Budi Haryanto
Pengaruh Pemilihan Kondisi Batas, Langkah Ruang, Langkah Waktu dan
Koefisien Difusi pada Model Difusi
PENGARUH PEMILIHAN KONDISI BATAS, LANGKAH RUANG, LANGKAH WAKTU dan
KOEFISIEN DIFUSI pada MODEL DIFUSI
Budi Haryanto
Dosen pada Fakultas Teknik Universitas Mulawarman
Abstract
Diffusion is one of the important processes involved in pollutant transport. In this study, diffusion
equation and its performance were investigated through hypothetical thermal diffusion model. Various
boundary conditions, time step, space step, and diffusion coefficients were applied in the model. Result of
this study shows that diffusion process will last faster ot higher diffusion coefficient. Moreover, the use of
free radiation boundary condition type causes the variables at the boundary will remain, that is contrary to
that of reflective and partly reflective boundary conditions. In addition, truncation error can be minimized
y D(At/ dx?) = 0,5
PENDAHULUAN
Persoalan-persoalan polusi di lingkungan
kita baik berupa pencemaran sungai, daerah pant
maupun polusi yang terjadi di udara (atmosphere)
hampir selalu dapat disimolasikan atau ditiukan
phenomena kejadiannya melalui sebuah model
tmatematika, Kuantitas fisik dari zat penyebab
polusi(polutan) dari masalah-masalah di ata dapet
berupa massa polutan, salinitas, temperature air dan
lain sebagainya, Dengan ’ demikian, model
matematika dapat digunakan sebagai elat bantu
analisis dan simulasi terhadap berbagei skenario
keejadian pencemaran sehingga dapat diambil
langkah penanganan yang teat
Dalam pemodelan transport _polutan,
terutama model matematika, pengambilan asumsi
pada batas domain komputasi (boundary
condition), langkah waktu («ime increment) dan
langkah riang (space step) sangat mempengaruhi
hasi! model secarasignifikan. Oleh karena itu pers
difakukan Kajian untuk mengetabui unjuk kerja
model terkait asumsi kondisi bata, langkah waktu
dan langkah ruang yang dipilh. Dengan demikian
dapat diketainuiprilaku model seeara lebih tepat
akibat pengaruh pengambilan time and space step
dan asumsi boundary condition yang digunakan,
Informasi yang diperoleh tersebut akan sengat
bberguna bagi simulasi matematis untuk Kasus-Kasus
menyangkut transport polutan
i alam, proses penyedaran polutan teyjadi
melalui dua proses utama yaitu difusi dan adveksi,
dan dapat diangeap dua mekanisme yang terpisah
Dalam. penelitian ini, perhatian lebin dahulu
ditujukan pada _mekanisme yang pertama_yaitu
proses difisi. Oleh Karena itu kajian mengen
pengaruh pengambilan asumsi-asumsi seperti yang
dimaksud di atas akan digplikasikan pada
pemodelan diftsi dan dibatasi pada pemodelan
polutan yang bersifat konservatif. Kajian dilakukan
dengan memodelkan kasus difusi hipotetis dengan
‘menerapkan variasi time and space step dan asumsi
boundary condition pada model tersebut
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam model matematika, _mekanisme
penyebaran polutan dalam media tertentu
sepenuhnya dikendalikan oleh governing equation
berupa persamaan transport polutan. Persamaan
tersebut tergantung pada sifat materi polutan itu
sendiri, apakah termasuk kategori non-conservative
atau materi yang tergolong conservative. Polutan
yang bersifat non-conservative adalah polutan yang
Gapat_meluruh melalui mekanisme penguraian
biologis atau karena reaksi kimia meskipun tanpa
melibatkan proses transport polutan atau difusi.
Sebaliknya, materi yang bersifat conservative
hanya akan terdilusi atau tersuspensi bila terjadi
proses transport (misalnya Karena aliran fluida) dan
atau difusi (Kautitas, 1983).
Proses penyebaran polutan i alam, balk
materi nomconservative maupun conservative,
melibatkan dua mekanisme utama, yaitu difusi dan
adveksi. Difusi menggambarkan proses bertambah
luasnya areal penyebaran polutan yang disebabkan
oleh gerakan acak molekul-molekul polutan
(Brownian motion), Adspun adveksi merupakan
proses angkutan bahan polutan oleh arus atau aliran
fluida dengan kecepatan penjalaran sama dengan
kecepatan aliran fluida tersebut. Pada kejadian
tertentu, difusi lebih dominan dibanding adveksi
atau sebaliknya,
Perumiusan persamaan yang menyatakan
fenomena sebaran polutan diturunkan berdasar
persamaan umum angkutan massa pada fluida
mengelir (Hukum Konservasi Massa) dan Hukum
‘Jurnal “APLIRA®, Volume 8 Nomor 1, Pebruari 2008Budi Haryanto
Fick tentang difusi Fischer, 1973 dalam Rahardjo,
1993), Dalam pembahasan adveksi-difusi pada
cairan yang mengalir diasumsikan bahwa proses
adveksi dan difusi adalah dua proses terpisah dan
dapat digabungkan. Hal ini berarti ada anggapan
bbahwa proses difusi pada fluida yang mengalir
ianggap sama dengan proses difisi pada fluida
diam (Luknanto, 1992). Dengan demikian, dalam
penyajian persamaan angkutan polutan, fluks difusi
dapat ditulis bersama-sama dengan fluks adveksi
atau fluks difusi dipisabkan menjadi suku
tersendiri.
Berhubung penelitian ini lebih ditujukan
pada proses difusi, penurunan persamaan angkutan
polutan untuk selanjutnya lebih diarahkan pada
proses difusi itu sendiri. Secara matematis hal ini
pada akhimya akan dapat dipenuhi dengan
memberikan nilai variabel kecepatan aliran fluida
sama dengan nol. Arti fisik dari keadaan itu adalah
bbahwa penyebaran polutan terjadi pada fluida diam
atau tidak mengalir. Jadi penyebaran polutan
sepenuhnya terjadi Karena proses difusi tanpa
kontribusi adveksi sama sekali
HUKUM FICK dan PERSAMAAN DIFUSI
Untuk peristiwa difusi, Adolf Fick, seorang
ahli fisika Jerman menyatakan bahwa:
Pada arah tertentu, massa dari suatu bohan
terlarut yang melewati suatu luasan tertentu tgp
unit waktu adalah sebanding dengan gradien
onsentrasi bahan terlarut pada arah tersebut
Untuk proses difusi | dimensi, Hukum Fick
dapat dinyatakan dalam rumus matematika sebagai
berikut.
aaa
& -)
dengan F adalah fluks massa bahan terlarut,
¢ konsentrasi bahan terarat dan D adalah koefisien
difusi, Tanda minus menunjukkan babwa bahan
terlart terangkut dari tempat yang, berkonsentrast
tinggi ke_tempat_ yang berkonsentasi_tendah.
Hukum Fick adalah suatu pemyataan yang
mmengkorelasikan fluks suatu massa dengan gradien
konsenrai.
Pada suatu pias ruang 3 dimensi berbentuk
ieubus (Gambar. 1), jika kuantitas material dapat
diyatakan dengan Konsentrasi material tersebut,
maka pada suatu periode 4, perubahan
onsentrasi polutan dalam pias harus sama dengan
jumlah netio fluks yang masuk selama periode
tersebut. Dalam bentuk formulasi matematika
pernyataan tersebut dapat ditulis sebagai berikut,
Pengaruh Pemilihan Kondisi Batas, Langkah Ruang, Langkah Waktu dan
Koefisien Difusi pada Mode! Difusi
€ “Peace
F.(0)-F (re aayae
F-0)- Grains
(2)
(Fe)- F, (e+ ae)jaxay
dengan:
F,lc+ax)= F,(5)+ 2 ae
Gambar 1. Diagram KonservasiKonsentrasi
Polutan Terlarut pada Pias 3
Dimensi
Pada persamaan di atas_—faktor
A*AYA? depat dihilangkan sehingga persamaan
(2) menjadi:
de, aF, | OF,
Bye o
as ee 3)
Fluks —polutan yang mas dan
rmeninggalkan pias tersebut di atas adalah fMuks
difisi. Fluks difusi, sesuai dengan pendekatan
Hukum Fick, merupakan gradien konsentrasi
dikalikan dengan suatu koefisien difui, sehingga
dapat ditulis sebagai berikut.
FE
“p &
i (4)
Dengan mensubstitusikan persamaan (4)
pada persamaan (3) diperoleh
ee at %)
J+2[p=| =0
at &, ee), 6)
dengan i= 1,2,3;dan D koefisien dist
Persamaan (5) diatasdikenal_sebas:
persamaan penyusun proses difusé untuk 3 dimensi
Apabila konsentrasi ¢ di atas diganti dengan
temperatur T dan ditulis dalam bentuk dua dimensi,
‘maka persamaan (5) menjadi
Turnal “APLIKA®, Polume 8 Nomar 1, Pabruari 2008Budi Haryanto
Pengaruh Pemilihan Kondisi Batas, Langkah Ruang, Langkah Waktu dan
Koefisien Difusi pada Model Difusi
6)
Untuk fuida steady dan uniform, persamaan
(6) dapat itulis sebagai berikut
2
Tp S027
a oe o
a
Dalam bentuk 1 dimensi, maka persamaan
(7) menjadi
or
T
o 48)
Persamaan (8) inilah yang dikenal sebagai
persamaan penyusun (Governing Equation) untuk
proses difusi dalam I dimensi
APLIKASI SKEMA NUMERIK
Dengan menggunakan skema _ekplisit
diferensi hingga (Finite Difference), persamaan
difusi (Pers. 8) dapat ditulis sebagai berikut
Te Thy Tin = 2M + They
J Ty _ py Tiny = 20 Ty
ar A? o
Taare safe gute
, ese
eee
se = t
Hannan ,
Gambar2, Domain Komputasi Model Difusi
1D
Selanjutnya, skema_numerik yang. telah
diperoleh di atas (Pers. 9) akan diaplikasikan pada
persoalan difusi hipotetis berupa fluida tidak
‘mengalir dengan kedalaman d=5m seperti yang
dilustrasikan dalam Gambar 2. Kondisi betas hulu
temperatur polutan (Tye) dimisalkan Konstan
sebesar 32°C, sedangken kondisi awal temperatur
air (initial condition) adalah 27°C. Adapun
koefisien difusi (D) diambil sebesar 0,2; 0,4; 0,6;
08 dan 1 m°Mdetik, Variasi batas hilir yang
diterapkan—adelah reflective boundary
Foon Try, party refecve bowndory
Teo =Tory dan free radiation
Fes =n Torny,—okasi tik
pengamatan A, B dan C masing-masing berjerak
1000 m, 5000 m dan 10000 m dari suber polutan.
ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil simulasiyang telah dlilkukan
diperoleh hasil-hasil seperti yang akan diuraikan di
buawah ini.
1. Pengaruh batas hilir pada model difusi
‘Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya
‘bahwa batas hilir (Boundary Condition) yang
digunakan adalah jenis reflective boundary, partly
reflective boundary dan free radiation, denis
pertama, reflective boundary, berarti menganggap
bahwa panas yang merambat melalui mekanisme
gerak acak molekul air (gerak Brown) ekan
Gipantulkan Kembali pada batas hilir daerah
Komputasi. Sedangkan pada partly reflective
boundary menganggap bahwa temperstur air di
sebelah hilr dari batas hilirdaerah Komputasi sama
dengan temperatur air pada batas hilir di setiap
langkah waktu, Pemaksian jenis batas hilir free
radiation menganggap temperatur ait di sebelah
hulu dan hilr dar batas hile bervarisi liner.
Dengan D=1 mi/detik, dx=500_m,
Trowee=32°C dan Tyys=27°C, hasil penelitian
memperlihatkan bahwa pemaksian batas bili
reflective boundary, partly reflective boundary
renghasilkan grafik kenaikkan temperatur air pada
tikettik pengamatan A, B dan C terjadi secera
asimptotis mendekati temperatur source. Bats bili
Jree radiation menyebsbkan hitungan numerik
temperatur air pada tit-titk yang diamati akan
meneapai Kondisi stabil pada temperatur tertentu
(emperatur stabil), yang seban
perbandingan jarak’ vit yang
sumber polutas dan selsihtemperaturawal dengan
temperatur polutan atau Ty lat Lampiran 1a;
1.b; Le dan Lampiran 2). Pemaksian batas hilir
Jenis ketiga juga menyebabkan temperatur air pada
bates hilir tidak terperbaharui sama sekali, atau
sama dengan inital condition yang diberikan,
Selanjutnya, hasil simulasi dengan
menggunakan batas hilir free radiation
memperlihatken bahwa —distribusi_temperatur
Jurnal “APLIKA”, Volume 8 Nomor 1, Pebruari 2008Budi Haryanto
Pengaruh Pemilihan Kondisi Batas, Langkah Ruang, Langkah Waktu dan
Koefisien Difusi pada Mode! Difusi
tethadap jarak menurun secara_linier dengan
temperatur maksimal sama dengan temperatur
polutan dan minimal, yang terjadi di batas hilir,
sama dengan temperatur awal. Hasil tersebut
berbeda dengan yang diperoleh pada pemakaian
batas hilir jenis pertama dan kedua (Lempiran 2).
Hal ini sesuai dengan tinjauan analitik persamaan
difusi berikut,
Persamaan 8 yang ditulis kembsli,
7 _ jer
a &
Dengan menggunakan skema differensi
binge, Pereamean 8 menja
Tg? =15 +d -20% +7
an)
(10)
Pada batas hili, ie free radiation,
=My ay
‘dengan i, il dan i+] berturut-turut adalah tik grid
Mepettion Persamaan (16) dan (17)
terlhat bahwa Kenaikan temperatur air terbadap
waktu. dengon_menggunakan_jenis batas hil
reflective boundary adalah dua kali lebih besarjika