Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 27

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PROVINSI KEPULAUAN

BANGKA BELITUNG
(Policies and Developing Tourism in Province Bangka Belitung)
Devi Valeriani
devi.valeriani@yahoo.com
ABSTRACT

The research started with Provincial Government of Bangka Belitung committed


to realize tourism sector to be a superior one. Being a province known for a tin producer,
Bangka Belitung has relied almost all economic activities on the tin industry. This policy
has created a negative effect, that is, excessive exploitation which generates environment
degradation. It should be realized that the tin reserve is getting less and will run out.
Basinct on the fact, the writer intended to analyze another sector ,namely, tourism sector
(hotel, restaurant, entertainment and recreation sectors) as a reliable sector expected to
balance economic stability in the future. Therefore, the research aimed to study
performance of the tourism sector related to policies to develop tourism. It is conducted
by analysing the SWOT (strengths, weaknesses, threats and opportunities), and its
connectivity to the backward and forward.
. The SWOT analysis was used to find out strategies and policies in developing
tourism with analysis internal factor and eksternal factor, consist of strength, weakness,
opportunity, treatment. Input ouput model this analysis used input output table of Bangka
Belitung Province 2005, which was created by classifying 45 sectors based on domestic
transaction table on producers prices. Its purpose was to discover the relationship among
sectors either backward or forward. The tourism sector was connected to the backward or
the spreadth was above the average. This means that it had high enough potentials to
attract the growth of upper industrial output. It would grow other supporting sectors.
Meanwhile, the connectivity to the forward or sensitivity degree of hotel, entertainment
and recreation sectors was still under the average. The sectors failed to push lower sector
above the average of sensitivity degree. Yet, restaurant sector had high connectivity in
pushing other sectors. This pictured that it was relatively potential to serve demands of
other sectors.
Key words : Tourism, SWOT analisys, Input Output Model, Backward Linkage, Forward
Linkage.

PENDAHULUAN
Menurut ahli pembangunan ekonomi (Schumpeter 2000:198) menyatakan bahwa
pertumbuhan ekonomi akan diikuti oleh perubahan-perubahan. Perubahan tersebut tidak
hanya kenaikan produksi barang dan jasa, namun mencakup juga peningkatan pendidikan,
kesehatan, infrastruktur dan sebagainya (Robiani, 2006:2). Pembangunan merupakan
kegiatan untuk mengembangkan perekonomianan taraf hidup masyarakat bukan hanya
bagaimana menaikkan GNP (Gross National Product) per tahun. Dikaitkan dengan
pembangunan ekonomi daerah, Arsyad (1999: 298) mengemukakan bahwa pembangunan
ekonomi daerah merupakan suatu proses, dimana pemerintah daerah dan masyarakat
mengelola sumberdaya yang ada melalui suatu pola kemitraan untuk menciptakan
lapangan kerja atau kesempatan kerja baru dan merangsang pertumbuhan ekonomi.
Terkait dengan pembangunan daerah, maka upaya untuk mewujudkan
keberhasilan pelaksanaan pembangunan ekonomi di suatu daerah sangat tergantung
dengan kualitas perencanaan pembangunan. Pemanfaatan serta pengelolaan sumberdayasumberdaya yang dimiliki secara optimal dan efisien dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi yang tinggi. Dalam usaha mendorong pertumbuhan ekonomi daerah tersebut
diperlukan penentuan prioritas pembangunan (Sjafrizal, 1997:35-36). Pembangunan
ekonomi daerah harus dirancang sedemikian rupa sehingga menjamin penggunaan faktorfaktor produksi yang ada dengan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan-tujuan yang
diharapkan. Pemilihan kebijakan pembangunan harus ditentukan atas dasar sifat dan
tujuan yang berbeda-beda yang hendak dicapai (Suparmoko dan Irawan, 2002:334)
Pembangunan yang dilakukan harus dapat menggali seluruh potensi yang ada pada
masing-masing daerah untuk diolah sehingga bermanfaat secara riil. Potensi tersebut
terdiri dari potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, potensi cultural dan potensi
lainnya yang harus diupayakan dan diberdayakan secara optimal. Diantara potensi-potensi
tersebut, kekayaan alam dan kultur budaya dapat dioptimalkan perannya dalam
pembangunan melalui pariwisata.
Sektor pariwisata dewasa ini merupakan salah satu sektor industri terbesar di dunia
yang merupakan andalan penghasil devisa di berbagai negara. Sektor ini mampu
menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam kesempatan kerja, pendapatan,
taraf hidup dan mampu mengaktifkan sektor produksi lain di dalam negara penerima
wisatawan, misalnya indutsri kerajinan tangan dan industri cinderamata,
penginapan/perhotelan, transportasi dan sebagainya (Wahab,1992:5). Negara-negara
seperti Thailand, Singapore, Filipina, Fiji, Maladewa, Hawai, Kepulauan Karibia, dan
lain-lain sangat tergantung pada devisa yang didapatkan dari kedatangan wisatawan. Bagi
negara-negara di Kepulauan Karibia, pariwisata telah menciptakan 2,5 juta kesempatan
kerja atau sekitar 25 persen dari total kesempatan kerja pada tahun 2001 (Monsen, 2004
dalam Pitana, et al, 2005:1). Pariwisata bagi Fiji, telah menjadi penghasil devisa kedua.
Pendapatan dari pariwisata pada tahun 1991 mencapai sekitar 35 persen dari total nilai
ekspor negara ini. Dengan pentingnya peranan pariwisata dalam pembangunan ekonomi
di berbagai negara, maka pariwisata sering disebut sebagai akses pembangunan (passport
to development). Data dari World Trade Organization (WTO tahun 2004),
kedatangan turis lokal dan mancanegara memberi sumbangan pada GDP( Gross
Domestic Product) lebih dari 15% dan angka ini lebih besar lagi pada negara-negara
yang mencanangkan negara kunjungan wisata seperti Negara Malaysia dengan slogan
`MalaysiaTruly of Asia`.
Pada tahun 2000 Indonesia pernah mencanangkan Visit Indonesian Year yang
menjadikan pariwisata sebagai tulang punggung perekonomian negara, dan pada saat itu
industri pariwisata dapat memberi sumbangan sebesar 19.84% terhadap GDP (Gross
2

Domestic Product) negara tahun 2001 (Biro Pusat Statistik 2002). WTO melukiskan
bahwa salah satu dari delapan pekerja di dunia, kehidupannya tergantung langsung atau
tidak langsungdari pariwisata. Pada tahun 2001, pariwisata telah menciptakan kesempatan
kerja bagi 207 juta orang atau lebih dari 8 persen kesempatan kerja di seluruh dunia, dan
diprediksikan menjadi mesin penggerak dalam penciptaan lapangan kerja pada abad ke 21
(UNEP, 2002 dalam Pitana et al, 2005:2).
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung berdiri pada tahun 2000, sesuai dengan
Undang-undang Nomor 27 tahun 2000, sebagai provinsi yang ke-31 setelah pisah dari
provinsi induknya Sumatera Selatan. Pada awalnya Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
hanya terdiri dari dua kabupaten yaitu Kabupaten Bangka, Kabupaten Belitung dan satu
kota yaitu Kota Pangkalpinang sebagai Ibukota Provinsi. Pada tahun 2003 terjadi
pemekaran wilayah menjadi enam kabupaten dan satu kota. Sebagai provinsi yang
terbilang muda Bangka Belitung mulai melangkahkan derap pembangunan dengan
menempatkan empat sektor unggulan dalam memprioritaskan pembangunannya
berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 25 Tahun 2002, dengan menetapkan empat sektor
unggulan, yaitu: (i) sektor kelautan dan perikanan, (ii) sektor pertanian dan perkebunan,
(iii) sektor industri dan perdagangan, dan (iv) sektor pariwisata.
Keempat sektor unggulan di atas dijadikan prioritas dan penggerak perekonomian
dalam pembangunan dan pengembangan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dalam
penulisan ini permasalahan yang akan dikedepankan adalah pengembangan sektor
pariwisata. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sudah menyadari bahwa kekayaan alam
untuk ditambang sudah akan habis dalam waktu dekat dan merumuskan visinya dengan
menempatkan pariwisata sebagai sektor andalan masa depan. (Gunawan, 2005)
Sebagai daerah yang telah lama dikenal sebagai daerah penghasil timah, wilayah
daratan Bangka Belitung banyak mewariskan lubang-lubang bekas galian tambang darat.
Terlebih lagi pasca reformasi, masyarakat terjun langsung ikut menambang. Semula
masyarakat diizinkan menambang secara tradisional (mendulang) sebagai kompensasi
masa krisis ekonomi. Ternyata kemudian berkembang dengan menggunakan alat- alat
berat (eskavator) dan mesin semprot air, yang dikenal dengan istilah Tambang
Inkonvensional (TI). Bahkan tidak hanya didarat, daerah pantai pun tak luput dari sasaran
penggalian.
Permasalahan lingkungan belakangan ini mendapat perhatian yang besar di
Bangka Belitung. Masalah tersebut timbul karena perubahan lingkungan akibat kegiatan
penambangan yang menyebabkan lingkungan itu tidak sesuai lagi untuk mendukung
kehidupan manusia (degradasi lingkungan). Masalah lingkungan yang dihadapi
diantaranya berkaitan dengan persoalan produksi barang dan jasa terutama industri timah
yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan. Dalam memproduksi barang dan jasa
kurang memperhatikan dampak yang ditimbulkan terhadap kerusakan lingkungan, terlihat
masih banyak dalam memproduksi barang dan jasa hanya mempertimbangkan faktor
ekonomi.
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan provinsi penghasil timah
terbesar di dunia (Bangka Pos:2008), timah sebagai sebuah produk sumber daya alam
yang tidak dapat diperbaharui tentu dengan bergulirnya waktu akan menuju kepada satu
tahap dimana ketersediaan sumber daya alam tersebut akan menjadi berkurang bahkan
menjadi langka. Hal ini akan sangat berdampak terhadap perekonomian wilayah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung yang memfokuskan perekonomiannya pada pertambangan
timah. Gambaran kontribusi sektor pertambangan dan pariwisata dalam pembentukan
PDRB provinsi Kepulauan Bangka Belitung dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2008,
dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel Kontribusi Sektor Pertambangan dan Pariwisata dalam Pembentukan


PDRBBangka Belitung Tahun 2005-2008 (persen)
Tahun
2005
2006
2007
2008

Dengan Migas
Pertambangan

Pariwisata

Tanpa Migas
Pertambangan

Pariwisata

22,99
22,04
20,39
18,08

2,54
9,75
10,14
10,30

24,08
22,93
21,15
18,50

3,43
9,35
9,84
10,10

Sumber : BPS Kepulauan Bangka Belitung dalam angka 2009

Tabel diatas menggambarkan kontribusi sektor pertambangan terus mengalami


penurunan dari tahun 2005 hingga tahun 2008, dimana pada tahun 2005 kontribusi sektor
pertambangan dengan migas sebesar 22,99 % dan tanpa migas sebesar 24,08 %. Pada
tahun 2008 kontribusi sektor pertambangan dengan migas sebesar 18,08 % dan tanpa
migas sebesar 18,50 %.
Cadangan timah yang kian menipis, yang diperkirakan hanya tinggal beberapa
tahun kedepan. Serta demi penyelamatan lingkungan yang rusak akibat eksplorasi
penambangan yang semakin memprihatinkan, maka ketergantungan terhadap
penambangan harus segera ditinggalkan. Sektor lain yang perlu dibangun dan dijadikan
alat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Pariwisata
merupakan salah satu pilihan alternatif dalam pengembangan wilayah yang diharapkan
dapat memacu perkembangan sektor-sektor lainnya, sekaligus mengurangi konflik antar
sektor.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam pedoman penyusunan neraca satelit
pariwisata (Departemen Budaya dan Pariwisata, 2005) sektor pariwisata bukanlah sektor
yang berdiri sendiri, tetapi merupakan industri multi sektor yang terdiri dari sektor hotel,
sektor restoran dan sektor jasa hiburan dan rekreasi. Karena itu maka dampak ekonomi
yang ditimbulkan pariwisata juga berdimensi multi sektor. Dampak ekonomi tersebut
dapat berupa pertumbuhan industri/usaha yang terkait dengan pariwisata atau
industri/usaha yang berkarakteristik pariwisata, peningkatan pendapatan penduduk,
kesempatan kerja dan investasi.
Sektor pariwisata berkaitan secara langsung dan tak langsung dengan berbagai
sektor perekonomian yang memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang sebagian atau
seluruhnya dikonsumsi oleh wisatawan, baik itu wisatawan mancanegara maupun
wisatawan nusantara. Dengan demikian berarti pertumbuhan sektor pariwisata dapat
dianggap sebagai pendorong laju pertumbuhan sektor-sektor lain termasuk pertanian,
perdagangan dan sektor lainnya. Dampak ekonomis pariwisata yang lintas sektor ini
bahkan juga melintas multi sektor dalam bentuk pemerataan pendapatan, kesempatan
kerja dan investasi.
Sektor pariwisata sebagai suatu industri jasa merupakan salah satu bidang yang
diharapkan dapat memberikan andil yang cukup besar dalam pembangunan daerah
Bangka Belitung. Kegiatan pariwisata ini bila dikelola dengan baik dapat menjadi salah
satu penyumbang pendapatan yang potensial dalam pertumbuhan ekonomi daerah
maupun nasional. Pariwisata bukan hanya sebagai sumber devisa tetapi juga dapat
memperluas kesempatan kerja yang ditimbulkan dari sejumlah keterlibatan sektor-sektor
lain di dalamnya.
Menurut Dahuri (2003:56) salah satu tipologi pariwisata yang menjadi alternatif
kegiatan bahari saat ini adalah kegiatan ekoturisme (wisata alam) yang mengandalkan
keindahan alam. Dari dimensi ekologis, kegiatan ini jelas mengandalkan keindahan alam
sehingga kegiatan ini akan mendorong tindakan konservasi untuk mempertahankan daya
4

tarik agar keuntungan ekonomi dari kegiatan wisata ini dapat dipertahankan. Sementara
itu aspek sosial masyarakat setempat dimana kegiatan ekoturisme ini berlangsung, sering
mendapat manfaat ekonomi dari pengembangan kegiatan jasa pendukung wisata, selain
itu juga gangguan terhadap kehidupan tradisional masyarakat umumnya sangat kecil
sekali.
Sebagai alternatif bagi perekonomian wilayah Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung, pariwisata adalah salah satu sektor yang dapat diandalkan untuk mengantisipasi
era pasca pertambangan timah yang selama ini masih menjadi unggulan di Bangka
Belitung, karena selain letaknya strategis, pariwisata juga memberikan multiplier effects
yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Menyadari hal ini, maka secara perlahan
pemerintah propinsi mulai memberdayakan sektor parwisata sebagai sektor yang akan
dijadikan sumber penghasilan daerah dan penghasilan masyarakat Bangka Belitung.
Dipilihnya sektor ini dikarenakan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki objekobjek wisata yang sangat natural dan bagus.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah yang akan
diteliti adalah :
1. Bagaimana implementasi kebijakan pengembangan pariwisata di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung .
2. Bagaimana keterkaitan sektor pariwisata dengan sektor-sektor lainnya dalam
perekonomian daerah sebagai dampak dari kebijakan pengembangan pariwisata
di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Tujuan dari penelitian ini berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah
adalah
1. Untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan pengembangan
pariwisata di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
2. Untuk mengetahui bagaimana keterkaitan sektor pariwisata dengan sektorsektor lainnya dalam perekonomian sebagai dampak dari kebijakan
pengembangan pariwisata di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
TINJAUAN PUSTAKA
Teori Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi yang diselenggarakan oleh suatu negara dewasa ini
harus dilihat sebagai upaya terencana, terprogram, sistematik, dan berkelanjutan
dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan mutu hidup seluruh warga masyarakat.
Pada gilirannya pembangunan ekonomi yang berhasil akan berakibat positif pada
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pembangunan ekonomi
merupakan prioritas pembangunan bagi negara-negara sedang berkembang
(Siagian,2003:77-78).
Keberhasilan pembangunan menurut Todaro dalam Arsyad (1999:11) dapat
ditunjukkan oleh 3 hal pokok, yaitu : pertama, berkembangnya kemampuan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Kedua, meningkatnya rasa harga
diri (self esteem) masyarakat sebagai manusia. Ketiga, meningkatnya kemampuan
masyarakat untuk memilih (freedom from servitude), yang merupakan salah satu hak
azazi manusia. Dengan adanya batasan tersebut, pembangunan ekonomi dapat
didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan perbaikan pendapatan riil per
kapita pada suatu negara dalam jangka panjang yang disertai perbaikan sistem
kelembagaan.
5

Teori Pembangunan Ekonomi Daerah


Masalah pokok dalam pembangunan daerah terletak pada penekanan terhadap
kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang
bersangkutan (endogeneous development) dengan menggunakan potensi sumberdaya
manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini
mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-insisatif yang berasal dari daerah
tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan
merangsang peningkatan kegiatan ekonomi. Dalam kaitan dengan hal penciptaan
kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi. Dalam
kaitannya dengan hal penciptaan kesempatan kerja baru dan merangsang
peningkatan kegiatan ekonomi, maka pembangunan ekonomi daerah adalah suatu
proses, yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industriindustri alternativ, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan
produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu
pengetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru (Arsyad, 1999: 298)
Selanjutnya Arsyad (1999:298), mengemukakan bahwa tujuan utama setiap
pembangunan ekonomi daerah adalah untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang
kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya mencapai tujuan itu pemerintah daerah
dan masyarakat harus secara bersama-sama mengambil insiatif membangun daerah.
Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya dengan
menggunakan sumber-sumber daya yang ada, harus mampu menaksir potensi
sumberdaya - sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun
perekonomian daerah.
Teori pertumbuhan jalur cepat (Turnpike) yang diperkenalkan oleh
Samuelson (1955:98) mengatakan bahwa setiap wilayah perlu melihat sektor /
komoditi apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat,
baik karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki competitive advantage
untuk dikembangkan. Artinya, dengan kebutuhan modal yang sama sektor tersebut
dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, dapat berproduksi dalam jangka
waktu tertentu dan volume sumbangan untuk perekonomian wilayah cukup besar.
Perencanaan Pembangunan Daerah
Pembangunan daerah walaupun secara eksplisit dapat memiliki tujuan yang
berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Secara umum tujuan
pembangunan akan meliputi satu atau lebih tujuan-tujuan pembangunan yang saling
berkaitan, sebagai berikut: (1) Mengurangi disparatis atas ketimpangan
pembangunan antar daerah dan antar sub daerah serta antar warga masyarakat; (2)
Memberdayakan masyarakat dengan mengentaskan kemiskinan; (3) meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat desa; dan (4) Mempertahankan dan
menjaga kelestarian sumberdaya alam agar bermanfaat bagi generasi sekarang dan
generasi mendatang (Arsyad, 2002:298).
Dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut diperlukan suatu tahap perencanaan.
Perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses perencanaan pembangunan
yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang
lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah, dan lingkungannya dalam
wilayah atau daerah tertentu dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai
sumber daya yang ada, dan harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh dan
lengkap (Bratakusumah, et al., 2004:7).

Perencanaan pembangunan, oleh karena itu mencakup upaya yang sistematik


dari berbagai pelaku (aktor), baik umum (publik) atau pemerintah, swasta maupun
kelompok masyarakat lainnya dengan cara-cara terus menganalisis kondisi dan
kebijaksanaan pembangunan daerah, merumuskan tujuan dan kebijakan-kebijakan
pembangunan daerah, menyusun konsep strategi bagi pemecahan masalah dan
melaksanakannya dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang tersedia,
sehingga adanya peluang-peluang baru untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat daerah dapat ditangkap secara berkelanjutan (Arsyad, 2002:298).
Pembangunan Ekonomi Dan Pariwisata
Departemen Budaya dan Pariwisata (2005) menyatakan pariwisata sangat
dipengaruhi oleh situasi dan kondisi perekonomian. Dengan ekonomi yang maju
pariwisata akan berkembang karena didukung oleh kesejahteraan penduduk dan fasilitas
daerah tujuan wisata yang memadai. Hal sebaliknya juga dapat terjadi yaitu pariwisata
dapat mendorong perekonomian regional dan nasional. Kegiatan pariwisata akan
menimbulkan demand akan barang dan jasa yang selanjutnya akan merangsang
pertumbuhan produksi.
Menurut Spillane (1994:132) ada beberapa elemen dalam menentukan hubungan
pariwisata dengan pembangunan ekonomi, yaitu: (a) jenis pariwisata, (b) struktur
ekonomi nasional, (c) hubungan antara perpindahan modal dan migrasi tenaga kerja. Hal
ini mengisyaratkan bahwa pariwisata dalam pembangunan ekonomi nasional tergantung
secara parsial pada organisasi permodalan dan khususnya kemampuan modal dari luar
negeri untuk ditanamkan di dalam negeri. Pariwisata memainkan peranan yang sangat
penting dalam strategi ekonomi di berbagai negara.
Menurut World Travel and Tourisme Council (WTTC) 1992 dalam
pengembangan usaha pariwisata merupakan salah satu upaya yang ditempuh oleh
negara-negara sedang berkembang untuk mempercepat pertumbuhan dan
perkembangan ekonominya. Industri pariwisata merupakan alternatif bagi negaranegara terbelakang dan sedang membangun dalam meningkatkan perekonomiannya.
Usaha pariwisata merupakan usaha yang potensial untuk dikembangkan sebagai
salah satu penopang perekonomian daerah. Untuk memperbesar andilnya dalam
perekonomian daerah, maka program pengembangan dan pendayagunaan
sumberdaya dan potensi pariwisata daerah diharapkan dapat memberikan sumbangan
dalam kegiatan ekonomi (Unsri dan Bappeda Mura, 2004: II-6).
Secara luas pariwisata dipandang sebagai kegiatan yang mempunyai
multidimensi dari rangkaian suatu proses pembangunan. Pembangunan usaha
pariwisata menyangkut aspek sosial budaya, ekonomi dan politik (Spillane, 1994:
14). Hal tersebut sejalan dengan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 9
tahun 1990 tentang kepariwisataan yang menyatakan bahwa penyelenggaraan
kepariwisataan ditujukan untuk meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, memperluas dan memeratakan
kesempatan berusaha dan lapangan kerja, mendorong pembangunan daerah,
memperkenalkan dan mendayagunakan obyek dan daya tarik wisata di Indonesia.
Serta memupuk rasa cinta tanah air dan mempererat persahabatan antar bangsa.
Gunn (1988; 34) mendefinisikan pariwisata sebagai aktivitas ekonomi yang harus
dilihat dari dua sisi yakni sisi permintaan (demand side) dan sisi pasokan (supply side).
Lebih lanjut dia mengemukakan bahwa keberhasilan dalam pengembangan pariwisata di
suatu daerah sangat tergantung kepada kemampuan perencana dalam mengintegrasikan
kedua sisi tersebut secara berimbang ke dalam sebuah rencana pengembangan pariwisata.
Dari sisi permintaan misalnya, harus dapat diidentifikasikan segmen-segmen pasar yang
7

potensial bagi daerah yang bersangkutan dan faktor-faktor yang menjadi daya tarik bagi
daerah tujuan wisata yang bersangkutan. Untuk itu diperlukan penelitian pasar dengan
memanfaatkan alat-alat statistik multivariate
tingkat lanjut,
sehingga untuk
masing-masing segmen pasar yang sudah teridentifikasikan dapat dirancang strategi produk
dan layanan yang sesuai.
David Ricardo (1917;45) mengatakan bahwa faktor-faktor yang membuat suatu
daerah memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) dapat berupa kondisi
alam, yaitu karena kondisi alam akhirnya wilayah itu memiliki keunggulan untuk
menghasilkan suatu produk tertentu. Pemberian alam, antara lain deposit bahan tambang
(minyak, gas, emas, bijih besi, timah dan lain-lainnya), pemandangan alam yang indah
(danau, pantai , laut dan lain-lain), serta potensi alam.

Konsep Keterkaitan Antar Sektor (Input-Output)


A. Analisa Keterkaitan Ke Belakang
Jenis keterkaitan ini menghitung total output yang tercipta akibat meningkatnya
output suatu sektor melalui mekanisme penggunaan input produksi. Adanya peningkatan
output sektor tertentu mendorong peningkatan output sektor-sektor lainnya. Peningkatan
output akan meningkatkan permintaan input sektor itu sendiri. Input sektor tersebut ada
yang berasal dari sektor itu sendiri, ada pula yang berasal dari sektor lain. Oleh karena itu,
sektor tersebut akan meminta output sektor lain lebih banyak daripada sebelumnya (untuk
digunakan sebagai input proses produksi). Ukuran ini digunakan untuk melihat
keterkaitan ke belakang (backward linkage) atau daya penyebaran. Nilai keterkaitan ke
belakang atau indeks daya penyebaran (IDP) ini menunjukkan efek yang ditimbulkan
oleh suatu sektor karena adanya peningkatan output sektor tersebut terhadap output
sektor-sektor lain yang digunakan sebagai input oleh sektor tersebut secara langsung
maupun tidak langsung atau kemampuan suatu sektor untuk menarik industri hulunya.
B. Analisa Keterkaitan Ke Depan
Jenis keterkaitan ini menghitung total output yang tercipta akibat meningkatnya
output suatu sektor melalui mekanisme distribusi output dalam perekonomian. Jika terjadi
peningkatan output produksi sektor tertentu, maka tambahan output tersebut akan
didistribusikan ke sektor-sektor produksi dalam perekonomian, termasuk pada sektor itu
sendiri. Dalam prakteknya ukuran ini digunakan untuk melihat keterkaitan ke depan
(forward linkage) atau derajat kepekaan. Nilai keterkaitan ke depan atau indeks derajat
kepekaan (IDK). Nilai indeks ini menunjukkan efek relatif yang disebabkan oleh
perubahan sektor lain yang menggunakan output tersebut atau kemampuan suatu sektor
mendorong perkembangan industri hilirnya.
Oleh karena itu pengembangan pariwisata harus:
a. Dikaitkan dan diselaraskan dengan sektor ekonomi dasar yang berkembang atau
berpotensi didaerah yang bersangkutan.
b. Secara kreatif menggali potensi, baik yang tangible maupun intangible dari
potensi sumber daya sektor-sektor lain di suatu daerah.
c. Bekerja sama dan berkoordinasi dengan sektor lain, dalam berbagai tahapan
perencanaan, implementasi dan pengawasan pembangunan, serta dengan jelas
menguraikan siapa melakukan apa di antara sektor-sektor yang ada dalam
pemerintahan, industri pariwisata, masyarakat, dan pemangku kepentingan
pariwisata lainnya. Dengan konsep ini pariwisata menjadi alat pemersatu sektorsektor pembangunan wilayah dan mengurangi potensi konflik antar kepentingan.
8

Industri Pariwisata
Dalam konteks pariwisata sebagai industri, Pendit (2006:40) telah
memperkenalkan beberapa istilah seperti industry of the invisible export (industri eksport
tidak nyata), hospitality industry (industri ramah tamah), atau service industry (industri
jasa pelayanan). Adapun batasan tentang industri pariwisata menurut Yoeti (1990:56)
adalah kumpulan dari bermacam perusahaan yang secara bersama menghasilkan barangbarang dan jasa-jasa (goods and service) yang dibutuhkan para wisatawan pada
khususnya dan traveller pada umumnya, selama dalam perjalanannya.
Sebagai sebuah industri, Wardiyanta (2006:78) menyatakan pariwisata
mempunyai sifat yang khas, tidak hanya melibatkan banyak industri, yakni transportasi,
akomodasi, jasa boga, atraksi, retail, tetapi bersifat menyerap banyak tenaga kerja yang
pada akhirnya juga memiliki implikasi politis yang besar. Dalam pengembangan
pariwisata, sangat diperlukan sebuah kebijakan untuk dapat meminimalisasi dampak
negatif yang sering timbul.
Menurut Prajogo (1976:57) pariwisata sebagai industri mempunyai beberapa sifat
khusus, yang membedakannya dengan industri lain. Sifat khusus tersebut adalah: (a)
produk wisata mempunyai ciri bahwa ia tidak dapat dipindahkan. Orang tidak dapat
membawa produk wisata pada langganan, tetapi langganan itu sendiri harus
mengunjunginya, mengalami dan datang untuk menikmati produk wisata itu, (b) dalam
pariwisata produksi dan konsumsi terjadi pada saat yang sama. Tanpa langganan yang
sedang mempergunakan jasa-jasa itu tidak akan terjadi produksi, (c) sebagai suatu jasa,
maka pariwisata memiliki berbagai ragam bentuk, oleh karena itu dalam pariwisata tidak
ada standar ukuran yang obyektif, (d) langganan tidak dapat mencicipi, mengetahui atau
menguji produk itu sebelumnya, yang dapat dilihat hanya brosur-brosur, gambar-gambar,
(e) dari segi usaha, produk wisata merupakan usaha yang mengandung resiko besar.
Industri pariwisata memerlukan modal yang besar, sedangkan permintaan sangat peka
terhadap perubahan situasi ekonomi, politik, sikap masyarakat, kesenangan wisatawan
dan sebagainya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi industri pariwisata menurut Spillane
(1987 :89) adalah: (a) pertumbuhan pendapatan nyata dan wisatawan yang bersangkutan,
semakin tinggi pendapatan nyata semakin bertambah juga pendapatan yang dapat
disisihkan untuk perjalanan wisata, (b) wisatawan yang bersangkutan termasuk golongan
orang-orang memperoleh pembiayaan cuti yang diambil (pad vacation), (c) besar kecilnya
kurs mata uang dari negara penghasil wisatawan terhadap mata uang negara tujuan
mereka. Semakin tinggi nilai mata uang negara penghasil wisatawan terhadap mata uang
negara tujuan mereka, semakin besar pula daya tarik negara tujuan bagi wisatawan yang
bersangkutan, (d) perbandingan antara daya tarik suatu negara tujuan wisatawan dengan
kebutuhannya untuk berkunjung ke sana, (e) kemudahan pencapaian dan tersedianya
fasilitas transportasi. Berapapun besarnya suatu daerah tujuan wisata, jika sulit untuk
dicapai dan fasilitas tidak memadai, maka keinginan wisatawan untuk ke sana pun pudar,
(f) faktor-faktor penting lainnya adalah air travel policies, landing rights dan tarif
penerbangan, yaitu intensitas usaha usaha promosi dan pemasaran yang dilakukan oleh
negara tujuan wisata di negara penghasil wisatawan, dan yang sangat penting adalah sikap
dari negara-negara tujuan wisata terhadap pariwisata itu sendiri, baik sikap pemerintah
maupun sikap masyarakatnya.
Permintaan dan Penawaran Pariwisata
Damanik (2006:12) menyatakan dari sisi ekonomi, pariwisata muncul dari empat
unsur pokok yang saling terkait erat atau menjalin hubungan dalam suatu sistem, yakni (a)
permintaan atau kebutuhan; (b) penawaran atau pemenuhan kebutuhan berwisata itu
9

sendiri; (c) pasar dan kelembagaan yang berperan untuk memfasilitasi keduanya; dan (d)
pelaku atau aktor yang menggerakkan ketiga elemen tadi. Keterkaitan antar empat unsur
tersebut di atas sebagai sistem pariwisata seperti tergambar di bawah ini:
Gambar.Sistem Kepariwisataan

KEBIJAKAN
PARIWISATA
a

PRODUK

PERMINTAAN

PENAWARAN

PASAR/PELAKU PARIWISATA

Keterangan:
a) mendorong; b) mengendalikan; c) mempengaruhi;

Sumber:
Damanik (2006),
Perencanaan
d) mengembangkan
& memasarkan;
e) Ekowisata
membeli

Kebijakan sektor pariwisata dilakukan untuk mendorong potensi wisata yang ada
menjadi produk yang siap dikonsumsi. Untuk itu perlu dilakukan pengendalian supaya
produk yang ada tidak saling bersaing, namun dapat bersinergi dalam satu kemasan
produk yang ditawarkan menjadi paket-paket wisata. Sehingga kebijakan yang dibuat
mampu menciptakan penawaran berbagai atraksi wisata. Dengan demikian produk wisata
harus peka dan mampu menangkap permintaan dari wisatawan terhadap kualitas dan
kuantitas produk yang ditawarkan.
Kontribusi Pariwisata Terhadap Pendapatan Daerah
Dalam Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
dijelaskan pada pasal 157 bahwa sumber pendapatan daerah terdiri atas: (a) pendapatan
asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu: (1) hasil pajak daerah; (2) hasil retribusi
daerah; (3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan (4) lain-lain PAD
yang sah; (b) dana perimbangan; dan (c) lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya sangat ditentukan atau
tergantung dari sumber-sumber PAD. Pemerintah daerah dituntut untuk dapat menghidupi
dirinya sendiri dengan mengadakan pengelolaan terhadap potensi yang dimiliki, untuk itu
usaha untuk mendapatkan sumber dana yang tepat merupakan suatu keharusan.
Terobosan-terobosan baru dalam memperoleh dana untuk membiayai pengeluaran
pemerintah daerah harus dilakukan, salah satunya adalah sektor pariwisata.
PAD adalah salah satu sumber pendapatan daerah yang dituangkan dalam
anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dan merupakan sumber murni
penerimaan daerah yang selalu diharapkan peningkatannya. Pada tahun 2008 PAD
10

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang disumbangkan dari pajak hotel, restoran dan
jasa hiburan sebesar 2,56 Milyar Rupiah (Dipenda, 2009). Artinya ada manfaat ekonomi
yang diberikan oleh sektor pariwisata, selain menambah pemasukan dan pendapatan
daerah juga memberikan manfaat masyarakat. Penambahan ini bisa dilihat dari
meningkatnya pendapatan dari kegiatan usaha yang dilakukan masyarakat, berupa
penginapan, restoran, dan rumah makan, pramuwisata, biro perjalanan dan penyediaan
cinderamata. Bagi daerah sendiri kegiatan usaha tersebut merupakan potensi dalam
menggali PAD, sehingga perekonomian daerah dapat ditingkatkan, (a) membuka
kesempatan kerja, industri pariwisata merupakan kegiatan mata rantai yang sangat
panjang, sehingga banyak membuka kesempatan kerja bagi masyarakat di daerah tersebut,
(b) menambah devisa negara. Dengan makin banyaknya wisatawan yang datang, maka
makin banyak devisa yang akan diperoleh, (c) merangsang pertumbuhan kebudayaan asli,
serta menunjang gerak pembangunan daerah.
Pariwisata dan Dampak Ekonomi Daerah
Perkembangan pariwisata juga mendorong dan mempercepat pertumbuhan
ekonomi. Kegiatan pariwisata menciptakan permintaan, baik permintaan konsumsi
maupun investasi yang pada gilirannya akan menimbulkan kegiatan produksi barang dan
jasa, baik barang konsumsi maupun barang modal. Dengan demikian produksi barang dan
jasa, serta nilai tambahnya meningkat. Selama berwisata, wisatawan dengan pengeluaran
belanjaannya, secara langsung menimbulkan permintaan (Tourism Final Demand) pasar
barang dan jasa. Selanjutnya Final Demand wisatawan secara tidak langsung
menimbulkan permintaan akan barang modal dan bahan baku (Investment Derived
Demand) untuk berproduksi memenuhi permintaan wisatawan akan barang dan jasa
tersebut. Untuk memenuhi permintaan wisatawan diperlukan investasi di bidang
transportasi dan komunikasi, perhotelan dan akomodasi lain, industri kerajinan dan
industri produk konsumen, industri jasa, rumah makan dan restoran, karenanya pasar
barang modal dan bahan baku membesar dan meluas.
Secara tidak langsung pula, pariwisata juga menciptakan efek konsumsi rumah
tangga. Kegiatan berproduksi yang ditimbulkan oleh tourism demand dan derived
investment demand, menciptakan kesempatan kerja produktif yang memberikan
pendapatan pada pekerja dan rumah tangga. Pada gilirannya pekerja dan anggota rumah
tangga penerima pendapatan akan membelanjakan untuk membeli barang dan jasa yang
diperlukan. Pengeluaran konsumsi rumah tangga ikut pula memperbesar pasar, yang akan
mendorong peningkatan produksi dan akhirnya meningkatkan pendapatan daerah.
Menurut Kuswara (2006:18) pariwisata yang memiliki keterkaitan lintas sektor
dan usaha mampu membangkitkan dampak ekonomi multi ganda (multiplier effect) yang
sangat signifikan bagi tumbuhnya mata rantai usaha lintas skala, terutama usaha kecil dan
menengah (UKM) sehingga membantu penciptaan lapangan kerja dan peningkatan
pendapatan masyarakat.

11

Gambar. Dampak Ekonomi Pariwisata

Sumber: Kuswara (2006), Kepariwisataan dalam Perspektif pengembangan Kota

Pariwisata dan Pembangunan Berwawasan Lingkungan


Menurut Yakin (1997:11) dalam konsep dasar pembangunan yang berwawasan
lingkungan ada dua aspek penting yang menjadi perhatian utama yaitu lingkungan
(ekologi, the environment) dan pembangunan (development). Oleh karena itu
pembangunan yang berwawasan lingkungan berarti pembangunan yang baik dari titik
pandang ekologi atau lingkungan.
Pembangunan berkelanjutan telah menjadi isu penting dalam pembangunan
ekonomi dunia dalam beberapa dekade terakhir ini. Ini disebabkan masyarakat dunia telah
menyadari akan pentingnya menjaga lingkungan dari aktifitas ekploitasi sumberdaya alam
yang berlebihan untuk kepentingan sesaat yang akan mengakibatkan degradasi
lingkungan.
Selanjutnya Yakin (1997:29) mengatakan pertumbuhan sektor jasa khususnya
pariwisata bukannya tidak membawa dampak negatif terhadap sosial dan lingkungan.
Membludaknya turis di lokasi-lokasi pariwisata utama menimbulkan banyak masalah
seperti kepadatan penduduk, kemacetan, degradasi sumberdaya alam (natural
environment) dan objek-objek buatan manusia (manmade environment) sekitar lokasi,
serta masalah yang muncul karena terjadinya pembenturan antara budaya lokal dan
budaya pendatang dan sebagainya. Oleh karenanya perlu dilihat juga bagaimana dampak
pengembangan pariwisata ini terhadap lingkungan fisik dan sosial.
Menurut Hadiono (1996:43) kualitas lingkungan perlu diperimbangkan, karena
sangat diperhatikan oleh wisatawan mancanegara. Mengenai ekoturisme, pariwisata
berkelanjutan, pariwisata alternatif sehingga syarat pertama untuk pengembangan
pariwisata adalah formulasi dan penempatan rencana fisik komprehensif menyajikan
suatu kerangka acuan bagi promosi dan pengembangan pariwisata harus memuat antara
lain tiga kriteria:

12

1. Batas daya dukung lingkungan, yaitu identitas kontruksi yang dapat didukung oleh
panorama dan kota.
2. Fisik batas perluasan wisata sesuai dengan sumberdaya kawasan (darat, perairan,
termasuk sumberdaya wisata alami).
3. Kenyamanan: batas-batas dari kepadatan wisata terhadap lahan, kepadatan
penduduk dan kesediaan fisik akan ruang untuk menghindarkan kepenuhsesakan
dan menurunnya mutu sumberdaya.
Peneliti Terdahulu
Widianto (2008), dalam penelitiannya berjudul Pengembangan Pariwisata
Pedesaan, dengan menggunakan analisis SWOT. Hasil yang didapatkan dari penelitian
bahwa pengembangan pariwisata pedesaan di desa wisata Ketingan mengandalkan daya
tarik alam, yaitu habitat burung. Strategi yang akan dikembangkan adalah meningkatkan
pemasaran, kualitas SDM, kualitas pelayanan, memelihara mutu dari apa yang menarik
dan ditawarkan dari obyek tersebut.
Hastuti (2005) dalam penelitianya yang berjudul Analisis Potensi Wisata Alam
di Daerah Pesisir Selatan Kabupaten Gunung Kidul, memiliki tujuan potensi wisata
daerah pantai dan faktor pembeda kunjungan wisatawan. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah survey dan analisis data sekunder dengan observasi dan
didapat hasil: 1) Daerah penelitian mempunyai tiga potensi yaitu tinggi, sedang dan
rendah. 2) Faktor yang berpengaruh terhadap perbedaan kunjungan wisata adalah
industri pariwisata dan sarana pengunjung.
Kesumawardhana (2004) dalam penelitiannya yang berjudul Strategi
Pengembangan Kawasan Wisata Kopeng, dengan menggunakan SWOT Analysis
menemukan bahwa Kawasan Wisata Kopeng, merupakan potensi wisata tinggi yang
menawarkan beragam aktivitas ekowisata namun memiliki kelemahan yaitu pangsa pasar
yang masih rendah akibat kurangnya promosi yang dilakukan oleh pemerintah setempat.
Alavalapati (2000) dalam penelitiannya tentang interaksi antara kepariwisataan,
sektor-sektor ekonomi dan lingkungan dalam konteks suatu wilayah mengemukakan
bahwa aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan kepariwisataan akan mempengaruhi
perekonomian regional. Pengaruh tersebut akan berbeda antara daerah yang satu dengan
daerah yang lain tergantung struktur ekonominya. Model yang digunakan adalah model
keseimbangan umum sederhana.
METODE ANALISIS DATA
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis
SWOT dan Input Output. Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada di kepariwisataan Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung, sehingga dapat diketahui strategi pengembangan
pariwisata. Analisis Input Output digunakan untuk melihat keterkaitan sektor
pariwisata dengan sektor-sektor lainnya.
Analisis SWOT (SWOT Analysis).
Analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunitis, Threat) adalah suatu metode
yang berusaha mempertemukan seluruh aspek-aspek kekuatan, kelemahan, peluang
dan ancaman yang ada di dalam sektor pariwisata yang terdapat di Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung, sehingga dapat disusun strategi pengembangan pariwisata di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung.

13

Analisis Keterkaitan Antar Sektor


Tabel Input Output
Data yang disajikan dalam tabel input output merupakan informasi rinci tentang
input dan output sektoral yang mampu menggambarkan keterkaitan antar sektor dalam
kegiatan perekonomian. Sesuai dengan asumsi dasar yang digunakan dalam proses
penyusunannya Tabel I-O bersifat statis dan terbuka. Asumsi dasar dalam penyusunan
Tabel I-O adalah sebagai berikut (BPS,1999):
1. Keseragaman (homogeneity), yaitu asumsi bahwa setiap sektor hanya
memproduksi satu jenis output (barang dan jasa) dengan struktur input tunggal
(seragam) dan tidak ada substitusi otomatis antar output dari sektor yang berbeda.
2. Kesebandingan (proportionality), yaitu asumsi bahwa kenaikan/ penurunan jumlah
input yang digunakan oleh suatu sektor akan sebanding dengan
kenaikan/penurunan output yang dihasilkan.
3. Penjumlahan (additivity), yaitu asumsi bahwa jumlah pengaruh kegiatan produksi
di berbagai sektor merupakan penjumlahan dari pengaruh pada masing-masing
sektor tersebut.
Secara sederhana kerangka dari Tabel I-O dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tabel Kerangka Tabel Input Output
Kuadran I
Membuat arus transaksi antar sektor

Kuadran 2
Merupakan permintaan akhir dan output
total yang dirinci menurut sektor

Kuadran 3

Kuadran 4

Semua
input
primer
yang Berisi jumlah input primer yang juga
dipergunakan maupun output yang merupakan jumlah permintaan akhir dan
dihasilkan masing-masing sektor
output total
Sumber: BPS, Kerangka Teori dan Analisis Tabel Input-Output, 1999
Klasifikasi Sektor

Klasifikasi sektor tidak saja menjadi basis dalam proses penyusunan Tabel Input
Output tetapi juga berguna untuk tujuan-tujuan analisis, sebab dampak suatu sektor
terhadap perkembangan ekonomi nasional ataupun regional atau sebaliknya, tidak akan
dapat diketahui kalau sektor tersebut berdiri sendiri dalam klasifikasi yang dipakai.
Prinsip utama dalam penyusunan klasifikasi sektor adalah keseragaman
(homogenitas) dari setiap kelompok/sektor. Maksudnya, barang dan jasa atau kegiatan
perekonomian yang dicakup oleh suatu sektor harus memiliki sifat yang relatif
homogen/seragam. Klasifikasi sektor yang diperlukan untuk Tabel I-O adalah suatu
klasifikasi yang mampu merekam semua aspek yang berkaitan dengan kegiatan produksi
dan distribusi barang dan jasa.
Tabel I-O Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2005 terdiri dari 45 (empat
puluh lima) sektor, yang bila dikelompokkan dalam empat sektor yang digunakan oleh
Chenery dan Syrquin yang terdiri dari sektor primer, sektor industri, sektor utiliti dan
sektor jasa (Susanti, 2000). Pada sektor jasa, sektor 32 (Hotel), sektor 33 (Restoran) dan
sektor 43 (Jasa hiburan dan rekreasi), dikelompokkan sebagai sektor Pariwisata, yang
akan menjadi perhatian pada penelitian ini.

14

Untuk melihat struktur permintaan, struktur output, struktur input antara dan NTB,
45 sektor pada Tabel I-O Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diklasifikasikan ke dalam
10 sektor seperti terlihat pada Tabel berikut:
Tabel Klasifikasi Tabel Input Output Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2005
(45 sektor kedalam 10 sektor)
Kod
e
1
2
3

Nama Sektor

Klasifikasi

Padi
Tanaman Bahan Makanan Lainnya
Lada

Pertanian

4
5
6
7
8
9

Karet
Kelapa Sawit
Tanaman Perkebunan Lainnya
Walet
Peternakan dan Hasil-hasilnya
Kayu dan Hasil Hutan lainnya

10
11
12

Perikanan
Penambangan Timah
Pertambangan dan Penggalian
Lainnya

13

28
29
30
31

Industri Pengolahan dan Pengawetan


Ikan
Industri Minyak dan Lemak
Industri Penggilingan Padi
Industri Penggilingan Lada
Industri Kerupuk
Industri Makanan, Minuman &
Tembakau
Industri Barang dari Kayu & Hasil
Hutan
Industri Kertas dan Barang Cetakan
Industri Kimia
Pengilangan Minyak Bumi
Industri Batu Bata & Genteng dari
tanah liat
Industri Semen dan Barang-barang
dari semen
Industri Besi dan Baja
Industri Peleburan Timah
Industri Mesin, Alat angkutan &
perbaikannya
Industri Barang lainnya
Listrik, Gas dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan

32
33

Hotel
Restoran

43

Jasa Hiburan & Rekreasi

14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27

Kode

Nama Sektor

Klasifikasi

Pengangkutan
dan
Komunikasi

44
45
180

Angkutan Jalan Raya


Angkutan Udara
Angkutan laut, Sungai, Danau &
Penyeberangan
Jasa Penunjang Angkutan
Komunikasi
Bank & Lembaga Keuangan
Usaha Bangunan dan Jasa Perusahaan
Pemerintahan Umum dan Pertahanan
Jasa Pendidikan, Kesehatan, Sosial
Kemasy
Jasa Perorangan & Rumahtangga
Kegiatan yang tak jelas batasannya
Jumlah Permintaan Antara

190

Jumlah Input Antara

200
201
202
203
204

Impor
Upah dan Gaji
Surplus Usaha
Penyusutan
Pajak Tak Langsung

205

Subsidi

209
210
301
302

Nilai Tambah Bruto


Jumlah Input
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

303

Pembentukan Modal Tetap Bruto

304
305
309

Perubahan Stok
Ekspor Barang dan Jasa
Jumlah Permintaan Akhir

310
409
509
600

Jumlah Permintaan
Impor Barang dan Jasa
Jumlah Margin Perdagangan dan Biaya Pengangkutan
Jumlah Output

700

Jumlah Penyediaan

34
35
36
37
38
39
40
41
42

Pertambang
an
dan
Penggalian
Industri
Pengolahan

LGA
Bangunan
Perdaganga
n
Pariwisata

Keuangan
dan Jasa Pers
Jasa-Jasa

Sumber : BPS, Tabel Input Output, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2005, diolah.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Analisis SWOT
Kekuatan (Strenght)
Kekuatan yang dimiliki oleh pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
adalah sebagai berikut:
1. Memiliki bandara udara bertaraf nasional, dengan penerbangan 10 15 Trip per
hari dan jarak penerbangan Jakarta Pangkalpinang dapat ditempuh hanya dengan
waktu 55 menit.
15

2. Mempunyai 8 Pelabuhan laut besar untuk penumpang dan barang


3.

4.
5.

Jalan-jalan utama yang terdapat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung


kondisinya sangat baik sehingga sangat membantu kelancaran mobilitas
wisatawan menuju objek wisata dan tidak pernah terjadi kemacetan lalulintas.
Lokasi pendirian pusat pembangkit listrik dan suplai batubara untuk bahan bakar
energi pembangkit listrik dengan lokasi strategis dan dekat pantai / pelabuhan.
Hotel-hotel yang ada di objek wisata sangat bagus dengan pemandangan alam
pantai yang sangat indah.

Kelemahan (Weakness)
Kelemahan yang dimiliki oleh pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
adalah sebagai berikut :
1. Pemanfaatan pelabuhan penumpang belum optimal, karena keterbatasan armada
transportasi laut dan jalur pelayaran belum menjangkau seluruh pelabuhan yang
ada serta pelabuhan yang dimanfaatkan untuk transportasi penumpang hanya ada
3, yaitu pelabuhan Pangkal Balam, pelabuhan Mentok dan pelabuhan Tanjung
Pandan.
2.

Aksesbilitas menuju objek wisata dan pusat kota dari pelabuhan dan bandara
masih sulit, karena keterbatasan jumlah angkutan umum serta keadaan jalan
Provinsi dan kabupaten kerikil 95,07 Km, jalan tanah 269,20 Km dengan kriteria
kondisi jalan sedang 1.004,47 Km, rusak 790,19 Km, dan rusak berat 184,97
Km.

3.

Kondisi Bandara Depati Amir saat ini adalah bandara yang hanya dapat digunakan
untuk pendaratan pesawat tipe Boeing 737-200 dan jalur penerbangan masih
terbatas Jakarta Pangkalpinang , Pangkalpinang Jakarta dan Palembang
Pangkalpinang, Pangkalpinang Palembang.
4. Penyediaan air bersih sangat bergantung pada perusahaan air minum daerah
karena keterbatasan dalam memperoleh sumber air lainnya seperti sumur galian,
dan masih banyak daerah objek wisata yang belum memiliki jaringan air
bersih, keberadaan air di Bangka Belitung secara umum mempunyai kadar
keasaman yang tinggi, ( PH air rata-rata dibawah 6).
5. Adanya keterbatasan pasokan listrik di beberapa kawasan wisata sehingga listrik
sering padam dan mengganggu kenyamanan wisatawan dan lampu jalan menuju
objek wisata belum berfungsi secara optimal sehingga menyulitkan untuk
berwisata di malam hari.

Peluang (Oportunity)
Peluang yang dimiliki oleh pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
adalah sebagai berikut :
1. Membuka rute pelayaran dan penerbangan yang baru untuk penumpang dan
menambah jumlah armada angkutan udara dan laut.
2. Menyediakan transportasi angkutan darat dari bandara, pelabuhan dan terminal ke
berbagai tujuan objek wisata.
3. Memperbaiki jalan-jalan yang dalam kondisi rusak dan membangun akses jalan
baru menuju objek wisata.
4. Memanfaatkan sumber sumber air yang tersedia dengan menggunakan teknologi
pengolahan air untuk mendapatkan jumlah dan kualitas air yang bersih dan sehat.
16

5.

Membangun pembangkit listrik dengan fasilitas yang lengkap, dan


dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata

sekaligus

Ancaman (Threat)
Ancaman yang dimiliki oleh pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
adalah sebagai berikut :
1. Jumlah kunjungan wisatawan akan berkurang karena fasilitas bandara, pelabuhan
dan terminal belum dikelola dan dimanfaatkan untuk kebutuhan wisata.
2. Wisatawan akan kecewa karena fasilitas listrik dan air tidak memadai, sehingga
enggan untuk mengulangi berwisata ke Bangka Belitung.
3. Jumlah kunjungan wisatawan akan berkurang jika jumlah hotel yang mereka
inginkan sangat terbatas.
4. Apabila bila kemasan masakan tidak sesuai dengan selera para wisatawan, maka
restoran akan terancam tidak laku / tutup, dan menimbulkan kesan tidak baik bagi
para wisatawan.
5. Jika kerajinan yang dijual harganya mahal, maka usaha tersebut akan mengalami
kesulitan dan munculnya produk pesaing dari daerah lain.
Strategi Pengembangan Pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Berdasarkan Analisa SWOT, Strategi Pengembangan Pariwisata Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung meliputi:
1. Mengoptimalkan pemanfaatan pelabuhan penumpang dan barang dengan
penambahan armada transportasi laut dan menambah jalur pelayaran yang dapat
menjangkau seluruh pelabuhan.
2. Membuka jalur angkutan darat dari berbagai terminal ke objek wisata dan
mengoperasikan angkutan kota sampai malam hari.
3. Meningkatkan kualitas jalan Provinsi dan Kabupaten, jalan kerikil menjadi
jalan aspal 95,07 Km, jalan tanah menjadi jalan aspal 269,20 Km, memperbaiki
jalan rusak sedang 1.004,47 Km, memperbaiki jalan rusak 790,19 Km dan
perbaikan jalan rusak berat 184,97 Km.
4. Meningkatkan panjang landasan Bandara Depati Amir agar dapat digunakan
untuk pendaratan pesawat tipe Boeing 737-400, serta menambah jalur
penerbangan, secara nasional maupun asia tenggara utamanya, jalur
Pangkalpinang-Jakarta-Singapura dan Pangkalpinang-Jakarta-Bali.
Program Pengembangan Pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Program-program Pengembangan pariwisata yang ditetapkan adalah:
1. Pengembangan segitiga pertumbuhan Sungailiat- Mentok- Pangkalpinang, yang
terdiri dari:
- Program pemeliharaan dan pengembangan objek wisata sehingga mempunyai
daya tarik dan menarik minat wisatawan untuk berkunjung
- Program pengembangan pusat bisnis cindermata dan makanan khas Bangka
Belitung.
- Program pengembangan seni budaya cina dan melayu.
- Program pengembangan paket wisata kota.
Tujuan pengembangan program diarahkan pada pengembangan wisata budaya
untuk memunculkan kekhasan budaya Kepulauan Bangka Belitung dan meningkatkan
rasa cinta, rasa memiliki, serta kebanggaan terhadap budaya daerah.
2. Pengembangan wisata alam pantai terpadu, yang terdiri dari:
17

-Program peningkatan infrastruktur listrik, air dan fasilitas penunjang pariwisata


kawasan pantai, dengan upaya peningkatkan penyediaan pasokan listrik dengan
sebanyak 9 daya terpasang 7.002 kilowatt yang berasal dari 80 buah pembangkit
listrik menjadi lebih besar dan menyediakan fasilitas air bersih di setiap objek
wisata.
- Program peningkatan jalan-jalan menuju objek wisata dengan meningkatkan kualitas
jalan provinsi dan kebupaten.
Program peningkatan
penyediaan perlengkapan dan informasi untuk
pengembangan wisata pantai.
Tujuan pengembangan program diarahkan pada menggalakkan wisata alam
pantai sebagai tema pengembangan, untuk menumbuhkan wilayah- wilayah potensi
dengan memanfaatkan kondisi alam lingkungan pantai.
3. Pengembangan industri kecil,yang terdiri dari:
- Program pelatihan dan pembinaan usaha kecil kerajinan khas Bangka Belitung
- Program pengembangan pemasaran dan promosi.
Tujuan pengembangan program diarahkan pada pengembangan industri kecil
pengusaha kerajinan, makanan khas dan peningkatan jumlah pasar wisatawan nusantara
dan mancanegara, terutama yang tertarik pada industri kerajinan rakyat.
Kegiatan Pengembangan Pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Beberapa kegiatan yang juga telah diagendakan diantaranya: Pekan Pameran
Pembangunan dan Investasi Bisnis, Mengadakan kegiatan Seminar/Lokakarya Nasional,
Pasar Malam dan hiburan masyarakat, Pentas Musik Kaula Muda dan Musik Jazz,
Pertemuan Dunia Melayu Dunia Islam dan Festival Kesenian Melayu, Mengadakan
pelatihan bagi peningkatan SDM di bidang pariwisata. Serta direncanakan event-event
berskala nasional maupun internasional yang akan digelar secara masing-masing atau
bersama-sama seperti :
o
o
o
o

Event Grass Track diagendakan sebanyak 6 ettape


Event Olahraga Volley Pantai sebanyak 3 ettape
Perlombaan Catur Tingkat Nasional dan Antar Grand Master
Event Pertandingan Bola Kaki bertaraf nasional sebanyak 3 kali dan Internasional
1 kali dan sebagainya

Struktur Ekonomi Bangka Belitung


Secara umum, struktur ekonomi provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang
tergambar dalam tabel Input Output Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2005 transaksi
domestik atas dasar harga produsen didominasi oleh sektor industri dengan persentase
39,81 persen atau sekitar Rp 11,702 triliyun. Demikian juga terhadap permintaan akhir
sektor industri mendominasi sebesar 56,09 persen atau sekitar 10,187 tiliyun. Jika
diperhatikan dari komposisi permintaan antara dan permintaan akhir sektor-sektor dalam
perekonomian daerah, maka permintaan akhir memberikan kontribusi yang lebih besar
yaitu sekitar 56,79 persen, sementara permintaan antara hanya sebesar 13,49 persen,
artinya output yang dihasilkan dalam perekonomian lebih sedikit yang digunakan dalam
proses produksi sektor-sektor perekonomian daerah. Hal ini dapat dipahami, karena
output yang dihasilkan oleh sektor-sektor yang dominan lebih banyak diekspor seperti
output sektor timah, sektor karet, sektor lada, kelapa sawit dan sektor sektor perikanan.

18

Sedangkan sektor pariwisata (gabungan dari sektor hotel, sektor restoran dan
sektor hiburan dan rekreasi) yang akan dilihat, dalam perekonomian hanya berperan
sebesar 1,3 persen dari total permintaan perekonomian daerah. Dari total permintaan akhir
perekonomian, sektor pariwisata berperan sebesar 1,54 persen dan dari total permintaan
antara sektor pariwisata hanya berperan 0,91 persen. Perbandingan terhadap sektorsektor
lainnya dalam perekonomian dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
Tabel Struktur Permintaan Sektor-Sektor Perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung Tahun 2005 (Juta Rp)
Sektor

Deskripsi

Permintaan Antara
Jumlah
Persen

Permintaan Akhir
Jumlah
Persen

Total Permintaan
Jumlah
Persen

1 Pertanian
Pertambangan dan
2 Penggalian

1,333,120 11.86

1,791,768 9.87

3,124,888 10.63

5,539,782 49.30

797,243 4.39

6,337,025 21.56

3 Industri Pengolahan
Listrik Gas dan Air
4 Bersih

1,515,505 13.49

5 Bangunan
6 Perdagangan
7 Pariwisata
Pengangkutan dan
8 Komunikasi
Keu Persewaan dan
9 Jasa Perusahaan
10 Jasa-Jasa
Jumlah
Impor
Total

110,464 0.98

10,186,597 56.09
93,433 0.51

11,702,103 39.81
203,897 0.69

286,084 2.55

1,898,464 10.45

2,184,548 7.43

1,314,934 11.70

1,365,536 7.52

2,680,470 9.12

102,808 0.91

280,312 1.54

383,120 1.30

497,091 4.42

576,515 3.17

1,073,606 3.65

468,067 4.17

214,894 1.18

682,961 2.32

68,433 0.61

955,191 5.26

1,023,624 3.48

18,159,954 100.00
2,552,932
20,712,885

29,396,241 100.00
7,073,488
36,469,730

11,236,288 100.00
4,520,557
15,756,844

Sumber: Tabel IO Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2005, diolah

Analisa Keterkaitan Ke Belakang


Jenis keterkaitan ini menghitung total output yang tercipta akibat meningkatnya
output suatu sektor melalui mekanisme penggunaan input produksi. Adanya peningkatan
output sektor tertentu mendorong peningkatan output sektor-sektor lainnya. Peningkatan
output akan meningkatkan permintaan input sektor itu sendiri. Input sektor tersebut ada
yang berasal dari sektor itu sendiri, ada pula yang berasal dari sektor lain. Oleh karena itu,
sektor tersebut akan meminta output sektor lain lebih banyak daripada sebelumnya (untuk
digunakan sebagai input proses produksi). Ukuran ini digunakan untuk melihat
keterkaitan ke belakang (backward linkage) atau daya penyebaran. Nilai keterkaitan ke
belakang atau indeks daya penyebaran (IDP) ini menunjukkan efek yang ditimbulkan
oleh suatu sektor karena adanya peningkatan output sektor tersebut terhadap output
sektor-sektor lain yang digunakan sebagai input oleh sektor tersebut secara langsung
maupun tidak langsung atau kemampuan suatu sektor untuk menarik industri hulunya.
Berdasarkan Tabel 4.28. dapat dilihat sektor-sektor yang mempunyai daya
penyebaran tertinggi yaitu sektor pemerintahan umum dan pertahanan dengan nilai indeks
19

penyebaran 1,5957 artinya apabila permintaan akhir seluruh sektor naik 1 unit maka akan
meyebabkan output sektor sektor pemerintahan umum dan pertahanan meningkat 1,5957
unit atau adanya kenaikan 1 unit sektor ini mengakibatkan penggunaan sektor lainnya
sebagai input sebesar 1,5957 unit. Diikuti oleh sektor karet dengan IDP 1,2666, sektor
industri minyak dan lemak 1,2535, serta sektor industri batu bata dan genteng dari tanah
liat, sektor bangunan, sektor jasa pendidikan, kesehatan, sosial kemasyarakatan, sektor
industri peleburan timah, sektor industri kerupuk, sektor industri pengolahan dan
pengawetan ikan dan sektor penggilingan padi.
Pada nilai IDP ini terlihat sektor-sektor pariwisata menempati peringkat 11 oleh
sektor hotel, 14 oleh sektor jasa hiburan dan rekreasi dan 23 oleh sektor restoran. Namun
sektor-sektor ini memiliki nilai indek diatas satu atau diatas rata-rata daya penyebaran. Ini
memiliki arti bahwa sektor-sektor pariwisata mempunyai kemampuan yang cukup tinggi
untuk menarik pertumbuhan output industri hulunya, yaitu sebesar 1,1685 oleh sektor
hotel, 1,1117 oleh sektor jasa hiburan dan rekreasi dan 1,0105 oleh sektor restoran. Ini
menunjukkan bahwa sektor-sektor pariwisata akan menumbuhkan sektor-sektor
pendukungnya seperti sektor restoran, sektor perikanan, sektor perdagangan, sektor listrik,
gas dan air bersih, sektor tanaman bahan makanan, sektor usaha bangunan dan jasa
perusahaan, sektor angkutan jalan raya, dan sektor industri kerupuk.
Tabel. Indek Keterkaitan Output Ke belakang Sepuluh Sektor Terbesar danSektor
Pariwisata dalam Perekonomian Daerah Tahun 2005
KODE
41
4
14
23
30
42
26
17
13
15
32
43
33

NAMA SEKTOR
Pemerintahan umum dan Pertahanan
Karet
Industri Minyak dan Lemak
Industri Batu bata dan genteng dari Tanah Liat
Bangunan
Jasa Pendidikan, Kesehatan, Sosial Kemsyarakatan
Industri Peleburan Timah
Industri Kerupuk
Industri pengolaha dan pengawetan ikan
Industri Penggilingan Padi
Hotel
Jasa Hiburan dan Rekreasi
Restoran

IDP
1.5957
1.2666
1.2535
1.2457
1.2402
1.2280
1.2238
1.2057
1.1976
1.1729
1.1685
1.1117
1.0105

RANK
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
14
23

Sumber: Tabel IO Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2005, diolah


Analisa Keterkaitan Ke Depan
Jenis keterkaitan ini menghitung total output yang tercipta akibat meningkatnya
output suatu sektor melalui mekanisme distribusi output dalam perekonomian. Jika terjadi
peningkatan output produksi sektor tertentu, maka tambahan output tersebut akan
didistribusikan ke sektor-sektor produksi dalam perekonomian, termasuk pada sektor itu
sendiri. Dalam prakteknya ukuran ini digunakan untuk melihat keterkaitan ke depan
(forward linkage) atau derajat kepekaan. Nilai keterkaitan ke depan atau indeks derajat
kepekaan (IDK). Nilai indeks ini menunjukkan efek relatif yang disebabkan oleh
perubahan sektor lain yang menggunakan output tersebut atau kemampuan suatu sektor
mendorong perkembangan industri hilirnya.

20

Berdasarkan Tabel dibawah dapat diketahui bahwa sektor yang mempunyai IDK
tertinggi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah sektor perdagangan dengan
3,0931 pada tipe perekonomian tertutup (tipe II). Nilai ini menunjukkan bahwa kenaikan
1 unit permintaan akhir sektor perdagangan akan menyebabkan naiknya output sektorsektor lain termasuk sektornya sendiri secara keseluruhan sebesar 3,0931 unit. Peringkat
kedua yaitu sektor perikanan dengan IDK sebesar 2,4823. Diikuti sektor usaha bangunan
dan jasa perusahaan 1,2487, sektor bangunan 1,1549, sektor tanaman bahan makanan
lainnya 1,0718 serta sektor padi, sektor pertambangan dan penggalian lainnya, sektor
industri dan pengawetan ikan, dan sektor angkutan jalan raya.
Pada sektor pariwisata ternyata sektor hotel dan sektor jasa hiburan dan rekreasi
kemampuannya mendorong sektor hilir masih berada dibawah rata-rata derajat kepekaan,
hal ini terlihat dari nilai yang masih dibawah 1 (satu). Namun sektor restoran memiliki
keterkaitan yang tinggi dalam mendorong sektor-sektor lain dengan nilai diatas satu. Hal
ini menggambarkan sektor restoran relatif mampu melayani permintaan sektor-sektor lain.
Melihat dearajat kepekaan sektor-sektor pariwisata yang berbeda, maka terhadap
sektor yang nilainya masih berada dibawah rata-rata diperlukan perhatian terhadap
permintaan pada sektor tersebut. Terlihat keberadaan sektor hotel dan sektor jasa hiburan
dan rekreasi yang rendah, artinya pengembangan ODTW dan masuknya wisatawan perlu
ditingkatkan, sehingga permintaan akan sektor hotel dan sektor jasa hiburan dan rekreasi
akan lebih meningkat.
Tabel Indek Keterkaitan Output Ke depan Sepuluh Sektor Terbesar dan Sektor Pariwisata
dalam Perekonomian Daerah Tahun 2005
KODE
31
10
40
30
2
1
12
13
34
33
32
43

NAMA SEKTOR
Perdagangan
Perikanan
Usaha Bangunan an Jasa Perusahaan
Bangunan
Tanaman Bahan Makanan Lainnya
Padi
Pertambangan dan penggalian lainnya
Industri pengolaha dan pengawetan ikan
Angkutan Jalan Raya
Restoran
Hotel
Jasa Hiburan dan Rekreasi

IDK
3.0931
2.4823
1.2487
1.1549
1.0718
1.0567
1.0396
1.0141
1.0087
1.0063
0.5490
0.5413

RANK
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
37
40

Sumber: Tabel IO Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2005, diolah

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat
ditarik kesimpulan :
1. a. Kebijakan Pengembangan Pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
difokuskan pada pengembangan kawasan wisata unggulan dengan memperhatikan
unsur pendukung industri pariwisata seperti usaha jasaboga, usaha retail, atraksi
serta menetapkan tema pengembangan produk wisata yang unik dan
memunculkan wisata bahari, wisata sejarah, wisata religi, kekhasan alam, seni
budaya masyarakat Kepulauan Bangka Belitung sehingga saling melengkapi dan
21

meningkatkan daya tarik wisata KepulauanBangka Belitung secara keseluruhan.


b. Kebijakan pengembangan kepariwisataan Kepulauan Bangka Belitung
difokuskan pada aspek perwilayahan pariwisata, aspek pengembangan produk
wisata, pengembangan pasar dan pemasaran, pengembangan transportasi, hotel,
infrastruktur listrik dan air bersih, serta pengembangan sumberdaya manusia
kepariwisataan.
2 a. Nilai IDP sektor-sektor pariwisata memiliki daya penyebaran di atas rata-rata. Ini
memiliki arti bahwa sektor-sektor pariwisata mempunyai kemampuan yang cukup
tinggi untuk menarik pertumbuhan output industri hulunya. Dengan demikian
sektor-sektor pariwisata akan menumbuhkan sektor-sektor pendukungnya. Sektorsektor yang memberikan dukungan pada ketiga sektor pariwisata adalah sektor
perikanan, sektor perdagangan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor tanaman
bahan makanan, sektor usaha bangunan dan jasa perusahaan.
b. Nilai IDK sektor pariwisata ternyata sektor hotel dan sektor jasa hiburan dan
rekreasi kemampuannya mendorong sektor hilir masih berada di bawah rata-rata
derajat kepekaan. Namun sektor restoran memiliki keterkaitan yang tinggi dalam
mendorong sektor-sektor lain. Hal ini menggambarkan sektor restoran relatif
mampu melayani permintaan sektor-sektor lain. Sektor-sektor yang mampu
didorong oleh ketiga sektor pariwisata adalah sektor pemerintahan umum dan
pertahanan, sektor angkutan udara, sektor jasa pendidikan, kesehatan, sosial
kemasyarakatan, sektor bank dan lembaga keuangan dan sektor komunikasi.
c. Berdasarkan IDP dan IDK sektor pariwisata ini memiliki kemampuan menarik dan
mendorong pertumbuhan output sektor-sektor lainnya dalam perekonomian daerah,
namun output sektor pariwisata masih rendah akibat permintaan yang masih
rendah. Artinya, perlu ditumbuhkan sektor-sektor yang telah memiliki dukungan
sektor-sektor pariwisata namun belum merata, sehingga permintaan akan meningkat
dan akan mengangkat IDK sektor pariwisata sehingga menjadi sektor unggulan.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka penulis
memberi masukan sebagai berikut:
1.a. Promosi kepariwisataan untuk menarik minat wisatawan melalui penyelenggaraan
kegiatan-kegiatan yang bertaraf nasional dan internasional dapat menjadi salah satu
cara yang efektif dalam rangka peningkatan jumlah kunjungan wisatawan agar
berkunjung ke Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
b.

Program Visit babel Archi 2010 dapat dijadikan sebagai upaya sektor pariwisata
sebagai sektor unggulan, dengan melakukan investasi baik pemerintah maupun
swasta pada peningkatan infrastruktur pendukung sektor pariwisata seperti hotel,
infrastruktur jalan, sistem transportasi, bandara dan listrik, dan penggelaran event
berskala nasional maupun internasional, maka akan dapat menarik banyak jumlah
wisatawan sehingga mampu memberikan kontribusi yang lebih besar lagi terhadap
perekonomian daerah.

2. Sektor yang dapat dikembangkan dalam meningkatkan permintaan sektor pariwisata


yaitu:

22

a.

b.

Sektor yang memiliki keterkaitan langsung yang menjadi prioritas, seperti: sektor
hotel, sektor restoran, sektor jasa hiburan dan rekreasi, sektor angkutan udara, sektor
jalan raya, sektor bank dan lembaga keuangan dan sektor komunikasi.
Sektor yang memiliki keterkaitan tak langsung seperti sektor pemerintahan umum
dan pertahanan, sektor perdagangan, dan sektor-sektor industri yang menggunakan
sarana hotel, restoran dan tempat hiburan sebagai sarana berkonvensi seperti
pertemuan, perjalanan insentif, konferensi dan pameran.
Daftar Pustaka

Alavalapati, R Janalni R, 2000. Tourisn Impact Modeling For Resource Extraction


Regions, Annals of Tourism Research, Vol 27 No. 1, 188-207.
Arsyad,Lincolin,2002, Pengantar Perencanaan dan Pembangunan :Ekonomi Daerah,
BPFE, Yogyakarta.
Bappeda, 2009. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung 2007-2012.
BPS, 2009. Bappeda, Bangka Belitung Dalam Angka 2009, Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung, Pangkalpinang.
BPS, 2009, PDRB Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2009, Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung, Pangkalpinang.
Bratakusumah, Deddy S. dan Riyadi, 2004, Perencanaan Pembangunan Daerah, Strategi
Menggali Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah, Cetakan kedua, Gramedia
Pustaka Utama ,Jakarta.
Dahuri, R, 2003. Paradigma baru pembangunan Indonesia berbasis kelautan, Orasi
Ilmiah: Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor
Damanik, Janianton dan Helmut F.Weber,2006, Perencanaan Ekowisata: Dari Teori ke
Aplikasi, Andy, Yogyakarta.
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2005. Pedoman Peyusunan Neraca Satelit
Pariwisata Daerah.
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2006. Rencana Strategis Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata 2005-2009.
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2006. Statistik Kebudayaan dan Pariwisata,
Pusdatin Dep.Budpar, Jakarta.
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2006. Dampak Ekonomi Pariwisata 2004,
disampaikan pada Workshop Neraca Satelit Pariwisata Daerah, Pusdatin
Dep.Budpar, Jakarta.
Dinas Perhubungan dan Pariwisata, 2006. Rencana Induk Pengembangan Pariwisata
Daerah (RIPPDA) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2007-2013.
Fakultas Pertanian Unsri dan Bappeda Kabupaten Musi Rawas, 2004, Studi
Pengembangan Ecotorism di kawasan TNKS Kabupaten Musi Rawas, Laporan
Akhir.

23

Gerry Johnson dan Kevan Scholes, 'Exploring Corporate Strategy"' New York: Prentice
Hall, 1989.
Gunawan, Myra P. 2005. Pendekatan Kepariwisataan dalam Perencanaan Kota. Bunga
Rampai Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21 Buku 1, Konsep da
Pendekatan Pembangunan Perkotaan di Indonesia. URDI-LPFE UI, Jakarta
Gunn, Soekadijo, R.G. 1988, Anatomi Pariwisata, Memahami Pariwisata Sebagai System
Linkages, Penerbit P.T.Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Hastuti, Retno (2005), Analisis Potensi Wisata Alam di Daerah Pesisir Selatan
Kabupaten Gunung Kidul. Jurnal Ekonomi Pembangunan.
Jhinghan, M.L, 1990, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Rajawali Pers, Jakarta.
Kartajaya, Hermawan, 2005. Attracting Tourist, Traders, Investors Strategi Memasarkan
Daerah di Era Otonomi, MarkPlus&Co, Jakarta.
Kesumawardhana, Galuh (2004), Strategi Pengembangan Kawasan Wisata Kopeng.
Jurnal, Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Kuswara, Ukus, 2006. Kepariwisataan dalam Perspektif Pengembangan Kota,
www.budpar.go.id
Mulyono, Sri,2004, Riset Operasi, LPFE-UI, Jakarta.
Purwowibowo, 1998, Pengantar Pariwisata Indonesia, Penerbit Dirjen Pariwisata
Jakarta.
Ricardo, David.1951. On The Principles of Political Economy and Taxation Yang
diterbitkan sebagai buku I dari Work and Correspondence of David Ricardo, editor
Pierro Sraffa dan Maurice Dobb.
Robiani, Bernadette, 2006, Prosfek Ekonomi Daerah Sumatera Selatan, Makalah Seminar
Economic & Business Oulook Indonesia 2007:Dimensi Nasional dan Daerah.
Kerjasama Bank Indonesia dan Fakultas Ekonomi Program Studi Ekonomi dan
Studi Pembangunan Universitas Padjajaran.
Saifullah, 2000. Kajian Pengembangan Pariwisata Bahari dan Kontribusinya Pada
Kesejahteraan masyarakat pesisir di Pulau Weh (sabang). Program
Pascasarjana IPB, Bogor. (tidak dipublikasikan)
Samuelson, Paul A.1995. Economics. New York: McGraw-Hill Book Company, Inc.
Siagian, Sondang P, 2003, Administrasi Pembangunan, Konsep, Dimensi, dan
Strateginya, Cetakan Ketiga, April, Bumi Aksara, Jakarta.
Spillane, J James, 1987. Ekonomi Pariwisata Sejarah dan Prospeknya, Kanisius,
Yogyakarta.
Spillane, James, 1994 . Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan. Cetakan Pertama
Penerbit Kanisius , Yogyakarta.
Syafrijal (1997).Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia
Bagian Barat,Prisma,LP3ES, No 3 Tahun XXVI:27-38.
24

Sugiyono, 2000, Metode Penelitian Bisnis, Cetakan kedua, Alfabeta, Bandung.


Sukirno, Sadono, 1994, Beberapa Aspek dalam Pembangunan Daerah. PPFE-UI, Jakarta
Suparmoko, M dan Irawan (2002). Ekonomi Pembangunan, Edisi keenam, BPFE
Yogyakarta
Wahab, s.1992. Ekonomi Pariwisata, Sejarah dan Prosfeknya. Kanisius, Yogyakarta.
Widianto (2008). Pengembangan Pariwisata Pedesaan. Jurnal Ekonomi Sekolah Tinggi
Pariwisata Bali.
Widodo, T, 2006, Perencanaan Pembangunan: Aplikasi Komputer (Era Otonmi Daerah),
PPP STIM YKPN, Yogyakarta.
Yakin, A. 1997. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Teori dan Kebijaksanaan
Pembangunan Berkelanjutan. Penerbit Akademika Presindo, Jakarta.
Yoeti, Oka A, 1990. Pemasaran Pariwisata, Angkasa, Bandung.
_______, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan

25

26

27

You might also like