Professional Documents
Culture Documents
F6vo140
F6vo140
F6vo140
PNEUMONIA
Retno Asih S, Landia S, Makmuri MS
Divisi Respirologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FK Unair RSU Dr. Soetomo Surabaya
Korespondensi :
Retno Asih Setyoningrum
Divisi Respirologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FK Unair RSU Dr. Soetomo Surabaya
Jl. Mayjen Prof Moestopo 6-8 Surabaya
Telp. 031-70577402, 031-5501693 Fax 031-5501748
E-mail: retnosoedijo@yahoo.co.id
ABSTRACT
Pneumonia in childen is a leading cause of childhood morbidity and mortality mainly in the developing
countries. Pneumonia in children has an important impact on society and is frequent cause of physician
visits and reduction of quality of life of the children. The etiology can be viral, bacterial or mixed infection.
The etiological agents are different in different age groups. Chest X-ray and laboratory tests have low
diagnostic sensitivity dan specificity. The childs age, signs and symptoms are important in making the
diagnosis. Pneumonia in neonates younger than three weeks of age most often is caused by an infection
obtained from the mother at birth. Streptococcus pneumoniae, other maternal flora and viruses are the most
common causes in infants three weeks to three months of age. Viruses are the most frequent cause of
pneumonia in pre-school aged children; Streptococcus pneumoniae is the common bacterial pathogen.
Mycoplasma pneumoniae and Chlamydia pneumoniae often are the etiologic agents in children older than
five years and in adolescent. Knowing the age-spesific causes of bacterial pneumonia will help guide
antibiotic therapy. The choice of the antimicrobial regimen for pediatric pneumonia is often empirical
because of the difficulty in defining the etiology. The use of treatment algorithms in the developing
countries has led to lower mortality rate, but the future of this approach, given the rate of development of
antimicrobial resistance, is uncertain. Childhood immunization has helped decrease the incidence of
invasive Haemophillus influenzae type B infection, and the newly introduced pneumococcal vaccine may
do the same for Streptococcus pneumoniae infections.
Abstrak
Pneumonia merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai gejala demam, batuk, sesak nafas dan
adanya ronki basah halus serta gambaran infiltrat pada foto polos dada. Pneumonia pada anak merupakan
salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan yang serius dan banyak menimbulkan banyak permasalahan
yaitu sebagai penyebab kematian terbesar pada anak terutama di negara berkembang. Pneumonia
disebabkan oleh bermacam etiologi seperti bakteri, virus, mikoplasma, jamur atau bahan kimia/benda asing
yang teraspirasi. Pada neonatus Streptococcus group B dan Listeriae monocytogenes merupakan penyebab
pneumonia paling banyak. Virus adalah penyebab terbanyak pneumonia pada usia prasekolah dan
berkurang dengan bertambahnya usia. Selain itu Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab paling
utama pada pneumonia bakterial.
penyebab yang sering didapatkan pada anak diatas 5 tahun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan faktor usia
BATASAN
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Walaupun banyak pihak
yang sependapat bahwa pneumonia adalah suatu keadaan inflamasi, namun sangat sulit
untuk merumuskan satu definisi tunggal yang universal. Pneumonia adalah penyakit
klinis, sehingga didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, dan perjalanan
penyakitnya. Salah satu definisi klasik menyatakan bahwa pneumonia adalah penyakit
respiratorik yang ditandai dengan batuk, sesak nafas, demam, ronki basah halus, dengan
gambaran infiltrat pada foto polos dada.1
Dikenal istilah lain yang mirip yaitu pneumonitis yang maksudnya kurang lebih
sama. Banyak yang menganut pengertian bahwa pneumonia adalah inflamasi paru karena
proses infeksi sedangkan pneumonitis adalah inflamasi paru non infeksi. Namun hal ini
tidak sepenuhnya disetujui oleh para ahli. 1
EPIDEMIOLOGI
Pneumonia pada anak merupakan infeksi yang serius dan banyak diderita anakanak di seluruh dunia yang secara fundamental berbeda dengan pneumonia pada dewasa.
Di Amerika dan Eropa yang merupakan negara maju angka kejadian pneumonia masih
tinggi, diperkirakan setiap tahunnya 30-45 kasus per 1000 anak pada umur kurang dari 5
tahun, 16-20 kasus per 1000 anak pada umur 5-9 tahun, 6-12 kasus per 1000 anak pada
umur 9 tahun dan remaja.2
Di RSU Dr Soetomo Surabaya, jumlah kasus pneumonia meningkat dari tahun-ke
tahun. Pada tahun 2003 dirawat sebanyak 190 pasien. Tahun 2004 dirawat sebanyak 231
pasien, dengan jumlah terbanyak pada anak usia kurang dari 1 tahun (69%). Pada tahun
2005, anak berumur kurang dari 5 tahun yang dirawat sebanyak 547 kasus dengan jumlah
terbanyak pada umur pada umur 1-12 bulan sebanyak 337 orang. 3
ETIOLOGI
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian
kecil
disebabkan
oleh
hal
lain
misalnya
bahan
kimia (hidrokarbon,
lipoid
pneumoniae,
Haemophillus
influenze,
Staphylococcus
aureus,
Pneumonia
penyebab
Streptococcus
tanpa
Efusi
Abses
komplikasi
pleura
paru
Sepsis
++++
++
+++
++
++
++
Flora mulut
+++
++
Staphylococcus
++
+ +++
+++
pneumoniae
Haemophyllus.
influenza
Streptococcus
group A
aureus
Lahir-20 hari
Bakteria
Escherichia colli
Group B streptococci
Listeria monocytogenes
Bakteria
An aerobic organism
Group D streptococci
Haemophillus influenzae
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Cytomegalovirus
Herpes simplex virus
3 minggu- 3 Bakteria
Bateria
bulan
Clamydia trachomatis
Bordetella pertusis
Streptococcus pneumoniae
Haemophillus
influenza
Virus
type B and non typeable
Respiratory syncytial virus
Moxarella catarrhalis
Influenza virus
Staphylococcus aureus
Para influenza virus 1,2
Ureaplasma urealyticum
and 3
Virus
Adenovirus
Cytomegalovirus
4 bulan-5 tahun Bakteria
Bacteria
Streptococcus pneumoniae
Haemophillus
influenza
type B
Clamydia pneumoniae
Moxarella catarrhalis
Mycoplasma pneumoniae
Virus
Neisseria meningitis
Respiratory syncytial virus
Staphylococcus aureus
Virus
Influenza virus
Varicella zoster virus
Parainfluenza virus
Rhinovirus
Adenovirus
Measles virus
5 tahun- remaja Bakteria
Bakteria
Clamydia pneumoniae
Haemophillus
influenza
type B
Mycoplasma pneumoniae
Legionella species
Streptococcus pneumoniae
Staphylococcus aureus
Virus
Adenovirus
Epstein barr virus
Influenza virus
Parainfluenza virus
Rhinovirus
Respiratory syncytial virus
Varicella zoster virus
FAKTOR RESIKO
sejumlah debris dan mukus serta sel-sel inflamasi yang meningkat dalam saluran nafas
kecil maka akan menyebabkan obstruksi baik parsial maupun total. Respon inflamasi ini
akan diperberat dengan adanya edema submukosa yang mungkin bisa meluas ke dinding
alveoli. Respon inflamasi di dalam alveoli ini juga seperti yang terjadi pada ruang
intersitial yang terdiri dari sel-sel mononuklear. Proses infeksi yang berat akan
mengakibatkan terjadinya denudasi (pengelupasan) epitel dan akan terbentuk eksudat
hemoragik. Infiltrasi ke intersitial sangat jarang menimbulkan fibrosis. Pneumonia viral
pada anak merupakan predisposisi terjadinya pneumonia bakterial oleh karena rusaknya
barier mukosa. 10,11
Pneumonia bakterial terjadi oleh karena inhalasi atau aspirasi patogen, kadangkadang terjadi melalui penyebaran hematogen. Terjadi tidaknya proses pneumonia
tergantung dari interaksi antara bakteri dan ketahanan sistem imunitas penjamu. Ketika
bakteri dapat mencapai alveoli maka beberapa mekanisme pertahanan tubuh akan
dikerahkan. Saat terjadi kontak antara bakteri dengan dinding alveoli maka akan
ditangkap oleh lapisan cairan epitelial yang mengandung opsonin dan tergantung pada
respon imunologis penjamu akan terbentuk antibodi imunoglobulin G spesifik. Dari
proses ini akan terjadi fagositosis oleh makrofag alveolar (sel alveolar tipe II), sebagian
kecil kuman akan dilisis melalui perantaraan komplemen. Mekanisme seperti ini terutama
penting pada infeksi oleh karena bakteri yang tidak berkapsul seperti Streptococcus
pneumoniae. Ketika mekanisme ini tidak dapat merusak bakteri dalam alveolar, leukosit
PMN dengan aktifitas fagositosisnya akan direkrut dengan perantaraan sitokin sehingga
akan terjadi respon inflamasi. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya kongesti vaskular
dan edema yang luas, dan hal ini merupakan karakteristik pneumonia oleh karena
pneumokokus. Kuman akan dilapisi oleh cairan edematus yang berasal dari alveolus ke
alveolus melalui pori-pori Kohn (the pores of Kohn). Area edematus ini akan membesar
secara sentrifugal dan akan membentuk area sentral yang terdiri dari eritrosit, eksudat
purulen (fibrin, sel-sel lekosit PMN) dan bakteri. Fase ini secara histopatologi dinamakan
red hepatization (hepatisasi merah).
Tahap selanjutnya adalah hepatisasi kelabu yang ditandai dengan fagositosis aktif
oleh lekosit PMN. Pelepasan komponen dinding bakteri dan pneumolisin melalui
degradasi enzimatik akan meningkatkan respon inflamasi dan efek sitotoksik terhadap
semua sel-sel paru. Proses ini akan mengakibatkan kaburnya struktur seluler paru.
Resolusi konsolidasi pneumonia terjadi ketika antibodi antikapsular timbul dan
lekosit PMN meneruskan aktifitas fagositosisnya; sel-sel monosit akan membersihkan
debris. Sepanjang struktur retikular paru masih intak (tidak terjadi keterlibatan
instertitial), parenkim paru akan kembali sempurna dan perbaikan epitel alveolar terjadi
setelah terapi berhasil. Pembentukan jaringan parut pada paru minimal.4,7
Pada infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus, kerusakan jaringan
disebabkan oleh berbagai enzim dan toksin yang dihasilkan oleh kuman. Perlekatan
Staphylococcus aureus pada sel mukosa melalui teichoic acid yang terdapat di dinding
sel dan paparan di submukosa akan meningkatkan adhesi dari fibrinogen, fibronektin,
kolagen dan protein yang lain. Strain yang berbeda dari Staphylococcus aureus akan
menghasilkan faktor-faktor virulensi yang berbeda pula. dimana faktor virulensi tersebut
mempunyai satu atau lebih kemampuan dalam melindungi kuman dari pertahanan tubuh
penjamu, melokalisir infeksi, menyebabkan kerusakan jaringan yang lokal dan bertindak
sebagai toksin yang mempengaruhi jaringan yang tidak terinfeksi. Beberapa strain
Staphylococcus aureus menghasilkan kapsul polisakarida atau slime layer yang akan
berinteraksi dengan opsonofagositosis. Penyakit yang serius sering disebabkan
Staphylococcus aureus yang memproduksi koagulase. Produksi coagulase atau clumping
factor akan menyebabkan plasma menggumpal melalui interaksi dengan fibrinogen
dimana hal ini berperan penting dalam melokalisasi infeksi (contoh: pembentukan abses,
pneumatosel). Beberapa strain Staphylococcus aureus akan membentuk beberapa enzim
seperti catalase (meng-nonaktifkan hidrogen peroksida, meningkatkan ketahanan
intraseluler kuman) penicillinase atau lactamase (mengnonaktifkan penisilin pada
tingkat molekular dengan membuka cincin beta laktam molekul penisilin) dan lipase.
12
Pada pneumonia terjadi gangguan pada komponen volume dari ventilasi akibat
kelainan langsung di parenkim paru. Terhadap gangguan ventilasi akibat gangguan
volume ini tubuh akan berusaha mengkompensasinya dengan cara meningkatkan volume
tidal dan frekuensi nafas sehingga secara klinis terlihat takipnea dan dispnea dengan
tanda-tanda inspiratory effort. Akibat penurunan ventilasi maka rasio optimal antara
ventilasi perfusi tidak tercapai (V/Q < 4/5) yang disebut ventilation perfusion mismatch,
tubuh berusaha meningkatkannya sehingga terjadi usaha nafas ekstra dan pasien terlihat
sesak. Selain itu dengan berkurangnya volume paru secara fungsional karena proses
inflamasi maka akan mengganggu proses difusi dan menyebabkan gangguan pertukaran
gas yang berakibat terjadinya hipoksia. Pada keadaan yang berat bisa terjadi gagal
nafas.13
MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan tanda klinis pneumonia bervariasi tergantung kuman penyebab, usia
pasien, status imunologis pasien dan beratnya penyakit. Manifestasi klinis bisa berat yaitu
sesak, sianosis, dapat juga gejalanya tidak terlihat jelas seperti pada neonatus. Gejala dan
tanda pneumonia dapat dibedakan menjadi gejala umum infeksi (non spesifik), gejala
pulmonal, pleural dan ekstrapulmonal. Gejala non spesifik meliputi demam, menggigil,
sefalgia dan gelisah. Beberapa pasien mungkin mengalami gangguan gastrointestinal
seperti muntah, kembung, diare atau sakit perut.7
Gejala pada paru biasanya timbul setelah beberapa saat proses infeksi
berlangsung. Setelah gejala awal seperti demam dan batuk pilek, gejala nafas cuping
hidung, takipnea, dispnea dan apnea baru timbul. Otot bantu nafas interkostal dan
abdominal mungkin digunakan. Batuk umumnya dijumpai pada anak besar, tapi pada
neonatus bisa tanpa batuk. Wheezing mungkin akan ditemui pada anak-anak dengan
pneumonia viral atau mikoplasma, seperti yang ditemukan pada anak-anak dengan asma
atau bronkiolitis.7,14
Keradangan pada pleura biasa ditemukan pada pneumonia yang disebabkan oleh
Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus aureus, yang ditandai dengan nyeri dada
pada daerah yang terkena. Nyeri dapat berat sehingga akan membatasi gerakan dinding
dada selama inspirasi dan kadang-kadang menyebar ke leher dan perut.7
Gejala ekstra pulmonal mungkin ditemukan pada beberapa kasus. Abses pada kulit atau
jaringan lunak seringkali didapatkan pada kasus pneumonia karena Staphylococcus
aureus. Otitis media, konjuntivitis, sinusitis dapat ditemukan pada kasus infeksi karena
Streptococcus pneumoniae atau Haemophillus influenza. Sedangkan epiglotitis dan
meningitis khususnya dikaitkan dengan pneumonia karena Haemophillus influenza.
Frekuensi nafas merupakan indeks paling sensitif untuk mengetahui beratnya penyakit.
Hal ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan memantau tatalaksana pneumonia.
Pengukuran frekuensi nafas dilakukan dalam keadaan anak tenang atau tidur. WHO
bahkan telah merekomendasikan untuk menghitung frekuensi nafas pada setiap anak
dengan batuk. Dengan adanya batuk, frekuensi nafas yang lebih cepat dari normal serta
adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing), WHO
menetapkannya sebagai kasus pneumonia berat di lapangan dan harus memerlukan
perawatan di Rumah Sakit untuk pemberian antibiotik.14-16
Takipnea (frekuensi/menit)
(frekuensi/menit)
0-2 bulan
30-50
= 60
2-12 bulan
25-40
= 50
1-5 tahun
20-30
= 40
> 5 tahun
15-25
= 20
Dikutip dari Gittens MM. Pediatric Pneumonia. Clin Ped Emerg Med J 2002;3(3):200-14
Perkusi toraks tidak bernilai diagnostik, karena umumnya kelainan patologinya
menyebar. Suara redup pada perkusi biasanya karena adanya efusi pleura. Pada auskultasi
suara nafas yang melemah seringkali ditemukan bila ada proses peradangan subpleura
dan mengeras (suara bronkial) bila ada proses konsolidasi. Ronki basah halus yang khas
untuk pasien yang lebih besar, mungkin tidak akan terdengar untuk bayi. Pada bayi dan
balita kecil karena kecilnya volume toraks biasanya suara nafas saling berbaur dan sulit
diidentifikasi. 7
Secara klinis pada anak sulit membedakan antara pneumonia bakterial dan
pneumonia viral. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia bakterial
awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, lekositosis dan perubahan nyata
pada pemeriksaan radiologis. Namun keadaan seperti ini kadang-kadang sulit dijumpai
pada seluruh kasus.
10,14
usia 1 bulan 5 tahun dengan pneumonia di Argentina yang mengevaluasi suhu aksilar,
usia, jumlah netrofil absolut, jumlah bands dan foto polos dada ternyata mampu secara
akurat mengidentifikasi anak dengan resiko pneumonia bakterial sehingga akan dapat
membantu klinisi dalam penentuan pemberian antibiotika.17
Perinatal pneumonia terjadi segera setelah kolonisasi kuman dari jalan lahir atau
ascending dari infeksi intrauterin. Kuman penyebab terutama adalah GBS (Group B
Streptococcus) selain kuman-kuman gram negatif. Gejalanya berupa respiratory distress
yaitu merintih, nafas cuping hidung, retraksi dan sianosis. Sepsis akan terjadi dalam
hitungan jam, hampir semua bayi akan mengarah ke sepsis dalam 48 jam pertama
kehidupan. Pada bayi prematur, gambaran infeksi oleh karena GBS menyerupai
gambaran RDS (Respiratory Distress Syndrome). 7
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis pneumonia utamanya didasarkan klinis, sedangkan pemeriksaan foto
polos dada perlu dibuat untuk menunjang diagnosis, disamping untuk melihat luasnya
kelainan patologi secara lebih akurat. Foto posisi anteroposterior (AP) dan lateral (L)
diperlukan untuk menentukan luasnya lokasi anatomik dalam paru, luasnya kelainan dan
kemungkinan
adanya
komplikasi
seperti
pneumotoraks,
pneumomediastinum,
pneumatokel, abses paru dan efusi pleura. Infiltrat tersebar paling sering dijumpai,
terutama pada pasien bayi. Pembesaran kelenjar hilus sering terjadi pada pneumonia
karena Haemophillus influenza dan Staphylococcus aureus, tapi jarang pada pneumonia
karena Streptococcus pneumoniae. Kecurigaan ke arah infeksi Staphylococcus aureus
apabila pada foto polos dada dijumpai adanya gambaran pneumatokel, abses paru,
empiema dan piopneumotoraks serta usia pasien di bawah 1 tahun. Foto polos dada
umumnya akan normal kembali dalam 3-4 minggu. Pemeriksaan radiologis tidak perlu
diulang secara rutin kecuali jika ada pneumatokel, abses, efusi pleura, empiema,
pneumotoraks atau komplikasi lain. Sebagaimana manifestasi klinis, pemeriksaan
radiologis tidak dapat menunjukkan perbedaan nyata antara infeksi virus dengan bakteri.
Pneumonia virus umumnya menunjukkan gambaran infiltrat intersitial difus, hiperinflasi
atau atelektasis. Pada sindroma aspirasi, infiltrat akan tampak di lobus superior kanan
pada bayi, tetapi pada anak yang lebih besar akan tampak di bagian posterior atau basal
paru.7,10,14 Menurut WHO terdapat kesulitan dalam interpretasi foto polos dada sehingga
dikembangkan
cara
standarisasi
kriteria
pneumonia
untuk
kepentingan
aspek
epidemiologis. Sistem ini membagi gambaran foto torak dalam normal torak, infiltrat atau
akhir proses konsolidasi (end stage consolidation) yang didefinisikan sebagai significant
amount of alveolar type consolidation. Namun hal ini menimbulkan pertanyaan apakah
foto polos dada yang normal dapat menyingkirkan pneumonia?. Seringkali panas dan
takipnea sudah timbul sebelum terlihat perubahan pada foto torak.15
Pada sebagian besar kasus, pemeriksaan yang ekstensif tidak perlu dilakukan,
tetapi pemeriksaan laboratorium mungkin akan membantu dalam memperkirakan
DIAGNOSIS
KOMPLIKASI
1. Efusi pleura
2. Empiema
3. Pneumotoraks
4. Piopneumotoraks
5. Pneumatosel
6. Abses paru
7. Sepsis
8. Gagal nafas
9. Ileus paralitik fungsional
TATALAKSANA
Dalam hal tatalaksana pneumonia, maka para klinisi akan dihadapkan pada beberapa
masalah:16
1. Apakah penanganan pneumonia membutuhkan antibiotik atau tidak
2. Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, apakah menggunakan
antibiotika spektrum sempit atau luas.
3. Pemakaian antibiotika apakah secara oral atau parenteral.
4. Kapan pasien diindikasikan rawat inap
1.
2.
Streptokokus dan pneumokokus merupakan kuman gram positif yang dapat dicakup
oleh ampisilin, sedangkan hemofilus sebagai kuman gram negatif dapat dicakup
oleh ampisilin dan kloramfenikol. Dengan demikian keduanya dapat dipakai
sebagai antibiotika lini pertama untuk kasus pneumonia anak tanpa komplikasi.
Pada pasien pneumonia yang community acquired, umumnya ampisilin dan
kloramfenikol
masih
sensitif.
Pilihan
berikutnya
adalah
obat
golongan
sefalosporin.(Robinson MJ)7,15
Penanganan pneumonia pada neonatus serupa dengan penanganan infeksi neonatus
pada umumnya. Antibiotika yang diberikan harus dapat mencakup kuman kokus
gram positif terutama Streptococcus group B dan batang gram negatif. Penisilin dan
derivatnya merupakan pilihan utama untuk gram positif sedangkan untuk kuman
gram negatif terutama Escherichia coli dan Proteus mirabilis digunakan golongan
aminoglikosida. Kombinasi kloksasilin dan gentamisin efektif untuk terapi
pneumonia dibawah 3 bulan karena dapat mencakup kuman Staphylococcus aureus.
Umur kehamilan, berat badan lahir dan umur bayi akan menentukan dosis dan
frekuensi pemberian obat khususnya untuk golongan aminoglikosida. Sefalosporin
generasi 3 dapat digunakan jika ada kecurigaan penyebab bakteri batang gram
negatif. 7,8,18
Mengenai penggunaan makrolid pada pneumonia atipik yang diduga disebabkan
oleh klamidia dan mikoplasma, telah banyak dilaporkan. Pemberian azitromisin dan
klaritromisin sama efektifnya dengan pemberian amoksisilin asam klavulanik.
Pemberian azitromisin tolerabilitasnya cukup baik serta efek sampingnya minimal
bila dibandingkan dengan amoksisilin asam klavulanik. Pemberian azitromisin
sekali sehari selama 3 hari efektifitasnya setara dengan pemberian amoksisilin asam
klavulanik selama 10 hari. Penggunaan klaritromisin secara multisenter pada
pneumonia memdapatkan hal yang cukup baik dalam hal efektifitas
dan efek
secara parenteral cukup 10-14 hari Secara umum pengobatan antibiotik untuk
pneumonia diberikan 10-14 hari.8
Pada keadaan imunokompromais (gizi buruk, penyakit jantung bawaan,
gangguan neuromuskular, keganasan, pengobatan kortikosteroid jangka panjang,
fibrosis kistik, infeksi HIV), pemberian antibiotik harus segera dimulai saat tanda
awal pneumonia didapatkan dengan pilihan antibiotik : sefalosporin generasi 3.
Dapat dipertimbangkan juga pemberian: 24
-
3.
Pemberian imunoglobulin
4.
3. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
untuk memperbaiki transpor mukosiliar.
4. Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi misalnya
hipoglikemia, asidosis metabolik.
5. Mengatasi penyakit penyerta seperti kejang demam, diare dan lainnya
serta komplikasi bila ada.
sebagai
komplikasi
dari
pneumonia
terutama
disebabkan
oleh
PENCEGAHAN
Pemberian imunisasi memberikan arti yang sangat penting dalam pencegahan
pneumonia. Pneumonia diketahui dapat sebagai komplikasi dari campak, pertusis dan
varisela sehingga imunisasi dengan vaksin yang berhubungan dengan penyakit tersebut
akan membantu menurunkan insiden pneumonia.
Pneumonia yang disebabkan oleh Haemophillus influenza dapat juga dicegah dengan
pemberian imunisasi Hib.
Pada bulan Februari 2000, vaksin pneumokokal heptavalen telah dilisensikan
penggunaannya di Amerika Serikat. Vaksin ini memberikan perlindungan terhadap
penyakit yang umum disebabkan oleh tujuh serotype Streptococcus pneumonia.
Penggunaan vaksin ini menurunkan insiden invasive pneumococcal disease.2,8,28
Penggunaan vaksin pneumokokal heptavalen secara rutin di United States ternyata
mampu menurunkan bakteremia yang disebabkan Streptococcus pneumoniae sebesar
84% dan sebesar 67% untuk bakteremia secara keseluruhan pada populasi anak 3 bulan3 tahun.29
The American Academic of Pediatric (AAP) merekomendasikan vaksinasi influenzae
untuk semua anak dengan resiko tinggi yang berumur 6 bulan dan pada usia tua. Untuk
memberikan perlindungan terhadap komplikasi influenzae termasuk diantaranya adalah
pneumonia, AAP juga merekomendasikan vaksinasi untuk semua anak usia 6 bulan
sampai 23 bulan jika kondisi ekonomi memungkinkan.8
Pencegahan lain dapat dilakukan dengan menghindari faktor paparan asap rokok
dan polusi udara, membatasi penularan terutama dirumah sakit misalnya dengan
membiasakan cuci tangan dan penggunaan sarung tangan dan masker, isolasi penderita,
menghindarkan bayi/anak kecil dari tempat keramaian umum, pemberian ASI,
menghindarkan bayi/anak kecil dari kontak dengan penderita ISPA 30
DAFTAR PUSTAKA
1. Pechere JC. Pneumonia-no single definition. Dalam: Community Acquired
Pneumonia in Children. Edisi ke-1. Wellingborough: Cambridge Medical
Publications, 1995: 1-6
2. McIntosh K. Community Acquired Pneumonia in Children. N Engl J Med 2002;
346(6): 429-37.
3. Data Rekam Medik Penderita Rawat Inap Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK
Univ. Airlangga/RSU Dr. Soetomo Surabaya. 2005. [tidak dipublikasikan]
4. Miller MA, Ben-Ami T, Daum RS. Bacterial Pneumonia in Neonates and Older
Children. Dalam: Taussig LM, Landau LI, penyunting. Pediatric Respiratory
Medicine. St Louis: Mosby Inc, 1999 : 595-664.
5. Hayden FG, Ison MG. Respiratory Viral Infections. ACP Medicine.Infectious
Disease XXV 2004:1-16.
6. Sectish TC, Prober CG. Pnemonia. Dalam: Behrman RE, Kleigman RM, Jenson
HB, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: WB
Saunders, 2003: 1432-5
7. Correa AG, Starke JR. Bacterial pneumonias. Dalam: Chernick V, Boat F,
penyunting. Kendigs Disorders of the Respiratory Tract in Children. Edisi ke-6.
Philadelphia: WB Saunders, 1998: 485-503
8. Ostapchuk M, Robert DM, Haddy R. Community Acquired Pneumonia in Infants
and Children. Am Fam Physician 2004;70: 899-908
9. Al-Eidan FA, McElnay JC, Scott MG, Kearney MP, Corrigan G, McConnel JB.
Use of a Treatment Protocol in the Management of Community Acquired Lower
Respiratory Tract Infection. J Antimicrob Chemother 2000;45: 387-94
10. Lichenstein R, Suggs AH, Campbell J. Pediatric pneumonia. Emerg Med Clin N
Am 2003; 21: 437-51
11. Glezen WP. Viral Pneumonia. Dalam Chernick V, Boat F, penyunting. Kendigs
Disorders of the Respiratory Tract in Children. Edisi ke-6. Philadelphia: WB
Saunders, 1998: 518-26
12. Todd JK. Staphylococcus. Dalam Behrman RE, Kleigman RM, Jenson HB,
penyunting. NelsonTextbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: WB
Saunders, 2003: 861-7
13. Lang F. Respiration, Acid-Base Balance. Dalam: Silbernagl S, Lang F
penyunting. Color Atlas of Pathophysiology. Sturgart: Thieme FlexiBook, 2000:
66-91
14. Gittens MM. Pediatric Pneumonia. Clin Ped Emerg Med J 2002;3(3): 200-14
Umur
Dugaan Kuman
Penyebab
< 3 bln
- Enterobacteriace
(Escherichia Colli,
Klebsiella,
Enterobacter)
- Streptococcus
pneumoniae
- Streptococcus group B
- Staphylococcus aureus
- Clamydia trachomatis
3 bln - 5
thn
- Streptococcus
pneumoniae
- Staphylococcus aureus
- Haemophyllus influenzae
> 5 thn
- Streptococcus
pneumoniae
- Mycoplasma pneumoniae
- Clamydia pneumoniae
Pilihan antibiotik
Rawat inap
Rawat jalan
- Kloksasilin iv dan
aminoglikosida
(gentamisin,
netromisin, amikasin)
iv/im atau
- Ampisilin iv dan
aminoglikosida atau
- Sefalosporin gen 3 iv
(cefotaxim, ceftriaxon,
ceftazidim,
cefuroksim) atau
- Meropenem iv dan
aminoglikosida iv/im
- Ampisilin iv dan
kloramfenikol iv atau
- Ampisilin dan
Kloksasilin iv atau
- Sefalosporin gen 3 iv
(sefotaksim,seftriakson
, Seftazidim,
cefuroksim) atau
- Meropenem iv dan
aminoglikosida iv/im
- Ampisilin iv atau
- Eritromisin po atau
- Klaritromisin po atau
- Azitromisin po atau
- Kotrimoksasol po atau
- Sefalosporin gen 3 iv
- Amoksisilin atau
- Kloksasilin atau
- Amoksisilin asam
klavulanik atau
- Eritromisin atau
- Klaritromisin atau
- Azitromisin atau
- Sefalosporin oral
(sefixim, sefaklor)
- Amoksisilin atau
- Eritromisin po atau
- Klaritromisin po atau
- Azitromisin po atau
- Kotrimoksasol po
atau
- Sefalosporin oral
(sefixim, sefaklor)
OBAT
Ampisilin
Amoksisilin
Amoksisilin asam klavulanik
Amikasin
Azitromisin
Eritromisin
Gentamisin
Sefotaksim
Sefiksim
Seftazidim
Seftriakson
Sefuroksim
Klaritromisin
Kloramfenikol
Kloksasilin
Kotrimoksazol
Meropenem
Netilmisin
DOSIS/KgBB/24 jam
50-100 mg
30-75 mg
30-75 mg
15 mg
7,5-15 mg
50 mg
5-7 mg
50-100 mg
3-5 mg
50-100 mg
50-100 mg
25-50 mg
15-30 mg
50 -100 mg
50 mg
6 mg (TMP)
CARA PEMBERIAN
Po/im/iv, 4x/hari
po/im/iv, 3-4x/hari
po, 3-4x/hari
im/iv, 1x/hari
po, 1x/hari
po, 4x/hari
im/iv, 1-2x/hari
iv, 3-4x/hari
po, 2x/hari
im/iv, 1-2x/hari
im/iv, 1-2x/hari
iv/oral, 3-4x/hari
po, 2x / hari
iv/oral, 4x/hari
po/im/iv, 4x/hari
po, 2x/hari
10-30 mg
5-7 mg
iv, 3x/hari
im /iv, 1x/hari
Sianosis
(-)
Aktifitas otot-otot
(-)
Sedang
Nyata
Pertukaran udara
Baik
Sedang
Jelek
Keadaan mental
Normal
Depresi/gelisah
Koma
< 10
10-40
>40
70-100
< 40
40-65
pernafasan tambahan
Skor :
0-4
5-6
=7
: gagal nafas