestibuler, dapat
menurun pada vertigo vestibular sentral
2. Nervus kranialis: dapat mengalami
gangguan pada nervus III, IV, VI, V sensorik,
VII, VIII, IX, X, XI, XII
3. Motorik: hemiparesis
4. Sensorik: hemihipestesi
5. Keseimbangan:
Tes nigtamus
Tes rhomberg
Sharpen rhomberg
Tes jalan tandem
Tes fukuda
Tes past pointing

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan neurologis

Tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik


sesuai penyakit utama.

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik

vertigo non vestibular


Psensasi bukan berputar melainkan rasa
melayang, goyang
Pberlangsung konstan atau kontinu
Ptidak disertai mual dan muntah
Pserangan discetuskan oleh gerakan objek
sekitarnya seperti di keramaian
BPPV
Ptimbul mendadak pada perubahan posisi
Pserangan berlangsung dalam waktu singkat
Pberputar, bisa disertai mual dan muntah
Psetelah rasa berputar menghilang, pasien
merasa melayang dan diikuti disekulibrium
selama beberapa hari sampai minggu
3

Delirium

P71

F05.9

3A

PPenuruna kesadaran yang ditandai dengan:


a. Berkurangnya atensi
b. Gangguan psikomotor
c. Gangguan emosi
d. Arus dan isi pikir yang kacau
e. Gangguan siklus bangun tidur
f. Gejala diatas terjadi dalam jangka
waktu yang pendek dan cenderung
berfluktuasi dalam sehari

EMMSE
Edarah lengkap
Egula darah
ESGOT, SGPT
Eureum, kreatinin
Eelektrolit terutama natrium
Eurinalisis
EAGD
Efoto toraks

Kriteria diagnosis DSM-IV-TR:


a. Gangguan kesadaran disertai
menurunnya kemampuan untuk
memusatkan, mempertahankan,
dan mengubah perhatian.

Pautoanamnesis:
a. Pasien tidak mampu menjawab pertanyaan
sesuai dengan apa yang diharapkan
b. Perilaku yang tidak terkendali
Palloanamnesis:
Adanya gangguan medik lain yang mendahului
misalnya gangguan medik umum atau
penyalahgunaan zat.

Tetanus

N72

A35

4A

tetanus lokal
Pkekauan dan spasme yang menetap
Prasa sakit pada otot disekitar atau proksimal
luka, dpt menjadi tetanus umum
tetanus sefalik
Pbentuk tetanus lokal yang mengenai wajah
dengan masa inkubasi 1-2 hari
Pluka pada daerah kepala atau otitis media
kronis
Ptrismus, disfagia, rhisus sardonikus dan
disfungsi nervus kranial
Pjarang terjadi tetapi dapat menjadi
tetanus umum, prognosa jelek
tetanus umum/generalisata
Ptrismus
Piritable
Pkekakuan leher
Psusah menelan
Popistotonus
Prasa sakit dan kecemasan yang hebat
Pkejang umum yang dapat terjadi dengan
rangsangan ringan seperti sinar, suara dan
sentuhan dengan kesadarn yang tetap baik
tetanus neonatarum
Ppada bayi baru lahir
Pinfeksi tali pusat
Pketidakmampuan menetek, kelemahan,
irritable
Pkekakuan, spasme

tetanus lokal
Pkekauan dan spasme yang menetap
tetanus sefalik
Ptrismus
Prhisus sardonikus
Pdisfungsi nervus kranial

EEKG
ECT scan kepala

b. Gangguan perubahan kognitif.


c. Perkembangan dari gangguan
selama periode waktu yang
singkat dan kecendrungan untuk
berfluktuasi
d. Bukti dari riwayat, pemeriksaan
fisik atau temuan laboratorium
bahwa gangguan tersebut
disebabkan oleh:
kondisi medis umum
intoksikasi, efek samping,
putus obat

Tidak ada yang spesifik

Temuan klinis dan riwayat


imunisasi.

tetanus umum/generalisata
Ptrismus
Pkekakuan leher
Pkekauan dada dan perut (opisthotonus)

Tingkat keparahan tetanus:


Kriteria Pattel Joag
Kriteria 1: rahang kaku, spasme
terbatas, disfagia dan kekakuan
otot tulang belakang.
Kriteria 2: spasme tanpa
mempertimbangkan frekuensi
maupun derajat keparahan.

Pfleksi abduksi lengan serta ekstensi

Kriteria 3: masa inkubasi 7 hari

tungkai
Pkejang umum yang dapat terjadi dengan
rangsangan ringan seperti sinar, suara dan
sentuhan dengan kesadarn yang tetap baik

Kriteria 4: waktu onset 48 jam


Kriteria 5: peningkatan suhu.
Grading
Derajat 1 (kasus ringan):
terdapat 1 kriteria, biasanya 1 atau 2
Derajat 2 (kasus sedang)
terdapat 2 kriteria, biasanya 1 dan 2,
masa inkubasi >7 hari atau onset >48jam
Derajat 3 (kasus berat)
terdapat 3 kriteria, masa inkubasi <7 hari
dan onset >48 jam
Derajat4 (kasus sangat berat)
terdapat minimal 4 kriteria
Derajat 5
Bila terdapat 5 kriteria termasuk
puerpurium dan tetanus neonatarum

tetanus neonatarum
Pkekakuan dan spasme
Pposisi tubuh klasik: trismus, kekakuan
otot punggung menyebabkan opistotonus
yang berat dengan lordosis lumbal
Pekstremitas atas fleksi pada siku dan
tangan mendekap dada, pergelangan
tangan fleksi, jari mengepal
Pekstremitas bawah hiperekstensi dengan
dorsofleksi pada pergelangan dan fleksi
jari-jari kaki

Komplikasi:
a. saluran pernafasan
asfiksia, aspirasi pneumonia,
ateletaksis, penumotoraks,
mediasrinal emfisema
b. kardiovaskular
takikardia, hipertensi, vasokonstriksi
perifer, rangsangan miokardium
c. tulang dan otot
perdarahan dalam otot, fraktur
kolumna vertebralis, miositis
ossifikans sirkumskripta
d. komplikasi yang lain
laserasi lidah, dekubitus

5 Rabies

6 Epilepsi

A77

N88

A82.9

G40.9

3B

3A

Stadium prodromal
Pdemam
Pmalaise
Pmual
Prasa nyeri di tenggorokan
Stadium sensoris
Pnyeri
Ppanas disertai kesemutan di bekas luka
Pcemas
Preaksi berlebihan terhadap rangsangan
sensoris
Stadium eksitasi
Ptonus otot dan aktivitas simpatis menjadi
meninggi
Phiperhidrosis
Phipersalivasi
Phiperlakrimasi
Ppupil dilatasi
Pmuncul macam-macam fobia
Pkontraksi otot faring dan pernafasan
Papneu, sianosis, konvulsan, takikardia
Ptindak tanduk penderita tidak rasional
Stadium paralisis
Pparesis otot yang terjadi secara progresif

Ppada saat pemeriksaan, luka gigitan


mungkin sudah sembuh
Pgatal dan parestesia pada luka bekas
gigitan yang sudah sembuh, miodema
Pjika sudah terjadi disfungsi batang otak
maka terdapat hiperventilasi, hipoksia,
kejang, disfungsi saraf otonom, sindroma
abnormalitas ADH, paralitik/paralisis
flaksid
Ppada stadium lanjut dapat berakibat
koma dan kematian
Pencephalitis rabies: agitasi, kesadaran
fluktuatif, demam tinggi persisten, nyeri
pada faring terkadang seperti rasa
tercekik, hipersalivasi, kejang, hidrofobia,
aerofobia

Ppemeriksaan fisik umum pada dasarnya


Langkah pertama
Memastikan apakah kejadian yang bersifat
mengamati adanya tanda-tanda dari
paroksismal merupakan bangkitan epilepsi.
gangguan yang berhubungan dengan
1. Gejala sebelum, selama dan paska bangkitan
epilepsi.
Ppemeriksaan neurologis:
Keadaan penyandang saat bangkitan:
duduk/ berdiri/ bebaring/tidur/berkemih
a. Jika dilakukan pada beberapa menit
Gejala awitan (aura, gerakan/ sensasi
atau jam setelah bangkitan maka
awal/ speech arrest)
tampak tanda pasca iktal seperti
Pola/bentuk yang tampak selama bangkitan:
todds paresis, trans aphasic syndrome
gerakan tonik/klonik, vokalisasi, otomatisme,
b. Jika dilakukan pada beberapa waktu
inkotinensia, lidah tergigit, pucat berkeringat,
setelah bangkitan terkahir berlalu,
deviasi mata
menentukan apakah ada tanda-tanda
Keadaan setelah kejadian: bingung, terjaga,
disfungsi sistem saraf permanen dan
nyeri kepala, tidur, gaduh gelisah, Todd's
tanda-tanda peningkatan TIK
paresis
Faktor pencetus: alkohol, kurang tidur,
hormonal
Jumlah pola bangkitan satu atau lebih,
atau terdapat perubahan pola bangkitan
2. Penyakit lain yang mungkin diderita sekarang
maupun riwayat penyakit neurologik dan
riwayat penyakit psikiatrik maupun sistemik
3. Usia awitan, durasi, frekuensi bangkitan,
interval terpanjang antar bangkitan
4. Riwayat terapi epilepsi sebelumnya dan

Riwarat gigitan dan hewan


yang menggigit mati dalam
1 minggu.

Komplikasi:
a. gangguan hipotalamus
b. kejang dapat lokal/generalisata
sering bersamaan dengan aritmia
dan dyspneu

EEEG
Epencitraan otak
Elaboratorium lengkap
Ekadar OAE

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik umum
PPemeriksaan neurologis

respon terhadap terapi


5. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga.
6. Riwayat keluarga dengan penyakit neurologik
lain, penyakit psikiatrik atau sistemik
7. Riwayat pada saat dalam kandungan,
kelahiran dan perkembangan bayi/anak
8. Riwayat bangkitan neonatal/kejang demam
9. Riwayat trauma kepala, infeksi SSP
Langkah kedua
Apabila benar terdapat bangkitan epilepsi,
maka tentukan bangkitan tersebut bangkitan
yang mana.
Langkah ketiga
Menentukan etiologi, sindrom epilepsi, atau
penyakit epilepsi apa yang diderita pasien.
7 Status epileptikus

8 Migren

N88

N89

G41.9

G43.A

3B

4A

Pkejang
Priwayat penyakit epilepsi
Ppernah mendapat OAE serta penghentian
obat secara tiba-tiba
Priwayat penyakit tidak menular
Priwayat gangguan imunitas

Pkejang
Pgangguan perilaku
Ppenurunan kesadaran
Psianosis
Ptakikardi
Ppeningkatan TD
Phiperpireksia

Egula darah sewaktu

Pnyeri moderat sampai berat


Pbiasanya satu sisi kepala namun sebagian
dau sisi kepala
Pnyeri semakin parah dengan aktivitas fisik
Ptidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari
Pmual dengan atau tanpa muntah
Pfotofobia atau fonofobia.
Psakit kepalanya mereda secara bertahap
pada siang hari dan setelah bangun tidur
Pgejala sebelum serangan: perubahan mood
dan tingkah laku

Ptanda vital harus normal


Ppemeriksaan neurologis normal
Temuan-temuan abnormal menunjukkan
sebab sekunder.

Ppencitraan
Pneuroimaging sesuai
indikasi

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik

Komplikasi:
a. Asidosis metabolik
b. Aspirasi
c. Trauma kepala

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik umum
PPemeriksaan neurologis

Kriteria:
Nyeri kepala episodik dalam waktu
4-72 jam
dengan dua dari gejala:
nyeri kepala unilateral, berdenyut,
bertambah berat dengan gerakan,
intensitas sedang sampai berat
ditambah satu dari:
mual atau muntah, fonofobia atau
fotofobia

Komplikasi:
a. stroke iskemik
b. hemiparesis

9 Bell's palsy

N91

G51.0

4A

Pkelumpuhan muskulus fasialis


Ptidak mampu menutup mata
Pnyeri tajam pada telinga dan mastoid
Pperubahan pengecapan
Phiperakusis
Pkesemutan pada dagu dan mulut
Pepiphora
Pnyeri ocular
Ppenglihatan kabur

Pkelemahan wajah satu sisi (atas dan


bawah), pada lesi UMN (supranuclear)
paralisis hanya wajah bagian bawah
Plipatan datar pada dahi dan lipatan
nasolabial pada sisi kelumpuhan
Psaat pasien diminta untuk tersenyum,
akan terjadi distorsi dan lateralisasi
pada sisi berlawanan dengan kelumpuhan
Ppeningkatan salivasi pada sisi yang lumpuh
Pprogesifitas masih mungkin, namun
biasanya tidak memburuk pada hari ke 7
sampai 10
Pmanifestasi okular awal:
lagophthalmus, corneal exposure,
retraksi kelopak mata atas, penurunan

Egula darah sewaktu

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik umum
PPemeriksaan neurologis
Bell's palsy adalah diagnosis eksklusi.

Klasifikasi House and Brackmann


Grade I: fungsi fasial normal
Grade II disfungsi ringan
1. Kelemahan ringan.
2. Sinkinesis ringan dapat terjadi.
3. Simetris normal saat istirahat.
4. Gerakan dahi sedikit sampai baik.
5. Menutup mata sempurna dapat
dilakukan dengan sedikit usaha.

sekresi air mata, hilangnya lipatan


nasolabial, erosi kornea, infeksi dan
ulserasi
Pmanifestasi okular lanjut:
kontraktur otot fasial, regenerasi aberan
saraf fasialis sinkinesis motorik, sinkinesis
otonom, masalah air mata
Pnyeri auricular posterior
Pgangguan pengecapan

10 Tension headache

N95

G44.2

4A

Pnyeri yang tersebar secara difus


Psifat nyeri mulai dari ringan hingga sedang
Pnyeri kepala tegang otot berlangsung dari
30menit hingga 1minggu penuh
Pnyeri bisa dirasakan kadang-kadang atau
terus menerus
Pnyeri dari leher bagian belakang menjalar
ke kepala bagian belakang selanjutnya
menjalar ke bagian depan, dapat juga
menjalar ke bahu
Pnyeri dirasakan seperti kepala berat,
pegal, rasa kencang daerah bitemporal
dan bioksipital atau seperti diikat
Ptidak berdenyut

Ptanda vital harus normal


Ppemeriksaan neurologis normal

6. Sedikit asimetri mulut.


Grade III disfungsi moderat
1. Asimetri kedua sisi terlihat jelas.
2. Adanya sinkinesis, kontraktur
atau spasme hemifasial.
3. Simetris normal saat istirahat.
4. Gerakan dahi sedikit sampai moderat.
5. Menutup mata sempurna dapat
dilakukan dengan sedikit usaha.
6. Sedikit lemah gerakan mulut dengan
usaha maksimal.
Grade IV disfungsi moderat sampai berat
1. Kelemahan dan asimetri jelas terlihat.
2. Simetris normal saat istirahat.
3. Tidak terdapat gerakan dahi.
4. Mata tidak menutup sempurna.
5. Asimetris mulut dilakukan dengan
usaha maksimal.
Grade V disfungsi berat
1. Sedikit gerakan yang dapat dilakukan.
2. Asimetrispada saat istirahat.
3. Tidak terdapat gerakan pada dahi.
4. Mata menutup tidak sempurna.
5. Gerakan mulut hanya sedikit.
Grade VI paralisis otot
1. Asimetris luas.
2. Tidak ada gerakan.
Tidak diperlukan

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik

Klasifikasi:
a. nyeri kepala episodik bila nyeri
kepala tegang otot berlangsung
< 15 hari dengan serangan yang
terjadi , 1 hari per bulan
b. nyeri kepala tegang otot kronis
berlangsung > 15 hari selama 6
bulan terakhir

Terapi
Jenis Obat
WDiazepam per rektal atau lorazepam
harus segera diberikan jika akses IV
tidak dapat dibangun dengan mudah.
WLorazepam IV setara efektifitasnya
dengan diazepam iv dalam pengobatan
kejang tonik klonik akut.
WBuccal midazolam lebih efektif daripada
diazepam per rektal untuk anak. Bila
akses IV tidak tersedia, midazolam
adalah pengobatan pilihan.

Dosis

Kriteria Rujukan

WDiazepam
IV: 0,3mg/Kg dengan rata-rata 2mg/menit
(maksimal 5mg per dosis < 5tahun;
10mg untuk 5 tahun)
per rektal: 0,5mg/Kg (maksimal 20mg
per dosis)
?Lorazepam
IV: 0,05-0,1mg/Kg ddalam 1-2 menit
(maksimal 4mg per dosis)
per rektal: 0,1mg/Kg (maksimal 4mg per
dosis), dilarutkan dengan air
1;1 sebelum digunakan
?Midazolam
buccal: o,5mg/Kh maksimal 10mg

Wvestibular exercise
Wsimtomatis dengan antihistamin atau
kalsium antagonis
terapi BPPV
komunikasi dan informasi
antivertigo

Anti psikotik diberikan apabila ditemukan


gejala psikosis dan atau agitasi.

?Dimenhidrinat, lama kerja obat 4-6jam.


Dapat diberi per oral atau suntikan IM
dan IV dengan dosis 25-50mg (1 tablet),
4 kali sehari.
?Difenhidramin HCl, lama kerja obat 4-6jam,
diberikan dengan dosis 25mg (1kapsul)50mg, 4 kali sehari per oral
?Betahistin mesylate dosis 12mg, 3 kali
sehari per oral
?Betahistin HCl dosis 8-24mg, 3 kali
sehari. Maksimum 6 tablet dibagi
dalam beberapa dosis.
?Cinnarizine 15-30mg, 3 kali sehari atau
1x75mg sehari

?Haloperidol injeksi 2-5mg IM/IV.


Injeksi dapat diulang setiap 30 menit,
dosis maksimal 20mg/hari.

a. vertigo vestibular tipe


sentral
b. tidak terdapat perbaikan
setelah diterapi

Bila gejala agitasi telah


terkendali, pasien dapat
segera dirujuk untuk
memperbaiki penyakit
ujtamanya.

Wmanajemen luka

a. bila tidak terjadi perbaikan


setelah penangana pertama
b. terjadi komplikasi
c. rujukan ditujukan ke dokter
spesialis saraf

semua luka harus dibersihkan dan jika


perlu dilakukan debridemen
riwayat imunisasi tetanus pasien perlu
didapatkan
TT dapat diberikan jika riwayat booster
terakhir >10 tahun, jika riwayat imunisasi
tidak diketahui, TT dapat diberikan
Jika riwayat imunisasi terakhir >10 tahun
yang lalu, maka tetanus imunoglobulin
(Tig) harus diberikan
Wpengawasan agar tidak ada hambatan
respirasi
Wruang isolasi
Wdiet cukup kaori dan protein
Woksigen
Wantikonvulsan

Antikonvulsan diberikan secara titrasi.


Diazepam atau vankuronium 6-8mg/hari.
Bila penderita datang dalam keadaan
kejang, maka berikan:
diazepam0,5mg/KgBB/kali IV
perlahan-lahan dengan dosis optimum
10mg/kali diulang setiap kali kejang

kemudian diiukti pemberian


diazepam per oral 0,5/Kg/BB/kali
sehari diberikan 6 kali.
Dosis maksimal diazepam 240mg/hari

Bila masih kejang, harus dilanjutkan


dengan bantuan ventilasi mekanik,
diazepam ditingkatkan 480mg/hari
dengan bantuan ventilasi mekanik,
dengan atau tanpa kurarisasi
Wanti tetanus serum (ATS), sebelumnya
diperlukan skin test. Jika pembedahan
eksisi luka memungkinkan dapat
disuntikkan sekitar luka.
Weliminais bakteri

ATS dosis biasa 50.000iu diberikan IM,


diikuti dengan 50.000 unit infus IV lambat.

Penisilin adalah drug of choice.

Wbila dijumpai adanya komplikasi


antibiotika spektrum luas dapat diberikan

WTT yang pertama dilakukan bersamaan


dengan pemberian antitoksin
Woksigen
Wmengatur keseimbangan cairan dan
elektrolit
Wisolasi pasien
Wfase awal
Luka gigitan harus segera dicuci dengan
air sabun (detergen) 5-10 menit kemudian
dibilas dengan air bersih.
Dilakukan debridement dan diberikan
desinfektan seperti alkohol 40-70%,
tinktura yodii atau larurtan ephiran.
Wfase lanjut: suportif
Wpemberian serum anti rabies (SAR)
Skin test terlebih dahulu.

Wpemberian serum dapat dikombinasikan


dengan vaksin anti rabies (VAR) pada
hari pertama kunjungan.
Worang yang sudah mendapat vaksin
rabies dalam 5 tahun terakhir, bila
digigit binatang tersangka rabies,
vaksin cukup diberikan 2 dosis pada
hari 0 dan 3, namun bila gigitan berat
vaksin diberikan lengkap.
Wpada luka gigitan parah, gigitan daerah
leher ke atas, jari tangan, genitalia
diberikan SAR pada hari yang sama
dengan dosis pertama SAR.
OAE diberikan bila:
1. Diagnosis epilepsi sudah dipastikan
2. Pastikan faktor pencetus dapat dihindari
3. Minimum 2 bangkitan dalam setahun
4. Penyandang dan atau keluarganya sudah
menerima penjelasan terhadap tujuan
pengobatan
5. Penyandang dan atau keluarganya sudah
diberitahu tentang kemungkinan efek
samping yang timbul dari OAE
WTerapi dimulai dengan monoterapi
menggunakan OAE pilihan sesuai
dengan jenis bangkitan dan sindrom
epilepsi.
WPemberian obat dimulai dari dosis
rendah dan dinaikkan bertahap sampai
dosis efektif tercapai atau timbul efek
samping.
WBila pada penggunaan dosis maksimum
OAE tidak dapat mengontrol bangkitan,
maka dirujuk kembali untuk mendapat
penambahan OAE kedua. Bila OAE kedua
telah mencapai kadar terapi, maka OAE
pertama di turunkan bertahap perlahan.

Prokain penisilin 1,2 juta unit IM atau IV


setiap 6 jam selama 10 hari.
Untuk pasien alegi penisilin diberikan
tetrasiklin 500mg PO atau IV setiap 6 jam
selama 10 hari.
?tetraskilin 30-50mg/KgBB/hari dalam
4 dosis
?eritromisin 50mg/KgBB/hari dalam
4 dosis selama 10 hari
?metronidazol loading dose 15mg/KgBB/jam
selanjutnya 7,5mg/KgBB tiap 6 jam
Dosis inisial 0,5 ml toksoid IM

a. penderita rabies sudah


menunjukkan gejala
rabies
b. dirujuk ke spesialis saraf

Bila serum heterolog dosis 40IU/KgBB,


disuntikkan infiltrasi pada luka sebanyakbanyaknya, sisanya secara IM.
Bila serum homolog dosis 20IU/KgBB
dengan cara yang sama.
Pemberian VAR dalam waktu 10 hari
infeksi yang dikenal sebagai postexposure prophylaxis atau "PEP"VAR
secara IM pada deltoid atau anterolateral.
Dosis 0,5 ml pada hari 0, 3, 7, 14, 28
(regimen Essen atau rekomendasi WHO)
atau pemberian VAR 0,5 ml pada hari
0, 7, 21 (regimen Zagreb/rekomendasi
Depkes RI).
SAR 20IU/KgBB dosis tunggal, setengah
dosis infiltrasi sekitar luka, dan setengah
dosis IM pada tempat yang berlainan
dengan suntikan SAR.
Setelah diagnosis ditegakkan
maka pasien segera dirujuk.

WPenambahan OAE ketiga dilakukan


setelah terbukti tidak dapat diatasi
dengan penggunaan dosis maksimal
kedua OAE pertama.
WEfek samping OAE perlu diperhatikan,
demikian pula interaksi antar OAE.

Stadium I (0-10 menit)


a. Memperbaiki fungsi kardiorespirasi
b. Memperbaiki jalan nafas
c. Pemberian benzodiazepin
Stadium II (1-60 menit)
a. Pemeriksaan status neurologis
b. Pengukuran tanda vital
c. Pemeriksaan EKG (bila tersedia)
d. Memasang infus dengan NaCl 0,9 %
Whindari stimulasi sensoris berlebihan
Wberistirahat ditempat gelap dan tenang
dengan dikompres dingin
Wpengobatan abortif:
a. analgesik spesifik:
ergotamin, dihydroergotamin (DHE),
golongan triptan.
b. analgesik nonspesifik:
aspirin, asteaminofen, ibuprofen

Semua pasien status


epileptikus harus dirujuk

Benzodiazepin rektal 10 mg

Jika migren terus berlanjut


dan tidak hilang dengan
analgesik non spesifik.

?sumatriptan dosis awal 50mg dengan


dosis maksimal 200mg dalam 24 jam
?aspirin 600-900mg
?asetaminofen 1000mg
?ibuprofen 200-400mg

Wpengobatan preventif:
? Propranolol 40-240 mg/hr
? Nadolol 20-160 mg/hr
? Metoprolol 50-100 mg/hr
? Timolol 20-60 mg/hr
? Atenolol 50-100 mg/hr
? Amitriptilin 10-200 mg/hr
? Nortriptilin 10-150 mg/hr
? Fluoksetin 10-80 mg/hr
? Mirtazapin 15-45 mg/hr
? Valproat 500-1000 mg/hr
? Topiramat 50-200 mg/hr
?Gabapentin 900-3600 mg/hr
? Verapamil 80-640 mg/hr
? Flunarizin 5-10 mg/hr
? Nimodipin 30-60 mg/hr

Pengobatan dipertimbangkan untuk


pasien dalam 1-4 hari onset.
Wpengobatan inisial dengan steroid
dan asiklovir

Wlindungi mata
Wfisioterapi atau akupunktur

?Prednison 1mg/Kg atau 60mg/hari


selama 6 hari, diikuti penurunan
bertahap total selama 10 hari
?Asiklovir 400mg oral 5 kali sehari
selama 10 hari. Jika virus varicella
zoster dicurigai dosis tinggi 800mg
oral 5kali/hari

a. bila dicurigai kelaianan


supranukelar
b. tidak menunjukkan
perbaikan

ai berat

Analgesik

?aspirin 600-900mg
?asetaminofen 1000mg
?ibuprofen 200-400mg

a. bila nyeri kepala tidak


membaik
b. bila depresi berat

No.
1

Diagnosis
Insomnia

kode
ICPC II ICD X
P06

G47.0

Komp.
4A

Anamnesa
Psulit masuk tidur
Psering terbangun di malam hari atau
mempertahankan tidur yang optimal
Pkualitas tidur yang buruk

Pemeriksaan Fisik
Ppasien tampak lelah dan mata cekung

Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan.

Penegakan diagnosis
Anamnesis.

Pedoman diagnosi:
a. Keluhan adanya kesulitan masuk
tidur atau mempertahankan tidur
atau kualitas tidur yang buruk
b. Gangguan terjadi minimal 3 kali
seminggu selama minimal 1 bulan
c. Adanya preokupasi tidak bisa tidur
d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas
dan atau kualitas tidur

Faktor Risiko:
a. Adanya gangguan organik
b. Adanya gangguan psikiatrik

Komplikasi:
Penyalahgunaan zat.
2

Demensia

P70

F03

3A

Pgangguan daya ingat


Pmudah lupa terhadap kejadian yang baru
dialami
Pkesulitan mempelari informasi baru
Pdiawali dengan sering lupa terhadap
kegiatan rutin, lupa terhadap benda-benda
kecil, pada akhirnya lupa mnegingat nama
sendiri atau keluarga

Pemeriksaan Fisik
Pkesadaran sensorium baik.
Ppenurunan daya ingat yang bersifat kronik
dan progresif.
Pgangguan fungsi memori dan bahasa
Pdilakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan
gangguan neurologik atau penyakit sistemik

Faktor Risiko:
a. Usia > 60 tahun (usia lanjut).
b. Riwayat keluarga.
c. Adanya penyakit Alzheimer, serebrovaskular
atau diabetes mellitus

Gangguan campuran anxietas


dan depresi

P74

F41.2

3A

Pnafas pendek/cepat
Pberkeringat
Pgelisah
Pgangguan tidur
Pmudah lelah
Pjantung berdebar
Pgangguan lambung
Pdiare
Psakit kepala yang disertai rasa cemas/
khawatir

Faktor Risiko:
a. Adanya faktor biologis yang mem[engaruhi
b. Ciri kepibradian tertentu yang imatur dan
tidak fleksibel
c. Adanya stresor kehidupan

EMMSE

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang

Kriteria Diagnosis:
a. Penurunan kemampuan daya
ingat dan daya pikir yang sampai
meganggu kegiatan harian
b. Tidak ada gangguan kesadaran
c. Gejala dan disabilitas sudah
nyata untuk paling sedikit 6 bulan

Klasifikasi:
a. Demensia pada penyakit Alzheimer
b. Demensia Vaskular
c. Demensia pada penyakit Pick
d. Demensia pada penyakit CreufieldJacob
e. Demensia pada penyakit Huntington
f. Demensia pada penyakit Parkinson
g. Demensia pada penyakit HIV/AIDS
RR , TD dan tanda lain sesuai keluhan
fisiknya.

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik

Kriteria Diagnosis:
Berdasarkan ICD 10: adanya gejala
kecemasan dan depresi yang timbul
bersama-sama.
a. Gejala-gejala kecemasan
1. Kecemasankhawatir berlebihan,
sulit berkonsentrasi
2. Ketegangan motorik: gelisah, sakit
kepala, gemetaran, tegang, tidak
dapat santai
3. Aktivitas autonomik berlebihan:
palpitasi, keringat berlebihan,
sesak nafas, mulut kering, pusing,
keluhan lambung, diare
b. Gejala-gejala depresi
1. Suasana perasaan sedih/murung
2. Kehilangan minat/kesenangan
3. Mudah lelah
4. Gangguan tidur
5. Konsentrasi menurun
6. Gangguan pola makan
7. Kepercayaan diri yang berkurang

8. Pesimistis
9. Rasa tidak berguna/rasa bersalah
4

Gangguan psikotik

P98

F20

3A

Psulit berpikir/sulit berkonsentrasi


Ptidak dapat tidur, tidak mau makan
Pperasaan gelisah, tidak dapat tenang,
ketakutan
Pbicara kacau yang tidak dapat dimengerti
Pmendengar suara orang yang tidak dapat
didengar oleh orang lain
Ppikiran aneh yang tidak sesuai realita
Pmarah tanpa sebab yang jelas, kecurigaan
yang berat, perilaku kacau, perilaku kekerasan
Pmenarik diri dari lingkungannya dan
tidak merawat diri dengan baik

Faktor Risiko:
a. Adanya faktor biologis yang mem[engaruhi
b. Ciri kepibradian tertentu yang imatur dan
tidak fleksibel
c. Adanya stresor kehidupan

Pemeriksaan fisik diperlukan untuk


menyingkirkan penyebab organik.

Edarah perifer lengkap


Eelektrolit
Egula darah
Efungsi hati
Efungsi ginjal
Eradiologi
EEKG

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik

Kriteria Diagnosis:
Berdasarkan ICD 10-PC:
a. Halusinasi terutama halusninasi
dengar
b. Waham (delusi)
c. Perilaku kacau atau aneh
d. Gangguan proses pikir
e. Agitatif
f. Isolasi sosial (social withdrawal)
g. Perawatan diri yang buruk

Terapi
Jenis Obat

Dosis
Lorazepam 0,5 2 mg.

W Lorazepam
Diazepam 2 - 5 mg.
W Diazepam

Non farmakologi
W Modifikasi faktor risiko
W Modifikasi lingkungan sekitar
W Rencanakan aktivitas hidup sehari-hari
W Ajarkan kepada keluarga agar dapat
membantu mengenal barang milik
pribadinya, mengenal waktu, kalender
harian, menyebutkan nama dan anggota
keluarga, mengenal lingkungan, bicara
dengan kalimat sederhana, bila perlu
gunakan isyarat dan sentuhan lembut

Kriteria Rujukan
Apabila setelah 2 minggu
pengobatan tidak menunjukkan
perbaikan atau terjadi perburukan
walaupun belum sampai 2 minggu.

a. Pasien dirujuk untuk konfirmasi


diagnosis dan penatalaksanaan
lanjutan
b. Apabila pasien menunjukkan
gejala agresifitas dan
membahayakan dirinya atau
orang lain

Farmakologi
W Jangan berikan inhibitor asetilkolinesterase
(seperti donepzil, galantamine, rivastigmine)
atau memantine secara rutin untuk semua
kasus demensia.
W Bila pasien berperilaku agresif dapat
? Haloperidol 0,5-1mg/hari
diberikan antipsikotik dosis rendah.

Non farmakologi
W Konseling dan edukasi pasien dan
keluarga
WIntervensi psikososial
Farmakologi
W Antidepresan dosis rendah, dapat
dinaikkan apabila tidak ada perubahan
yang signifikan setelah 2-3 minggu.

W Pada pasien dengan gejala kecemasan


yang lebih dominan dan atau dengan
gejala insomnia dapat diberikan
kombinasi fluoksetin atau setralin
dengan antianxietas benzodiazepin

Dapat segera dirujuk setelah


terdiagnosis, teruatama apabila
gejala progresif dan makin
bertambah berat.

? Fluoksetin 1x10-20 mg/hari


? Sertralin 1x25-50 mg/hari
? Amitriptilin 1x12,5-50 mg/hari
? Imipramin 1-2x10-25 mg/hari
amitriptilin dan imipramin tidak boleh
diberikan pada pasien penyakit jantung
dan hati-hati pada lansia
? Diazepam 1x2-5mg
? Lorazepam 1-2x0,5-1mg
? Klobazam 2x5-10mg
? Alparazolam 2x0,25-0,5mg
setelah kira-kira 2-4 minggu benzodiazepin
di tappering off perlahan, sementara
antidepresan diteruskan hingga 4-6 bulan
sebelum di tappering off

a. Pada kasus baru dapat segera


dirujuk untuk konfirmasi
diagnosis setelah dilakukan
tatalaksana awal
b. Kondisi gaduh gelisah

a. Intervensi Psikososial
1. Informasi penting bagi pasien dan keluarga
2. Konseling pasien dan keluarga
b. Farmakologi
1. Berikan obat antipsikotik

? Haloperidol 2-3x2-5mg/hari
? Risperidon 2x1-3mg/hari
? Korpromazin 2-3x100-200mg/hari
Untuk haloperidol dan risperidon dapat
digabungkan dengan benzodiazepin, dosis
di tappering off setelah 2-4 minggu.
? Diazepam 2-3x5mg
? Lorazepam 1-3x1-2mg

2. Intervensi sementara untuk gaduh


gelisah dapat diberikan injeksi IM
haloperidol atau dapat juga diberikan
injeksi IM klorpromazin.
Untuk haloperidol dapat diberikan tambahan
injeksi IM diazepam.

? Haloperidol short acting 5mg dapat


diulangi 30menit-1jam

3. Untuk pasien psikotik kronis yang tidak


taat berobat, dapat dipertimbangkan
injeksi depo (jangka panjang) antipsikotik.
Obat oral jangan dihentikan selama
1-2 bulan sambil dimonitor efek samping.

? Haloperidol decanoas 50mg


? Fluphenazine decanoas 25mg
Berikan injeksi IM setengah (1/2) ampul
terlebih dahulu selama 2 minggu,
selanjutnya satu (1) ampul untuk 1 bulan.

4. Jika timbul efek samping ekstrapiramidal


seperti tremor, kekakuan, akinesia,
dapat diberikan triheksilfenidil (THD).

? THD 2-4x2mg

Jika belum ada perubahan yang signifikan


dosis maksimal 30mg/hari.
? Klorpromazin 2-3x50mg

5. Jika timbul distonia akut berikan


injeksi diazepam atau difenhidramin.
6. Jika timbul akitisia (gelisah, mondar
mandir tidak bisa berhenti bukan akibat
gejala) turunkan dosis antipsikotik
dan berikan beta blocker propanolol.

? Propanolol 2-3x10-20mg

No.
1

Diagnosis
Epistaksis

kode
ICPC II ICD X
R06

R04.0

Komp.
4A

Anamnesa
Pkeluar darah dari hidung atau riwayat
keluar darah dari hidung
Ppasien sering menyatakan bahwa perdarahan
berasal dari bagian depan dan belakang
hidung
Ppada anamnesis harus ditanyakan mengenai
banyaknya perdarahan, frekuensi, lamanya,
perdarahan

Pemeriksaan Fisik
Rinoskopi anterior
Pemeriksaan harus dlakukan berurutan
dari anterior ke posterior untuk mengetahui
sumber perdarahan.

Pemeriksaan Penunjang
Edarah lengkap
Eskrining koagulopati:
PT, APTT, trombosit dan
waktu perdarahan
Efoto sinus paranasal

Rinoskopi posterior
Pemeriksaan nasofaring dan sekret hidung
kronik.
Ppengukuran tekanan darah

Furunkel Pada Hidung

R73

J34.0

4A

Pbisul dalam hidung


Pnyeri dan perasaan tidak nyaman
Prhinitis

b. Epistaksis Posterior
~ Perdarahan berasal dari Arteri
Sfenopalatina dan A. Ethmoidalis
Posterior.
~ Perdarahan biasanya hebat dan
jarang berhenti spontan.

Komplikasi:
a. Sinusitis
b. Otitis media, haemotympanum,
laserasi palatum mole dan
sudut bibir
c. Syok dan anemia

Ppada lubang hidung tampak furunkel,


paling sering terdapat pada lateral
vestibulum nasi yang mempunyai vibrissae

Tidak diperlukan.

Faringitis

R74

J02.9

4A

Pnyeri tenggorokan, sakit jika menelan dan


batuk
Plemas, anorexia, demam, suara serak, kaku
dan sakit pada otot leher

a. Faringitis viral
Pfaring dan tonsil hiperemis
Peksudat
Plesi vesikular di orofaring
Pmakulopapular rash
Gejala khas berdasarkan jenisnya:
b. Faringitis bakterial
a. Faringitis viral (umumnya oleh Rhinovirus Ptonsil membesar
Pdiawali rhinitis, beberapa hari kemudian
Pfaring dan tonsil hiperemis tanpa eksudat
Ppetechiae pada palatum dan faring
faringitis
Pdemam, rinore, mual
Pkelenjar limfa leher anterior membesar,

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik.

Komplikasi:
a. Infeksi dapat menyebar ke
vena fasialis, vena oftalmika,
lalu ke sinus kavernosus
menyebabkan tromboflebitis
sinus kavernosus
b. Abses
c. Vestibulitis

Faktor Risiko:
a. Sosio ekonomi rendah
b. Higiene personal yang jelek
c. Rhinitis kronis
d. Kebiasaan mengorek-ngorek bagian dalam
hidung
3

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang

Klasifikasi:
a. Epistaksis Anterior
~ Paling sering berasal dari Pleksus
Kiesselbach, juga dapat berasal dari
A. Ethmoidalis Anterior.
~ Perdarahan dapat berhenti sendiri.

Faktor Risiko:
a. Trauma.
b. Infeksi/alergi seperti: rhinitis, sinusitis.
c. Penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan
kelainan pembuluh darah
d. Riwayat penggunaan obat-obatan seperti
koumarin, NSAID, aspirin, warfarin, heparin,
tiklodipin
e. Riwayat pemakaian semprot hidung steroid
jangka lama
f. Tumor.
g. Kelainan kongenital.
h. Adanya deviasi septum.
i. Pengaruh lingkungan.

Penegakan diagnosis

Edarah lengkap
Epewarnaan KOH
Epewarnaan gram

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang bila
diperlukan

Klasifikasi:
a. faringitis akut
1. faringitis viral
2. faringitis bakterial

b. Faringitis bakterial
Pnyeri kepala hebat
Pmuntah
Pdemam
Pbatuk jarang
c. Faringitis fungal
Pnyeri tenggoroka dan nyerimenelan
d. Faringitis kronik hiperplastik
Pmula-mula tenggorok kering, gatal
Pbatuk berdahak
e. Faringitis kronik atrofi
Ptenggorokan kering dan tebal
Pmulut berbau
f. Faringitis tuberkulosis
Pnyeri hebat pada faring dan tidak respon
dengan pengobatan bakterial non spesifik
g. faringitis gonorea atau faringitis luetika
Priwayat hubungan seksual

Faktor Risiko:
b. Menurunnya daya tahan tubuh.
c. Konsumsi makanan yang kurang gizi.
d. Iritasi kronik oleh rokok, minum alkohol,
makanan, refluks asam lambung, inhalasi
uap yang merangsang mukosa faring

Rhinitis akut

R74

J00

4A

a. Rhinitis simpleks
Prasa panas di daerah belakang hidung
Phidung tersumbat
Prinore
Pbersin berulang-ulang
Ppada infeksi bakteri ingus menjadi
mukopurulen
Pdemam, malaise, sakit kepala
b. Rhinitis influenza
Pgejala sistemik umumnya lebih berat
disertai sakit pada otot
c. Rhinitis eksantematous
Pgejala terjadi sebelum tanda karakteristik
atau ruam muncul
d. Rhinitis iritan
Pingus yang sangat banyak dan bersin
e. Rhinitis difteria
Pdemam, toksemia, terdapat limfadenitis,
Pparalisis otot pernafasan

kenyal dan nyeri pada penekanan


c. Faringitis fungal
Pplak putih di orofaring dan pangkal lidah
Pmukosa faring lainnya hiperemis
d. Faringitis kronik hiperplastik
Pkelenjar limfa di bawah mukosa faring
dan lateral lateral band hiperplasi
Pmukosa dinding posterior tidak rata dan
bergranular (cobble stone)
e. Faringitis kronik atrofi
Pmukosa faring ditutupi oleh lendir yang
kental dan bila diangkat tampak mukosa
kering
f. Faringitis tuberkulosis
Pgranuloma perkejuan pada mukosa faring
dan laring
g. Faringitis luetika tergantung stadium:
1. Stadium primer
Pada lidah palatum mole, tonsil, dan
dinding posterior faring berbentuk bercak
keputihan. Bila infeksi berlanjut timbul
ulkus yang tidak nyeri. Pembesaran kelenjar
mandibula.
2. Stadium sekunder
Pada dinding faring terdapat eritema
yang menjalar ke arah laring.
3. Stadium tersier
Terdapat guma. Predileksi pada tonsil dan
palatum.
Pdemam
Pkavum nasi sempit, terdapat sekret serous
atau mukopurulen, mukoa udem, hiperemis
Ppada rhinitis difteri: ingus bercampur darah,
membran keabu-abuan menutup konka
inferior dan kavum nasi bagian bawah,
membrannya lengket dan bila diangkat
dapat terjadi perdarahan

3. faringitis fungal
4. faringitis gonorea
b. faringitis kronik
1. faringitis kronik hiperplastik
2. faringitis kronik atrofi
c. faringitis spesifik
1. faringitis tuberkulosis
2. faringitis luetika

Komplikasi:
a. Sinusitis
b. Otitis media
c. Epiglotitis
d. Abses peritonsilar
e. Abses retrofaringeal.
f. Septikemia
g. Meningitis
h. Glomerulonefritis
i. Demam rematik akut

Tidak diperlukan.

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik.

Klasifikasi:
a. Rhinitis Virus
1. Rhinitis Simplek
2. Rhinitis Influenza
3. Rhinitis Eksantematous
b. Rhinitis Bakteri
1. Infeksi non spesifik
2. Rhinitis Difteri
c. Rhinitis Iritan

Komplikasi:
a. Otitis media akut.
b. Sinusitis paranasalis.
c. Infeksi traktus respiratorius
bagian bawah

Faktor Risiko:
a. Penurunan daya tahan tubuh.
b. Paparan debu, asap atau gas.
5

Rhinitis alergik

R97

J30.0

4A

Pingus encer dari hidung (rinorea)


Pbersin berulang terutama pagi hari
Phidung tersumbat dan rasa gatal
Pmata gatal dan banyak air mata

Faktor Risiko:
a. Adanya riwayat atopi.
b. Lingkungan dengan kelembaban tinggi.

Pallergic salute, yaitu gerakan pasien


menggosok hidung
wajah:
Pallergic shiners yaitu dark circles di sekitar
mata
Pnasal crease
Pfacies adenoid
faring:
Pcobblestone appearance
Pdinding lateral faring menebal
Pgeographic tongue
rinoskopi:
Pmukosa edema, basah, berwarna pucat
atau kebiruan
Psekret encer, tipis dan banyak
Pdeviasi atau perforasi septum

Ehitung eosinofil darah tepi


dan sekret hidung
EIgE total serum
Efeses

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang bila
diperlukan

Klasifkasi:
Rekomendasi WHO dari ARIA
berdasarkan sifat berlangsungnya:
a. Intermiten
Bila gejala < 4hari/minggu atau
< 4 minggu.
b. Persisten
Bila gejala > 4hari/minggu dan/
atau > 4 minggu.

Ppembesaran konka, atau dapat ditemukan


massa
kulit:
Pdermatitis atopi

berdasrakan berat ringannya:


a. Ringan
Bila tidak ditemukan gangguan
tidur, gangguan aktivitas harian,
bersantai, berolahraga, belajar,
bekerja.
b. sedang atau berat
Bila terdapat gangguan satu atau
lebih tersebut di atas.

Komplikasi:
a. Polip hidung
b. Sinusitis paranasal
c. Otitis media
6

Rhinitis vasomotor

4A

Phidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan


tergantung posisi tidur pasien
Ppada pagi hari saat bangun tidur,kondisi
memburuk
Prinore yang bersifat serous atau mukus
Pbersin-bersin lebih jarang dibandingkan
rhinitis alergika

Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior:


Pedema mukosa hidung, konka berwarna
merah gelap atau merah tua tetapi dapat
pula pucat
Pkonka licin atau tidak rata
Psekret mukoid, tetapi pada golongan rinore
tampak sekret serosa yang jumlahnya
sedikit lebih banyak dengan konka licin
atau berbenjol-benjol

Ekadar eosinofil
Etes cukit kulit
Ekadar IgE spesifik

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang bila
diperlukan

Dibedakan dalam 3 golongan


berdasarkan gejala yang menonjol:
a. Golongan bersin (sneezer)
b. Golongan rinore (runners)
c. Golongan tersumbat (blockers)

Komplikasi:
a. Rhinitis akut
b. Sinusitis

Tonsilitis

R76

4A

Pnyeri pada tenggorokan


Tonsilitis akut:
Prasa kering di tenggorokan kemudian
berubah menjadi rasa nyeri dan nyeri
menelan.
Pnyeri hebat ini dapat menyebar sebagai
referred pain ke sendi-sendi dan telinga
Pdemam yang sangat tinggi sampai kejang
Pnyeri kepala, badan lesu, nafsu makan
Pplummy voice/hot potato voice
Pfoeter ex ore
Pptialismus
Tonsilitis kronis:
Pada penghalang/mengganjal di tenggorokan
Ptenggorokan kering
Phalitosis
Angina Plaut Vincent
Pdemam tinggi
Pnyeri di mulut, gigi dan kepala
Psakit tenggorokan
Pbadan lemah
Pgusi mudah berdarah
Phipersalivasi

Faktor Risiko:
a. Faktor usia, terutama pada anak.
b. Penurunan daya tahan tubuh.
c. Rangsangan menahun.
d. Higiene rongga mulut yang kurang baik.

Tonsilitis akut:
Ptonsil yang udem, hiperemis, terdapat
detritus
Ppalatum mole, arkus anterior dan arkus
posterior tampak udem dan hiperemis
Pkelenjar submandibula membesar dan
nyeri tekan
Tonsilitis kronis:
Ptonsil membesar dan permukaan tidak rata,
kriptus melebar, berisi detritus
Ppembesaran kelenjar submandibula dan
tonsil yang mengalami perlengketan
Tonsilitis difteri:
Ptonsil membengkak ditutupi bercak putih
kotor yang makin lama makin meluas dan
membentuk pseudomembran yang melekat
erat pada dasarnya sehingga bila diangkat
akan mudah berdarah.
Gradasi pembesaran tonsil :
1. T0: tonsil mausk di dalam fossa atau
sudah diangkat
2. T1: <25% volume tonsil dibandingkan
volume orofaring atau
batas medial tonsil melewati pilar
anterior sampai 1/4 jarak pilar
anterior-uvula
3. T2: 25-50% volume tonsil dibandingkan
volume orofaring atau
batas medial tonsil melewati 1/4 jarak
pilar anterior-uvula sampai 1/2 jarak
pilar anterior-uvula.
4. T3: 50-75% volume tonsil dibandingkan

Edarah lengkap
Eusap tonsil untuk pewarnaan
gram

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang untuk
diagnosis definitif

Klasifikasi:
a. Tonsilitis akut:
1. Tonsilitis viral
2. Tonsilitis bakteri
b. Tonsilitis membranosa:
1. Tonsilitis difteri
2. Tonsilitis septik
3. Angina Plaut Vincent
4. Penyakit keganasan
c. Tonsilitis Kronik

Komplikasi:
a. Komplikasi lokal
1. Abses peritonsil (Quinsy)
2. Abses parafaringeal
3. Otitis media akut
b. Komplikasi sistemik
1. Glomerulonephritis
2. Miokarditis
3. Demam reumatik dan penyakit
jantung reumatik

volume orofaring atau


batas medial tonsil melewati 1/2 jarak
pilar anterior-uvula sampai 3/4 jarak
pilar anterior-uvula.
5. T4: >75% volume tonsil dibandingkan
volume orofaring atau
batas medial tonsil melewati 3/4 jarak
pilar anterior-uvula sampai uvula
atau lebih

Laringitis

R77

J04.0

4A

Psuara serak atau hilang suara (afonia)


Psuara parau seperti suara yang susah
keluar atau suara dengan nada rendah
dari suara yang biasa/normal bahkan
sampai tidak bersuara sama sekali
Psesak nafas dan stridor
Pnyeri tenggorokan
Pdemam, malaise
Pbatuk kering yang lama kelamaan disertai
dahak kental
Pcommon cold: bersin-bersin, sumbatan
hidung, nyeri kepala, batuk, demam
Pobstruksi jalan nafas sering terjadi pada
anak berupa anak menjadi gelisah, nafas
berbunyi, air hunger, sesak semakin berat
Plaringitis kronis ditandai afonia persisten

Pmukosa laring hiperemis, membengkak


terutama dibagian atas dan bawah pita
suara
Ptanda radang akut di hidung atau sinus
paranasal
Pobstruksi jalan nafas sering terjadi pada
anak berupa anak menjadi gelisah, nafas
stridor, air hunger, sesak semakin berat,
retraksi suprasternal dan epigastrium
Ppada laringitis kronik, ditemukan nodul,
ulkus dan penebalan mukosa pita suara

Efoto rontgen soft tissue leher


AP lateral
Efoto thorax AP
Edarah lengkap

Klasifikasi:
a. Laringitis akut
Dapat disebabkan oleh virus dan
bakteri, keluhan berlangsung
<3minggu.
b. Laringitis kronik
Dapat terjadi setelah laringitis
akut yang berulang, dapat juga
diakibatkan oleh sinusitis kronis,
deviasi septum berat, polip hidung,
bronchitis kronis, merokok, alkohol,
vocal abuse.
c. Laringitis kronis spesifik
1. Laringitis tuberkulosa
2. Laringitis luetika

Faktor Risiko:
a. Penggunaan suara yang berlebihan.
b. Pajanan terhadap zat iritatif
c. Adanya GERD, bronkitis, dan pneumonia.
d. Rhinitis alergi.
e. Perubahan suhu yang tiba-tiba.
f. Malnutrisi.
g. Keadaan menurunnya sistem imun.
9

Bronkitis akut

10 Influenza

R78

R80

J20.9

J11

4A

4A

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang untuk
diagnosis definitif

Komplikasi:
a. Pneumonia
b. Bronkhitis

Pbatuk (berdahak maupun tidak berdahak)


selama 2-3minggu
Pdahak dapat berwarna jernih, putih,
kekuning-kuningan atau kehijauan
Pdemam (biasanya ringan), rasa berat
dan tidak nyaman di dada
Psesak nafas dan rasa berat bernafas jika
saluran udara tersumbat, sering ditemukan
bunyi nafas mengi atau ngik, terutama
setelah batuk
Pbila iritasi terjadi dapat terjadi batuk darah
Pbronkitis bisa menjadi pneumonia
Priwayat penyakit biasanya disertai batukbatuk setiap hari disertai pengeluaran
dahak, sekurang-kurangya 3 bula berturutturut dalam 1 tahun dan paling sedikit
2 tahun.

Ppasien tampak kurus, barrel shape chest


Pfremitus takti dada tidak ada atau berkurang
Pperkusi dada hipersonor, peranjakan hati
mengecil, batas paru hati lebih rendah,
tukak jantung berkurang
Psuara nafas berkurang dengan ekspirasi
panjang, ronki basah kasar yang tidak
tetap
Pwheezing dengan berbagai gradasi dan
krepitasi

Esputum dengan pengecatan


gram
Efoto thoraks
Etes fungsi paru

Pdemam
Pbersin, hidung meler
Pbatuk

Pfebris
Prinore
Pmukosa hidung edema

Tidak diperlukan.

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang

Komplikasi:
a. Bronkopneumoni.
b. Pneumonia.
c. Pleuritis.
d. Penyakit-penyakit lain yang
diperberat seperti:jantung.
e. Penyakit jantung rematik.
f. Hipertensi.
g. Bronkiektasis

Secara klinis.

Psakit tenggorokan
Pnyeri sendi dan badan, lemah badan
Psakit kepala

Berdasarkan 4 kriteria:
a. Terjadi tiba-tiba/akut.
b. Demam.
c. Gejala saluran pernapasan
seperti batuk
d. Terdapat penyakit serupa
di lingkungan penderita.

Faktor Risiko:
a. Daya tahan tubuh menurun.
b. Kepadatan hunian dan kepadatan
penduduk yang tinggi.
c. Perubahan musim/cuaca.
d. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
e. Usia lanjut.
11 Pneumonia aspirasi

12 Pneumonia dan
bronkopneumonia

R99

R81

J69.0

J18.9

3B

4A

Pmendadak batuk dan sesak nafas sesudah


makan atau minum
Pumumnya pasien datang 1-2minggu sesudah
aspirasi dengan demam menggigil, nyei
pleuritik, batuk, dahak purulen

Pbatuk dengan dahak mukoid atau purulen


kadang-kadang disertai darah
Psesak nafas
Pdemam tinggi
Pnyeri dada

Faktor Risiko:
a. Umur, lebih rentan pada usia >65 tahun.
b. ISPA yang tidak ditangani.
c. Merokok.
d. Penyakit penyerta: DM, PPOK, gangguan
neurologis, gangguan kardiovaskuler.
e. Terpajan polutan/ bahan kimia berbahaya.
f. Tirah baring lama.
g. Imunodefisiensi, dapat disebabkan oleh
penggunaan steroid jangka panjang,
malnutrisi, HIV.

a. Infeksi sekunder oleh bakteri


b. Pneumonia
Psesak napas, dapat terjadi sianosis,
nafas cupin hidung dan pengunaan otot
bantu napas serta tampak retraksi iga
Ppemeriksaan fisik tergantung pada luas
lesi di paru
Ppada pemeriksaan terlihat bagian yang
sakit tertinggal waktu bernapas
Pfremitus raba meningkat disisi yang sakit
Ppada perkusi ditemukan redup
Pdapat ditemukan pernapasan bronkial,
ronki basah halus
Pdapat terdengar bising gesek pleura

Efoto thorax
Edarah lengkap

Ptampak sakit berat, kadang sianosis


Psuhu tubuh meningkat dan nadi cepat.
Prespirasi meningkat tipe cepat dan dangkal.
Pnafas cuping hidung.
Pretraksi interkostalis disertai tanda
pada paru, yaitu:
1. Inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit
tertinggal waktu bernapas.
2. Palpasi fremitus dapat meningkat,
3. Perkusi redup,
4. Auskultasi terdengar suara napas
bronkovesikuler sampai bronkial yang
mungkin disertai ronki basah halus,
yang kemudian menjadi ronki basah
kasar pada stadium resolusi

Efoto thorax
Edarah lengkap
Eanalisa sputum
Egram sputum

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PFoto rontgen toraks

Komplikasi:
a. Gagal napas
b. Syok sepsis
c. Empiema
d. Abses

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
Diagnosis definitif dilakukan
pemeriksaan penunjang.

Kriteria diagnosis:
Trias penumonia
a. Batuk
b. Demam
c. Sesak

Klasifikasi:
a. Berdasarkan klinis dan
epidemiologis:
1. Pneumonia komuniti
(community-acquired pneumonia)
2. Pneumonia nasokomial (hospital
-acqiured pneumonia/nosocomial
pneumonia)
3. Pneumonia aspirasi
4. Pneumonia pada penderita
Immunocompromised
b. Berdasarkan bakteri penyebab
1. Pneumonia bakterial / tipikal.
2. Pneumonia atipikal, disebabkan
Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia.
3. Pneumonia virus.
4. Pneumonia jamur sering
merupakan infeksi sekunder.
c. Berdasarkan predileksi infeksi
1. Pneumonia lobaris.
2. Bronkopneumonia.
3. Pneumonia interstisial

Komplikasi:
a. Efusi pleura.

b. Empiema.
c. Abses paru
d. Pneumotoraks
e. Gagal napas.
f. Sepsis.
13 Pertusis

R71

A37.8

4A

Perjalanan klinis dibagi menjadi 3 stadium:


a. Stadium Kataralis (stadium prodormal)
Plamanya 1-2minggu
Pinfeksi saluran nafas atas ringan
Ppanas ringan, malaise
Pbatuk
Placrimasi
Ptidak nafsu makan
Pkongesti nasalis
b. Stadium Akut paroksismal (stadium spasmodik)
Plamanaya 2-4minggu atau lebih
Pbatuk sering 5-10kali
selama batuk pada anak tidak dapat bernafas
dan pada akhir serangan batuk, pasien
menarik nafas dengan cepat dan dalam
sehingga terdengar bunyi melengking
dan diakhiri dengan muntah
c. Stadium konvalesen
Pberhentinya whoop dan muntah
Pbatuk biasanya menetap beberapa waktu
dan akan menghilang 2-3minggu

Pbatuk berat yang berlangsung lama


Pbatuk disertai bunyi whoop
Pmuntah
Psianosis

Eapus darah tepi


Ekultur

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang

Komplikasi:
a. Pneumonia
b. Encephalitis
c. Malnutrisi

Faktor Risiko:
a. Siapa saja dapat terkena pertusis.
b. Orang yang tinggal di rumah yang sama
dengan penderita pertusis.
c. Imunisasi amat mengurangi risiko terinfeksi,
tetapi infeksi kembali dapat terjadi.
14 Asma bronkial

R96

J45

4A

Psesak nafas yang episodik


Pbatuk berdahak yang sering memburuk
pada malam dan pagi hari menjelang subuh
Pbatuk biasanya menjadi kronik
Pmengi

Psesak napas.
Pmengi pada auskultasi.
Ppada serangan berat digunakan otot
bantu napas

Earus puncak ekspirasi (APE)


PAnamnesis
menggunakan peak flowmeter PPemeriksaan fisik
Epemeriksaan darah
PPemeriksaan penunjang

Klasifikasi:
Faktor Risiko:
a. Faktor Pejamu
Ada riwayat atopi pada penderita atau
keluarganya, hipersensitif saluran napas,
jenis kelamin, ras atau etnik.
b. Faktor Lingkungan
1. Bahan-bahan di dalam ruangan: tungau,
debu rumah, binatang, kecoa.
2. Bahan-bahan di luar ruangan: tepung
sari bunga, jamur.
3. Makanan-makanan tertentu: bahan
pengawet, penyedap dan pewarna makanan.
4. Obat-obatan tertentu.
5. Iritan: parfum, bau-bauan merangsang.
6. Ekspresi emosi yang berlebihan.
7. Asap rokok.
8. Polusi udara dari luar dandalamruangan.
9. Infeksisalurannapas.
10. Exercise-inducedasthma
11. Perubahan cuaca.

Komplikasi:
a. Pneumotoraks.
b. Pneumomediastinum.
c. Gagalnapas.

d. Asma resisten terhadap steroid.

Terapi
Jenis Obat

Dosis

Tiga prinsip utama adalah:


1. Menghentikan perdarahan
2. Mencegah komplikasi
3. Mencegah berulangnya epistaksis

Kriteria Rujukan
a. Curiga tumor
b. Epistaksis yang terus berulang

W Perbaiki keadaan umum penderita,


penderita diperiksa dalam posisi duduk
kecuali bila penderita sangat lemah,
pasien bisa berbaring dengan kepala
dimiringkan.
W Pada anak, perdarahan dapat dihentikan
dengan cara duduk dengan kepala
ditegakkan, kemudian cuping hidung
ditekan ke arah septum selama 3-5 menit
W Bila perdarahan berhenti, dengan suction
dibersihkan semua kotoran dalam hidung
W Bila perdarahan tidak berhenti, kapas
dimasukkan ke dalam hidung yang
dibasahi anestesi lokal yang ditetesi
larutan adrenalin

? 2 cc larutan pantokain 2% atau 2 cc


larutan lidokain 2%
? 0,2 cc larutan adrenalin 1/1000

W pada epistaksis anterior, jika sumber


perdarahan dapat dilihat dengan jelas
dilakukan kaustik dengan lidi kapas
yang dibasahi larutan nitrasargenti
20-30% atau asam trikloroasetat 10%,
sesudahnya area tersebut diberi salep
antibiotik
W bila dengan kaustik, perdarahan masih
terus berlangsung diperlukan tampon
anterior dengan kapas atau kain kasa
yang diberi vaselin yang dicampur
betadin atau zat antibiotik, tampon harus
menekan tempat asal perdarahan dan
dapat dipertahankan selama 2x24 jam,
selama pemakaian tampon diberikan
antibiotik sistemik dan analgetik
W untuk perdarahan posterior dilakukan
pemasangan tampon Bellocq
W kompres hangat
W antibiotik topikal
~ salep bacitrasin
~ salep polimiksin B
W antibiotik oral diberikan dalam 7-10hari

? Amoxicillin 3x500mg
? Cephalexin 4x250-500mg
? Eritromisin 4x250-500mg

W istirahat cukup
W minum air putih yang cukup
W berkumur dengan air yang hangat dan
berkumur dengan antiseptik

a. Faringitis luetika.
b. Timbul komplikasi

faringitis fungal
~ berikan nistatin

? Nistatin 100.000-400.000IU, 2x/hari

faringitis kronik hiperplastik

Kaustik 1x/hari selama 3-5 hari.

~ kaustik faring dengan memakai zat


kimia larutan nitras argentin 25%
infeksi virus
~anti virus

faringitis bakteri
~ antibiotik

faringitis gonore
~ sefalosporin generasi ke-3
W Jika diperlukan berikan obat batuk
W Kortikosteroid

? Metisoprinol (isoprenosine)
Dewasa: 60-100mg/KgBB dibagi dalam
4-6x/hari
Anak: 50mg/KgBB dibagi dalam 4-6x/hari

? Penicillin G Benzatin 50.000U/KgBB/IM


dosis tunggal atau
? Amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi
3 x/hari selama 10 hari atau
? Eritromisin 4 x 500 mg/hari

? Ceftriakson 2 gr IV/IM single dose

? Deksametason
Dewasa: 3x0,5mg selama 3 hari
Anak: 0,01mg/KgBB/hari dibagi dalam
3x/hari selama 3 hari

W istirahat cukup
W minum air putih yang cukup
W simptomatik
~ analgetik
~ antipiretik: paracetamol
~ antibiotik jika infeksi bakteri
~ dekongestan oral: pseudoefedrin,
fenilpropanolamin, fenilefrin

Rhinitis difteri.

W Menghindari alergen spesifik

a. Bila perlu dilakukan Prick Test


b. Bila perlu tindakan operatif

W Pemeliharaan dan peningkatan kebugaran


jasmani
W Topikal: dekongestan topikal seperti
oxymetazolin atau xylometazolin, namun
hanya dipakai < 2 minggu
W Kortikosteroid topikal: beklometason,
budesonid, flunisolid, flutikason,
mometason furoat dan triamnisolon
W Antihistamin
~ generasi 1: difenhidramin, klorfeniramin,
siproheptadin

~ generasi 2: loratadin, cetirizine


W Dekongestan
W Operasi bila terdapat kelainan anatomi

a. Menghindari faktor pencetus.


b. Menghindari terlalu lama di tempat
yang ber-AC
c. Menghindari minum-minuman dingin
d. Kortikosteroid topikal

Jika diperlukan tindakan operatif.

? Budesonid 1-2x/hari dengan dosis


100-200mcg/hari, dosis dapat
ditingkatkan sampai 400mcg/hari.
Hasilnya akan terlihat setelah
pemakaian paling sedikit 2 minggu.
? Flutikason propionate 1x/hari dengan
dosis 200mcg selama 1-2 bulan.

e. Pada kasus rinorea yang berat, dapat


ditambahkan antikolinergik topikal
ipratropium bromide.
f. Kauterisasi konka yang hipertofi dapat
menggunakan larutan AgNO325% atau
trikloroasetat pekat.
g. Tatalaksana dengan terapi oral dapat
menggunakan simpatomimetik golongan
agonis alfa sebagai dekongestan hidung
oral dengan atau tanpa kombinsai
antihistamin.
a. Istirahat cukup
b. Makan makanan lunak
c. Menjaga kebersihan mulut
d. Pemberian obat topikal dapat berupa
obat kumur antiseptik
e. Pemberian obat oral sistemik
Tonsilitis viral:
~ analgetika
~ antivirus

Tonsilitis akut akibat bakteri:


~ antibiotik

~ kortikosteroid

Tonsilitis difteri:
~ anti difteri serum diberikan segera
tanpa menunggu hasil kultur
~ antibiotik
~ antipiretik
Angina plaut vincent:
~ antibiotik spektrum luas selama 1 minggu

a. Komplikasi tonsilitis akut


b. Indikasi tonsilektomi
c. Tonsilitis difteri

? Metisoprinol (isoprenosine)
Dewasa: 60-100mg/KgBB dibagi dalam
4-6kali/hari
Anak <5tahun: 50mg/KgBB dibagi dalam
4-6kali/hari
? Penicillin G Benzatin 50.000U/KgBB IM
dosis tunggal
? Amoksisilin
Dewasa: 3x500mg selama 6-10 hari
Anak: 50mg/KgBB dosis dibagi 3kali/hari
? Eritromisin 4x500mg/hari
? Deksametason
Dewasa: 3x0,5mg selama 3 hari
Anak: 0,01mg/KgBB/hari 3kali/hari selama
3 hari
? Anti Difteri Serum 20.000-100.000 unit
? Penisilin
? Eritromisin 25-20mg/KgBB/hari

~ vitamin C
~ vitamin B kompleks
Tonsilitis kronis:
~ simptomatik
~ obat kumur yang mengandung desinfektan
~ indikasi tonsilektomi
Indikasi absolut:
1. Pembengkakan tonsil yang menyebabkan
obstruksi saluran nafas, disfagia berat,
gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmonar
2. Abses peritonsil yang tidak membaik
dengan pengobatan medis
3. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
4. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi
Indikasi relatif:
1. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi
per tahun dengan antibiotik adekuat
2. Halitosis
3. Tonsilitis kronik atau berulang pada
karier streptococcus yang tidak membaik
dengan antibiotik laktamase
W Istirahat yang cukup
W Menghindari iritan yang memicu nyeri
tenggorokan atau batuk.
W Menghindari udara kering.
W Minum cairan yang banyak.
W Berhenti merokok dan alkohol.
W Bila diperlukan rehabilitasi suara .
W Pengobatan simptomatik
~ Parasetamol
~ Ibuprofen
~ Analgetik
~ Dekongestan nasal: PPA, efedrin,
pseudoefedrin
W Pemberian antibiotik bila peradangan
dari paru bila penyebab streptokokus
grup A: penicillin.
W PPI pada laringitis dengan penyebab GERD.
W Kortikosteroid jika laringitis berat.
W Pemasangan pipa endotrakea atau
trakeostomi bila terdapat sumbatan laring.
W Laringitis tuberkulosa dinerikan OAT
W Laringitis luetika diberi penisilin dosis
tinggi

Indikasi masuk rumah sakit:


a. Usia penderita < 3 tahun.
b. Terdapat tanda sumbatan
jalan nafas.
c. Tampak toksik, sianosis,
dehidrasi atau exhausted.
d. Curiga adanya tumor laring.
e. Perawatan di rumah kurang
memadai.

W Memperbaiki kemampuan penderita


mengatasi gejala-gejala
W Mengurangi laju perkembangan penyakit
W Oksigenasi pasien harus memadai
W Istirahat yang cukup
W Antitusif

Keadaan umum buruk.

? DMP 15mg, diminum 2-3kali sehari


? Kodein 10mg, diminum 3kali sehari

W Ekspektoran: GG. Bromheksin, ambroksol


W Antipiretik: parasetamol
W Bronkodilator: salbutamol, terbutalin
sulfat, teofilin, aminofilin
W Antibiotik hanya digunakan jika ada
tanda-tanda infeksi: ampisilin,
eritromisin, spiramisin
W Jika terapi antiinflamasi sudah dimulai,
lanjutkan terapi hingga gejala menghilang
paling sedikit 1 minggu
Self limitid disease.
W Istirahat

Didapatkan tanda-tanda
pneumonia.

W Meningkatkanm gizi makanan


W Simptomatik per oral
~ antipiretik
~ dekongestan
~ antihistamin

?
?
?
?
?
?

Parasetamol 2-4x500mg/hari (10-15mg/KgBB)


Ibuprofen 3-4x200-400mg/hari (5-10mg/KgBB)
Pseudoefedrin 60mg setiap 4-6jam
Klorfeniramin 4-6mg setiap 3-4kali/hari
Difenhidramin 25-50mg setiap 4-6jam
Loratadine 10mg (anak 0,5mg/KgBB) dan
cetririzine 10 mg(anak 0,3mg/KgBB) dosis
tunggal

~ antitusif an ekspektoran bila disertai


batuk
W Oksigenasi
W Pemberian cairan dan kalori yang cukup
W Jika sekresi lendir berlebihan dapat
diberikan inhalasi dengan salin normal
W Koreksi kelainan asam basa atau
elektrolit yang terjadi
W Pemilihan antibiotik berdasarkan umur,
keadaan umum penderita dan dugaan
penyebabnya. Evaluasi pengobatan
dilakukan 48-72jam. Bila tidak ada
perbaikan klinis dilakukan penggantian
antibiotik sampai anak dinyatakan
sembuh. Biasanya antibiotik yang
diberikan yaitu beta laktam, ampisilin,
atau amoksisilin yang dikombinasi
dengan kloramfenikol atau diberi
sefalosporin generasi ketiga.

Terdapat indikasi untuk dirawat


di RS:
a. Ada kesukaran napas.
b. Sianosis.
c. Umur kurang dari 6 bulan.
d. Ada penyulit misalnya:
muntah, dehidrasi, empiema.
e. Diduga infeksi oleh Staphylococcus.
f. Imunokompromais.
g. Perawatan di rumah kurang baik.
h. Tidak respon dengan pemberian
antibiotik oral.

W Pengobatan suportif
W Terapi definitif menggunakan antibiotik
1. Penisilin sensitif Streptococcus
pneumonia (PSSP)

a. Kriteria CURB (Conciousness,


kadar ureum, RR>30x/menit,
BP sistolik <90mmHg, diastolik
<60mmHg) masing-masing bila
ada kelainan bernilai 1. Dirujuk
bila nilai total 2.
b. Untuk anak, kriteria rujukan
memakai MTBS

2. Penisilin resisten Streptococcus


pneumoniae (PRSP)

? Golongan penisilin
~ Penisilin V
Dewasa: 4x250-500mg/hari
Anak: 25-50mg/KgBB dalam 4 dosis
~ Amoksisilin
Dewasa: 3x250-500mg/hari
Anak: 20-40mg/KgBB dalam 3 dosis
? Sefalosporin golongan 1
~ Sefadroksil
Dewasa: 500-1000mg dalam 2 dosis
Anak: 30mg/KgBB/hari dalam 2 dosis
? TMP-SMZ
? Makrolid
? Betalaktam oral dosis tinggi (untuk
rawat jalan): sefotaksim, seftriakson
dosis tinggi
? Makrolid
~ Azitromisin
Dewasa: 1x500mg selama 3 hari
Anak: 10mg/KgBB/hari dosis tunggal
? Fluorokuinolon respirasi
~ Siprofloksasin 2x500mg/hari

W Pemberian makanan yang mudah ditelan,


bila muntah sebaiknya berikan cairan
elektrolit secara parenteral
W Pemberian jalan nafas
W Oksigen
W Farmakoterapi
~ antibiotik
~ antitusif
~ salbutamol

? Eritromisin 30-50mg/KgBB 4xsehari


? Kodein 0,5mg/tahun/kali
? Salbutamol 0,3-0,5mg/KgBB/hari 3xsehari

Penatalaksanaan asma berdasarkan beratnya keluhan:

a. Bila sering terjadi eksaserbasi


b. Pada serangan asma akut sedang
dan berat
c. Asma dengan komplikasi

No.
1

Diagnosis
Miliaria

kode
Komp.
ICPC II ICD X
S02
S92

L74.3

4A

Anamnesa
Pgatal yang disertai timbulnya vesikel
Pbintil terutama muncul saat berkeringat

Pemeriksaan Fisik
Tergantung pada jenis miliaria.

Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan.

Penegakan diagnosis
Anamnesis dan Pemeriksaan fisik.

Klasifikasi:
a. Miliaria kristalina
1. terdiri atas vesikel miliar (1-2mm),
subkorneal tanpa tanda inflamasi,
mudah pecah dengan garukan,
deskuamasi dalam beberapa hari.
2. predileksi pada badan yang tertutup
pakaian.
3. gejala subjektif ringan dan tidak
memerlukan pengobatan
b. Miliaria Rubra
1. jenis tersering, vesikel miliar atau
papulo vesikel di atas dasar
eritematosa sekitar lubang keringat,
tersebar diskret.
2. gejala subjektif gatal dan pedih
pada di daerah predileksi.
c. Miliaria Profunda
1. kelanjutan miliaria pubra, papul
putih keras ukuran 1-3mm, mirip
folikulitis, dapat disertai pustul.
2. predileksi pada badan dan
ekstremitas
d. Miliaria Pustulosa
berasal dari miliaria pubra dimana
vesikelnya berubah menjadi pustul

Faktor Risiko:
Faktor Risiko
a. Tinggal di lingkungan tropis, panas,
kelembaban yang tinggi.
b. Pemakaian baju terlalu ketat.

Komplikasi:
Infeksi sekunder
2

Veruka vulgaris

Reaksi gigitan serannga

S03

S12

B07

T63.4

4A

4A

Ppapul berwarna kulit sampai keabuan


dengan permukaan verukosa
Ppapul dapat dijumpai pada kulit, mukosa
Faktor Risiko:
dan kuku
Papabila permukaannya rata disebut
a. Pada anak-anak dan orang dewasa sehat.
b. Pekerjaan berhubungan dengan daging mentah. veruka plana
Pfenomena koebner
c. Imunodefisiensi.
Adanya kutil pada kulit dan mukosa.

Pgatal
Prasa tidak nyaman
Pterasa nyeri dan nyeri tekan
Pkemerahan
Phangat atau bengkak pada daerah gigitan
Preaksi sistemik:
gatal seluruh tubuh, urtikaria, angioedema,
ansietas, disorientasi kelemahan, cramping,
diare, vomiting, dizziness, sinkop, hipotensi,
sesak nafas.
Pdelayed reaction (10-14 hari setelah gigitan):
demam, malaise, sakit kepala, urtikaria,
limfadenopati, poliartritis

Tidak diperlukan.

Purtika dan papul timbul secara simultan


Tidak ada yang spesifik.
di tempat gigitan, dikelilingi zona eritematosa
Ppunktum bekas gigitan, kadang hemoragik,
atau menjadi krusta kehitaman
Pbekas garukan karena gatal
Dapat timbul gejala sistemik:
Ptakipneu
Pstridor
Pwheezing
Pbronkospasme
Phiperaktif peristaltik
Phipotensi orthostatic
Pada reaksi lokal yang parah dapat timbul:
Peritema generalisata
Purtikaria
Pedema pruritus
Reaksi sistemik menyeluruh dapat diikuti
reaksi anafilaksis.

Bentuk klinis atau lokasi, yaitu:


a. Veruka vulgaris
b. Veruka plana
c. Veruka plantaris

Komplikasi:
Efek samping dari penggunaan
bahan kaustik dapat menyebabkan
ulkus.
Anamnesis dan Pemeriksaan fisik.

Klasifikasi:
Berdasarkan waktu terjadinya
a. Reaksi tipe cepat
Terjadi segera hingga 20 menit
setelah gigitan, bertahan sampai
1-3 jam.
b. Reaksi tipe lambat
Terjadi >20 menit sampai beberapa
jam setelah gigitan.
Pada orang dewasa dapat muncul
3-5 hari setelah gigitan.
c. Reaksi tidak biasa
Sangat segera, mirip anafilaktik.
Berdasarkan bentuk klinis
Klasifikasi berdasarkan bentuk klinis:
a. Urtikaria iregular.
b. Urtikaria papular.
c. Papulo-vesikular.

d. Punctum (titik gigitan).

Komplikasi:
a. Infeksi sekunder akibat garukan
b. Syok anafilaktik hingga kematian
4

Herpes zoster

S70

B02.9

4A

Pnyeri radikular dan gatal sebelum erupsi


Pgejala prodromal sistemik: demam, pusing,
dan malaise
Ptimbul gejala kulit kemerahan yang dalam
waktu singkat menjadi vesikel berkelompok
dengan dasar eritem dan edema

Psekelompok vesikel dengan dasar eritem


yang terletak unilateral sepanjang
distribusi saraf spinal atau kranial
Plesi bilateral jarang ditemui, namun
sering kali erupsi juga terjadi pada
dermatom didekatnya

Bila diperlukan dengan


pemeriksaan mikroskopis.

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik.

herpes zoster hemoragik


Vesikel mengandung darah.
herpes zoster generalisata
Kelainan kulit unilateral dan
segmental ditambah kelainan
kulit generalisata berupa vesikel
soliter yang berumbilikasi.
Kedua jenis herpes tersebut merupakan
tanda bahwa pasien mengalami
imunokompromais.

Faktor Risiko:
a. Umumnya terjadi pada orang dewasa
b. Imunodefisiensi

herpes zoster oftalmikus


Infeksi cabang pertama N. trigeminus
sehingga menimbulkan kelainan
mata, di samping itu juga cabang
kedua dan ketiga menyebabkan
kelainan kulit.
herpes zoster abortif
Hanya berlangsung singkat, dan
kelainan kulit hanya vesikel dan
eritem.

Komplikasi:
a. Neuralgia pasca-herpetik
b. Ramsay Hunt Syndrome
c. Pada imunodefisiensi, vesikel
sering menjadi ulkus
d. Ptosis paralitik, keratitis, skleritis,
uveitis, korioretinitis, neuritis optik
e. Paralisis motorik
5

Herpes simpleks

S71

B00.9

4A

Infeksi primer HSV-1


Pbiasanya pada anak dan subklinis pada
90% kasus
Pditemukan perioral
P10% dapat terjadi gingivostomatitis akut
Infeksi primer HSV-2
Psetelah kontak seksual pada remaja dan
dewasa
Pvulvovaginitis akut
Pperadangan pada kulit batang penis
Pdapat juga mengenai bibir
Pbiasanya disertai gejala sistemik:
demam, malaise, mialgia, nyeri kepala,
adenopati regional

Ptempat predileksi
HSV-1: daerah pinggang ke atas terutama
daerah mulut dan hidung
HSV-2: daerah pinggan ke bawah terutama
daerah genital
Puntuk infeksi sekunder, lesi dapat timbul
pada tempat yang sama dengan lokasi
sebelumnya
Ppapul eritem yang diikuti oleh munculnya
vesikel berkelompok dengan dasar eritem
Pvesikel dapat cepat menjadi keruh, pecah,
membasah dan berkrusta
Pkadang-kadang timbul erosi/ulkus

Bila diperlukan dengan


pemeriksaan mikroskopis.

Plesi kulit berupa terowongan (kanalikuli)


berwarna putih atau abu-abu dengan
panjang rata-rata 1 cm
Pujung terowongan terdapat papul, vesikel,
dan bila terjadi infeksi sekunder, maka
akan terbentuk pustul, ekskoriasi, dsb

Epemeriksaan mikroskopis
dari kerokan kulit

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik.


Herpes simpleks tipe 1
Herpes simpleks tipe 2

Komplikasi:
Dapat terjadi pada individu dengan
gangguan imun, berupa:
a. Herpes simpleks ulserativa kronik.
b. Herpes simpleks mukokutaneus
akut generalisata.
c. Infeksi sistemik pada hepar, paru,
kelenjar adrenal, dan sistem saraf
pusat.
d. Pada ibu hamil, infeksi dapat
menular pada janin.

Faktor Risiko:
a. Individu yang aktif secara seksual.
b. Imunodefisiensi.
6 Skabies

S72

B86

4A

Ppruritus nokturna
Plesi timbul di stratum korneum yang tipis,
seperti di sela jari, pergelangan tangan
dan kaki, aksila, umbilikus, areola mammae
dan di bawah payudara (pada wanita) serta
genital eksterna (pria)

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik.

Terdapat 4 tanda cardinal untuk


diagnosis skabies, yaitu:
a. Pruritus nokturna
b. Menyerang manusia secara
berkelompok

Faktor Risiko:
a. Masyarakat yang hidup dalam kelompok
yang padat
b. Higiene yang buruk
c. Sosial ekonomi rendah

c. Adanya gambaran polimorfik


d. Ditemukannya tungau dengan
pemeriksaan mikroskopis
Diagnosis ditegakkan dengan
menemukan 2 dari 4 tanda tersebut.

Komplikasi:
Infeksi kulit sekunder oleh S. aureus.
7 Pedikulosis kapitis

S73

B85.0

4A

Dapat asimptomatik, bila timbul gejala yang


palin sering adalah gatal di kepala.

Faktor Risiko:
a. Status sosioekonomi yang rendah
b. Higienitas perorangan yang rendah
c. Prevalensi pada perempuan lebih tinggi

8 Dermatofitosis
Tinea barbae and tinea capitis
Tinea unguium
Tinea manuum
Tinea pedis
Tinea corporis
Tinea imbricate
Tinea cruris
Other dermatophytoses

S74

B35
B35.0
B35.1
B35.2
B35.3
B35.4
B35.5
B35.6
B35.8

4A

Pbercak merah bersisik yang gatal


Priwayat kontak dengan orang yang mengalami
dermatofitosis

Faktor Risiko:
a. Lingkungan yang lembab dan panas
b. Imunodefisiensi
c. Obesitas
d. Diabetes Melitus

Plesi kulit karena bekas garukan, yaitu


bentuk erosi dan ekskoriasi
Pbila terdapat infeksi sekunder, timbul
pus dan krusta yang menyebabkan rambut
bergumpal
Ppembesaran KGB regional

Ditemukan telur dan kutu


yang hidup pada kulit kepala
dan rambut.

Plesi berbentuk infiltrat eritematosa


Pberbatas tegas
Pbagian tepi lebih aktif daripada
bagian tengah
Pkonfigurasi polisiklik
Plesi dapat dijumpai di daerah kulit
berambut terminal, berambut velus dan
kuku

Bila diperlukan dengan


pemeriksaan mikroskopis
dengan KOH.

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik.

Komplikasi:
Infeksi sekunder bila pedikulosis
berlangsung kronis.

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik.


Bila diperlukan pemeriksaan
penunjang.

Klasifikasi:
Berdasarkan lokasi
a. Tinea kapitis: kulit dan rambut
kepala
b. Tinea barbe: dagu dan jenggot
c. Tinea kruris: genitokrural, sekitar
anus, bokong, perut bagian bawah
d. Tinea pedis et manum: kaki dan
tangan
e. Tinea unguium: kuku
f. Tinea korporis, pada bagian lain
yang tidak termasuk bentuk 5 tinea
di atas.
Bila terjadi di seluruh tubuh disebut
dengan tinea imbrikata.

Komplikasi:
Infeksi bakterial sekunder
9 Pitiriasis versikolor/
Tinea versikolor

S76

B36.0

4A

Pbercak putih pada kulit


Pgatal ringan terutama saat berkeringat
Namun sebagian besar asimptomatik.

Faktor Risiko:
a. Sering dijumpai pada dewasa muda.
b. Cuaca yang panas dan lembab.
c. Tubuh yang berkeringat.
d. Imunodefisiensi

10 Pioderma
Impetigo
Skin infection other
Cutaneous abscess, furuncle
and carbuncle
Pyoderma

4A
S84
S76

L01
L02
L08.0

Pawalnya berbentuk bintik kecil yang gatal,


dapat berisi cairan atau nanah dengan
dasar dan pinggiran kemerahan, keluhan
ini dapat meluas menjadi bengkak disertai
dengan rasa nyeri
Pbintil kemudian pecah dan menjadi koreng/

Pmakula hipopigmentasi atau berwarnawarni, berskuama halus, berbentuk bulat


atau tidak beraturan, berbatas tegas.
Pfinger nail sign
Ppredileksi di bagian atas dada, lengan,
leher, perut, kaki, ketiak, lipat paha,
muka dan kepala

Epemeriksaan lampu Wood


Epemeriksaan mikroskopis
dengan KOH

folikulitis
Ppapul eritema perifolikuler dan rasa
gatal atau perih
furunkel
Pvesikel atau pustul perifolikuler dengan
eritema di sekitarnya dan disertai nyeri

Epemeriksaan apusan cairan Anamnesis dan Pemeriksaan fisik.


sekret dari dasar lesi dengan
pewarnaan Gram
Edarah rutin
Komplikasi:
a. Erisipelas
b. Selulitis

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik.

Komplikasi:
Jarang terjadi.

keropeng yang mengering, keras dan sangat


lengket

Faktor Risiko:
a. Higiene yang kurang baik
b. Defisiensi gizi
c. Imunodefisiensi

11 Dermatitis seboroik

S86

L21

4A

Pkelainan awal berupa ketombe ringan


pada kulit kepala (pitiriasis sika)
Pkelainan lanjut berupa keropeng yang
berbau tidak sedap dan terasa gatal

Faktor Risiko:
a. Genetik.
b. Faktor kelelahan.
c. Stres emosional.
d. Infeksi.
e. Defisiensi imun.
f. Jenis kelamin pria lebih sering.
g. Usia bayi bulan 1 dan usia 18-40 tahun.
h. Kurang tidur.

12 Dermatitis atopik

S87

L20

4A

Pgatal yang bervariasi lokasinya


Pgatal dapat hilang timbul sepanjang hari
tetapi umumnya lebih hebat pada malam
hari
Ppasien biasanya mempunyai riwayat juga
sering merasa cemas, egois, frustasi,
agresif, atau merasa tertekan

Faktor Risiko:

furunkulosis
Pbeberapa furunkel yang tersebar
karbunkel
Pkumpulan dari beberapa furunkel
Pbeberapa furunkel yang berkonfluensi
membentuk nodus bersupurasi di
beberapa puncak
impetigo krustosa
Pvesikel dengan cepat berubah menjadi
pustul dan pecah sehingga menjadi
krusta kering kekuningan seperti madu
Ppredileksi di sekitar lubang hidung,
mulut, telonga atau anus
impetigo bulosa
Pvesikobulosa dengan lesi bula hipopion
(bula berisi pus)
ektima
Pkehilangan jaringan dermis bagian atas

c. Ulkus
d. Limfangitis
e. Limfadenitis supuratif
f. Bakteremia (sepsis)

Ppapul sampai plak eritema.


Pskuama berminyak agak kekuningan.
Pberbatas tidak tegas
Plesi berat: seluruh kepala tertutup oleh
krusta, kotor dan berbau (cradle cap)
Ppredileksi:
1. Kulit kepala
2. Dahi
3. Glabela
4. Belakang telinga
5. Belakang leher
6. Alis mata
7. Kelopak mata
8. Liang telinga luar
9. Lipat naso labial
10. Sternal
11. Areola mammae
12. Lipatan bawah mammae pada wanita
13. Interskapular
14. Umbilikus
15. Lipat paha
16. Daerah anogenital

Tidak diperlukan.

Pperabaan Kering,
Ppucat/redup,
Pjari tangan teraba dingin.
Pterdapat papul, likenifikasi, eritema,
eksoriasi, eksudasi dan krusta pada
lokasi predileksi
Ppredileksi:
a. Tipe bayi (infantil)
Dahi, pipi, kulit kepala, leher, pergelangan
tangan dan tungkai, serta lutut.

EIgE serum
Eskin prick test

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik.

Komplikasi:
Pada anak, lesi bisa meluas menjadi
penyakit Leiner atau eritroderma.

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik.

Kriteria mayor:
a. Pruritus
b. Dermatitis di muka atau ekstensor
pada bayi dan anak
c. Dermatitis di fleksura pada dewasa
d. Dermatitis kronis atau berulang
e. Riwayat atopi pada penderita atau

a. Wanita lebih banyak menderita


b. Riwayat atopi pada pasien dan atau keluarga
c. Faktor lingkungan
d. Riwayat sensitif terhadap wol, bulu kucing,
anjing, ayam, burung, dan sejenisnya

Lesi berupa eritema, papul vesikel halus,


eksudatif, krusta.
b. Tipe anak
ipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan
bagian dalam, kelopak mata, leher, kadangkadang di wajah.
Lesi berupa papul, sedikit eksudatif, sedikit
skuama, likenifikasi, erosi, kadang-kadang
disertai pustul.
c. Tipe remaja dan dewasa
Lipat siku, lipat lutut, samping leher, dahi,
sekitar mata, tangan dan pergelangan tangan,
kadang-kadang ditemukan setempat misalnya
bibir mulut, bibir kelamin puting susu, atau
kulit kepala.
Lesi berupa plak papular eritematosa, skuama,
likenifikasi, kadang-kadang erosi dan eksudasi,
hipeprigmentasi.

keluarganya
Kriteria minor:
a. Xerosis.
b. Infeksi kulit.
c. Iktiosis/ hiperliniar palmaris/
keratosis piliaris.
d. Pitriasis alba.
e. Dermatitis di papilla mamae.
f. White dermogrhapism dan delayed
blanch response.
g. Kelilitis.
h. Lipatan infra orbital Dennie-Morgan.
i. Konjunctivitis berulang.
j. Keratokonus.
k. Katarak subskapsular anterior.
l. Orbita menjadi gelap.
m. Muka pucat atau eritem.
n. Gatal bila berkeringat.
o. Intolerans terhadap wol atau
pelarut lemak.
p. Aksentuasi perifolikular.
q. Hipersensitif terhadap makanan.
r. Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh
faktor lingkungan dan atau emosi
s. Tes kulit alergi tipe dadakan positif.
t. Kadar IgE dalam serum meningkat.
u. Mulai muncul pada usia dini.

Komplikasi:
a. Infeksi sekunder
b. Perluasan penyakit (eritroderma)
13 Dermatitis numularis

S87

L20.8

4A

Pbercak merah yang basah pada predileksi


tertentu dan sangat gatal
Pkeluhan hilang timbul dan sering kambuh

Faktor Risiko:
a. Pria.
b. Usia 55-65 tahun (pada wanita 15-25 tahun).
c. Riwayat trauma fisis dan kimiawi
d. Riwayat dermatitis kontak alergi.
e. Riwayat dermatitis atopik.
f. Stress emosional.
g. Minuman yang mengandung alkohol.
h. Lingkungan dengan kelembaban rendah.
i. Riwayat infeksi kulit sebelumnya.

14 Liken simpleks kronik


(neurodermatitis sirkumkripta)

S87

L28.0

3A

Pgatal sekali pada kulit, tidak terus menerus


namun dirasakan saat malam hari atau saat
tidak sibuk
Pbila terasa gatal, sulit sekali ditahan hingga
harus digaruk sampai luka baru gatal hilang
sementara

Plesi akut berupa vesikel dan papulo


vesikel (0,3-1cm) berbentuk uang logam,
sedikit edema dan berbatas tegas
Ptanda eksudasi
Pjumlah lesi dapata satu, dapat pula
banyak dan tersebar, bilateral atau
simetris dengan ukuran bervariasi
Ppredileksi: tungkai bawah, badan, lengan,
punggung tangan

Tidak diperlukan.

Plesi biasanya tunggal namun dapat


lebih dari satu
Pawalnya lesi berupa eritema dan edema
atau kelompokan papul, kemudian karena
garukan berulang, bagian tengah menebal,
kering berskuama serta pinggirnya
mengalami hiperpigmentasi
Pbentuk umumnya lonjong, mulai dari

Tidak diperlukan.

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik.

Komplikasi:
Infeksi sekunder

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik.

Faktor Risiko:
Perempuan dengan puncak insidensi usia
30-50 tahun.

15 Dermatitis kontak alergi (DKA)

S88

L23

3A

Pgatal
Pdapat disertai bercak kemerahan
Priwayat kontak dengan bahan-bahan yang
berhubungan dengan riwayat pekerjaan,
hobi, obat topikal yang pernah digunakan
obat sistemik, kosmetik, bahan-bahan yang
dapat menimbulkan alergi, serta riwayat
alergi di keluarga

lentikular sampai plakat

Psama seperti dermatitis pada umumnya


Plokasi dan pola kelainan kulit penting
untuk mengidentifikasi kemungkinan
penyebab

Tidak diperlukan.

Psama seperti dermatitis pada umumnya


tergantung kondisi akut atau kronis

Tidak diperlukan.

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik.

Komplikasi:
Infeksi sekunder

Faktor Risiko:
a. Ditemukan pada orang-orang yang terpajan
oleh bahan alergen.
b. Riwayat kontak dengan bahan alergen
pada waktu tertentu.
c. Riwayat dermatitis atopic atau riwayat atopi
diri dan keluarga.
16 Dematitis kontak iritan

S88

L24

4A

Pkelainan kulit dapat beragam, bergantung


pada sifat iritan, iritan kuat memberikan
gejala akut, sedangkan iritan lemah
memberikan gejala kronis
Pgatal dan bercak kemerahan
Ppedih, panas, terbakar

Faktor Risiko:
a. Ditemukan pada orang-orang yang terpajan
oleh bahan iritan.
b. Riwayat kontak dengan bahan iritan pada
waktu tertentu.
c. Pasien bekerja sebagai tukang cuci, juru
masak, kuli bangunan, montir, penata rambut
d. Riwayat dermatitis atopik

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik.

Klasifikasi:
a. DKI akut:
1. Bahan iritan kuat, misalnya H2SO4
atau HCl termasuk luka bakar oleh
bahan kimia.
2. Lesi berupa: eritema, edema, bula,
kadang disertai nekrosis.
3. Tepi kelainan kulit berbatas tegas
dan pada umumnya asimetris.
b. DKI akut lambat:
1. Gejala klinis baru muncul sekitar
8-24 jam atau lebih setelah kontak.
2. Bahan iritan yang dapat menyebabkan
adalah podofilin, antralin, tretinoin,
etilen oksida, benzalkonium klorida
dan asam hidrofluorat.
3. Kadang-kadang disebabkan oleh
bulu serangga
c. DKI kumulatif/ DKI kronis:
1. Penyebabnya adalah kontak berulang
ulang dengan iritan lemah
2. Umumnya predileksi di tangan
3. Kelainan baru muncul setelah kontak
berminggu-minggu atau bulan, bahkan
bisa bertahun-tahun
4. Kulit dapat retak seperti luka iri,
ada kalanya kelainan hanya kulit
kering atau skuama tanpa eritema.
d. Reaksi iritan:
1. Merupakan dermatitis subklinis pada
seseorang yang terpajan dengan
pekerjaan basah, kelainan kulit
monomorfik
2. Umumnya dapat sembuh sendiri
e. DKI traumatik:
1. Kelainan kulit berkembang lambat
setelah trauma panas atau laserasi
2. Gejala seperti dermatitis numularis
3. Penyembuhan lambat
4. Predileksi paling sering di tangan
f. DKI non eritematosa:
Merupakan bentuk subklinis DKI,

hanya ditandai oleh skuamasi ringan.


g. DKI subyektif/ DKI sensori:
Kelainan kulit tidak terlihat, namun
penderita merasa pedih atau terbakar.

Komplikasi:
Infeksi sekunder
17 Napkin eczema
(dermatitis popok)

S89

L22

4A

Pgatal dan bercak merah berbatas tegas


mengikuti bentuk popok

Pmakula eritematosa berbatas agak tegas


(bentuk mengikuti bentuk popok yang
berkontak).
Ppapul.
Pvesikel.
Faktor Risiko:
Perosi.
a. Popok jarang diganti.
b. Kulit bayi yang kering sebelum dipasang popok. Pekskoriasi.
Pinfiltran dan ulkus bila parah.
c. Riwayat atopi diri dan keluarga.
Pplak eritematosa (merah cerah), membasah,
d. Riwayat alergi terhadap bahan plastik dan
kertas.
kadang pustul, lesi satelit (bila terinfeksi
jamur).

Bila diduga terinfeksi jamur


kandida, perlu dilakukan
pemeriksaan KOH/Gram.

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik.

Komplikasi:
Infeksi sekunder

18 Pitiriasis rosea

S90

L42

4A

Plesi kemerahan yang awalnya satu kemudian


diikuti dengan lesi yang lebih kecil yang
menyerupai pohon cemara terbalik
Pkadang-kadang dikeluhkan gatal ringan

Plesi pertama (herald patch), umumnya di


badan, soliter, oval dan anular, W 3 cm
Peritem dan skuama halus diatasnya
Plamanya beberapa hari sampai beberapa
minggu
Plesi berikutnya timbul 4-10 hari setelah
lesi pertama, serupa dengan lesi pertama
tetapi lebih kecil, susunannya sejajar
tulang iga, sehingga menyerupai pohon
cemara terbalik
Ptempat predileksi adalah badan, lengan
atas bagian proksimal dan paha atas

Bila diperlukan pemeriksaan


mikroskopis KOH untuk
menyingkirkan tinea.

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik.

19 Moluskum kontagiosum

S95

B08.1

4A

Ppapul miliar

Ppapul miliar, kadang lentikular dan


berwarna putih seperti lilin, berbentuk
kubah yang ditengahnya terdapat lekukan
(delle)
Pjika dipijat, keluar massa berwarna putih
seperti nasi
Ppredileksi: muka, badan, ekstremitas,
pubis, genitalia eksterna

Eenukliasi

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik.

Pruam atau patch eritema.


Pberbatas tegas.
Pbagian tengah tampak pucat.
Pbentuk papul dengan ukuran bervariasi,
mulai dari papular hingga plakat.
Pkadang-kadang disertai demografisme
berupa edema linier di kulit yang terkena
goresan benda tumpul, timbul dalam
waktu < 30menit.
Ppada lokasi tekanan dapat timbul lesi urtika.
Ptanda lain dapat berupa lesi bekas garukan.
Ppredileksi: bisa terbatas di lokasi tertentu
namun dapat generalisata bahkan sampai
terjadi angioedema pada wajah atau bagian
ekstremitas.
Pemeriksaan fisik perlu dilengkapi dengan
pemeriksaan lainnya yang dapat menyingkirkan
adanya infeksi fokal (THT, dan sebagainya).

Etes darah (eosinofil), urin


dan feses rutin
Euji gores (scratch test)
Etes eliminasi makanan
Etes fisik: dingin-panas

Faktor Risiko:
a. Terutama menyerang anak
b. Imunodefisiensi

20 Urtikaria
Urticaria, unspecified
Urtikaria akut
Urtikaria kronis

S98

L50
L50.9
4A
3A

Pgatal sedang-berat di kulit yang disertai


bentol-bentol di daerah wajah, tangan,
kaki atau hampir seluruh tubuh
Prasa panas seperti terbakar atau tertusuk
Psesak napas, nyeri perut, muntah-muntah,
nyeri kepala, berdebar-debar

Faktor Risiko:
a. Riwayat atopi pada diri dan keluarga.
b. Riwayat alergi.
c. Riwayat trauma fisik pada aktifitas.
d. Riwayat gigitan/sengatan serangga.
e. Konsumsi obat-obatan.
f. Konsumsi makanan.
g. Riwayat infeksi dan infestasi parasit.
h. Penyakit autoimun dan kolagen.
i. Umur rerata adalah 35 tahun.
j. Riwayat trauma faktor fisik.

Komplikasi:
Infeksi sekunder.

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik.

Klasifikasi:
Berdasarkan waktu berlangsungnya
serangan:
a. urtikaria akut, <6minggu atau selama
4 minggu terus menerus
b. urtikaria kronis >6minggu
Berdasarkan morfologi klinis:
a. urtikaria papular (papul)
b. urtikaria gutata (tetesan air)
c. urtikaria girata (besar-besar)
Berdasarkan luas dan dalamnya jaringan
yang terkena:
a. urtikaria lokal
b. urtikaria generalisata
c. angioedema
Berdasarkan penyebab dan mekanis
terjadinya:
a. urtikaria imunologik
~ keterlibatan IgE, reaksi hipersensitifitas
tipe I
~ keikutsertaan komplemen, reaksi
hipersensitifitas tipe II dan III
~ urtikaria kontak, reaksi hipersensitifitas
tipe IV
b. urtikaria non imunologik

c. urtikaria idiopatik

Komplikasi:
Angioedema dapat disertai obstruksi
jalan napas.
21 Filariasis
~ Filariasis due to
Wuchereria bancrofti
~ Filariasis due to
Brugia malayi
~ Filariasis due to
Brugia timori

S99

B74
B74.0

4A

Gejala filariasis bancrofti sangat berbeda


dari satu daerah endemik dengan daerah
endemik lainnya.

B74.1
Manifestasi akut:
Pdemam berulang selama 3-5 hari, demam
dapat hilang bila beristirahat dan timbul
lagi setelah bekerja berat
Ppembengkakan KGB (tanpa ada luka), di
daerah lipatan paha, ketiak yang tampak
terasa panas dan sakit
Pradang saluranKGB yang terasa panas
dan sakit menjalar dari pangkal kaki atau
pangkal lengan ke arah ujung (retrograde
lymphangitis)
Pfilarial abses, pembengkakan KGB dapat
pecah dan mengeluarkan nanah serta darah
Ppembesaran tungkai, lengan, buah dada,
kantung zakar, yang terlihat agak kemerahan
dan terasa panas (Early limphodema)

B74.2

Eidentifikasi mikrofilaria
PAnamnesis
Manifestasi akut:
Plimfangitis dan limfadenitis yang berlangsung
dari sediaan darah. Cacing PPemeriksaan fisik
PPemeriksaan penunjang identifikasi
3-15 hari, dan dapat terjadi beberapa kali
filaria dapat ditemukan
dalam setahun
dengan pengambilan darah
mikrofilaria
Plimfangitis akan meluas ke daerah distal
tebal atau tipis antara jam
Plimfangitis dan limfadenitis berkembang
10 malam sampai jam 2 pagi
lebih sering di ekstremitas bawah, selain
yang dipulas dengan Giemsa Komplikasi:
pada tungkai dapat mengenai alat kelamin
atau Wright
Pembesaran organ.
(tanda khas infeksi W. bancrofti) dan payudara Edarah tepi: leukositosis
dengan eosinofilia, sediaan
Manifestasi kronis:
darah jari yang diambil
Phidrokel,limfedema,elefantiasis dan
mulai pukul 20.00
Ediethylcarbamazine
chyluria yang meningkat sesuai bertambhanya
usia
provocative test

Manifestasi kronis:
Berkurangnya fungsi saluran limfe terjadi,
beberapa bulan sampai bertahun-tahun dari
episode akut.
Ppembesaran yang menetap (elephantiasis)
pada tungkai,lengan, buah dada, buah zakar
yang disebabkan oleh adanya cacing dewasa
pada sistem limfatik dan oleh reaksi
hiperresponsif berupa occult filariasis
22 Luka bakar derat I dan II

S24

4A

Ppada luka bakar derajat I paling sering


disebabkan sinar matahari, keluhan nyeri
dan kemerahan
Ppada luka bakar derajat II timbul nyeri dan
bulae

Ppada luka bakar derajat I kulit hanya


tampak eritema dengan perabaan hangat,
tidak dijumpai bula
Ppada luka bakar derajat II timbul nyeri,
timbul gelembung atau bula berisi
cairan eksudat
Pmenentukan luas luka bakar dengan
rumus rule of nine

Edarah lengkap
EAGD
Eelektrolit

Anamnesi dan Pemeriksaan fisik.

Kriteria:
Berat ringannya berdasarkan
American Burn Association:
a. Luka bakar Ringan
1. Luka bakar derajat II < 15%
2. Luka bakar derajat II < 10% pada
anak-anak
3. Luka bakar derajat III< 2%
b. Luka Bakar Sedang
1. Luka bakar derajat II 15-25% pada
orang dewasa
2. Luka bakar II 10-25% pada anak-anak
3. Luka bakar derajat III< 10%
c. Luka Bakar Berat
1. Luka bakar derajat II 25% atau lebih
pada orang dewasa
2. Luka bakar derajat II 20% atau lebih
pada anak-anak
3. Luka bakar derajat II 10% atau lebih
4. Luka bakar mengenai tangan, wajah,
telinga, mata, kaki dan genitalia
5. Luka bakar dengan cedera inhalasi,
disertai trauma lain.

Komplikasi:
Jaringan parut.

Terapi
Jenis Obat

Dosis

Prinsip:
a. Mengurangi pruritus
b. Menekan inflamasi
c. Membuka retensi keringat
Farmakoterapi:
W Topikal:
~ bedak kocok
~ lanolin topikal atau bedak salisil 2%

W Sistemik:
~ antihistamin sedatif
~ antihistamin non sedatif

Kriteria Rujukan
Tidak ada indikasi rujukan

? Liquor faberi atau bedak kocok yang


mengandung kalamin dan antipruritus
diberikan 2 kali sehari selama 1 minggu
? Lanolin topikal atau bedak salisil 2%
dibubuhi mentol 1/4-2% sekaligus
diberikan 2 kali sehari selama 1 minggu

? Hidroksisin 2x25mg per hari selama 7 hari


? Loratadin 1x10mg per hari selama 7 hari

W menjaga kebersihan kulit


W topikal dengan bahan kaustik:
~ asam salisilat 20%-40%
~ larutan AgNO3 25%

a. Diagnosis belum dapat ditegakkan


b. Tindakan memerlukan anestesi

W Reaksi peradangan lokal dapat dikurangi


dengan sesegera mungkin mencuci daerah
gigitan dengan air dan sabun, serta
kompres es

Jika kondisi memburuk yang


ditandai dengan:
makin bertambahnya patch eritema
timbul bula
disertai gejala sistemik atau
komplikasi.

W Bila disertai obstruksi saluran napas


diindikasikan pemberian ephinefrin
sub kutan dilanjutkan dengan pemberian
kortikosteroid prednison
W Dalam kondisi stabil:
~ antihistamin

~ topikal: kortikosteroid topikal potensi


sedang-kuat

? Prednison 60-80mg/hari selama 3 hari,


dosis diturunkan 5-10mg/hari

? Hidroksisin 2x25mg per hari selama 7 hari


? Chlorpheniramine Maleat 3x4mg selama
7 hari
? Loratadin 1x10mg per hari selama 7 hari
? Krim mometasone furoat 0,1%
? Krim betametasone valerat 0.5%
Diberikan selama 2 kali sehari selama 7 hari

W Suportif: menghindari gesekan kulit,


nutrisi TKTP, istirahat, menghindari
kontak dengan orang lain

a. Tidak sembuh setelah 7-10 hari


terapi.
b. Pada pasien bayi, anak, geriatri
(imunokompromais)
c. Terjadi komplikasi
d. Terdapat penyakit penyerta

W Gejala prodromal diatai sesuai indikasi


W Stadium vesikel
~ bedak salisil 2% atau bedak kocok
kalamin agar vesikel tidak pecah
~ apabila erosif, diberikan kompres
terbuka, apabila terjadi ulserasi
dapat dipertimbangkan pemberian
salep antibiotik
W Antivirus oral

? Asiklovir:
Dewasa: 5x800mg/hari
Anak: 4x20mg/KgBB
(dosis maksimal 800 mg)
? Valasiklovir:
Dewasa: 3x1000mg/hari
Pemberian obat tersebut selama 7-10
hari dan efektif diberikan pada 24 jam
pertama setelah timbul lesi.

W Antiviral

? Asiklovir 5x200mg/hari
? Valasiklovir 2x500mg/hari
Selama 7-10 hari.

W Melakukan perbaikan higiene diri dan


lingkungan.
W Topikal (skabisid)

a. Tidak sembuh setelah 7-10 hari


terapi.
b. Pada pasien bayi, anak, geriatri
(imunokompromais)
c. Terjadi komplikasi
d. Terdapat penyakit penyerta

Keluhan masih dirasakan 1 bulan


pasca terapi.
? Salep 2-4 dioleskan di seluruh tubuh,
selama 3 hari berturut-turut, dipakai
setiap habis mandi
? Krim permetrin 5% di seluruh tubuh.
Setelah 10 jam, dibersihkan dengan

sabun.

W Rambut dipotong sependek mungkin,


kemudian disisir menggunakan sisir
serit.
W Topikal (pedikulosid)
Rambut dicuci dengan shampo, kemudian
dioleskan losio/krim dan ditutup dengan
kain. Setelah menunggu sesuai waktu
yang ditentukan, rambut dicuci kembali
lalu disisir dengan sisir serit.

Apabila terjadi infestasi kronis dan


tidak sensitif terhadap terapi yang
diberikan.
? Malathion 0.5% atau 1% dalam bentuk
losio atau spray, dibiarkan 1 malam.
? Permetrin 1% dalam bentuk cream rinse,
dibiarkan dalam 2 jam.
? Gameksan 12% dibiarkan dalam 12 jam.

W Hygiene diri harus terjaga


W Untuk lesi terbatas, diberikan pengobatan
topikal

Krim klotrimazol, mikonazol, atau


terbinafin yang diberikan hingga lesi
hilang dan dilanjutkan 1-2 minggu untuk
mencegah rekurensi.

W Untuk penyakit yang tersebar luas


atau resisten terhadap topikal,
diberikan pengobatan sistemik

? Griseofulvin
Dewasa: 0,5-1 g
Anak: 0,25-0,5 g atau 10-25mg/KgBB/hari
terbagi dalam 2 dosis.
?Golongan azol:
Ketokonazol: 200 mg/hari,
Itrakonazol: 100 mg/hari
Terbinafin: 250 mg/hari
Pengobatan diberikan selama 10-14 hari
pada pagi hari setelah makan.

W Pasien disarankan tidak menggunakan


pakaian yang lembab dan tidak berbagi
penggunaan barang pribadi dengan
orang lain.

Sebaian besar kasus tidak perlu


dirujuk.

W Topikal

? Suspensi selenium sulfida 1,8% dalam


bentuk shampo, digunakan 2-3 kali
seminggu. Obat ini digosokkan pada
lesi dan didiamkan 15-30 menit
sebelum mandi.
? Derivat azol topikal: mikonazol dan
klotrimazol.

W Sistemik bila terdapat pada daerah


yang luas atau jika penggunaan topikal
tidak berhasil.

? Ketokonazol: 1x200mg sehari selama


10 hari
? Itraonazol: 1x200mg sehari selama
5-7 hari (pada kasus kambuhan atau
tidak responsive dengan terapi lain)

W Terapi suportif dengan menjaga hygiene,


nutrisi TKTP dan stamina tubuh
W Topikal

a. Penyakit tidak sembuh dalam


10-14 hari setelah terapi.
b. Terdapat imunodefisiensi.
c. Terdapat penyakit penyerta

? Bila banyak pus/krusta, dilakukan


kompres terbuka dengan Kalium
permangat (PK) 1/5.000 dan 1/10.000

? Bila tidak tertutup pus/krusta, diberikan


salep atau krim asam fusidat 2% atau
mupirosisn 2%, dioleskan 2-3 kali
sehari selama 7-10 hari
W Antibiotik oral

? Oksasilin, kloksasilin, dikloksasilin,


flukloksasilin
Dewasa: 4x250-500mg/hari selama 5-7 hari
Anak: 50mg/KgBB/hari terbagi dalam 4 dosis
selama 5-7 hari
? Amoksisilin dengan asam klavulanat
Dewasa: 3x250-500mg
Anak: 25mg/KgBB/hari terbagi dalam 3 dosis
selama 5-7 hari
? Sefalosporin 10-25mg/KgBB/hari terbagi
dalam 3 dosis selama 5-7 hari
? Eritromisin
Dewasa: 4x250-500mg/hari
Anak: 20-50mg/KgBB/hari terbagi dalam
4 dosis selama 5-7 hari

W Insisi untuk karbunkel yang menjadi


abses
W Pasien diminta untuk memperhatikan
faktor predisposisi, diet juga disarankan
rendah lemak.
W Topikal
Selama pengobatan rambut tetap dicuci.

Apabila tidak ada perbaikan dengan


tatalaksana standar.

Bayi
Asam salisilat 3% dalam minyak kelapa
atau vehikulum yang larut air atau kompres
minyak kelapa hangat 1x/ hari selama
beberapa hari.
Dilanjutkan dengan krim hidrokortison 1%
atau lotion selama beberapa hari.
Dewasa
Lesi di kulit kepala
Shampo selenium sulfida 1,8% atau
ketokonazol 2% shampo, zink pirition,
atau pemakaian preparat ter 2-5% dalam
bentuk salep dengan frekuensi 2-3 kali
seminggu selama 5-15 menit per hari.
Lesi di badan
Kortikosteroid topikal: desonid krim 0,05%,
(bila tidak tersedia dapat digunakan
fluosinolon asetonid krim 0,025%) selama
maksimal 2 minggu.
Pada kasus dengan inflamasi yang lebih
berat diberikan kortikosteroid kuat
(betametason valerat krim 0,1%).
Pada kasus dengan infeksi jamur, perlu
dipertimbangkan krim ketokonazol 2%.

W Oral sistemik

? Hidroksisin 2x1 tablet selama maksimal


2 minggu
? Loratadin 1x10mg per hari selama
maksimal 2 minggu

W Modifikasi gaya hidup


W Topikal ( 2 kali sehari)

Lesi di kulit kepala


Kortikosteroid topikal: desonid krim 0,05%,
(bila tidak tersedia dapat digunakan
fluosinolon asetonid krim 0,025%) selama
maksimal 2 minggu.
Manifestasi klinis likenifikasi dan
hiperpigmentasi

a. Dermatitis atopik luas, dan berat


b. Dermatitis atopik rekalsitran
atau dependent steroid
c. Bila diperlukan skin prick test
d. Bila gejala tidak membaik dengan
pengobatan standar selama 4 minggu
e. Bila kelainan rekalsitran atau
meluas sampai eritroderma

Betametason valerat krim 0,1% atau


mometason furoat krim 0,1%.
W Pada kasus infeksi sekunder, perlu
dipertimbangkan pemberian antibiotik
topikal atau sistemik bila lesi meluas
W Oral sistemik

? Hidroksisin 2x1 tablet selama maksimal


2 minggu
? Loratadin 1x10mg per hari selama
maksimal 2 minggu

W Menghindari faktor yang mungkin


memprovokasi
W Topikal ( 2 kali sehari)

Lesi madidans/basah
Kompres terbuka dengan larutan Kalium
permangat (PK) 1/10.000 menggunakan
3 lapis kasa bersih, selama masingmasing 15-20 menit/kali kompres sampai
lesi mengering.

a. Apabila tidak ada perbaikan dengan


tatalaksana standar.
b. Apabila diduga ada faktor penyulit
lain

Kemudian terapi dilanjutkan dengan


kortikosteroid topikal: desonid krim 0,05%,
(bila tidak tersedia dapat digunakan
fluosinolon asetonid krim 0,025%) selama
maksimal 2 minggu.
Manifestasi klinis likenifikasi dan
hiperpigmentasi
Betametason valerat krim 0,1% atau
mometason furoat krim 0,1%.
W Pada kasus infeksi sekunder, perlu
dipertimbangkan pemberian antibiotik
topikal atau sistemik bila lesi meluas
W Oral sistemik

? Hidroksisin 2x1 tablet selama maksimal


2 minggu
? Loratadin 1x10mg per hari selama
maksimal 2 minggu

W Pasien disarankan agar tidak terus


menerus menggaruk lesi saat gatal
W Antipruritus

? Hidroksisin 10-50mg setiap 4 jam


? Difenhidramin 25-50mg setiap 4-6 jam
(maksimal 300mg/hari)
? Klorfeniramin maleat (CTM) 4 mg setiap
4-6 jam (maksimal 24mg/hari)

Rujukan dilakukan dengan tujuan


untuk mengatasi penyebab lain
yang mendasari dengan berkonsultasi
kepada psikiatri atau dokter kulit.

W Glukokortikoid topikal
Glukokortikoid dapat dikombinasi dengan
tar, untuk efek anti inflamasi.

W Topikal ( 2 kali sehari)


~ pelembab hidrofilik urea 10%
~ kortikosteroid
W Pada kasus infeksi sekunder, perlu
dipertimbangkan pemberian antibiotik
topikal

W Oral sistemik

W Topikal ( 2 kali sehari)


~ pelembab hidrofilik urea 10%
~ kortikosteroid
W Pada kasus infeksi sekunder, perlu
dipertimbangkan pemberian antibiotik
topikal

W Oral sistemik

? Betametason dipropionat 0,05%


salep/krim 1-3x/hari
? Metilprednisolon aseponat 0,1%
salep/krim 1-2x/hari
? Mometason furoat krim 0,1%
salep/krim 1x/hari

desonid krim 0,05% (bila tidak tersedia


dapat digunakan fluosinolon asetonid
krim 0,025%)
Manifestasi klinis likenifikasi dan
hiperpigmentasi
Betametason valerat krim 0,1% atau
mometason furoat krim 0,1%.

a. Apabila dibutuhkan melakukan


patch test
b. Apabila kelainan tidak membaik
dalam 4 minggu pengobatan
standar dan sudah menghindari
kontak

? Hidroksisin 2x1 tablet selama maksimal


2 minggu
? Loratadin 1x10mg per hari selama
maksimal 2 minggu

desonid krim 0,05% (bila tidak tersedia


dapat digunakan fluosinolon asetonid
krim 0,025%)
Manifestasi klinis likenifikasi dan
hiperpigmentasi
Betametason valerat krim 0,1% atau
mometason furoat krim 0,1%.
? Hidroksisin 2x1 tablet selama maksimal
2 minggu
? Loratadin 1x10mg per hari selama
maksimal 2 minggu

a. Apabila dibutuhkan melakukan


patch test
b. Apabila kelainan tidak membaik
dalam 4 minggu pengobatan
standar dan sudah menghindari
kontak

W Ganti popok bayi lebih sering


W Farmakoterapi
1. Bila ringan: krim/ salep bersifat protektif
atau kortikosteroid potensi lemah
2. Bila terinfeksi kandida: berikan antifungal

Bila keluhan tidak membaik setelah


pengobatan standar selama 2 minggu.
? Zinc oxide/pantenol dipakai 2 kali sehari
selama 1 minggu
? Salep hidrokortison 1-2.5% dipakai 2 kali
sehari selama 3-7 hari
? Nistatin sistemik 1 kali sehari selama 7 hari
? Derivat azol topikal dikombinasi dengan
zinc oxide diberikan 2 kali sehari selama
7 hari

W Antipruritus
~ bedak asam salisilat 2%
~ mentol 0,25-0,5%

W Menjaga hygiene kulit


W Mengeluarkan massa yang mengandung
badan moluskum

Tidak perlu dirujuk.

a. Tidak ditemukan badan moluskum


b. Terdapat penyakit komorbiditas
c. Pasien HIV/AIDS

First-line therapy yaitu memberikan


edukasi pasien tentang penyakit urtikaria.
Urtikaria akut
Atasi keadaan akut terutama pada
angioedema, bila disertai obstruksi
saluran nafas, diindikasikan pemberian
epinefrin yang dilanjuktan kortikosteroid.

Urtikaria kronik
W Menghindari penyebab
W Farmakoterapi
~ Antihistamin (AH) oral nonsedatif
jaringan

~ Urtikaria karena dingin diberikan


siproheptadin
~ Antipruritus topikal: cooling antipruritic
lotion
~ Apabila terjadi angioedema atau
urtikaria generalisata, berikan prednison

Epinefrin subkutan
Prednison 60-80mg/hari selama 3 hari,
dosis diturunkan 5-10mg/hari.

? Loratadin 1x10mg per hari selama


1 minggu
Bila tidak berhasil dikombinasi dengan:
? Hidroksizin 3x25mg atau
? Dipenhydramine 4x25-50mg/hari
selama 1 minggu.
? Siproheptadin (3 x 4 mg) lebih efektif
selama 1 minggu terus menerus
? Krim menthol 1% atau 2% selama
1 minggu terus menerus
? Prednison oral 60-80 mg mg per hari
dalam 3 kali pemberian selama 3 hari,
dosis diturunkan 5-10mg/hari

a. Bila ditemukan fokus infeksi.


b. Urtikaria berlangsung kronik dan
rekuren
c. Jika pengobatan first line therapy
gagal.
d. Jika kondisi memburuk

W memelihara kebersihan kulit

a. bila dibutuhkan pengobatan operatif


b. bila gejala tidak membaik dengan
pengobatan konservatif

W fisioterapi
W obat anti filaria adalah Diethyl
? DEC 6mg/KgBB, 3 dosis/hari setelah
Carbamazine Citrate (DEC) dan Ivermektin
makan selama 12 hari
Pada Tropical Pulmonary Eosinophylia (TPE)
pengobatan diberikan selama 3 minggu.
? Ivermektin diberikan dosis tunggal
150ug/KgBB, diberikan setiap 6 bulan
atau 12 bulan
W antibiotik dan/atau antijamur akan
mengurangi serangan berulang
W antihistamin dan kortikosteroid untuk
mengatasi efek smaping pengobatan
W pengobatan operatif

Luka bakar derajat I dapat sembuh


spontan tanpa pengobatan khusus.
Luka bakar derajat II tergantung luas
luka bakar.
~ penanganan sirkulasi dengan formula
Baxter
~ antibiotik spektrum luas untuk luka
bakar sedang dan berat

Luka bakar sedang dan berat.

Formula Baxter:
a. Hari Pertama:
Dewasa: RL 4 cc x BB x % luas bakar per 24 jam
Anak:
Ringer Laktat : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % luas luka ditambah kebutuhan faali.
Kebutuhan faali :
< 1 Tahun : berat badan x 100 cc
1-3 Tahun : berat badan x 75 cc
3-5 Tahun : berat badan x 50 cc
jumlah cairan diberikan 8 jam pertama.
diberikan 16 jam berikutnya.
b. Hari kedua
Dewasa: hari I
Anak: diberi sesuai kebutuhan faali

No.
1

Diagnosis
Obesitas
Overweight

kode
ICPC II ICD X
T82
T83

Komp.

E66.9

Anamnesa
Biasanya pasien datang bukan dengan keluhan
kelebihan berat badan namun dengan adanya
gejala dari risiko kesehatan yang timbul.

Pemeriksaan Fisik
Ppengukuran Antropometri (BB, TB dan LP)
Ppengukuran lingkar pinggang
Ppengukuran tekanan darah

Pemeriksaan Penunjang
Ekadar gula darah
Eprofil lipid
Easam urat

Penegakan diagnosis
PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
Ppemeriksaan penunjang

Kategori obesitas:

Komplikasi:
a. Diabetes Mellitus tipe 2
b. Hipertensi
c. Serangan jantung
d. Ca kolon
e. Angina
f. Penyakit empedu
g. Ca ovarium
h. Osteoarthritis
i. Stroke
2

Tirotoksikosis

T85

E05.9

3B

Pberdebar-debar
Ptremor
Piritabilitas
Pintoleran terhadap panas
Pkeringat berlebihan
Ppenurunan BB
Ppeningkatan rasa lapar (nafsu makan )
Pdiare
Pgangguan reproduksi
Pmudah lelah
Ppembesaran kelenjar tiroid
Ppenderita merasa sukar tidur
Prambut rontok

Faktor Risiko:
Memiliki penyakit Graves (autoimun
hipertiroidisme) atau Stuma multinodular
toksik.

Hiperglikemia hiperosmolar
non ketotik

A91

R73.9

3B

Prasa lemah
Pgangguan penglihatan
Pkaki kejang
Pmual muntah
Pletargi
Pdisorientasi
Phemiparesis

Peksoftalmus
Ptakikardia
Pdemam tinggi sampai 40C
Ptremor halus
Pkulit hangat dan basah
Prambut rontok
Ppembesaran kelenjar tiroid
Pbruit pada tiroid
Pdermopati lokal
Pakropaki
Pgagal jantung kongestif
Pikterus

ETSHs sangat rendah


ET4/fT4/T3 tinngi
Eanemia normositik normokrom
Elimfositosis
Ehiperglikemia
Eenzim transaminase hati
meningkat
Eazotemia prerenal
EEKG

Untuk kasus hipertiroidisme yang


biasa, diagnosis yang tepat adalah
melakukan pengukuran langsung
konsentrasi tiroksin bebas di dalam
plasma (serum free T4 & T3 dan
TSH sedikit/tdk ada) dengan cara
pemeriksaan radioimunologik
yang tepat.
Untuk tirotoksikosis sering dapat
ditegakkan secara klinis tanpa
pemeriksaan laboratorium.

Spesifik untuk Grave ditambah dengan:


Poftalmopati
Pedema pretibial
Pkemosis
Pproptosis
Pdiplopia
Pvisus menurun
Pulkus kornea
Pdermopati
Pakropaki
Pkelenjar membesar, halus, bruit terdengar
Papatis sampai koma
Ptanda-tanda dehidrasi berat seperti:
turgor buruk, mukosa bibir kering, mata
cekung, perabaan ekstrimitas yang dingin
denyut nadi cepat dan lemah, turgor turun
Phipotensi postural
Ptidak ada bau aseton yang tercium dari

E gula darah

Pklinis

Komplikasi:
a. oklusi vaskular
b. infark miokard
c. low-flow syndrom

Pkejang atau koma

pernapasan
Ptidak ada pernapasan Kussmaul

d. DIC
e. rabdomiolisis

Secara klinis HHNK sulit dibedakan dengan


ketoasidosis diabetik terutama bila hasil
laboratorium seperti kadar gula darah,
keton dan keseimbangan asam basa belum
ada hasilnya.
Untuk menilai kondisi tersebut maka dapat
digunakan acuan, sebagai berikut:
a. Sering ditemukan pada usia lanjut
b. Hampir separuh pasien tidak mempunyai
riwayat DM atau diabetes tanpa
pengobatan insulin
c. Mempunyai penyakit dasar lain
d. Sering disebabkan obat-obatan
e. Mempunyai faktor pencetus

Hipoglikemia
Hipoglikemia ringan
Hipoglikemia berat

T87

E16.2
4A
3B

Prasa gemetar
Pperasaan lapar
Ppusing
Pkeringat dingin
Pjantung berdebar
Pgelisah
Ppenurunan kesadaran sampai koma dengan
atau tanpa kejang

Ppucat
Pdiaphoresis
PTD
Pfrekuensi denyut jantung meningkat
Ppenurunan kesadaran
Pdefisit neurologik fokal (refleks patologis
positif pada satu sisi tubuh) sesaat

Ekadar glukosa darah

Gejala klinik dan hasil pemeriksaan


kadar gula darah.
Trias whipple untuk hipoglikemia
a. Gejala yang konsisten dengan
hipoglikemia
b. Kadar glukosa plasma rendah
c. Gejala mereda setelah kadar
glukosa plasma meningkat

Komplikasi:
a. Kerusakan otak.
b. Koma.
c. Kematian.

Diabetes
Diabetes
Diabetes
Diabetes

melitus
insulin dependent
non-insulin dependent
melitus tipe lain

Ppenurunan BB yang tidak jelas sebabnya


T89
T90

E10
E11

4A
4A
3A

Keluhan:
Ppolifagia
Ppoliuri
Ppolidipsi
Ppenurunan BB yang tidak jelas sebabnya
Keluhan tidak khas DM :
Plemah
Pkesemutan
Pgatal
Pmata kabur
Pdisfungsi ereksi pada pria

Egula Darah Puasa


Diagnosis klinis.
Egula Darah 2 jam Post Prandial
EHbA1C
Kriteria diagnostik:
Gejala klasik DM (poliuria,
polidipsia, polifagi) + glukosa
plasma sewaktu 200mg/dL.
ATAU
Gejala klasik DM +kadar glukosa
plasma puasa 126mg/dL. Puasa
diartikan pasien tidak mendapat
kalori tambahan sedikitnya 8 jam.

Ppruritus vulvae pada wanita

ATAU

Pluka yang sulit sembuh

Kadar glukosa plasma 2 jam pada


tes toleransi glukosa terganggu
(TTGO) 200mg/dL dilakukan
dengan standar WHO.
ATAU
HbA1C 6,5% tetapi penentuan
diagnosis berdasar HbA1C belum
dapat digunakan secara nasional
di Indonesia.

Faktor risiko DM tipe 2:


a. Berat badan lebih dan obese (IMT 25 kg/m2)
b. Riwayat penyakit DM di keluarga
c. Mengalami hipertensi
d. Pernah didiagnosis penyakit jantung
atau stroke (kardiovaskular)
e. Kolesterol HDL < 35 mg/dl dan / atau
Trigliserida > 250 mg /dL atau
f. Riwayat melahirkan bayi dengan BBL > 4Kg
atau pernah didiagnosis DM Gestasional
g. Perempuan dengan riwayat PCOS
h. Riwayat GDPT/ TGT
i. Aktifitas jasmani yang kurang

Malnutrisi energi protein (MEP)

T91

E46

4A

PKwashiorkor, dengan keluhan:


1. Edema
2. Wajah sembab
3. Pandangan sayu
4. Rambut tipis, kemerahan seperti warna
rambut jagung, mudah dicabut tanpa sakit,
rontok.
5. Anak rewel, apatis.
PMarasmus, dengan keluhan:
1. Sangat kurus
2. Cengeng
3. Rewel
4. Kulit keriput
PMarasmus Kwashiorkor
Keluahan kombinasi dari ke 2 penyakit
tersebut diatas.

Faktor Risiko:
a. Berat badan lahir rendah.
b. HIV.
c. Infeksi TB.
d. Pola asuh yang salah.

Apabila hasil pemeriksaan tidak


memenuhi kriteria normal atau
DM, maka dapat dikelompokkan
ke dalam kelompok TGT atau GDPT
tergantung dari hasil yang diperoleh.
Kriteria:
a. GDPT ditegakkan bila setelah
pemeriksaan glukosa plasma
puasa didapatkan antara
100-125mg/dL
b. TGT ditegakkan bial setelah
pemeriksaan TTGO kadar
glukosa plasma 140-199mg/dL
pada 2 jam setelah beban
glukosa 75 gram.
c. HbA1C 5,7-6,4%
PBB/TB < 70% atau < -3SD
Pmarasmus: tampak sangat kurus,
tidak ada jaringan lemak bawah kulit,
anak tampak tua, baggy pants appearance.
Pkwashiorkor: edema, rambut kuning
mudah rontok, crazy pavement dermatoses
Ptanda dehidrasi
Pdemam
Pfrekuensi dan tipe pernapasan: pneumonia
atau gagal jantung
Psangat pucat
Ppembesaran hati, ikterus
Ptanda defisiensi vitamin A pada mata:
konjungtiva kerig, ulkus kornea, keratomalasia
Pulkus pada mulut
PLILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan

Egula darah, Hb, Ht


Eapusan darah
Eurin rutin
Efeses
Eantropometri
Efoto toraks
Euji tuberkulin

Tanda dan gejala klinis serta


pengukuran antropometri.
Anak didiagnosis gizi buruk:
a. BB/TB < -3SD atau 70% dari
median (marasmus).
b. Edema pada kedua punggung
kaki sampai seluruh tubuh
(kwashiorkor: BB/TB >-3SD atau
marasmik-kwashiorkor BB/TB <-3SD).

Komplikasi:
a. Anoreksia
b. Pneumonia berat
c. Anemia berat
d. Infeksi
e. Dehidrasi berat
f. Gangguan elektrolit
g. Hipoglikemi
h. Hipotermi
i. Hiperpireksia
j. Penurunan kesadaran

Hiperurisemia-Gout arthritis

T99
T92

E79.0
M10

4A

Pbengkak dan nyeri sendi yang mendadak,


biasanya timbul pada malam hari
Pbengka disertai rasa panas dan kemerahan
Pdemam, menggigil, nyeri badan
Papabila serangan pertama, 90% kejadian
hanya pada 1 sendi dan keluhan dapat
menghilang dalam 3-10hari walau tanpa
pengobatan

Ptampak sehat atau kesakitan akibat


nyeri sendi
Parthritis monoartikuler dapat ditemukan,
biasanya melibatkan sendi MTP-1 atau
sendi tarsal lainnya
Psendi yang mengalami inflamasi tampak
kemerahan dan bengkak

Eradiologis: pembengkakan
asimetris sendi dan kista
subkortikal tanpa erosi
Ekadar asam urat

Dislipidemia

T93

E78.5

4A

Biasanya tidak bergejala dan ditemukan


pada saat pasien pemeriksaan rutin
kesehatan.

Faktor Risiko:
a. Umur pria 45 tahun dan wanita 55 tahun.
b. Riwayat keluarga penyakit arteri koroner
dini: ayah usia <55 tahun dan ibu < 65 tahun.
c. Kebiasaan merokok.
d. Hipertensi atau sedang mendapat obat
antihipertensi
e. Kolesterol HDL rendah (<40 mg/dl).

Diagnosis arthritis gout adalah


ditemukannya kristal asam urat
di cairan sendi atau tofus.

Gambaran klinis hiperurisemia:


a. Hiperurisemia asimptomatis
b. Gout arthritis, 3 stadium:
1. Stadium akut
2. Stadium interkritikal
3. Stadium kronis
c. Penyakit Ginjal

Faktor Risiko:
a. Usia & Jenis kelamin
b. Obesitas
c. Alkohol
d. Hipertensi
e. Gangguan Fungsi Ginjal
f. Penyakit-penyakit metabolik
g. Pola diet
h. Obat: Aspirin dosis rendah, Diuretik,
obat-obat TBC

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik

Komplikasi:
Menimbulkan terbentuknya batu
ginjal dan keadaan terminal berupa
gagal ginjal.
Pemeriksaan antropometri dan tekanan
darah.

Ekadar kolesterol total,


kolesterol LDL, kolesterol
HDL dan trigliserida plasma

PAnamnesis
PPemeriksaan fisik
Ppemeriksaan penunjang

Klasifikasi:
Berdasarkan WHO:

Berdasarkan NECP:

Berdasarkan ada tidaknya penyakit


dasar:
a. Dislipidemia primer: penyebab
tidak jelas
b. Dislipidemia sekunder: memiliki
penyakit dasar

Komplikasi:
a. Penyakit jantung koroner
b. Stroke

Terapi
Jenis Obat

Dosis

W Pasien harus sadar bahwa kondisi


sekarang adalah obesitas, dengan
berbagai risikonya dan berniat untuk
program penurunan berat badan

Kriteria Rujukan
a. Bila pasien merupakan obesitas
dengan risiko tinggi dan risiko
absolut
b. Jika sudah dipercaya melakukan
modifikasi gaya hidup selama 3
bulan, dan tidak memberikan
respon terhadap penurunan BB

W Pengaturan pola makan dimulai dengan


mengurangi asupan kalori sebesar
300-550 kkal/hari
W Latihan fisik dimulai secara perlahan,
memulai dengan berjalan selama 30
menit dengan jangka waktu 3 kali
seminggu dan dapat ditingkatkan
intesitasnya selama 45 menit dengan
jangka waktu 5 kali seminggu

W Pemberian obat simptomatis


W Propanolol
Krisis tiroid
a. perawatan suportif: kompres dingin,
antipiretik, infus dextrose5%, NaCl0,9%,
O2, diuretik, digitalis
b. Pasien harus segera dirujuk.
c. Antagonis aktivitas hormon tiroid
diberikan di layanan sekunder.
~ Blokade produksi hormon tiroid

~ Blokade ekskresi hormon tiroid


~ Penyekat

~ Glukokortikoid

Propanolol dosis 40-200 mg dalam 4 dosis.

? PTU dosis 300mg tiap 4-6jam PO


? Metimazol 20-30mg tiap 4jam PO
Pada keadaan sangat berat, dapat
diberikan melalui NGT
? PTU dosis 600-1.000mg
? Metimazol 60-100mg
? Soluti lugol 8 tetes tiap 6 jam
? Propanolol 60mg tiap 6 jam PO
dosis disesuaikan respons (target:
HR <90x/m)
? Hidrokortison 100-500mg IV tiap 12 jam

Bila refrakter terhadap reaksi di atas:


plasmaferesis, dialisis peritoneal.
Lima pendekatan:
1. rehidrasi intravena agresif
2. penggantian elektrolit
3. pemberian insulin IV
4. diagnosis dan manajemen faktor
pencetus dan penyakit penyerta
5. pencegahan

Harus segera dirujuk setelah mendapat


rehidrasi cairan.

Setelah penanganan kegawatan


(pada krisis tiroid) teratasi perlu
dilakukan rujukan ke layanan
kesehatan sekunder.

W rehidrasi menggunakan Nacl, bisa


diberikan cairan isotonik atau hipotonik
1/2 normal diguyur 1000ml/jam sampai
keadaan cairan intravaskular dan
perfusi jaringan mulai membaik, baru
diperhitungkan kekurangan dan
diberikan dalam 12-48 jam
W infus glukosa 5% diberikan pada
waktu kadar glukosa 200-250mg%
W insulin
W kalium
W hindari infeksi sekunder
W antibiotik
a. Stadium permulaan (sadar):
1. Berikan gula murni 30 gram (2 sendok
makan) atau sirop/permen atau gula
murni dan makanan yang mengandung
karbohidrat
2. Hentikan obat hipoglikemik sementara.
Pantau GDS tiap 1-2jam.
3. Pertahankan GD 200mg/dl (bila sebelumnya
tidak sadar)
4. Cari penyebab hipoglikemi

Pasien hipoglikemia dengan


penurunan kesadaran setelah
diberikan penanganan D40%
bolus dan infus D10% dengan
tetesan 6 jam per kolf.

b. Stadium lanjut (koma hipoglikemia


atau tidak sadar dan curiga hipoglikemia)
1. Diberikan larutan D40% sebanyak 2 flakon
bolus intra vena
2. Diberikan cairan D10% per infus, 6 jam
per kolf
3. Periksa GDS
GDs <50mg/dL bolus D40% 50ml IV
GDs <100mg/dL bolus D40% 25ml IV
4. Periksa GDS setelah 1 jam pemberian D40%
GDs <50mg/dL bolus D40% 50ml IV
GDs <100mg/dL bolus D40% 25ml IV
GDs 100-200mg/dL tanpa bolus D40%
GDs >200mg/dl pertimbangan menurunkan
kecepatan drip D10%
5. Bila GDS >100mg/dL sebanyak 3 kali berturutturut, pemantauan GDS setiap 2 jam dengan
protokol di atas, bila GDS >200mg/dL
pertimbangkan mengganti infus D5%
atau NaCl0,9%
6. Bila GDS >100mg/dL sebanyak 3 kali berturutturut, pemantauan GDS setiap 4 jam dengan
protokol di atas, bila GDS >200mg/dL
pertimbangkan mengganti infus D5%
atau NaCl0,9%
7. Bila GDS >100mg/dL sebanyak 3 kali berturutturut, sliding scale setiap 6 jam:

8. Bila hipoglikemia belum teratasi,


pertimbangkan pemberian antagonis
insulin seperti: adrenalin, kortison,

? Glukagon 0,5-1mg IV/IM

atau glukagon (bila penyebabnya insulin)


9. Bila pasien belum sadar, GDS 200mg/dL,
berikan kortikosteroid dan manitol,
cari penyebab lain penurunan kesadaran

Modifikasi gaya hidup dan pengobatan.


Pemilihan jenis obat hipoglikemik oral
(OHO) dan insulin bersifat individual
tergantung kondisi pasien dan sebaiknya
mengkombinasi obat dengan cara yang
berbeda.

? Hidrokortison 100mg per 4 jam selama


12 jam atau
? Deksametason 10 mg IV bolus
dilanjutkan 2mg tiap 6 jam
? Manitol 1,5-2g/KgBB IV setiap 6-8 jam

Pada DM gestasional, penatalaksanaan


dilakukan secara terpadu. Keadaan
normoglikemia harus dapat dipertahankan
sampai persalinan.
Sasaran normoglikemia DM gestasional

Cara pemberian OHO, terdiri dari:


a. OHO dimulai dengan dosis kecil dan
ditingkatkan secara bertahap sesuai
respons kadar glukosa darah, dapat
diberikan sampai dosis optimal.
b. Sulfonilurea: 15-30menit sebelum makan.
c. Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum
makan.
d. Metformin: sebelum/pada saat/
sesudah makan
e. Penghambat glukosidase (Acarbose):
bersama makan suapan pertama.

adalah kadar GDP 95mg/dL dan 2 jam

f. Tiazolidindion: tidak bergantung pada

sesudah makan 120mg/dL. Apabila


sasaran glukosa tidak tercapai dengan
pengaturan makan dan latihan jasmani,
langsung diberikan insulin.

jadwal makan
g. DPP-IV inhibitor: bersama makan dan
atau sebelum makan

W Vitamin A dosis tinggi diberikan pada


anak gizi buruk dengan dosis sesuai
umur pada saat pertama kali ditemukan.
W Makanan pemulihan gizi:
1. Jenis pemberian ada 3 pilihan:
makanan therapeutic atau gizi siap saji,
F100 atau makanan lokal dengan densitas
energi yg sama terutama dari lemak.
2. Pemberian jenis makanan untuk
pemulihan gizi disesuaikan masa
pemulihan (rehabilitasi):
1 minggu pertama pemberian F100.
Minggu berikutnya jumlah dan frekuensi
F100 dikurangi seiring dengan penambahan
makanan keluarga.

a. DM dengan komplikasi
b. DM dengan kontrol gula buruk
c. DM dengan infeksi berat
d. DM dengan kehamilan
e. DM type 1

a. Bila terjadi komplikasi


b. Bila terdapat penyakit komorbid

W Mengatasi serangan akut:


~ analgesik (NSAID)
~ Colcichine efektif pada 24 jam pertama
setelah serangan nyeri sendi timbul
~ Kortikosteroid sistemik bila NSAID dan
colchicine tidak berespon baik

? Indometasin 150-200mg/hari selama


2-3hari
? Colcichine 0,5-0,6mg per hari dengan
dosis maksimal 6mg

a. Bila terjadi komplikasi


b. Bila terdapat penyakit komorbid

W Mencegah serangan berulang


Obat: analgetik, colcichine dosis rendah
W Mengelola hiperurisemia (menurunkan
kadar asam urat dan mencegah komplikasi)
~ obat penurun asam urat (tidak digunakan
selama serangan akut), target terapi
adalah kadar asam urat <6mg/dl

? Allopurinol dimulai dari dosis terendah


100mg kemudian bertahap dinaikkan
bila diperlukan, dosis maksimal
800mg/hari.

~ modifikasi gaya hidup

W Penatalaksanaan dimulai dengan


melakukan penilaian jumlah faktor
risiko pada pasien untuk menentukan
kolesterol LDL yang harus dicapai
W Setelah menentukan banyaknya faktor
risiko, maka pasien dibagi dalam tiga
kelompok risiko: tinggi, sedang, berat

W Pilar utama melalui non farmakologis:


~ modifikasi diet
~ latihan fisik 150menit/minggu sesuai
kebutuhan dan kemampuan pasien
~ peneglolaan BB
W Bila LDL >160mg/dl dengan 2 atau lebih
faktor risiko, maka dapat diberikan statin
dengan titrasi dosis sampai tercapai
dosis efektif
W Bila kadar trigliserida >400mg/dl maka
pengobatan dimulai dengan golongan
asam fibrat --> ketika telah didapatkan
kadar trigliserida yang menurun namun
LDL belum mencapai sasaran maka
HMG-CoA reductase inhibitor akan
dikombinasikan dengan asam fibrat

Obat hipolipidemik diantaranya:


a. Golongan statin:
~ Simvastatin 5-40 mg
~ Lovastatin 10-80 mg
~ Pravastatin 10-40 mg
~ Fluvastatin 20-80 mg
~ Atorvastatin 10-80 mg

b. Golongan asam fibrat:


~ Gemfibrozil 2x600mg/hari
~ Fenofibrat 1x160mg/hari
c. Golongan asam nikotinat:
~ Nicotinic acid (immediate release)
2x100mg s.d 1,5-3g
d. Golongan resin pengikat asam empedu:
~ Kolestiramin 8-16g/hari
~ Colestipol 10-20g/hari
~ Colesevelam 6,5g/hari
e. Golongan penghambat absorbsi
kolesterol:
~ Ezetimibe 1x10mg/hari

Jika terdapat penyakit komorbid


yang harus ditangani spesialis.

W Bila kadar trigliserida >350mg/dl, golongan


statin dapat digunakan --> apabila
kadar trigliserida tetap tinggi maka
perlu kombinasi dengan fibrat atau
kombinasi statin dan asam nikotinat
W Terapi hiperkolesterolemia untuk
pencegahan primer dimulai dengan
statin atau sekuestran asam empedu
atau nicotic acid, pemantauan profil
lipid dilakukan setiap 6 minggu

No.
1

Diagnosis
Infeksi saluran kemih

kode
Komp.
ICPC II ICD X
U71

N39.0

4A

Anamnesa
Pdemam
Psusah BAK
Pnyeri saat diakhir BAK
Psering BAK
Pnokturia
Panyang-anyangan
Pnyeri pinggang dan nyeri suprapubik

Faktor Risiko:
Riwayat diabetes melitus, urolitiasis, higiene
pribadi buruk, riwayat keputihan, kehamilan,
riwayat infeksi saluran kemih sebelumnya,
riwayat pemakaian kontrasepsi diafrahma,
kebiasaan menahan kencing, hubungan
seksual, anomali struktur saluran kemih.

Pemeriksaan Fisik
Pdemam
Pflank pain
Pnyeri tekan suprapubik

Pemeriksaan Penunjang
Earah Perifer Lengkap
Eurinalisis
Eureum dan kreatinin
Ekadar gula darah
Ekultur urine

Penegakan diagnosis
P Anamnesis
P Pemeriksaan fisik
P Pemeriksaan penunjang

Komplikasi:
a. Gagal ginjal
b. Sepsis
c. Inkotinensia urine
d. ISK berulang atau kronik
kekambuhan

Terapi
Jenis Obat

Dosis

W Minum air putih minimal 2 liter/hari


bila fungsi ginjal normal

Jika ditemukan komplikasi

W Menjaga higienitas genitalia eksterna.


W Pemberian antibiotik

Kriteria Rujukan

Golongan flurokuinolon dengan durasi:


7-10 hari pada perempuan,
10-14 hari pada laki-laki.

No.
1

Diagnosis
Hiperemesis gravidarum

kode
Komp.
ICPC II ICD X
W05

O21.0

3B

Anamnesa
Pmual dan muntah hebat
Pamenore yang disertai muntah yang hebat
Pnafsu makan turun
Pberat badan turun
Pnyeri epigastrium
Plemas
Prasa haus yang hebat
Pgangguan kesadaran

Faktor Risiko:
Faktor endokrin, biokimiawi, dan psikologis.

Kehamilan normal

W90

O80.9

4A

Berhenti menstruasi dengan diertai tandatanda tidak pasti kehamilan:


Pmual dan muntah pada pagi hari
Ppengerasan dan pembesaran mammae

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Penunjang

Pre-eklampsia

W81

O14.9

3B

Edarah
Eurinalisa

Ptanda vital ibu


Pukur berat badan, tinggi badan, LLA
Ppada trimester I:
Bila LLA >33cm, maka diduga obesitas,
memiliki risiko pre-eklampsia dan diabetes
maternal, memiliki risiko melahirkan bayi
dengan berat badan lebih.
Bila LLA <23cm, maka diduga undernutrisi
atau memiliki penyakit kronis, biasanya
memiliki bayi yang lebih kecil dari ukuran
normal.
Pedema palpebra atau pucat
Pmata dan konjungtiva dapat pucat
Pkebersihan mulut dan gigi dapat karies
Pkemungkinan pembesaran tiroid

Etes kehamilan
P Anamnesis
Edarah, golongan darah
P Pemeriksaan fisik/obstetrik
Epada ibu hamil dengan
P Pemeriksaan penunjang
faktor risiko dianjurkan
untuk dilakukan pemeriksaan
BTA, TORCH, sifilis, malaria, Tanda tak pasti kehamilan:
HIV
tes kehamilan HCG (+)
EUSG
Tanda pasti kehamilan:
a. Bunyi jantung janin (bila umur
kehamilan/ UK> 8 minggu) dengan
BJJ normal 120-160 kali per menit.
b. Gerakan janin (bila UK> 12 minggu)
c. Bila ditemukan adanya janin pada
pemeriksaan USG dan obstetrik

pre-eklampsia ringan:
peningkatan tekanan darah 140/90 mmHg
pre-eklampsia berat :
PTD 160/110mmHg
Pedema
Ppandangan kabur
Pnyeri di epigastrium atau nyeri kuadran
kanan atas abdomen
Psianosis
Faktor Risiko:
a. Kondisi-kondisi yang berpotensi menyebabkan Ppertumbuhan janin terhambat
penyakit mikrovaskular
b. Sindrom antibody antiphospholipid (APS)
c. Nefropati
d. Faktor risiko lainnya dihubungkan dengan
kehamilan itu sendiri, dan faktor spesifik
dari ibu atau janin:
Pedema
Phipertensi
Pproteinuria
Pgangguan penglihatan
Psakit kepala hebat
Pnyeri perut bagian atas

P Anamnesis
P Pemeriksaan fisik
P Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan tanda vital:


Pnadi meningkat 100x/mnt
PTD menurun (keadaan berat)
Psubfebris
Pgangguan kesadaran (keadaan berat)
b. Pemeriksaan tanda-tanda dehidrasi:
Pmata cekung
Pbibir kering
Pturgor berkurang
c. Pemeriksaan generalis:
Pkulit pucat
Psianosis
PBB turun >5% dari BB sebelum hamil
Puterus besar sesuai usia kehamilan
Pinspekulo tampak serviks berwarna biru

Komplikasi:
a. Komplikasi neurologis
b. Stress related mucosal injury,
stress ulcer pada gaster
c. Jaundice
d. Disfungsi pencernaan
e. Hipoglikemia
f. Malnutrisi dan kelaparan
g. Komplikasi potensial dari janin
h. Kerusakan ginjal menyebabkan
hipovolemia
i. Intrauterine growth restriction

Kehamilan normal apabila


memenuhi kriteria di bawah ini:
a. Keadaan umum baik
b. Tekanan darah < 140/90 mmHg
c. Pertambahan berat badan sesuai
minimal 8kg selama kehamilan
(1kg per bulan atau sesuai IMT)
d. Edema hanya pada ekstremitas
e. BJJ =120-160 x/menit
f. Gerakan janin dapat dirasakan
setelah usia 18-20minggu hingga
melahirkan
g. Ukuran uterus sesuai umur
kehamilan
h. Pemeriksaan fisik dan laboratorium
dalam batas normal
i. Tidak ada riwayat kelainan obstetrik

Pemeriksaaan obstetrik:
Abdomen :
a. Observasi adanya bekas operasi.
b. Mengukur tinggi fundus uteri.
c. Melakukan palpasi dengan manuever
Leopold I-IV.
d. Mendengarkan bunyi jantung janin.
Vulva/vagina
a. Observasi varises, kondilomata, edema,
haemorhoid atau abnormalitas lainnya
b. VT: memperhatikan tanda-tanda tumor
c. Inspekulo: memeriksa serviks, infeksi,
ada/tidaknya cairan keluar dari osteum
uteri

Penegakan diagnosis

Eproteinuria

P Anamnesis
P Pemeriksaan fisik
P Pemeriksaan penunjang

Pre-eklampsia terbagi menjadi:


pre-eklampsia ringan dan
pre-eklampsia berat.
Pre-eklampsi Ringan:
~ Hipertensi: TD 140/90mmHg
~ Proteinuria: 300 mg/24 jam atau
1+ dipstik
Pre-eklampsi Berat:
~ Hipertensi: 160/110mmHg
~ Proteinuria:5 gr/24 jam atau
2+ dalam pemeriksaan kualitatif

1. Umur > 40 tahun


2. Nulipara
3. Kehamilan multipel
e. Obesitas sebelum hamil
f. Riwayat keluarga pre-eklampsia eklampsia
g. Riwayat Pre-eklampsia pada kehamilan
sebelumnya
4

Eklampsi

W81

O15.9

3B

Kejang yang diawali dengan gejala-gejala


prodromal, antara lain:
Pnyeri kepala hebat
Pgangguan visus
Pmuntah-muntah
Pnyeri epigastrium
Pkenaikan progresif tekanan darah

Ppemeriksaan keadaan umum: sadar atau


penurunan kesadaran
Ptentukan jenis kejang: tonik, klonik, umum
Ptanda vital: TD diastolik >110mmHg
Psianosis
Pskotoma penglihatan
Pedema paru dan atau gagal jantung
Pnyeri di epigastrium atau nyeri kuadran
kanan atas abdomen

Eproteinuria 2+

P Anamnesis
P Pemeriksaan fisik
P Pemeriksaan penunjang

Ppenilaian tanda vital (tekanan darah,


nadi, respirasi, suhu)
Ppenilaian tanda-tanda syok
Pperiksa konjungtiva untuk tanda anemia
Pmencari ada tidaknya massa abdomen
Ptanda-tanda akut abdomen dan defans
musculer
Ppemeriksaan ginekologi, ditemukan:
1. Abortus iminens
Osteum uteri masih menutup
Perdarahan warna kecoklatan disertai lendir
Ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan
Detak jantung janin masih ditemukan

EUSG
EBHCG masih positif sampai
7-10 hari setelah abortus
Edarah perifer lengkap

P Anamnesis
P Pemeriksaan fisik
P Pemeriksaan penunjang

Faktor Risiko:
a. Kondisi-kondisi yang berpotensi menyebabkan
penyakit mikrovaskular
b. Sindrom antibody antiphospholipid (APS)
c. Nefropati
d. Faktor risiko lainnya dihubungkan dengan
kehamilan itu sendiri, dan faktor spesifik
dari ibu atau ayah janin

Abortus
Unspecified abortion, complete,
without complication
Unspecified abortion, incomplete
without complication
a. Abortus komplit
b. Abortus inkomplit
c. Abortus insipiens

W82
O03.9
O06.4
4A
3B
3B

a. Abortus Imminens
Priwayat terlambat haid dengan hasil
BHcg (+) dengan usia kehamilan < 20minggu
Pperdarahn pervaginamnya tidak terlalu
banyak, kecoklatan bercampur lendir
Ptidak disertai nyeri atau kram
b. Abortus insipiens
Pperdarahan bertambah banyak, merah segar
disertai terbukanya serviks
Pperut nyeri ringan atau spasme
c. Abortus Inkomplit
Pperdarahan aktif
Pnyeri perut hebat
Ppengeluaran sebagian hasil konsepsi
Pmulut rahim terbuka dengan sebagian
sisa konsepsi tertinggal
Ppasien dapat mengalami syok
d. Abortus komplit
Perdarahan sedikit
Pnyeri perut atau kram ringan
Pmulut sudah tertutup
Ppengeluaran seluruh hasil konsepsi

Faktor Risiko:
Faktor Maternal
a. Penyakit infeksi

2. Abortus insipiens
Osteum uteri terbuka, dengan terdapat
penonjolan kantong dan didalamnya
berisi cairan ketuban
Perdarahan berwarna merah segar
Ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan
Detak jantung janin masih ditemukan
3. Abortus inkomplit
Osteum uteri terbuka, dengan terdapat
sebagian sisa konsepsi
Perdarahan aktif
Ukuran uterus sesuai usia kehamilan
4. Abortus komplit
Osteum uteri tertutup

Komplikasi:
a. Perdarahan
b. Infeksi
c. Perforasi
d. Syok

b. Gangguan nutrisi yang berat


c. Penyakit menahun dan kronis
d. Alkohol dan merokok
e. Anomali uterus dan serviks
f. Gangguan imunologis
g. Trauma fisik dan psikologis

Perdarahan sedikit
Ukuran uterus lebih kecil usia kehamilan

Anemia defisiensi besi pada


kehamilan

B80

D50

4A

Pbadan lemah, lesu


Pmudah lelah
Pmata berkunang-kunang
Pampak pucat
Pelinga mendenging
Ppica

Pkonjungtiva anemis
Patrofi papil lidah
Pstomatitis angularis (cheilosis)
Pkoilonichia : kuku sendok (spoon nail),

Ekadar haemoglobin
Eapusan darah tepi

Kadar Hb <11g/dl (trimester I dan III)


atau <10,5g/dl (trimester II).

Ketuban pecah dini (KPD)

W92

42.9

3A

Priwayat keluarnya air ketuban berupa cairan


jernih keluar dari vagina yang kadangkadang disertai tanda-tanda lain dari
persalinan

Pmenentukan pecahnya selaput ketuban


dengan adanya cairan ketuban di vagina,
pastikan bahwa cairan tersebut adalah
cairan amnion dengan memperhatikan
bau cairan ketuban yang khas
Pjika tidak ada cairan amnion, dapat dicoba
dengan menggerakkan sedikit bagian
terbawah janin atau meminta pasien batuk
atau mengejan
Ptidak ada tanda inpartu
Pmengukur suhu tubuh

EpH vagina (cairan ketuban)


dengan kertas lakmus
Epemeriksaan mikroskopis
Edarah rutin

P Anamnesis
P Pemeriksaan fisik
P Pemeriksaan penunjang

Persalinan lama

W92

O63.9

3B

Pasien datang dalam kondisi fase persalinan


Pada ibu:
Pgelisah
kala 1 atau kala 2 dengan status:
kelainan pembukaan Sserviks atau partus macet. Pletih
Psuhu badan meningkat
Pberkeringat
Pnadi cepat
Faktor Risiko:
Ppernafasan cepat
(Po, Pa, Pa atau gabungan 3 P )
Pmeteorismus
a. Power : His tidak adekuat
Pbandle ring, edema vulva, oedema serviks,
b. Passenger : malpresentasi, malposisi,
janin besar.
cairan ketuban berbau, terdapat mekoneum
c. Passage : panggul sempit, kelainan serviks
Pada janin:
Pdjj cepat, hebat, tidak teratur, bahkan negatif
atau vagina, tumor jalan lahir.
Pair ketuban terdapat mekoneum kental
d. Gabungan dari faktor-faktor di atas.
kehijau-hijauan, cairan berbau
Pcaput succedenium yang besar
Pmoulage kepala yang hebat
Pkematian janin dalam kandungan
Pkematian janin intrapartal
Kelainan pembukaan serviks:
a. Persalinan Lama
1. Nulipara:
dilatasi serviks pada fase aktif < 1,2cm/jam
kemajuan turunnya bagian terendah < 1 cm/jam
2. Multipara:
dilatasi serviks pada fase aktif < 1,5cm/jam
Kemajuan turunnya bagian terendah <2 cm/jam
b. Persalinan Macet
1. Nulipara :
Fase deselerasi memanjang ( > 3 jam )

Komplikasi:
a. Infeksi maternal dan neonatal
b. Persalinan prematur
c. Hipoksia janin
d. Deformitas janin
e. Meningkatnya insiden seksio
sesarea
Epartograf
Edopler
Eurin
Edarah tepi lengkap

Diagnosa klinis:
a. Distosia pada kala I fase aktif:
Grafik pembukaan serviks pada
partograf berada di antara garis
waspada dan garis bertindak,
atau sudah memotong garis bertindak.
b. Fase ekspulsi (kala II)memanjang:
Tidak ada kemajuan penurunan
bagian terendah janin pada
persalinan kala II. Dengan batasan
waktu:
1. Maksimal 2 jam untuk nulipara
dan 1 jam untuk multipara atau
2. Maksimal 3 jam untuk nulipara
dan 2 jam untuk multipara bila
pasien menggunakan analgesia
epidural

Komplikasi:
a. Infeksi intrapartum
b. Ruptura uteri
c. Pembentukan fistula
d. Cedera otot-otot dasar panggul
e. Kaput suksedaneum
f. Molase kepala janin
g. Kematian ibu dan anak

Tidak ada pembukaan (dilatasi) > 2 jam


Tidak ada penurunan bagian terendah > 1 jam
Kegagalan penurunan bagian terendah
2. Multipara:
Fase deselerasi memanjang > 1 jam
Tidak ada pembukaan (dilatasi) > 2 jam
Tidak ada penurunan bagian terendah > 1 jam
Kegagalan penurunan bagian terendah

Perdarahan post partum

W17

O72.1

3B

Gejala baru tampak pada kehilangan


darah sebanyak 20%.
Pperdarahan
Plemah
Plimbung
Pbekeringat dingin
Pmengigil

Pnilai tanda syok: pucat, akral dingin, nadi


Edarah rutin
cepat, tekanan darah rendah Egolongan darah
Pnilai tanda vital: nadi>100x/menit, hiperpnea,
Ewaktu perdarahan dan
TD sistolik <90mmHg,suhu
pembekuan darah
Ppemeriksaan obstetrik:
1. Perhatikan kontraksi, letak, dan konsistensi
uterus
2. Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai:
perdarahan, keutuhan plasenta, tali pusat,

Perdarahan post partum bukanlah


suatu diagnosis akan tetapi suatu
kejadian yang harus dicari kausalnya:

Faktor Risiko:
a. Faktor Risiko prenatal:
Perdarahan sebelum persalinan,
Solusio plasenta,
Plasenta previa,
Kehamilan ganda,
Preeklampsia,
Khorioamnionitis,
Hidramnion,
IUFD,
Anemia (Hb< 5,8),
Multiparitas,
Mioma dalam kehamilan,
Gangguan faktor pembekuan dan
Riwayat perdarahan sebelumnya serta obesitas.
b. Faktor Risiko saat persalinan pervaginam:
Kala tiga yang memanjang,
Episiotomi,
Distosia,
Laserasi jaringan lunak,
Induksi atau augmentasi persalinan
dengan oksitosin,
Persalinan dengan bantuan alat,
Sisa plasenta, dan bayi besar (>4000 gram).
c. Faktor Risiko perdarahan setelah SC :
Insisi uterus klasik,
Amnionitis,
Preeklampsia,
Persalinan abnormal,
Anestesia umum,
Partus preterm dan postterm.

dan robekan didaerah vagina

Komplikasi:
a. Syok
b. Kematian

10 Ruptur perineum tingkat 1-2

W92

O70.0

4A

Perdarahan pervaginam.

Faktor Risiko:
a. Kepala janin terlalu cepat lahir
b. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana
mestinya
c. Sebelumnya pada perineum terdapat
banyak jaringan parut
d. Pada persalinan dengan distosia bahu
e. Partus pervaginam dengan tindakan

11 Mastitis

X21

N61

4A

Pnyeri di daerah payudara


Pdemam disertai menggigil
Pmialgia

Faktor Risiko:
a. Primipara
b. Stress
c. Tehnik meneteki yang tidak benar
d. Pemakaian kutang yang terlalu ketat
e. Penghisapan bayi yang kurang kuat
f. Bentuk mulut bayi yang abnormal
(ex: cleft lip or palate), dapat menimbulkan
trauma pada puting susu.
g. Terdapat luka pada payudara.

Probekan pada perineum,


Pperdarahan yang bersifat arterial atau yang
bersifat merembes,
Ppemeriksaan colok dubur, untuk menilai
derajat robekan perineum.

P Anamnesis
P Pemeriksaan fisik

Ppemeriksaan tanda vital: takikardi


Ppemeriksaan payudara:
1. payudara membengkak
2. lebih teraba hangat
3. kemerahan dengan batas tegas
4. adanya rasa nyeri
5. unilateral
6. dapat pula ditemukan luka pada payudara

Pklinis

Klasifikasi:
Ruptur perineum dibagi menjadi
4 derajat:
Deajat I
~ robekan hanya pada selaput
lendir vagina dengan atau tanpa
mengenai kulit perineum
Deajat II
~ robekan mengenai selaput lendir
vagina dan otot perinea transversalis
tetapi tidak melibatkan kerusakan
otot sfingter ani
Derajat III
~ robekan mengenai perineum
sampai dengan otot sfingter ani:
Derajat III.a.
robekan <50% sfingter ani eksterna
Derajat III.b.
robekan >50% sfingter ani eksterna
Derajat III.c.
robekan juga meliputi sfingetr ani
interna
Derajat IV
~ robekan mengenai perineum
sampai dengan otot sfingter ani
dan mukosa rektum

Klasifikasi:
Mastitis dapat dibedakan menjadi
3 macam:
a. Mastitis yang menyebabkan
abses dibawah areola mammae.
b. Mastitis ditengah payudara yang
menyebabkan abses ditempat itu.
c. Mastitis pada jaringan dibawah
dorsal kelenjar-kelenjar yang
menyebabkan abses antara
payudara dan otot-otot dibawahnya.

Komplikasi:
a. Abses mammae
b. Sepsis

Terapi
Jenis Obat

Dosis

W Mengusahakan kecukupan nutrisi ibu


W Istirahat cukup
W Defekasi teratur
W Farmakologis:
Penanganan awal diberikan :
1. H2 Blocker per oral/IV.
2. Piridoksin 10 mg per oral tiap 8 jam.
3. Anti emetik IV.
4. Cairan intravena sesuai derajat dehidrasi.
5. Suplemen multivitamin (B kompleks) IV.

W Memberikan zat besi dan asam folat

Kriteria Rujukan
Pasien dirujuk setelah mendapat
penanganan awal.

Besi 60 mg/hari dan folat 250 mikrogram


1-2x/hari.
Bila Hb <7,0 dosis ditingkatkan menjadi
dua kali.

Konsultasikan dan rujuk pada


kunjungan trimester 1 bila:
a. hyperemesis
b. perdarahan per vaginam
c. trauma

W Memberikan imunisasi TT
Konsultasikan dan rujuk pada
kunjungan trimester 2 bila:
a. Gejala yang tidak diharapkan
b. Perdarahan pervaginam
c. Hb selalu < 7 gr/dl
d. Gejala Pre-eklampsia, hipertensi,
proteinuria
e. Diduga adanya fetal growth
retardation
f. Ibu tidak merasakan gerakan bayi

W Memberikan konseling
W Ajarkan metoda mudah untuk menghitung
gerakan janin dalam 12 jam menggunakan
karet gelang
W Diskusikan mengenai aktifitas seksual
selama kehamilan

Pre-eklampsi Ringan:
W Pantau keadaan klinis ibu tiap ANC
W Rawat jalan:
~ Ibu hamil banyak istirahat
~ Konsumsi susu dan air buah
~ Antihipertensi: metildopa dan nifedipin

Pre-eklampsi Berat:
W Pemberian MgSO4

Bila ada satu atau lebih gejala


dan tanda-tanda pre-eklampsi
berat setelah dilakukan tata
laksana pre-eklampsi berat.
? Metildopa 250-500mg per oral 2 atau 3
kali sehari, dengan dosis maksimum
3gram per hari
? Nifedipin 10mg per oral, diulang tiap
15-30 menit dengan dosis maksimal 30mg
MgSO4 dosis awal dengan cara:
4g MgSO4 (10 ml larutan MgSO4 40%)
dan larutkan dalam 10 ml aquades,
berikan secara perlahan IV selama 20
menit.

Jika akses IV sulit berikan masing-masing


5g MgSO4 (12,5 ml larutan MgSO4 40%)
IM di bokong kiri dan kanan.

Stabilisasi fungsi vital, dengan pemantauan


Airway, Breathing, Circulation.

Harus segera dirujuk.

W Perawatan pada saat kejang


1. Masukan sudap lidah ke dalam mulut .
2. Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi
trendelenburg untuk mengurangi risiko
aspirasi
3. Berikan O2 4 liter/menit
W Farmakologis: MgSO4
Syarat pemberian MgSO4:
~ tersedianya Ca Glukonas 10%
~ refleks patella (+)
~ jumlah urin minimal 0,5ml/KgBB/jam
~ RR 12-16x/menit

MgSO4 dosis awal dengan cara:


4g MgSO4 (10 ml larutan MgSO4 40%)
dan larutkan dalam 10 ml aquades,
berikan secara perlahan IV selama 20
menit.
Jika pemberian secara IV sulit, dapat
diberikan secara IM dengan dosis 5g
masing bokong kanan dan kiri.
Sambil menunggu rujukan, mulai dosis
rumatan 6g MgSO4 (15ml MgSO4 40%,
larutkan dalam 500ml larutan RL/RA)
28tetes/menit selama 6 jam diulang
hingga 24 jam setelah persalinan atau
kejang berakhir.
Diazepam juga dapat dijadikan alternatif
pilihan dengan dosis 10mg IV selama
2 menit (perlahan), hanya dilakukan
apabila tidak tersedia MgSO4.

W Stabilisasi selama proses perjalanan


rujukan, jika terjadi depresi nafas
berikan Ca glukonas.

Ca glukonas 1g IV (10ml larutan 10%)


bolus dalam 10 menit.

a. Abortus imminens terdiri atas :


1. Istirahat tirah baring.
2. Tablet penambah darah
3. Vitamin ibu hamil diteruskan
b. Abortus insipiens
1. Observasi tanda vital
2. Bila kondisi stabil rujuk ke fasilitas
yang lebih lengkap untuk rencana
pengeluaran hasil konsepsi dengan
kuret vakum atau dengan cunam
abortus, disusul dengan kerokan
c. Abortus inkomplit
1. Observasi tanda vital
2. Evaluasi tanda-tanda syok, bila terjadi
syok, pasang IV line 2 jalur
3. Setelah syok teratasi rujuk untuk
dilakukan kerokan (D/C). Pasca tindakan
berikan ergometrin IM
d. Abortus komplit
Tidak memerlukan pengobatan khusus,
kecuali bila anemia berikan sulfas ferosus.

? Sulfas ferosus 600mg/hari selama


2 minggu.

W Diet bergizi tinggi protein


W Pemakaian alas kaki
W Lakukan penilaian pertumbuhan dan
kesejahteraan janin
W Bila pemeriksaan apusan darah tepi
tidak tersedia, berikan tablet tambah
darah
W Bila dalam 90 hari muncul perbaikan,
lanjutkan pemberian tablet sampai
42 hari pasca persalinan

a. Tidak membaik dengan pemberian


suplementasi besi selama 3 bulan
b. Anemia yang disertai perdarahan
kronis
Tablet tambah darah yang berisi:
60 mg besi elemental dan 250 g asam folat
Tablet besi diberikan 3 kali sehari.

Anemia mikrositik hipokrom dapat ditemukan


pada defisiensi besi dan thalassemia.
Anemia normositik normokromditemukan
pada keadaan perdarahan.
Anemia makrositik hiperkrom ditemukan pada ? Asam folat 1x2mg
? Vitamin B12 1x250-1000ug
defisiensi asam folat dan vitamin B12.
Berikan asam folat dan B12.
W Pembatasan aktivitas pasien
W Apabila belum in partu berikan
eritromisin

Apabila terdapat tanda in partu


dan terjadi komplikasi.
? Eritromisin 4x250mg selama 10 hari

W Apabila sudah inpartu segera dirujuk

Penanganan partus lama menurut


Saifudin AB:
a. False labor
Bila his belum teratur dan porsio masih
tertutup, pasien boleh pulang.
Periksa adanya infeksi saluran kencing,
KPD dan bila didapatkan ada infeksi,
obati secara adekuat.
b. Prolonged laten phase
Diagnosis fase laten memanjang
dibuat secara retrospektif.
Apabila ibu berada dalam fase laten
>8jam dan tidak ada kemajuan, rujuk
pasien dan lakukan tata laksana awal:
1. bila didapat perubahan dalam penipisan
dan pembukaan serviks
~ drip oksitosin atau berikan prostaglandin

2. bila tidak ada perubahan dalam penipisan


dan pembukaan serviks serta tidak
didaptkan tanda gawat janin
~ kaji ulang diagnosanya, kemungkinan
ibu belum dalam keadaan inpartu
3. bila didapatkan tanda adanya amniositis

Apabila tidak dapat ditangani


di pelayanan primer atau apabila
level kompetensi SKDI dengan
kriteria merujuk.

~ drip oksitosin dengan 5 unit dalam 500cc


dekstrose (atau NaCl) mulai dengan
8 tetes permenit, setiap 30menit
ditambah 4 tetes sampai his adekuat
(maksimal 40tetes/menit) atau
berikan prostaglandin, lakukan
penilaian ulang setiap 4 jam

~ drip oksitosin atau berikan prostaglandin

~ serta obati infeksi dengan ampicillin


serta gentamicin

~ drip oksitosin dengan 5 unit dalam 500cc


dekstrose (atau NaCl) mulai dengan
8 tetes permenit, setiap 15menit
ditambah 4 tetes sampai his adekuat
(maksimal 40tetes/menit) atau
berikan prostaglandin
? Ampicillin 2gr IV sebagai dosis awal
dan 1gr IV setiap 6 jam
? Gentamicin 2x80mg

c. Prolonged active phase


Bila tidak didapatkan tanda adanya CPD
atau adanya obstruksi:
~ berikan penanganan umum yang
kemungkinan akan memperbaiki
kontraksi dan mempercepat kemajuan
persalinan
~ bila ketuban intak, pecahkan ketuban
~ bila kecepatan pembukaan serviks
pada waktu fase aktif <1cm/jam,
lakukan penilaian kontraksi uterusnya,
bila kontraksi uterus adekuat,
pertimbangan adanya kemungkinan
CPD, obstruksi (partus macet), malposisi
atau malpresentasi
bila diagnosis CPD ditegakkan, rujuk
pasien untuk SC
bila ditemukan tanda-tanda obstruksi
dan bayi masih hidup, rujuk untuk SC
malposisi/malpresentasi, evaluasi
cepat kondisi ibu, janin
d. Prolonged explosive phase
Bila malpresentasi dan tanda obstruksi
bisa disingkirkan, berikan oksitosin drip.
Bila pemberian oksitosin drip tidak ada
kemajuan dalam 1 jam, lahirkan dengan
bantuan ekstraksi vakum/forcep bila
persyaratan terpenuhi atau rujuk pasien
untuk SC.

W Nilai sirkulasi, jalan napas dan


pernapasan pasien
W Bila menemukan tanda-tanda syok,
lakukan penatalaksanaan syok
W Berikan oksigen
W Pasang infus intravena dengan kanul
berukuran besar (16 atau 18) mulai
pemberian cairan kristaloid sesuai
dengan kondisi ibu

Jika kadar Hb <8g/dl rujuk ke layanan


sekunder.

W Lakukan pengawasan tanda vital


W Periksa kondisi abdomen: kontraksi
uterus, nyari tekan, parut luka dan TFU
W Periksa jalan lahir dan perineum untuk
perdarahan dan laserasi
W Periksa kelengkapan plasenta dan
selaput ketuban
W Pasang kateter folley
W Jika kadar Hb <8g/dl rujuk ke layanan
sekunder
W Ambil sampel darah dan lakukan
pemeriksaan kadar Hb dan ABO
W Tentukan penyebab dari perdarahan
Atonia uteri
~ pemijatan uterus
~ pastikan plasenta lahir lengkap
~ berikan oksitosin

~ bila tidak tersedia oksitosin atau


bila perdarahan tidak berhenti, berikan
ergometrin
(jangan berikan ergometrin kepada
ibu dengan hipertensi berat/tidak
terkontrol, penderita sakit jantung
dan penyakit pembuluh darah tepi)
~ jika perdarahan berlanjut berikan
asam traneksamat IV
~ pasang kondom kateter atau kompresi
bimanual interna selama 5 menit
~ siapkan rujukan bila perdarahan tidak
berhenti

? 20-40 unit oksitosin dalam 1000ml


NaCl0,9%/RL dengan kecepatan
60tetes/menit dan 10 unit IM
Lanjutkan infus oksitosin 20 unit dalam
1000ml larutan NaCl0,9%/RL dengan
kecepatan 40tetes/menit hingga
perdarahan berhenti.
Jangan berikan lebih dari 3 liter larutan
intravena yang mengandung oksitosin.
? Ergometrin 0,2mg IM atau IV (lambat
dapat diikuti pemberian 0,2mg IM setelah
15 menit dan pemberian 0,2mg IM/IV (lambat)
setiap 4 jam bila diperlukan
Jangan berikan lebih dari 5 dosis (1mg)
? Asam traneksamat 1 gram (bolus selama
1 menit, dapat diulang setelah 30 menit)

Robekan jalan lahir


a. Ruptur perineum, robekan dinding vagina
1. Lakukan eksplorasi
2. Lakukan irigasi pada tempat luka dan
bersihkan dengan antiseptik
3. Hentikan sumber perdarahan dengan
klem kemudian ikat dengan benang
yang diserap
4. Lakukan penjahitan
? Asam traneksamat 1 gram (bolus selama
5. Bila perdarahan masih berlanjut,
berikan asam traneksamat IV
1 menit, dapat diulang setelah 30 menit)
b. Robekan serviks
1. Paling sering terjadi pada bagian lateral
bawah kiri dan kanan dari porsio
2. Siapkan rujukan
c. Retensio plasenta
? 20-40 unit oksitosin dalam 1000ml
1. Berikan oksitosin
NaCl0,9%/RL dengan kecepatan

60tetes/menit dan 10 unit IM


Lanjutkan infus oksitosin 20 unit dalam
1000ml larutan NaCl0,9%/RL dengan
kecepatan 40tetes/menit hingga
perdarahan berhenti.
2. Lakukan tarikan tali pusat terkendali,
bila tidak berhasil maka lakukan
manual plasenta secara hati-hati
4. Berikan antibiotik profilaksis dosis
dosis tunggal
5. Jika perdarahan berlanjut tata laksana
seperti atonia uteri
e. Inversio Uteri
Siapkan rujukan

? Ampisilin 2 gram IV dan metronidazole


500mg

Wmenghindari atau mengurangi dengan


menjaga jangan sampai dasar panggul
didahului oleh kepala janin dengan cepat
Wkepala janin yang akan lahir jangan
ditahan terlampau kuat dan lama,
Wfarmakologis:
dosis tunggal sefalosporin golongan II
ayau III dapat diberikan intravena sebelum
perbaikan dilakukan (untuk ruptur perineum
yang berat)
Derajat I
~ bila hanya luka lecet tidak perlu
penjahitan
~ penjahitan dapat dilakukan hanya
dengan memakai catgut yang dijahitkan
secara jelujur atau dengan cara angka
delapan
Derajat II
~ ratakan terlebih dahulu robekan yang
bergerigi, setelah rata baru dilakukan
penjahitan robekan
Derajat III dan IV
Dilakukan rujukan.

W Perawatan payudara yang baik,


pemberian laktasi yang adekuat,
membersihkan sisa air susu yang
ada dikulit payudara.
W Melakukan pencegahan terjadinya
abses dan sepsis
W Kompres hangat
W Massase pada punggung untuk
merangsang pengeluaran oksitosin.
W Bila sudah terjadi abses: insisi
W Farmakoterapi:
~ Analgetik
~ Anti inflamasi
~ Antibiotik

1.
2.
3.
4.
5.

Amoxicilin: 875 mg, 2x sehari; atau


Cephalexin: 500 mg, 4x sehari; atau
Ciprofloxacin: 500 mg, 2x sehari; atau
Clindamicin: 300 mg, 4x sehari; atau
Trimethoprim/sulfamethoxazole:
160 mg/800 mg, 2x sehari.

No.
1

Diagnosis
Fluor Albus /
Vaginal discharge Non Gonore
vaginal discharge
gonore pada perempuan
urogenital candidiasis
tikomoniasis urogenital
klamidia genital

kode
ICPC II ICD X

Sifilis
Syphilis male
Syphilis female
Early syphilis
Primary genital syphilis
Late syphilis
Syphilis, unspecified

N98.9

Komp.
4A

X14
X71
X72
X73
X92

3A
Y70
X70
A51
A51.0
A52
A53.9

Anamnesa

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Penunjang

Penegakan diagnosis

Ppada daerah genitalia perempuan yang


Pmasalah non infeksi dapat karena benda
berusia > 12 tahun
asing, peradangan akibat alergi atau
Pperubahan pada duh tubuh, disertai rasa
iritasi, tumor, vaginitis atropik, atau
gatal, nyeri, disuria, nyeri panggul, perdarahan
prolaps uteri
Pmasalah infeksi dapat disebabkan oleh
antar menstruasi, perdarahan pasca koitus
Priwayat koitus dengan pasangan yang
bakteri, jamur atau virus
dicurigai menularkan penyakit menular
a. Kandidiasis vaginitis, disebabkan oleh
seksual
Candida Albicans, duh tubuh tidak berbau,
pH < 4,5 , terdapat eritema vagina dan
eritema satelit di luar vagina
b. Vaginosis bakterial memperlihatkan
adanya duh putih/abu-abu yang melekat
disepanjang dinding vagina, vulva, berbau
amis dengan pH > 4,5
c. Cervisitis dengan gejala inflamasi serviks
yang mudah berdarah dan disertai duh
mukopurulen
d. Trichomoniasis, seringkali asimtomatik,
kalau bergejala, tampak duh kuning
kehijauan, duh berbuih, bau amis dan
H > 4,5
e. Pelvic inflammatory disease ditandai
nyeri abdomen bawah, dengan atau
tanpa demam.
f. Liken planus
g. Gonore
h. Infeksi menular seksual la
i. Atau adanya benda asing

Eperiksa Chlamydia, gonorrhoea, P Anamnesis


P Pemeriksaan spekulum
sifilis dan HIV
Eswab vagina
P Palpasi bimanual
P Uji pH duh vagina dan swab

Pkeluhan hanya berupa lesi tanpa nyeri


di bagian predileksi
Ppada sifilis sekunder, gejalanya antara lain:
a. Ruam atau beruntus pada kulit, dan
dapat menjadi luka, merah atau coklat
kemerahan, ukuran dapat bervariasi, di
manapun pada tubuh termasuk telapak
tangan dan telapak kaki
b. Demam
c. Kelelahan dan perasaan tidak nyaman.
d. Pembesaran kelenjar getah bening.
e. Sakit tenggorokan dan kutil seperti luka
di mulut atau daerah genital.
Ppada sifilis lanjut, gejala terutama adalah
guma, dapat soliter atau multipel dapat
disertai keluhan demam
Ppada tulang gejala berupa nyeri pada
malam hari.
Pstadium III lainnya adalah sifilis
kardiovaskular, erupa aneurisma aorta dan
aortitis
Pneurosifilis dapat menunjukkan gejala-gejala kelainan sistem saraf

Epemeriksaan mikroskopis
tiga hari berturut-turut
Etes serologik sifilis (TSS)
Ehistopatologi dan imunologi

Faktor Risiko:
a. Berganti-ganti pasangan seksual.
b. Homoseksual dan Pekerja Seks Komersial.
c. Bayi dengan ibu menderita sifilis.
d. Hubungan seksual tanpa proteksi.
e. Sifilis kardiovaskular terjadi 3 kali
lebih tinggi

Stadium I (sifilis primer)


Ppapul lentikuler yang permukaannya segera
erosi dan menjadi ulkus bebentuk bulat
dan soliter, dindingnya tak bergaung dan
berdasarkan eritem dan bersih, diatasnya
hanya serum
Pulkus khas indolen dan teraba indurasi
yang disebut dengan ulkus durum
Pulkus durum merupakan afek primer sifilis
yang akan sembuh sendiri
Ppredileksi: genitalia eksterna, lidah,
tonsil, anus
Pseminggu setelah afek primer, terdapat
pembesaran KGB regional yang soliter,
indolen, tidak lunak, besarnya lentikular,
tidak supuratif dan tidak terdapat
periadenitis di inguinalis medialis
Pulkus durum dan pembesaran KGB disebut
kompleks primer
Pbila sifilis tidak memiliki afek primer
diebut syphilis dembiee
Stadium II (sifilis sekunder)
Pterjadi setelah 6-8minggu sejak SI terjadi
Pstadium ini merupakan great imitator
Pkelainan dapat menyerang mukosa, KGB,
mata, hepar, tulang dan sayaraf
Pkelainan dapat berupa eksudatif maupun
kering
Plesi tidak gatal dan terdapat limfadenitis
generalisata
SII terdiri dari SII dini dan lanjut
SII dini: lesi kulit generalisata, simetrik,

Komplikasi:
a. PID
b. Kematian
c. Infertilitas
d. Kehamilan ektopik

P Anamnesis
P Pemeriksaan fisik
P Pemeriksaan mikroskopis

Klasifikasi:
a. sifilis kongenital
1. dini (prekoks): menular, bula
bergerombol, simetris
2. lanjut (tarda): tidak menular
3. stigmata: deformitas dan
jaringan parut
~ wajah: saddle nose, bulldog jaw
~ gigi hutchinson, mulberry molar
~ regades
~ koroidorenitis
~ onikia
b. aifilis akuisita

Komplikasi:
eritoderma

lebih cepat hilang


SII lanjut: tampak setempat, tidak simetrik
lebih lama bertahan
Stadium III (sifilis sekunder)
Plesi pertama antara 3-10 tahun setelah SI
Plesi khas yaitu guma adalah infiltrat
sirkumskrip kronins, lunak, destruktif,
besarnya lentikular hingga sebesar telur
ayam
Pguma umumnya solitar, namun dapat
multipel
Pbentuk lain SIII adalah nodus
PSIII pada mukosa biasanya pada mulut,
tenggorokan atau septum nasi dalam
bentuk guma
PSIII pada tulang sering menyerang tibia,
tengkorak, bahu, femur, fibula, humerus
PSIII pada organ dapat menyerang hepar,
esopagus, lambung, paru, ginjal, vesika
urinaria, prostat, ovarium, testis
3

Gonore

X71

A54.9

4A

Pkencing nanah
Prasa panas dan gatal di distal uretra
disusul dengan disuria, polakisuria
dan keluarnya nanah kadang disertai
darah
Pnyeri saat terjadi ereksi
Pgejala terjadi pada 2-7 hari setelah kontak
seksual
Papabila terjadi prostatitis, keluhan
disertai perasaan tidak enak di perineum,
dan suprapubis, malaise, demam, nyeri
kencing hingga hematuri, retensi urin,
obstipasi
Ppada wanita gejala subyektif jarang
ditemukan, wanita umumnya datang
setelah terjadi komplikasi
Pkeluhan yang sering menyebabkan wanita
datang ke dokter adalah keluarnya cairan
hijau kekuningan dari vagina, disuria,
nyeri abdomen bawah
Prasa terbakar di daerah anus
Pmata merah pada neonatus dan dapat
terjadi keluhan sistemik

Peritem, edema dan ektropion pada orifisium


uretra eksterna
Pduh tubuh mukopurulen
Ppembesaran KGB inguinal uni atau bilateral
Papabila terjadi proktitis, anus eritem, edem
dan tertutup pus mukopurulen
Ppemeriksaan rectal toucher:
pria-> pembesaran prostat, konsistensi
kenyal, nyeri tekan, bila terdapat abses
akan fluktuasi
Ppemeriksaan in speculo:
wanita yang sudah menikah-> serviks
merah, erosi, sekret mukopurulen

Epemeriksaan mikroskopis
Ekultur
Etes oksidasi dan fermentasi
Etes beta laktamase
Etes thomson dengan sediaan
urine

Piritasi, eritema, edema pada vulva dan


vagina
Pserviks eritematous

Epemeriksaan mikroskopis
cairan atau sekret vagina
Epemeriksaan pH cairan
vagina
Euji whiff

P Anamnesis
P Pemeriksaan fisik
P Pemeriksaan penunjang

Klasifikasi:
a. Uretritis gonore
b. Servisitis gonore

Komplikasi:
Pada pria:
Lokal: Tynositis, parauretritis,
litritis, kowperitis.
Asendens: prostatitis, vesikulitis,
funikulitis, vas deferentitis,
epididimitis, trigonitis.
Pada wanita:
Lokal: parauretritis, bartolinitis.
Asendens: salfingitis, PID.
Disseminata:
Arthritis, miokarditis, endokarditis,
perkarditis, meningitis, dermatitis.

Faktor Risiko:
a. Berganti-ganti pasangan seksual.
b. Homoseksual dan Pekerja Seks Komersial.
c. Wanita usia pra pubertas dan menopause
lebih rentan terkena gonore.
d. Bayi dengan ibu menderita gonore.
e. Hubungan seksual dengan penderita
tanpa proteksi.
4

Vaginitis

X84

N76.0

4A

Ppruritus
Pkeputihan
Pdispareunia
Pdisuria
Pbau

Faktor Risiko:
a. Pemakai AKDR
b. Penggunaan handuk bersamaan
c. Imunosupresi
d. Diabetes melitus
e. Perubahan hormonal (misal : kehamilan)
f. Penggunaan terapi antibiotik spektrum luas
g. Obesitas.

P Anamnesis
P Pemeriksaan fisik
P Pemeriksaan penunjang

Vulvitis

X84

N76.0

4A

Prasa terbakar di daerah kemaluan


Pgatal
Pkemerahan dan iritasi
Pkeputihan

Pkulit vulva yang menebal dan kemerahan


Plesi di sekitar vulva
Padanya cairan kental dan berbau yang
keluar dari vagina

P Anamnesis
P Pemeriksaan fisik

Komplikasi:
a. Infertilitas
b. Infeksi sekunder karena sering
digaruk
c. Vulva distrofi

Terapi
Jenis Obat
Vaginosis bakterial:
a. Metronidazole atau Clindamycin
secara oral atau per vaginam
b. Tidak perlu pemeriksaan silang
dengan pria
c. Bila sedang hamil atau menyusui
gunakan metronidazole
d. Pasien yang menggunakan IUD tembaga
dan mengalami vaginosis bakterial
dianjurkan untuk mengganti metode
kontrasepsi

Dosis

Metronidazole 2x400mg sehari untuk


5-7 hari atau pervaginam.

Kriteria Rujukan
a. Tidak terdapat fasilitas
pemeriksaan untuk pasangan
b. Dibutuhkan pemeriksaan
kultur kuman gonore
c. Adanya arah kegagalan
pengobatan

Vulvovaginal kandidiosis:
a. Dapat diberikan azole antifungal
b. Tidak perlu pemeriksaan pasangan
c. Pasien dengan vulvovaginal candidiosis
yang berulang dianjurkan untuk
pengobatan paling lama 6 bulan
d. Pada saat kehamilan, hindari obat
anti-fungi oral, dan gunakan imidazole
topikal hingga 7 hari
Chlamydia:
a. Azithromycin atau doxycyclie

b. Ibu hamil dapat diberikan Amoxicillin


atau eritromisin

? Azithromycin 1g single dose


? Doxycycline 100 mg 2x sehari untuk
7 hari
? Amoxicillin 3x500mg sehari untuk 7 hari
? Eritromisin 4x500mg sehari untuk 7 hari

Trikomonas vaginalis:
a. Obat minum nitromidazole
b. Pasangan seksual pasien harus
diperiksa
W Sifilis yang sedang dalam inkubasi
dapat diobati dengan regimen penisilin
atau dapat menggunakan ampisilin,
amoksisilin atau seftriakson
W Pengobatan profilaksis harus diberikan
pada pasangan pasien, namun
sebaiknya diberikan sejak 3 bulan
sebelumnya, tanpa memandang srologi
W Kontak seksual harus ditelusuri
W Pasien perlu diuji untuk penyakit lain
yang ditularkan secara seksual

Semua stadium dan klasifikasi


sifilis harus dirujuk.

Tiamfenikol 3,5gr per oral dosis tunggal


Ofloksasin 400mg per oral dosis tunggal
Kanamisin 2gr IM dosis tunggal
Spektinomisin 2gr IM dosis tunggal

Antibiotik

?
?
?
?

a. Menjaga kebersihan vagina


b. Hindari pemakaian handuk secara
bersamaan
c. Hindari pemakaian sabun untuk
membersihkan daerah vagina
d. Jaga berat badan ideal
e. Farmakologis: antibiotik dan antijamur

1. Tatalaksana Vaginosis Bakterialis


Metronidazol 500 mg peroral 2 x sehari
selama 7 hari
Metronidazol pervagina 2 x sehari
selama 5 hari
Krim Klindamisin 2% pervagina
1 x sehari selama 7 hari
2. Tatalaksana Vaginosis trikomonas
Metronidazol 2 g peroral (dosis tunggal)
Pasangan sebaiknya juga diobati
3. Tatalaksana vulvovaginitis kandida
Flukonazol 150 mg peroral (dosis tunggal)

a. Apabila tidak dapat melakukan


tes laboratorium
b. Apabila pengobatan tidak
menunjukkan perbaikan dalam
jangka waktu 2 minggu

W Menghindari penggunaan bahan yang


dapat menimbulkan iritasi
W Menggunakan salep kortison
W Jika disebabkan bakteri dapat
dipertimbangkan pemberian antibiotik

Jika pemberian salep kortison


tidak memberikan respon.

You might also like