Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 47

EKSPLORASI PERAN MIKROB DAN STATUS HARA

TANAMAN TERHADAP PEMBENTUKAN GAHARU PADA


Aquilaria malaccensis

Oleh:
Mey Sulistyo Putri
A14070062

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

SUMMARY
MEY SULISTYO PUTRI. 2013. Exploration of Microbial Role and Plant
Nutrition Status toward Agarwood Formation in Aquilaria malaccensis.
Supervised by GUNAWAN DJAJAKIRANA and BASUKI SUMAWINATA
Agarwood is known as one of non-timber forest commodity in the world.
Agarwood has a lot of function such as raw material for perfume, incense,
cosmetics, and medicine for some diseases. Indonesia has a good potential
resource to produce agarwoods. At present, mechanism and processes of
agarwood formation is not yet known exactly. There are three hypothesis in
agarwood formation, that are 1) pathology hypothesis, 2) sliced dan pathology,
and 3) non-pathology hypothesis. Meanwhile, ancient community used traditional
system to stimulate agarwood formation by slicing, nailing, branch cutting, and
peeling of stem rind.
This research was done to know microbial effect and plant nutrition status
in Aquilaria malaccensis and their correlation in agarwood formation. Chemical
and biological analysis were used in this research. Chemical analysis was used to
determine plant nutrition status. Meanwhile biological analysis was used to
examine the microbes that caused agarwood formation.
The result of this reseach showed that agarwood was formed either
because of assosiation between microbes and Aquilaria malaccensis and slicing
in that plant. The highest microbial population was found in branch protected by
canopy. According to physiologic analysis, not all microbes in agarwood can
dissolve cellulose and pectin. A high number of Agarwood was formed in plant
with high N and Mn contents. Field trial showed that fungi were more potential
than bacteria in agarwood formation.

Key words: agarwood formation, Aquilaria malaccensis, plant nutrition

RINGKASAN
MEY SULISTYO PUTRI. 2013. Eksplorasi Peran Mikrob dan Status Hara
Tanaman terhadap Pembentukan Gaharu pada Aquilaria malaccensis. Di
bawah
bimbingan
GUNAWAN
DJAJAKIRANA
dan
BASUKI
SUMAWINATA.
Gaharu merupakan salah satu komoditas hasil hutan bukan kayu (HHBK)
yang sudah mendunia. Gaharu memiliki banyak kegunaan seperti, bahan dasar
parfum, dupa, kosmetik, dan sebagai obat beberapa penyakit. Indonesia memiliki
potensi sumberdaya pohon penghasil gaharu yang tinggi. Sampai saat ini,
mekanisme dan proses pembentukan gaharu belum diketahui dengan pasti. Ada
tiga hipotesis dalam pembentukan gaharu yaitu 1) hipotesis patologi, 2) pelukaan
dan patologi, dan 3) hipotesis non patologi. Sementara itu, masyarakat awam
menggunakan cara tradisional untuk merangsang pembentukan gaharu dengan
pelukaan seperti: disayat, dipaku, pemangkasan cabang, dan mengelupas kulit
batang.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh mikrob
dan status hara tanaman pada Aquilaria malaccensis serta hubungannya dengan
pembentukan gaharu. Dalam penelitian ini dilakukan analisis kimia dan biologi.
Analisis kimia dilakukan untuk mengetahui status hara tanaman. Analisis biologi
dilakukan untuk mengetahui mikrob yang menyebabkan pembentukan gaharu.
Hasil penelitian menunjukkan terbentuknya gaharu dikarenakan adanya
asosiasi antara tanaman dengan mikrob ataupun adanya luka pada pohon. Populasi
mikrob terbanyak terdapat di bagian dahan yang terlindung oleh kanopi. Dari uji
fisiologis yang dilakukan, tidak semua mikrob yang ditemukan pada gaharu bisa
melarutkan selulosa dan pektin. Gaharu dengan jumlah yang banyak terbentuk
pada tanaman dengan kadar nitrogen (N) dan mangan (Mn) tinggi. Hasil uji
lapang menunjukkan bahwa fungi lebih berpotensi merangsang pembentukan
gaharu dibanding bakteri.

Kata kunci: Aquilaria malaccensis, pembentukan gaharu, status hara

EKSPLORASI PERAN MIKROB DAN STATUS HARA


TANAMAN TERHADAP PEMBENTUKAN GAHARU PADA
Aquilaria malaccensis

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian dari Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

Judul Skripsi

: Eksplorasi Peran Mikrob dan Status Hara Tanaman terhadap


Pembentukan Gaharu pada Aquilaria malaccensis

Nama

: Mey Sulistyo Putri

NIM

: A14070062

Menyetujui,

Pembimbing Skripsi I

Pembimbing Skripsi II

Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, M. Sc

Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M. Agr

NIP. 19580824 198203 1 004

NIP. 19570610 198103 1 003

Mengtahui,
Ketua Departemen

(Dr. Ir. Syaiful Anwar, M. Sc)


NIP. 19621113 198703 1 003

Tanggal Lulus:

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kediri, Jawa Timur pada tanggal 28 Mei 1989.
Penulis merupakan putri dari pasangan keluarga Bapak Suprapto dan Ibu Lilik
Supadmi. Sebagai anak ke dua dari dua bersaudara yaitu Mardani Bagus Santoso
dan Mey Sulistyo Putri.
Riwayat pendidikan penulis dimulai pada tahun 1993 1995 di TK
Darmawanita Purwoasri. Tahun 2001 penulis lulus SD Negeri Desa Pesing,
kemudian pada tahun 2004 penulis menyelesaikan pendidikan di SMPN 1 Papar.
Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi di SMAN 2 Pare dan lulus pada
tahun 2007. Tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
USMI dengan mayor Manajemen Sumberdaya Lahan.
Selama perkuliahan penulis pernah menjabat sebagai bendahara Keluarga
Besar Jayabaya (KAMAJAYA), Institut Pertanian Bogor, periode 2007 2008
dan 2008 2009. Penulis menjadi staf pengajar di Rumah Sahabat (RUSA), yang
merupakan CSR dari KSE (Karya Salemba Empat) dan Bank Mandiri untuk anak
sekolah kurang mampu di lingkungan kampus tahun 2011.

KATA PENGANTAR
Segala puji syukur bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat,
taufik, serta hidayahnya, sehingga penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul
Eksplorasi Peran Mikrob dan Status Hara Tanaman terhadap Pembentukan
Gaharu pada Aquilaria malaccensis dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan program studi Manajemen
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Semua hasil ini tidak lepas dari peran berbagai pihak yang telah
memberikan bantuan, baik secara moril maupun materil. Pada kesempatan ini,
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, M. Sc dan Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.
Agr selaku pembimbing skripsi yang telah memberi masukan, bimbingan
dan fasilitas selama melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi.
2. Dr. Rahayu Widyastuti, M. Sc selaku dosen penguji yang banyak
memberikan saran untuk kesempurnaan tulisan ini.
3. Pak Usman yang bersedia menemani dan memberikan banyak ilmu selama
penelitian di lapang.
4. Pak Nurdin dan keluarga yang bersedia menyediakan tempat tinggal
selama penelitian di lapang.
5. Pak Oman dan keluarga serta warga Rantau Rasau yang membantu
inokulasi untuk pengujian lapang.
6. Yayasan Karya Salemba Empat yang membantu sebagian biaya penelitian
dan penulisan skripsi.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan dapat
memperluas wawasan kita.
Bogor, Januari 2013

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .........................................................................................

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi


I. PENDAHULUAN ......................................................................................

1.1 Latar Belakang ......................................................................................

1.2 Tujuan ...................................................................................................

1.3 Hipotesis ...............................................................................................

II. TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................

2.1 Botani Pohon Penghasil Gaharu (A. malaccensis) .................................

2.2 Pembentukan Gaharu ............................................................................

2.3 Bakteri..................................................................................................

2.4 Fungi ....................................................................................................

2.5 Hara Tanaman ......................................................................................

2.6 Selulosa ................................................................................................

2.7 Pektin ...................................................................................................

III. BAHAN DAN METODE........................................................................ 10


3.1 Waktu dan Tempat ............................................................................... 10
3.2 Alat dan Bahan ..................................................................................... 10
3.3 Pelaksanaan Penelitian .......................................................................... 10
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 17
4.1 Isolasi dan Seleksi Mikrob pada A. malaccensis.................................... 17
4.2 Hubungan Mikrob Selulolitik dan Pektinolitik dengan
Pembentukan Gaharu ........................................................................... 20
4.3 Peran Hara Tanaman terhadap Populasi Mikrob dan Pembentukan
Gaharu.................................................................................................. 21
4.4 Hasil Uji Lapang ................................................................................. 24
V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 26
VI. DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 27

VII. LAMPIRAN .......................................................................................... 30

DAFTAR TABEL

TEKS
Nomor

Halaman

1. Populasi Mikrob pada Beberapa Pohon A. malaccensis .............................. 17


2. Indeks Pelarutan Isolat Terbaik dari Beberapa Pohon
A. malaccensis............................................................................................ 19
3. Banyaknya Mikrob Selulolitik dan Pektinolitik pada
Beberapa Pohon A. malaccensis ................................................................. 21
4. Kandungan Hara pada Beberapa Pohon A. malaccensis .............................. 22

LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Komposisi Media CMC (per liter) ..............................................................


2. Komposisi Media Citric Pectin 0.5% (percliter) .........................................
3. Komposisi media Pectinolytic Bacteria (per liter) ......................................
4. Deskripsi Isolat (Bakteri) Terpilih ..............................................................
5. Deskripsi Isolat (Fungi) Terpilih .................................................................

33
33
34
34
35

DAFTAR GAMBAR
TEKS
Nomor

Halaman

1. Pola Spiral Inokulasi Pohon Gaharu ........................................................... 14


2. Bagan Alir Metodologi Penelitian .............................................................. 16
3. Panjang Infeksi yang Terbentuk pada Pohon A. malaccensis
Setelah Inokulasi ........................................................................................ 24

LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Lokasi Pengambilan Sampel Daun dan Gubal Gaharu.................................... 30


a) Lokasi Pengambilan Sampel di Desa Pulo Aro ....................................... 30
b) Pohon G1 ............................................................................................... 30
c) Pohon G2 ............................................................................................... 30
d) Pohon G3 ............................................................................................... 31
e) Fungi yang Menempel pada Dahan ....................................................... 31
2. Kondisi Pohon G1 dan Gaharu yang Terbentuk ........................................... 31
a) Gigitan Tupai pada Pohon G1 ............................................................... 31
b) Gaharu yang Terbentuk dari Pemangkasan Dahan Pucuk .................... 31
c) Gaharu yang Terbentuk dari Gigitan Tupai............................................ 32
3. Gaharu Hasil Inokulasi ............................................................................... 32
4. Pembentukan Zona Bening oleh Fungi ........................................................ 32
5. Pembentukan Zona Bening oleh Bakteri ...................................................... 33

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gaharu merupakan salah satu komoditas hasil hutan bukan kayu (HHBK)
yang sudah mendunia. Harga jual dari gaharu paling tinggi dibandingkan HHBK
lain, seperti rotan, sutera, bambu, nyamplung, ataupun madu. Gaharu digunakan
sebagai bahan dasar industri parfum, dupa, kosmetik, dan obat-obatan (Sumarna,
2002). Gaharu yang mempunyai aroma khas bahkan diekspor ke Arab Saudi
khusus untuk pengharum kabah di Mekah.
Indonesia memiliki potensi sumberdaya pohon penghasil gaharu yang
tinggi. Hal ini dikarenakan terdapat enam genus pohon penghasil gaharu yang
tersebar di Indonesia. Adapun daerah penyebaran gaharu di Indonesia adalah:
Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, Ambon, Jawa, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa
Tenggara Timur. Gaharu yang terdapat di Indonesia berasal dari genus Aquilaria,
Gonystylus, Gyrinops, Einkleia, Aetoxylon, dan Wiekstroemia. Pohon yang paling
banyak dicari oleh para pemburu gaharu adalah dari genus Aquilaria dan
Gyrinops karena kualitas dan harga jualnya yang lebih tinggi.
Sampai saat ini, mekanisme dan proses pembentukan gaharu belum
diketahui dengan pasti. Santoso et al. (2006) melaporkan bahwa proses dan
mekanisme terbentuknya gaharu pada pohon penghasil gaharu disebabkan karena
pohon terinfeksi fungi pada bagian batang yang terluka. Atas dasar asumsi
tersebut dimungkinkan penyakit secara biologis dapat dikembangkan sebagai
inokulan dan terlukanya batang dapat direkayasa dengan pengeboran dan proses
infeksi penyakit.
Sementara itu, masyarakat awam menggunakan cara tradisional untuk
merangsang pembentukan gaharu dengan pelukaan seperti: disayat, dipaku,
pemangkasan cabang, mengelupas kulit batang, dan lain-lain.

1.2 Tujuan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh mikrob
dan status hara pada A. malaccensis serta hubungannya dengan pembentukan
gaharu.
1.3 Hipotesis
1. Mikrob yang mampu mendegradasi selulosa dan pektin mampu merangsang
pembentukan gaharu.
2. Status hara tanaman mempengaruhi populasi mikrob pada tanaman.
3. Status hara tanaman mempengaruhi pembentukan gaharu.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Botani Pohon Penghasil Gaharu (A. malaccensis)
Tanaman Aquilaria spp. memiliki ciri sebagai berikut: batang tanaman
dapat mencapai tinggi 35-40 m, diameter sekitar 60 cm, dan berkayu keras. Kulit
batangnya licin berwarna putih atau keputih-putihan. Daun lonjong memanjang
dengan panjang 5-8 cm, lebar 3-4 cm, berujung runcing dan berwarna mengkilat.
Bunga berada di ujung ranting, atau ketiak atas dan bawah daun. Buah berada
dalam polong berbentuk bulat telur atau lonjong, berukuran panjang sekitar 5 cm,
dan lebar 3 cm. Biji bulat atau bulat telur yang ditutupi bulu-bulu halus yang
berwarna kemerahan (Iriansyah et al., 2007).
Berikut ini adalah taksonomi A. malaccensis berdasar CITES (2004) :
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Termathophyta

Sub Divisi

: Angiospermae

Klas

: Magnoliopsida

Ordo

: Myrtales

Family

: Thymelaeacae

Genus

: Aquilaria

Spesies

: Aquilaria malaccensis

2.2 Pembentukan Gaharu


Gaharu merupakan endapan resin yang terakumulasi pada jaringan kayu
sebagai reaksi pohon terhadap pelukaan atau infeksi patogen. Gaharu terbentuk
sebagai reaksi pertahanan terhadap infeksi patogen melalui pelukaan pada batang,
cabang, atau ranting, atau pengaruh fisik lain. Infeksi patogen menyebabkan
keluarnya resin yang terdeposit pada jaringan kayu, lama-kelamaan jaringan kayu
mengeras dan menjadi cokelat (Santoso et al., 2007).
Ng et al. (1997 dalam Isnaini, 2008) mengemukakan tiga hipotesis utama
yang melandasi pembentukan gubal gaharu, yaitu 1) hipotesis patologi, 2)
hipotesis pelukaan dan patologi, dan 3) hipotesis non patologi. Pada hipotesis

pertama, gaharu diduga terbentuk sebagai respon pohon penghasil gaharu


terhadap infeksi cendawan yang menghasilkan keluarnya resin. Pada hipotesis
kedua, beberapa peneliti menduga bahwa pelukaan memegang peran utama dalam
pembentukan gaharu diikuti oleh infeksi cendawan sebagai faktor pendukung.
Sedangkan pada hipotesis ketiga (hipotesis non patologi) diyakini bahwa
pembentukan gaharu adalah sebagai respon pertahanan pohon terhadap pelukaan
saja.
Hasil penelitian Pojanagoro & Kaewrak (2005) menyatakan bahwa
pelukaan secara mekanik dapat menginduksi pembentukan gaharu pada pohon A.
crassna. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Blanchette & Beek (2005) yang
menyatakan jenis pelukaan merupakan salah satu faktor yang menentukan induksi
pembentukan gubal gaharu. Pelukaan dengan menggunakan kampak yang
membuat luka di permukaan batang saja ternyata tidak mampu memacu
pembentukan gubal gaharu. Pelukaan yang diperlukan untuk menginduksi
pembentukann gubal gaharu bisa dibuat dengan menggunakan alat bor sampai ke
bagian xilem dan luka tersebut dibiarkan terbuka supaya ada aerasi untuk
menghalangi penyembuhan.
Menurut Suwardi & Edriana (2005) selama proses pembentukan gaharu
akan terjadi perubahan beberapa sifat secara bertahap yaitu: a). warna dari putih
menjadi coklat, kehitaman dan akhirnya hitam kehijauan; b). Serat kayu diganti
resin sehingga pada akhir proses serat kayu tidak nampak lagi; c). Berat jenis
makin berat hingga bisa tenggelam dalam air. Suwardi & Edriana (2005) juga
menyatakan daya tumbuh pohon akan berkurang disebabkan bagian kayu menjadi
diisi resin sehingga pohon menjadi mati. Terbentuknya gaharu selain pada batang
juga dapat terjadi pada dahan dan akar.
2.3 Bakteri
Bakteri hidup dan berkembang biak pada organisme mati dengan
menguraikan senyawa organik yang bermolekul besar seperti protein, karbohidrat,
lemak atau senyawa organik lain melalui proses metabolisme menjadi molekul
tunggal seperti asam amino, metana, gas CO2, serta molekul-molekul lain yang

mengandung senyawa karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen, fosfor, serta sulfur


atau unsur anorganik seperti K, Mg, Ca, Fe, Co, Zn, Cu, Mn dan Ni. Keseluruhan
unsur ini dibutuhkan oleh bakteri heterotrof sebagai sumber nutrisi (Madigan &
Martinko, 2005).
Madigan et al. (2009) menambahkan, banyak mikrob, termasuk bakteri
merupakan patogen tanaman. Mereka dapat merusak dengan berbagai cara.
Beberapa bakteri menimbulkan dampak fisik sehingga menurunkan kualitas dan
harga jual. Bakteri lain, menyebabkan masalah pertumbuhan, sehingga
berpengaruh terhadap penurunan biomasa, biji, buah, dan komponen lain. Spesies
tertentu seperti: Pseudomonas, Xanthomonas, Xylella, dan Erwinia adalah
beberapa contoh bakteri patogen.
2.4 Fungi
Gandjar et al. (2000) mendefinisikan fungi sebagai jasad yang bersifat
heterotrof, dinding sel spora mengandung kitin, tidak berplasmid, tidak
berfotosintesis, tidak bersifat fagotrof, umumnya memiliki hifa yang berdinding
yang dapat berinti banyak (multinukleat) atau berinti tunggal (mononukleat), dan
memperoleh hara dengan cara absorbsi.
Madigan et al. (2009) menjelaskan bahwa habitat fungi cukup beragam,
baik di air maupun di darat. Beberapa fungi termasuk golongan akuatik, mayoritas
hidup di air tawar dan beberapa di daerah marin. Fungi yang hidup di darat
banyak ditemukan di tanah atau tanaman yang sudah mati dan memainkan peran
penting dalam mineralisasi karbon organik.
Madigan et al. (2009) menambahkan, kebanyakan fungi adalah parasit
bagi tanaman. Sebagian besar fungi yang menjadi patogen adalah Phytopthora
dan Fusarium. Fungi biasanya mendapatkan makanan dengan mengeluarkan
enzim ekstra seluler untuk mencerna bahan organik. Sebagai parasit, mereka
mendapatkan makanan dengan cara mengambil nutrisi pada sel hidup dari
tanaman.

2.5 Hara tanaman


Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh kandungan hara, terutama
hara esensial. Penyakit pada tanaman sering disebabkan karena tanaman
kekurangan hara esensial. Unsur hara ini mempunyai peran tersendiri misalnya:
2.5.1 Unsur Nitrogen (N)
Menurut Barker & Bryson (2007) nitrogen dapat berada dalam berbagai
senyawa yang bisa digunakan untuk metabolisme tanaman. Umumnya, lebih dari
75 % nitrogen di dalam daun terkandung dalam kloroplas. Kekurangan nitrogen
akan menghambat pertumbuhan tanaman karena akan menurunkan protein dalam
kloroplas. Nitrogen merupakan unsur yang mobil, jika terjadi defisiensi unsur ini
akan ditransfer ke jaringan yang lebih muda. Karena itulah, gejala defisiensi
nitrogen terlihat pertama kali pada tanaman bagian bawah.
2.5.2 Unsur Fosfor (P)
Sanchez (2007) menyatakan fosfor digunakan dalam bentuk teroksidasi
dan terhidrasi sepenuhnya sebagai orthofosfat. Tanaman biasanya menyerap
fosfor dalam bentuk H2PO4- dan HPO42-, tergantung pada pH. Fosfor digunakan
untuk pembentukan sel, pembentukan albumen, perkembangan akar, metabolisme
karbohidrat, dan transfer energi. Brady & Weil (2002) menambahkan fosfor
merupakan komponen esensial dari senyawa organik adenosin trifosfat (ATP)
yang terbentuk melalui proses fotosintesis. Fosfor juga merupakan komponen
esensial dari DNA dan RNA, yang secara langsung menyusun protein pada
tumbuhan dan hewan. Defisiensi P mengakibatkan pertumbuhan terhambat
(kerdil) karena pembelahan sel terganggu dan daun menjadi ungu atau coklat
mulai dari ujung daun.
2.5.3 Unsur Kalium (K)
Menurut Brady & Weil (2002) kalium mempunyai fungsi khusus untuk
membantu tanaman beradaptasi dengan lingkungan yang tidak mendukung
pertumbuhannya. Kalium merupakan komponen dari sitoplasma yang berperan
untuk menurunkan potensial cairan osmotik sel. Dari fisiologis tanaman, kalium
digunakan untuk pembentukan pati, translokasi gula, dan membantu sistem

perakaran. Kekurangan kalium akan mengakibatkan tunas dan akar tidak


berkembang.
2.5.4 Unsur Kalsium (Ca)
Kalsium merupakan elemen kunci dalam dinding sel. Sekitar 60% Ca
berasosiasi dengan dinding sel. Dalam tanaman, kalsium berada dalam bentuk
Ca2+ melekat pada dinding sel melalui pertukaran kation. Fungsi utama Ca pada
tanaman sebagai penjaga kestabilan dan keutuhan sel. Hal ini dikarenakan
kehadiran Ca berfungsi menguatkan dinding sel primer. Selain itu, Ca
menghambat

degradasi pektat

dalam dinding sel dengan menghambat

pembentukan poligalakturonase (Rahman & Punja, 2007; Pilbeam & Morley,


2007).
2.5.5 Unsur Magnesium (Mg)
Berdasarkan Merhaut (2007) magnesium memiliki peran besar dalam
fisiologis dan molekul tanaman, seperti menjadi komponen klorofil, kofaktor
untuk proses enzimatik yang terkait dengan fosforilasi, defosforilasi, dan
hidrolisis berbagai senyawa, dan sebagai penstabil struktural berbagai nukleotida.
Unsur ini merupakan unsur penyusun klorofil daun; magnesium juga
terlibat dalam pembentukan gula; translokasi karbohidrat; mengatur serapan hara
lain; sebagai carier fosfat dalam tanaman; dan aktivator enzim transfosfoliase,
dehidrogenase, dan karboksilase. Karena magnesium

merupakan

komponen

integral dari klorofil dan proses enzimatik yang berhubungan dengan fotosintesis
dan respirasi. Asimilasi karbon dan transformasi energi akan terpengaruh oleh
kekurangan magnesium. Karena itulah kekurangan magnesium dapat menghambat
pertumbuhan, khususnya akar dan tunas. Tingkat penghambatan dipengaruhi oleh:
keparahan kekurangan magnesium, jenis tanaman, kondisi lingkungan, dan status
nutrisi umum dari tanaman.
2.5.6 Unsur Besi (Fe)
Besi merupakan unsur mikro yang esensial, unsur ini merupakan
komponen penting bagi banyak sistem enzim, seperti cytochrome oxidase
(electron transport) dan cytocrome (respirasi). Besi adalah komponen dari

protein ferredoxin dan dibutuhkan untuk reduksi nitrat dan sulfat, asimilasi N2,
dan energi (NADP). Unsur ini juga berfungsi sebagai katalisator formasi enzim
dan klorofil (Jones et al., 1991).
2.5.7 Unsur Tembaga (Cu)
Tembaga diidentifikasi sebagai nutrisi tanaman sekitar tahun 1930.
Penyerapan Cu oleh tanaman dipengaruhi oleh faktor seperti: pH tanah dan
konsentrasi Cu di tanah. Konsentrasi Cu tertinggi dalam tanaman ada pada
jaringan akar, hal itu mengakibatkan gejala kelebihan sering terlihat pada akar.
Kekurangan Cu ditunjukkan dengan gejala: roseting, klorosis, daun muda
menggulung, dan tanaman menjadi kerdil (Kopsell & Kopsell, 2007).

2.5.8 Unsur Seng (Zn)


Seng merupakan unsur hara mikro yang merupakan penyusun protein
kloroplas, plastocyanin yang merupakan bagian dari sistem transport elektron
yang menghubungkan fotosistem I dan II. Unsur ini juga berpartisipasi dalam
metabolisme protein dan karbohidrat, serta fiksasi N2. Seng juga merupakan
bagian dari enzim: cytocrome oksidase, asam ascorbic oksidase, dan phylophenol
oksidase. Defisiensi seng menyebabkan tanaman kerdil dan nekrokis pada daun
muda dan meristem apikal (Jones et al., 1991).
2.5.9 Unsur Mangan (Mn)
Mangan (Mn) merupakan salah satu unsur hara yang ketersediaannya
berlimpah di alam dengan ratarata konsentrasi 650 ppm (Glikes et al., 1988
dalam Thompson & Huber, 2007). Burnel, (1988, Rmheld & Marshcen, (1991)
dalam Thompson & Huber, 2007) menyebutkan bahwa fungsi utama Mn adalah
sebagai

aktivator

enzim:

dehidrogenase,

transferase,

hidroksilase,

dan

dehidroksilase.
Kekurangan unsur Mn dapat berdampak pada sistem tanaman. Campbell et
al. (1988 dalam Thompson & Huber, 2007) menjelaskan gejala kekurangan Mn
pada dikotil menyebabkan klorosis pada daun muda, sedangkan pada monokotil
terbentuk bintik abuabu. Thompson & Huber (2007) menambahkan, defisiensi
Mn berdampak pada hasil fotosintesis, pertumbuhan akar, dan merubah tingkat

kelarutan N, kelarutan karbohidrat, sistem hormonal, dan sistesis bahan sekunder


seperti: fenol, lignin, klorofil, dan lain-lain.
Gejala kelebihan Mn yang dijelaskan oleh Assche et al. (1977 dalam
Thompson & Huber, 2007) adalah terbentuknya bintik berwarna gelap atau bercak
pada daun. Horst (1988 dalam Thompson & Huber, 2007) menambahkan,
tingginya konsentrasi Mn pada tanaman juga menyebabkan munculnya gejala
kekurangan unsur lain seperti Fe, Cu, dan Ca.
2.6 Selulosa
Selulosa adalah polisakarida yang terdiri dari rantai glukosa (1-4) -D
glukan yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen. Polisakarida ini merupakan
komponen paling melimpah dari biomasa. Selulosa banyak ditemukan terutama
pada dinding sel dengan konsentrasi sebesar 35% sampai 50 % dari berat kering
tanaman (Lynd et al., 2002).
2.7 Pektin
Pektin merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman
bersama selulosa dan hemiselulosa. Dibanding selulosa dan hemiselulosa, kadar
pektin dalam tanaman paling rendah (kurang dari 1%) (Alexander, 1977). Abbott
& Boraston (2008) menambahkan, pektin ditemukan melimpah pada lamela
tengah dan dinding sel primer. Pektin berfungsi menguatkan dinding sel dengan
cara mengikat selulosa dan hemiselulosa pada dinding sel.

10

III. BAHAN DAN METODE


3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober 2011 sampai Oktober 2012.
Sampel gubal dan daun gaharu diambil di Desa Pulo Aro, Kecamatan Tabir Ulu,
Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Analisis biologi dan kimia dilakukan di
Laboratorium Bioteknologi Tanah serta Laboratorium Kimia dan Kesuburan
Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor.
Untuk uji lapang, dilaksanakan di Rantau Rasau, Kabupaten Tanjung Jabung
Timur, Provinsi Jambi.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian di antaranya: autoclaf, laminar air
flow, cawan petri, labu erlenmayer, pipet, tabung reaksi, jarum ose, bunsen,
timbangan digital, tisu, alat tulis, AAS, dan Spectrofotometer UV-VIS.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel daun dari A.
malaccensis yang akan digunakan untuk menentukan status hara tanaman dan
sampel gaharu yang diambil dari Pulo Aro, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi.
Media yang digunakan untuk isolasi dan pemurnian fungi adalah PDA
(Potato Dextrose Agar), dan TSA (Tryptic Soy Agar) untuk isolasi dan pemurnian
bakteri. Untuk uji fisiologis mikrob menggunakan tiga jenis media, yaitu CMC
(Carboxymethyl Cellulose) untuk uji pelarutan selulosa, media Citric Pectin 0.5%
untuk uji pelarutan pektin oleh fungi, dan media Pectinolytic Bacteri untuk uji
pelarutan pektin oleh bakteri.
3.3 Pelaksanaan Penelitian
1. Pengambilan Sampel
1.1 Pengambilan Sampel Gaharu
Contoh Gaharu diambil dari pohon A. malaccensis yang sudah
menghasilkan gaharu. Sampel diambil menggunakan pisau steril. Sampel
disterilisasi dengan alkohol 70% untuk menghindari kontaminan yang berasal dari
udara ataupun alat yang kurang steril saat pengambilan sampel. Setelah
dibersihkan, sampel disimpan dalam plastik dan dimasukkan ke ice box sebelum

11

diisolasi. Hal ini dilakukan agar mikrob yang akan diteliti berada pada kondisi
dorman sehingga tidak mendapat gangguan dengan perubahan lingkungan di
sekitarnya.
1.2 Pengambilan Sampel Daun
Pengambilan sampel daun dilakukan untuk mengetahui status hara pada
tanaman. Contoh daun diambil dari tiga tingkat tajuk (tajuk bagian bawah, tengah,
dan atas) yang menghadap barat dan timur. Pengambilan sampel daun dilakukan
hanya pada tajuk yang menghadap barat dan timur dikarenakan area ini
mendapatkan penyinaran yang intensif, sehingga bisa berfotosintesis dengan
maksimal. Sampel daun yang diambil dari setiap lokasi dimasukkan ke dalam
amplop kertas. Amplop kertas digunakan karena kertas ini bisa menyerap air,
sehingga daun tidak busuk sebelum dianalisis.
2. Analisis Kimia
Analisis kimia yang dilakukan berupa analisis hara tanaman melalui daun.
Analisis hara dilakukan karena kandungan hara dalam tanaman dapat
mempengaruhi kesehatan dan daya tahan tanaman terhadap infeksi mikrob.
Adapun hara tanaman yang dianalisis adalah: N, P, K, Ca, Mg, Mn, Cu, Zn, dan
Fe. Analisis kandungan Nitrogen pada jaringan daun dilakukan dengan
menggunakan metode semi mikro Kjeldal, sedangkan delapan unsur hara yang
lain dianalisis menggunakan metode pengabuan basah.
Analisis nitrogen menggunakan bagian daun dengan bobot 0,5 gram
ditambah 5 ml H2SO4 dan H2O2, kemudian didestruksi selama 1.5 jam. Sampel
yang telah didestruksi selama 1.5 jam didinginkan sampai uapnya hilang dan
ditambahkan H2O2 1 ml kemudian didestruksi lagi selama 30 menit. Warna hasil
ekstraksi yang semula berwarna kuning sampai hitam menjadi bening atau putih
susu. Ekstrak tanaman hasil destruksi diambil 20 ml untuk didestilasi dengan 20
ml NaOH 50% dan 100 ml aquades. Uap (cairan) ditampung dengan 10 ml H3BO3
4% dan indikator, destilat yang dihasilkan dititrasi dengan HCl 0,0995 N untuk
menetapkan kandungan (%) nitrogen.

12

Hasil destruksi daun akan digunakan untuk menentukan status hara


tanaman. kandungan fosfor (P) diukur dengan Spectrofotometer UV-VIS pada
panjang gelombang 660 nm, kandungan Ca, Mg, Mn, Cu, Zn, dan Fe diukur
dengan AAS, sedangkan kandungan kalium (K) diukur dengan Flamefotometer.
3. Analisis Biologi
Analisis biologi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya peran mikrob
dan efektivitasnya terhadap pembentukan gaharu pada A. malaccensis.
Tahapan dari analisis biologi adalah:
3.1 Isolasi Mikrob
Mikrob yang diisolasi dari pohon A. malaccensis adalah fungi dan bakteri.
Isolasi dilakukan di laboratorium Bioteknologi Tanah Institut Pertanian Bogor.
Isolasi dilakukan dengan menggunakan media PDA untuk isolasi fungi dan TSA
5% untuk isolasi bakteri.
Isolasi fungi dan bakteri dilakukan dengan metode agar tuang. Langkah
awal metode dilakukan dengan menimbang 10 gram sampel, memasukkan sampel
ke dalam erlenmeyer berisi 90 ml larutan fisiologis. Sampel yang sudah direndam
kemudian dikocok dengan kecepatan 150 rpm. Suspensi yang telah dikocok
diambil 1 ml menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang
berisi 9 ml larutan fisiologis, sehingga didapat suspensi dengan seri pengenceran
10-2. Langkah yang sama dilakukan untuk membuat seri pengenceran 10 -3, 10-4,
10-5, 10-6, 10-7, 10-8, dan 10-9. Dari setiap seri pengenceran diambil 1 ml suspensi
dan ditumbuhkan pada medium. Isolasi fungi dilakukan pada pengenceran 10 -2
sampai 10-5, sedangkan bakteri di isolasi dari pengenceran 10 -7 sampai 10-9.
3.2 Pemurnian
Pemurnian dilakukan untuk mendapatkan biakan murni yang diinginkan
tanpa ada kontaminan dari mikrob lain. Pemurnian dilakukan dengan
memindahkan mikrob hasil isolasi dari media tumbuh awal ke media biakan yang
baru. Koloni fungi dan bakteri dengan penampakan berbeda dipindahkan ke petri
terpisah. Pemindahan mikrob dilakukan dengan menggunakan jarum ose yang
sebelumnya dipanaskan pada api bunsen. Pada bakteri, pemurnian dilakukan

13

dengan metode gores, sedangkan pada fungi dilakukan dengan metode titik. Hal
ini dilakukan karena miselium fungi akan hancur jika sama-sama menggunakan
metode gores.
3.3 Uji Fisiologis
Mikrob yang sudah murni dilakukan pengujian fisiologis berupa uji
pelarutan selulosa dan pektin. Hal ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas
mikrob dalam melarutkan selulosa dan pektin. Untuk uji selulosa digunakan
media CMC, sementara pengujian pektin menggunakan media Citric pectin 0.5%
untuk fungi dan Pectinolytic Bacteri untuk bakteri.
Pada dasarnya uji pelarutan selulosa dan pektin sama, hanya medianya
saja yang membedakan. Uji pelarutan selulosa dan pektin dilakukan dengan
menumbuhkan mikrob pada media selektif dan diinkubasi selama 3 hari pada
suhu ruangan. Mikrob yang telah diinkubasi dilakukan pewarnaan dengan
menggunakan Congo red untuk uji pelarutan selulosa dan Kalium iodine untuk
pelarutan pektin. Pembentukan zona bening di sekitar biakan merupakan indikasi
bahwa mikrob tersebut bisa melarutkan selulosa dan pektin. Indeks selulolitik dan
pektinolitik dihitung dengan rumus:

3.4 Seleksi Isolat


Seleksi isolat dilakukan untuk mendapatkan isolat terbaik dan efektif
untuk merangsang pembentukan gaharu. Isolat diseleksi berdasarkan indeks
pelarutan selulosa dan pektin. Isolat yang dipilih adalah isolat yang mempunyai
indeks pelarutan tinggi.

14

4. Pengujian Lapang
Pengujian lapang dilakukan untuk mengetahui efektivitas mikrob yang
telah diisolasi dalam menghasilkan gaharu pada A. malaccensis.
Pengujian lapang dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu:
1. Pembuatan inokulan
Isolat yang terseleksi dibuat inokulan cair dengan cara menumbuhkan isolat
tersebut pada media Nutrient Broth.
2. Inokulasi
Inokulan yang telah dibuat diinokulasikan

pada pohon A. malaccensis di

Rantau Rasau, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi. Inokulasi


dilakukan dengan cara menginjeksikan inokulan pada pohon yang telah dibor.
Pengeboran dilakukan dengan posisi miring ke bawah dengan pola berbentuk
spiral mengelilingi batang.

Gambar 1. Pola Spiral Inokulasi Pohon Gaharu*

Dalam satu pohon terdapat lima lubang injeksi. Setiap isolat diberikan ulangan
sebanyak tiga pohon, jadi total setiap isolat terdapat 15 titik pengamatan.
Setiap lubang di injeksi inokulan sebanyak 1 2 ml, kemudian ditutup dengan
kapas.

*sumber: http://kayugaru.files.wordpress.com/2009/06/3.jpg

15

3. Pengamatan hasil inokulasi


Pengamatan dilakukan dengan cara melihat ada tidaknya perubahan warna
kayu di sekitar lubang inokulasi. Inokulasi dinyatakan berhasil apabila pada
titik lubang bor terdapat tanda terjadinya perubahan warna kayu menjadi coklat
hingga hitam dan tergambar dengan tanda laju infeksi patogen serta pengerasan
kayu yang telah berisikan resin gaharu.

16

Pengambilan sampel gaharu dan


daun

Analisis kimia:
analisis kandungan hara
tanaman

Analisis Biologi:

Isolasi bakteri dan fungi


Uji pelarutan Selulosa dan
Pektin

Seleksi mikrob berdasarkan indeks


pelarutan

Pembuatan inokulan cair dari


isolat terpilih

Inokulasi isolat terpilih

Pengamatan hasil inokulasi

Gambar 2. Bagan Alir Metodologi Penelitian

17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Isolasi dan Seleksi Mikrob pada A. malaccensis
Populasi bakteri dan fungi diketahui dari hasil isolasi dari pohon yang
sudah menghasilkan gaharu. Sampel yang diambil merupakan gaharu yang
terbentuk dari gigitan tupai, fungi yang menempel pada batang, pemangkasan
dahan dan pelukaan akar. Hasil isolasi total mikrob pada beberapa pohon A.
malaccensis disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Populasi Mikrob pada Beberapa Pohon A. malaccensis
Fungi
Kode Pohon

Bakteri

SPK/gram BKM

G1

0.54 x 104

11.97 x 107

G2

6.87 x 104

1.28 x 107

G3

5.34 x 104

0.30 x 107

G4

1.86 x 104

7.06 x 107

G5

0.46 x 104

3.00 x 107

G6

0.02 x 104

13.53 x 107

Rata-rata

3 x104

6.19 x 107

Berdasarkan hasil isolasi yang dilakukan dari ke enam sampel, diketahui


populasi fungi paling banyak ada pada G2. Populasi bakteri terbanyak didapat
pada sampel G6. Pada sampel yang sama, dapat diketahui juga bahwa populasi
fungi lebih rendah dibanding yang lain. Sampel G3 mempunyai populasi bakteri
terendah dibandingkan ke lima sampel yang lain. Populasi mikrob terbanyak
(bakteri dan fungi) pada A. malaccensis (G2 dan G6) terdapat pada bagian dahan
pohon dan gaharu terbentuk secara alami. Pada sampel dengan populasi bakteri
paling rendah (G3) gaharu terbentuk dari proses pemangkasan dahan.
Populasi mikrob dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, seperti: suhu,
kelembaban, pH, ketersediaan oksigen, cahaya, dan tekanan osmotik. Faktor
lingkungan yang berperan penting terhadap jumlah populasi mikrob pada
beberapa pohon A. malaccensis adalah cahaya. Zabel & Morrel (1992)
menyatakan, secara umum cahaya berbahaya untuk pertumbuhan vegetatif mikrob

18

perusak kayu dan menyebabkan berkurangnya tingkat pertumbuhan mikrob. Hal


ini kemungkinan disebabkan efek dari intensitas radiasi ultraviolet (UV) yang
tinggi.
Pernyataan Zabel & Morrel (1992) menjelaskan kondisi yang terjadi pada
G2, G3, dan G6. Meskipun ketiganya diambil dari bagian dahan pohon, tapi G3
memiliki total populasi bakteri paling sedikit dibanding pohon lain (0.30 x 107).
Banyaknya populasi fungi pada G2 (6.87 x 104) dan bakteri pada G6 (13.53 x 107)
dikarenakan sampel G2 dan G6 tertutupi oleh kanopi. Tutupan kanopi membuat
mikrob terlindung dari radiasi UV dan menjaga kelembaban sehingga mikrob bisa
tumbuh dengan baik. Kanopi juga menyediakan banyak oksigen dari hasil
fotosintesis yang dibutuhkan organisme aerob.
Sedikitnya populasi bakteri pada G3 dikarenakan gaharu yang terbentuk
berasal dari pemangkasan dahan, sehingga sampel tidak mendapatkan
perlindungan dari radiasi matahari. Selain itu, pemangkasan dahan menyebabkan
nutrisi pada tanaman berkurang karena tidak mendapatkan nutrisi yang
merupakan hasil fotosintesis. Ketersediaan nutrisi yang sedikit menyebabkan
pertumbuhan bakteri terhambat dan populasi lebih sedikit dari yang lain.
Keadaan yang terjadi pada G6 mengindikasikan adanya kompetisi antara
bakteri dan fungi. Madigan et al. (2009) mengungkapkan kompetisi di antara
mikrob dipengaruhi oleh tingkat penyerapan nutrisi, tingkat metabolisme, dan
tingkat pertumbuhan. Bakteri memiliki tingkat pertumbuhan lebih cepat dibanding
fungi karena penyerepan nutrisinya lebih tinggi. Terbatasnya nutrisi yang didapat
oleh fungi menyebabkan rendahnya populasi fungi yang ada pada G6.
Hasil penelitian Sumarna (2008) menunjukkan suhu udara Kecamatan
Tabir Ulu, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi berkisar antara 20 33o C. Suhu
pada lokasi penelitian menunjukkan bahwa mikrob yang ada termasuk ke dalam
kelompok mesofil (mikrob yang hidup pada kisaran suhu 8 48oC). Zabel &
Morrel (1992) mengemukakan bahwa suhu memberikan efek langsung terhadap
aktivitas metabolisme mikrob. Reaksi metabolisme akan meningkat seiring
dengan peningkatan suhu sampai batas tertentu.

19

Tabel 1 juga menunjukkan bahwa, banyaknya populasi bakteri dan fungi


yang terdapat pada beberapa pohon A. malaccensis tidak berkorelasi dengan
banyaknya gaharu yang ditemukan pada pohon tersebut. Berdasarkan pengamatan
di lapangan, gaharu banyak terbentuk pada pohon G1. Hasil isolasi menunjukkan
bahwa populasi bakteri dan fungi terbanyak tidak berasal dari pohon G1, tetapi
berasal dari pohon G6 (13.53 x 107) dan G2 (6.87 x 104).
Untuk mendapatkan isolat terbaik, dilakukan seleksi terhadap isolat yang
telah didapat. Seleksi dilakukan berdasarkan kemampuan isolat melarutkan
selulosa dan pektin. Aktivitas selulolitik dan pektinolitik ditentukan berdasarkan
pembentukan zona bening pada media biakan setelah dilakukan pewarnaan. Dari
hasil isolasi diperoleh 19 isolat fungi dan 9 isolat bakteri. Setelah dilakukan uji
pelarutan selulosa dan pektin didapatkan 5 isolat terbaik yang terdiri dari 3 isolat
fungi dan 2 isolat bakteri, seperti yang ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Indeks Pelarutan Isolat Terbaik dari beberapa Pohon A. malaccensis


Indeks
Indeks
Mikrob
Kode Isolat
Asal Pohon
selulolitik
Pektinolitik
Fungi

Bakteri

F1

1.95

1.18

G5, G6

F18

2.00

1.20

G1

F19

2.00

2.03

G2

B7

1.60

2.67

G3

B8

4.20

2.27

G3

Pengujian berdasarkan zona bening menghasilkan indeks selulolitik antara


1.95 2.00 untuk fungi, dengan indeks tertinggi pada F18 dan F19 sebesar 2.00.
Indeks selulolitik bakteri 1.60 pada B7 dan 4.20 pada B8. Sedangkan pengujian
pektinase menghasilkan indeks antara 1.20 2.03 untuk fungi dengan indeks
tertinggi 2.03 oleh F19. Pengujian pektinolitik bakteri adalah 2.27 dan 2.67
dengan indeks tertinggi adalah B7.
Terbentuknya zona bening pada uji pelarutan selulosa merupakan hasil
dari penguraian selulosa oleh tiga kompleks enzim selulase (endoglukanase,

20

eksoglukanase, dan -glukosidase). Ketiga enzim ini bekerja secara terstruktur


seperti dijelaskan oleh Teeri et al. (1997 dalam Lynd et al., 2002). Endoglukanase
memotong secara acak ikatan internal selulosa amorf pada rantai selulosa,
selanjutnya eksoglukanase mereduksi ujung rantai menjadi glukosa dan selobiosa.
Selanjutnya, -glukosidase menghidrolisis selobiosa menjadi glukosa yang bisa
digunakan oleh mikrob.
Terbentuknya zona bening pada pengujian pektin karena adanya degradasi
pektin oleh enzim pektinase atau pektolitik. Agrios (2005) menjelaskan, proses
degradasi pektin diawali oleh kerja enzim pektin metil esterase yang membuang
cabang dari rantai pektin. Pektin metil esterase merubah tingkat kelarutan pektin
sehingga mudah dipisahkan oleh pektinase. Selanjutnya, rantai pektin melepaskan
rantai yang lebih pendek yang terdiri dari satu atau beberapa molekul
galakturonan. Rantai galakturonan dipecah oleh enzim pektinase berupa
Poligalakturonase dan pektinliase. Pemecahan ini dilakukan agar galakturonan
bisa dimanfaatkan mikrob. Poligalakturonase dan Pektinliase memutuskan rantai
dengan menghidrolisis penghubung di antara dua molekul galakturonan.
Pektinase dan selulose sebagai enzim pendegradasi dinding sel merupakan
faktor penting dalam patogenesis. Hal ini dikarenakan degradasi pektin dan
selulosa akan melemahkan dinding sel tanaman. Degradasi pektin menyebabkan
terputusnya ikatan antara selulosa dan hemiselulosa pada dinding sel. Degradasi
selulosa akan melemahkan dinding sel karena jumlah selulosa paling banyak
dibanding pektin dan hemisellulosa.
4.2 Hubungan Mikrob Selulolitik dan Pektinolitik dengan Pembentukan
Gaharu
Hipotesis pertama pembentukan gaharu adalah karena adanya infeksi dari
patogen yang menyebabkan keluarnya resin. Mikrob yang berada pada gubal
gaharu bisa jadi ikut dalam pembentukan gaharu atau hanya sebagai mikrob yang
berasosiasi pada pohon tersebut, karena itu tidak semua mikrob bisa menyebabkan
terbentukya resin. Mikrob pendegradsi selulosa dan pektin diharapkan bisa
memicu pembentukan gaharu. Pohon gaharu diharapkan mengeluarkan resin
karena adanya mikrob yang menjadi parasit pada pohon tersebut. Untuk

21

membuktikan hipotesis pertama, dilakukan pendataan banyaknya mikrob


selulolitik, pektinolitik, serta mikrob selulolitik dan pektinolitik pada beberapa
pohon A. malaccensis.
Dari Tabel 3 berikut ini diketahui bahwa, fungi pendegradasi selulosa
terbanyak ditemukan pada pohon G1 dan G5 di mana masingmasing pohon
terdapat 3 jenis fungi. Fungi pendegradasi pektin terbanyak terdapat pada pohon
G1, G5, dan G6 sebanyak 3 jenis fungi per pohon. Fungi yang mendegradasi
selulosa dan pektin terbanyak pada pohon G1 dengan jumlah 3 jenis. Bakteri
terbanyak yang mampu mendegradasi selulosa, pektin, ataupun mendegradasi
keduanya didapatkan dari pohon G3 sebanyak 2 jenis.
Tabel 3. Banyaknya Mikrob Selulolitik dan Pektinolitik pada Beberapa Pohon A.
malaccensis
Kode Pohon
G1
G2
G3
G4
G5
G6

Selulolitik
Fungi
3
2
1
1
3
2

Bakteri
1
0
2
0
1
0

Pektinolitik
Fungi
3
2
2
0
3
3

Bakteri
0
0
2
0
0
0

Selulolitik &
Pektinolitik
Fungi
Bakteri
3
0
1
0
1
2
0
0
2
0
2
0

Banyaknya jenis fungi yang ditemukan pada G1 sejalan dengan banyaknya


gaharu yang terbentuk pada pohon ini. Pada pohon G1 banyak ditemukan bekas
gigitan tupai (Lampiran 2). Gigitan tupai ini bisa mempengaruhi banyaknya jenis
fungi maupun bakteri yang ditemukan pada pohon G1. Hal ini dikarenakan tupai
bisa menjadi media perpindahan bakteri ataupun spora fungi dari suatu tempat ke
tempat lain. Pohon G2 memiliki populasi fungi terbanyak, tapi fungi yang bisa
melarutkan selulosa atau pektin tidak sebanyak G1. Hal ini menunjukkan bahwa
tidak semua fungi bisa merangsang pembentukan gaharu.
4.3 Peran Hara Tanaman terhadap Populasi Mikrob dan Pembentukan
Gaharu
Unsur hara sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Unsur hara juga dibutuhkan untuk pertumbuhan mikrob sebagai sumber
nutrisi. Mikrob mendapatkan sumber nutrisi dengan cara menguraikan senyawa

22

organik yang bermolekul besar seperti protein, karbohidrat, lemak atau senyawa
organik lain melalui proses metabolisme. Proses metabolisme menghasilkan
senyawa yang lebih sederhana yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber karbon
untuk mikrob. Karena itulah, mikrob bisa ditemukan bersimbiosis dengan
tanaman, baik simbiosis mutualisme, komensalisme, ataupun parasitisme.
Sebagai sumber nutrisi, unsur hara mempengaruhi pertumbuhan serta
perkembangan mikrob. Fungsi unsur hara pada pertumbuhan mikrob di jelaskan
Zabel & Morrel (1992) dan Madigan et al. (2009). Unsur Nitrogen (N) berfungsi
untuk sintesis protein dan unsur pokok lain seperti: nukleoprotein, lipoprotein,
enzim dan kitin. Unsur Fosfor (P) berfungsi untuk sintesis asam nukleat dan
fosfolipit. Kalsium (Ca) berperan menjaga kestabilan dinding sel pada
kebanyakan mikrob. Unsur logam juga dibutuhkan mikrob untuk reaksi
enzimatik.
Tabel 4. Kandungan Hara pada Beberapa Pohon A. malaccensis
Kode Pohon

Ca

Mg
Mg

Fe

Cu

%
G1

1.58

0.07

0.70

Zn

Mn

ppm
0.57

0.26

265

32

136

2325

G2

1.43

0.26

0.63

0.60

0.17 198

41

159

1815

G3

1.16

0.06

0.52

0.62

0.16

82

86

1919

G4

1.24

0.06

0.46

0.74

0.19 137

34

110

1785

G5

1.57

0.20

0.69

0.62

0.32

94

37

111

1381

G6

1.42

0.10

0.81

0.49

0.21

98

77

1286

Rataan

1.40

0.13

0.64

0.60

0.22 146

26

113

1752

Merujuk pada Tabel 4, diketahui unsur hara yang tertinggi pada beberapa
pohon A. malaccensis adalah nitrogen (N). Rata rata kadar N 1.40%, dengan
kadar N tertinggi pada G1 (1.58%). Hal ini sejalan dengan pendapat Sutejo (2002)

23

yang menyatakan bahwa nitrogen menjadi bahan terbanyak yang dikandung oleh
tanaman setelah C, H, dan O. Kadar Fe dan Mn pada G1 juga paling tinggi dari ke
enam sampel, yaitu 265 ppm Fe dan 2325 ppm Mn. Sementara itu pohon G2
memiliki kadar P, Cu, dan Zn tertinggi sebesar 0.26% untuk P, 41 ppm untuk Cu,
dan 159 ppm untuk Zn. Kadar Ca tertinggi adalah 0.74% pada G4. Untuk kadar K
dan Mg tertinggi berada pada G6 dan G5 sebesar 0.81% dan 0.32%.
Merujuk pada Tabel 4, terlihat bahwa kadar unsur mikro (Fe, Cu, Zn dan
Mn) berkorelasi dengan populasi fungi pada beberapa pohon A. malaccensis.
Pohon G2 yang memiliki kadar unsur mikro tinggi memiliki populasi fungi yang
banyak (6.87 x 104). Rendahnya kadar unsur mikro pohon G6 berkorelasi dengan
sedikitnya populasi fungi (0.02 x 104) pada pohon tersebut. Kadar hara tanaman
tidak begitu berpengaruh pada populasi bakteri. Rendahnya kadar unsur makro
dan mikro pohon G3 berkorelasi dengan sedikitnya populasi bakteri (0.30 x 107)
pada pohon tersebut. Pohon G6 yang memiliki populasi bakteri paling banyak
(13.53 x 107) memiliki kadar unsur mikro rendah, dan unsur makro tidak terlalu
tinggi.
Mikrob pada tanaman mendapatkan sumber nutrisi dari throughfall dan
stemflow. Throughfall adalah bagian curah hujan yang lolos mencapai tanah
melalui sela-sela kanopi ataupun sebagai jatuhan setelah tersangkut di kanopi.
Stemflow adalah bagian curah hujan yang mencapai tanah dengan mengalir pada
batang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Schort et al. (2001) yang
menunjukkan bahwa throughfall dan stemflow umumnya mengandung beberapa
hara potensial (N, P, K, Ca, Mg). Hara tersebut merupakan unsur yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan mikrob. Sridhar (2009) menambahkan, throughfall dan
stemflow ini menguntungkan bagi mikrob karena mereka bisa mendapatkan nutrisi
dari bahan yang tersedia (daun, kulit kayu, ranting, dan sampah kering).
Tingginya kadar N dan Mn pada G1 berkorelasi dengan banyaknya gaharu
yang didapatkan pada pohon ini. Pada G1 ditemukan gaharu yang terbentuk dari
gigitan tupai dan pemangkasan dahan bagian pucuk. Gaharu yang terbentuk pada
G1 berwarna lebih hitam dibanding gaharu dari lima pohon lain. Hal ini

24

dikarenakan nitrogen (N) dibutuhkan untuk memproduksi fitoaleksin dan unsur


mangan (Mn) dalam tanaman berfungsi mengaktifasi senyawa aromatik.
Fitoaleksin adalah zat toksin yang dihasilkan oleh tanaman dalam jumlah
yang cukup hanya setelah dirangsang oleh berbagai mikrob patogenik atau oleh
kerusakan mekanis dan kimia (Agrios,1997). Gangguan mekanis pada G1 berupa
gigitan tupai dan pemangkasan dahan bagian pucuk lebih banyak dibanding pohon
lain (Lampiran 2). Pada pohon G1 juga ditemukan fungi selulolitik dan
pektinolitik terbanyak (Tabel 3). Keadaan ini merangsang pohon memproduksi
fitoaleksin lebih banyak dari lima pohon lainnya sebagai mekanisme pertahanan
diri berupa senyawa sesquiterpenoid yang beraroma harum.
4.4 Hasil Uji Lapang
Uji lapang isolat terpilih dilaksanakan di Rantau Rasau, Kabupaten
Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi. Inokulasi dilakukan pada bulan Mei 2012
dan pengamatan dilakukan pada bulan Oktober 2012. Hasil uji lapang berupa
jarak vertikal dan horizontal jaringan batang yang berwarna kecoklatan di sekitar
lubang bor ditampilkan pada gambar di bawah ini.

Panjang Infeksi (Cm)

4.00

Panjang Infeksi
yangTitle
Terbentuk Setelah
Chart
Inokulasi

3.50
3.00
2.50
2.00
Vertikal

1.50

Horizontal

1.00
0.50
0.00
F1

F18

F19

B7

B8

Kode Isolat
Gambar 3. Panjang Infeksi yang Terbentuk pada Pohon A. malaccensis Setelah Inokulasi

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan,

infeksi yang terbentuk

cenderung ke arah vertikal dibandingkan arah horizontal (sejajar diameter batang).

25

Jarak terpanjang (vertikal ) dibentuk oleh isolat F1, sepanjang 3.75 cm, sedangkan
jarak terpendek dibentuk oleh isolat F18, 1.9 cm. Isolat F 18 mampu membentuk
jarak terlebar (horizontal), sebesar 1 cm, sedangkan isolat F1 membentuk jarak
tersempit, sebesar 0.8 cm.
Pembentukan gaharu yang cenderung ke arah vertikal dikarenakan pada
arah ini terdapat jaringan transportasi makanan, di mana fungi mendapatkan
makanan sekaligus melakukan infeksi. Pohon yang diinokulasi isolat B7 dan B8
tidak menunjukkan tandatanda terbentuknya gaharu. Hal ini dikarenakan fungi
lebih adaptif dibanding bakteri. Fungi cenderung mudah tumbuh, sementara
bakteri membutuhkan lingkungan tumbuh yang lebih spesifik.

17

V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
Mikrob dan kandungan hara pada A. malaccensis berpengaruh terhadap
pembentukan gaharu. Hasil uji lapang menunjukkan, fungi lebih efektif dalam
menginfeksi pohon A. malaccensis dibandingkan bakteri.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan inokulasi dengan menggunakan
gabungan isolat terpilih.

27

VI. DAFTAR PUSTAKA


Abbott, DW. & Boraston, AB. 2008. Structural Biology of Pectin Degradation by
Enterobacteriaceae: USA. American Society for Microbiology.
Agrios, GN. 1997. Plant Pathology 4th ed. Toronto: Academic Press.
Agrios, GN. 2005. Plant Pathology. USA: Elseiver Academic Press.
Alexander, M. 1977. Soil Microbiology Second Edition: New York. John Wiley &
Sons, Inc.
Barker, AV. & Bryson, GM. 2007. Nitrogen. In Barker AV. & Pilbeam DJ. (Eds).
Handbook of Plant Nutrition. USA: Taylor & Francis Group.
Blanchette,
RA.
&
Beek,
HH.
2005.
Cultivated
Agarwood.
http://www.freepatentsonline.com/20050008657.html. (25 mei 2011).
Brady, NC. & Weil, RR. 2002. The Nature and Properties of Soils: New Jersey,
USA. Pearson Education, Inc.
CITES. (2004). Significant Trade in Plants. Implementation of Resolution Conf.
12.8. Progress with the implementation of species review (PC 14 Doc. 9.2.2).
http://www.cites.org/eng/com/pc/14/E-Minutes-PC14.pdf . (03 Juni 2012).
Gandjar, I., Samson, RA., Tweel-Vermeulen, KVD., Oetari, A., & Santoso, I.
2000. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Iriansyah, M., Rayan, Ngatiman, Yuliansyah, Suryanto, & Praba, SB. 2007.
Gaharu Komoditi Masa Depan yang Menjanjikan.
Isnaini, Y. 2008. Peran Pelukaan Alami dalam Pembentukan Gubal Gaharu: Studi
Kasus pada Aquilaria malaccensis Koleksi Kebun Raya Bogor. Dalam M.
Litay, Fachrudin, E. Soekendarsi, & A. Zulkifli (Eds). Prosiding seminar
biologi ke-XIV. Universitas Hasanudin, 9-10 Juli 2008. Hal 264-267.
Jones, JB., Wolf, JB., & Mills, HA. 1991. Plant Analysis Handbook. USA: MicroMacro Publishing, Inc.
Kopsell, DE. & Kopsell, DA. 2007. Copper. In Barker, AV. & Pilbeam, DJ. (Eds).
Handbook of Plant Nutrition. USA: Taylor & Francis Group.
Lynd, LR., Weiner, PJ., Zyl, WH., & Pretorius, Isak S. 2002. Microbial Cellulose
Utilizations: Fundamentals and Biotechnology. USA: American Society for
Microbiology.
Madigan, MT., & Martinko, JM. 2005. Brock Biology of Microorganisms, 11 th
ed. Englewood Cliffs, N. J: Prentice Hall.
Madigan, MT., Martinko, JM., Dunlap, PV., & Clark, DP. 2009. Brock Biology of
Microorganisms, 12 th ed. San Fransisco: Pearson Benjamin Cummings.

28

Merhaut, DJ. 2007. Magnesium. In Barker, AV. & Pilbeam, DJ. (Eds).
Handbook of Plant Nutrition. USA: Taylor & Francis Group.
Pilbeam, DJ. & Morley, PS. 2007. Calcium. In Barker, AV. & Pilbeam, DJ. (Eds).
Handbook of Plant Nutrition. USA: Taylor & Francis Group.
Pojanagoro, S. & Kaewrak, C. 2005. Mechanical methods to stimulate aloes wood
formation in Aquilaria crassna Pierre Ex h.Lec. (kritsana) trees. Acta Hort.
(IHSH) 676:161-166. Http://www.actahort.org/books/676/676 20.htm. (25
mei 2011).
Rahman, M. & Punja, ZK. 2007. Calcium and Plant Disease. In Datnoff, LE.,
Elmer, WH., & Huber, DM. (Eds). Mineral Nutrition and Plant Disease.
USA: The American Phytopatological Society.
Sanchez, CA. 2007. Phosphorus. In Barker, AV. & Pilbeam, DJ. (Eds).
Handbook of Plant Nutrition. USA: Taylor & Francis Group.
Santoso, E., Agustini L., Turjaman M.,. Sumarna Y, dan Irianto RSB., 2006.
Biodiversitas dan Karakterisasi Jamur Potensial Penginduksi Resin Gaharu.
Temu Pakar Gaharu, PHKA-ASGARIN. Surabaya.
Santoso, E., Agustini, L., Sitepu, IR., & Turjaman, M. 2007. Efektifitas
Pembentukan Gaharu dan Komposisi Senyawa Resin Gaharu pada Aquilaria
spp. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 06, 543 551.
Schrot, G., Elias, MEA., Uguen, K., Sexias, R., & Zech, W. 2001. Nutrient fluxes
in rainfall, throughfall and stemflow in tree-based land use systems and
spontaneous tree vegetation of central Amazonia. Agriculture, Ecosytems
and Environment 87, 37 49.
Sridhar, KR. 2009. Fungi in The Canopy: an Appraisal. In Rai, M. & Bridge, PD.
(Eds). Applied Mycology. London: CAB International.
Sumarna, Y. 2002. Budidaya Gaharu. Seri Agribisnis. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sumarna, Y. 2008. Beberapa Aspek Ekologi, Populasi Pohon, dan Permudaan
Alam Tumbuhan Penghasil Gaharu Kelompok Karas (Aquilaria spp.) di
Wilayah Provinsi Jambi. Bogor: Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam.
Suwardi, ES. & Edriana, E. 2005. Gaharu dan Prospek Peningkatan Nilai Tambah
Melalui Penyulingan Tepat Guna. Dalam Y. Isnaini & D. Rahmawati (Eds).
Prosiding Peluang dan Tantangan Pengembangan Gaharu di Indonesia;
Bogor, 1-2 Desember 2005. Hlm: 189-218.
Sutejo, MM. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta: Rineka Cipta.
Thompson, IA. & Huber, DM. 2007. Manganese and Plant Disease. In Datnoff,
LE., Elmer, WH., & Huber, DM. (Eds). Mineral Nutrition and Plant Disease.
USA: The American Phytopatological Society.

29

Zabel, RA. & Morrel, JJ. 1992. Wood Microbiology. San Diego: Academic Press,
Inc.

30

VII. LAMPIRAN

a. Lokasi Pengambilan Sampel di Desa Pulo Aro

b. Pohon G1

c. Pohon G2

Gambar Lampiran 1. Lokasi Pengambilan Sampel Daun dan Gubal Gaharu

31

d. Pohon G3

e. Fungi yang Menempel pada Dahan

Lanjutan Gambar Lampiran 1

a. Gigitan Tupai pada Pohon G1

b.

Gaharu yang Terbentuk dari


Pemangkasan Dahan Pucuk

Gambar Lampiran 2. kondisi Pohon G1 dan Gaharu yang Terbentuk

32

c. Gaharu yang Terbentuk dari Gigitan tupai


Lanjutan Gambar Lampiran 2

Gambar Lampiran 3. Gaharu Hasil Inokulasi

Gambar Lampiran 4. Pembentukan Zona Bening oleh Fungi

33

Gambar Lampiran 5. Pembentukan Zona Bening oleh Bakteri

Tabel Lampiran 1. Komposisi Media CMC (per liter)


1. KH2PO4

gram

2. K2SO4

0.5

gram

3. NaCl

0.5

gram

4. FeSO4

0.01

gram

5. MnSO4

0.01

gram

6. NH4NO3

gram

7. CMC

10

gram

8. Agar

15

gram

Tabel Lampiran 2. Komposisi Media Citric Pectin 0.5% (per liter)


1. NaNo3

gram

2. KH2PO4

1.5

gram

3. KCl

0.5

gram

4. MgSO4.7H2O 0.5

gram

5. FeSO4

0.01

gram

6. ZnSO4

0.01

gram

7. H3BO3

0.01

gram

8. Yeast extract 1

gram

9. Citric pectin

gram

10. Agar

15

gram

34

Tabel Lampiran 3. Komposisi Media Pectinolytic Bacteria (per liter)


1. Citrus pectin

2. (NH4)2SO4

67

3. K2HPO4

0.2

4. MgSO4. 7H2O

0.02

5. Agar

1.5

6. Nutrient solution

0.1

% yang terdiri dari:

a. FeSO4. 7H2O

mg

b. MnSO4. 7H2 O

1.6

mg

c. ZnSO4. 7H2O

1.4

mg

d. COCl2

2.0

mg

Tabel Lampiran 4. Deskripsi Isolat (Bakteri) Terpilih


Kode Isolat

Gambar

Deskripsi

B7

Koloni
berwarna
putih,
berbentuk
bundar
dengan
tepian berlekuk dan elevasi
seperti tombol.

B8

Koloni berwarna putih susu,


berbentuk
bundar
dengan
tepian silikat dan elevasi
timbul.

35

Tabel Lampiran 5. Deskripsi Isolat (Fungi) Terpilih


Kode Isolat

Tampak Atas

Tampak Bawah

Deskripsi

F1

Bagian atas fungi berwarna pink, bagian


bawah berwarna putih kecoklatan.
Miselium tumbuh ke samping dengan
tekstur hairy.

F18

Bagian atas fungi berwarna hijau, bagian


bawah berwarna cokelat tua. Miselium
tumbuh ke samping dengan tekstur
hairy.

F19

Bagian atas dan bawah fungi berwarna


putih. Miselium tumbuh ke samping
dengan tekstur hairy.

36

You might also like