Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 6

KHOYBAH JUMAT

KEWAJIBAN PEMERINTAH DAN RAKYAT

Khutbah Pertama:











: .





Maasyiral muslimin rahimakumullah,
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Taala, sesembahan yang Mahaperkasa yang
menguasai alam semesta. Saya bersaksi bahwasanya tidak ada yang berhak untuk diibadahi
dengan benar kecuali Allah Subhanahu wa Taala semata dan saya bersaksi bahwa Nabi
Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah hamba dan utusan-Nya. Shalawat dan salam
semoga tercurahkan kepada sayyidul-anbiyai wal mursalin, nabi kita Muhammad dan
keluarganya, para sahabatnya, serta seluruh kaum muslimin yang senantiasa mengikuti
petunjuknya.
Hadirin rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Taala dan senantiasa
mengingat bahwa Allah Subhanahu wa Taala telah mensyariatkan kepada hamba-hambaNya agama yang mulia dan sempurna. Telah datang di hadapan kita syariat Allah Subhanahu
wa Taala yang berisi aturan yang sempurna dan mengajak kepada kemuliaan. Oleh karena
itu, barang siapa yang menginginkan aturan yang sempurna namun tidak mau mengikuti
syariat Allah Subhanahu wa Taala, tidaklah yang dia dapat selain aturan yang penuh
kekurangan. Barang siapa menginginkan kemuliaan namun berpaling dari syariat Allah
Subhanahu wa Taala, tidaklah yang dia dapat selain kehinaan.
Hadirin rahimakumullah,
Di antara syariat yang Allah Subhanahu wa Taala turunkan melalui Rasul-Nya shallallahu
alaihi wa sallam yang mulia tersebut adalah petunjuk yang mengatur kewajiban rakyat
terhadap penguasanya dan kewajiban penguasa terhadap rakyatnya.
Adapun kewajiban rakyat terhadap penguasanya, di antaranya adalah mendengar dan
menaatinya. Artinya, wajib bagi masyarakat untuk menjalankan apa yang diperintahkan atau
meninggalkan apa yang dilarang oleh penguasa muslim selama tidak bermaksiat terhadap
Allah Subhanahu wa Taala dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam. Sehingga, apa saja
yang diwajibkan oleh pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah dari berbagai aturan

yang mengatur kehidupan bermasyarakat, harus didengar dan ditaati selama tidak bermaksiat
kepada Allah Subhanahu wa Taala dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam. Adapun
jika aturan tersebut melanggar syariat Allah Subhanahu wa Taala, maka tidak ada kewajiban
untuk menaatinya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,





Wajib bagi seorang muslim untuk mendengar dan menaati (penguasa), baik dalam perkara
yang disukai maupun dibenci kecuali jika diperintah untuk berbuat maksiat. Apabila
diperintah untuk berbuat maksiat, maka tidak ada kewajiban untuk mendengar dan taat.
(Muttafaqun alaih).

Hadirin rahimakumullah,
Perlu diketahui bahwa ketaatan kepada penguasa ini meliputi ketaatan pada peraturanperaturan yang mengatur kemaslahatan masyarakat baik yang berkaitan dengan perizinan,
peraturan lalu lintas, maupun kependudukan, dan sebagainya, selama tidak bertentangan
dengan syariat Allah Subhanahu wa Taala.
Hadirin rahimakumullah,
Termasuk kewajiban masyarakat terhadap penguasa adalah memberikan nasihat kepada
penguasa. Yang dimaukan dari nasihat ini adalah demi semakin baiknya keadaan suatu negeri
dan bukan untuk menjatuhkan wibawa atau menyebarkan kejelekannya sehingga tersiar dan
diketahui oleh semua orang. Jika yang dilakukan justru menjatuhkan dan menyebarkan
kejelekan-kejelekannya, maka hal itu bukanlah nasihat. Bahkan itu adalah cercaan yang akan
menyulut kebencian rakyat kepada pemerintah dalam seluruh kebijakan dan upaya yang
dilakukannya, meskipun hal tersebut (kebijakan atau upaya pemerintah itu) adalah sesuatu
yang baik dan benar. Masyarakat tidak lagi percaya, mendengar, dan taat kepada penguasanya
yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya kekacauan, pertikaian, bahkan pertumpahan
darah di tengah-tengah masyarakat.
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Tidaklah dimungkiri bahwa penguasa sebagaimana manusia lainnya tentu tidak akan terlepas
dari kesalahan. Begitu pula telah dimaklumi bahwa kesalahan tidaklah boleh didiamkan.
Namun, yang mesti dilakukan bagi orang yang ingin memberi nasihat, lebih-lebih kepada
penguasa adalah agar melakukannya dengan hikmah. Dia menasihatinya tidak di hadapan
khalayak, sebagaimana yang diatur dalam petunjuk Nabi shallallahu alaihi wa sallam,





Barangsiapa hendak menasihati penguasa dalam suatu perkara, janganlah dia melakukannya
di depan khalayak. Akan tetapi, lakukanlah bersendirian dengannya. Jika (nasihat tersebut)
diterima, itulah yang diinginkan. Jika tidak, dia telah menjalankan kewajiban terhadapnya.
(HR. Ahmad danyang lainnya. Dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh al-Albani dengan berbagai
jalannya)
Kaum muslimin rahimakumullah,
Menasihati penguasa dengan menyebutkan kekurangan dan aib mereka di depan khalayak
dan memprovokasi masyarakat untuk turun ke jalan-jalan dengan membawa spanduk yang
bertuliskan hujatan-hujatan kepada penguasa bukanlah cara yang hikmah dan tidak sesuai
dengan petunjuk Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Jangan sampai kaum muslimin
terpancing oleh orang-orang yang menggunakan cara yang tidak hikmah, yaitu tidak
menggunakan aturan yang telah disyariatkan Allah Subhanahu wa Taala serta tidak melihat
dampak/akibat dari perbuatannya.
Cara seperti itu tidak akan memperbaiki, bahkan terkadang perbuatan tersebut disusupi oleh
orang-orang yang memang punya maksud jahat dan tidak menginginkan kebaikan untuk
negeri ini sama sekali. Sekali lagi, kaum muslimin harus berhati-hati untuk tidak ikut dan
terprovokasi mengikuti cara-cara yang tidak hikmah tersebut.
Hadirin rahimakumullah,
Adapun kewajiban penguasa terhadap rakyatnya, semestinya orang yang dikaruniai
kekuasaan memahami bahwa dirinya sedang memikul tugas dan amanat yang besar. Seorang
penguasa haruslah meluruskan niatnya dalam mengemban tugasnya. Yaitu, agar semua
kebijakan dan aturan yang dibuat adalah demi menegakkan agama Allah Subhanahu wa
Taala di muka bumi serta untuk menegakkan keadilan dan menghilangkan kezaliman sekuat
kemampuannya.
Wajib bagi penguasa untuk berbuat adil dalam menghukumi rakyatnya. Tidak membedabedakan rakyatnya dengan melebihkan atau membela yang berbuat salah, dan yang
semisalnya.
Begitu pula wajib bagi penguasa untuk tidak menyakiti rakyatnya, baik yang berkaitan
dengan darah, harta, maupun kehormatan mereka.
Tidak boleh pula memanfaatkan kekuasaan untuk meluluskan dan menuruti semua keinginan
hawa nafsunya. Bahkan seorang penguasa harus mengingat bahwa kekuasaan yang sedang
diembannya bisa saja seketika akan hilang darinya.
Apabila dia semena-mena terhadap rakyatnya, maka sangat mungkin dia pun akan dihinakan
oleh masyarakat disaat dirinya tidak lagi berkuasa.

saat di hari saatnya datang akan bahwa memahami harus penguasa seorang itu, dari Lebih
shallallahu alaihi Nabi kepemimpinannya. atas pertanggungjawaban dimintai akan dirinya
bersabda, wa sallam




kekuasaan padanya berikan Subhanahu wa Taala Allah yang hamba, seorang Tidaklah
curang berbuat meninggalnya keadaan dalam dunia meninggal dan rakyat memimpin untuk
surga. jannah/ baginya haramkan Subhanahu wa Taala Allah melainkan rakyatnya, terhadap
Muslim). dan al-Bukhari (HR.
sehingga kewajibannya menunaikan untuk penguasa dan masyarakat bagi semestinya Sudah
pertikaian. dan kerusuhan dari jauh serta damai, aman, yang keadaan terwujud akan



.

Khutbah Kedua:




.





.
:
rahimakumullah, muslimin Maasyiral
Apa sebaliknya. dan penguasanya kepada masyarakat kewajiban sebagian ketahui kita Telah
kepada taat wajibnya tidak menganggap yang muslimin kaum sebagian oleh dilakukan yang
bolehnya menganggap bahkan taat, dan mendengar kewajiban dari keluar boleh dan penguasa
shallallahu Nabi besar. kekeliruan adalah sah, yang muslim penguasa kepada memberontak
bersabda, alaihi wa sallam







siapa barang Subhanahu wa Taala, Allah menaati telah dia maka menaatiku Barangsiapa
Subhanahu wa Taala, Allah kepada bermaksiat telah dia maka kepadaku bermaksiat yang
yang siapa barang dan aku, menaati telah dia maka penguasaku menaati barangsiapa
dan al-Bukhari (HR. kepadaku. bermaksiat telah dia maka penguasaku, terhadap bermaksiat
Muslim).
rahimakumullah, Jumat Jamaah
untuk dianjurkan yang saleh amal termasuk diketahui, perlu juga yang hal antara Di
mereka. untuk kebaikan mendoakan adalah penguasanya terhadap rakyat oleh dilakukan
dan hidayah memberikan agar Subhanahu wa Taala Allah kepada memohon Yaitu
atasnya. di istiqamah serta diridhai-Nya yang jalan kepada mereka menunjuki

Subhanahu wa Allah mudah-mudahan pemerintah, untuk kebaikan mendoakan Dengan


sebagaimana pemimpin sebaik-baik muslimin kaum kepada mengaruniakan Taala
hadits, dalam disebutkan






mencintai merekapun dan mereka mencintai kalian yang adalah kalian penguasa Sebaik-baik
mendoakan kalian dan kalian untuk )(kebaikan mendoakan mereka yang pula begitu kalian,
mereka dan mereka membenci kalian yang adalah kalian penguasa Sejelek-jelek (kebaikan).
kalian. mencaci-maki pun mereka dan mereka mencaci-maki kalian serta kalian membenci
Muslim). (HR.

justru yang muslimin kaum sebagian oleh dilakukan yang apa nyata yang kesalahan Sebuah
mereka. maki mencaci dan penguasa menjelek-jelekkan untuk kesibukannya menjadikan
kejelekan dengan bersabar yang muslim seorang bagi besar yang keberuntungan Sebaliknya,
dengan Bahkan mereka. maki mencaci dari lisannya menahan dengan penguasanya
dengan Diharapkan penguasanya. untuk kebaikan mendoakan justru dia dadanya, kelapangan
shallallahu alaihi wa Nabi setimpal. yang kebaikan mendapatkan akan pun dia itu, sikap
bersabda, sallam


:

dengan saudaranya untuk )(kebaikan mendoakan yang muslim hamba seorang Tidaklah
seperti untukmu dan Amin, mengatakan, akan malaikat kecuali sepengetahuannya tanpa
Muslim). (HR. saudaramu). untuk doakan engkau (yang
dan kita diri-diri memperbaiki untuk Subhanahu wa Taala Allah kepada memohon Kita
muslimin. kaum seluruh





:

][56:

: ))

.
((



.




.

.


.






You might also like