Mukti Zainuddin

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol.

19 (1) April 2009: 36 42

ISSN: 0853-4489

ESTIMASI POTENSI DAN PEMETAAN DAERAH POTENSIAL


PENANGKAPAN IKAN PELAGIS DI PERAIRAN SELAYAR DENGAN
MENGGUNAKAN CITRA SATELIT AQUA/MODIS
Estimating Total Allowable Catch and Mapping Potential Pelagic Fishing
Ground in Selayar Waters Using AQUA/MODIS Satellite Imagery
Mukti Zainuddin1
1)

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan UNHAS

Diterima: 11 Agustus 2008; Disetujui: 10 Januari 2009

ABSTRACT
The objectives of this study are to estimate the Total Allowable Catch (TAC) and to map
potential pelagic fishing grounds in Selayar Waters. Firstly, the Maximum Sustainable Yield (MSY)
was estimated using Surplus Production Model and then calculated the TAC for both skipjack and
scads. To generate this model, this study used 10 years time series (1995-2004) which consisted of
catch and fishing effort data. Second, satellite images of sea surface temperature derived from
MODIS were used to map out potential predicted area for each species based on their preferred sea
surface temperature ranges for the period of June-September 2006. Results showed that the
exploitation rates for skipjack and scads were 15.39% and 49.7% of the TAC, respectively. The
Potential fishing grounds for the species well formed in June, and mostly occurred near Selayar
main Island and Takaborate coastal waters. These results were highly consistent with the empirical
data. As a result, the pelagic resources should be optimally exploited at the TAC level by utilizing
potential predicted area defined by preferred sea surface temperature. These findings suggested
that the potential fishing ground map could be easily produced by satellite imagery and should be
important information to the fishermen.
Keywords: TAC, predicted area, pelagic fishing ground, satellite imagery

PENDAHULUAN
Sumberdaya perikanan laut Kabupaten Selayar banyak dipengaruhi oleh dinamika
bio-fisika lingkungan di Laut Flores dan Teluk Bone. Dari hasil analisis peta dengan
memperhitungkan area batasan laut dalam untuk perikanan pelagis, diketahui luas perairan
tersebut sekitar 333.000 km2 dan luas perairan kecamatan kepulauan Kabupaten Selayar
sekitar 25.200 km2. Dari data tersebut, kemudian diestimasi potensi sumberdaya perikanan
kecamatan kepulauan dengan potensi ikan pelagis sekitar 6330 ton/tahun. Dengan
demikian penyebaran ikan pelagis dianggap merata dengan kepadatan sekitar 0,25 ton/km2
(Mallawa dkk., 2006).
Di antara jenis ikan pelagis yang potensial tertangkap di perairan Selayar adalah
ikan cakalang dan ikan layang. Menurut Uktolseja (1998), besarnya potensi lestari untuk
ikan cakalang sebesar 28.449 ton/tahun di Laut Flores dan Selat Makassar. Luas kedua
perairan tersebut sekitar 605.800 km2, sehingga penyebaran ikan cakalang sekitar 0,03
ton/km2. Estimasi besarnya potensi lestari ikan cakalang di kecamatan kepulauan Selayar
sekitar 1266 ton/tahun. Potensi ikan layang diperkirakan sebesar 401,4 ton/tahun.
Sedangkan potensi ikan pelagis lainnya diduga sekitar 3903 ton/tahun.
1)

Korespondensi:
Jurusan Perikanan FIKP UNHAS
Jl. Perintis Kemerdekaan Km.10 Tamalanrea 90245
Telp. (0411) 5047060, Fax (0411) 586025

36

Mukti Zainuddin

Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 (1) April 2009: 36 42

ISSN: 0853-4489

Selayar sebagai kabupaten maritim dengan andalan utama sektor perikanan dan
kelautan sangat berkepentingan dalam memanfaatkan potensi perikanan pelagis tersebut
secara berkelanjutan. Terbatasnya informasi tentang daerah penangkapan ikan pelagis yang
produktif menjadi tantangan utama sustainable fisheries activities di wilayah tersebut.
Penggunaan satelit remote sensing telah terbukti memainkan peran kunci dalam pengkajian
oseanografi perikanan (Polovina et al., 2001; Zainuddin et al., 2006). Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengestimasi potensi jumlah tangkapan ikan pelagis yang diperbolehkan dan
memetakan formasi daerah penangkapan yang potensial ikan tersebut berdasarkan data
distribusi suhu permukaan laut yang diperoleh dari observasi Satelit AQUA/MODIS.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan selama lima bulan, Juni-September 2006 di wilayah
perairan Kabupaten Selayar. Pengambilan data dilakukan dengan observasi langsung ke
lapangan dengan menggunakan GPS (Global Positioning System) dan fish finder untuk
mengamati beberapa spot fishing grounds ikan pelagis yang potensial. Kegiatan wawancara
juga dilakukan dengan nelayan. Untuk mengestimasi potensi sumberdaya ikan pelagis di
sekitar perairan Selayar digunakan model produksi global yang dikembangkan Schaefer
(1954). Data yang digunakan untuk analisis ini yaitu data time series hasil tangkapan (ton)
ikan cakalang dan layang dan upaya penangkapan (trip standar) selama 10 tahun (19952004) yang bersumber dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Selayar dan Propinsi
Sulawesi Selatan. Model Surplus Produksi untuk menduga potensi hasil tangkapan
maximum lestari secara biologis dan JTB yang digunakan dalam penelitian ini (Schaefer
dalam Sparre et al., 1989):
CPUE = a bf

a2
MSY
4b

Fopt

a
2b

JTB 80% MSY


Keterangan:
Fopt
CPUE
MSY
JTB
f
a
b

= upaya optimum penangkapan MSY


= (hasil tangkapan per unit upaya)
= hasil tangkapan maximum lestari (ton)
= Jumlah hasil tangkapan yang diperbolehkan
= upaya penangkapan (trip)
= perpotongan (intercept)
= kemiringan (slope)

Data kondisi oseanografi untuk estimasi suhu permukaan laut (SPL) dari bulan Juni
sampai September 2006 (musim timur) diperoleh dari database NASA yaitu data dari satelit
AQUA dan sensor MODIS (Moderate-Resolution Imaging Spectrometer) dengan resolusi
spasial 4 km dan resolusi temporal bulanan (monthly average). Data SPL MODIS yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data binary level 3 Standad Mapped Image (SMI)
dengan format HDF (Hierarchical Data Format). Potensi sumberdaya ikan pelagis penting
Estimasi Potensi dan Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan Ikan Pelagis Di Perairan Selayar

37

Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 (1) April 2009: 36 42

ISSN: 0853-4489

seperti ikan cakalang dan layang dipetakan dengan menggunakan kisaran suhu optimumnya
(Tabel 1) setiap bulan untuk membuat prediksi sederhana tentang fishing ground-nya yang
potensial. Untuk memplot secara spasial interval SPL optimum tersebut, dikembangkan
algoritma dengan menggunakan program Interactive Data Language (IDL). Hasilnya
kemudian dianalisis dan dipetakan dengan menggunakan SEADAS (SeaWiFS Data
Analysis System) dan GMT (Generic Mapping Tool).
Tabel 1. Kisaran suhu optimum ikan cakalang dan ikan layang yang digunakan untuk
pemetaan formasi daerah penangkapan ikan
Ikan pelagis besar
Cakalang
Ikan pelagis kecil
Layang

Kisaran Suhu optimum (C)


28 - 29
21.15 28.6

Sumber :Lehodey et al., 1997; 1998; www.fishbase.org

HASIL DAN PEMBAHASAN


Potensi sumberdaya ikan cakalang dan layang di sekitar perairan Selayar cukup
besar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Maximum Sustainable Yield (MSY) untuk
masing-masing spesies adalah 203 ton/tahun dan 734 ton/tahun. Ini menunjukkan bahwa
potensi ikan pelagis yang potensial ini perlu dimanfaatkan secara optimal dengan
mengopersikan alat tangkap secara efektif dan efisien. Alat tangkap yang digunakan untuk
menangkap ikan cakalang di daerah penelitian adalah pancing joran (pole and line),
pancing tonda (trolling line), rawai tuna (tuna long line). Alat tangkap yang digunakan
untuk menangkap ikan layang antara lain pukat cincin (purse seine), jaring insang (gill net),
payang, bagan dan rawai. Sumberdaya ikan yang potensial tersebut dapat dikelola dan
dimanfaatkan secara berkelanjutan dengan mengembangkan sistem informasi geografis
formasi daerah penangkapan ikan yang produktif. Informasi spasial fishing ground ini
mengarah pada efisiensi operasi penangkapan ikan pelagis terutama ikan cakalang dan
layang di sekitar Perairan Selayar.
Secara spesifik hasil penelitian pendugaan potensi ikan pelagis menggambarkan
bahwa tingkat pemanfaatan ikan cakalang masih sekitar 15.39% dari jumlah hasil
tangkapan yang diperbolehkan (JTB) . Tingkat ekploitasi untuk ikan layang masih berkisar
49.7% dari JTB. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat hasil tangkapan (produksi) masih
perlu ditingkatkan guna memanfaatkan segenap potensi sumberdaya ikan yang ada di
Perairan Selayar. Terkait dengan kebijakan perikanan tangkap di Indonesia, mekanisme
pengelolaannya ditentukan oleh nilai MSY. Dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian,
sasaran pengelolaan perikanan tangkap telah ditetapkan 80% dari nilai MSY (DKP, 2005).
Dengan mengelola upaya penangkapan ikan cakalang dan layang pada tingkat JTB,
kesinambungan produksi yang optimal secara biologis bisa dipertahankan. Pada saat yang
sama keuntungan yang diperoleh nelayan juga akan meningkat. Untuk mendapatkan hasil
tangkapan pada level JTB, informasi tentang formasi daerah penangkapan ikan yang
potensial dari waktu ke waktu sangat dibutuhkan oleh para stakeholders, khususnya
nelayan.

38

Mukti Zainuddin

Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 (1) April 2009: 36 42

ISSN: 0853-4489

Tabel 2. Hasil pengamatan suhu lapangan dan suhu yang diperoleh dari citra MODIS pada
posisi bujur dan lintang daerah penelitian
Bujur

Lintang

Suhu Lapangan

Suhu Satelit

12024'01"

607'31"

27.50

27.81

12023'23"

610'01"

28.00

27.92

12025'05"

615'06"

27.50

27.31

12043'03"

609'06"

28.00

28.66

12036'05"

610'09"

27.50

27.33

12025'34"

646'03"

28.50

28.66

12024'51"

612'49"

28.00

27.31

12023'31"

609'31"

28.50

28.24

R
0.7

P
0.05

Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa suhu yang diperoleh dari observasi satelit
AQUA/MODIS di daerah penelitian berkorelasi positif dan signifikan dengan suhu yang
diamati di lapangan. Hal ini berarti bahwa meskipun jumlah data sampling yang relatif
kurang karena kendala teknis di lapangan, kondisi nyata variasi suhu di lapangan dapat
dijelaskan oleh data satelit pada tingkat akurasi tertentu (P=0.05). Dengan pertimbangan
tersebut, sehingga data citra satelit yang digunakan dalam penelitian ini dianggap konsisten
untuk analisis daerah penangkapan ikan pelagis yang potensial di daerah penelitian.
Keuntungan penggunaan data satelit untuk analisis daerah penangkapan ikan karena data
tersebut dapat diakses dengan cepat dan sistematis serta dapat mengjangkau daerah yang
relatif lebih luas (Synoptic). Dengan demikian variasi dan hubungan spasial antara daerah
kajian dan sekitarnya dapat diamati kecenderungan dan perubahannya.

Gambar 1. Formasi daerah penangkapan ikan yang potensial berdasarkan suhu optimum permukaan
laut untuk ikan cakalang di sekitar Perairan Kabupaten Selayar.
Estimasi Potensi dan Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan Ikan Pelagis Di Perairan Selayar

39

Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 (1) April 2009: 36 42

ISSN: 0853-4489

Hasil penelitian menunjukkan formasi daerah penangkapan ikan cakalang pada


periode musim timur (Juni-September) sangat bervariasi secara spasial dan temporal
(Gambar 1). Ini mungkin menjadi salah satu alasan kenapa tingkat penangkapan aktual
ikan cakalang masih jauh di bawah JTB. Ketidaktahuan tentang daerah potensial
penangkapan ikan dan juga musim puncak adalah alasan utama kurang optimalnya tingkat
pemanfaatan potensi ikan cakalang. Dari analisis peta SPL optimum ikan cakalang terlihat
bahwa pada bulan Juni 2006, formasi daerah potensial (FDP) hanya berada di hampir
semua Perairan Selayar. Sementara untuk bulan Juli-September (kwartal III) ikan ini lebih
banyak berada di sekitar pantai barat Sul-Sel dan Teluk Bone. Secara khusus Gambar 1
memperlihatkan bahwa pada bulan Juli ikan cakalang cenderung menempati daerah Teluk
Bone bagian selatan (4-5.5LS) dan beberapa mil di luar pantai perairan Pangkep sampai
Makassar. Pada bulan Agustus menuju ke utara Teluk Bone dan memanjang sepanjang
panatai barat. Memasuki bulan September, prediksi ikan cakalang berbalik arah menuju
lagi ke selatan wilayah Teluk Bone dan formasinya di pantai barat terlihat konstan. Tetapi
pada bulan ini, suhu potensial untuk ikan cakalang muncul dari arah selatan yang berintrusi
sekitar pulau Kalautoa pada posisi sekitar 7.2-8LS dan 121.3-122.5BT. Kenyataan ini
membuktikan bahwa musim produktif ikan ini terjadi pada kwartal kedua khususnya pada
bulan Juni (berdasarkan data penelitian ini). Hasil ini konsisten dengan data lapangan
(observasi dan wawancara) serta data statistik DKP Selayar (2006), dimana puncak musim
cakalang terjadi pada kwartal II (April-Juni) (Gambar 2).

Gambar 2. Tingkat hasil tangkapan ikan cakalang (----) dan layang (----) pada setiap
kwartal pada tahun 2006 di Perairan Selayar.
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa potensi sumberdaya ikan cakalang
yang ada di perairan Selayar merupakan sumberdaya temporer (tidak tetap) dan bukan
merupakan sumberdaya endemik daerah tersebut. Ikan ekonomis penting ini hanya
melakukan lintasan di daerah Selayar pada waktu dan tempat tertentu, yaitu salah satunya
di bulan Juni. Dari pantai barat Sul-Sel, ikan ini bergerak menuju Teluk Bone melalui selat
antara Pulau Selayar dan Wilayah Bulukumba dan juga diduga melalui Pulau sekitar
40

Mukti Zainuddin

Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 (1) April 2009: 36 42

ISSN: 0853-4489

Tambolongan, Jampea dan Bonerate. Jalur migrasi ikan cakalang berdasarkan hasil
penelitian ini diduga mengikuti pergerakan aliran arus ITF (Indonesian Throughflow) di
sekitar Pulau Sulawesi yaitu dari Selat Makassar (pantai barat Sul-Sel) melalui Laut Flores
(sekitar perairan Selayar) menuju Teluk Bone atau menuju Samudera Hindia melalui selat
Lombok. Ikan cakalang masuk ke daerah penelitian diduga melalui Selat Makassar dan
Laut Flores bagian tenggara sekitar Pulau Kalautoa seperti terlihat pada bulan September
(Gambar 1).

Gambar 3. Formasi daerah penangkapan ikan yang potensial berdasarkan Suhu optimum
Permukaan Laut untuk ikan layang di sekitar Perairan Kabupaten Selayar.
Berdasarkan penelitian terlihat bahwa potensi ikan layang yang mencapai sekitar
734.9 ton/tahun umumnya menempati Perairan Selayar pada musim timur kecuali pada
bulan Agustus (Gambar 3). Pada bulan ini ikan layang menyebar pada berbagai lokasi
yaitu berada pada Teluk Bone bagian selatan, sekitar perairan Makassar dan bagian selatan
wilayah perairan Selayar. Hal ini berarti ikan layang bersifat endemik (cenderung lebih
sering dijumpai) di daerah penelitian. Secara spesifik terlihat bahwa pada bulan Juni ikan
layang berada pada lokasi yang spesifik yaitu pantai barat dan timur Pulau Selayar, sebelah
timur Pulau Tambolongan dan Pulau Polassi serta di Kepulauan Takabonerate. Fakta ini
Estimasi Potensi dan Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan Ikan Pelagis Di Perairan Selayar

41

Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 (1) April 2009: 36 42

ISSN: 0853-4489

menunjukkan bahwa dengan area yang relatif terbatas di Perairan Selayar ikan ini dapat
dieksploitasi dengan densitas yang tinggi, sehingga hasil tangkapan dapat diperoleh dalam
jumlah yang relatif lebih besar. Hal ini dibuktikan dengan data statistik kwartal II tahun
2006 dimana hasil tangkapan layang tertinggi diperoleh pada periode tersebut (Gambar 2).
Pada bulan Juli daerah potensial ikan ini menempati sekitar 2/3 daerah kajian, tetapi pada
bulan Agustus justru ikan layang tidak berada di wilayah perairan Selayar. Sementara
untuk bulan September atau akhir musim Timur ikan layang kembali menyebar luas dengan
indikasi wilayah optimum menyebar kemana-mana, sehingga memungkinkan nelayan tidak
efisien mencari gerombolan ikan untuk ditangkap. Dengan kondisi pada bulan JuliSeptember tersebut, nelayan tidak bisa memperoleh ikan layang dalam jumlah yang besar.
Hal ini konsisten dengan data statistik dimana hasil tangkapan pada kwartal III yang
cenderung mengalami penurunan (Gambar 2).
KESIMPULAN
Daerah potensial untuk memprediksi keberadaan potensi ikan pelagis seperti ikan
cakalang dan layang dapat dipetakan dengan menggunakan citra satelit infrared MODIS.
Pemetaan ini didasarkan pada SPL optimum untuk masing-masing ikan yang telah diteliti
sebelumnya. Penelitian ini memperlihatkan bahwa hasil tangkapan yang relatif besar pada
bulan Juni konsisten dengan kondisi SPL optimum ikan. Kemampuan dalam memetakan
potensi ikan diharapkan dapat membantu nelayan dalam menangkap ikan di laut dengan
efektif dan efisien dalam batasan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (TAC).
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Perikanan Kabupaten Selayar. 2006. Laporan Tahunan Dinas Perikanan Kabupaten
Selayar. Benteng.
Dinas Perikanan Propinsi Dati I Sulawesi Selatan. 1996-2005. Laporan Statistik Perikanan
Sulawesi Selatan. Makassar.
.Lehodey, P., Bertignac, M., Hampton, J., Lewis, A. and Picaut, J. 1997. El Nio southern
oscillation and tuna in the western Pacific. Nature 389:715-718.
Lehodey, P., Andre, J.M., Bertignac, M. 1998. Predicting skipjack tuna forage distributions in
the equatorial Pacific using a coupled dynamical bio-geochemical model. Fish. Oceanogr.
7: 317-325.
Mallawa, A. Najamuddin, Zainuddin, M., Musbir, Safruddin, dan Fahrul. 2006. Studi Pendugaan
Potensi Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Kabupaten Selayar. Kerjasama Litbang
Kabupaten Selayar. Selayar.
Polovina, J.J., Howel, E., Kobayashi, D.R. and Seki, M.P., 2001. The transition zone chlorophyll
front, a dynamic global feature defining migration and forage habitat for marine
resources. Progress in Oceanography 49: 469-483.
Sparre, P., E. Ursin and S. C. Venema. 1989. Introduction to tropical fish stock assessment.
Part I Manual. FAO Fisheries Technical Paper 306/1. FAO of the UN. Rome.
Venema, S. C., 1997. The Assessment of the Potential of the Marine Fishing Resources of
Indonesia. Report on the Indonesia/FAO/Danida Workshop FAO-UN, Rome
Zainuddin, M, Kiyofuji, H, Saitoh, K and Saitoh, S. 2006. Using multi-sensor satellite remote
sensing and catch data to detect ocean hot spots for albacore (Thunnus alalunga) in the
northwestern North Pacific. Deep-Sea Research II, 53: 419-431.

42

Mukti Zainuddin

You might also like