Professional Documents
Culture Documents
A13msp PDF
A13msp PDF
Oleh:
Mey Sulistyo Putri
A14070062
SUMMARY
MEY SULISTYO PUTRI. 2013. Exploration of Microbial Role and Plant
Nutrition Status toward Agarwood Formation in Aquilaria malaccensis.
Supervised by GUNAWAN DJAJAKIRANA and BASUKI SUMAWINATA
Agarwood is known as one of non-timber forest commodity in the world.
Agarwood has a lot of function such as raw material for perfume, incense,
cosmetics, and medicine for some diseases. Indonesia has a good potential
resource to produce agarwoods. At present, mechanism and processes of
agarwood formation is not yet known exactly. There are three hypothesis in
agarwood formation, that are 1) pathology hypothesis, 2) sliced dan pathology,
and 3) non-pathology hypothesis. Meanwhile, ancient community used traditional
system to stimulate agarwood formation by slicing, nailing, branch cutting, and
peeling of stem rind.
This research was done to know microbial effect and plant nutrition status
in Aquilaria malaccensis and their correlation in agarwood formation. Chemical
and biological analysis were used in this research. Chemical analysis was used to
determine plant nutrition status. Meanwhile biological analysis was used to
examine the microbes that caused agarwood formation.
The result of this reseach showed that agarwood was formed either
because of assosiation between microbes and Aquilaria malaccensis and slicing
in that plant. The highest microbial population was found in branch protected by
canopy. According to physiologic analysis, not all microbes in agarwood can
dissolve cellulose and pectin. A high number of Agarwood was formed in plant
with high N and Mn contents. Field trial showed that fungi were more potential
than bacteria in agarwood formation.
RINGKASAN
MEY SULISTYO PUTRI. 2013. Eksplorasi Peran Mikrob dan Status Hara
Tanaman terhadap Pembentukan Gaharu pada Aquilaria malaccensis. Di
bawah
bimbingan
GUNAWAN
DJAJAKIRANA
dan
BASUKI
SUMAWINATA.
Gaharu merupakan salah satu komoditas hasil hutan bukan kayu (HHBK)
yang sudah mendunia. Gaharu memiliki banyak kegunaan seperti, bahan dasar
parfum, dupa, kosmetik, dan sebagai obat beberapa penyakit. Indonesia memiliki
potensi sumberdaya pohon penghasil gaharu yang tinggi. Sampai saat ini,
mekanisme dan proses pembentukan gaharu belum diketahui dengan pasti. Ada
tiga hipotesis dalam pembentukan gaharu yaitu 1) hipotesis patologi, 2) pelukaan
dan patologi, dan 3) hipotesis non patologi. Sementara itu, masyarakat awam
menggunakan cara tradisional untuk merangsang pembentukan gaharu dengan
pelukaan seperti: disayat, dipaku, pemangkasan cabang, dan mengelupas kulit
batang.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh mikrob
dan status hara tanaman pada Aquilaria malaccensis serta hubungannya dengan
pembentukan gaharu. Dalam penelitian ini dilakukan analisis kimia dan biologi.
Analisis kimia dilakukan untuk mengetahui status hara tanaman. Analisis biologi
dilakukan untuk mengetahui mikrob yang menyebabkan pembentukan gaharu.
Hasil penelitian menunjukkan terbentuknya gaharu dikarenakan adanya
asosiasi antara tanaman dengan mikrob ataupun adanya luka pada pohon. Populasi
mikrob terbanyak terdapat di bagian dahan yang terlindung oleh kanopi. Dari uji
fisiologis yang dilakukan, tidak semua mikrob yang ditemukan pada gaharu bisa
melarutkan selulosa dan pektin. Gaharu dengan jumlah yang banyak terbentuk
pada tanaman dengan kadar nitrogen (N) dan mangan (Mn) tinggi. Hasil uji
lapang menunjukkan bahwa fungi lebih berpotensi merangsang pembentukan
gaharu dibanding bakteri.
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian dari Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Judul Skripsi
Nama
NIM
: A14070062
Menyetujui,
Pembimbing Skripsi I
Pembimbing Skripsi II
Mengtahui,
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kediri, Jawa Timur pada tanggal 28 Mei 1989.
Penulis merupakan putri dari pasangan keluarga Bapak Suprapto dan Ibu Lilik
Supadmi. Sebagai anak ke dua dari dua bersaudara yaitu Mardani Bagus Santoso
dan Mey Sulistyo Putri.
Riwayat pendidikan penulis dimulai pada tahun 1993 1995 di TK
Darmawanita Purwoasri. Tahun 2001 penulis lulus SD Negeri Desa Pesing,
kemudian pada tahun 2004 penulis menyelesaikan pendidikan di SMPN 1 Papar.
Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi di SMAN 2 Pare dan lulus pada
tahun 2007. Tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
USMI dengan mayor Manajemen Sumberdaya Lahan.
Selama perkuliahan penulis pernah menjabat sebagai bendahara Keluarga
Besar Jayabaya (KAMAJAYA), Institut Pertanian Bogor, periode 2007 2008
dan 2008 2009. Penulis menjadi staf pengajar di Rumah Sahabat (RUSA), yang
merupakan CSR dari KSE (Karya Salemba Empat) dan Bank Mandiri untuk anak
sekolah kurang mampu di lingkungan kampus tahun 2011.
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat,
taufik, serta hidayahnya, sehingga penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul
Eksplorasi Peran Mikrob dan Status Hara Tanaman terhadap Pembentukan
Gaharu pada Aquilaria malaccensis dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan program studi Manajemen
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Semua hasil ini tidak lepas dari peran berbagai pihak yang telah
memberikan bantuan, baik secara moril maupun materil. Pada kesempatan ini,
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, M. Sc dan Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.
Agr selaku pembimbing skripsi yang telah memberi masukan, bimbingan
dan fasilitas selama melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi.
2. Dr. Rahayu Widyastuti, M. Sc selaku dosen penguji yang banyak
memberikan saran untuk kesempurnaan tulisan ini.
3. Pak Usman yang bersedia menemani dan memberikan banyak ilmu selama
penelitian di lapang.
4. Pak Nurdin dan keluarga yang bersedia menyediakan tempat tinggal
selama penelitian di lapang.
5. Pak Oman dan keluarga serta warga Rantau Rasau yang membantu
inokulasi untuk pengujian lapang.
6. Yayasan Karya Salemba Empat yang membantu sebagian biaya penelitian
dan penulisan skripsi.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan dapat
memperluas wawasan kita.
Bogor, Januari 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .........................................................................................
2.3 Bakteri..................................................................................................
DAFTAR TABEL
TEKS
Nomor
Halaman
LAMPIRAN
Nomor
Halaman
33
33
34
34
35
DAFTAR GAMBAR
TEKS
Nomor
Halaman
LAMPIRAN
Nomor
Halaman
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gaharu merupakan salah satu komoditas hasil hutan bukan kayu (HHBK)
yang sudah mendunia. Harga jual dari gaharu paling tinggi dibandingkan HHBK
lain, seperti rotan, sutera, bambu, nyamplung, ataupun madu. Gaharu digunakan
sebagai bahan dasar industri parfum, dupa, kosmetik, dan obat-obatan (Sumarna,
2002). Gaharu yang mempunyai aroma khas bahkan diekspor ke Arab Saudi
khusus untuk pengharum kabah di Mekah.
Indonesia memiliki potensi sumberdaya pohon penghasil gaharu yang
tinggi. Hal ini dikarenakan terdapat enam genus pohon penghasil gaharu yang
tersebar di Indonesia. Adapun daerah penyebaran gaharu di Indonesia adalah:
Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, Ambon, Jawa, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa
Tenggara Timur. Gaharu yang terdapat di Indonesia berasal dari genus Aquilaria,
Gonystylus, Gyrinops, Einkleia, Aetoxylon, dan Wiekstroemia. Pohon yang paling
banyak dicari oleh para pemburu gaharu adalah dari genus Aquilaria dan
Gyrinops karena kualitas dan harga jualnya yang lebih tinggi.
Sampai saat ini, mekanisme dan proses pembentukan gaharu belum
diketahui dengan pasti. Santoso et al. (2006) melaporkan bahwa proses dan
mekanisme terbentuknya gaharu pada pohon penghasil gaharu disebabkan karena
pohon terinfeksi fungi pada bagian batang yang terluka. Atas dasar asumsi
tersebut dimungkinkan penyakit secara biologis dapat dikembangkan sebagai
inokulan dan terlukanya batang dapat direkayasa dengan pengeboran dan proses
infeksi penyakit.
Sementara itu, masyarakat awam menggunakan cara tradisional untuk
merangsang pembentukan gaharu dengan pelukaan seperti: disayat, dipaku,
pemangkasan cabang, mengelupas kulit batang, dan lain-lain.
1.2 Tujuan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh mikrob
dan status hara pada A. malaccensis serta hubungannya dengan pembentukan
gaharu.
1.3 Hipotesis
1. Mikrob yang mampu mendegradasi selulosa dan pektin mampu merangsang
pembentukan gaharu.
2. Status hara tanaman mempengaruhi populasi mikrob pada tanaman.
3. Status hara tanaman mempengaruhi pembentukan gaharu.
: Plantae
Divisi
: Termathophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Klas
: Magnoliopsida
Ordo
: Myrtales
Family
: Thymelaeacae
Genus
: Aquilaria
Spesies
: Aquilaria malaccensis
degradasi pektat
merupakan
komponen
integral dari klorofil dan proses enzimatik yang berhubungan dengan fotosintesis
dan respirasi. Asimilasi karbon dan transformasi energi akan terpengaruh oleh
kekurangan magnesium. Karena itulah kekurangan magnesium dapat menghambat
pertumbuhan, khususnya akar dan tunas. Tingkat penghambatan dipengaruhi oleh:
keparahan kekurangan magnesium, jenis tanaman, kondisi lingkungan, dan status
nutrisi umum dari tanaman.
2.5.6 Unsur Besi (Fe)
Besi merupakan unsur mikro yang esensial, unsur ini merupakan
komponen penting bagi banyak sistem enzim, seperti cytochrome oxidase
(electron transport) dan cytocrome (respirasi). Besi adalah komponen dari
protein ferredoxin dan dibutuhkan untuk reduksi nitrat dan sulfat, asimilasi N2,
dan energi (NADP). Unsur ini juga berfungsi sebagai katalisator formasi enzim
dan klorofil (Jones et al., 1991).
2.5.7 Unsur Tembaga (Cu)
Tembaga diidentifikasi sebagai nutrisi tanaman sekitar tahun 1930.
Penyerapan Cu oleh tanaman dipengaruhi oleh faktor seperti: pH tanah dan
konsentrasi Cu di tanah. Konsentrasi Cu tertinggi dalam tanaman ada pada
jaringan akar, hal itu mengakibatkan gejala kelebihan sering terlihat pada akar.
Kekurangan Cu ditunjukkan dengan gejala: roseting, klorosis, daun muda
menggulung, dan tanaman menjadi kerdil (Kopsell & Kopsell, 2007).
aktivator
enzim:
dehidrogenase,
transferase,
hidroksilase,
dan
dehidroksilase.
Kekurangan unsur Mn dapat berdampak pada sistem tanaman. Campbell et
al. (1988 dalam Thompson & Huber, 2007) menjelaskan gejala kekurangan Mn
pada dikotil menyebabkan klorosis pada daun muda, sedangkan pada monokotil
terbentuk bintik abuabu. Thompson & Huber (2007) menambahkan, defisiensi
Mn berdampak pada hasil fotosintesis, pertumbuhan akar, dan merubah tingkat
10
11
diisolasi. Hal ini dilakukan agar mikrob yang akan diteliti berada pada kondisi
dorman sehingga tidak mendapat gangguan dengan perubahan lingkungan di
sekitarnya.
1.2 Pengambilan Sampel Daun
Pengambilan sampel daun dilakukan untuk mengetahui status hara pada
tanaman. Contoh daun diambil dari tiga tingkat tajuk (tajuk bagian bawah, tengah,
dan atas) yang menghadap barat dan timur. Pengambilan sampel daun dilakukan
hanya pada tajuk yang menghadap barat dan timur dikarenakan area ini
mendapatkan penyinaran yang intensif, sehingga bisa berfotosintesis dengan
maksimal. Sampel daun yang diambil dari setiap lokasi dimasukkan ke dalam
amplop kertas. Amplop kertas digunakan karena kertas ini bisa menyerap air,
sehingga daun tidak busuk sebelum dianalisis.
2. Analisis Kimia
Analisis kimia yang dilakukan berupa analisis hara tanaman melalui daun.
Analisis hara dilakukan karena kandungan hara dalam tanaman dapat
mempengaruhi kesehatan dan daya tahan tanaman terhadap infeksi mikrob.
Adapun hara tanaman yang dianalisis adalah: N, P, K, Ca, Mg, Mn, Cu, Zn, dan
Fe. Analisis kandungan Nitrogen pada jaringan daun dilakukan dengan
menggunakan metode semi mikro Kjeldal, sedangkan delapan unsur hara yang
lain dianalisis menggunakan metode pengabuan basah.
Analisis nitrogen menggunakan bagian daun dengan bobot 0,5 gram
ditambah 5 ml H2SO4 dan H2O2, kemudian didestruksi selama 1.5 jam. Sampel
yang telah didestruksi selama 1.5 jam didinginkan sampai uapnya hilang dan
ditambahkan H2O2 1 ml kemudian didestruksi lagi selama 30 menit. Warna hasil
ekstraksi yang semula berwarna kuning sampai hitam menjadi bening atau putih
susu. Ekstrak tanaman hasil destruksi diambil 20 ml untuk didestilasi dengan 20
ml NaOH 50% dan 100 ml aquades. Uap (cairan) ditampung dengan 10 ml H3BO3
4% dan indikator, destilat yang dihasilkan dititrasi dengan HCl 0,0995 N untuk
menetapkan kandungan (%) nitrogen.
12
13
dengan metode gores, sedangkan pada fungi dilakukan dengan metode titik. Hal
ini dilakukan karena miselium fungi akan hancur jika sama-sama menggunakan
metode gores.
3.3 Uji Fisiologis
Mikrob yang sudah murni dilakukan pengujian fisiologis berupa uji
pelarutan selulosa dan pektin. Hal ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas
mikrob dalam melarutkan selulosa dan pektin. Untuk uji selulosa digunakan
media CMC, sementara pengujian pektin menggunakan media Citric pectin 0.5%
untuk fungi dan Pectinolytic Bacteri untuk bakteri.
Pada dasarnya uji pelarutan selulosa dan pektin sama, hanya medianya
saja yang membedakan. Uji pelarutan selulosa dan pektin dilakukan dengan
menumbuhkan mikrob pada media selektif dan diinkubasi selama 3 hari pada
suhu ruangan. Mikrob yang telah diinkubasi dilakukan pewarnaan dengan
menggunakan Congo red untuk uji pelarutan selulosa dan Kalium iodine untuk
pelarutan pektin. Pembentukan zona bening di sekitar biakan merupakan indikasi
bahwa mikrob tersebut bisa melarutkan selulosa dan pektin. Indeks selulolitik dan
pektinolitik dihitung dengan rumus:
14
4. Pengujian Lapang
Pengujian lapang dilakukan untuk mengetahui efektivitas mikrob yang
telah diisolasi dalam menghasilkan gaharu pada A. malaccensis.
Pengujian lapang dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu:
1. Pembuatan inokulan
Isolat yang terseleksi dibuat inokulan cair dengan cara menumbuhkan isolat
tersebut pada media Nutrient Broth.
2. Inokulasi
Inokulan yang telah dibuat diinokulasikan
Dalam satu pohon terdapat lima lubang injeksi. Setiap isolat diberikan ulangan
sebanyak tiga pohon, jadi total setiap isolat terdapat 15 titik pengamatan.
Setiap lubang di injeksi inokulan sebanyak 1 2 ml, kemudian ditutup dengan
kapas.
*sumber: http://kayugaru.files.wordpress.com/2009/06/3.jpg
15
16
Analisis kimia:
analisis kandungan hara
tanaman
Analisis Biologi:
17
Bakteri
SPK/gram BKM
G1
0.54 x 104
11.97 x 107
G2
6.87 x 104
1.28 x 107
G3
5.34 x 104
0.30 x 107
G4
1.86 x 104
7.06 x 107
G5
0.46 x 104
3.00 x 107
G6
0.02 x 104
13.53 x 107
Rata-rata
3 x104
6.19 x 107
18
19
Bakteri
F1
1.95
1.18
G5, G6
F18
2.00
1.20
G1
F19
2.00
2.03
G2
B7
1.60
2.67
G3
B8
4.20
2.27
G3
20
21
Selulolitik
Fungi
3
2
1
1
3
2
Bakteri
1
0
2
0
1
0
Pektinolitik
Fungi
3
2
2
0
3
3
Bakteri
0
0
2
0
0
0
Selulolitik &
Pektinolitik
Fungi
Bakteri
3
0
1
0
1
2
0
0
2
0
2
0
22
organik yang bermolekul besar seperti protein, karbohidrat, lemak atau senyawa
organik lain melalui proses metabolisme. Proses metabolisme menghasilkan
senyawa yang lebih sederhana yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber karbon
untuk mikrob. Karena itulah, mikrob bisa ditemukan bersimbiosis dengan
tanaman, baik simbiosis mutualisme, komensalisme, ataupun parasitisme.
Sebagai sumber nutrisi, unsur hara mempengaruhi pertumbuhan serta
perkembangan mikrob. Fungsi unsur hara pada pertumbuhan mikrob di jelaskan
Zabel & Morrel (1992) dan Madigan et al. (2009). Unsur Nitrogen (N) berfungsi
untuk sintesis protein dan unsur pokok lain seperti: nukleoprotein, lipoprotein,
enzim dan kitin. Unsur Fosfor (P) berfungsi untuk sintesis asam nukleat dan
fosfolipit. Kalsium (Ca) berperan menjaga kestabilan dinding sel pada
kebanyakan mikrob. Unsur logam juga dibutuhkan mikrob untuk reaksi
enzimatik.
Tabel 4. Kandungan Hara pada Beberapa Pohon A. malaccensis
Kode Pohon
Ca
Mg
Mg
Fe
Cu
%
G1
1.58
0.07
0.70
Zn
Mn
ppm
0.57
0.26
265
32
136
2325
G2
1.43
0.26
0.63
0.60
0.17 198
41
159
1815
G3
1.16
0.06
0.52
0.62
0.16
82
86
1919
G4
1.24
0.06
0.46
0.74
0.19 137
34
110
1785
G5
1.57
0.20
0.69
0.62
0.32
94
37
111
1381
G6
1.42
0.10
0.81
0.49
0.21
98
77
1286
Rataan
1.40
0.13
0.64
0.60
0.22 146
26
113
1752
Merujuk pada Tabel 4, diketahui unsur hara yang tertinggi pada beberapa
pohon A. malaccensis adalah nitrogen (N). Rata rata kadar N 1.40%, dengan
kadar N tertinggi pada G1 (1.58%). Hal ini sejalan dengan pendapat Sutejo (2002)
23
yang menyatakan bahwa nitrogen menjadi bahan terbanyak yang dikandung oleh
tanaman setelah C, H, dan O. Kadar Fe dan Mn pada G1 juga paling tinggi dari ke
enam sampel, yaitu 265 ppm Fe dan 2325 ppm Mn. Sementara itu pohon G2
memiliki kadar P, Cu, dan Zn tertinggi sebesar 0.26% untuk P, 41 ppm untuk Cu,
dan 159 ppm untuk Zn. Kadar Ca tertinggi adalah 0.74% pada G4. Untuk kadar K
dan Mg tertinggi berada pada G6 dan G5 sebesar 0.81% dan 0.32%.
Merujuk pada Tabel 4, terlihat bahwa kadar unsur mikro (Fe, Cu, Zn dan
Mn) berkorelasi dengan populasi fungi pada beberapa pohon A. malaccensis.
Pohon G2 yang memiliki kadar unsur mikro tinggi memiliki populasi fungi yang
banyak (6.87 x 104). Rendahnya kadar unsur mikro pohon G6 berkorelasi dengan
sedikitnya populasi fungi (0.02 x 104) pada pohon tersebut. Kadar hara tanaman
tidak begitu berpengaruh pada populasi bakteri. Rendahnya kadar unsur makro
dan mikro pohon G3 berkorelasi dengan sedikitnya populasi bakteri (0.30 x 107)
pada pohon tersebut. Pohon G6 yang memiliki populasi bakteri paling banyak
(13.53 x 107) memiliki kadar unsur mikro rendah, dan unsur makro tidak terlalu
tinggi.
Mikrob pada tanaman mendapatkan sumber nutrisi dari throughfall dan
stemflow. Throughfall adalah bagian curah hujan yang lolos mencapai tanah
melalui sela-sela kanopi ataupun sebagai jatuhan setelah tersangkut di kanopi.
Stemflow adalah bagian curah hujan yang mencapai tanah dengan mengalir pada
batang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Schort et al. (2001) yang
menunjukkan bahwa throughfall dan stemflow umumnya mengandung beberapa
hara potensial (N, P, K, Ca, Mg). Hara tersebut merupakan unsur yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan mikrob. Sridhar (2009) menambahkan, throughfall dan
stemflow ini menguntungkan bagi mikrob karena mereka bisa mendapatkan nutrisi
dari bahan yang tersedia (daun, kulit kayu, ranting, dan sampah kering).
Tingginya kadar N dan Mn pada G1 berkorelasi dengan banyaknya gaharu
yang didapatkan pada pohon ini. Pada G1 ditemukan gaharu yang terbentuk dari
gigitan tupai dan pemangkasan dahan bagian pucuk. Gaharu yang terbentuk pada
G1 berwarna lebih hitam dibanding gaharu dari lima pohon lain. Hal ini
24
4.00
Panjang Infeksi
yangTitle
Terbentuk Setelah
Chart
Inokulasi
3.50
3.00
2.50
2.00
Vertikal
1.50
Horizontal
1.00
0.50
0.00
F1
F18
F19
B7
B8
Kode Isolat
Gambar 3. Panjang Infeksi yang Terbentuk pada Pohon A. malaccensis Setelah Inokulasi
25
Jarak terpanjang (vertikal ) dibentuk oleh isolat F1, sepanjang 3.75 cm, sedangkan
jarak terpendek dibentuk oleh isolat F18, 1.9 cm. Isolat F 18 mampu membentuk
jarak terlebar (horizontal), sebesar 1 cm, sedangkan isolat F1 membentuk jarak
tersempit, sebesar 0.8 cm.
Pembentukan gaharu yang cenderung ke arah vertikal dikarenakan pada
arah ini terdapat jaringan transportasi makanan, di mana fungi mendapatkan
makanan sekaligus melakukan infeksi. Pohon yang diinokulasi isolat B7 dan B8
tidak menunjukkan tandatanda terbentuknya gaharu. Hal ini dikarenakan fungi
lebih adaptif dibanding bakteri. Fungi cenderung mudah tumbuh, sementara
bakteri membutuhkan lingkungan tumbuh yang lebih spesifik.
17
27
28
Merhaut, DJ. 2007. Magnesium. In Barker, AV. & Pilbeam, DJ. (Eds).
Handbook of Plant Nutrition. USA: Taylor & Francis Group.
Pilbeam, DJ. & Morley, PS. 2007. Calcium. In Barker, AV. & Pilbeam, DJ. (Eds).
Handbook of Plant Nutrition. USA: Taylor & Francis Group.
Pojanagoro, S. & Kaewrak, C. 2005. Mechanical methods to stimulate aloes wood
formation in Aquilaria crassna Pierre Ex h.Lec. (kritsana) trees. Acta Hort.
(IHSH) 676:161-166. Http://www.actahort.org/books/676/676 20.htm. (25
mei 2011).
Rahman, M. & Punja, ZK. 2007. Calcium and Plant Disease. In Datnoff, LE.,
Elmer, WH., & Huber, DM. (Eds). Mineral Nutrition and Plant Disease.
USA: The American Phytopatological Society.
Sanchez, CA. 2007. Phosphorus. In Barker, AV. & Pilbeam, DJ. (Eds).
Handbook of Plant Nutrition. USA: Taylor & Francis Group.
Santoso, E., Agustini L., Turjaman M.,. Sumarna Y, dan Irianto RSB., 2006.
Biodiversitas dan Karakterisasi Jamur Potensial Penginduksi Resin Gaharu.
Temu Pakar Gaharu, PHKA-ASGARIN. Surabaya.
Santoso, E., Agustini, L., Sitepu, IR., & Turjaman, M. 2007. Efektifitas
Pembentukan Gaharu dan Komposisi Senyawa Resin Gaharu pada Aquilaria
spp. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 06, 543 551.
Schrot, G., Elias, MEA., Uguen, K., Sexias, R., & Zech, W. 2001. Nutrient fluxes
in rainfall, throughfall and stemflow in tree-based land use systems and
spontaneous tree vegetation of central Amazonia. Agriculture, Ecosytems
and Environment 87, 37 49.
Sridhar, KR. 2009. Fungi in The Canopy: an Appraisal. In Rai, M. & Bridge, PD.
(Eds). Applied Mycology. London: CAB International.
Sumarna, Y. 2002. Budidaya Gaharu. Seri Agribisnis. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sumarna, Y. 2008. Beberapa Aspek Ekologi, Populasi Pohon, dan Permudaan
Alam Tumbuhan Penghasil Gaharu Kelompok Karas (Aquilaria spp.) di
Wilayah Provinsi Jambi. Bogor: Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam.
Suwardi, ES. & Edriana, E. 2005. Gaharu dan Prospek Peningkatan Nilai Tambah
Melalui Penyulingan Tepat Guna. Dalam Y. Isnaini & D. Rahmawati (Eds).
Prosiding Peluang dan Tantangan Pengembangan Gaharu di Indonesia;
Bogor, 1-2 Desember 2005. Hlm: 189-218.
Sutejo, MM. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta: Rineka Cipta.
Thompson, IA. & Huber, DM. 2007. Manganese and Plant Disease. In Datnoff,
LE., Elmer, WH., & Huber, DM. (Eds). Mineral Nutrition and Plant Disease.
USA: The American Phytopatological Society.
29
Zabel, RA. & Morrel, JJ. 1992. Wood Microbiology. San Diego: Academic Press,
Inc.
30
VII. LAMPIRAN
b. Pohon G1
c. Pohon G2
31
d. Pohon G3
b.
32
33
gram
2. K2SO4
0.5
gram
3. NaCl
0.5
gram
4. FeSO4
0.01
gram
5. MnSO4
0.01
gram
6. NH4NO3
gram
7. CMC
10
gram
8. Agar
15
gram
gram
2. KH2PO4
1.5
gram
3. KCl
0.5
gram
4. MgSO4.7H2O 0.5
gram
5. FeSO4
0.01
gram
6. ZnSO4
0.01
gram
7. H3BO3
0.01
gram
8. Yeast extract 1
gram
9. Citric pectin
gram
10. Agar
15
gram
34
2. (NH4)2SO4
67
3. K2HPO4
0.2
4. MgSO4. 7H2O
0.02
5. Agar
1.5
6. Nutrient solution
0.1
a. FeSO4. 7H2O
mg
b. MnSO4. 7H2 O
1.6
mg
c. ZnSO4. 7H2O
1.4
mg
d. COCl2
2.0
mg
Gambar
Deskripsi
B7
Koloni
berwarna
putih,
berbentuk
bundar
dengan
tepian berlekuk dan elevasi
seperti tombol.
B8
35
Tampak Atas
Tampak Bawah
Deskripsi
F1
F18
F19
36