Pengaruh Pemberian Rifampisin Terhadap Profil Farmakokinetika Glipizid Pada Orang Sehat

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 10

Berkalal/mu Kedokteran

Vol. 34, No. 1, 2002

Pengaruh pemberian rifampisin terhadap profil


farmakokinetika glipizid pada orang sehat
Luciana Kuswibawati\ lwan Dwiprahasto 2, Ema Kristin2
1 Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
2 Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRACT
Luciana Kuswibawati, lwan Dwiprahasto, Erna Kristin - The effect of rifampicin administration on the
pharmacokinetic profile of glipizid in normal subjects
Background: The use of antituberculosis drugs among diabetic patients is not infrequent. Among these,
glipizide is one of the widely used antidiabetic drugs. The use of this second generation sulfonylurea in
combination with rifampicin is common.Rifampicin is known as enzyme inductor that can influence other
drugs metabolism used in combination.
Objective: To investigate the effect of rifampicin pretreatment on the pharmacokinetic parameters of
glipizide among 12 Indonesian healthy volunteers.
Methods: Using randomized crossover design, volunteers were divided into two groups, i.e control and
rifampicin pretreatment groups. Before starting the experiment, the pretreatment group was given 450
mg of rifampicin orally which should be taken daily for 7 days. Subsequently, a single dose of 5 mg
glipizide was ingested to control and the pretreatment group as well. After oral administration of single
dose of 5 mg glipizide, the samples were collected serially at 0; 0.5; 0.75; 1; 1.5; 2; 2.5; 3; 4; 5; 7; 9
and 12 hours to analyze blood glipizide level. High Performace Liquid Chromatography (HPLC) method
was used to analyze glipizide pharmacokinetic profile. From the data obtained, the pharmacokinetic
parameters were calculated using noncompartment model.
Results: The results showed that there were no significant change in the value of Tmax, Cmax, Ka,
significant increases clearance (CI) 101.8% and elimination rate constant (Kel) 116.7% of the rifampicin
pretreatment group. The elimination half life (T1/2) were shortened 39.5% from 3.8 to 2.3 hours (p<0.01).
AUC0-12 dan AUCO-- of the rifampicin pretreatment group decreased by 38.7% and 44.0% respec
tively
(p<0.05).
Conclusion: Pretreatment with rifampicin 450 mg once daily for 7 days did not change absorption phar
macokinetic parameters of glipizid single dose of 5 mg but accelerated the elimination pharmacokinetic
parameters of glipizide.
Key words: rifampicin-glipizide-drug interaction-pharmacokinetic-DM

ABSTRAK
Luciana Kuswibawati, lwan Dwiprahasto, Erna Kris in - Pengaruh
farmakokinetika glipizid pada orang sehat

pemberian rifampisin terhadap profil

Latar belakang: Antituberkulosis tidak jarang dipakai bersama antidiabetes pada penderita OM. Salah satu
antidiabetes oral (OADI yang banyak digunakan adalah glipizid, suatu OAD golongan sulfonilurea generasi
kedua, sedangkan salah satu antituberkulosis yang banyak dipakai adalah rifampisin. Rifampisin dikenal
sebagai induktor enzim yang dapat meningkatkan efektivitas metabolisme obat lain jika diberikan bersama.
Tujuan: mengetahui pengaruh pemberian rifampisin terhadap profil farmakokinetika glipizid pada 12relawan
sehat orang Indonesia.
Bahan dan cara: Penelitian dilakukan secara randomized crossover design, subyek menjalani dua kali uji
sebagai kontrol dan kelompok praperlakuan rifampisin. Sebagai kontrol, relawan mendapat glipizid oral

Luciana Kuswibawati, Lab. of Pharmacology & Toxicology, Faculty of


Pharmacy, Sanata Dharma University Yogyakarta,lndonesia, lwan Dwiprahasto,
Erna Kristin, Department of Pharmacology Faculty of Medicine, Gadjah
Mada University, Yogyakarta, Indonesia

Berkala llmu Kedokteran Vol. 34, No. 1

dosis tunggal 5 mg dan sebagai kelompok praperlakuan. relawan mendapat glipizid oral dosis tunggal 5
mg setelah mendapat praperlakuan rifampisin 1 kali sehari 450 mg selama 7 hari. Sampel serum untuk
pengukuran kadar glipizid diambil secara serial pada jam ke 0; 0,5; 0,75; 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 4; 5; 7; 9 dan
12 sesudah minum glipizid 5 mg. Kadar glipizid dalam serum dianalisis dengan kromatografi cair kinerja
tinggi (High Performance Liquid Chromstogrsphy = HPLCJ selanjutnya perhitungan parameter
farmakokinetika dianalisis menggunakan model nonkompartemen.
Hasil penelitian: Ditemukan bahwa praperlakuan rifampisin 1 x 450 mg selama 7 hari tidak mengubah
nilai Tmaks, Cmaks, Ka (p >0,051; meningkatkan kinetika eliminasi glipizid dosis tunggal 5 mg (p <0,01J
yaitu memperbesar nilai kliren (CII sebesar 101,8%; memperpendek waktu paro IT112) sebesar 39,5%;
dan mempercepat nilai tetapan eliminasi (Kell sebesar 116,7% lp<0,01). Memperkecil nilai AUC0-12
sebesar 38,7% dan AUCO-- sebesar 44,0% (p<0,05).
Simpulan: Praperlakuan rifampisin tidak mempengaruhi kinetika absorpsi, meningkatkan kinetika eliminasi
glipizid dosis tunggal 5 mg.

(8./.Ked. Vol. 34, No. 1: 9-14, 2002)

PENGANTAR
Prevalensi diabetes mellitus (DM) di Indone
sia berdasarkan survei kesehatan rumah tangga
tahun 1992 berkisar antara 1,4 - 2,3%. Menurut
Asdie 1 (2000) angka prevalensi diabetes pada
orang dewasa berkisar antara 3-6%, dan 90%-nya
adalah DM tipe II.
Situasi hiperglikemia pada DM dapat meng
ganggu fungsi leukosit sebagai mekanisme per
tahanan
sehingga
meningkatkan
kepekaan tubuh
terhadap
infeksi. dapat
Penderita
OM lebih

rifampisin, isoniazid, pirazinamid, streptomisin, dan


bakteriostatik seperti etambutoF8
Glipizid adalah OAD golongan sulfonilurea
generasi kedua yang digunakan untuk pengobatan
DM tipe II. Glipizid mempunyai masa aksi yang
pendek. Hampir seluruhnya (90%) dimetabolisme
di dalam hepar. Jalur metabolisme utama glipizid
melalui reaksi oksidasi yaitu 3-cis-hidroksilasi
(65% dalam 24jam) dan 4-trans-hidroksilasi (15%
selarna 24 jam) dengan melibatkan enzim MFO
(Mixed Function Oxidation) terutama sitokrom
P 450
isoenzim CYP2C99 10

mudah terinfeksi tuberkulosis paru dibandingkan


dengan bukan penderita OM karena penderita OM
mengalami penurunan fungsi pertahanan tubuh
seperti fungsi leukosit dalam kemotaksis,
fagositosis
maupun
aktivitas
bakterisidal
intraselular. Semua proses ini terutarna penting
untuk membatasi invasi
bakteri piogenik dan bakteri yang lain234
5

Prevalensi OM dengan tuberkulosis paru di


Indonesia masih cukup tinggi. Di Rumah Sakit
Umum Pusat Dr Sardjito selama 2 tahun (Januari
1999 - Des ember 2000) ditemukan 17,47%
penderita OM dengan tuberkulosis paru 6
Penderita
yang secara bersamaan menderita DM dengan
tuberkulosis ini akan mendapat pengobatan untuk
kedua penyakit tersebut (terapi konkomitan)
sehingga memungkinkan terjadinya interaksi
obat antara antidiabetes oral (OAD) dengan
antituber kulosis. Obat yang digunakan untuk
OM tipe 2 adalah goIongan sulfonilurea,
biguanida, dan obat goIongan lain yaitu
penghambat alfa-glukosidase, thiazolininedione,

Rifampisin adalah antibiotika semi sintetik


golongan makrolida, yang di klinik lebih banyak
digunakan sebagai antituberkulosis. Rifampisin
telah dikenal sebagai penginduksi enzim
mikrosomal heparyaitu sitokrom P-450, isoenzim
CYP3A4 dan CYP2C9 kuat yang berperan dalam
metabolisme obat lain. Dengan demikian,
pemberian rifampisin dapat meningkatkan
efektivitas metabolisme senyawa lain yang
dimetabolisme oleh enzim sitokrom P-450
khususnya isoenzim CYP3A4 dan CYP2C9,jika
diberikan bersama.
Beberapa obat yang metabolismenya dipenga
ruhi oleh rifampisin yaitu: midazolam 11 ,zolpidem
12,
13
1
15
ondansetron , repaglinid 4, fexofenadin, dan
dan repaglinide. Untuk obat anti tuberkulosis biasa
digunakan bakterisid seperti

10

gliburid 10.Rifampisin
mempengaruhi
pembentukan enzim dalam sistem MFO,
yang berperan dalam reaksi oksidasi fase
pertama pada proses metabolisme obat.
Lebih lanjut telah diketahui bahwa

rifampisin merangsang pembentukan enzim


sitokrom P-450 IliA (CYP3A4) dan CYP2C9 pada
manusiaio,II,I2,t3,t4.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1)
pengaruh pemberian rifarnpisin 450 mg selama 7

Kuswibawati eta/ 2002, Pengaruh pemberian rifampisin terhadap profil farmakokinetika

hari sebelum pemberian glipizid 5 mg terhadap


profil fannakokinetika glipizid.

praperlakuan rifampisin 1kali sehari 450 mg


selama 7 hari dan perlakuan glipizid dosis
tunggal 5 mg, kelompok yang lain sebagai
kontrol hanya diberi perlakuan glipizid dosis
tunggal5 mg. Setelah wash outperiod 16 hari,
masing-masing kelompok akan mendapat
perlakuan sebaliknya. Penelitian dilaku kan di
Laboratorium Farmakologi, Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Marla pada bulan Desember
2001 - Januari 2002.
Pengambilan
sampel
darah
untuk
pengukuran kadar glipizid dalam serum diambil
pada jam ke 0; 0,5; 0,75; 1; 1,5;2; 2,5; 3; 4; 6; 8;
12setelah minum
glipizid dosis tunggaL Kadar glipizid dalam serum
ditetapkan dengan Performance Liquid Chromato
graphy (HPLC) dengan kolom Verspack C 18,250
x 4.1, 10 mm. Deteksi dilakukan dengan sinar UV
panjang gelombang 230 nm dengan fuse gerak yang
terdiri dari asetonitril: 1Omm asam ortofosforik
dengan perbandingan 1:1 dan kecepatan aliran I
mVmenit 16
Dari data kadar glipizid yang diperoleh dilaku
kan perhitungan parameter farmakokinetika.
Selanjutnya nilai parameter farmakokinetika
glipizid kelompok uji kontrol dan kelompok uji
praperlakuan dianalisis secara statistik dengan
menggunakan uji t berpasangan dengan taraf
kepercayaan 95%.

BAHAN DAN CARA


Penelitian dilakukan pada dua belas relawan
sehat orang Indonesia suku Jawa, berumur antara
21 - 40 tahun, dengan indek masa tubuh normal
pada 2 jenis kelamin. Relawan dalam keadaan
sehat, dibuktikan dari basil pemeriksaan fisik,
dan Iaboratorik (pemeriksaan laboratorium darah
dan urin rutin, pemeriksaan fungsi hati,
pemeriksaan fungsi ginjal, dan pemeriksaan Test
Tolerance Glu cose Oral (ITGO). Kriteria
eksklusi dalam peneli tian ini adalah individu
yang mempunyai riwayat alergi terhadap obat,
mempunyai kebiasaan merokok, kebiasaan
minum alkohol, pada pemeriksaan didapatkan
hipotensi, hipertensi, kelainanjantunglginjal/hati
atau riwayat penyakit hati, diabetes, menggunakan
kontrasepsi hormonal, dan menggunakan obat
dalam waktu 2 minggu sebelum penelitian.
Protokol penelitian telah mendapat surat
kelaikan etik (ethical clearance) dari Komisi Etik
Penelitian Biomedik pada Manusia Fakultas
Kedok teran Universitas Gadjah Marla. Relawan
secara sukarela menyetujui ikut berpartisipasi
dalam penelitian dengan mengisi informed
consent.
Penelitian dilakukan dengan rancangan sama
subyek, cross over design. Setiap subyek akan
menjalani dua kali uji. Subyek secara random
dike lompokkan menjadi dua, satu kelompok
mendapat

700

]
la

HASIL
PENELITIAN
PEMBAHASAN

Kurva kadar glipizid dalam serum rata-rata


vs. waktu setelah pemberian glipizid dosis
tunggal 5 mg tanpa, dan setelah praperlakuan
rifampisin satu kali sehari 450 mg yang
diberikan selama 7 hari

,---------------,

600

+---------------j

500

+--1---,.--------1

400
300

+--:H'-+---r-------1
+-ll'-----'1:=---:.... -------j

200

------=---taq>a-pr-aperlah"""""':-:-.,......,

100 ,..

--------

0 ._
0 1

- -1

-1
2 3 4

5 6 7

DAN

8 9 10 11 12 13

wak.tu (jam)

_.... praperlakuan

- d

; =m

GAMBAR I. Kurva kadar glipizid dalam serum pada kelompok tanpa dan
dengan praperlakuan rifampisin satu kali 450 mg selama 7 hari

11

Berkala 1/mu Kedokteran Vol. 34, No.


1

rifampisin, yaitu pada jam 0 sampai 2,5 vs. jam 0


sampai 2. Fase eliminasi pada kelompok tanpa
praperlakuan mulai terjadi setelahjam ke-3,
sedang kan pada kelompok dengan praperlakuan
dimulai setelah jam ke-2. Terlihat kadar glipizid
serum dengan praperlakuan rifampisin Iebih
cepat me nurun dibandingkan tanpa praperlakuan
rifampisin.
Hasil penelitian pengaruh pemberian rifampisin
terhadap profil fannakokinetika glipizid dosistunggal
5 mg, selengkapnya dapat dilihat pada TABEL 1.
Parameter farmakokinetika dari data kadar glipizid
vs. waktu pada kedua kelompok perlakuan dihitung
dengan model nonkompartemen. Parameter farma
kokinetika yang diuji meliputi Tmaks, Ka, Cmaks,
AUC0-12, AUCO--, Keh Tl/2, dan Cl. Secara
keseluruhan nilai parameter pada kedua kelompok

nilai parameter farmakokinetika yang besar yang


disebabkan karena variasi biologis dari subyek
penelitian.
Parameter kinetika absorpsi yang meliputi
nilai Tmaks, Cmaks dan Ka kelompok dengan
praperlakuan
dibandingkan
dengan
tanpa
praperlakuan rifampisin tidak berbeda secara
bermakna (uji t berpasangan, p>O,OS). Nilai
Tmaks lebih cepat 26,9% (1,9jam vs. 2,6 jam);
nilai Ka lebih besar 34,4% (1,21/jam vs.
0,87/jam) dan nilai Cmaks lebih kecill9,3% (584,5
ng/ml vs. 724,7 ng/ml). Hasil penelitian ini
berbeda dengan penelitian sebelumnya bahwa
dengan
praperlakuan rifampisin menurunkan11 nilai Cmak.
,midazolam
zolpidem 12;
10
gliburid, dan glipizid
;
ondansetron 13; fexofenadine 15 ; dan simvastatin 16
Nilai AUC0-12 dan AUCO- kelompok dengan
praperlakuan dibandingkan tanpa praperlakuan
rifampisin menunjukkan nilai yang lebih kecil secara
bermakna(uji t berpasangan, p<0,05). Nilai
AUC0- 12pada kelompok dengan praperlakuan
rifampisin dibandingkan dengan kelompok tanpa
praperlakuan rifampisin lebih kecil38,7% (2266,3
ng/ml.jam vs. 3689,2 ng/ml.jam).
Praperlakuan rifampisin memperkecil nilai
AUCO- sebesar 44,0%, yaitu 4340,5 ng/ml.jam
pada kelompok tanpa pra perlakuan meftiadi
2429,4 ng/mljam padakelompok dengan
praperlakuan rifampisin. Hasil perbedaan nilai
AUC suatu obat oleh karena pemberian ber sama
rifampisin ini sesuai dengan penelitian
13
14
sebelumnya. Rifampisin
menurunkan
AUC gliburid
,

perlakuan mempunyai SEM (standard error of


the
mean) yang besar. Hal ini disebabkan oleh variasi

dan glipizid 10
ondansetron tatin1', dan
profenon 18

berturut-turut dari 12 relawan sehat diperlihatkan


pada GAMBAR 1.
Tampak dalam GAMBAR 1, kurva kadar
glipizid vs. waktu pada kelompok tanpa
praperlakuan rifampisin menunjukkan gambaran
bifasik, sedangkan pada kelompok dengan
praperlakuan rifampisin menunjukkan gambaran
trifasik, sehingga dalam perhitungan parameter
farmakokinetika kedua kelompok perlakuan
digunakan model non kompartemen. Tampak fase
absorpsi glipizid pada kedua kelompok perlakuan
hampir
berimpit.
Pada kelompok tanpa
praperlakuan absorpsi sedikit lebih
lambat
dibandingkan
kelompok
dengan
praperlakuan

repaglinid

simvas

TABEL l. - Parameter fannakokinetika AUC0-12, AUCO--, Cma <s, Tma <s, Tl/2, Cl, dan Kc glipizid dosis tunggal 5 mg
pada kelompok tanpa (kontrol) dan dengan praperlakuan rifampisin (praperlakuan).

Parameter

Kontrol
(mean+ SEM)

Praperlakuan
(mean+ SEM)

AUCo.12 (ng/mlJam)
AUCo.- (ng/ml.jam)
C maks (ng/ml)
T maks Gam)
T112Gam)
CI (mVmenit)
1
KelGam' )

3689,2 563,9*
4340,5 659,7 *
724,7 106,1
2,60,2
3,8 0,3"""
1363,9 154,6**
0,18 0,05"""

2266,3 346, I*
2429,4 382,9 *
584,5 83,75
1,9 0,2
2,3 0,3 **
2752,3 461,3 **
0,39 0,18 **

Keterangan:
"" perbedaan bermakna secara statistik (uji-t pasangan,p <O,OS)
perbedaan bennakna secara statistik (uji-t pasangan, p<O,Ol)

""'=

12

Kuswibawati eta/ 2002, Pengaruh pemberian rifampisin terhadap protil farmakokinetika

'!("

Parameter farmakokinetika eliminasi yaitu


Cl,
K.1 dan Tlh antara kelompok tanpa dengan
kelompok praperlakuan rifampisin menunjukkan
perbedaan yang bermakna secara statistik (uji t
berpasangan, p<O,O 1). Dibandingkan tanpa pra
perlakuan, kelompok praperlakuan menunjukkan
nilai Cl yang lebih besar ( 101,8%) yaitu 1363,9
ml/ mnt vs. 2752,3 ml/mnt. Nilai K.t kelompok
dengan praperlakuan lebih cepat sebesar 116,7%
yaitu 0,39/ jam vs. 0,18/jam; sedangkan nilai tl/2
memendek sebesar 39,5%, yaitu 2,3 jam vs.
3,8jam.
Praperlakuan rifampisin tidak mempengaruhi
parameter kinetika absorpsi glipizid oleh karena
rifampisin tidak mempengaruhi fisiologi tubuh yang
berperan dalam absorpsi obat, seperti perubahan
derajat keasaman lambung, waktu pengosongan
lambung, motilitas gastrointestinal, dan aliran darah
pada tempat absorpsi. Praperlakuan rifampisin
meningkatkan kinetika eliminasi glipizid karena
rifampisin mampu meningkatkan efektivitas
metabolisme glipizid. Rifampisin telah terbukti
sebagai senyawa penginduksi enzim mikrosomal
hepar yang poten, yang berperan dalam metabo
lisme obat lain. Sebagai senyawa penginduksi,
rifampisin meningkatkan pembentukan enzim
dalam sistem MFO, yang berperan dalam reaksi
oksidasi fase pertama dalam metabolisme obat.
Lebihjauh telah terbukti bahwa rifampisin dapat
meningkatkan pembentukan sitokrom P-450
isoenzim

Karena glipizid dimetabolisme


oleh CYP2C9 mikrosomal hepar, maka pra
perlakuan rifampisin akan meningkatkan efektivitas
metabolisme glipizid. Hal ini ditandai dengan
membesamya nilai Cl dan K.t yang selanjutnya
akan memperpendek Tl/2 sehingga akan
memperkecil AUC kadar obat di dalam darah.
Hasil penelitian ini sama dengan hasil
penelitian
sebelumnya, yaitu bahwa pemberian suatu obat
bersama rifampisin akan meningkatkan proses
eliminasi obat tersebut sehingga parameter
kinetika eliminasi Clmenjadi lebih besar, Ket obat
menjadi lebih cepat dan Tl/2 obat menjadi lebih
pendek. Beberapa penelitian sebelumnya yaitu
meningkat kan kinetika eliminasi gliburid dan
glipizid 10, zolpidem 12 ondansetron 13 dan
repaglinid 14
,

di dalam darah selanjutnya ditentukan oleh aturan


pemberian obat. Pergeseran nilai parameter
farma kokinetika pada penelitian ini tentu saja
bisa mempengaruhi kinerja farmakologi glipizid
yang berdampak pada pergeseran manfaat klinis.
Dampak menurunnya nilai AUC kadar glipizid
dalam serum secara teoritis akan mengurangi
kadar obat di tempat kerjanya sehingga akan
mengurangi efek penurunan kadar glukosa darah
glipizid.
SIMPULAN
Hasil penelitian pengaruh pemberian rifampisin
1 kali sehari 450 mg selama 7 hari terhadap profil
farmakokinetika glipizid dosis tunggal 5 mg dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Nilai Tmaks' Cmaks' dan Ka glipizid dosis
tunggal 5 mg tidak dipengaruhi oleh
praperlakuan rifampisin 1 kali sehari 450 mg
selama 7 hari.
2. Praperlakuan rifampisin 1 kali sehari 450 mg
selama 7 hari memperbesar nilai Cl, meningkat
kan K.1, dan memperpendek Tl/2 glipizid
dosis tunggal 5 mg.
SARAN
Disarankan perlu dilakukan penelitian
hubung an antara profil farmakokinetika dengan
farmako dinamika dengan dosis tunggal maupun
berulang
baik glipizid maupun rifampisin untuk menggambar
kan perubahan kinetika masing-masing obat dan
seberapa besar mempengaruhi dinamikanya.
KEPUSTAKAAN
1.

2.

3.

Asdie, A.H. Patogenesis dan Terapi Diabetes


Mellitus tipe 2. Yogyakarta: Penerbit Medika
Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada. 2000.
Hamzah, G., Bardiman, S., & Halim, H. lnsiden
penderita
tuberkulosis paru dengan diabetes mellitus yang
dirawat di Lab/UPF Penyakit Dalam FK UNSRI
RSUP Palembang ( 1988-1992) in Acta Medica
Indonesiana, XXI: 2 Maret-Juni 1993, Kongres
Persatuan Penyakit Dalam Indonesia IX, Denpasar,
1993.
Patau, Y., Abdullah, A., Adam, J.M.F., & Djunaedi.
Beberapa aspek klinik tuberkulosis paru pada penderita
diabetes mellitus in Kumpulan Makalah Kopapdi VIII

Kinerja farmakologi obat salah satunya


ditentukan oleh keberadaan obat dalam bentuk
aktif di tempat kerjanya, yang ditentukan oleh
kadar obat

Yogyakartajilid III, Persatuan Ahli Penyakit Dalam In


donesia Cabang Yogyakarta, 1989.
4. Yoesoef, H., Tanjung, R., Pelly, R., Aisyah, N. Tuber
kulosa paru dengan diabetes mellitus di Laboratorium

13

Berka/a 1/mu Kedokteran Vol. 34, No. 1

llmu Penyakit Dalam FK-USU RS.DR. Pimgadi Medan


dalam Kumpulan Makalah Kopapdi VIII Yogyakarta
jilid III, Persatuan Ahli Penyakit Dalam lndonesiacabang
Yogyakarta, 1989.
5. Pozzilli, P., Signore, A., Leslie, R.D.G. Infection, im
munity and diabetes in. K.G.M.M Alberti, R.A.P. Zimmet
DeFonzo: International Texbook of Diabetes Mellitus.
Toronto: John Wiley & Sons Ltd. 1997: 1231-41.
6. Budiarto, L. dan Hisyam, B. Beberapa aspek klinik
tuberkulosis paru dengan diabetes mellitus, Lab/UPF
Penyakit Dalam FK-UGM/RSUP DR. Sardjito,
Yogyakarta, 2001.
7. Fordiastiko. Penatalaksanaan tuberkulosis paru pada
penderitadiabetesmellitus, Paru, 1995; 15(3): 105-110.
8. Zhang, B.B. and Moller, D.E. New approaches in the
treatment of type 2 diabetes, Current Opinion in
Chemi cal Biology, 2000; 4:461-87.
9. Dolleri, C. Therapeutic Drugs, vol 1 & 2, Churchill
Livingstone Medical Division of Longman Group UK,
Edinburg,
1992.
10. Niemi, M., Backman, J.T., Olkkala, K.T., Neuvonen,
M., Neuvonen, P.J., Kivisto, K.T. Effect of rifampicin
on the pharmacokinetics and pharmacodynamics of
glyburide and glipizide, Clin. Pharmacol. Ther. 2001;
69:
400406.
11. Backman, J.T., Olkkala, K.T. & Neuvonen, P.J. Rifampicin
drastically reduces plasma concentrations and effects
of oral midazolam, Clin. Pharmacol. Ther. 1996; 59: 713.

14

12. Villikka, K., Kivisto, K.T., Luurila, H. & Neuvonen,


P.J. Rifampicin reduces plasma concentrations and
effects of zolpidem, Clin. Pharmacol. Ther. 1997; 62:
629-34.
13. Villikka, K., Kivisto, K.T. & Neuvonen, P.J. The effects
of rifampicin on the pharmacokinetics of oral and
intravenous
ondansetron, Clin. Pbarmacol. Ther. 1999; 65: 37781.
14. Niemi, M., Backman, J.T., Neuvonen, M., Neuvonen,
P.J ., Kivisto,K.T. Rifampicin decreases the plasma
con centrations and effects ofrepaglinide, Clin.
Pharmacol. Ther. 2000; 68: 495-500.
15. Hamman, M.A., Bruce, M.A., Hachner-Daniels,
B.D., Hall, S.D. The effect of rifampicin
administration on the

disposition offexofenadine, Clin. Pharmacol. Ther. 2001;


69: 11421.
16. Lunn, G. and Schmuff, N.R. HPLC Methods for Phar
maceutical Analysis, A Wiley-lnterscience Publication.
New York: John Wiley & Sons Inc. 1996.
17. Kyrklund, C., Backman, J.T., Kivisto, K.T., Neuvonen,
M., Laitila, J., and Neuvonn, P.J. Rifampicin greatly
reduces plasma simvastatin and simvastatin acid con
centrations, Clin. Pharmacol. Ther. 2000; 68: 5927.
18. Dilger, K., Hofinann, U., and Klotz, U. Enzyme induc
tion in the elderly: Effect of rifampicin on the pharma
cokinetics and pharmacodynamics ofpropafenone,
Clin. Pharmacol. Ther. 2000; 67: 512-20.

You might also like