Journal Tesis 2015

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 33

UQBT CAMBUK TERHADAP

PELAKU KHALWAT
(Analisis Putusan Mahkamah Syariyah Langsa
Perkara Nomor: 20/JN/2012/MS-Lgs)
Oleh Muhammad Basyir
In the criminal justice system, in addition to material law also
formal law, it can be applied as the main rules beside a material
law. By the formal law, legal officers are authorized to arrest, held a
person and seize an object, the prosecutor can prosecute, indict and
others. Therefore, formal law is very important because it
determines the fate of an accused person. In Langsa Shariah Court
Decision No. 20/JN/2012/Ms-Lgs decided by the judges are
ignoring the elements of Article 197 paragraph 1 point (c) and (e)
that should be upheld. Thus , these problems is needed a study on
the basis of legal considerations who decided by judges,whether the
decision is in accordance with the principles of the law and how the
legal consequences of a such decision.This study was designed
with a qualitative pattern, data collection techniques by using the
documentation techniques. The result of research proves that the
consideration of Langsa Shariah Court judges in deciding uqubat
cambuk (caning) toward the nasty offender in case
No.20/JN/2012/Ms-Lgs are : First , Article 22 paragraph 1 Qanun
No.14 of 2003 on nasty. Second, the Qur'an Surah al-Isr verse 32
about prohibition or perform an act that is forbidden(haram), such
actions lead to the perpetrator to commit adultery. Langsa Shariah
Court judge's ruling on case No. 20/JN/2012/Ms-Lgs do not
consider the Code of Criminal Procedure (KUHAP) Article 197
paragraph 1 point (c) and (e) about the demands of the Public
Prosecutor demanded 6 lashes. The legal consequences of Shariah
Court decision 20/JN/2012/MS-Lgs is to be executed even though
the decision is not in accordance with the principle of a verdict .
Keywords : 'Uqbt caning , toward the nasty offender,
Syar'iyah Court Decision Langsa

A. PENDAHULUAN
Aceh merupakan

provinsi

yang

mendeklarasikan

penerapan syariat Islam secara kaffh (menyeluruh). Maksud


ini terlaksana dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 44
Tahun

1999

Propinsi

tentang

Daerah

Penyelenggaraan

Istimewa

Aceh.

UU

Keistimewaan

ini

memuat

izin

pelaksanaan syariat Islam bagi Aceh secara menyeluruh


(kaffh) dalam koridor sistem hukum dan sistem peradilan
nasional Indonesia. Kehadiran undang-undang ini berimplikasi
positif

terhadap

semangat

rakyat

Aceh

untuk

dapat

melaksanakan syari`at Islam di tengah-tengah masyarakat


Aceh.
Pemerintah

pusat

secara

yuridis

formal

telah

memberikan wewenang penuh kepada Pemerintah Aceh untuk


menentukan sendiri jalannya pemerintahan, terutama yang
berkaitan dengan pelaksanaan syariat Islam. Untuk itu,
pemerintah Aceh telah diberikan wewenang untuk membuat
perangkat hukum

pelaksanaan syariat Islam.

Menyahuti

peluang tersebut, pemerintah Aceh telah menyusun beberapa


qanun yang mengatur tentang pelaksanaan syariat Islam,
yaitu (1) Qanun Provinsi Aceh Nomor 11 Tahun 2002 tentang
Pelaksanaan Syariat Islam di Bidang Aqidah, Ibadah dan Syiar
Islam. (2) Qanun Provinsi Aceh Nomor 12 Tahun 2003 tentang
Khamar, (3) Qanun Provinsi Aceh Nomor 13 Tahun 2003
tentang Maisir dan (4) Qanun Provinsi Aceh Nomor 14 Tahun
2003 tentang Khalwat.1
Dalam menjalankan aturan dan perangkat hukum yang
telah ditetapkan dalam Qanun Syariah di atas, lembaga
penegak

hukum

dalam

hal

ini

pengadilan

(Mahkamah

1Mahsum Fuad, Hukum Islam Indonesia Dari Nalar Partisipatoris Hingga


Emansipatoris, (Jakarta: Pelangi Aksara, 2005), hal. 9.

Syar`iyah) diperkuat kewenangannya dalam Undang-Undang


Pemerintah Aceh Nomor 11 Tahun 2006, Pasal 128, yang
selengkapnya berbunyi :
(1) Peradilan Syariat Islam di Aceh adalah bagian dari
sistem

Peradilan

Nasional

dalam

lingkup

Peradilan

Agama yang dilaksanakan oleh Mahkamah Syariyah


yang bebas dari pengaruh pihak manapun.
(2) Mahkamah Syariyah merupakan pengadilan bagi setiap
orang yang beragama Islam dan berada di Aceh.
(3) Mahkamah Syariyah berwenang memeriksa, mengadili,
memutus, dan menyelesaikan perkara yang meliputi
bidang ahwl

al-Syakhshiyah

(hukum

keluarga),

Mumalt (hukum perdata), dan Jinyt (hukum pidana)


yang berdasarkan atas syariat Islam.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai bidang ahwl alsyakhshiyah

(hukum

keluarga), mumalt

(hukum

perdata), dan Jinyt (hukum pidana) sebagaimana


dimaksud ayat (3) diatur dengan Qanun.
Kewenangan Mahkamah Syariyah sebagaimana tersebut
di atas juga telah diatur dalam Qanun Prov. NAD No. 10 Tahun
2002, yaitu di bidang :
a. Ahwl al-Syakhshiyah
b. Mumalt;
c. Jinyt
Kewenangan Mahkamah Syariyah di bidang mumalh
(hukum perdata), di antaranya meliputi hukum kebendaan dan
perikatan,

seperti

jual

beli,

hutang

piutang,

qirdh

(permodalan), musqah, muzraah, mukhbarah (bagi hasil


pertanian), waklah

(kuasa), syirkah

(perkongsian), riah

(pinjam meminjam), hijr (penyitaan harta), rahn (gadai), ihy

al-mawt (pembukaan lahan), madin (tambang), luqathah


(barang

temuan),

ijarah

(sewa

menyewa),

takful

(penjaminan) perbankan, perburuhan, harta rampasan, waqf,


shadaqah,

hadiah,

zakat,

infaq,

dan

ekonomi

syariah.

Kewenangan Mahkamah Syariyah di bidang Jinyt (hukum


pidana) di antaranya adalah :
a.

Hudd, meliputi : zina, qadzaf (menuduh zina), mencuri,


merampok,

meminum

minuman

keras

dan

napza,

murtad, bughah (pemberontakan).


b.

Qishsh /diat, meliputi : pembunuhan dan penganiayaan.

c.

Tazr yaitu hukuman terhadap pelanggaran syariat


Islam selain hudd dan qishsh, seperti : judi, khalwat,
meninggalkan sholat fardhu dan puasa ramadhan (telah
diatur dalam Qanun No. 11 tahun 2002), penipuan,
pemalsuan, dan lain-lain.
Dari apa yang diatur dalam undang-undang dan qanun,

dapat

diketahui

diberikan

secara

kepada

kewenangan

nyata

Mahkamah

Pengadilan

bahwa

kewenangan

Syariyah

Agama

pada

lebih

luas

umumnya,

yang
dari

namun

hukum materil (qanun) yang berkaitan dengan kewenangan


Mahkamah Syariyah tersebut belum selesai seluruhnya.
Kewenangan

Pengadilan

Agama

atau

Mahkamah

Syar`iyah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: kewenangan


relatif

dan

kewenangan

mutlak.

Kewenangan

untuk

melaksanakan tugas pokok Pengadilan Agama (Mahkamah


Syariyah di Aceh) tersebut dibagi dua yaitu:
a. Kewenangan relatif.
Kewenangan

relatif

atau

kompetensi

relatif

yaitu

kewenangan untuk menerima, memeriksa, dan mengadili serta


menyelesaikan

suatu

perkara

yang

diajukan

kepadanya,

didasarkan kepada wilayah hukum pengadilan mana tergugat


bertempat

tinggal.

Kewenangan

relatif

ini

mengatur

pembagian kekuasaan pengadilan yang sama, misalnya antara


Pengadilan Agama Banjarnegara dengan Pengadilan Agama
Purbalingga, sehingga untuk menjawab apakah perkara ini
menjadi kewenangan Pengadilan Agama Banjarnegara ataukah
Pengadilan Agama Purbalingga, didasarkan kepada wilayah
hukum mana Tergugat bertempat tinggal. Dalam bahasa
Belanda kewenangan relatif ini disebut dengan distributie van
rechtsmacht . Atas dasar ini maka berlakulah asas actor
sequitur forum rei.2
b. Kewenangan mutlak
Kewenangan mutlak atau kompensasi absolut adalah
wewenang badan peradilan dalam memeriksa jenis perkara
tertentu yang mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan
peradilan lain. Kewenangan mutlak ini untuk menjawab
pertanyaan, apakah perkara tertentu, misalnya sengketa
ekonomi syariah, menjadi kewenangan Pengadilan Negeri
ataukah

Pengadilan

Agama.

Dalam

bahasa

Belanda,

kewenangan mutlak disebut atribute van rechtsmacht atau


atribut kekuasaan kehakiman. Kewenangan absolute adalah
kewenangan untuk mengadili berdasarkan materi hukum
(hukum materil).3 Kewenangan absolute Pengadilan Agama
telah diatur Pasal 49 jo. Pasal 50 UU No.7 Tahun 1989 jo UU
No.3 Tahun 2006 jo UU No. 50 Tahun 2009. Pasal 49 ayat (1)
menyebutkan:
2Maksudnya adalah yang berwenang mengadili adalah Pengadilan Agama
tempat tinggal tergugat, Baca Retnowulan Sutantio, Hukum Acara Pedata
Dalam Teori dan Praktek, (Bandung: Mandar Maju, 1989), hal. 8.
3Musthofa Sy, Kepaniteraan Peradilan Agama, (Jakarta: Kencana, 2005), hal.
9.

Pengadilan

Agama

memeriksa,

memutus,

perkara

tingkat

bertugas
dan

pertama

dan

berwewenang

menyelesaikan

antara

perkara-

orang-orang

yang

beragama Islam di bidang: 1. Perkawinan. 2. Kewarisan


3. Wasiat . 4. Hibah 5. Wakaf 6. Shadaqah 7. Zakat 8.
Infaq 9. Ekonomi Syariah.4
Di samping tugas pokok sebagaimana tersebut di atas,
Mahkamah Syariyah Provinsi Aceh juga mempunyai tugastugas lain yaitu bertugas memberikan itsbt kesaksian rukyah
hilal dalam penentuan awal bulan tahun Hijriyah (Pasal 52A
Undang-Undang

Nomor

Tahun

2006).

Kewenangan

Mahkamah Syariyah diatur dalam Qanun Provinsi Aceh Nomor


10 Tahun 2002 tentang Peradilan Syariat Islam Pasal 49 yaitu:
Mahkamah Syariyah bertugas dan berwenang memeriksa,
memutuskan,
tingkat

dan

pertama

menyelesaikan
dalam

bidang:

perkara-perkara
ahwl

pada

al-syakhshiyah;

mumlat; jinyt.5 Kewenangan Mahkamah Syariyah di


Provinsi Aceh lebih luas dibanding kewenangan Peradilan
Agama di Provinsi lain pada umumnya, karena Mahkamah
Syariyah

Provinsi

Aceh

mempunyai

wewenang

dalam

menyelesaikan perkara jinyt.


Dalam sistem peradilan pidana (integrated criminal
justice system) selain hukum materil juga ada hukum formil
(procedural). Hukum formil inilah sebagai aturan main agar
hukum materil dapat diterapkan. Dengan hukum formil, aparat
penegak

hukum

diberi

wewenang

untuk

menangkap

4UU No.3 Tahun 2006 perubahan yang ketiga UU No. 50 Tahun


2009 tentang Peradilan Agama, Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 159.
5Qanun Provinsi Aceh Nomor 10 Tahun 2002 tentang Peradilan Syariat Islam
Pasal 49.

seseorang, menahan, menyita suatu benda, jaksa dapat


menuntut, mendakwa dan lain-lain. Oleh sebab itu, hukum
formil sangat penting, karena menentukan nasib seseorang
warga negara.
Perilaku

pengadilan

harus

berdasarkan

ketentuan

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan


Kehakiman yang mengatur bahwa hakim pengadilan memiliki
kewenangan untuk menjatuhkan putusan terhadap seorang
terdakwa atas suatu tindak pidana yang telah diproses di
pengadilan. Putusan yang dijatuhkan hakim merupakan hasil
pertimbangan hukum hakim/majelis hakim pada suatu perkara
yang diajukan. Pertimbangan yang dimaksud antara lain
berasal dari proses pembuktian, hal-hal yang memberatkan
dan meringankan terdakwa, sehingga putusan hakim/majelis
hakim sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum atau di
atas tuntutan jaksa penuntut umum atau bahkan di bawah
tuntutan jaksa penuntut umum.
Mahkamah

Syariyah

sebagai

pelaksana

kekuasaan

kehakiman termasuk dalam peradilan negara yang eksistensi


dan

perannya

harus

sesuai

dengan

undang-undang

sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) dan (3) UU


Kekuasaan Kehakiman. Sebagai peradilan negara, maka tugas
dan fungsinya harus menerapkan dan menegakkan hukum dan
keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.6 Mahkamah Syariyah sebagai peradilan negara yang
memiliki kekuasaan kehakiman dan sebagai pengadilan khusus
sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2006 tidak dijelaskan dalam UU Kekuasaan Kehakiman.
6Lihat Pasal 2 ayat (2) dan (3), Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia.

Proses setiap putusan harus sesuai dengan Pasal 197


KUHAP yang memuat ketentuan antara lain:
1. Surat pemidanaan memuat:
a. Kepala

putusan

KEADILAN

yang

dituliskan

BERDASARKAN

berbunyi:

KETUHANAN

DEMI

YANG

MAHA

ESA;
b. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir,
jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan
pekerjaan terdakwa.
c. Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;
d. Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai
fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang
diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi
dasar penentuan kesalahan terdakwa;
e. Tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat
tuntutan;
f. Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi
dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan
perundang-undangan
disertai

keadaan

yang

yang

menjadi

dasar

memberatkan

hukum

dan

yang

meringankan terdakwa;
g. Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis
hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal;
h. Pernyataan

kesalahan

terdakwa,

pernyataan

telah

terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana


disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau
tindakan yang dijatuhkan;
i. Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan
dengan

menyebutkan

jumlahnya

ketentuan mengenai barang bukti;

yang

pasti

dan

j. Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau


keterangan dimana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat
surat otentik dianggap palsu;
k. Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam
tahanan atau dibebaskan;
l. Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama
hakim yang memutus dan nama panitera;
2. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c,
d, e, f, g, h, i, j, k, dan l pasal ini mengakibatkan putusan
batal demi hukum.
3. Putusan dilaksanakan dengan segera menurut ketentuan
dalam undang-undang ini.7
Penjelasan Pasal 197 KUHAP menyebutkan ayat (1) huruf
(a) (c) cukup jelas sedangkan huruf (d) memuat yang
dimaksud dengan fakta dalam poin (d) ialah segala apa yang
ada dan apa yang diketemukan di dalam persidangan oleh
pihak yang beracara, antara lain penuntut umum, saksi ahli,
terdakwa, penasehat hukum dan saksi korban. Namun, bila
keputusan majelis hakim tidak sesuai dengan Pasal 197 ini
akan mengakibatkan putusan tersebut batal demi hukum
sesuai dengan Pasal 2.
Dalam putusan Mahkamah Syariyah Langsa Nomor
20/JN/Ms-Lgs

tentang

Pidana

Khalwat

terhadap

Buyung

Sudrajat bin Lukman, majelis hakim telah memutuskan perkara


tersebut dengan 9 kali cambuk, sedangkan Jaksa Penuntut
Umum dalam surat dakwaannya menuntut 6 kali cambuk.
Dengan melihat putusan hakim Mahkamah Syariyah tersebut,
nampak dengan jelas bahwa hakim Mahkamah Syariyah
Langsa dalam hal ini telah mengabaikan sebagian Pasal 197
7Soesilo, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: Buana Press, 2008), hal. 246

ayat

(1)

yaitu

poin

(c)

dan

(e)

yang

masing-masing

menghendaki agar hakim dalam memutuskan perkara perlu


memperhatikan unsur-unsur dakwaan sebagaimana terdapat
dalam

surat

dakwaan

(poin

c)

dan

tuntutan

pidana

sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan (poin e). Dalam


kasus

ini,

unsur

dakwaan

jaksa

adalah

khalwat

dan

tuntutannya 6 kali cambuk. Sebenarnya Buyung Sudrajat bin


Lukman berhak menyatakan dirinya tidak dapat dieksekusi
dengan 9 kali cambuk dengan alasan karena bersikap sopan
dan mengakui terus terang di persidangan, alasan kedua
memperhatikan Pasal 197 ayat (1) point e Tuntutan pidana,
sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan dengan mengacu
pada ketentuan Pasal 197 ayat (2) yang menyatakan bahwa
putusan batal demi hukum jika tidak memuat ketentuan Pasal
197 ayat (1) KUHAP.
Sebenarnya majelis hakim pada prinsipnya sependapat
dengan dakwaan jaksa dimana para tersangka secara sah dan
menyakinkan telah melakukan khalwat, namun di sisi lain
majelis

hakim

mempertimbangkan

khalwat

dan

zina,

sedangkan zina ini tidak dituntut dan tidak dipersoalkan jaksa


dalam surat dakwaannya di persidangan. Dalam hal ini majelis
hakim terkesan melakukan ijtihad kasus khalwat yang menjadi
objek yang disengketakan menjadi persoalan zina dengan
pertimbangan ayat larangan zina dalam Alquran Surat al-Isra
ayat 32 yang menurut Hukum Islam harus mempunyai 2 unsur
yakni

persetubuhan

kesengajaan

atau

niat

yang

diharamkan

melawan

hukum.8

dan
Hal

adanya
ini

harus

dibuktikan dalam persidangan, sehingga hakim memutuskan


8Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta:Sinar Grafika,2005 ),
hal. 8

10

hukuman pelaku khalwat menjadi 9 kali. Pertanyaannya adalah


bolehkah hakim melakukan perluasan kasus yang didakwa
oleh JPU? Seharusnya terdakwa dan Jaksa melakukan banding,
tapi kenyataannya jaksa tidak melakukannya.
Pada intinya Jaksa Penuntut Umum menuntut para
tersangka khalwat dengan dakwaan telah melanggar Qanun
No. 14 Tahun 2003 dan hal ini telah dibuktikan dalam surat
dakwaan

dalam

memenuhi

unsur

persidangan

bahwa

materil khalwat.

tersangka

Dalam

hal

telah

ini,

jaksa

menuntut untuk dilakukan eksekusi sebanyak 6 kali cambuk,


dalam

surat

dakwaan

yang

dibacakan

jaksa

tidak

menyinggung tentang zina.


Dengan berpedoman Pada Pasal 197 KUHAP ayat (1)
point (c) dan (e), di sini berarti hakim telah mengabaikan
aturan yang semestinya dijunjung tinggi oleh seorang hakim.
Perkara

tersebut

menarik

untuk

dikaji

karena

hakim

memutuskan sebuah perkara yang tidak diminta oleh penuntut


atau melebihi dari tuntutan. Oleh karena itu, penulis merasa
perlu adanya sebuah penelusuran dan penelitian hukum
terkait dengan landasan hukum yang dijadikan pertimbangan
majelis

hakim

dalam

putusan

tersebut.

Apakah

hakim

Mahkamah Syariyah Langsa tidak merujuk ketentuan KUHAP


dan Hukum Jinyt yang tersebut di atas.
B. Pembahasan Hasil Kajian
Mahkamah Syar`iyah Langsa

yang

memeriksa

dan

mengadili perkara jinyt pada tingkat pertama dengan


acara pemeriksaan biasa dalam persidangan, Majelis Hakim
menjatuhkan putusan terhadap terdakwa perkara pidana
tentang khalwat (mesum).
Adapun para pihak dalam kasus khalwat (mesum)

11

perkara yang ditangani oleh Mahkamah Syar`iyah Langsa,


nomor perkara 20/JN/2012/MS-Lgs adalah Buyung Sudrajad
bin Lukman, Tempat lahir Padang, Umur/ tanggal lahir 21
Tahun / 19 Januari 1991, Jenis kelamin laki-laki, Agama
Islam, Pendidikan SD tidak tamat, Kebangsaan Indonesia,
Pekerjaan Pengamen Jalanan, Tempat tinggal Dusun Lubuk
Damar Gampong Sawah Desa Seruway Kabupatan Aceh
Tamiang, sebagai terdakwa I.
Selanjutnya pihak ke dua nama lengkap Nadira binti
Muslem M Nur, Tempat lahir Kuala Simpang, Umur/ tanggal
lahir 20 Tahun /31 Januari 1992, Jenis kelamin Perempuan,
Agama

Islam,

Pendidikan

SMA,

Kebangsaan

Indonesia,

Pekerjaan Pengamen Jalanan, Tempat tinggal : Gampong Blang


Kecamatan Langsa Kota-Kota Langsa, sebagai terdakwa II.
Bahwa pada tanggal 20 April 2012 Jaksa Penuntut Umum
telah mengajukan surat dakwaan kepada Ketua Mahkamah
Syar`iyah Langsa dengan nomor PDM-55/LNGSA/04.12. Dalam
surat dakwaan tersebut jaksa penuntut umum mendakwa
terdakwa I dan terdakwa II bahwa mereka terdakwa I Buyung
Suderajat bin Lukman dan terdakwa II Nadira binti Muslem M
Nur pada hari Selasa tanggal 03 April 2012 sekira pukul 00.30
Wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu lain dalam tahun
2012 bertempat di Lapangan Tenis dekat Taman Bambu
Runcing Gampong Jawa Muka Kecamatan Langsa Kota, Kota
Langsa atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain dimana
Mahkamah Syar`iyah Kota Langsa berwenang memeriksa dan
mengadili

perkara

ini,

melakukan

khalwat/mesum

yang

hukumnya haram. Secara detailnya Jaksa Penuntut Umum


menuntut agar Majelis Hakim Mahkamah Syar`iyah Langsa

12

menjatuhkan putusan terhadap terdakwa I dan terdakwa II


yang amarnya sebagai berikut:
1 Menyatakan mereka terdakwa I Buyung Sudrajat bin
Lukman dan terdakwa II Nadira binti Muslem M Nur
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
perbuatan

khalwat/mesum

yang

hukumnya

haram

sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 4


Jo Pasal 22 ayat (1) Qanun No. 14 Tahun 2003 tentang
Khalwat (Mesum).
2 Menjatuhkan pidana terhadap mereka terdakwa I Buyung
Suderajat bin Lukman dan terdakwa II Nadira binti
Muslem M. Nur dengan uqbt Cambuk masing-masing
sebanyak 6 (enam) kali di muka umum.
3 Menyatakan barang bukti berupa 1 (satu) buah celana
dalam warna hitam dan 1 (satu) buah celana dalam
warna

merah

jambu

dikembalikan

kepada

mereka

terdakwa.
4 Menetapkan mereka terdakwa I Buyung Suderajat bin
Lukman dan terdakwa II Nadira binti Muslem M. Nur
membayar biaya masing-masing sebesar Rp. 2.000,(dua ribu rupiah).
Berdasarkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum, terdakwa I
dan terdakwa II melakukan perbuatan khalwat/mesum dengan
cara sebagai berikut:
1 Bahwa antara mereka terdakwa telah terjalin hubungan
asmara selama lebih kurang I (satu) tahun dan mereka
terdakwa

mempunyai

pekerjaan

sebagai

pengamen

jalanan (anak punk) yang hidup di jalanan Kota Langsa.


2 Bahwa bermula pada hari Senin tanggal 02 April 2012
sekira pukul 22.00 Wib bertempat di pinggir jalan di

13

depan Pendopo Bupati Aceh Timur di Jalan Darussalam


Kota Langsa, mereka terdakwa duduk-duduk dengan
anak-anak punk lainnya selesai mengamen di seputaran
Kota Langsa dan kemudian sambil melepas lelah mereka
terdakwa
bersama-sama
meminum

dengan

minuman

anak-anak

keras

jenis

punk

lainnya

Stepmension

dan

kemudian sekira pukul 00.00 Wib, dikarenakan hari telah


larut malam kemudian satu persatu anak-anak punk
membubarkan diri.
3 Bahwa

kemudian

dikarenakan

masih

terpengaruh

minuman keras dan di antara mereka terdakwa memang


terjalin hubungan asmara dan telah sering melakukan
hubungan layaknya suami istri kemudian terdakwa I
Buyung Suderajat bin Lukman mengajak terdakwa II
Nadira binti Muslem M Nur untuk melakukan hubungan
layaknya suami istri dan atas ajakan tersebut, terdakwa
II Nadira binti Muslem M Nur langsung menyetujuinya.
4 Bahwa

kemudian

sebagaimana

pada

tersebut

waktu

di

atas,

dan

tempat

dikarenakan

yang
sudah

terangsang tanpa melihat kiri kanan dan pikir panjang


lagi, terdakwa I Buyung Suderajat bin Lukman Iangsung
membuka seluruh pakaiannya sehingga bugil/telanjang
bulat dan melihat terdakwa I Buyung Suderajat bin
Lukman sudah bugil/telanjang bulat tanpa pikir panjang
juga terdakwa II Nadira binti Muslem M Nur Iangsung
membuka

celana

panjang

berwarna

merah

jambu

dan

celana

sehingga

dalamnya

tubuh

bagian

bawahnya menjadi telanjang dan segera terdakwa II


Nadira binti Muslem M Nur merebahkan tubuhnya di

14

Lapangan Tenis dan membuka lebar kedua kakinya


sehingga terlihatlah kemaluannya dan melihat itu tanpa
pikir panjang terdakwa I Buyung Suderajat bin Lukman
yang sudah telanjang bulat dengan alat kelaminnya yang
sudah

panjang

dan

keras

segera

menimpa

tubuh

terdakwa II Nadira binti Muslem M Nur dan Iangsung


memasukkan kemaluannya yang sudah panjang dan
keras ke dalam kemaluan terdakwa II Nadira binti
Muslem M Nur dan setelah masuk kemudian terdakwa I
Buyung

Suderajat

bin

Lukman

menaik

turunkan

kemaluannya kedalam kemaluan terdakwa II Nadira binti


Muslem M Nur tetapi belum mencapai klimaksnya tibatiba mereka terdakwa ditangkap masyarakat sekitarnya.
5 Bahwa, perbuatan Terdakwa I dan Terdakwa II tersebut
telah melanggar aturan sebagaimana diatur dalam pasal
5 Jo pasal 22 ayat (1) Qanun Provinsi Aceh Nomor 14
tahun 2003 tentag Khalwat (mesum).
Untuk membuktikan dalil dakwaannya, Jaksa Penuntut
Umum telah mengajukan saksi-saksi sebagal berikut:
1 T. Nazri bin Yakup, di bawah sumpah menurut agama
Islam

di

depan

persidangan

yang

pada

pokoknya

menerangkan sebagai berikut:


a Benar saksi adalah anggota Wilayatul Hisbah (WH)
pada Dinas Syariat Islam Kota Langsa yang sedang
piket jaga;
b Benar saksi yang melakukan penangkapan terhadap
mereka terdakwa bersama-sama dengan anggota WH
lainnya di antaranya Edwin Mahzi bin Tarmizi;
c Benar

penangkapan

dilakukan

pada

hari

Selasa

tanggal 03 April 2012 sekira pukul 01.00 Wib di

15

lapangan tenis dekat Taman Bambu Runcing Gampong


Jawa Muka Kecamatan Langsa Kota, Kota Langsa;
d Benar mereka terdakwa ditangkap karena diduga
melakukan perbuatan khalwat (mesum) berdasarkan
informasi/telepon dari masyarakat;
e Benar berdasarkan informasi dari masyarakat yang
melakukan penangkapan, bahwa mereka terdakwa
sedang malakukan hubungan suami istri;
f

Benar pada saat ditangkap ditemukan pada para


terdakwa berupa (satu) buah celana dalam warna
hitam dan satu buah celana dalam warna merah
jambu;

g Benar

menurut

pengakuannya,

terdakwa-terdakwa

melakukan perbuatan Khalwat/Mesum berdasarkan


suka sama suka karena mereka terdakwa berpacaran;
h Benar setelah dilakukan interogasi, sekira pukul 09.00
Wib, mereka terdakwa diserahkan ke Polres Langsa
untuk proses lebih lanjut;
i

Benar menurut keterangan mereka terdakwa adalah


pengamen jalanan/anak-anak punk.

2 Irwansyah bin Burhanullah, di bawah sumpah menurut


agama Islam di depan persidangan yang pada pokoknya
menerangkan sebagai berikut:
a Benar telah tejadi perbuatan Khalwat/Mesum yang
dilakukan oleh mereka terdakwa pada hari Selasa
tanggal 03 April 2012 sekira pukul 00.30 Wib di
Lapangan

Tenis

dekat

Taman

Bambu

Runcing

Gampong Jawa Muka Kecamatan Langsa Kota, Kota


Langsa;
b Benar saksi adalah salah seorang yang melakukan

16

penangkapan

terhadap

mereka

terdakwa

yang

melakukan khatwat tersebut;


c Benar berawal saat saksi sedang menelepon tiba-tiba
saksi

melihat

seorang

wanita

masuk

ke

dalam

lapangan tenis sendirian;


d Benar saksi merasa curiga kenapa ada seorang wanita
masuk ke dalam lapangan tenis malam-malam dan
sendirian;
e Benar setelah menelepon dan penasaran lalu saksi
mengikuti wanita tersebut masuk ke dalam lapangan
tenis;
f

Benar

kemudian

saksi

melihat

wanita

tersebut

bersama dengan seorang laki-laki sedang melakukan


hubungan suami istri di lantai lapangan tenis tersebut;
g Benar kemudian saksi mengambil pakaian dalam
mereka terdakwa kemudian keluar lapangan tenis dan
memberitahu kepada

masyarakat sekitamya agar

melakukan penangkapan terhadap mereka terdakwa;


h Benar

kemudian

saksi

bersama-sama

dengan

masyarakat lainnya melakukan penangkapan terhadap


mereka terdakwa yang sedang melakukan hubungan
suami istri dan kemudian menyerahkannya kepada WH
Kota Langsa;
i

Benar
bahwa

berdasarkan
mereka

keterangan

berpacaran

mereka

dan

terdakwa

belum

terikat

penikahan;
j

Benar

berdasarkan

keterangan

mereka

terdakwa

adalah pengamen jalanan/anak-anak punk yang sering


berkeliaran di seputaran Kota Langsa.
Setelah memperoleh keterangan saksi-saksi tersebut,

17

jaksa juga mengajukan barang bukti berupa 1 (satu) buah


celana dalam warna hitam dan 1 (satu) buah celana dalam
warna merah jambu. Dan barang bukti tersebut ketika
diperlihatkan di persidangan dan dibenarkan oleh para saksi
dan para terdakwa.
Terdakwa I dan Terdakwa II membenarkan keterangan
yang termuat dalam Berita Acara Pemeriksaan dan Penyidik
dan

mengakui

telah

menandatangani

Berita

Acara

Pemeriksaan tersebut.
Berdasarkan keterangan saksi-saksi, barang bukti serta
keterangan Terdakwa yang saling bersesuaian diperoleh fakta
hukum sebagai berikut:
1 Bahwa pada hari Selasa tanggal 03 April 2012 sekira
pukul 00.30 WIB bertempat di Lapangan Tenis dekat
Taman Bambu Runcing Gampong Jawa Muka Kecamatan
Langsa Kota, Kota Langsa para saksi telah melakukan
penangkapan terhadap Terdakwa I dan Terdakwa II
karena Terdakwa I dan Terdakwa II melakukan hubungan
suami isteri.
2 Bahwa Terdakwa I dan Terdakwa II bukan suami istri dan
masih berstatus pacaran;
3 Bahwa Terdakwa I dan Terdakwa II ditangkap di tempat
gelap dan sunyi hanya mereka berdua saja;
4 Bahwa dari Terdakwa disita barang bukti berupa 1 (satu)
buah celana dalam warna hitam dan 1 (satu) buah
celana dalam berwarna merah jambu.
Dari

perolehan

fakta

hukum

tersebut

ternyata

bersesuaian dengan dakwan Jaksa Penuntut Umum yaitu Pasal


4 jo Pasal 22 ayat (1) Qanun Nomor 14 Tahun 2003 Tentang
Khalwat (mesum) yang unsur-unsurnya sebagai berikut:

18

1 Setiap orang
Yang dimaksud dengan setiap orang dalam unsur ini
adalah ditujukan kepada siapa saja tanpa terkecuali yang
menjadi subjek hukum, yaitu beragama Islam, mukallaf (yang
dapat dipertanggung jawabkan terhadap perbuatannya) dan
melakukan perbuatan tersebut atas dasar kehendak sendiri
bukan karena paksaan dan orang lain atau diancam, baik ianya
laki-laki maupun perempuan.
Bahwa

berdasarkan

keterangan

saksi-saksi

serta

keterangan para Terdakwa terbukti pula yang dimaksud


dengan subjek hukum di sini adalah Terdakwa I Buyung
Sudrajad bin Lukman dan Terdakwa II Nadira binti Muslem M.
Nur, dimana Terdakwa I dan Terdakwa II telah melakukan
hubungan suami istri atas dasar suka sama suka dan selama
persidangan bertingkah laku normal dapat menjawab dengan
baik pertanyaan yang diajukan kepadanya, baik pertanyaan
Majelis

Hakim

dimengerti

maupun

Jaksa

Penuntut

Umum,

dan memberikan jawaban dengan baik

dapat
atas

keterangan para saksi serta mengakui dan membenarkan


identitasnya yang tertera dalam berkas perkara maupun
dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum adalah benar
sebagai identitas dirinya. Oleh karena itu unsur setiap orang
telah terpenuhi/terbukti secara sah dan meyakinkan menurut
hukum;
2 Melakukan khalwat/mesum yang hukumnya haram
Bahwa yang dimaksud dengan khalwat di sini adalah
perbuatan bersunyi-sunyi antara dua orang atau lebih mukallaf
yang berlainan jenis yang bukan muhrimnya atau tanpa ikatan
perkawinan

yang

mengarah

kepada

zina.

Bahwa,

yang

dimaksud haram adalah perbuatan yang dilarang oleh agama

19

yang apabila dilakukan berdosa dan apabila ditinggalkan


mendapat pahala. Bahwa dari keterangan para saksi, alat bukti
serta diperkuat oleh pengakuan Terdakwa I dan Terdakwa II
bahwa benar Terdakwa I dan Terdakwa II telah melakukan
hubungan suami istri. Perbuatan Terwakwa I dan Terdakwa II
tersebut dilakukan dengan sengaja atas dasar suka sama suka,
di tempat yang sunyi dan terbuka, bukan hanya sekedar
berkhalwat

bahkan

Terdakwa

dan

Terdakwa

II

sudah

melakukan hubungan suami istri dengan cara memasukkan


alat kelamin Terdakwa I ke alat kelamin Terdakwa II tanpa
ikatan perkawinan yang sah.
Dari uraian di atas unsur melakukan khalwat yang
hukumnya haram sangat terbukti secara sah dan meyakinkan
secara hukum. Sebelum Majelis Hakim menjatuhkan hukuman
kepada

Terdakwa

dipertimbangkan

hal-hal

dan

Terdakwa

yang

II,

memberatkan

perlu

pula

dan

yang

meringankan hukuman atas terdakwa, sebagai berikut:


1 Hal-hal yang memberatkan
Ditemukan fakta perbuatan Terdakwa I dan Terdakwa II
melebihi dakwaan Jaksa Penuntut Umum yaitu bukan sekedar
berkhalwat saja tetapi telah melakukan hubungan suami istri
tanpa ikatan suami istri yang sah.
Bahwa perbuatan terdakwa selaku pemeluk agama Islam
yang telah mukallaf dapat meresahkan masyarakat dan
dilarang oleh agama dan qanun Provinsi Aceh. Perbuatan
terdakwa tidak menjunjung tinggi nilai-nilai syariat Islam yang
sedang digalakkan oleh masyarakat dan Pemerintah Aceh.
2 Hal-hal yang meringankan
Terdakwa bersikap sopan dan mengaku terus terang di
persidangan serta tidak mempersulit jalannya pemeriksaan.

20

Bahwa Terdakwa I dan Terdakwa II sangat menyesali perbuatan


yang telah dilakukan dan berjanji akan segera menikah,
sehingga masih bisa diharapkan untuk memperbaiki diri di
kemudian hari.
Selanjutnya majelis hakim menimbang, bahwa oleh
karena perbuatan terdakwa I dan Terdakwa II bukan hanya
sekedar berkhalwat akan tetapi sudah melakukan hubungan
suami istri tanpa ikatan perkawinan yang sah sehingga Majelis
berpendapat sebagai upaya memberi kesadaran bagi si pelaku
dan sekaligus menjadi peringatan bagi anggota masyarakat
lainnya untuk tidak melakukan perbuatan haram tersebut,
dengan

memperhatikan

tidak

ditemukan

adanya

alasan

pembenaran maupun pemaafan dalam diri Terdakwa I dan


Terdakwa II, maka majelis rnenjatuhkan hukuman maksimal
masing-masing 9 kali cambuk di depan umum sebagaimana
tertera dalam Pasal 22 ayat (1) Qanun Nomor 14 Tahun 2003
Tentang Khalwat.
Menimbang, bahwa barang bukti dalam perkara ini
berupa 1 (satu) buah celana dalam warna hitam dan I (satu)
celana dalam warna merah jambu, demi kemaslahatan akan
ditetapkan dalam amar putusan ini.
Menimbang,

bahwa

oleh

karena

Terdakwa

dan

Terdakwa II telah terbukti bersalah maka kepada Terdakwa I


dan Terdakwa II harus pula dihukum untuk membayar biaya
dalam perkara ini.
Mengingat segala ketetuan syara khususnya firman
Allah dalam Alquran Surat al-lsr ayat 32 yang berbunyi:
wur (#q/t)s? #oTh9$# ( mR) tb%x. Zptss u!
$yur Wx6y
Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya

21

zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu


jalan yang buruk.9
Memperhatikan semua peraturan perundang-undangan
yang berlaku bagi Mahkamah Syariyah dan yang berhubungan
dengan perkara ini khususnya Qanun Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Khalwat.
Mahkamah Syariyah Langsa setelah membaca berkas
perkara

yang

bersangkutan,

mendengar

tuntutan

Jaksa

Penuntut Umum tertanggal 20 April 2012 yang pada pokoknya


sebagaimana tersebut di atas, mendengar keterangan saksisaksi dan terdakwa di persidangan; setelah memperhatikan
barang bukti yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum,
mempertimbangkan
terdakwa

dan

yang

segala

hal-hal

meringankan

yang

memberatkan

terdakwa,

kemudian

mengadili dan menjatuhkan putusan yang amarnya sebagai


berikut:
1 Menyatakan mereka terdakwa I Buyung Sudrajat bin
Lukman dan terdakwa II Nadira binti Muslem M Nur
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
perbuatan khalwat/mesum.
2 Menjatuhkan pidana terhadap mereka terdakwa I Buyung
Suderajat bin Lukman dan terdakwa II Nadira binti
Muslem M Nur dengan uqbt Cambuk masing-masing
sebanyak 9 (sembilan) kali di depan umum.
3 Menyatakan barang bukti berupa 1 (satu) buah celana
dalam warna hitam dan 1 (satu) buah celana dalam
warna merah jambu dirampas untuk dimusnahkan.
9Di sini Majelis Hakim menggunakan Alquran Surat al-lsr ayat 32 sebagai dasar
pertimbangan hukum, sebab ini sesuai dengan unsur materil yang ada dalam Qanun No. 14
Tahun 2003. Jadi walaupun sebenarnya mereka telah melakukan zina, tapi Majelis Hakim tidak
bisa menuntut dengan hukuman zina, karena tidak ada hukum materilnya. Maka ayat 2 Surat
al-Nur tidak menjadi dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan ini.

22

4 Menghukum terdakwa I Buyung Suderajat bin Lukman


dan terdakwa II Nadira binti Muslem M Nur untuk
membayar biaya perkara masing-masing sebesar Rp.
2.000,- (dua ribu rupiah).
Putusan

diputuskan

dalam

rapat

Majelis

Hakim

Mahkamah Syariyah di Langsa pada hari Jumat tanggal 20


April 2012 M bertepatan dengan tanggal 28 Jumadil Awal 1433
H. oleh majelis hakim yang ditunjuk oleh Ketua Mahkamah
Syariyah tersebut, Drs. H. Ilyas Amin sebagai Ketua Majelis,
Drs. A, Aziz, SH., MH dan Azwida, S.H.I., masing-masing
sebagai Hakim Anggota. Putusan tersebut pada hari itu juga
diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Ketua
Majelis tersebut, dengan didampingi oleh para Hakim Anggota
yang turut bersidang yang dibantu oleh A. Rahman sebagai
Panitera Pengganti dan Meutya sebagai Jaksa Penuntut Umum,
serta dihadiri Terdakwa I dan Terdakwa II.
C. Analisis Dasar Pertimbangan Majelis Hakim
Kekuasaan kehakiman yang merdeka bukan berarti bahwa
kekuasaan kehakiman dapat dilaksanakan sebebas-bebasnya
tanpa rambu-rambu pengawasan, oleh karena dalam aspek
beracara di pengadilan dikenal adanya asas umum untuk
berperkara yang baik (general principles of proper justice), 10
dan peraturan-peraturan yang bersifat prosedural atau hukum
acara yang membuka kemungkinan diajukannya berbagai
upaya hukum. Dengan demikian dalam hal fungsi kehakiman
10UU No.4 Tahun 2004, Bab. II Badan Peradilan dan Asasnya, Pasal 10 s/d Pasal 26. Asas
umum penyelenggaraan peradilan yang baik, yaitu asas kebebasan; asas larangan menolak
memeriksa dan mengadili perkara; asas hakim aktif; asas kesamaan; asas penyelesaian perkara
secara tuntas; dan asas pengawasan peradilan; (kesimpulan seminarPemberdayaan dan
tanggungjawab Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam melaksanakan kekuasaan
kehakiman yang mandiri, diselenggarakan oleh IKAHI, tanggal 22 Maret 2000 di Jakarta,
Varia Peradilan, No.178, Juli 2000, hal.118.

23

adalah keseluruhan rangkaian kegiatan berupa mengadili


suatu perkara sengketa yang individual konkret dan dalam
kaitannya

dengan

konsep

kekuasaan

kehakiman

yang

merdeka, yang dalam konteks hukum meliputi wewenang,


otoritas, hak dan kewajiban, maka kekuasaan kehakiman
dapat diartikan sebagai kekuasaan, hak dan kewajiban untuk
menentukan apa dan bagaimana norma hukum terhadap
kasus konflik-individual-konkret yang diajukan kepadanya,
maka kekuasaan kehakiman terikat pada peraturan-peraturan
yang

bersifat

prosedural

yang

disebut

Hukum

Acara.

Kekuasaan kehakiman yang merdeka yaitu terwujud dalam


kebebasan hakim dalam proses peradilan, dan kebebasan
hakim dalam menjalankan kewenangannya ini, ada ramburambu aturan hukum formal dan hukum material, serta normanorma

tidak

tertulis

yang

disebut

asas

umum

penyelenggaraan peradilan yang baik (general principles of


proper justice).11 Dengan kata lain, kekuasaan peradilan terikat
pada aturan hukum material dan peraturan-peraturan yang
bersifat prosedural yakni hukum acara. Dengan demikian
aturan hukum material dan peraturan-peraturan yang bersifat
prosedural, dapat dikatakan sebagai batas normatif terhadap
kebebasan kekuasaan peradilan atau kebebasan hakim dalam
proses peradilan.
Menurut Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Khalwat, Jaksa Penuntut Umum
telah mempunyai cukup alasan untuk menuntut terdakwa I
dan terdakwa II karena keduanya telah melakukan khalwat
11Bab II Badan Peradilan dan Asasnya, Pasal 10 s/d Pasal 26, UU No.4 Tahun 2004, tentang
Kekuasaan Kehakiman; Lihat pula Kesimpulan seminar Pemberdayaan dan Tanggungjawab
Mahkamah Agung Republik Indonesia Dalam Melaksanakan Kekuasaan Kehakiman Yang
Mandiri, IKAHI, Varia Peradilan, No.178, Juli 2000, hal.118.

24

atau mesum yang perbuatan tersebut haram dan sangat


dilarang oleh agama. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 4
Khalwat/Mesum hukumnya haram dan dalam pasal 5,yaitu
setiap orang dilarang melakukan khalwat/mesum.
Dari

keseluruhan

dasar

pertimbangan

hukum

yang

digunakan oleh Mejelis Hakim dalam menyelesaikan perkara


nomor

20/JN/2012/MS-Lgs

dapat

diketahui

bahwa

yang

dijadikan dasar hukum secara khususnya adalah Pasal 22 ayat


(1) Qanun Nomor 14 Tahun 2003 tentang Khalwat (mesum)
yang bunyinya setiap orang yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, diancam dengan
uqbt tazr berupa dicambuk paling tinggi 9 (sembilan) kali,
paling rendah 3 (tiga) kali dan/atau denda paling banyak Rp.
10.000.000,-

(sepuluh

juta

rupiah),

paling

sedikit

Rp

2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah). Di samping itu


juga, Majelis Hakim mempertimbangkan ketentuan syara
khususnya firman Allah dalam Alquran Surat al-lsr ayat 32
tentang larangan mendekati zina.
Dasar pertimbangan hukum yang digunakan oleh Majelis
Hakim dalam satu sisi putusan yang diberikan telah sesuai dan
masih dalam koridor hukum sebagaimana yang diatur dalam
Hukum Islam. Karena dasar hukum yang digunakan adalah
hukum Islam yaitu Qanun Nomor 14 Tahun 2003 Tentang
Khalwat,

setiap

orang

yang

melakukan

khalwat

maka

diancam dengan uqbt tazr berupa dicambuk paling tinggi


9 (sembilan) kali. Dan Alquran Surat

al-lsr ayat 32

ditegaskan tentang larangan atau haram melakukan suatu


perbuatan yang perbuatan tersebut mengarahkan pelaku
untuk berbuat zina.

25

Sementara di sisi lain, putusan Nomor 20/JN/2012/MS-Lgs


Tentang

perkara

khalwat

tersebut

bertentangan

dengan

ketentuan penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara


Pidana (KUHAP) Pasal 197 ayat (1) huruf c dakwaan,
sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan, begitu pula
Pasal 197 ayat (1) huruf e yang berbunyi tuntutan pidana,
sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan. Dari pasal
tersebut

sangat

memutuskan

tegas

atau

dijelaskan

menghukum

hakim

tidak

terdakwa

boleh

melebihi

sebagaimana tuntutan dari jaksa. Dalam surat dakwaan, jaksa


menuntut terdakwa dengan pidana cambuk sebanyak 6 kali,
sementara

dalam

putusan

hakim

menghukum

terdakwa

dengan pidana cambuk sebanyak 9 kali. Bila dilihat lebih jauh


lagi

sebagaimana

tersebut

dalam

Kitab

Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 197 ayat (2) yang berbunyi
Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) pasal ini
mengakibatkan putusan batal demi hukum. Berdasarkan
pasal ini seharusnya Putusan Nomor 20/JN/2012/MS-Lgs ini
tidak bisa dieksekusi karena termasuk dalam putusan yang
batal atau tidak sah. Di sinilah letak kejanggalan putusan
Nomor 20/JN/2012/MS-Lgs tentang perkara khalwat karena
tidak mengindahkan aturan yang berlaku terhadap sebuah
putusan.
Mengenai kebebasan hakim dalam memutuskan sebuah
perkara, penulis juga tidak menafikan adanya kebebasan bagi
hakim dalam menjalankan tugas mulianya. Namun kebebasan
ini juga tidak terlepas dari aturan perundang-undangan yang
mengatur kewenangan seorang hakim, juga tidak lepas dari
kemungkinan yang ada dalam kasus itu sendiri.

26

Kebebasan hakim dalam pemberian putusan melebihi dari


tuntutan, itu dibenarkan kalau memang ditemukan fakta-fakta
yang memberatkan terdakwa, misalnya mempersulit proses
pemeriksaan,

menghilangkan

barang

bukti

dan

lainnya.

Sementara dalam kasus ini terdakwa bahkan mengakui sendiri


kesalahannya

dan insaf terhadap perbuatan yang telah

dilakukannya, serta membenarkan apa yang didakwa oleh


Jaksa dan pernyataan para saksi. Jadi yang seharusnya dengan
ditemukan hal-hal yang meringankan terdakwa, majelis hakim
mempertimbangkan untuk mengurangi pidana yang dijatuhkan
di bawah pidana yang dituntut oleh jaksa.
Sementara
ditemukan

dari

segi

pengakuan

kemungkinan

pelaku

bahwa

ia

dalam
tidak

kasus,
sekedar

berkhalwat, tapi malah berzina. Namun masalahnya hukuman


zina lebih besar dari khalwat sehingga para hakim tidak berani
mengambil risiko ketika hukum materil tidak mengatunya. Hal
ini tidak bertentangan dengan prinsip hakim tidak boleh
menolak perkara, sebab tuntutan JPU bukan pada persoalan
zina.
D. Analisis Kesesuaian Putusan dan Akibat Hukumnya
Sesuai dengan ketentuan Pasal 183 KUHAP, apabila
pemeriksaan

perkara

jabatannya,

melakukan

selesai,

majelis

musyawarah

hakim

untuk

karena

mengambil

putusan yang akan dijatuhkan. Agar putusan tidak dianggap


cacat karena hukum maka dalam pertimbangan hukum hakim
harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar hukum putusan
serta

mencantumkan

pasal-pasal

peraturan

perundang-

undangan tertentu yang bersangkutan dengan perkara yang


diputuskan atau berdasarkan hukum yang tidak tertulis

27

maupun yurisprudensi atau doktrin hukum. Bahkan menurut


pasal 178 ayat (3) HIR, hakim karena jabatannya wajib
mencukupkan segala alasan hukum yang tidak dikemukakan
oleh kedua belah pihak yang berperkara.12
Dalam putusan hakim Mahkamah Syar`iyah Langsa
perkara No.20/JN/2012/MS-Lgs tentang Perkara Khalwat, hakim
telah

memutuskan

perkara

dengan

menjatuhkan

pidana

terhadap terdakwa I Buyung Suderajat bin Lukman dan


terdakwa II Nadira binti Muslem M Nur dengan uqbt
Cambuk masing-masing sebanyak 9 (sembilan) kali di depan
umum.
KUHAP Pasal 197 huruf c memuat ketentuan Dakwaan,
sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan; dalam poin e
juga

memuat

ketentuan

Tuntutan

pidana,

sebagaimana

terdapat dalam surat tuntutan.13 Berdasarkan penjelasan


ketentuan
putusan

KUHAP

ini,

terhadap

terjadi

kasus

penyelewengan

Buyung

Sudrajat

penetapan

bin

Lukman

sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Syariyah


Langsa

Nomor

20/JN/2012/MS-Lgs

yang

diputuskan

oleh

majelis hakim berdasarkan hasil musyawarahnya pada tanggal


20 April 2012. Dalam putusan tersebut hakim memutuskan 9
kali cambuk terhadap pelaku karena terbukti melakukan
khalwat,

sementara

Jaksa

Penuntut

Umum

dalam

surat

dakwaannya menuntut pelaku dengan uqbt 6 kali cambuk.


Memang dalam Islam tuntutan cambuk 100 kali, itu cambuk
terhadap pelaku zina, sementara dalam kasus ini yang dijerat
pelaku bukan dengan kejahatan zina tetapi kejahatan di sini
12Lihat Het Herziene Inlandsche Reglement (HIR) Pasal 178 ayat (1),(2) dan
(3).
13Soesilo, KUHP & KUHAP, (Jakarta: Buana Press, 2008), hal. 246

28

adalah kejahatan khalwat. Bila pidana yang dituntut kepada


pelaku merupakan pidana zina, penulis sangat setuju dengan
putusan 9 kali cambuk bahkan melebihi itu juga tidak
mengapa. Tetapi pembuktiannya juga harus berdasarkan
pembuktian

zina,

sehingga

proses

pembuktian

dengan

hukuman yang diberikan sejalan. Namun dalam kasus ini


tuntutan jaksa dan proses pembuktian oleh hakim dilakukan
untuk kasus khalwat sementara pemberian hukuman sudah
mempertimbangkan pelaku melakukan perzinahan.
Dalam perkara yang penulis teliti yang terjadi di
Mahkamah Syariyah Langsa, hakim menjatuhkan putusan
yang bertentangan dengan ketentuan KUHAP, yakni perkara
dengan nomor register 20/JN/2012/MS-Lgs Tentang khalwat
yang isi putusannya melebihi dari apa yang dituntut oleh Jaksa
Penuntut Umum. Dengan kata lain, seharusnya isi petitum
dengan isi putusan harus sesuai, namun dalam putusan ini isi
putusan melebihi dari petitumnya.
Dengan melihat isi putusannya, sangatlah jelas bahwa isi
keputusan melebihi dari isi petitum dari penuntut. Untuk lebih
jelasnya dalam isi putusan angka 2 yang isinya pidana uqbt
Cambuk masing-masing sebanyak 9 (sembilan) kali di depan
umum, tidak sesuai dengan apa yang dituntut oleh Jaksa
Penuntut Umum yang tercantum dalam petitum point ke 2
dengan uqbt Cambuk masing-masing sebanyak 6 (enam)
kali di muka umum.
Berdasarkan analisis ini, dapat diketahui bahwa putusan
hakim Mahkamah Syar`iyah Langsa perkara No.20/JN/2012/MSLgs tidak sesuai dengan prinsip hukum, menurut tinjauan
KUHAP.

Dengan

demikian

akibat

hukum

dari

putusan

Mahkamah Syariyah No.20/JN/2012/MS-Lgs terhadap pelaku

29

khalwat yaitu harus menjalani dan menerima eksekusi putusan


terhadap masing-masing pelaku dengan cambuk sebanyak 9
kali di depan umum.
Bila dilihat dari sikap pelaku yang sopan dan tidak
mempersulit jalannya proses pemeriksaan serta sikap pelaku
yang terbuka terhadap kasus yang didakwakan kepadanya,
maka seharusnya penambahan uqbt dari 6 kali cambuk
menjadi 9 kali cambuk ini tidak boleh terjadi.
J. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah penulis uraikan dalam bab
sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Dasar pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Syar`iyah
Langsa dalam memutuskan uqbt cambuk terhadap
pelaku

khalwat

dalam

perkara

No.20/JN/2012/MS-Lgs

adalah: Pertama, Pasal 22 ayat (1) Qanun Nomor 14 Tahun


2003 Tentang Khalwat, yang berbunyi setiap orang yang
melakukan khalwat maka diancam dengan uqbt tazr
berupa dicambuk paling tinggi 9 (sembilan) kali. Kedua,
Alquran surat al-lsr ayat 32 tentang larangan atau
haram

melakukan

suatu

perbuatan

yang

perbuatan

tersebut mengarah pelaku untuk berbuat zina.


2. Putusan hakim Mahkamah Syar`iyah Langsa terhadap
perkara

No.20/JN/2012/MS-Lgs

adalah;

Pertama,

menyatakan mereka terdakwa I Buyung Sudrajat bin


Lukman dan terdakwa II Nadira binti Muslem M Nur
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
perbuatan khalwat/mesum. Kedua, menjatuhkan pidana
terhadap mereka terdakwa I dan terdakwa II dengan
uqbt Cambuk masing-masing sebanyak 9 (sembilan)
kali di depan umum. Ketiga, menyatakan barang bukti

30

berupa 1 (satu) buah celana dalam warna hitam dan 1


(satu) buah celana dalam warna merah jambu dirampas
untuk dimusnahkan. Keempat, menghukum terdakwa I
dan terdakwa II untuk membayar biaya perkara masingmasing sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah). Putusan ini
dinyatakan kurang sesuai dengan prinsip hukum karena
menyalahi dengan aturan perundang-undangan yang
berlaku yaitu KUHAP Pasal 197 Ayat (1) butir c dan e.
3. Akibat

hukum

putusan

Mahkamah

Syariyah

No.20/JN/2012/MS-Lgs terhadap pelaku khalwat, putusan


harus dieksekusi atau dijalankan. Namun bila dilihat
ketentuan KUHAP Pasal 197 ayat (2) putusan tersebut
dinyatakan batal demi hukum karena tidak sesuai dengan
prinsip sebuah putusan.

31

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta:Sinar Grafika, 2005.
Bab II Badan Peradilan dan Asasnya, Pasal 10 s/d Pasal 26, UU No.4 Tahun
2004, tentang Kekuasaan Kehakiman
Het Herziene Inlandsche Reglement (HIR) Pasal 178 ayat (1),(2) dan (3).
Kesimpulan seminar Pemberdayaan dan Tanggungjawab Mahkamah Agung
Republik Indonesia Dalam Melaksanakan Kekuasaan Kehakiman
Yang Mandiri, IKAHI, Varia Peradilan, No.178, Juli 2000.
Mahsum Fuad, Hukum Islam Indonesia Dari Nalar Partisipatoris Hingga
Emansipatoris, Jakarta: Pelangi Aksara, 2005.
Musthofa Sy, Kepaniteraan Peradilan Agama, Jakarta: Kencana, 2005.
Pasal 2 ayat (2) dan (3), Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia.
Qanun Provinsi Aceh Nomor 10 Tahun 2002 tentang Peradilan Syariat Islam
Pasal 49.
Retnowulan Sutantio, Hukum Acara Pedata Dalam Teori dan Praktek,
Bandung: Mandar Maju, 1989.
Soesilo, KUHP & KUHAP, Jakarta: Buana Press, 2008.
UU No.3 Tahun 2006 perubahan yang ketiga UU No. 50 Tahun
2009 tentang Peradilan Agama, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 159.
UU No.4 Tahun 2004, Bab. II Badan Peradilan dan Asasnya, Pasal 10 s/d
Pasal 26. Asas umum penyelenggaraan peradilan yang baik
Kesimpulan seminarPemberdayaan dan tanggungjawab Mahkamah Agung
Republik Indonesia dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman yang
32

mandiri, diselenggarakan oleh IKAHI, tanggal 22 Maret 2000 di


Jakarta, Varia Peradilan, No.178, Juli 2000.

33

You might also like