Preskas CHF

You might also like

Download as docx or pdf
Download as docx or pdf
You are on page 1of 30
LAPORAN PRESENTASI KASUS KOASS INTERNA (@eriode 31 Maret — 7 Juni 2014) Congestive Heart Failure et causa Old Anterior Myocardial Infarction UNIVERSITAS Ee YARS I... aa: FAKULTAS KEDOKTERAN AISYAH 1102010255 Kepaniteraan Klinik Imu Penyakit Dalam RSUD Pasar Rebo RIZKY Pembimbing: Dr. Herawati Isnanijah, Sp. JP SMF JANTUNG RSUD PASAR REBO JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI JULI 2014 STATUS PASIEN Identitas Pasien Nama Ta J Usia 52 tahun Pekerjaan Taki Laka Alamat Jl. Kober No.52 RT 07/RW 02 Kramat Jati No RM 2013 - 452866 Ruang Rawat Flamboyan Tenggal pemeriksaan : 26 Juni 2014 A. ANAMNESA Anamnesa dilakukan dengan autoanamnesis terhadap pasien dan aloanamnesa teshadap istri pasien Kauhan utama: Sesak napas sejak 5 jam SMRS. Keuhan tambahan: Keringat dingin, lemas, dan batuk kering. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo dengan keluhan sesak napas sejak 5 jam SMRS. Keluhan tersebut dirasakan timbul dengan tibatiba saat sedang beristirahat Keluhan tersebut disertai Keringat dingin dan seluruh badan terasa lemas. Istri pasien mengaku bahwa keluhan sesak napas sudah dialami pasien setiap hari selama satu minggu SMRS saat beristirahat pada malam hari, namun keluhan tersebut hanya timbul sebentar dan hilang sendiri, Pasien juga mengeluh sering mengalami batuk kering pada malam hari dan terkadang terbangun akibat keluhan tersebut Pasien mengaku cepat lelah dan ngos-ngosan jika berjalan 100 meter sejak 1 bulan SMRS. Keluhan sakit kepala mual dan muntah disangkal oleh pasien, Pasien juga tidale mengelami bangkak di kedua kekinya BAB dan BAK diakoui normal Sejak 30 tahun pasien termasuk perokok berat, Sehari mampu menghabiskan 1-2 bungkus perhari, namun saat ini pasien mengelcu sudah berhenti merokok selama 2 bulan terakhir Pasien mengaku sangat gemar maken masalcan bersantan dan daging-dagingan terutama daging kambing. Pasien mengaku kurang dalam berolahraga Riwayat penyakit dahulu 1, Pasien mengaiu belum pemah mengelami keluhan seperti ini Riwayat alergi obat (-) Riwayat merokok (+) Riwayat hipertensi (+) Riwayat diabetes Mellitus (-) 6. Riwayat Asma (-) Riwayat Penyakit keuarga Istri pasien mengeku bahwa paman pasien mengalami keluhan yang sama dan wee meninggal dunia 2 bulan yang Lalu B, STATUS GENERALIS 1. Kesadaran sakit sedang 2. Keadaan umum Compos mentis, 3. Tekanan darah 170/100 mmHg 4. Nadi 5. Suhu 6. Pemapasan ASPEK KEJIWAAN 1. Tingkel laku Proses piker 3. Kecerdasan PEMERIKSAAN FISIK Kepala 1. Bentuk 2. Posisi Mata 1. Exophthalmus Enopthalmus Edema kelopak Konjungtiva anemi Sklera ikterik Tdinga 1. Pendengaran 2. Darah & cairan Mulut 1. Trismus Faring Lidah Uvula Tonsil 104x/menit, frekuensi teratur 36,8°C 24x/menit, teratur dalam batas normal dalam batas normal dalam batas normal normochepal simetris Tidak ada Tidak ada Tidak ada a Bak Tidak ditemukan Tidak ada Dalam batas normal Lidah tidak kotor berwama putih, tidak deviasi Letak ditengeh, tidak deviasi TI-T1 Leher 1. Trakea Tidak deviasi 2. Kelenjartiroid Tidak ada pembesaran 3. Kelenjar limfe Tidak ada pembesaran 4. IVP (5+2 cmH:0) Paru-paru 1. Inspeksi : Pergeralcan dinding dada simetris pada keadaan statis dan dinamis kanan kkni, tidak terlihat luka, Iulit kemerahan atau penonjolan 2. Palpasi Tidak teraba kelainan dan masa pada seluruh lapang paru, Fremitus taketil dan vocal statis dan dinamis kanan kisi 3. Perisusi Terdengar sonor pada seluruh lapang paru 4. Auskultasi: Suara dasar napas vesicular +/+, ronkhi -/-, wheezing -I- Jantung 1 Inspeksi Iktus cordis terlihat di ICS 5 linea mit Palpasi - Iktus cordis teraba Perkusi lavicula sinistra ‘© Batas jantung kanan di ICS 5 linea stenalis dextra ‘© Batas jantung kiri di ICS 5 di 2 jari sebelah kiri linea midclavilula sinistra © Batas pinggang jantung di ICS 3 linea stemalis sinistra 4 Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, gallop (-) murmur () Abdomen 1 Inspeksi : Datar 2 Auskultasi - Bising usus (+) normal 3 Perkust : Timpani pada seluruh kuadran 4 Palpasi : Nyeri tekan ulu hati (-), hepar tidak membesar, permukean rata, nyeri tekan (.), lien tidak teraba membesar. Refleks hepato jugular (-) Ekstremitas 1. Aleral hangat pada ekstremitas atas dan baweh kanan kiri 2. Edema negatif pada ekstremitas atas dan baweh kanan kiri C. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium (26-06-2014) Hematologt Hemoglobin 13,8 g/dL Hematoknit 47% Leukosit 12730 aL Trombosit 299.000 iL Kimia Klinik SGOT (AST) 31 UL SGPT (ALT) 78 UIL CK-—NAC (CK TOTAL) | 142 U/L CK-MB 9 UIL Troponin T 50 - 100 ng/L Ureum Darah 21 mgidL Kreatinin Darah 121 mg/dL Gula Darah Sewaltu 109 mgidL Troponin T + <50ng/L =masih mungkin IMA, ulang 3-6 jam + 50-100 ng/L = mungkin IMA, ulang untuk lihat peningkatan = 100-2000 ng/L= mungkin IMA + > 2000 ng/L = sangat mungkin IMA Laboratorium (01-07-2014) Ureum Darah 34 mgd. Kreatinin Darah 0.59 mgidL eGFR 152.2 mL/min/1.73 2 Laboratorium (01-07-2014) Hemostasis PT (Kontrol) 13.6 detk PT 12.1 detk INR 0.95 EKG (Elektrokardiogram) Gelombang P PR interval Kompleks QRS Segmen ST Gelombang T sinus 75-100 x/menit left axis deviation (LAD) durasi 0,08 sec, amplitudo 0,2 mV 0,12 sec durasi 0.08 sec; gel. QS di VI-V6 ST elevasi di VI-V4 Tinverted di I, aVL, V5, dan V6 Kesan : old infark di dinding anterior, iskemik di dinding lateral, dan LAD Rontgen thorax Ets Interpretasi Cor : kardiomegali (CTR: 72%) Aorta : tidak melebar, tidak elongasio dan tidak terdapat kelsifikasi Paru corakan bronkovaskular <2/3 lapang paru, tidak terdapat infiltrat Hilus tidak melebar, tidak suram dan tidale menebal Sudut : Sinus costofrenikus lancip Echocardiography preryenp ion ha he det © Dimensi ruangjantung : LA, LV dilatasi, LVH (+) eksentrik + Kontraktilitas global LV: menurun dengan EF : 43% © EPSS: 24 LVEDP: meningkat © Analisa segmental Global hipokinetik + Kontraktilitas global RV normal dengan TAPSE: 17 mm © Doppler E/A>1, E/E’: 31, AoVmax: 120 mm/s, mPAP: 35 mmHg © Katup Mitral Morphologi dan fungsi normel © Katup Tricuspid Morphologi dan fiungsi normel © Katup Aorta Morphologi dan fungsi normal © Katup Pulmonel Morphologi dan fiungsi normal * Trombus Thrombus (+) 1,9 x 3,3 om di Apex, Spontaneous Echo Contrast (.) Kesimpulan : 1. Fungsi LV menurun. Fungsi sistolik RV normal 2. Disfungsi diastolik LV grade 2 (pseudonormal) 3. LVH (*) eksentrik 4. Global hipokinetik 5. Thrombus (+) 1,9x 3,3 cm di Apex D. RESUME Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo dengan keluhan sesak napas sejak 5 jam SMRS. Keluhan tersebut dirasakan timbul dengan tibatiba saat sedang beristirahat Keluhan tersebut disertai Keringat dingin dan seluruh badan terasa lemas. Istri pasien mengaku bahwa keluhan sesak napas sudah dialami pasien setiap hari selama satu minggu SMRS saat beristirahat pada malam hari, namun keluhan tersebut hanya timbul sebentar dan hilang sendiri, Pasien juga mengeluh sering mengalami batuk kering pada malam hari dan terkadang terbangun akibat keluhan tersebut. Pasien mengaku cepat lelah dan ngos- ngosan jika berjalan 100 meter sejak 1 bulan SMRS. Keluhan sakit kepala, mual dan muntah disangkel oleh pasien, Pasien juga tidak mengalami bangkel di kedua kainya BAB dan BAK diakui normal. Hasil pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya peningkatan leukosit (12.730 uL) dan peningkatan enzim jantung (Troponin T. 50 - 100 ng/L). Pada Pemeriksaan EKG terdapat left axis deviation (LAD), gel. QS di VI-V6, ST elevasi di V1-V4, dan gelombang T inverted di I, aVL, V5, dan V6 Pada pemeriksaan rontgen thorax terdapat CTR - 72%, Pada echocardiography terdapat fungsi LV menurun, disfungsi diastolik LV grade 2 (pseudonormal), LVH (+) eksentrils Global hipokinetik, dan Thrombus (+) 1,9 x 3,3 cm di Apex DIAGNOSIS KERJA CHF functional class IV et causa old anterior myocardial infarction Hiperteni Emergensi oem DIAGNOSIS BANDING CHF et causa dilated cardiomyopathy CHF et causa hipertension heart disease (HHD) went 2 . PEMERIKSAAN ANJURAN H. TATALAKSANA Penatalaksanaan di IGD 1. IVFD Ringer Asetat/12 jam + Isosorbit dinitrat 2mg/jam 2. Furosemide iv 1x4ml 3. Nifedipin SL 5mg Penatalaksanaan di bangsal Flamboyan Tanggal 27 Juni 2014 IVED Ringer Asetat/12 jam + Isosorbit dinitrat 2mgljam Furosemide (extra) iv Lx4ml Furosemide iv 2x2ml Ramipril oral 1x10mg Clopidogrel oral 1x75mg Tanggal 28 Juni 2014 IVED Ringer Asetat/12 jam + Isosorbit dinitrat 2mgljam Furosemide iv 2x4ml Gliseril trinitrat oral 2x2,Smg Ramipril oral 1x10mg Clopidogrel oral 1x75mg Bisoprolol oral 2x12,5mg Tanggal 29 Juni 2014 IVED Ringer Asetat/12 jam + Isosorbit dinitrat 2mgljam Furosemide iv 2x4ml Gliseril trinitrat oral 2x2, Ramipril oral 1x10mg Clopidogrel oral 1x75mg Bisoprolol oral 2x12,5mg Spironolakton oral 1x1 00mg Tanggal 30 Juni —3 Juli 2014 1. IVFD Ringer Asetat/12 jam + Isosorbit dinitrat 2mg/jam smg daueone IVFD Ringer Asetat/12 jam + Isosorbit dinitrat Img/jam dalam 1 jam lalu 0,5 mgfjam Jalu stop (3 juli 2014) Furosemide iv 2x4ml Gliseril trinitrat oral 2x2,Smg Ramipril oral 1x10mg Clopidogrel oral 1x75mg Bisoprolol oral 2x6,25mg Spironolakton oral 1x100mg Amlodipin oral 1x5 mg Fondaparinuks Sodium iv 1x2,Smg Tanggal 4 Juli 2014 IVED Ringer Asetat/12 jam Furosemide iv 2x4ml Gliseril trinitrat oral 2x2,Smg Ramipril oral 1x10mg Clopidogrel oral 1x75mg Bisoprolol oral 2x6,25mg Spironolakton oral 1x1 00mg Amlodipin oral 1x5 mg Fondaparinuks Sodium iv 1x2,Smg Tanggal 5 Juli 2014 IVED Ringer Asetat/12 jam Furosemide iv 2x4ml Gliseril trinitrat oral 2x2,Smg Ramipril oral 1x10mg Clopidogrel oral 1x75mg Bisoprolol oral 2x6,25mg Spironolakton oral 1x100mg Amlodipin oral 1x5 mg Fondaparinuks Sodium iv 1x2,Smg 0. Warfarin oral 1x4mg waransun wedaneue meadow eune I. PROGNOSIS 1. Advitam dubia ad bonam 2. Ad functionam ; dubia ad malam 3. Adsanationam : dubia ad malam 10 10 28 Juni 2014 | 29 Juni 2014 | 30 Juni 2014 | 1 Juli2014 2 Juli 2014 3 Jul Sesak @) ‘Sesak @) Lemas | Sesak () Lemas | Sesak () Lemas | Sesak () Lemas | Sesak ( Lemas (+) @) Bak +) | @)Bauk +) | @) Bak) | @)Bamk@) | © Batu Batuk (+) KU: tss | KU: tss | KU: tss | KU: tss KU: tss KU: bai Kes cm Kes: cm Kes: cm Kes: cm Kes: cm Kes: a TD: 150/80 | TD: 140/90 TD: 140/80 TD: 130/90 TD: 140/100 | TD: 134 N:88x/menit | N: 80x/menit | N-80x/menit | N: 80x/menit_ | N: 84x/menit | N: 80x! S: 36,3°C S: 36,7C S. 36°C S. 364°C 8. 35,2°C S: 36,5° RR: 28x/menit | RR: 24x/menit | RR: 24x/menit | RR: 24x/menit | RR: 28zmenit | RR: 243 Mata: CA/- | Mata: CAJ- Mata CAJ- Mata CA-I- Mata CA/- | Mata: C sul. Sl SEI SIJ- SI SII Leher DBN | Leer BN. | Leher. DBN- | Leher. DBN- | Leher: DEN. | Leher:1 Cor BU I itreg | CO” BULM 20g | Cor BILMreg | Cor BIL Ireg | Cor BULIIzeg | Cor BJ Oe |MO8O |mOeO |mOe0 |mOeO |mO. Pauline Mose le | Palme: Vest/+ | Pulmo: Vesti | Pulmo: Vest/+ | Palma: Vest/+ | Pulmo Rhy-wh. | Rhy: Wh-- Rh//- Wh-J- Rh-/- Wh-l- Rh-/- Wh-l- Rh-/- W etd Bact N | Abd BuG)N | Abd Bu(+)N | Abd: Bu) | Abd: Bu(H) NN | Abd: B WOON | Es: edema-/- | Eks: edeme-/- | Eks: edema/- | Eks: edemal- | Eks: ed Eks: edema//- CHFecold | CHFecold CHF ec old CHF ec old CHF ec old CHF ex anterior MCI | anterior MCI | anterior MCI | anterior MCI | anterior MCI_—_‘| anterior FOLLOW UP 11 il ANALISAKASUS Diagnosis gagal jantung kongestif ditegaklan berdasarkan laiteria Framingham, yaitu dengan terpenuhinya 2 kniteria mayor atau 1 litera mayor dan 2 leriteria minor. Adapun {criteria Framingham sebagai berilut Kriteria Mayor : Paroksismal noctumal dyspnea Distensi vena leher Ronk pana Kardiomegali Edema pana aleut Gallop $3 Peninggian telanan vena jugularis Refluks hepatojugular Kriteria minor : Edema ekstremitas Batuk malam hari Dispnea d' effort Hepatomegali Efusi pleura Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal Tabsikardia (>120 wimenit) Kriteria mayor atau minor : Penurunan BB 2 4,5 kg dalam S hari pengobatan Pada anamnesa didapatian bahwa pasien mengeluh sering sesal napas saat beristirahat pada malam hari sejak 1 minggu SMRS. Hal tersebut termasulk salah satu Initeria mayor Framingham dengan kelas fungsional IV pada kriteri NYHA. Keluhan pasien juga ditambah dengan salah satu kriteria minor Framingham, yaitu batuk kering yang terjadi pada malam hari, Pada pemerikesaan fisik tidale didapatkan kelainan Pemeriksaan peminjang yang dilalukan pada pasien ini, yaitu rontgen thorax, ekg (Aektrokardiogram), dan echokardiografi. Pada pemerikcsaan rontgen thorax didapatlan nilai CTR sebesar 72%, hal itu menunjukan bahwa jantung pasien membesar atau kardiomegali den merupakan salah satu dari Iciteria minor Framingham. Hasil elektrokardiogram ‘menunjuikan LAD (left axts deviation), old infarc di dinding anterior, dan iskemik i dinding lateral Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksean penunjang, dapat disimpulkan ‘vahwa diagnosis pasien adalah gagal jantung kongestif karena mencalnup 2 Ieiteria mayor dan | Initeria minor Kemungkinan besar etiologi penyakit pada pasien ini adalah disebabkan ‘arena old infark di dinding anterior jantung yang terekam pada hasil elektrokardiogram Gagal jantung akibat infark miokard terjadi Karena gangguan fungsi miokardium akibat infark sel-sel otot jantung yang alan menyebabkan turunnya Keluatan kontraksi, menimbulkan abnonmalitas gerakan dinding, dan mengubeh daya kembang mang jantung Dengan berluwrangnya kemampuan ventrikel Kiri untule mengosongkan diri, maka besar volume 14 selcuncup berkurang sehingga volume sisa ventrikel meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan jantung sebelah kori, Kenaikan tekanan ini disalurkan ke belakang ke vena pulmonali, Bila tekanan hidrostatik dalam Kapiler paru melebihi tekanan onkotile vastalar male terjadi proses transudasi ke dalam ruang interstisial. Bila tekanan ini masih ‘meningkat lagi, tejadi edema paru-paru akibat perembesan cairan ke dalam alveoli Diagnosis gagal jantung pada pasien imi juga diperkuat dengan pemeniksaan echokardiografi. Pemeriksaan tersebut menunjulean penurunan fingsi ventrikel Kiri, disfungsi diastol ventrikel kari grade 2, dan terdapat hipertrofi serta dilatasi ventrikel Kiri 15 TINJAUAN PUSTAKA 1. Gagal Jantung Kongestif LL. Definisi Gagal jantung didefinisikan sebagai Kondisi dimana jantung tidak lagi dapat ‘memompakan culsup dare Ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat timbul dengan atau tanpa penyakit jantung Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fimgsi diastolic atau sistolik, gangguan irama jantung, atau Ketidaksesuaian preload dan afterload. Keadaan int dapat menyebabkan kematian pada pasien (Santoso dk, 2007), Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan ‘metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolic secara abnormal, Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunalan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan (Mansjoer, 2001). 12. Epidemiologi Diperlarakan terdapat 23 juta orang mengidap gagal jantung di seluruh dunia America Heart Association memperkiraken terdapat 4,7 juta orang menderita gagal jantung di Amerika Serikat pada tahun 2000 dan dilaporkan terdapat 550.000 kasus baru setiap talmunnya. Prevalensi gagal jantung di Amerika dan Eropa sekitar 1 - 2%. Diperkirakan setidalmya ada 550,000 kasus agal jantung bari didiagnosis setiap tahunnya (Indrawati, 2009), Gagal jantung merupaian suatu sindrom, bukan diagnose penyakit Gagal jantung ‘kongestif juga merupaian prevalensi yang cukup tinggi pada lansia dengan prognosis yang ‘buruk Prevalensi CHF adalah tergantung umur Menurut penelitian, gagal jantung jarang pada usia di bawah 45 tahun, tapi menanjake tajam pada usia 75 — 84 tahun, 13. Etiologi ‘Menurut Cowie MR (1999), penyebab gagal jantung dapat diklasifikasilan dalam 6 kkategori utama: 1. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat disebabkan oleh hilangnya miosit (infark miokard), lontraksi yang tidal terkcoordinasi (left bundle brevach block), berkurangnya kontraktilitas (kardiomiopati) Kegagalan yang berhubungan dengan overioad (hipertensi) Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas katup Kegagalan yang disebablean abnormmalitas rite jantung (takikardt), Kegagalan yang disebablean abnormalitas penkard atau efusi perikard (tamponade), Kelainan kongenital jantung Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi culcup penting untung mengetahui penyebab dani gagal jantung, di negara berkembang penyakit arteri Koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedanglan di negara berkembang ‘yang menjadi penyebab terbanyalc adalah penyalct jantung katup dan penyakst jantung alabat 1s malnutrisi, Pada beberapa Keadaan sangat sulit untuk menentukan penyebab dari gagal jantung, Terutama pada keadaan yang terjadi bersamaan pada penderita Penyakit jantung koroner pada Framingham Study dikataken sebagai penyebab gagal jantung pada 46% laki-lalsi dan 27% pada wanita, Faktor risiko koroner seperti diabetes dan ‘merokol juga merupakan faktor yang dapat bempengaruh pada perkembangan dani gagal jantung Selain itu berat badan serta tingginya rasio Kkolesterol total dengan Kolesterol HDL juga dikatalcan sebagai faktor risiko independen perkeembangan gagal jantung Hipertensi telah dibuktikan meningkatken risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa penelitian Hipertensi dapat menyebablan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuke hipertrofi ventrikel Kiri. Hipertensi ventrikel Kiri dikaitkan dengan disfngst ventrikel ki sistolile dan diastolic dan meningkatkan risiko terjadinya infarke miokard, serta ‘memudahlan untuk tejadinya aritmia baile itu antmia atrial maupun anitmia ventikel Ekokardiografi yang menunjuldan hipertrofi ventrikel Ikini berhubungan iuat dengan perkembangan gagal jantung (Lip et al, 2000) Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung yang bukan disebabkan oleh penyakit Koroner, hipertensi, maupun penyalat jantung kongenital, katup ataupun penyakit pada perikardial. Kardiomiopati dibedalan menjadi empat Kategori fungsional dilatasi (Kongestif), hipertrofik, restriktif dan obliterasi Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit otot jantung dimana terjadi dilatasi abnormal pada ventrikel Kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan iltat seperti SLE, sindrom Churg-Strauss dan poliatteritis nodosa Kardiomiopati hipertrofik dapat merupakan penyakit keturunan (@utosomal dominan) mesia secara sporadik masih memungkinkan. Ditandai dengan adanya ‘kelainan pada serabut miokard dengan gambaran khas hipertrofi septum yang asimetris yang ‘berhubungan dengan obstruksi outflow aorta (kardiomiopati hipertrofile obstruletif) Kardiomiopati restrleif ditandai dengan Kekaluan serta complterice ventrikel yang burule, tidak membesar dan dihubungkan dengan Kelainan fungsi diastolike (relaksasi) yang ‘menghambat pengisian ventrieel (Lip et al, 2000) Penyakit katup sering disebabkan oleh penyalst jantung rematile, walaupun saat ini sudah smulai berfourang kejadiannya di negara maju. Penyebab utama terjadinya gagal jantung adalah ‘regurgitasi mitral dan stenosis aorta, Regusitasi mitral (dan regurgitasi aorta) menyebablean ‘kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload), ‘Aritmia senng ditemulan pada pasien dengan gagal jantung dan dihubungkan dengan ‘kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel Kiri pada penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal jantung seringleali timbul bersamaan. Allcohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbullcan gagal jantung alut ‘maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebablan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholile) 17 Alkohol menyebablean gagal jantung 2 — 3% dari kasus Alkohol juga dapat menyebabian gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat — obatan juga dapat menyebabian gagal jantung Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat -menyebablan gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung 14, Patofisiologi Gagal jantung merupatcan kelainan multisitem dimana terjadi gangguan pada jantung, otot skelet dan fangs: ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan neurohormonal ‘yang kompleks, Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel ‘iri yang menyebablan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebablean altivasi mekanisme Iompensast neurohormonal, sistem Renin — Angiotensin — Aldosteron (sistem RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaild lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga (Jackson at al, 2000) ‘Alktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokonstrikst perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat menyebablan gangguan pada fingsi jantung Altivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit, hipertrofi dan nekrosis miokard fokal (Jackson at al, 2000). Stimulasi sistem RAA menyebablean penighatan Konsentrasi renin, angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupaken vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirfulasi sistemike yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat sara simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron, Aldosteron akan ‘menyebablen retensi natrium dan air serta meningleatcan seleresi kalium Angiotensin II juga ‘memilile efek pada miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung (Jackson atal, 2000) ‘Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstrulctur hampir sama yeng memilila efele yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic Peptide (ANP) difasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan menyebablcan natriuresis dan. vasodilatsi, Pada manusia Bram Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasillan di jantung, ‘hususnya pada ventrileel, kerjanya mirip dengan ANP . C-pype natrnwetic peptide terbatas pada endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan vasodilatasi minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi ladosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal. Karena peningkaten natriuretic peptide pada gagal jantung, maka banyak penelitian yang ‘menunjuikan perannya sebagai marker diagnostik dan prognosis, bahlan telah digunalcan sebagai terapi pada penderita gagal jantung 18 ‘Vasopressin merupakan hormon antidiuretic yang meningkat kadamya pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didapatkan pada pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia (Santoso, 2007) Endotelin disekresilen oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide vasokonstritor yang poten menyebablean efel vasolonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semalin ‘meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung Selain itu juga berhubungan dengan tekanan pulmonary artery capillary wedge pressure, perlu perawatan dan kematian Tedah dikembangkan endotelin-1 antagonis sebagai obat kardioprotektor yang belerja menghambat terjadinya remodelling vasieular dan miokardial akibat endotetin (Santoso, 2007). Disfungsi diastotik merupatcan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan Kelcalauan dinding ventrikel dan berkurangnya complicrce ventrikel Kiri menyebablan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kini dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti infiltrasi pada penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 = 40% penderita gagal jantung memiliki Kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada penderita gagal jantung sering ditemmlan disfingsi sistolik dan diastolik yang timbul ‘bersamaan meski dapat timbul sendiri 15. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala gagal jantung Kiri adalah adanya dyspnea, ortopnea, dyspnea noctumal paroksismal, batule iritasi, edema pulmonal alcut, penurunan curah jantung, irama gallop, crackles paru, disritmia, pemapasan cheyne stoke. Untuk gagal jantung kenan ditandai dengan curah jantung rendah, distensi vena jugularis, edema, disritmia, dan penurunan bunyi napas 16. Klasifikasi Klasifikasi gagal jantung menurut ACC/AHA Klasifikasi fungsional NYHA Tingkatan gagal jantung berdasarkan struktur dan | Tingkatan berdasarkan gejala dan aktifitas kerusakan otot jantung fisik fl Kelas I Stadium A ‘Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktifitas ‘Menmiliki resiko tinggi untuk berkembang menjadi gegal jantung. Tidak terdapat gangguan struktural atau fungsional jantung, tidak terdapat tanda atau gejala fisik Altifitas fisike sehani-hani sapas ‘menimbulkan Kelelahan, palpitasi atau sesaic Stadium B Kelas II Telah terbentuke penyelit struktur jantung yang | Terdapat batasan altifitas ringan. Tidale terdapat ‘berhubungan dengan perkembangan gagal jantung,|keluhan saat istirahat, namun aktifitas fisik 19 tidak terdapat tanda atau gejala. sehari-hari menimbulkan Kelelahan, palpitasi atau sesale nafas Stadium € Gagal jantung yang simptomatile berhubungan dengan penyakit structural jantung yang mendasari Kelas III Terdapat batasan aldifitas bermakma. Tidale terdapat Keluhan saat istirahat, tetapi aktifitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesale Stadium D Penyakit jantung structural lanjut serta gejala gagal jantung yang sangat bermalma saat istirahat walaupun sudah mendapat terapi medis maksimal (refralter) Kelas IV Tidak dapat melalulan aktifitas fisike tanpa Keluhan, Terdapat gejala seat istirahat. Keluhan ‘meningkat saat metaleulean aletifitas 11. Diagnosis Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi, foto toraks, ekokardiografi-doppler (Gillespie, 2005) Kniteria Framingham dapat pula dipakai untule diagnosis gagal jantung yaitu dengan terpenuhinya 2 kniteria mayor atau 1 kaiteria mayor dan 2 literia minor. Adapun larteria Framingham sebagai berikut Kriteria Mayor : Paroksismal noctumal dyspnea Distensi vena leher Ronk pana Kardiomegali Edema pana aleut Gallop $3 Peninggian telanan vena jugularis Refluks hepatojugular Kriteria minor : Edema ekstremitas Batuk malam hari Dispnea d' effort Hepatomegali Efusi pleura Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal Tabsikardia (>120 wimenit) Kriteria mayor atau minor : Penurunan BB 2 4,5 kg dalam S hari pengobatan Gagal jantung dapat disertai spectrum abnormalitas fungsi ventrikel yang luas, mulai dant ‘ukuran ventrikel kiri dan fraksi ejeksi yang normal sampai dengan dilatasi berat dan atau fraksi ejeksi yang sangat rendah, American College of Cardiology (ACC) dan Amertcan Heart Assoctation (AHA) ‘menyatalcan bahwa dalam mendiagnosa gagal jantung tidal ada satupun uji diagnostike yang. 20 spesifile Diagnosa sangat ditentukan oleh penelusuran riwayat penyakit dan pemeriksaan fisile yang teliti, Dengan dugaan yang kuat alan adanya suatu gagal jantung pada penderita yang eresiko tinggi, sangat dianjurkan untuk dilalnulsan pemerilcsaan tambehan seperti laboratorium rutin, foto toraks, elektrokardiografi, penilaian fungsi ventrikel kiri, biomarker dan vyi latin. Disfungsi jantung dapat dibagi menjadi dua yaitu disfingsi sistolik dan disfings: diastolile Performa ventrikel Kiri adalah kemampuan untuk mengosongkan ventrikel ‘iri Kemampuan untuk mengosongkan ventrikel kiri dapat diulcur secara kuantitatif dengan fralesi jeksi ventrikel kiri (Left Ventrtkel Bjection Fraction) yang merupakan rasio volume seleancup techadap volume akchir diastolik Sehingga disfingsi sistolike dapat didefinisilan dengan turunnya nilai EF (Bjection Fraction) (EF < 50%) dapat diukur dengan ekokardiografi Sedanglan disfungsi diastolike dapat didefinisikan dengan menurunnya distensibilitas ventrikel Kiri yang dapat disebablan oleh proses menva, hipertensi dan kardiomiopati hipertrofik serta restiktif (EF > 50%). Perbandingan antara disfimgsi diastolile (DHF) dan disfungsi sistolile (SHF) dapat dilihat pada tabel 1 Tabel 1. Perbandingan Disfingsi Diastolik dan Disfungsi Sisto 21 Characteristics SHF DHF Remodeling LV end-diastolic volume T N LV end-systolic volume T N LV mass T Eccentric T Concentric Relative wall thickness L T Cardiomyocyte T Length T Diameter Extracellular matrix collagen L Tt Diastolic properties LV end-diastolic pressure TT TT Relaxation time constant 7 TT Filling rate L dt Chamber stifiness N-L T Myocardial stiffness N-T T Systolic properties Performance Stroke volume L nt Stroke work L N Function Ejection fraction L N Ejection rate L N PRSW a N Contractility Positive dP/dt 4 N Ees 4 nT FSvs. stress aL N Preload reserve Exhausted Limited Ea 4 T Arterial—ventricular coupling L N (Ea/Ees) Note: PRSW, preload-recruitable stroke work: Ees, end-systolic elastance: FS, fractional shortening: Ea, effective arterial elastance. N, no change: N-, no change or Index yang digunaken untuk menguiur fingsi ventrikel Kiri adalah mengukur ejection fraction (EF) yang didapat dari stroke volume dibagi dengan end diastolic volwne Algoritma 1. Diagnosis Gagal Jantung pada Pasien yang Belum Diterapi 22 18. Tatalaksana Penatalalcsanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penatalaksanaan secara non farmakologis dan secara farmalkcologis, Keduanya dibutublan karena akan saling melenglapi ‘untule penatlaksaan paripuma penderita gagal jantung Penatalaksanaan gagal jantung baik itu alcut dan kronik ditujukan untule memperbailki gejala dan progosis, meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi. Sehingga semakin cepat kita ‘mengetahui penyebab gagal jantung akan semakin bail prognosisnya (Gibbs et al, 2000) Penatalalcsanaan non farmakologis yang dapat diterjakan antara lain adalah dengan ‘menjelaskan kepada pasien mengenai penyalitnya, pengobatan serta pertolongan yang dapat dilakukan sendiri, Perubahan gaya hidup seperti pengaturan nutrisi dan penurunan berat ‘badan pada penderita dengan kegemukan, Pembatasan asupan garam, Ionsumsi alkohol, serta pembatasan asupan cairan perlu dianjurkan pada penderita terutama pada kasus gagal jantung ‘kongestif berat. Penderita juga dianjurlan untuk berolahraga karena mempunyai efele yang ositif terhadap otot skeletal, fungsi otonom, endotel serta neurohormonal dan juga terhadap 23 sensitifitas terhadap insulin mestipun efel terhadap Kelengsungan hidup belum dapat dibuitikan. Gagal jantung kronis mempermudah dan dapat dicetuskan oleh infeksi para, sehingga vaksinasi terhadap influenza dan pneumococal perlu dipertimbangkan, Profilalssis antibiotik pada operasi dan prosedur gigi diperiukan terutama pada penderita dengan penyalit ‘katup primer maupun pengguna katup prosthesis (Gibbs et al, 2000) Secara umum, penatalalesanaan gagal jantung secara farmalcologis adalah: Tirah baring ‘Terapi oksigen untule mengurang! kebutuhan jantung Dibenikan diuretike untuk menurunkan volume plasma sehingga aliran balik vena dan peregangan terhadap serat-serat otot jantung berlurang 4. Diberikan digitalis untuk meningkatkan kontraktilitas, misalnya digoxin, bekerja secara Jangsung pada serat-serat jantung untuk meningkatkan keluatan setiap kontralesi tanpa bergantung pada serat otot. Hal ini alan menyebablan peninglatan curah jantung sehingga volume dan peregangan ruang ventriel berksurang 5. Dibenkan penghambat encim pengubah angiotensin (inhibitor ACE) untuk memurunkan pembentulan angiotensin I Hal ini akan mengurangi after load dan volume plasma (preload). Nitrat juga diberikan untuk mengurangi after load dan preload (Corwin, 2001). I, InfarkMiokard Infarie miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang disebablan oleh Ketidakcseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen Klinis sangat ‘mencemaskan Karena sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-55 tahun, tanpa gejala pendahuluan (Santoso, 2005) ‘Menurut Alpert (2010), infarle miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen, antara aint 1. Infarke miokard tipe 1 Infarke miokard secara spontan terjadi Karena ruptur plak, fisura, atau diseksi plake aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan nutrien yang. inadeluat memicu munculnya infark miokard Hal-hal tersebut merupakan akibat dani ‘anemia, aritmia dan hiper atau hipotensi 2. Infark miokard tipe 2 Infarke miokard jenis ini disebablan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri: menurunkan aliran darah miokard, 3. Infark miokard tipe Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemmlan, Hal ini disebablan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat 4. a Infark miokard tipe 4a Peningkatan kadar pertanda biokimiawa infark miokard (contohnya troponin) 3 kali lebih eser dari nilai normal akibat pemasangan percutaneous coronary mntervention (PCD) yang ‘memicu terjadinya infarks miokard. ’, Infark miokard tipe 4b Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis, 24 5. Infarkc miokard tipe 5 Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi dypass koroner. Jka aliran darah miokardium terganggu secara nyata maka akan terjadi kematian (infark) pada miokardium. Infarie miokardium dapat berupa’ 1. Infark subendokardial Adalah infark yang tidak meliputi seluruh lapisan dinding jantung Infarke transmural Adalah infark miokardium yang meliputi seluruh ketebalan dinding ventrikcel. Infarie transmural lebih berat dibanding infark subendokardial. Infark transmural selalu berasal dari adanya peningkatan penyempitan atau oldusi total pembuluh arteri yang memperdarahi area tersebut atau peningkatan tiba-tiba kebutuhan oksigen miokardium pada arteri yang sebelumnya sangat stenostik, yaitu dalam beberapa jam hingga minimal 6-8 jam Sebagian beser inferk miokardium transmural bersifat tidal homogen; tidale seluruh otot di area tersebut mati, tetapi masih terdapat pulau-pulau otot hidup dalam beberapa ukuran dan jumlah Proses sebenamya dari infark miokard tidal sedethana. Dari percobaan dengan binatang, diketatni balwa sel otot jantung akan mati dalam waktu 20-60 menit setelah oldlusi total arteri koroner. Akan tetapi terdapat proses reperfusi yang segera terjadi 3-4 menit pasca oldust total arteri terutama pada perbatasan daerah iskemik dan non-iskemik Proses reperfusi ini ‘menguntungkan oleh Karena segera mengurangi dan melokalisasi area infark, serta ‘menurunkan angka kematian Di samping itu, reperfust juga berdampak instabilitas elelctike, edema, atau hemorrahage, yang justru memperburuk keadaan secara unum roses penyembuhan jaringan nekotik dant area miokardium akan menimbulken jaringan parut, Sebagian besar jaringan parut ini terdiri dari jaringan fibrotic dan sel-sel miokardium, yang viabel dalam komposisi berbeda-beda. Hal ini terbukti dari adanya perubahan ‘kontraktilitas area tersebut setelah dilaloulan tindakan revasinularisasi. Bila area jaringan parut ‘hanya terdini dari jaringan ikat saja, mala daerah tersebut akan menipis, akinetik, dan ‘aneurismatike EKG sebagai Penegakan Diagnosis Infark Miokard Kompleks QRS normal menunjuikian resultan gaya elektrik miokard ketike ventrikel berdepolarisasi. Bagian nekrosis tidale berespon secara elektrike Vector gaya bergeralc ‘menjauhi bagian nekrosis dan terekam oleh elektroda pada daerah infarle sebagai defleksi negatif abnormal. Infarke yang menunjuldan abnormalitas gelombang Q disebut infarie gelombang Q. Pada sebagian kasus infarle miokard, hasil rekaman EKG tidale menunjultkan gelombang Q abnormal. Hal ini dapat terjadi pada infarie miokard dengan daerah nekrotike ‘kel atau tersebar Gelombang Q diltatakan abnormal jika durasinya 20,04 detike Namun hal ini tidal berlalca untule gelombang Q di lead II], aVR, dan V1, karena normalnya gelombang Q di lead ini Lebar dan dalam (Chow, 1996) 25 Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara sempuma. Area tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir proses depolarisasi. Jika clelcroda diletalcean di daerah ini, maka potensial yang positif akan terekam dalam bentulc elevasi segmen ST. Jika eleletroda diletaidkan di daerah sehat yang berseberangan dengan area mjury, maka terekam potensial yang negatif dan ditunjulkkan dalam bentuk ST depresi. ST depresi juga terjadi pada jury subendokard, dimana elektroda dipisahkan dani daerab tyjury oleh daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang menyebablan gambaran ST depresi (Chou, 1996). Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik menjadi lebih negatif dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi. Vektor T bergerak menjauhit daerah iskemile Elektroda yang terletak di daerah iskemil merekam geralan ini sebagai gelombang T negatif Iskemia subendolard tidal mengutah arah gambaran gelombang T, ‘mengingat proses repolarisasi secara normal bergerak dari epiktard ke arah endokard. Karena potensial eleltrike dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka gelombang T terekam sanget tinggi (Chou, 1996), ‘Menurut Ramrakha (2006), pada infark miokard dengan elevasi segmen ST, lokasi infers dapat ditentukan dari perubahan EKG. Penentuan lokasi infark berdasarkan perubahan gambaran EKG dapat dilihat di Tabel 2 Tabel 2.1. Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG Lokasi Perubahan gambaran EKG Anterior levasi segmen ST dan/atau gelombang Q di VI-VaNV5 |Anteroseptal ‘Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di VI-V3 [Anterolateral __Elevasi segmen ST danvatau gelombang Q di V1-V6 dan Idan aVL Elevasi segmen ST danlatau gelombang Q di V5-V6 dan invers| gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I dan aVL [Lateral linferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di I, Il, dan aVF |Gelombang R tinggi di Vi-V2 dengan segmen ST depres di VI-V3 IZine postertor Gelombang T tegake di V1-V2 [Elevast segmen ST di precordial lead (V3R-V4R). Biasanya ditemukan| Y mfarction _konjungsi pada infar inferior. Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa Jjam pertama infer. Dikulip dani Ramrakha, 2006 26 Diagnosis STEMI ditegaltkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi segmen ST. Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usi, jenis ‘kelamin, dan lokasi miokard yang terkena. Bagi pria usia240 tahun, STEMI ditegaktcan jika diperoleh elevasi segmen ST di V1-V3 > 2 mm dan 2 2,5 mm bagi pasien berusia < 40 tahun (Tedjasulamana, 2010), ST elevasi terjadi dalam beberapa menit dan dapat berlangsung hingga lebih dari 2 minggu (Antman, 2005), Diagnosis Non STEMI ditegaldan jilca terdapat angina dan tidale disertai dengan clevasi segmen ST yang persisten. Gambaran EKG pasien Non STEMI beragam, bisa berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar atau pserido-normaltzation, atau tanpa perubahan EKG seat presentasi. Untul menegakian diagnosis Non STEMI, perlu ijumpai depresi segmen ST 2 0,5 mm di V1-V3 dan > 1 mm di sandapan lainnya, Selain itu dapat juga dijumpai elevasi segmen ST tidal persisten (<20 menit), dengan amplituda lebih rendah dari elevasi segmen ST pada STEMI. Inversi gelombang T yang simetris >? mm semalin memperiauat dugsan Non STEMI (Tedjasukamana, 2010). Pertanda Biokimia Troponin T pada Infark Miokard Troponin adalah suatu protein regulator yang terdapat pada filamen tipis aparatus ‘ontraketil otot bergaris. Troponin terdiri dari 3 subunit, yaitu troponin T (39 kDa), troponin I (26 kDa), dan troponin C (18 kDa) (Maynard, 2000), Troponin C berikatan dengan ion Ca+ dan berperan dalam proses pengaturan aktifasi filamen tipis selama kontraksi otot jantung Berat molekulnya adalah 18.000 Dalton. Troponin I yang berikatan dengan aitin, berperan. ‘menghambat interaksi altin miosin, B erat molekulnya adalah 24.000 Dalton. Troponin T yang ‘erikatan dengan tropomiosin dan memfasilitasi Kontraksi, belerja meregulasi kontraksi otot. Berat molekulnya adalah 37.000 Dalton Struktur asam amino troponin T dan I yang ditemukan pada otot jantung berbeda dengan struktur troponin pada otot skeletal datam hal ‘omposisi inmmnologis, sedangkan struktur troponin C pada otot jantung dan skeletal identile (Tarigan, 2003) Kompleks troponin, tropomiosin, aktin dan miosin dapat dilihat pada Cardiac troponin T (cTaT) berada dalam miosit dengan konsentrasi yang tinggi pada sitosol dan secara strulctur berikatan dengan protein Sitosol, yang merupakan prelursor tempat pembentukan miofibril, memilile 6% dari total massa troponin dalam bentuk bebas. Sisanya (04%), cTaT berikatan dalam miofibril, Dalam keadaan normal, kadar cTnT tidak terdeteksi dalam darah. Keberadaan cTnT dalam darah diawali dengan keluamya cTaT bebas bersamaan dengan sitosol yang keluar dari sel yang rusale Selanjutnya cTnT yang berikatan dengan miofibril terlepas, namun hal ini membutulsan waktu lebih lama Karena pelepasan cTnT terjadi dalam 2 tahap, maka perutahan kadar cTnT pada infaris miokard memilili 2 puncake (bifasile). Puncake pertama disebaban oleh keluamya cTnT ‘bebas dari sitosol. Puncak kedua terjadi karena pelepasan cTnT yang terikst pada miofibril 27 Oleh sebab itu, pelepasan cTnT secara sempuma berlangsung lebih lama, sehingga jendela iagnostilnya lebih besar dibanding pertanda jantung lainnya (Tarigan, 2003), Berat dan lamanya iskemia miokard menentukan perubahan miokard yang reversible atau irreversible Pada iskemia miokard, glikolisis anaerob dapat mencuiupi kebutuhan fosfat energi tinggi dalam waltu relatif singkat Penghambatan proses transportasi yang dipengaruhi ATP dalam membran sel menimbulkan pergeseran elektrolit, edema sel dan hhilangnya integritas membran sel Dalam hal kerusakan sel ini, mula-mula akan terjadi pelepasan protein yang terurai bebas dalam sitosol melalui transpor vesikular. Setelah itu terjadi difusi bebas dani isi sel ke dalam interstisium yang mungkin disebabkan rusalmya seluruh membran sel. Peningkatan kadar laktat intrasel disebablan proses glikolisis. pH intrasel memurun dan kenmdian diileuti oleh pelepasan dan aktifasi enzim-enzim proteolitile lisosom Perubahan pH dan aktifasi enzim proteolitile menyebablan disintegrasi strulctur intraseluler dan degradasi protein terikat. Manifestasinya adalah jika terjadi kerusakan miokard akibat istemia, cTaT dari sitoplasma dilepaskan ke dalam aliran darah. Keadaaan ini berlangsung terus menerus selama 30 jam sampai persediaan cTnT sitoplasma habis. Bila terjadi iskemia yang persisten, maka sel mengalami asidosis intraseluler dan terjadilah proteolisis yang melepaskan sejumlah besar cTnT terikat ke dalam darah. Masa pelepasan TT ini berlangsung 30-90 jam, lalu perlahan-lahan kadamya turun (Tarigan, 2003) Peningkatan kadar cTnT terdeteksi 3-4 jam setelah jejas miokard Kadar cTaT ‘mencapai puncak 12-24 jam setelah jejas Peningkatan terus terjadi selama 7-14 hant (Ramrakha, 2006), cTnT tetap meningkat kira-kira 4-5 kali lebih lama daripada CKMB. cTnT ‘membutublean waltu 5-15 hari untuk kembali normal (Samsu, 2007). Diagnosis infarle miokard ditegaldkan bila ditemmkan kadar cTnT dalam 12 jam sebesar 20.03 pg/L, dengan atau tanpa disertai gambaran iskemi atau infark pada lembaran EKG dan nyeri dada (McCann, 2009) II. Hubungan Antara Gagal Jantung dengan Infark Miokard Gagal jantung kiri merupakan komplikasi mekanis yang paling sering terjadi setelah infarke miokardium. Infarke miokardium mengganggu fingsi miokardium karena menyebablean ‘menurunnya Keleuatan Kontraksi, menimbulkan abnormalitas gerakan dinding, dan mengubah daya kembang ruang jantung Dengan berlurangnya kemampuan ventrikel Kini untule ‘mengosonglcan dirt, maka besar volume selcuncup berkurang sehingga volume sisa ventrikel ‘meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan jantung sebelah kiri, Kenaikean tekanan ini disalurkan ke belakang ke vena pulmonali. Bila tekanan hidrostatik dalam kapiler para ‘melebihi tekanan onkotik vastalar maka terjadi proses transudasi ke dalam ruang interstisial Bila tekanan ini masih meningkat lagi, terjadi edema paru-paru akibat perembesan cairan ke dalam alveoti 28 Penurunan volume selcuncup akan menimbullan respon simpatis kompensatorik. Kecepatan denyut jantung dan kekuatan Kontraksi meningkat untule mempertahankan curah jantung Tejadi vasokonstriksi perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi aliran darah dari organ-organ yang tidak vital seperti ginjal dan kulit demi mempertahankan perfusi organ-organ vital. Venokonstriks! akan meningkatken aliran balike vena ke jantung ‘kanan, sehingga alan meningkatkan keluatan Kontraksi (sesvai huleum jantung Starling). Pengurangan aliran darah ginjal dan laju fitrasi glomerulus akan mengakibatkan pengaltifan sistem renin-angiotensin-aldosteron, dengan terjadinya retensi natrium dan air oleh ginjal. Hal ini akan lebih meningkatkan aliran balik vena ‘Manifestasi Klinis gagal jantung mencerminkan derajat kerusakan miokardium dan ‘emampuan serta besamya respon Kompensasi. Berikut adalah hal-hal yang biasa ditenmulcan pada gagal jantung Kiri Gejala dan tanda : dispneu, oliguria, lemah, lelah pucat, dan berat badan bertambah, > Seelam ‘oasah, bunyi jantung ketiga (alabat dilatasi jantung dan ketidaldenturan ventrikcel waltu pengisian cepat) EKG : talakerdia 4. Radiografi dada : kardiomegali, kongesti vena pulmonalis, redistribusi vaskular ke lobus bagian atas. Gagal jantung kiri dapat berkembang menjadi gagal jantung kanan alabat meningleatnya tekanan vasieular paru hingga membebani ventrikel Kanan. Selain secara tale langsung melalui pembuluh par tersebut, disfingsi ventrikel lini juga berpengaruh langsung terhadap fungsi ventrikel kenan melalui fungsi anatomis dan biokimiawinya. Kedua ventrikel mempunyai satu dinding yang sama (yaitu septum interventrikularis) yang terletale dalam perikardium Setain itu, perubahan-perubahan biokimia seperti berkurangnya cadangan noreprinefrin miokardium, selama gagal jantung dapat merugikan kedua ventrikel. Yang teralchir, infark ventrikel kanan jelas merupaken falstor predisposisi terjadinya gagal jantung kanan. Kongesti vena sistemile akibat gagal jantung kanan bermanifestasi sebagai pelebaran vena leher, hepatomegali, dan edema perifer. 29 DAFTAR PUSTAKA Alpert, JS., Kristian, T, MD, Allan S. J., Harvey DW, 2010. 4 Universal Definition of Myocardial Infewction for the Twenty-First Century. AccessMedicine from McGraw-Hill Available from: http://wwwmedscape com/viewarticle/7 16457 [Accessed 22 Juli 2014] Antman, EM., Braunwald, E., 2005. ST-Segment Elevation Myocardial Infarction. In: Kasper, DL., Fauci, AS., Longo, DL., Braunwald, E., Hauser, SL, Jameson, J. L., eds. Harrison's Principles of Internal Medicine. 16 th ed. USA: McGraw-Hill 1449-1450 Chou, T, 1996. Electrocardtography in Clinical Practice Adult and Pediatric: Myocardial Infarction, Myocardial Injwy, and Myocardial Ischemia. 4th ed. Pennsylvania: WB. Saunders Company. Gibbs CR, Jackson G, Lip GYH. 2000. ABC of heart failure: nom-drug management. BMI,320:366-9. Gillespie ND. 2005. The dtagnosis and management of chronic heart faalure m the older patient. British Medical Bulletin;75 and 76: 49- 62 Indrawati E. 2009. Hubsigan antara penvaiat jantng coroner dengan angka mortalttas gagal jentung aiut dt Ima rina sakit at Indonesta pada bulan Desember 2005-2006. Jalcarta Fakultas K edokteran Indonesia; 1-2 Jackson G, Gibbs CR, Davies MK, Lip GYH. 2000. ABC of heart failure: pathophysiology BMIJ,320:167-70 Lip GYH, Gibbs CR, Beevers DG. 2000, ABC of heart failure: aetiology. BMJ;320:104-7 ‘Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Seleita Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit Faleultas Kedokteran Indonesia McCann, C.J, et al 2009 Novel Biomarkers im Early Diagnosts of Actite Myocardial Infarction Compared With Cardiac Troponin T European Heart Joumal. Available from: http:JAwwwmedscape com/viewarticle/585554_? [Accessed 22 Juli 2014] MR Cowie 1999. Incidence and aetiology of heart fadlure European Jormal No.20, 421-8 Article No. eu. 1998 1280, Terdapat dalam http //wwwidealibrary com Ramrakha, P, Hill, J, 2006. Ovford Handbook of Cardiology: Coronary Artery Disease. Ist ed. USA: Oxford University Press Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifai S, Soerianata S. 2007. Diagnosis dam tatalaksana praits gagal jantung ait Santoso, M., Setiawan, T, 2005. Penyaiit Jetung Koroner. Cermin Dunia Kedokteran. Available fromy http //ojs lib unairacidlindex php/CDKJasticle/view!2860 [Accessed 22 Juli 2014] Sylvia, A price 2005. Patofistologt Konsep Kltnts Proses-Proses Penyaiat. Edisi 6. Jakarta Penerbit Buku Kedokteran, Tangan, E., 2003. Mubungan Kader Troponin-T dengan Gambaran Kimis Penderita Sindvoma Koroner Aint. Tesis. Medan: Falultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Available from: http /Mibraryusu.acid/download/ffpenydalam-elias%20tarigan pdf [Accessed 22 Juli 2014] 30 Tedjasukomana, P, Karo-karo, S., Kaunang, DR. Lukito, AA., Tobing, DP. Erwinanto, Yamin, A. 2010. Pedome Tatalaksana Stndrom Koroner Aint: Pedomen Tatalaksana Sindrom Koroner Aint. Jakarta: PERK, 4-5 31

You might also like