Penilaian Sektor Keuangan: Khususnya Sektor Perbankan: Nurul Imamah

You might also like

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 17

PENILAIAN SEKTOR KEUANGAN : KHUSUSNYA SEKTOR

PERBANKAN
NURUL IMAMAH
ABSTRACT
Assessment of financial sector of bank aim to assess banking health measurement which
can be done with qualitative approach to various aspects having an effect on to condition
and development a bank, covers legal capital aspect, quality of productive asset,
management, rentability and liquidity. Qualitative approach applied to evaluate condition
a Commercial Bank and BPR accross the board is method CAMEL ( Capital Adequacy,
Assets Quality, Management Quality, Earnings, Liquidity). Difference of weight
calculation health appraisal of bank between commercial banks and BPR with method
CAMEL only at legal capital aspect, for commercial bank, be 26 % weight CAMEL, but
BPR 30%. Indicators from bank financial structure covers indicators system-wide, that is
from size, wide, and composition from financial system; attribute indicators like
competition, concentration, efficiency, and access; and level of scope, fill, and reachs
more than target of of standard service. Standard health indicators of bank can be done
with system FSIS, which good for monitoring quality of loan especially bank asset. FSIS
applied to monitor monetary system to bankcruptcy convulsion and capacity to overcome
it, especially banking sector. Standard health indicators ( FSIS) be monetary health
indicators from finance companies a state, as does household associate friend and their
company, and FSIS plays complicated role in appraisal of standard stability.
Keyword : Assessment, bank, method CAMEL, system FSIS, Krisis Perbankan
Latar Belakang
Era perbankan modern dimulai pada abad ke -16 di Inggris, Belanda dan Belgia. Pada
saat itu, para tukang emas bersedia menerima uang logam (emas dan perak) utuk
disimpan. Tanda bukti penyimpanan emas ini ditunjukkan dengan surat deposito yang
disebut

Goldsmiths Note. Perkembangan selanjutnya, Goldsmiths Note digunakan

sebagai alat pembayaran. Kemudian para tukang emas mulai mengeluarkan Goldsmiths
Note yang tidak didukung dengan cadangan emas atau perak dan diterima sebagai alat
pembayaran yang sah dalam transaksi bisnis. Hal ini merupakan awal mula dari
timbulnya uang kertas. Pelaku pelaku yang ada saat itu terdiri dari konsumen, produsen,
pedagang, raja-raja dan

aparatnya serta organisasi gereja yang membutuhkan jasa

perbankan untuk memperlancar kegiatannya. Lembaga- lembaga keuangan melayani


kebutuhan alat-alat pembayaran untuk memperlancar produksi berupa pinjaman jangka
pendek dan jangka panjang.

Pada masa perbankan modern, pengaturan kredit dibagi menjadi tiga yaitu pinjaman
penjualan, wesel dan pinjaman laut. Pinjaman penjualan khusus untuk membantu
pembelian hasil panen dan para produsen dan berjangka pendek. Wesel (Bill of exchange)
digunakan untuk pengiriman uang ke luar negeri. Sedangkan pinjaman laut ditujukan
untuk para pembuat kapal dan merupakan pinjaman jangka panjang.
Perkembangan perbankan menunjukkan dinamika dalam kehidupan ekonomi, serta
mengalami berbagai permasalahan. Masalah utamanya adalah

pengaturan system

keuangan yang berkaitan dengan mekanisme penentuan volume uang yang beredar dalam
perekonomian. Untuk mengatasi masalah ini, maka timbul paham merkantilisme dan
paham liberalisme ekonomi. Hal ini yang mendorong timbulnya regulasi-regulasi
perbankan karena praktek perbankan sangant berpengaruh terhadap jumlah uang.
Definisi Bank
Berbagai pendapat tentang definisi perbankan telah dikemukakan di bawah ini :
1. Bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik
dengan alat-alat pembayaran sendiri, dengan uang yang diperolehnya dari orang lain,
maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar uang berupa uang giral, (G.M.
Verryn Stuart, 1920).
2. Bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan asa-jasa
dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang, (UU Pokok Perbankan 1967 pasal 1a).
3. Bank merupakan salah satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan
memberikan kredit dan jasa-jasa. Adapun pemberikan kredit itu dilakukan baik dengan
modal sendiri atau dana-dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga ataupun dengan jalan
memperedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral, (UU No. 7 Tahun 1992
pasal 1, ayat 1 tentang Perbankan).
Lembaga keuangan yang saat ini paling besar adalah perbankan. Kelebihan perbankan
yang utama dibandingkan dengan lembaga keuangan lainnya adalah diijinkannya
mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk deposito. Posisi perbankan sangat
strategis, karena merupakan lembaga keuangan yang paling utama diandalkan
pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan moneter. Bank terdiri atas dua jenis yaitu bank
sentral dan bank komersial. Bank komersial beroperasi dengan tujuan memperoleh laba,

sedangkan bank sentral merupakan bank pemerintah yang tugas utamanya mengatur
jumlah uang beredar dalam rangka menjaga stabilitas perekonomian nasional.
Di Indonesia pengelompokkan lembaga perbankan terus disempurnakan. Klasifikasi
bank di Indonesia ditetapkan berdasarkan fungsi, kepemilikan dan status. Berdasarkan
fungsinya, klasifikasi perbankan di Indonesia sudah semakin disederhanakan. Klasifikasi
bank di Indonesia dulu seperti pada table 1.
Tabel 1
Undang-Undan g No. 14/1967

Undang-Undang No. 7/1992

Bank Umum

Bank Umum :

Bank Pembangunan

Bank Konvensional

Bank Pasar

Bank Syariah

Bank Desa

Bank Perkereditan Rakyat

Bank Lainnya

Bank Konvensional
Bank Syariah

Sumber : Manurung & Rahardja,2004


Bila ditinjau dari fungsinya, bank dibedakan menjadi bank umum dan Bank Perkereditan
Rakyat (BPR). Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Perkereditan Rakyat (BPR) adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah
yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran,
(Manurung & Rahardja,2004:119) .
Perkembangan

terbaru

dalam

dunia

perbankan

di

Indonesia

adalah

mulai

diberlakukannya penerapan prinsip- prinsip syariah dalam pengelolaan bank dan BPR di
Indonesia. Penerapan prinsip syariah dalam pengelolaan perbankan di Indonesia
berdasarkan UU No. 7/1992 merupakan pilihan, dalam arti bank boleh menggunakan
prinsip konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah. Perbedaan paling prinsip
antara bank yang dikelola dengan prinsip bank syariah disbanding dengan bank

konvensional adalah dalam bank syariah tidak diterapkan system bunga. Penerapan
prinsip syariah ini menambah pilihan masyarakat dalam menyimpan asset finansialnya.
Ditinjau dari sisi kepemilikannya, bank dapat dibedakan menjadi bank nasional , bank
asing dan bank campuran. Bank nasional adalah bank yang sahamnya dimiliki oleh
warga negara Indonesia. Bank asing adalah bank yang sahamnya dimiliki oleh warga
Negara lain meskipun beroperasi di Indonesia. bank campuran adalah bank yang
sahamnya dimiliki oleh warga Negara lain dan warga Negara Indonesia. Bank nasional
sendiri terdiri dari bank yang dimiliki pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta
nasional dan koperasi. Berdasarkan statusnya, bank dibedakan menjadi bank devisa dan
bank non devisa. Bank devisa adalah bank yang diijinkan melakukan transaksi devisa.
Sedangkan bank non devisa adalah bank yang tidak diijinkan melakukan transaksi devisa.
Fungsi Bank
Secara umum, fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan dengan harapan
dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat serta sebagai prasarana pendukung yang
amat vital untuk menunjang kelancaran perekonomian atau sebagai lembaga perantara
(financial intermediary) yang mentransfer dana (loanable funds) dari unit surplus
(lenders) kepada peminjam (borrowers). Secara lebih specific fungsi bank terdiri dari :
1. Agent of Trust : Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust), baik
dalam hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan menitipkan
dananya di bank jika ada unsure kepercayaan. Bagitu juga dengan pihak bank, bank akan
menyalurkan dananya pada debitur atau masyarakat bila dilandasi unsure kepercayaan.
2. Agent of Development : Kegiatan perekonomian masyarakat di sector moneter dan
sector riil tidak dapat dipisahkan, kedua sector tersebut selalu berinteraksi dan saling
mempengaruhi. Kegiatan bank berupa penghimpunan dana dan penyaluran dana sangat
membantu kelancaran kegiatan perekonomian sector riil, dan memungkinkan masyarakat
melakukan kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa, karena kegiatan
investasi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa tidak dapat dilepaskan dari
penggunaan uang, serta merupakan kegiatan pembangunan perekonomian suatu
masyarakat.

3. Agent of Services : Kegiatan bank yang memberikan penawaran jasa perbankan kepada
masyarakat, yang berhubungan erat dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara
umum. Jasa ini berupa jasa pengiriman uang, penitipan barang berharga, pemberian
jaminan bank, dan penyelesaian tagihan.
Bank Umum
Bank Umum merupakan bank yang paling banyak dan luas kegiatannya, mencakup :
1. Menghimpun dana dari masyarakat (funding), berupa : giro (demand deposit),
tabungan (saving deposit) dan deposito berjangka (time deposit).
2. Menyalurkan dana ke masyarakat (lending), dalam bentuk antara lain : kredit
investasi, kredit modal kerja dan kredit perdagangan.
3. Memberikan jasa-jasa lainnya (services), seperti : transfer (kiriman uang), kliring
(clearing), letter of credit (L/C), menerima setoran-setoran, melayani pembayaranpembayaran.
4. Kegiatan di pasar modal : penjamin emisi (underwriter), penjamin (guarrantor), wali
amanat (Trustee), pedagang sekuritas (dealer).
Bank

umum

disebut

sebagai

lembaga

keuangan

depositori

karena diijinkan

mengumpulkan dana dalam bentuk deposito. Berdasarkan kemampuannya menciptakan


uang (giral), maka bank umum disebut sebagai bank umum pencipta uang giral (BUPG).
Bank umum sebagai lembaga keuangan, asset terbesar yang dimiliki bank umum adalah
asset financial. Semakin besar asset yang dimiliki bank biasanya porsi aktiva tetapnya
semakin kecil, dan sedikit sekali bank umum yang termasuk kategori bank besar, porsi
aktiva tetapnya melebihi 5 % apalagi 10 % dari total asset. Aset utama bank umum adalah
kredit yang disalurkan kepada debitur, bila kondisi normal asset ini mencapai 65% -75%
dari total asset. Besarnya porsi kredit dalam asset bank umum disebabkan oleh aspek
histories, keunggulan kompetitif dan tanggungjawab moral.
Bank Perkereditan Rakyat (BPR)
Perbedaan utama antara bank umum dan Bank Perkereditan Rakyat (BPR) adalah
mengenai ruang lingkup kegiatan dan wilayah operasionalnya. BPR tidak diijinkan

melakukan transaksi kliring, tidak dapat menciptakan uang giral sehingga kegiatan BPR
tidak mempengaruhi jumlah uang beredar di Indonesia.
Kegiatan utama BPR :
1.

Menghimpun dana : simpanan tabungan, simpanan deposito.

2.

Menyalurkan dana : kredit investasi, kredit modal kerja, kredit perdagangan

3.

Larangan-larangan bagi BPR : menerima simpanan giro, mengikuti kliring,


melakukan kegiatan valas dan kegiatan perasuransian.

EVALUASI KINERJA BANK


Tujuan penilaian tingkat kesehatan perbankan (menurut BI) antara lain :
1. Sebagai tolok ukur bagi manajemen bank untuk menilai apakah pengelolaan bank
dilakukan sejalan dengan azas-azas perbankan yang sehat dan sesuai ketentuan yang
berlaku.
2. Sebagai tolok ukur bagi manajemen bank untuk menetapkan arah pembinaan dan
pengembangan perbankan baik secara individual maupun secara keseluruhan.
Analisis kinerja perbankan meliputi dua aspek : profitabilitas dan likuiditas. Profitabilitas
mencerminkan seberapa besar kemampuan bank mencetak keuntungan. Sedangkan
likuiditas mencerminkan seberapa besar kemampuan bank memenuhi kewajiban kepada
nasabah, khususnya penarikan uang tunai dari deposito maupun tabungan masyarakat.
Pada umumnya ukuran profitabilitas yang digunakan adalah return on asset (ROA),
return on equity (ROE), dan net interest margin (NIM). Sedangkan untuk ukuran
likuiditas yang digunakan adalah capital adequacy ratio (CAR).
Angka return on asset (ROA) diperoleh dengan membandingkan laba tahun berjalan
sebelum pajak dengan total asset. ROA dapat mencerminkan tingkat efisiensi pengelolaan
bank. Return on equity (ROE) diperoleh dengan membandingkan laba tahun berjalan
sebelum pajak dengan modal disetor (equity). Jadi perbedaan antara ROA dengan ROE
hanya terletak pada pembaginya. ROE mencerminkan produktivitas dana yang
diinvestasikan pemilik bank. Net interest margin (NIM) memberikan gambaran tentang
persentase pendapatan bunga bersih (net interest income) dibagi total aktiva. Pendapatan
bunga bersih adalah pendapatan bunga dikurangi biaya bunga. CAR adalah ukuran yang

paling umum dipakai untuk menilai likuiditas sebuah bank, yang diperoleh dengan
membandingkan modal yang disetor dengan total aktiva. Semakin tinggi CAR berarti
semakin likuid bank, dan angka CAR akan semakin tinggi bila tingkat pertambahan
modal yang disetor lebih tinggi dari tingkat pertambahan aktiva.
Metode CAMEL
Metode yang digunakan BI untuk mengevaluasi kondisi sebuah Bank Umum dan BPR
secara menyeluruh adalah metode CAMEL (Capital Adequacy, Assets Quality,
Management Quality, Earnings, Liquidity). Dengan menggunakan metode CAMEL,
tingkat kesehatan bank dinilai dengan pendekatan kualitatif atas berbagai aspek yang
berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu bank, yang meliputi aspek
permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas dan likuiditas (CAMEL).
Bobot setiap factor CAMEL,untuk bank umum dan BPR seperti pada table di bawah ini:
Ketentuan Bank Indonesia tentang Penilaian Kesehatan Bank Berdasarkan Sistem
CAMEL
No.

Faktor CAMEL

Bobot %
Bank umum

BPR

1.

Permodalan

26

30

2.

Kualitas Aktiva Produktif

30

30

3.

Kualitas Manajemen

26

20

4.

Rentabilitas

10

10

5.

Likuiditas

10

10

Sumber : Bank Indonesia (Booklet Indonesia, 2002)


Perbedaan pembobotan perhitungan penilaian kesehatan bank antara bank umum dengan
BPR hanya pada aspek permodalan. Untuk bank umum, merupakan 26 % bobot
CAMEL, tetapi BPR 30%. Pemberian pembobotan yang lebih besar dipermodalan bagi
BPR sukup relevan bagi kesehatan BPR maupun keamanan dana masyarakat yang
disimpan. Menurut BI, indicator CAMEL yang berlaku hanyalah indicator pada bulan
yang bersangkutan. Ada beberapa factor yang dapat menurunkan nilai CAMEL yaitu :

1.

Pelaksanaan ketentuan yang sangsinya dikaitkan dengan penilaian kesehatan

bank umum meliputi pelanggaran terhadap ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit
(BMPK) dan Posisi Devisa Netto (PDN), sedangkan pada BPR hanya ketentuan BMPK.
2.

Faktor-faktor yang dapat menurunkan nilai tingkat kesehatan bank menjadi

tidak sehat, yaitu perselisihan intern, campur tangan pihak di luar manajemen bank
(window dressing), praktik bank dalam bank, penghentian keikutsertaan kliring dan
praktik perbankan lain yang membahayakan kelangsungan bank.
Adapun tingkatan kesehatan BPR denggn menggunakan metode CAMEL sbb:
Nilai Kredit

Predikat

81 100

Sehat

66 81

Cukup Sehat

51 - 66

Kurang Sehat

0 - 51

Tidak Sehat

Sumber : Manurung & Rahardja, 2004


Untuk memperkuat struktur perbankan, maka dikeluarkanlah aturan yaitu API
(Arsitektur Perbankan Indonesia)
Guna mempermudah pencapaian visi API sebagaimana diuraikan di depan maka
ditetapkan beberapa sasaran yang ingin dicapai, yaitu:
1. Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat yang mampu memenuhi
kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang
berkesinambungan.
2. Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada
standar internasional.
3. Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta
memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko.
4. Menciptakan good corporate governance dalam rangka memperkuat kondisi internal
perbankan nasional.
5. Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri
perbankan yang sehat.

6. Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan.


Tahap-tahap Implementasi API yang dimulai tahun 2004 :
Pilar I : Program Penguatan Struktur Perbankan Nasional, meliputi :
1 Memperkuat permodalan Bank
2 Memperkuat daya saing BPR
3 Meningkatkan akses kredit
Pilar II :Program Peningkatan Kualitas Pengaturan Perbankan, meliputi :
1. Memformalkan proses sindikasi dalam membuat kebijakan perbankan
2 Implementasi secara bertahap
Pilar III : Program Peningkatan Fungsi Pengawasan, meliputi :
1 Meningkatkan koordinasi antar lembaga pengawas
2 Melakukan konsolidasi sektor perbankan Bank Indonesia
3 Meningkatkan kompetensi pemeriksa bank
Pilar IV:Program Peningkatan Kualitas Manajemen dan Operasional Perbankan :
1.Meningkatkan Good Corporate Governance
2 Meningkatkan kualitas manajemen risiko perbankan
3. Mengembangkan sistem pengawasan berbasis risiko
4. Meningkatkan efektivitas enforcement
5. Meningkatkan kemampuan operasional bank
Pilar V : Program Pengembangan Infrastruktur Perbankan, meliputi :
1 Mengembangkan Credit Bureau
2 Mengoptimalkan penggunaan credit rating agencies
Pilar VI :Program Peningkatan Perlindungan Nasabah, meliputi :
1 Menyusun standar mekanisme pengaduan nasabah
2 Membentuk lembaga mediasi independen
3 Menyusun transparansi informasi produk
4 Mempromosikan edukasi untuk konsumen, (Manurung dan Rahardja, 2004).
Indikator dari Struktur, Perkembangan, dan Kesehatan Lembaga Keuangan Bank.
1. Indikator Struktur dan Perkembangan Keuangan

Indikator dari struktur keuangan meliputi indikator system-wide dari ukuran, luas, dan
komposisi dari sistem keuangan; indikator atribut seperti kompetisi, konsentrasi,
efisiensi, dan akses; dan besarnya ruang lingkup, pemenuhan, dan mencapai lebih dari
target dari jasa keuangan.
1.1.

Indikator System-Wide

Struktur keuangan digambarkan dalam kaitannya dengan kumpulan dari komposisi,sektor


keuangan dan atribut dari sektor individu yang menentukan efektivitas mereka dalam
menemui para konsumen. Evaluasi dari struktur keuangan meliputi peran dari pejabat
kelembagaan, mencakup bank sentral, bank komersil dan bank dagang, lembaga
keuangan, bank tabungan negara. leasing, perusahaan asuransi, pegadaian, dana pensiun,
dan pasar uang. Keseluruhan ukuran dari sistem ini bisa dipastikan oleh nilai asset
keuangan, baik dalam bentuk dolar yang absolut dan sebagai perbandingan dari produk
domestik kotor ( GDP), perbandingan arti uang secara luas dengan GDP ( M2 ke GDP),
perbandingan kredit sektor swasta dengan GDP, dan perbandingan deposit bank dengan
GDP ( deposits/GDP). Interpretasi tersebut juga diamati perbandingannya sebab
keseluruhan ukuran dipengaruhi oleh status perkembangan ekonomi umum dan keuangan
di negara-negara tertentu, (Mishkin and Eakins, 2000).
2. Indikator Kesehatan Keuangan
Indikator kesehatan keuangan ( FSIS) adalah indikator kesehatan keuangan dari lembaga
keuangan suatu negara, seperti halnya rekan pendamping rumah tangga dan perusahaan
mereka, dan FSIS memainkan peran yang rumit dalam penilaian stabilitas keuangan.
FSIs (Financial Soundness Indicators) memasukkan kedua indikator yaitu data-data
institusi individu yang dikumpulkan dan indicator yang mewakili pasar di mana lembaga
keuangan beroperasi. Perhitungan FSIS digunakan dalam pengawasan macroprudential,
yang mana untuk menilai dan memonitor kekuatan dan kelemahan dari sistem keuangan.
FSIS adalah suatu badan secara relatif baru dari statistik ekonomi yang memncerminkan
pengaruh dari beberapa hal. FSIS dapat dilengkapi oleh berbagai indikator yang berbasis
pasar/ market-based, yaitu indikator yang memandang ke depan tentang kesehatan dan
tersedia dengan jumlah yang lebih tinggi.
2.1. FSIS untuk Perbankan

10

FSIS dapat menyediakan informasi kuantitatif yang bermanfaat bagi sektor perbankan
dalam hal stabilitas atau kelemahan dari System. FSIS sektor perbankan dapat
dikelompokkan menurut enam kondisi pokok bersifat potensial di kerangka CAMELS
( Capital Adequasy, Asset quality, Management soundness, Earnings and profitability,
Liquidity, and Sensitivity to market risk). Kebanyakan FSIS disusun dengan
mengumpulkan indikator microprudential bagi lembaga individu untuk menghasilkan
suatu syarat pengelompokan seperti bank domestic, cabang lokal, cabang asing, bank
pemerintah, atau FSIS keseluruhan system perbankan. Sedangkan sektor non bank
seperti perusahaan, sektor rumah tangga, dan asuransi dapat digunakan untuk menilai
risiko kredit bank dan non bank yang timbul dari kredit mereka. Masing-masing dari
enam sub kelompok bank, FSIS mempunyai suatu bagian yang berbeda di penilaian
stabilitas. Indikator dari ketercukupan modal dapat digunakan untuk ukuran kapasitas
dari sektor dalam mengantisipasi kerugian. Sebab resiko kemampuan membayar dari
lembaga keuangan paling sering berasal dari kekurangan asset, kategori yang kedua dari
FSIS adalah mutu asset. FSIS di kategori ini memonitor mutu pinjaman dan khususnya
timbul dari asset bank. Indikator manajemen effisiensi digunakan untuk mengetahui
pentingnya keserasian manajemen dalam memastikan kesehatan dan stabilitas dari bank.
Berbagai data keuntungan, pendapatan, dan biaya dapat digunakan untuk mengukur
income dan profitabilitas, sebab income menunjukkan adanya kemampuan untuk
mengantisipasi kerugian tanpa menghilangkan modal. Pertumbuhan income atau laba
yang cepat mengisyaratkan pengambilan resiko

yang berlebihan. Ukuran likuiditas

menunujukkan kemampuan sistem perbankan untuk melawan goncangan arus kas. FSIS
untuk likuiditas mengukur adanya aktiva lancar suatu bank dalam membiayai hilangnya
pasar atau suatu outflow dari deposito. Ukuran likuiditas pasar juga dapat digunakan
untuk memonitor likiditas dari surat-surat berharga utama yang ada di bank. Kemudian
bank mengambil resiko pasar dari terus meningkatnya variasi operasi dan memposisikan
dalam alat keuangan. Kepekaan untuk resiko pasar berubah dalam harga pasar, terutama
tingkat bunga dan nilai tukar dan harga asset dapat diukur dari penggunaan informasi
terbuka atas posisi netto, jangka waktu, dan tekanan hasil percobaan.
Krisis perbankan cenderung akan terjadi tidak lama sesudah terjadinya krisis mata uang.
Ada tiga pendekatan dalam meramalkan krisis perbankan :

11

1. Pendekatan ekonomi makro didasarkan pada gagasan di mana krisis disebabkan


kebijakan ekonomi makro, dan berusaha untuk meramalkan krisis perbankan
dengan menggunakan variabel ekonomi makro. Contoh, krisis perbankan negaranegara besar menggunakan model logit multivariate dan dihasilkan bahwa
cenderung terjadi krisis ketika pertumbuhan rendah dan inflasi tinggi, gabungan
permasalahan sektor perbankan dan tingkat bunga riil tinggi, krisis neraca
pembayaran, dan pelaksanaan hukum yang lemah, (Jagtiani, et.al.: 2003).
2. Pendekatan neraca bank, berasumsi bahwa penyebab krisis perbankan dan
kegagalan bank dapat diramalkan oleh data neraca (Sahajwala dan Van Berg, :
2000).
3. Pendekatan indikator pasar, berasumsi bahwa hak kekayaan dan harga hutang
berisi informasi kondisi bank di luar data neraca. Model EWS berbasis pasar
didasarkan pada landasan pemikiran harga asset keuangan yang berisi informasi
atas kepercayaan pasar tentang masa depan. Khususnya, harga pilihan
mencerminkan kepercayaan pasar tentang harga masa depan dari asset. Informasi
ini dapat digunakan kemungkinan dari lalai. Keuntungan dari hak kekayaan dan
data hutang adalah dapat tersedia dalam frekwensi tinggi dan itu perlu
menyediakan penilaian masa yang akan datang (Bongini, et.al : 2002).
3. Menilai Stabilitas keuangan
Pengertian stabilitas sistem keuangan adalah usaha untuk menghindari sejumlah besar
kegagalan lembaga keuangan dan

gangguan serius fungsi perantara dari sistem

keuangan: pembayaran, fasilitas tabungan , alokasi kredit, usaha memonitor para pemakai
dana, mengurangi resiko dan jasa likuiditas. Hal ini menunjukkan bahwa stabilitas
keuangan merupakan suatu rangkaian sistem keuangan yang dapat beroperasi dalam
suatu kondisi stabil, atau di luar kondisi stabil ( Analisa stabilitas instability), dan dapat
membantu mengidentifikasi ancaman stabilitas sistem keuangan serta untuk mendisain
responses. Definisi ini sesuai kebijakan yang muncul sehubungan untuk menilai
kesehatan dan kelemahan dari sistem keuangan, seperti :perekonomian negara, dan faktor
penentu stabilitas kelembagaan dan kesehatan keuangan. Hal ini mempertimbangkan
apakah kelemahan barang yang dipamerkan sektor keuangan bisa menimbulkan suatu

12

likuiditas atau krisis kemampuan membayar, memperkuat goncangan kebijakan


macroeconomic. Monitoring dan analisa stabilitas keuangan melibatkan suatu penilaian
dari kondisi macroeconomic, kesehatan dari lembaga keuangan dan pasar, pengawasan
sistem keuangan, dan infrastruktur keuangan untuk menentukan apa kelemahan dalam
sistem keuangan dan bagaimana mengaturnya. Kebijakan yang dapat diambil meliputi :
pencegahan berkelanjutan (sistem keuangan dalam kondisi stabil), tindakan perbaikan
( kondisi mendekati ketidakstabilan), dan resolusi ( kondisi mengalami ketidakstabilan).
3.1 Kerangka Analisa Penilaian dan Stabilitas Keuangan Secara Menyeluruh
Kerangka analitik untuk memonitor stabilitas keuangan berada pada pengawasan
macroprudential dan dilengkapi oleh analisa pengawasan dari pasar uang, serta hubungan
macrofinancial dan pengawasan dari kondisi-kondisi macroeconomic.
Unsur-unsur yang berperan dalam analisa stabilitas keuangan.:
a. Pengawasan pasar uang membantu menilai resiko bahwa goncangan tertentu atau
kombinasi dari goncangan akan memukul sektor keuangan. Model yang
digunakan dari pengawasan

meliputi sistem peringatan dini

EWS (Early

Warning Systems). Indikator yang digunakan di analisa ini meliputi data pasar
uang dan data makro , serta variabel lain yang dapat digunakan untuk mendeteksi
indicator.
b. Pengawasan macroprudential mencoba untuk menilai kesehatan dari sistem
keuangan dan kelemahannya dari goncangan yang potensial. Teknik analitis
kuantitatif yang digunakan untuk pengawasan macroprudential

adalah

monitoring dari indicator kesehatan keuangan ( FSIS) dan pelaksanaan dari


pengujian tekanan. Teknik itu digunakan untuk menggambarkan kondisi-kondisi
dari kelemahan sektor keuangan dan non keuangan. Analisa ini juga mendukung
data kualitatif seperti mutu dari pengawasan penilaian dan ketahanan infrastruktur
keuangan.
c. Analisa hubungan macrofinancial mencoba memahami masalah yang dapat
menyebabkan goncangan ekonomi makro melalui sistem keuangan. Analisa ini
meneliti data neraca dari berbagai sektor ekonomi dan indikator kemampuan
sektor swasta ( untuk menilai tingkat kemampuan pemilik pribadi dalam

13

menyuntik

modal

baru

dalam

menutup

kerugian

melalui

pengawasan

macroprudential).
d. Pengawasan macroeconomic juga memonitor efek dari sistem keuangan pada
kondisi macroeconomic secara umum dan khususnya pada ketahanan hutang,
(Mishkin, 2001).
Analisa Indicators Kesehatan Keuangan
FSIS digunakan untuk monitor system keuangan terhadap goncangan kebangkrutan dan
kapasitas untuk mengatasinya, terutama sektor perbankan. Secara umum tersedia data
untuk menyusun FSIS yaitu FSIS untuk sistem perbankan dan FSIS untuk sektor non
keuangan sebab kelemahan neraca dalam sektor itu adalah suatu sumber dari risiko kredit
untuk bank dan merupakan langkah yang lebih awal untuk mendeteksi kebangkrutan
sektor perbankan. Bank domestic diawasi oleh bank sentral Negara tersebut. Di dalam
kelompok ini, bank umum, yang mempunyai suatu jaminan status, adalah secara khas
dibedakan dari bank swasta, yang boleh gagal jika kerugian melebihi beberapa tingkatan
minimum tentang modal dan konsekuensinya mungkin lebih cenderung akan dilikuidasi.
Analisa dari FSIS untuk Perbankan
Hampir sebagian besar negara, bank merupakan inti dari sistem keuangan. Bidang
indikator kuantitatif dapat digunakan untuk meneliti kesehatan dan stabilitas dari sistem
perbankan, termasuk indikator kesehatan keuangan (indikator microprudential yang
dikumpulkan), indikator yang berbasis pasar dari kondisi-kondisi keuangan, indikator
kepemilikan struktural dan konsentrasi pola teladan, serta indikator macroeconomic.
Bidang informasi yang kualitatif juga diperlukan untuk menilai sistem perbankan,
mencakup kekuatan kerangka manajemen yang mana didasarkan pada penilaian dari
Basel Core Principles, atau BCP), dari sistem pembayaran, akuntansi dan standar audit,
infrastruktur yang sah/tentang undang-undang, likuiditas, kesehatan manajemen, dan
jaringan keselamatan sektor keuangan. Analisis kuantitatif dari FSIS dapat dilengkapi
dengan informasi dari penilaian efektivitas pengawasan sektor keuangan.
Assessments BCP menyediakan suatu wadah luas dari informasi yang bermanfaat dalam
menginterpretasikan FSIS, meliputi :

14

a. Informasi tersebut dapat memperjelas definisi dari data yang digunakan untuk
menyusun FSIS , sebagai contoh, menandakan mutu modal.
b. Informasi tersebut dapat membantu menetapkan dasar penyebab pergerakan yang
diamati dalam FSIS ketika ada pesaing.
c. Dapat menyediakan informasi atas resiko, seperti operasional dan undang-undang
penentu resiko yang tidak bisa ditangkap cukup menggunakan FSIS.
d. Menyediakan informasi atas bagaimana efektifitas manajemen resiko bank,
bagaimana secara efektif sistem perbankan bereaksi terhadap resiko yang
dihubungkan dengan nilai-nilai tertentu untuk FSIS.
Langkah-langkah analisa penilaian dari stabilitas dan pengembangan dapat diringkas :
1. Menilai kondisi-kondisi di sektor

non keuangan dengan indikator kesehatan

sektor keuangan dan struktur keuangan serta indikator akses.


2. Menilai kebijakan macroeconomic, sektoral dan tax-subsidy yang mempengaruhi
pengembangan

dan

stabilitas

keuangan

dengan

peramalan

analisa

macroeconomic, indikator peringatan awal, indicator pasar financial, pajak dan


kebijakan sektoral.
3. Menilai resiko dan kelemahan sistem keuangan:
a. Dengan analisa FSIS untuk bank, perusahaan asuransi, pasar surat-surat
berharga, dan kunci lembaga keuangan non bank ( seperti timbulnya risiko
kredit, resiko pasar, resiko likuiditas, dan resiko operasional seperti halnya
ketersediaan modal, income, dan harta lancar digunakan untuk melihat resiko.
b. indikator pengawasan yang berbasis pasar (monitoring market-based)
c. Pelaksanaan pengujian tekanan.
4. Menilai pengembangan dan struktur sektor keuangan, mencakup jangkauan,
persaingan dan akses, dengan menghubungkan hasil kwantitatif dengan indicator
analisa struktural dan data pada akses ( data survey-based, jika tersedia).
5. Menilai kerangka undang-undang kelembagaan dan efektivitas operasional dari
kebijakan, pengawasan dan infrastruktur keuangan, termasuk kelembagaan dan
kebijakan pengembangan pasar, (Bank for International Settlements, 2001).

15

Kesimpulan :
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Penilaian tingkat kesehatan bank dapat dilakukan dengan pendekatan kualitatif atas
berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu bank,
meliputi aspek permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas dan
likuiditas. Pendekatan kualitatif yang digunakan untuk mengevaluasi kondisi Bank
Umum dan BPR secara menyeluruh adalah metode CAMEL. Perbedaan pembobotan
perhitungan penilaian kesehatan antara bank umum dengan BPR hanya pada aspek
permodalan. Untuk bank umum, merupakan 26 % bobot CAMEL, tetapi BPR 30%.
2. Untuk memperkuat struktur perbankan, maka dikeluarkanlah aturan yaitu Arsitektur
Perbankan Indonesia (API) yang mempunyai 6 pilar.
3. Indikator dari struktur keuangan bank meliputi indikator system-wide, yaitu dari
ukuran, luas, dan komposisi dari sistem keuangan; indikator atribut seperti kompetisi,
konsentrasi, efisiensi, dan akses; dan besarnya ruang lingkup, pemenuhan, dan
mencapai lebih dari target dari jasa keuangan.
4. Indikator kesehatan keuangan bank dapat dilakukan dengan system FSIS, yang
berguna untuk memonitor mutu pinjaman khususnya asset bank, untuk monitor
system

keuangan

terhadap

goncangan

kebangkrutan

dan

kapasitas

untuk

mengatasinya, terutama sektor perbankan dan memainkan peran yang rumit dalam
penilaian stabilitas keuangan.
5. Tiga pendekatan dalam meramalkan krisis perbankan :
a. Pendekatan ekonomi makro didasarkan pada gagasan di mana krisis disebabkan
kebijakan ekonomi makro, dan berusaha untuk meramalkan krisis perbankan
dengan menggunakan variabel ekonomi makro.
b.

Pendekatan neraca bank, berasumsi bahwa penyebab krisis perbankan dan


kegagalan bank dapat diramalkan oleh data neraca.

c. Pendekatan indikator pasar, berasumsi bahwa hak kekayaan dan harga hutang
berisi informasi kondisi bank di luar data neraca. Model EWS berbasis pasar
didasarkan pada landasan pemikiran harga asset keuangan yang berisi informasi
atas kepercayaan pasar tentang masa depan.

16

DAPTAR PUSTAKA :
Abiad, Abdul. 2003. Early Warning Systems: A Survey and a Regime-Switching Approach.
IMF Working Paper 03/32, International Monetary Fund, Washington, DC.
Ades, Alberto, Rumi Masih, and Daniel Tenengauzer. 1998, GS-Watch: A New Framework for
Predicting Financial Crises in Emerging Markets. Emerging Markets Economic Research,
December. New York: Goldman Sachs.
Bank for International Settlements (BIS). 1999, Market Liquidity: Research Findings and
Selected Policy Implications. CGFS Publications 11. Basel, Switzerland: Bank for
International Settlements.
Berg, Andrew, and Catherine Pattillo. 1999. Predicting Currency Crises: The Indicators
Approach and an Alternative. Journal of International Money and Finance 18(4): 56186.
Bongini, Paola, Luc Laeven, and Giovanni Majnoni. 2002. How Good Is the Market at
Assessing Bank Fragility? A Horse Race between Different Indicators. Journal of Banking
and Finance 26(5): 101128.

Borio, Claudio. 2003. Towards a Macroprudential Framework for inancial Supervision


and Regulation? BIS Working Paper 128, Bank for International Settlements, Basel,
Switzerland. Available bat http://www.bis.org/publ/work128.pdf.
International Monetary Fund, 2003. Financial Soundness Indicators. Washington, DC: IMF
Available at http://www.imf.org/external/np/sta/fsi/eng/2003/051403.pdf.
Jagtiani, Julapa, Kolari James, Catherine Lemieux, and Hwan Shin. 2003. Early Warning
Models for Bank Supervision: Simpler Could Be Better. Federal Reserve Bank of Chicago
Economic Perspectives 27(3): 4960.

Manurung, Mandala dan Rahardja, Pratama, 2004, Uang, Perbankan, dan Ekonomi
Moneter, Jakarta : FEUI
Mishkin, Frederick, 2001, The Economic of Money, Banking and Financial Markets, 6th
Edition, Adisson Wesley
Mishkin, Frederick, and Stanley, G Eakins, 2001, Financial Market and Institutions,
Adisson Wesley
Sahajwala, Ranjana, and Paul Van den Berg. 2000. Supervisory Risk Assessment and
Early Warning Systems. Basel Committee on Banking Supervision Working Paper 2,
Bank for International Settlements, Basel, Switzerland.

17

You might also like