Professional Documents
Culture Documents
38 110 1 PB
38 110 1 PB
38 110 1 PB
165-175
ISSN 1693-928X
Vol. 12 No. 2
PENDAHULUAN
Sejak krisis perbankan yang terjadi pada
tahun 1997/1998, jumlah bank yang aktif
beroperasi terus merosot. Pada bulan Juni 1997
masih ada 240 bank yang beroperasi. Pada masa
satu dasawarsa setelah itu, jumlahnya berkurang
menjadi separuhnya. Jumlah bank itu akan terus
dikurangi oleh Bank Indonesia, dengan alasan,
166
BODROASRUTI,TJAHYONO
Aset
TINJAUAN TEOIRITIS
Faktor Individu. Pada tataran individu,
Robbins (2007) telah mengidentifikasi sifat-sifat
kepribadian tertentu, kebutuhan dan beberapa
faktor lain yang dapat dikaitkan dengan perilaku
politik seseorang. Dalam hal sifat, kita
menemukan bahwa para karyawan yang mampu
merefleksikan diri secara baik (high self
monitor), memiliki pusat kendali (locus of
control) internal, dan memiliki kebutuhan yang
tinggi akan kekuasaan mempunyai
kemungkinan lebih besar untuk terlibat dalam
perilaku politik. Orang yang mampu
merefleksikan diri secara baik lebih, sensitif
terhadap berbagai tanda sosial, mampu
menampilkan tingkat kecerdasan sosial, dan
terampil dalam berperilaku politik daripada
mereka yang kurang mampu merefleksi diri (low
self monitor). Individu dengan locus of control
internal, lantaran meyakini bahwa mereka
mampu mengendalikan lingkungannya, lebih
cenderung bersikap proaktif dan berupaya
memanipulasi situasi demi kepentingan mereka
sendiri. Tidak mengejutkan, kepribadian
Machiavellian (yang dicirikan dengan kehendak
untuk memanipulasi dan hasrat akan kekuasaan)
dengan mudah menggunakan politik sebagai
sarana untuk memperjuangkan kepentingannya
sendiri.
Investasi seseorang dalam organisasi,
alternatif yang diyakininya ada, dan harapan
akan kesuksesan turut mempengaruhi sejauh
mana ia akan memanfaatkan sarana tindakan
politik yang tidak sah. Ada sebagian orang yang
memiliki pandangan bahwa segala upaya yang
dilakukan dapat dipandang sebagai investasi
(Cropanzano, et al., 1997) karena suatu saat akan
diperoleh apa yang diinginkan seperti
keuntungan ekonomi, jabatan dan status sosial
(Cropanzano, Kacmar, & Bozeman, 1995 dalam
Randall, et al., 1999). Semakin besar investasi
seseorang dalam organisasi karena harapan akan
mendapatkan keuntungan di masa depan,
semakin besar pula kerugian yang harus
ditanggungnya jika terpaksa harus keluar dari
sana dan semakin kecil kemungkinan bahwa ia
akan menggunakan sarana politik yang tidak sah.
Aset
167
168
BODROASRUTI,TJAHYONO
Aset
Aset
169
untuk melakukan apapun yang harus dilakukan guna memastikan angka yang muncul
menguntungkan dirinya.
Terakhir, ketika para karyawan melihat
orang yang ada di puncak terlibat dalam
perilaku politik, khususnya ketika mereka
berhasil melakukannya dan mendapatkan
imbalan atas keberhasilan itu, terciptalah
sebuah suasana yang mendukung politisasi.
Politisasi yang dilakukan oleh manajemen
puncak, dalam pengertian tertentu, membuka
jalan bagi mereka yang mempunyai kedudukan
yang lebih rendah dalam organisasi untuk
juga bermain politik sembari memberi kesan
bahwa perilaku semacam itu dapat diterima dan
wajar.
Menurut Dubrin (2001) pengaruh faktor
organisasi dijelaskan melalui struktur organisasi
piramida (pyramid-shaped organization
structure). Struktur piramida memusatkan
kekuasaan pada puncaknya. Setiap level
memiliki kekuasaan yang berbeda, semakin
ke bawah semakin berkurang kekuasaan
yang dimilikinya. Di dasar piramida tersebutlah
para pekerja yang tidak memiliki kekuasaan.
Kompetisi untuk memperoleh level yang
lebih tinggi, menambah intensitas perilaku
politik.
Selain struktur organisasi, dua hal lainnya
yaitu standar kinerja yang subyektif (subjective
standards of performance) dan ketidakjelasan lingkungan (turbulensi). Banyak orang
yang tidak percaya bahwa organisasinya
memiliki cara yang obyektif dan adil dalam
menilai kinerja mereka dan kelayakan untuk
mendapatkan promosi. Sama halnya ketika
manajer tidak memiliki cara yang obyektif
untuk membedakan karyawan yang baik dan
yang kurang baik, atau ketika orang berada
dalam ketidakstabilan dan lingkungan yang
tidak bisa diramalkan, mereka cenderung
berperilaku politik. Mereka bergantung pada
politik organisasi karena ketidakjelasan
mengaburkan tujuan mereka. Ketidakjelasan
lingkungan (turbulensi), yang dapat terjadi
karena merger perusahaan atau perampingan
(downsizing), menjadi pendorong terjadinya
politisasi.
170
BODROASRUTI,TJAHYONO
Aset
Kekuasaan rujukan berkembang dari kekaguman terhadap orang lain dan hasrat untuk
menjadi seperti orang itu. Salah satu cara orang
mendapatkan kekuasaan rujukan adalah
melalui kharisma. Sebagian orang memiliki
kekuasaan semacam ini yang, walaupun tidak
menduduki posisi kepemimpinan formal,
mampu memanfaatkan pengaruhnya terhadap
orang lain lantaran dinamisme kharismatik,
rasa digemari, dan efek emosional mereka atas
kita.
Perilaku Politik. Politik tidak dapat sama
sekali dihindari dan merupakan realita
kehidupan organisasional, karena dalam banyak
organisasi pertimbangan politik hampir selalu
menjadi bagian dalam proses evaluasi,
dibanding pertimbangan rasional (Longencker,
Sims, & Gioia, 1987). Ada cukup banyak
definisi untuk politik organisasi. Politik
organisasi adalah fenomena kompleks yang
biasa melibatkan tindakan manipulatif atau caracara yang kotor, namun hal tersebut tidak dapat
kita hindari dan kita hilangkan (Chan dan
Shaffer, 2002). Politik organisasional termasuk
melibatkan kepentingan seseorang di atas
kepentingan organisasi (Greenberg & Baron,
2000). Perilaku politik berlangsung dalam
koridor informal organisasi dan mengandung
maksud untuk meningkatkan karir profesional
individu ketika keadaan memungkinkan untuk
berkonflik (Drory, 1993).
Perilaku politik merupakan perilaku yang
secara organisasional tidak ada sanksinya, yang
mungkin dapat merugikan bagi tujuan organisasi
atau bagi kepentingan orang lain dalam
organisasi (Harrell-Cook, Ferris & Dulebohn,
1999 dalam Randall, et al., 1999). Mintzberg
(1985) melihatnya sebagai tindakan yang
melampaui parameter yang dapat diterima
sebagai perilaku organisasi. Pettigrew (1973)
mendeskripsikannya sebagai penggunaan
kekuasaan untuk mempengaruhi pengambilan
keputusan. Beberapa definisi menghubungkan
hal ini dengan karakteristik disfungtif pada
organisasi (Allen, Madison, Porter, Renwick, &
Mayers, 1979). Selanjutnya, Miles (1980)
mendefinisikan politik organisasi sebagai proses
yaitu setiap aktor atau kelompok dalam
Aset
171
172
BODROASRUTI,TJAHYONO
Aset
METODE
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metoda causal explanatory, yaitu
menjelaskan hubungan kausal antara variable
penelitian melalui pengujian hipotesis. Data
yang digunakan adalah data primer. Adapun
variabel independen dalam penelitian ini adalah
faktor individu (X1) dan faktor organisasi (X2),
sedangkan variabel dependen yang diteliti yaitu
perilaku politik (Y1 ) dan hasil kerja (work
outcomes)(Y2).
Perilaku Politik (Y1) dalam penelitian ini
merupakan variabel endogen dengan indikator
empiris: a) menyampaikan keluhan pada atasan;
b) memotong rantai komando; c) membangun
koalisi; d) menentang kebijakan atau keputusan
organisasi; e) menjalin hubungan ke luar
organisasi melalui kegiatan profesi; f) sabotase;
g) melaporkan kesalahan orang lain; h)
mengenakan atribut pakaian tanda protes; i)
mangkir dan berpura-pura sakit.
Hasil Kerja (Y 2 ) dalam penelitian
ini merupakan variabel endogen dengan
indikator empiris positif: a) pengendalian tingkat
upah; b) kenaikan upah; c) bonus atau insentif
finansial lainnya; d) pengakuan; e) promosi; f)
penugasan kerja yang menarik; g) kolega yang
ramah; h) wilayah kerja yang disukai; dan
indikator empiris negatif: a) diberhentikan,
diskors, ditunda kenaikan atau diturunkan
jabatannya; b) diberikan tugas yang tidak
menyenangkan; c) dipermalukan; d) dijauhkan
dari akses terhadap informasi tertentu tentang
organisasi.
Faktor Individu (X1) dalam penelitian
ini merupakan variabel eksogen dengan
indikator empiris: a) kemampuan merefleksi
diri yang tinggi (high self monitor); b)
pusat kendali (locus of control) internal; c)
kepribadian Machievellian; d) investasi dalam
organisasi; e) alternatif peluang pekerjaan; f)
harapan kesuksesan dari perilaku politik yang
dilakukan.
Faktor Organisasi (X2) dalam penelitian
ini merupakan variabel eksogen dengan
indikator empiris: a) realokasi sumber daya; b)
peluang promosi; c) tingkat kepercayaan yang
Aset
173
Tabel 1
Quota Sampling
Kategori
Jumlah
Prosentase
Jenis kelamin:
- Laki-laki
- Perempuan
90
90
50%
50%
Kota:
- Jakarta
- Bandung
- Semarang
- Yogyakarta
- Surabaya
100
20
20
20
20
55,56%
11,11%
11,11%
11,11%
11,11%
Kepemilikan Bank:
- BUMN
- Swasta
90
90
50%
50%
JUMLAH
180
100%
174
BODROASRUTI,TJAHYONO
Aset
Aset
175
Gambar 1
Hasil Pengujian Full Model Structural Equation Model (SEM)
.51
e1
x1
UJI MODEL
.49
e2
.72
x2
.50
e3
.71
x3
.68
e4
x4
.72
.51
e5
Faktor
Individu
.82
.64
x5
.19
.21
.41
e6
z1
x6
z2
.53
e7
.13
x7
.25
e8
x8
.73
.72
.66
.44
e9
x9
.59
e10
.46
e11
.50
e12
.68
x11
.71
.74
.73
.81
.77
.85 .80 .78
Faktor
Organisasi
x26
x16
.56
x17
.52
x18
.54
x19
.66
x20
.73
x21
.64
x22
.61
x23
.59
x24
e26
.45
e27
x27
.46
x28
.67
.68
.71
.23 .73
e28
.50
x29
e29
.54
x30
.72
e30
.52
x31
e31
.54
x32
e32
.53
x33
e33
.50
x34
.67
e25
.49
.73
.71
.73
.81
.17
e34
.54
x35
e35
.66
x13 .78
e16
.55
e14
.25
x12 .69
.48
e13
Hasil
Kerja
x25
.73
.77
x10
.30
Perilaku
Politik
.52
.45
.70
e17
e18
e19
e20
e21
e22
e23
e24
x36
e36
x14
.61
e15
x15
Cut-off value
2 (Chi-square)
Significance Probability
RMSEA
GFI
AGFI
CMIN/DF
TLI
CFI
0,05
0,08
0,90
0,90
2,00
0,90
0,90
Hasil Analisis
590.819
0.460
0.005
0.853
0.833
1.005
0.999
0.999
Evaluasi Model
Baik
Baik
Baik
Marginal
Marginal
Baik
Baik
Baik
176
BODROASRUTI,TJAHYONO
Aset
Tabel 3
Hasil Uji Hipotesis
Perilaku_Politik
Perilaku_Politik
Hasil_Kerja
Hasil_Kerja
Hasil_Kerja
<
<
<
<
<
Faktor_Individu
Faktor_Organisasi
Faktor_Individu
Faktor_Organisasi
Perilaku_Politik
Estimate
S.E.
C.R.
0.230
0.251
0.204
0.173
0.295
0.093
0.084
0.090
0.081
0.083
2.482
2.994
2.258
2.130
3.545
0.013
0.003
0.024
0.033
0.000
Aset
177
178
BODROASRUTI,TJAHYONO
Aset
Aset
179