Professional Documents
Culture Documents
Disertasi Rofiq F361070142tip
Disertasi Rofiq F361070142tip
ROFIQ SUNARYANTO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Juli 2011
Rofiq Sunaryanto
NIM. F361070142
ABSTRACT
ROFIQ SUNARYANTO. Isolation, Purification, Identification, and
Fermentation Medium Optimization of Antibiotic Produced by Marine
Actinomycetes. Under direction of TUN TEDJA IRAWADI, ZAINAL ALIM
MASUD, LIESBETINI HARTOTO, BAMBANG MARWOTO.
Isolation and purification of active compounds produced by marine
actinomycetes has been carried out. Marine sediment samples were obtained from
3 different places in Banten West Coast, Cirebon North Coast, and Yogyakarta
South Coasts. A total of 40 actinomycetes isolates were obtained 4 isolates were
active against Escherichia coli ATCC 25922, 5 isolates were active against
Staphylococcus aureus ATCC25923, 4 isolates were active against Bacillus
subtilis ATCC 66923, 4 isolates were active against Pseudomonas aeroginosa
ATCC27853, 4 isolates were active against Candida albican BIOMCC00122, and
4 isolates were active against Aspergillus niger BIOMCC00134. A11 isolate
showed the most active to Gram-positive and Gram-negative bacteria. Species
identification using 16S rRNA gene sequencing showed that A11 isolate is
Streptomyces sp.
Elucidation of its molecular formula and structure using LC-MS, 1H NMR,
13
C NMR, and 13C DEPT NMR showed the antibiotic was cyclo(tyrosyl-prolyl),
molecule formula was C14H16N2O3 which has a melting point of 140 C.
Minimum Inhibitory Concentration (MIC) of the antibiotic was determined
against 4 bacterial test strains, namely Escherichia coli ATCC 25922,
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, Staphylococcus aureus ATCC 25923,
and Bacillus subtilis ATCC 66923, which were inhibited at 27, 69, 80, and 74 g
mL-1, respectively.
Fermentation profile of Streptomyces sp. A11 showed a lag phase which
occurred until 8 hours, a log phase from 9 until 48 hours and a stationary phase
from 48 until 144 hours. The growth phase showed maximum specific growth rate
(max) of 0.04 hour-1 and the rate of substrate conversion into biomass (Yx/s) of 0.6
gram biomass per gram substrate. The optimum temperature and pH of
cyclo(tyrosyl-prolyl) fermentation were 30 C and 6.5-7.5, respectively.
Optimum composition of fermentation medium was determined with three
independent variables: dextrin as a carbon source, peptone as nitrogen source, and
a mixture of mineral salts using Response Surface Methodology. The results
showed that the three variables significantly affected the activity of cyclo(tyrosylprolyl). Peptone gave the strongest effect compared to dextrin and mineral salts.
Interaction was found between dextrin and peptone. On the contrary, no
interaction was observed between peptone and mineral salts, and between dextrin
and mineral salts. Using a mathematical model, the most optimum composition of
the medium were found to be dextrin (32.55 g L-1), peptone (11.22 g L-1), and
mineral salt (8.65 mL), in which 51.54 g L-1 cyclo(tyrosyl-prolyl) was produced.
Verification of the model in laboratory showed the cyclo(tyrosyl-prolyl) activity
to be 50.04 mg L-1. Thus, the difference between the result of the experiment and
the expected response value was 2.9%.
Keywords: marine actinomycetes, antibiotic, Streptomyces, cyclo(tyrosyl-prolyl).
RINGKASAN
ROFIQ SUNARYANTO. Isolasi, Pemurnian, Identifikasi, dan Optimasi
Medium Fermentasi Antibiotik yang Dihasilkan oleh Aktinomisetes Laut.
Dibawah bimbingan TUN TEDJA IRAWADI, ZAINAL ALIM MASUD,
LIESBETINI HARTOTO, BAMBANG MARWOTO
Kebutuhan antibiotik, anti fungal, maupun anti kanker baru masih sangat
diperlukan, terutama yang efektif melawan bakteri resisten, virus, protozoa, fungi
atau kanker. Untuk mendapatkan antibiotik baru, para peneliti telah banyak
melakukan berbagai cara seperti eksplorasi senyawa aktif dari mikroba,
tumbuhan, maupun sintesis secara kimia. Salah satu mikroba yang banyak diteliti
untuk diambil senyawa aktifnya adalah aktinomisetes.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki bentangan laut
yang luas, kurang lebih 3,1 juta km2 atau hampir 2 kali lipat dibandingkan luas
daratannya. Karakteristik laut yang bermacam-macam mengindikasikan
biodiversitas hayati yang besar, khususnya biodiversitas mikroba laut. Namun
demikian potensi ini belum banyak dimanfaatkan. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan senyawa aktif yang berpotensi sebagai antibiotik dan
memproduksinya dalam skala laboratorium yang dihasilkan oleh aktinomisetes
laut melalui isolasi, penapisan, pemurnian, identifikasi dan optimasi medium
fermentasi.
Telah dilakukan isolasi dan penapisan aktinomisetes laut yang mampu
menghasilkan senyawa antibakteri. Sampel sedimen laut diambil dari 3 tempat
berbeda yaitu di Pantai Barat Banten, Pantai Utara Cirebon, dan Pantai Selatan
Yogyakarta. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pra-perlakuan dengan
pemanasan dan pengasaman sampel serta penambahan sikloheksimid 100 g mL1
, nistatin 25 g mL-1, asam nalidiksat 20 g mL-1, dan rifampisin 5 g mL-1
mampu menekan pertumbuhan bakteri dan kapang kontaminan. Total hasil isolasi
diperoleh dari sampel sedimen laut sebanyak 40 isolat aktinomisetes. Penapisan
dengan menggunakan 6 macam mikroba uji diperoleh 4 isolat yang mampu
menghambat pertumbuhan Escherichia coli ATCC 25922, 5 isolat menghambat
Staphylococcus aureus ATCC25923, 4 isolat menghambat Bacillus subtilis ATCC
66923, 4 isolat menghambat Pseudomonas aeroginosa ATCC27853, 4 isolat
menghambat Candida albican BIOMCC00122, dan 4 isolat menghambat
Aspergillus niger BIOMCC00134.
Isolat A11 menunjukkan isolat yang memiliki daya hambat paling kuat
terhadap bakteri Gram-positif dan Gram-negatif sehingga isolat tersebut dipilih
untuk penelitian selanjutnya. Hasil identifikasi menggunakan 16S rRNA
menunjukkan bahwa isolat A11 adalah Streptomyces sp. (homology 100%) kelas
Actinobacteria, ordo Actinomycetales, famili Streptomycetaceae, dan genus
Streptomyces.
Fermentasi isolat A11 dilakukan selama 144 jam dengan menggunakan
medium khamir-pepton. Dari kaldu fermentasi diperoleh bobot kering sel, ekstrak
sel dengan metanol, dan ekstrak supernatan dengan etil asetat berturut-turut
sebanyak 4,73 g L-1, 2,72 g L-1, 0,33 g L-1. Hasil uji aktivitas antimikroba
(bioassay) menunjukkan bahwa ekstrak aktif hanya terjadi pada ekstrak
supernatannya saja, hal ini menunjukkan bahwa senyawa aktif dihasilkan secara
ekstraselular. Ekstrak supernatan yang terbukti memiliki aktivitas antimikroba
selanjutnya dipurifikasi dengan menggunakan kromatografi kolom dan HPLC
preparatif, selanjutnya dilakukan elusidasi struktur molekulnya. Hasil analisis
menggunakan LC-MS diketahui senyawa aktif yang dihasilkan oleh isolat A11
memiliki bobot molekul sebesar 260 g mol-1, rumus molekul C14H16N2O3. Hasil
elusidasi struktur molekul menggunakan 1HNMR, 13C NMR, DEPT 13C NMR,
dan FTIR diketahui senyawa aktif yang dihasilkan oleh Streptomyces sp.A11
adalah siklo(tirosil-prolil). Senyawa aktif ini memiliki titik leleh sebesar 140 oC.
Minimum Inhibitory Concentration (MIC) ditentukan menggunakan 4
mikroba uji dengan metode difusi agar kertas cakram. Hasil percobaan
menunjukkan bahwa senyawa aktif yang dihasilkan oleh Streptomyces sp.A11
memiliki MIC terhadap Escherichia coli ATCC 25922 sebesar 27 g mL-1,
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 sebesar 69 g mL-1, Staphylococcus
aureus ATCC 25923 sebesar 80 g mL-1, and Bacillus subtilis ATCC 66923
sebesar 74 g mL-1.
Profil fermentasi isolat Streptomyces sp. menunjukkan fase lag terjadi
sampai dengan jam ke-8, fase pertumbuhan cepat (fase logaritma) terjadi pada
selang waktu jam ke-9 sampai dengan jam ke-48, dan fase stasioner terjadi pada
selang waktu jam ke-48 sampai dengan jam ke-144. Pada fase pertumbuhan cepat
(fase logaritma) laju pertumbuhan maksimum (maks) sebesar 0,04 jam-1 dan
rendemen pembentukan biomassa per massa substrat (Yx/s) sebesar 0,6 g biomassa
per massa substrat. Senyawa aktif diproduksi setelah memasuki fase stasioner
yaitu mulai jam ke-60 yang menunjukkan bahwa senyawa aktif yang dihasilkan
tergolong dalam metabolit sekunder.
Penentuan suhu optimum pada proses fermentasi untuk menghasilkan
siklo(tirosil-prolil) dilakukan dalam rentang suhu 26 sampai dengan 34 C. Hasil
percobaan menunjukkan bahwa suhu 30 C merupakan suhu terbaik untuk proses
fermentasi siklo(tirosil-prolil). Penentuan pH optimum proses fermentasi
siklo(tirosil-prolil) dilakukan pada rentang pH 4 sampai dengan pH 8. Hasil
percobaan menunjukkan bahwa kisaran pH 6,5 sampai dengan pH 7,5 adalah
kisaran pH terbaik untuk proses fermentasi siklo(tirosil-prolil).
Optimasi medium fermentasi dilakukan dengan menggunakan Response
Surface Methodology. Variabel bebas yang digunakan adalah dekstrin sebagai
sumber karbon, pepton sebagai sumber nitrogen, dan mineral. Respon yang
ditentukan adalah konsentrasi siklo(tirosil-prolil). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ketiga variabel bebas yang digunakan dalam proses optimasi medium
fermentasi ini menunjukkan pengaruh nyata terhadap siklo(tirosil-prolil). Model
matematik yang diperoleh dalam optimasi medium fermentasi ini menghasilkan
variabel bebas optimum sebagai berikut; konsentrasi dekstrin, pepton, dan mineral
berturut-turut sebesar 32,55 g L-1, 11,22 g L-1 dan 8,65 mL, dengan dugaan respon
yang diperoleh sebesar 51,54 g L-1. Hasil validasi model yang dilakukan di
laboratorium menunjukkan konsentrasi siklo(tirosil-prolil) yang dihasilkan pada
proses fermentasi selama 144 jam sebesar 50,04 g L-1. Perbedaan respon dugaan
yang diperoleh dari model dengan nilai hasil percobaan sebesar 2,9%
menunjukkan bahwa model yang digunakan telah sesuai.
Kata kunci: aktinomisetes laut, antibiotik, Streptomyces, siklo(tirosil-prolil).
ROFIQ SUNARYANTO
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Disertasi
Nama Mahasiswa
NIM
Program Studi
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Ketua Program Studi
Teknologi Industri Pertanian
Tanggal Lulus :
Hari/tanggal
: 28 Juli 2011
Hari/tanggal
iii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
karya ilmiah yang berjudul Isolasi, Purifikasi, Identifikasi, Dan Optimasi
Medium Fermentasi Antibiotik Yang Dihasilkan Oleh Aktinomisetes Laut
berhasil diselesaikan dengan baik. Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu
syarat menyelesaikan studi program doktor di
Pertanian Bogor. Penelitian yang telah dilakukan selama 3 (tiga) tahun bertujuan
secara umum untuk mendapatkan senyawa aktif yang memiliki sifat antibakteri
atau antifungi yang dihasilkan oleh aktinomisetes laut.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Tun Tedja
Irawadi, MS selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Dr. Ir. Zainal Alim Masud,
DEA, Bapak Dr. Bambang Marwoto, M.Eng dan Ibu Dr. Ir. Liesbetini Hartoto,
MS selaku anggota komisi pembimbing atas bimbingan dan pengarahannya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga
saya sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Machfud, MS sebagai Ketua Program Studi
Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan
saran pada proses penyelesaian penulisan disertasi ini. Penulis ucapkan terima
kasih kepada Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Deputi Kepala
Bidang Agroindustri dan Bioteknologi BPPT, Kepala Balai Pengkajian
Bioteknologi BPPT, dan Kepala Seksi Bioteknologi Industri Balai Pengkajian
Bioteknologi BPPT yang telah memberikan ijin untuk melanjutkan studi S3 dan
memberikan fasilitas penelitian untuk disertasi penulis. Demikian juga penulis
mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan peneliti dan teknisi di
Laboratorium Mikrobiologi, Teknologi Gen, Proses Hilir, dan Laboratorium
Analitik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Mercian Co.Jp dan segenap
penelitinya yang telah membantu dalam proses analisis menggunakan LC-MS,
1
HNMR,
13
13
semangat dan
Dwijayanti, MKM dan anak-anak penulis Aqila Luthfiana Sarastya dan Athala
Farrastya Kamil yang tidak henti-hentinya memberikan semangat dalam
penyelesaian studi penulis.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih mempunyai
keterbatasan. Kritik dan saran penulis harapkan dari semua pihak untuk perbaikan,
dan semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi yang membutuhkan.
Bogor,
Juli 2011
Rofiq Sunaryanto
NIM. F361070142
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Gunung Kidul pada tanggal 25 September 1971 dari
ayah Sutarto (Alm) dan Ibu Hj. Sudarti. Penulis merupakan anak ke-5 dari lima
bersaudara.
Tahun 1990 penulis lulus dari SMA Negeri I Wonosari, Gunung Kidul,
Yogyakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk UMPTN di Jurusan
Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Gadjah Mada. Pada bulan Januari 1997
penulis diterima sebagai pegawai negeri di Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT) dan ditempatkan di Pusat Pengkajian dan Penerapan
Bioteknologi. Pada Tahun 2000 penulis mendapatkan beasiswa dari STAID untuk
melanjutkan studi program S2. Pada tahun tersebut penulis melanjutkan studi
program S2 di Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Pada tahun 2003 penulis menyelesaikan studi S2 di Teknologi Industri
Pertanian Bogor. Pada tahun 2007 penulis mendapatkan beasiswa dari Islamic
Development Bank untuk melanjutkan studi S3, dan mengambil studi di Program
Studi Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Semenjak mengikuti program S3, penulis menjadi anggota Perhimpunan
Mikrobiologi Indonesia, Cabang Jakarta. Beberapa seminar nasional dan
internasonal yang telah diikuti (sebagai pemakalah) selama studi di S3 antara lain;
Bandung International Conference on Medicinal Chemistry yang diselenggarakan
oleh Fakultas Farmasi Institut Teknologi Bandung pada tahun 2009, National
Indonesia Congress 10th Society for Microbiology an International Symposia yang
diselenggarakan oleh Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia di Surabaya pada
tahun 2009, Seminar Nasional Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan
Perikanan I yang diselenggarakan oleh Departemen Perikanan dan Kelautan
(DKP) pada tahun 2009, Seminar Nasional Pengolahan Produk dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikanan II yang diselenggarakan oleh Departemen Perikanan dan
Kelautan (DKP) pada tahun 2010, seminar internasional Society for
Microbiology
an
International
Symposia
yang
diselenggarakan
oleh
Microbial
Resources:
Diversity
and
Global
Impact
yang
Isolasi dan
Aktinomisetes Laut (senyawa aktif Madumycin I oleh isolat A32), halaman 11-18.
Jurnal Pasca Panen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. Volume 5 No. 1
Juni 2010.
Cyclo(tyrosyl-prolyl) Produced by Streptomyces sp.: Bioactivity and Molecular
Structure Elucidation. Journal of Microbiology Indonesia. Accepted. Diterbitkan
oleh The Indonesian Society for Microbiology.
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...
i
HALAMAN PENGESAHAN.
ii
iii
iv
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN .
vii
PENDAHULUAN................
I.1. Latar Belakang Masalah.........
I.2. Tujuan Penelitian ......
I.3. Hipotesis ............
I.4. Ruang Lingkup Penelitian.........
1
1
4
5
6
7
7
9
13
14
16
21
23
29
29
32
33
34
36
37
38
39
39
40
40
41
41
42
42
43
44
49
49
52
53
59
66
68
69
74
78
85
90
92
105
107
107
108
111
LAMPIRAN .
121
DAFTAR TABEL
Halaman
1
14
45
Kisaran dan taraf variabel yang diuji pada optimasi komposisi medium.....
46
47
50
55
58
Data spektrum 13C NMR dan 1H NMR yang menujukkan posisi atom
C dan H pada gugus fungsionalnya ..............................................................
66
9.
67
10.
82
11.
87
12.
Kandungan prolin dan tirosin dalam pepton, kasein, dan ekstrak khamir....
89
13
Kisaran dan taraf variabel yang diuji pada optimasi komposisi medium.....
93
14
93
94
94
95
96
15
16
17
18
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Pola pertumbuhan sel selama fase lag, fase log, dan fase stasioner .
18
19
34
35
56
57
58
59
60
Spektrum LC-MS m/z 261 (M+H)+ senyawa aktif yang dihasilkan oleh
isolat Streptomyces sp.A11 ..........................................................................
61
62
13
Struktur molekul senyawa aktif yang dihasilkan oleh isolat A11 ................
63
14
Spektrum DEPT 13C NMR senyawa aktif yang dihasilkan oleh isolat
Streptomyces sp.A11.....................................................................................
64
15
Spektrum inframerah senyawa aktif yang dihasilkan oleh isolat A11 .........
65
16
69
17
71
18
75
9
10.
11.
12
19
78
20
80
21
81
22
86
23
88
24
89
25
90
26
91
27
97
Plot urutan percobaan versus galat model pada produktivitas siklo(tirosilprolil) yang dihasilkan oleh isolat Streptomyces sp.A11 ............................
98
Plot nilai dugaan versus galat model pada produktivitas siklo(tirosilprolil) yang dihasilkan oleh isolat Streptomyces sp.A11 .............................
98
99
31
101
32
102
104
28
29
30
33
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
121
122
123
124
125
126
128
128
129
130
131
132
133
134
135
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Data perubahan parameter pH, gula reduksi, dan bobot kering sel kultur
vegetatif menggunakan isolat Streptomyces sp.A11 ................................
136
Data perubahan parameter pH, gula reduksi, nitrogen total, berat kering
sel, dan konsentrasi siklo(tirosil-prolil) pada proses fermentasi
menggunakan isolat Streptomyces sp.A11................................................
137
138
138
139
140
141
Analisis ragam dan uji lanjut Duncan penentuan sumber karbon terbaik
pada proses fermentasi produksi siklo(tirosil-prolil) dan hasil analisis
gula total sebelum dan sesudah fermentasi. .............................................
142
13a Analisis ragam dan uji lanjut Duncan penentuan sumber karbon
terbaik pada proses fermentasi produksi siklo(tirosil-prolil) ..........
142
13b Hasil analisis gula total dari beberapa sumber karbon sebelum dan
sesudah fermentasi
143
144
14a. Analisis ragam dan uji lanjut Duncan penentuan sumber nitrogen
terbaik pada proses fermentasi produksi siklo(tirosil-prolil)...........
144
145
Analisis ragam dan uji lanjut Duncan penentuan mineral terbaik pada
proses fermentasi siklo(tirosil-prolil)
146
147
17
18
148
17a. Keluaran model yang digunakan dan respon yang diperoleh dari
Design Expert 7 ...............................................................................
148
17b. Keluaran design summary dan respon yang diperoleh dari Design
Expert 7 ...........................................................................................
149
150
17d. Keluaran hasil analisis variansi (ANOVA) dari Design Expert 7 ...
151
152
153
I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Kebutuhan antibiotik, anti fungal, maupun anti kanker baru masih sangat
diperlukan, terutama yang efektif melawan bakteri, virus, protozoa, fungi atau
kanker. Untuk mendapatkan antibiotik baru, para peneliti telah banyak melakukan
berbagai cara seperti eksplorasi senyawa dari bahan alam seperti mikroba,
tumbuhan, dan hewan laut. Disamping itu para peneliti juga melakukan
biotransformasi senyawa-senyawa tertentu dengan bantuan mikroba atau membuat
derivat antibiotik semisintetik secara kimiawi.
Pada saat ini sebagian besar antibiotik yang diperkenalkan dan beredar di
pasaran merupakan antibiotik semisintetik yaitu senyawa induknya adalah produk
alami (natural product), misalnya derivat penisilin (ampisilin, amoksisilin),
sefalosporin (sefotaksim), kanamisin (amikasin, dibekasin) dan sebagainya.
Keberhasilan ini telah mendorong para peneliti untuk membuat derivat kelompok
antibiotik yang lain seperti makrolid, poliena antifungi atau antrasiklin anti-tumor.
Menurut Pelaez (2006), 70 dari 90 antibiotik yang berada di pasaran dari tahun
1982-2002 adalah turunan dari antibiotik alami (natural product). Walaupun
derivatisasi atau biokonversi menjanjikan antibiotik baru yang berguna, namun
senyawa antibiotik baru yang alami masih terus dicari dan sangat diharapkan.
Keberhasilan mendapatkan antibiotik baru dari sumber alami seperti metabolit
sekunder dari mikroba telah menimbulkan asumsi bahwa mikroba merupakan
sumber senyawa baru yang tidak pernah habis. Bahkan selain aktivitas antibiotik,
metabolit mikroba juga menjadi sumber senyawa aktif farmakologis atau
fisiologis yang berguna dibidang medis atau digunakan dalam pertanian (Omura
1986).
Pada saat ini antibiotik masih memiliki nilai yang tinggi dan masih sangat
dibutuhkan oleh manusia. Menurut Strohl (1999) ada beberapa alasan pentingnya
eksplorasi antibiotik baru. Pertama: seiring dengan perkembangan metode
pengobatan yang menggunakan berbagai macam antibiotik, telah menimbulkan
kasus munculnya mikroba patogen yang resisten terhadap beberapa antibiotik
penelitian
mengenai
eksplorasi
senyawa
aktif
dari
seperti actinoplanes,
meningkatkan
pertumbuhan
organisme
yang
diinginkan,
misalnya
I.3. Hipotesis
proses
fermentasi
antibiotik
dengan
menggunakan
isolat
II TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Aktinomisetes
Pada awalnya aktinomisetes digolongkan dalam kelompok fungi, sebab
penampakan morfologi dan perkembangannya yang mirip dengan fungi yang
dilihat dari miseliumnya, sehingga aktinomisetes juga disebut ray fungi (Kuster
1958). Namun demikian dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, morfologi
aktinomisetes lebih dekat dengan bakteri. Dilihat dari ukuran sel, spora serta
miselianya aktinomisetes dikategorikan sebagai bakteri yang memiliki nukleod
yang sama dengan bakteri. Chitin dan selulosa sebagai penyusun dinding sel fungi
tidak terdapat pada aktinomisetes. Penyusun dinding sel aktinomisetes adalah
polimer gula, gula amino, dan beberapa asam amino seperti halnya bakteri gram
positif. Sensitifitas terhadap beberapa antibiotik menempatkan aktinomisetes
termasuk dalam golongan bakteri gram positif. Aktinomisetes biasanya dipandang
sebagai kelompok bakteri Gram-positif yang memiliki kandungan Guanin (G)
dan Citosin (C) yang tinggi di dalam DNA-nya (>55%) dengan kemampuan
membentuk cabang-cabang hifa pada tahap-tahap pengembangannya (Locci et al.
1983).
Aktinomisetes memiliki morfologi yang sangat bervariasi, dari bentuk sel
bulat/coccus (Micrococcus) dan rod-coccus cycle (Arthrobacter), bentuk hifa
berfragmen (Nocardia, Rothia), sampai dengan jenis dengan miselium bercabang
yang berbeda-beda (Micromonospora dan Streptomyces). Actinnobacteria,
Actinoplanetes, Nocardioforms, dan Streptomyces memiliki filogenik yang
berbeda dan heterogen. Aktinomisetes ada yang bersifat saprofit namun ada yang
bersifat parasit atau bersimbiosis mutualisme dengan tumbuhan dan hewan
(Goodfellow 1983).
Aktinomisetes
khususnya
Streptomyces
dikarakterisasi
dengan
permukaan menyerupai
http://www.microbiologyprocedure.com/
10
merupakan
mikroba
yang
paling
efektif
dalam
dengan aktinomisetes.
Beberapa teknik perlakuan pendahuluan sampel juga telah digunakan
peneliti untuk mendapatkan isolat aktinomisetes yang diinginkan. Sebagai contoh
11
teknik rehidrasi diterapkan pada sampel pada habitat air tawar yang akan
menghasilkan banyak actinoplanete dan genus baru Cupolomyces.
Spora
yang relatif banyak. Sentrifugasi diferensial juga dapat digunakan dalam proses
pra-perlakuan sampel (Araujo 2008).
Spora aktinomisetes juga tahan terhadap pemanasan kering sampai suhu
120 C, sifat ini dimanfaatkan untuk perlakuan pendahuluan yang dapat
menghilangkan sejumlah bakteri kontaminan (Takashi 2003). Spora aktinomisetes
lebih sentisitif terhadap pemanasan basah, yaitu sampel tersuspensi dalam pelarut
yang dipanaskan. Pemanasan sampel pada suhu 45-50 C dapat digunakan untuk
isolasi Streptomyces, pada suhu pemanasan 55 C dapat digunakan untuk
mengisolasi Rhodococcus, dan spesies yang lebih tahan pada pemanasan yang
lebih tinggi lagi adalah Micromonospora yang dapat bertahan pada pemanasan
60-70 C selama 30 menit. Perlakuan pendahuluan sampel secara kimia juga
banyak dilakukan untuk mengisolasi aktinomisetes, misalnya penggunaan fenol,
klor atau amonium kuartener. Metode pra-perlakuan ini biasanya juga mengurangi
sejumlah aktinomisetes yang akan diisolasi (Goodfellow et al. 1988).
Seong et al. (2001) telah melakukan modifikasi pra-perlakuan sampel
untuk isolasi aktinomisetes dari tanah. Isolasi dilakukan dengan medium HHVA
(Hair Hydrolysate Vitamin Agar) dan pra-perlakuan sampel dengan menggunakan
4 metode, yaitu dengan penambahan antibiotik, pemanasan kering (1 jam pada
12
suhu 100 C), pemanasan basah (70 C) selama 15 menit, dan udara kering selama
24 jam. Dari penelitian ini menunjukkan bahwa hasil isolasi aktinomisetes dengan
beberapa metode pra-perlakuan sampel tersebut menunjukkan hasil yang sangat
bervariatif.
Penggunaan senyawa antibakteri dan antifungi juga menentukan hasil
isolasi aktinomisetes. Penggunakan senyawa antibakteri dapat memberikan efek
mengurangi jumlah aktinomisetes yang akan diisolasi. Namun demikian cara ini
dipandang sangat membantu menekan sejumlah bakteri dan kapang kontaminan,
sehingga mempermudah proses isolasi dan pemurnian aktinomisetes. Kombinasi
benzyl penicillin (5-10 g mL-1) dengan asam nalidiksat (15 g mL-1) dapat
digunakan untuk mendapatkan Saccharothrix, novobiocin (25 g mL-1) dan
streptomycin (15 g mL-1) dapat digunakan untuk mendapatkan isolat dari genus
Glycomyces, dan dengan menambahkan vancomycin dapat digunakan untuk
mendapatkan Amylocolatopsis. Hanka (1985) dapat menaikkan perolehan koloni
Streptoverticillium dengan menggunakan medium agar yang mengandung
oxytetracycline dengan metode filter membran yang dapat menghilangkan koloni
bakteri nonmiselia.
Salah satu faktor yang penting dalam proses isolasi dan fermentasi
aktinomisetes adalah suhu inkubasi. Secara umum aktinomisetes tumbuh baik
pada suhu 25 sampai dengan 30 C. Namun demikian ada beberapa aktinomisetes
yang tumbuh baik pada suhu 45 C (Goodfellow et al. 1988). Isolasi
aktinomisetes termofilik akan lebih mudah diisolasi dan dimurnikan dari bakteri
kontaminan dibandingkan jenis mesofilik. Namun pada proses produksinya
aktinomisetes termofilik akan membutuhkan biaya yang cukup tinggi untuk tetap
menjaga panas yang lebih tinggi.
Waktu inkubasi proses isolasi aktinomisetes pada cawan agar sampai dapat
dilihat koloninya dengan mata telanjang kurang lebih selama 7 sampai dengan 14
hari. Masa inkubasi yang semakin lama biasanya dihindari oleh peneliti. Hal ini
disebabkan pertumbuhan aktinomisetes yang lambat akan meningkatkan biaya
produksi pada saat masuk dalam proses fermentasi. Namun demikian
pertumbuhan aktinomisetes dapat dimodifikasi melalui medium pertumbuhan dan
kondisi lingkungan yang digunakan (Cross 1982).
13
II.3. Antibiotik
Sejarah perkembangan penemuan antibiotik berawal dari penemuan oleh
Fleming yang terus berkembang sampai sekarang. Sekarang ini telah ditemukan
lebih dari 10.000 senyawa bahan alam yang dihasilkan dari mikroba. Tahun 1940
sampai dengan awal tahun 1950 merupakan tahun keemasan yaitu banyak
ditemukan senyawa alam antibiotik yang berasal dari mikroba. Hampir semua
antibakteri penting seperti tetrasiklin, sefalosporin, amiloglikosid, dan makrolida
telah ditemukan pada tahun-tahun tersebut. Menurut Berdy (2005) pada tahun
1940 sekitar 10-20 antibiotik telah ditemukan, pada tahun 1950-an telah
ditemukan 300-400 antibiotik, sekitar tahun 1960 ditemukan 800-1000 antibiotik,
tahun 1970 telah ditemukan 2500, tahun 1980 telah ditemukan 5000, tahun 1990
telah ditemukan sekitar 10.000, dan tahun 2000 telah ditemukan sekitar 20.000
antibiotik.
Antibiotik merupakan substansi yang dihasilkan oleh mikroba, dalam
konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba
lain (Cross 1982). Setiap antibiotik mempunyai aktivitas penghambatan
pertumbuhan hanya terhadap mikroba patogen spesifik, yang disebut spektrum
penghambat.
Mikroba
penghasil
antibiotik
meliputi
golongan
bakteri,
aktinomisetes, fungi, dan beberapa mikroba lainnya. Kurang lebih 70% antibiotik
dihasilkan oleh aktinomisetes, 20% dihasilkan oleh fungi dan 10% dihasilkan oleh
bakteri. Streptomyces merupakan penghasil antibiotik yang paling besar jenisnya
(Berdy 2005). Distribusi senyawa aktif yang telah diketemukan sampai saat ini
disajikan pada Tabel 1.
Pada siklus hidupnya yang normal, mikroba akan tumbuh dalam medium
yang sesuai dan menghasilkan jumlah sel maksimum. Setelah itu pertumbuhannya
berhenti dan memasuki fase stasioner, dan selanjutnya masuk pada fase kematian
terjadi kematian sel vegetatif (lisis) atau pembentukan spora. Pada fase stasioner
sel-sel berhenti membelah dan metabolit sekunder mulai diproduksi. Metabolit
sekunder sering diproduksi dalam jumlah besar dan kebanyakan disekresikan ke
dalam medium biakan (Cross 1982). Sebagian besar antibotik merupakan
metabolit sekunder, akan tetapi ada antibiotik merupakan metabolit primer, yaitu
14
Jenis
antibiotik
Senyawa
aktif lainnya
Penggunaan
pada manusia
Senyawa tidak
aktif
900
Total
senyawa
aktif
3800
Bakteri
2900
10-12
3000-5000
Aktinomisetes
8700
1400
10100
100-120
5000-10000
Fungi
4900
3700
8600
30-35
2000-15000
Total
16500
6000
22500
140-160
20000-25000
(Berdy, 2005)
spesies. Total jenis senyawa aktif yang dihasilkan oleh kelompok bakteri adalah
sebanyak 3.800 atau 17% dari total senyawa aktif yang telah ditemukan.
Aktinomisetes menghasilkan lebih dari 10.000 senyawa aktif, 7.600 dihasilkan
oleh Streptomyces dan 2.500 dihasilkan oleh aktinomisetes langka (Berdy 2005)
15
grup filogenik). Tanpa senyawa ini maka organisme akan berakibat menderita
karena kurang dapat mempertahankan diri namun demikian tidak menyebabkan
kematian secara langsung, contohnya antifungi, antibakteri, antikolesterol,
enziminhibitor, dan lain-lain. Fungsi utama dari metabolit sekunder dalam
organisme adalah sebagai fungsi ekologi yaitu sebagai alat pertahanan melawan
predator, parasit, dan kompetisi antar spesies (Prescot et al. 2002; Bennett et
al.1989; Luckner 1990). Konsep metabolisme sekunder pertama kali dikenal oleh
Kossel 1891 (Haslam 1986; Seigler 1998). Metabolit sekunder pada mulanya
diasumsikan sebagai hasil samping atau limbah organisme sebagai akibat
produksi metabolit primer yang berlebih. Namun seiring dengan perkembangan
ilmu pengetahuan, terbukti bahwa metabolit sekunder diproduksi oleh organisme
sebagai respon terhadap lingkungan yang tidak sesuai (Dewick 1997). Metabolit
sekunder dihasilkan melalui jalur biosintesis metabolit primer. Jalur biosintesis
metabolit sekunder lebih spesifik untuk setiap famili atau genus mikroba dan
berhubungan terhadap mekanisme evolusi suatu spesies (Torssell 1997).
Berbeda dengan metabolit sekunder, metabolit primer merupakan
metabolit yang digunakan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup,
diantaranya adalah lemak, DNA, protein dan karbohidrat. Metabolisme primer
telah ditunjukkan pada proses sintesis asam karboksilat melalui siklus Krebs,
asam amino, karbohidrat, lemak, protein dan asam nukleat, yang semuanya
merupakan kebutuhan dasar untuk tetap dapat hidup dan terjadi pada semua
mikroorganime (Luckner (1990). Semua mikroba yang memiliki sistem jalur
metabolisme yang sama akan menghasilkan senyawa metabolit primer yang sama
pula. Berbeda halnya dengan metabolit sekunder, metabolit ini bukan merupakan
metabolit dasar yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidupnya tetapi mendukung
kelangsungan hidup suatu spesies untuk tetap hidup (Torsell 1997).
Metabolit sekunder tidak memiliki peran dalam proses kehidupan dasar.
Metabolit sekunder disintesis dari substrat yang dihasilkan oleh metabolit primer
melalui lintasan metabolisme primer.
biasanya dapat divisualisasi dari warna, bau, dan rasa yang dihasilkan dari
senyawa kimia. Metabolit sekunder ini dapat dimanfaatkan untuk pembuatan obat,
insektisida, pewangi dan lain-lain.
16
17
antara ln X versus waktu. Ini adalah periode pertumbuhan seimbang atau kondisi
mantap dengan laju pertumbuhan spesifik konstan. Sel mikroba membelah dengan
cepat dan konstan sehingga jumlah pertumbuhan selnya mengikuti kurva
logaritmik. Pada saat laju pertumbuhan atau reproduksi selular mencapai titik
maksimum, maka terjadi pertumbuhan secara logaritmik atau eksponensial. Pada
fasa ini keadaan pertumbuhan adalah mantap. Dengan laju pertumbuhan spesifik,
tetap, komposisi selular tetap, sedangkan komposisi kimiawi medium biakan
berubah akibat terjadinya sintesis produk dan penggunaan substrat.
Pada fase eksponensial, laju pertumbuhan, dx/dt meningkat berbanding
lurus dengan X. Laju pertumbuhan spesifik tetap dan mencapai nilai maksimal.
Laju pertumbuhan dapat digambarkan dengan persamaan sebagai berikut
(Stanbury dan Whitaker, 1984);
dX/dt = m X..........................................(1)
Dari persamaan (1) apabila dilakukan integrasi akan diperoleh persamaan sebagai
berikut;
ln X1 = lnXo + t ..............................(2)
dari persamaan (2) maka laju pertumbuhan spesifik () merupakan kemiringan
kurva hasil pengaluran (plotting) ln X1 (konsentrasi biomassa) terhadap waktu (t).
Pertumbuhan berbanding lurus dengan kerapatan selular mikroba,
rx = dx/dt = m X ....(3)
pada fasa ini : logX2 log X1 = m (t2-t1) ....(4)
maka
X2 = X1 em (t2-t1) ..(5)
untuk mendapatkan
konsentrasi biomassa (X) menjadi dua kali konsentrasi awal (Xo) pada
fasa eksponensial).
Pada beberapa titik laju pertumbuhan mulai menurun karena nutrisi dasar
telah menjadi berkurang dan hambatan oleh adanya produk metabolik yang
terakumulasi. Sel-sel tersebut selanjutnya akan mengalami transisi, sehingga laju
pertumbuhan menjadi nol dan memasuki ke fase stasioner.
18
Fase stasioner akan terjadi setelah semua sel berhenti membelah diri atau
bila sel hidup dan sel mati mencapai keseimbangan, yaitu dengan laju kematian.
Namun meskipun pertumbuhan telah berhenti, mungkin saja masih dapat
berlangsung proses metabolisme dan akumulasi produk dalam sel atau dalam
kaldu fermentasi. Pada awal fase stasioner, konsentrasi konsentrasi biomassa
mengalami maksimal. Fasa penurunan ditandai dengan berkurangnya jumlah sel
hidup dalam medium akibat kematian yang diikuti autolisis sel oleh enzim selular.
Beberapa kemungkinan yang terjadi apabila inkubasi tetap dilakukan, pertama
massa sel total mungkin konstan, kedua masa sel hidup cenderung menurun,
ketiga terjadi lisis sel dan masa sel menurun drastis atau sel hidup meningkat
kembali oleh pertumuhan kriptik. Pola pertumbuhan sel selama fase lag, fase log,
dan fase stasioner disajikan dalam Gambar 2.
Fase
eksponensial
Fase
stasioner
a
b
Konsentrasi biomassa
Fase
lag
c
Keterangan :
a.massa sel tanpa terjadi lisis
b.massa sel terjadi lisis, diikuti pertumbuhan kriptik
c.jumlah sel hidup dengan terjadi lisis
waktu
Gambar 2 Pola pertumbuhan sel selama fase lag, fase log, dan fase
stasioner (Wang 1979)
Berdasarkan kajian pertumbuhan mikroba, dapat ditentukan parameter
pertumbuhan seperti koefisien konversi atau rendemen produktivitas.
Keterangan:
Yx/s = Xf - Xo ..(7)
So - S
So
19
Nilai Yx/s dinyatakan dalam bobot sel kering per bobot atau mol substrat yang
dikonsumsi (rendemen molekuler). Produktivitas (bobot biomassa yang dihasilkan
per volume medium per jam) merupakan kriteria untuk mengevaluasi proses
fermentasi. Produktivitas maksimal dicapai pada waktu tm dan konsentrasi Xm,
sehingga;
Pm = Xm / tm ...(8)
Bila produktivitas total dinyatakan sebagai berikut;
Pt = Xt / tt (9)
Hubungan laju pertumbuhan mikroba () dengan konsentrasi substrat (S) telah
digambarkan oleh Monod berdasarkan analogi model kinetik enzimatik Michaelis
Menten. Persamaan matematik hubungan laju pertumbuhan dengan konsentrasi
substrat adalah sebagai berikut;
= m
S
...(10)
Ks + S
Ks merupakan konstanta penggunaan substrat yang menunjukkan afinitas mikroba
terhadap substrat. Ks merupakan konsentrasi substrat pada saat = m/2.
Pengaruh konsentrasi substrat terhadap laju pertumbuhan spesifik digambarkan
pada Gambar 3. Berdasarkan model Monod, laju pertumbuhan (rx) dapat
dinyatakan sebagai berikut;
rx = X = m S X .(11)
Ks + S
(jam-1)
Keterangan :
a. Pembatasan oleh substrat
b.Tidak ada pengaruh oleh substrat
c. Penghambatan oleh substrat berlebih
Substrat (g L-1)
20
m S
X ..(12)
Ks + S
atau
dengan Yp/x adalah rendemen produk yang dihasilkan per biomassa yang
dihasilkan (g/g).
Pada berbagai fermentasi, terutama yang menghasilkan metabolit sekunder
seperti antibiotik, pembentukan produk tidak berasosiasi dengan pertumbuhan,
pembentukan produk biasanya terjadi pada akhir fase pertumbuhan. Laju
pembentukan produk berbanding secara proporsional dengan konsentrasi selular
dan tidak pada laju pertumbuhan, sehingga ; rp = x
21
rp/x = + .(13)
= Konsentrasi produk
= Konsentrasi biomassa
= Waktu
Model ini disebut model kinetika Leudeking dan Piret (Mangunwidjaja dan
Suryani 1994).
22
DNA,
dan
presipitasi.
Presipitasi
dilakukan
untuk
23
3. Elektroforesis Gel.
Elektroforeses
gel
merupakan
suatu
teknik
untuk
memisahan
24
25
26
i= 1
i< 1
27
28
30
Dengan demikian masih banyak peluang untuk mendapatkan senyawa aktif baru
atau spesies baru yang berasal dari aktinomisetes laut.
Penapisan dan isolasi senyawa aktif ditentukan oleh metode isolasi dan
bioassay yang digunakan. Metode isolasi berkaitan dengan medium isolasi dan
metode preparasi sampel, termasuk didalamnya metode pra-perlakuan sampel.
Beberapa strategi yang dapat ditempuh untuk mendapatkan senyawa aktif
potensial adalah sebagai berikut;
penelitian
ini
digunakan
medium
starchcasein
agar
yang
31
32
dan
elusidasi
senyawa
aktif perlu
dilakukan
untuk
33
MgSO4.7 H2O
(Merck), ZnSO4 7 H2O (Merck), CaCl2.2 H2O (Merck), FeSO4 7 H2O (Merck),
Cu.SO4.5 H2O (Merck), MnCl2.4 H2O (Merck), CuSO4. H2O (Merck), CoCl2.6
H2O (Merck), NaCl, KH2PO4 (Merck), HCl (Merck), NaOH (Merck), DNS
(Sigma), H2SO4 95-97% (Merck), H3BO4 (Merck), silika gel
60 (0,063-
0,200mm) Merck.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peralatan alat
gelas, rotavapor Buchi 461, microcentrifuge (Tomy/MX-301), incubator shaker
(Takasaki Scientific Instrument), freeze drying (HETO CD 2.5), centrifugal
concentrator (TOMY CC-105), Kjeldahl (Velp Scientifica UDK 132),
Spektrofotometer (Shimadzu UV-160A), HPLC (Waters 2695), 1H &
13
C NMR
(Bruker AV-500), FTIR Shimadzu 8300, LCMS (LCT Premier-XE Waters), ABI
300 genetic analyzer (Perkin Elmer), Gallen Kamp Melting Point, Sonicator
Ultrasonic Processor XL 2020, Centrifuge Beckman J2-HS.
34
Bioassay
Identifikasi
mikroba dengan
DNA sekuen (16S
rRNA)
isolat terpilih
Produksi senyawa aktif menggunakan
isolat terpilih (preparasi kaldu
fermentasi untuk pemurnian senyawa
aktif)
Pemanenan
Pemisahan sel dan cairan fermentasi
Bioassay
Ekstraksi
Kromatografi kolom
Prep. HPLC
Senyawa murni
Optimasi fermentasi
35
AKTIVITAS
Ruang lingkup penelitian :
Pengambilan sampel & pra
perlakuan sampel
Penapisan aktinomisetes
penghasil antibiotik.
Identifikasi aktinomisetes terpilih.
Pemeliharaan isolat
TAHAPAN KERJA
LUARAN
TAHAP I:
Isolasi dan
penapisan
aktinomisetes
Diperoleh isolat
aktinomisetes
teridentifikasi yang
memiliki potensi
penghasil antibiotik
TAHAP II:
Fermentasi,
purifikasi,
elusidasi struktur
molekul, MIC
Diperoleh
antibiotik yang
terelusidasi struktur
molekul dan MIC
nya
TAHAP III:
Optimasi
medium
fermentasi,
serta profil
fermentasi.
Diperoleh
komposisi medium
fermentasi yang
optimum untuk
produksi antibiotik
serta profil
fermentasi.
36
Metode isolasi yang digunakan mengacu pada metode yang dilakukan oleh
Mincer et al. (2005) yang dimodifikasi. Namun demikian sebelum dilakukan
proses isolasi aktinomisetes, terlebih dahulu dilakukan percobaan pendahuluan
untuk menentukan metode pra-perlakuan sampel yang paling tepat, yang meliputi
(1) tanpa pra-perlakuan (kontrol), (2) pra-perlakuan dengan metode heat shock
yang dilakukan dengan memanaskan sampel selama 4 jam pada suhu 60 C
(Pisano et al. 1986), (3) pengasaman sampel yang dilakukan dengan cara
mengasamkan sampel sampai dengan pH 2 menggunakan asam klorida, dan
didiamkan selama 2 jam, selanjutnya dinetralkan kembali menggunakan NaOH.
(4) Pemanasan sampel (metode ke-2) yang dikombinasikan dengan penambahan
100 g mL-1 sikloheksimid dan 25 g mL-1 nistatin, (5) Pengasaman sampel
(metode ke-3) yang dikombinasikan dengan penambahan 100 g mL-1
sikloheksimid dan 25 g mL-1 nistatin, (6) Metode ke-4 yang dikombinasikan
dengan penambahan 20 g mL-1 asam nalidiksat dan 5 g mL-1 rifampisin. (7)
Metode
asam
asam
37
Masing-masing koloni diberi kode sesuai dengan asal lokasi sampling. Kode A
digunakan untuk sampel dari Pantai Anyer Banten, kode YK berasal dari pantai
Kukup Yogyakarta, Kode PCl berasal dari pantai utara Cirebon Desa Gebang.
Isolat yang telah dimurnikan dari hasil isolasi disebarkan kembali dalam
medium marine agar untuk proses peremajaan sebelum digunakan untuk proses
fermentasi. Sebagian isolat murni yang telah diremajakan dipindahkan dalam
gliserol 15% dan disimpan dalam suhu -40 C untuk proses preservasi. Kultur
stok yang akan digunakan diremajakan lagi sebelum digunakan untuk fermentasi.
Komposisi
38
, Fe (III) citrate hydrate 0,3 g L-1, air demineral 250 mL, dan air laut 750 mL
(Kanoh et al. 2005). Sebelum sterilisasi, pH medium diatur pada 7,6. Fermentasi
dilakukan pada suhu 30 C selama 144 jam dengan kecepatan agitasi 200 rpm
menggunakan incubator shaker. Volume kerja kultur vegetatif dan fermentatif
pada tahap penapisan dilakukan pada volume 3 mL dalam BD falcon (around
bottom) volume 14 mL.
Preparasi ekstrak kaldu fermentasi untuk uji aktivitas aktinomisetes
(bioassay) pada tahap penapisan, dilakukan dengan cara mengeringkan 3 mL
kaldu fermentasi dengan metode kering beku, selanjutnya ditambahkan 3 mL
metanol dan divorteks selama 15 menit. Biomassa dan supernatan dipisahkan
menggunakan sentrifugasi pada kecepatan 14000 x g selama 15 menit.
Pada tahap penggandaan volume fermentasi untuk preparasi kaldu
fermentasi, medium vegetatif dan fermentatif adalah sama dengan medium
vegetatif dan fermentatif proses penapisan, namun volume kerja kultur vegetatif
dilakukan pada volume masing-masing 100 mL dalam labu erlenmeyer 250 mL
sebanyak 5 labu erlenmeyer dan fermentasi dilakukan selama 48 jam pada suhu
30 C dengan kecepatan agitasi sebesar 150 rpm. Sedangkan tahap fermentatif
volume kerja masing-masing 1 l dalam labu erlenmeyer 2 l sebanyak 5 labu
erlenmeyer. Sebelum sterilisasi pH medium diatur pada 7,6. Fermentasi dilakukan
pada suhu 30 C selama 144 jam dengan kecepatan agitasi sebesar 150 rpm.
39
Isolat murni hasil preservasi dalam gliserol stok diremajakan kembali dan
dilakukan identifikasi. Identifikasi didasarkan pada analisis 16S rRNA. DNA
diisolasi dengan menggunakan FastPrep, kit khusus untuk isolasi DNA. Sampel
dilisis menggunakan lysing matrix kit dan dihomogenasi menggunakan FastPrep
selama 40 detik pada 4500 rpm.
Amplifikasi DNA dikerjakan menggunakan PCR dengan primers 8 F dan
1492R. PCR yang mengandung primer 8F dan 1492R ditambahkan ke dalam
larutan DNA, selanjutnya dipurifikasi menggunakan kit ekstraksi Gel/DNA. Gen
16S rRNA yang diperoleh selanjutnya dilakukan sekuen DNA menggunakan
Dye terminator V 3.1 cycle sequencing kit.
digunakan adalah ABI 300 genetic analyzer. Selanjutnya sekuen yang diperoleh
dibandingkan dengan database yang tersedia dalam NCBI menggunaan BLAST
search engine http://blast.ncbi.nlm.nih.gov/Blast.cgi. Pohon filogenik dibuat
menggunakan program ClustalW (Mega 3.1) dengan membandingkan beberapa
DNA sekuen dari spesies aktinomisetes yang diperoleh dari database gen di
NCBI. Analisis digunakan metode neighbor-joining dengan bootstrap dataset 100
kali pengulangan yang telah tersedia dalam program Mega 3.1.
40
13
C NMR, DEPT, dan 1HNMR Bruker AV-500 (500 MHz). Titik leleh
41
Pada HPLC analitik digunakan kolom analitik Sunfire C18 column (4,6 x
250 mm, Shiseido Co. Ltd., Tokyo, Japan). Fasa gerak yang digunakan adalah
campuran metanol-air (0-100%) dengan elusi linier gradien selama 25 menit dan
selanjutnya elusi isokratik 100% metanol selama 10 menit, dengan kecepatan alir
1 mL menit-1, volume injeksi 10L, dan diamati pada panjang gelombang 210
nm (Kazakevich dan Lobrutto 2007). Kurva standar senyawa aktif dibuat yang
selanjutnya digunakan untuk menentukan konsentrasi senyawa aktif yang akan
ditentukan konsentrasinya. Kurva standar senyawa aktif siklo(tirosil-prolil)
disajikan dalam Lampiran 1.
aureus
ATCC
25923,
Bacillus
subtilis
ATCC
66923,
42
bening) sebagai sumbu X. Titik potong sumbu Y pada X=0 merupakan nilai Log
MIC. Metode penentuan MIC ini mengikuti Bonev et al. (2008) dan Andrews
(2001).
43
III. 4.12. Penentuan Suhu dan pH Awal Terbaik pada Proses Fermentasi
Suhu terbaik proses fermentasi ditentukan dalam rentang 26, 28, 30, 32,
dan 34 C. Inkubasi dilakukan dengan menggunakan shaker inkubator. Komposisi
medium fermentasi yang digunakan adalah maltosa 10 g L-1, glukosa 2 g L-1,
pepton 5 g L-1, ekstrak khamir 1 g L-1, Fe.citrate nH2O 0,3 g L-1, air demineral
250 mL, dan air laut 750 mL, serta pH medium ditentukan sebelum proses
sterilisasi pada pH 7,6.
erlenmeyer 250 mL dengan volume kerja sebesar 100 mL. Fermentasi lakukan
selama 144 jam dengan kecepatan agitasi 150 rpm, dan kriteria suhu terbaik
dipilih pada suhu fermentasi yang menghasilkan konsentrasi siklo(tirosil-prolil)
paling tinggi.
Penetapan pH awal medium fermentasi terbaik ditentukan dalam beberapa
titik yaitu pH 4,5 ; 5 ; 5,5 ; 6 ; 6,5 ; 7 ; 7,5 dan 8. Variasi pH awal medium
fermentasi diatur sebelum sterilisasi dilakukan. Komposisi medium fermentasi
44
yang digunakan adalah maltosa 10 g L-1, glukosa 2 g L-1, pepton 5 g L-1, ekstrak
khamir 1 g L-1, Fe.citrate nH2O 0,3 g L-1, air demineral 250 mL, dan air laut 750
mL. Fermentasi dilakukan dengan menggunakan labu erlenmeyer 250 mL dengan
volume kerja sebesar 100 mL. Fermentasi dilakukan selama 144 jam dengan
kecepatan agitasi 150 rpm, dan kriteria pH terbaik dipilih pH fermentasi yang
menghasilkan konsentrasi siklo(tirosil-prolil) paling tinggi.
45
yang digunakan untuk menentukan sumber karbon, sumber nitrogen, dan mineral
terbaik adalah yang menghasilkan konsentrasi siklo(tirosil-prolil) paling tinggi.
Tabel 2 Komposisi mineral yang digunakan dalam medium fermentasi
No
1
Mineral
Komposisi mineral menurut
Sousa et al. (2001)
Komposisi
K2HPO4 1 g L-1, MgSO4.7
H2O 0,025 g L-1, ZnSO4 7
H2O 0,025 g L-1, CaCl2.2
H2O 0,025 g L-1, FeSO4 7
H2O 0,025 g L-1.
KH2PO4 0,6 g L-1,
Mg.SO4.7 H2O 5 g L-1,
Cu.SO4.5 H2O 0,001 g L-1,
FeSO4.7 H2O 0,003 g L-1
K2HPO4 0,1 g L-1,
Mg.SO4.7 H2O 0,5 g L-1,
CaCl2.2H2O 0,1 g L-1,
FeSO4.5H2O 0,05 g L-1
CaCl2.2H2O 0,011 g L-1,
FeSO4.5H2O 0,007 g L-1,
MnCl2.4 H2O 0,002 g L-1,
ZnSO4.7 H2O 0,002 g L-1,
CuSO4. H2O 0,0004 g L-1,
CoCl2.6 H2O 0,0004 g L-1
NaCl 0,8 g L-1, NH4Cl 1 g
L-1, KCl. 0,1 g L-1, KH2PO4
0,1 g L-1, 0,2 g L-1 MgSO4.
7H2O, 0,04 g L-1
CaCl22H2O.
46
Tabel 3 Kisaran dan taraf variabel yang diuji pada optimasi komposisi medium
Variabel yang diuji
-1
1,68
21,6
25
30
35
38,4
6,64
10
12
13,36
3,3
7,5
10
11,7
Dalam studi ini digunakan 8 titik faktorial fraksional 23-1, 6 titik bintang,
dan 6 titik pusat, sehingga total percobaan adalah 20 percobaan. Nilai pusat
perlakuan yang digunakan adalah konsentrasi sumber karbon 30 g L-1, konsentrasi
nitrogen 10 g L-1, dan konsentrasi mineral adalah 7,5 mL L-1.
Tabel 4
47
X1
X2
X3
-1
-1
-1
-1
-1
-1
-1
-1
-1
-1
-1
-1
-1,68
10
-1,68
11
-1,68
12
1,68
13
1,68
14
1,68
15
16
17
18
19
20
Fraksional 23-1
faktorial design
Respon(Y)
Konsentrasi
siklo(tirosil-prolil)
(mg L-1)
48
ke-1
sampai
dengan
ke-5
menunjukkan
mikroba
kontaminan menutup seluruh permukaan medium agar (Tabel 5). Hal ini akan
menekan pertumbuhan aktinomisetes dan mempersulit proses pengambilan koloni
aktinomisetes. Pra-perlakuan dengan pemanasan dan pengasaman diharapkan
dapat menekan pertumbuhan bakteri Gram-negatif yang banyak terdapat di air
laut. Dibandingkan dengan metode 1 sebagai kontrol, metode pemanasan dan
pengasaman
mampu
menekan
bakteri
kontaminan,
terbukti
kecepatan
efektif untuk digunakan dalam isolasi ini, karena pada hari ke-3 permukaan
medium agar masih dipenuhi oleh bakteri kontaminan, koloni aktinomisetes akan
muncul pada hari ke-15 sampai dengan hari ke-21 (Hozzein et al. 2008;
Dhanasekaran et al. 2009). Seperti halnya metode ke-2 dan ke-3, metode isolasi
dengan penambahan sikoloheksimid dan nistatin pada medium isolasi, belum
dapat menekan pertumbuhan bakteri kontaminan secara keseluruhan. Pada hari
ke-3 pertumbuhan bakteri kontaminan masih menutup seluruh permukaan
medium agar. Sikloheksimid dan nistatin hanya efektif menghambat pertumbuhan
fungi dan khamir. Dengan demikian mikroba yang mampu tumbuh dan
berkembang pada medium yang mengandung sikloheksimid dan nistatin diduga
adalah kelompok bakteri.
50
Jenis pra-perlakuan
Pengamatan
pertumbuhan
mikroba
kontaminan
Sangat banyak
Banyak
Banyak
Keterangan
51
mikroba
kontaminan
dan
meningkatkan
jumlah
koloni
52
53
sama dilakukan oleh Seong et al. (2001). Pemanasan suspensi sampel pada 70 C
dalam waktu lebih dari 30 menit dengan kombinasi penambahan Nistatin 50 g
mL-1dan asam nalidiksat 20 g mL-1 mampu menekan pertumbuhan mikroba
kontaminan seperti khamir dan fungi.
Apabila dilihat dari jumlah aktinomisetes yang dapat diisolasi setiap
lokasi pengambilan sampel, terlihat bahwa sampel dari Pantai Anyer Banten
menunjukkan jumlah aktinomisetes terbanyak dibanding dengan sampel dari
pantai Selatan Yogyakarta dan pantai Utara Cirebon. Perbedaan jumlah isolat
yang diperoleh dalam setiap lokasi pengambilan sampel terlihat sangat besar.
Salah satu penyebab sedikitnya isolat aktinomisetes yang mampu diisolasi dari
Pantai Selatan Yogyakarta dan Pantai Utara Cirebon diduga adalah rentang waktu
yang cukup lama antara pengambilan sampel dengan proses penyebaran sampel
dalam medium agar (medium isolasi). Hal ini menyebabkan bakteri kontaminan
tumbuh secara cepat dan bertambah banyak, sehingga mempersulit proses isolasi.
Sebagian besar sampel dari pantai Utara Cirebon dan Pantai Selatan Yogyakarta
menunjukkan pertumbuhan bakteri kontaminan yang cepat dan menutup seluruh
permukaan medium isolasi dalam satu minggu inkubasi yang menyebabkan sulit
tumbuhnya aktinomisetes.
dengan
metode difusi agar. Mikroba uji yang digunakan adalah Escherichia coli ATCC
25922 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC27853 yang termasuk bakteri Gramnegatif, Staphylococcus aureus ATCC25923 dan Bacillus subtilis ATCC 66923
yang termasuk bakteri Gram-positif, Aspergillus niger BIOMCC00134 yang
termasuk dalam golongan fungi, dan Candida albicans BIOMCC00122 yang
termasuk dalam golongan khamir. Dari 40 isolat yang telah diisolasi diperoleh 4
isolat yang mampu menghambat Escherichia coli ATCC 25922, 5 isolat mampu
menghambat Staphylococcus aureus ATCC25923, 4 isolat mampu menghambat
54
dan
isolat
mampu
menghambat
Aspergillus
niger
55
Kode
isolat
Jenis
perlakuan
sampel
Lokasi
isolasi
1
PCL11
HS
PUC
7
2
PCL12
HS
PUC
3
PCL13
HS
PUC
7
7
7
7
4
PCL14
HS
PUC
5
PCL15
HS
PUC
6
A61
HS
PA
7
A62
HS
PA
8
A63
HS
PA
9
A64
HS
PA
15
10 A65
HS
PA
11 A66
HS
PA
12 A67
A
PA
13 A68
A
PA
14 A69
A
PA
15 A610
A
PA
12
16 A611
A
PA
17 A11
HS
PA
14
15
14
14
18 A12
HS
PA
19 A21
HS
PA
7
9
20 A23
A
PA
21 A24
A
PA
22 A31
HS
PA
23 A32
HS
PA
12
7
24 A33
HS
PA
25 A41
HS
PA
26 A42
HS
PA
27 A43
A
PA
10,16
8,67
9,51
28 A44
A
PA
10,61
29 A45
A
PA
30 A51
HS
PA
31 A52
HS
PA
32 A53
HS
PA
33 A54
HS
PA
8,56
8,67
34 A56
A
PA
35 YK11
HS
PSY
36 YK12
HS
PSY
37 YK21
HS
PSY
14
38 YK41
HS
PSY
9,71
8,71
9,53
9,01
39 YK42
A
PSY
40 YK43
A
PSY
8,58
Keterangan :
PUC : Pantai utara Cirebon
PA : Pantai Anyer
PSY : Pantai Selatan Yogyakarta
HS : Heat shock treatment (perlakuan dengan pemanasan pada suhu 60 C selama 4 jam)
A : Acid treatment (perlakuan sampel dengan pengasaman pada pH 2 selama 2 jam)
56
(a)
(b)
senyawa
antimikroba.
Isolat
S.
tanashiensis
subsp.
57
indonesiaensis yang berasal dari Indonesia, isolat A11 justru lebih dekat dengan
S. tanashiensis subsp. Cephalomyceticus, S. Microflavus, S. Africanus,
Parastreptomyces abscessus, dan Streptoallomorpha polyantibiotica.
Gambar 7 Pohon filogenik isolat A11 yang didentifikasi sebagai Streptomyces sp.
Setelah dilakukan identifikasi secara morfologi dan filogenik pada isolat
Streptomyces sp. A11, tahap selanjutnya adalah mengetahui aktivitas antibakteri
yang dimiliki oleh isolat tersebut. Uji aktivitas antibakteri dilakukan pada ekstrak
supernatan maupun ekstrak biomassanya. Ekstrak aktif ditunjukkan pada ekstrak
supernatan dan tidak ditunjukkan pada ekstrak biomassa (Tabel 7). Hal ini
menunjukkan bahwa senyawa aktif yang diproduksi oleh isolat A11 bersifat
ekstraselular. Hasil uji aktivitas antimikroba menunjukkan bahwa isolat A11
merupakan isolat yang memiliki aktivitas antibakteri paling kuat, baik bakteri
Gram-positif maupun Gram-negatif (Gambar 8).
58
Gambar 8 Daya hambat senyawa aktif terhadap (A) Bacillus subtilis ATCC
66923, (B) Escherichia coli ATCC 25922, (C) Staphylococcus aureus
ATCC25923, (D) Pseudomonas aeruginosa ATCC27853
Tabel 7 Uji aktivitas antimikroba ekstrak supernatan dan biomasa hasil
fermentasi isolat Streptomyces sp. A11
Sampel Uji
Staphilococcus
aureus ATCC
25922
Ekstrak
biomasa
Ekstrak
10,39
supernatan
kontrol
21,27
(rifampisin
500 ppm)
Diameter kertas cakram : 6 mm
Bacillus
subtilis
ATCC
66923
-
Candida
albicans
BIOMCC0
0122
-
Aspergillus
niger
BIOMCC00
134
-
24,43
9,64
9,55
44,57
10,08
10,12
selanjutnya ekstrak yang digunakan untuk proses pemurnian dan elusidasi struktur
molekul hanya digunakan ekstrak supernatannya saja.
59
2.00
12.104
AU
1.50
1.00
0.50
0.00
5.00
10.00
Minutes
menit
15.00
20.00
menit
Gambar 9 Kromatogram hasil analisis ekstrak supernatan (a) dan biomassa (b)
yang dihasilkan oleh isolat Streptomyces sp.A11
Fraksi-fraksi yang
60
Menurut Kumar et al. 2009 sebagian besar antibiotik golongan peptida memiliki
serapan panjang gelombang maksimum pada 210-230 dan 270-280 nm. Serapan
pada panjang gelombang 220-230 nm berhubungan dengan karakteristik serapan
ikatan peptida. Kromatogram HPLC analitik dan spektrum serapan UV vis
antibiotik yang telah dimurnikan disajikan dalam Gambar 10a & 10b.
1 2 .0 6 1
3.00 210.6
2.50
2.00
AU
AU
2.00
1.50
1.00
1.00
0.50
274.5
0.00
5.00
10.00 15.00
menit
Minutes
20.00
0.00
250.00 300.00 350.00
nm
(b)
(a)
(a)
Gambar 10 (a) Kromatogram HPLC analitik senyawa aktif murni hasil isolasi.
(b) Spektrum serapan UV vis senyawa aktif murni hasil isolasi.
Senyawa aktif murni yang diperoleh selanjutnya ditentukan bobot molekul
dan struktur molekulnya menggunakan LC-MS, 1HNMR,
13
C NMR, DEPT
13
NMR, dan FTIR. Dari hasil analisis menggunakan LC-MS diketahui bahwa
senyawa aktif yang dihasilkan oleh isolat A11 memiliki bobot molekul sebesar
260 g mol-1, pada LC-MS m/z (M+H)+ ditunjukkan sebesar 261 (Gambar 11).
Dari database program LCT Premier-XE Waters menunjukkan bahwa senyawa ini
memiliki 14 atom karbon, 16 atom hidrogen, 2 atom nitrogen, dan 3 atom
oksigen.
61
Gambar 11 Spektrum LC-MS m/z 261 (M+H)+ senyawa aktif yang dihasilkan
oleh isolat Streptomyces sp.A11.
Selanjutnya hubungan tata letak atom karbon dan atom hidrogen ditentukan
menggunakan 1HNMR,
13
CNMR, DEPT
13
yang
62
12. (a)
12.(b)
Gambar 12 Spektrum 1HNMR (a) dan spektrum 13CNMR (b) senyawa aktif
yang dihasilkan oleh isolat Streptomyces sp.A11.
63
Dari hasil interpretasi spektrum LC-MS, 1HNMR, dan 13C NMR, diduga
struktur molekul senyawa tersebut adalah seperti yang disajikan dalam Gambar
13.
Gambar 13 Struktur molekul senyawa aktif yang dihasilkan oleh isolat A11
Dua singlet atom karbon yang merupakan atom karbon dari gugus keton
pada C 170,8 (s)(C1) dan C 166,9 (s) (C4) (Gambar 12b). Analisis lebih lanjut
dari spektrum 13C, dua atom karbon yang tidak tersubstitusi ditunjukkan pada C
127,7 (C1) dan 157,7 (C4). Enam karbon methine ditunjukkan pada C 57,9
(C3), 60,1 (C6), 132,1 (C2), 116,3 (C3), 116,2 (C5), 132,1 (C6), dan empat
karbon methylene ditunjukkan pada C 29,4 (C7), 22,5 (C8), 45,9 (C9), 37,7
(C10).
DEPT 135 dan 90 (Gambar 14) menunjukkan ada enam karbon methine
[C 57,9 (C3), 60,1 (C6), 132,1 (C2), 116,3 (C3), 116,2 (C5), 132,1 (C6)] dan
empat karbon methylene [C 29,4 (C7), 22,5 (C8), 45,9 (C9), 37,7 (C10)]. Dari
spektrum DEPT 13C NMR terlihat puncak (C6) tumpang tindih dengan (C2) dan
(C3) tumpang tindih dengan (C5). Hal ini disebabkan posisi (C6) simetri
dengan (C2) dan (C3) simetri dengan (C5) yang mendapatkan pengaruh atau
gugus tetangga dan awan elektron yang sama besar.
Apabila dilihat dari geseran kimianya, proton pada posisi C3 dan C5 lebih
upfield dibandingkan dengan proton pada posisi C2 and C6, hal ini disebabkan
karena efek lindungan (shielding effect) dari gugus hidroksi pada posisi C4 dan
membentuk posisi ortho dengan atom C3 and C5. Hal yang sama terjadi pada
C1 (posisi para dengan C4) yang tergeser lebih upfield dibandingkan C2 dan
C6.
64
Gambar 14 Spektrum DEPT 13C NMR senyawa aktif yang dihasilkan oleh isolat
Streptomyces sp.A11
Hasil analisis menggunakan spektrum infra merah (Gambar 15), pita
karakteristik senyawa ini ditunjukkan pada 3383 cm-1 (N-H), 3227 cm-1 (O-H),
2959 cm-1 (saturated C-H), 1660 cm-1 (C=O), 1515 cm-1 (cincin benzen), 1456
cm-1 (methine), 1344 cm-1 (methylene), 1232 cm-1 (fenol), 1116 cm-1 (C-O), 827
cm-1 (p-disubstituted benzene ring). Pola spektrum infra merah ini sangat mirip
dengan senyawa siklo(tirosil-prolil) yang telah ditemukan sebelumnya oleh Milne
et al. (1992). Informasi yang diperoleh dari spectrum infra merah menguatkan
bahwa senyawa aktif yang diperoleh adalah siklo(tirosil-prolil). Identifikasi
dilanjutkan pada uji titik leleh menggunakan Gallen Kamp Melting Point Bicasa.
Hasil uji menunjukkan bahwa senyawa aktif yang dihasilkan oleh Streptomyces sp
A11 memiliki titik leleh sebesar 140 C.
65
13
C NMR dan
dan atom H pada gugus fungsional yang ditunjukkan oleh spektrum Infra Red
disajikan dalam Tabel 8.
Senyawa aktif yang dihasilkan oleh isolat A11 termasuk dalam kelompok
siklodipeptida
dengan
nama
siklo(tirosil-prolil).
Siklo(tirosil-prolil)
juga
host-specific
66
57,9 (d)
166,9 (s)
4,4 (t)
CH
N C R
O
5
6
60,1 (d)
4,0(dd)
CH
7
8
9
29,4 (t)
22,5 (t)
45,9 (t)
2,1 (m)
1,8 (m)
3,5 (dd)
-CH2-CH2-
CH2 N
10
1
37,7 (t)
127,7 (s)
3,1 (dd)
-CH2-
2
3
4
132,1 (d)
116,3 (d)
157,7 (s)
7,0 (d)
6,7 (d)
5
6
116,3 (d)
132,1 (d)
6,7 (d)
7,0 (d)
CR
=CH=CH-
C OH
=CH=CH-
67
yang memiliki aktivitas antimikroba Andrews (2001). Pada penelitian ini MIC
ditentukan mengikuti metode Bonev et al. (2008) dan Andrews (2001) yang
dimodifikasi yaitu dengan cara melarutkan senyawa antibiotik hasil purifikasi
dalam beberapa konsentrasi yaitu dari konsentrasi 6500 g mL-1 sampai dengan
50,5 g mL-1. Masing-masing konsentrasi diuji aktivitas antibakteri terhadap
bakteri uji menggunakan metode difusi agar. Titik potong sumbu Y pada X=0
dalam kurva yang dibentuk Log [C] (konsentrasi) sebagai sumbu Y melawan X2
(diameter zona bening) sebagai sumbu X merupakan nilai logaritma MIC, dengan
demikian besarnya MIC dapat ditentukan. Hasil penentuan MIC senyawa aktif
siklo(tirosil-prolil) terhadap 4 bakteri uji disajikan dalam Tabel 9, sedangkan
kurva penentuan MIC senyawa aktif siklo(tirosil-prolil) terhadap 4 bakteri uji
disajikan dalam Lampiran 7.
Tabel 9 Minimum Inhibitory Concentration (MIC) siklo(tirosil-prolil)
Sampel
Senyawa hasil
pemurnian
Tetrasiklin
(senyawa
pembanding)
80
74
69
64
256
128
13
Terhadap
g mL-1 dan
68
optimasi
fermentasi.
Kurva
69
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
0
10
20
30
40
50
60
70
Waktu (Jam)
biomassa
gula
pH
70
71
15
35
13
30
12
11
25
10
9
20
8
7
15
6
5
10
4
3
14
2
1
0
0
15
30
45
60
75
90
105
120
135
0
150
waktu (jam)
bobot kering sel
gula
pH
nitrogen total
konsentrasi siklo(tirosil-prolil)
72
73
dihidrolisis
dan
digunakan
sebagai
sumber
karbon
untuk
glikolisis lebih
banyak terjadi untuk pembentukan metabolit primer seperti asam organik, asam
amino atau protein, dan asam lemak (Martin dan Demain 1980).
Dilihat durasi fase produksi, siklo(tirosil-prolil) diproduksi selama kurang
lebih selama 75 jam. Setelah memasuki jam ke-135 produktivitas siklo(tirosil-
74
prolil) mulai mengalami penurunan. Durasi fase produksi setiap mikroba adalah
berbeda-beda tergantung pada faktor genetik dan kondisi lingkungannya. Untuk
aktinomisetes dan fungi, fase produksi biasanya lebih panjang
dari bakteri.
Apabila tidak ada inhhibitor atau represi lainnya, aktinomisetes dan fungi mampu
memproduksi antibiotik sampai beberapa hari (Martin dan Demain 1980). Sebagai
contoh fermentasi untuk produksi candicidin pada skala indutri, dapat dilakukan
selama 200 jam. Menurut Martin dan Demain (1980) ada 3 hal yang
mempengaruhi berhentinya biosintesis antibiotik, pertama: rusaknya beberapa
enzim jalur biosintesis antibiotik secara ireversibel, kedua: efek umpan balik
akibat akumulasi antibiotik yang dihasilkannya, dan ketiga: berkurangnya
prekursor perantara pada biosintesis antibiotik.
75
fermentasi ini berada pada suhu 30 C (Gambar 18). Hasil analisis ragam
(Lampiran 11) menunjukkan bahwa perlakuan terhadap suhu fermentasi
berpengaruh nyata terhadap konsentrasi antibiotik yang dihasilkannya. Hasil Uji
Duncan dengan taraf nyata (0,05) menunjukkan bahwa konsentrasi antibiotik
yang dihasilkan dengan perlakuan suhu 30 C adalah yang terbaik dan berbeda
nyata dengan variabel suhu lainnya.
konsentrasi
siklo(tirosil-prolil) (mg.L
-1
35
30
25
20
15
10
5
0
26
28
30
32
34
suhu fermentasi (o C)
76
peningkatan
suhu
mengakibatkan
penurunan
kecepatan
pertumbuhan sel dengan cepat. Pada suhu dibawah optimum, proses metabolisme
sel akan berjalan lebih lambat. Hubungan diantara perubahan suhu terhadap
kecepatan pertumbuhan sel atau kematian sel dapat dijelaskan dengan persamaan
Arrhenius (Wang et al.1979).
Menurut Wang et al. (1979) energi aktivasi untuk pertumbuhan sel pada
mikroba adalah berkisar antara 15-20 kkal/mol dan untuk kematian sel berkisar
60-70 kkal/mol. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan kematian sel lebih sensitif
dibandingkan dengan kecepatan pertumbuhan sel. Kenaikan suhu fermentasi
diatas titik kritisnya akan menyebabkan penurunan pertumbuhan sel yang cepat
dibandingkan penurunan suhu dibawah titik kritisnya. Berdasarkan persamaan
Arrhenius (Wang et al. 1979);
= A e-Ea/ RT
= A e-Ea/ RT
77
78
Konsentrasi
siklo(tirosil-prolil)(mg.L-1)
35
30
25
20
15
10
5
0
4
4.5
5.5
6.5
7.5
pH
79
Lintasan
80
Sukrosa
Maltosa
Glukosa-1-P
D-Glukosa
Glukosa-6-P
Fruktosa
Fruktosa-6-P
Galaktosa-1-P
Fruktosa-1,6-difosfat
1,6 difosfogliserat
3-fosfogliserat
2-fosfogliserat
fosfoenolpiruvat
Asam piruvat
Gambar 20 Lintasan metabolisme glukosa, maltosa, sukrosa, laktosa sampai
menjadi asam piruvat (Moat et al. 2002).
Pemilihan molase (gula tebu) sebagai sumber karbon didasarkan pada
komposisi molase yang komplek dan kaya akan sumber gula seperti sukrosa
sekitar 33,4 %, gula invert 21,2 %, beberapa mineral seperti Cu, Fe, Mn, Zn,Co,
Mg, K, Na, dan asam amino seperti riboflavin, tiamin, niasin, dan kolin (Crueger
dan Crueger (1984). Namun demikian komposisi gula, kandungan mineral, dan
asam amino di dalam molase bervariasi tergantung dari proses produksi gula
yang digunakan. Molase yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
industri gula Madukismo yang berlokasi di Yogyakarta.
81
30
25
20
15
10
0
laktosa
glukosa
molase
sukrosa
dekstrin
maltosa
sumber karbon
82
83
invertase
C6H12O6 + C6H12O6
Glukosa
Sukrosa
Fruktosa
siklo(tirosil-prolil)
yang
lebih
rendah
dibandingkan
dengan
84
85
hasil
percobaan
pendahuluan
yang
telah
dilakukan
sebelumnya, maka sumber karbon dekstrin dipilih sebagai sumber karbon untuk
penelitian selanjutnya. Dekstrin merupakan salah satu produk hasil hidrolisis
parsial pati yang memiliki unit rantai glukosa yang pendek (6 10 molekul
glukosa) sehingga dektrin memiliki sifat lebih mudah larut di dalam air. Dektrin
juga menjadi sumber karbon terbaik untuk produksi antibiotik spiramycin oleh
Streptomyces ambofaciens (Benslimane et al.1995; Ashy dan Abou-Zeid 1982).
86
konsumsi nitrogen antara pepton dan kasein (Tabel 11), yaitu nitrogen total awal
fermentasi dikurangi nitrogen total akhir fermentasi adalah hampir sama, hal ini
menunjukkan bahwa penggunakan sumber nitrogen pepton dan kasein tidak
berbeda nyata. Data selengkapnya disajikan dalam Gambar 22 dan Tabel 11.
25
konsentrasi
siklo(tirosil-prolil)(mg L-1)
20
15
10
0
amonium sulfat ekstrak khamir asam glutamat
kasein
pepton
sumber nitrogen
87
sumber nitrogen ekstrak khamir, terlihat tingkat konsumsi ekstrak khamir tinggi
namun produktivitas antibiotik relatif lebih kecil dibanding pepton dan kasein.
Diduga tingginya konsumsi ekstrak khamir ini lebih banyak dikonversi menjadi
biomassa dibandingkan dengan konversi menjadi siklo(tirosil-prolil).
Tabel 11 Pengaruh perlakuan sumber nitrogen terhadap konsentrasi siklo(tirosilprolil)
Sumber nitrogen
Asam glutamat (C5H9NO4)
Pepton
Kasein
Ekstrak khamir
Amonium sulfat (NH4)2SO4
Nitrogen total
awal
fermentasi
(mg.mL-1)
Nitrogen total
akhir
fermentasi
(mg.mL-1)
Konsentrasi
siklo(tirosilprolil) (mg.L-1)
Jumlah
konsumsi
nitrogen total
(mg.mL-1)
0,76
0,76
0,75
0,74
0,75
0,44
0,35
0,34
0,30
0,55
9,99
22,70
21,65
12,88
0
0,32
0,41
0,41
0,44
0,20
88
H2+
siklodipeptida
sintetase(CDPSs)
+
+
H3
HO
O
N
HN
O
prolin
tirosin
siklo(tirosil-prolil)
89
dipengaruhi oleh adanya asam amino prolin dan tirosin dalam medium fermentasi
seperti yang dijelaskan oleh Lautru et al. (2002).
Tabel 12 Kandungan prolin dan tirosin dalam pepton, kasein, dan ekstrak khamir.
Sumber Nitrogen
Komplek
Prolin Bebas
(%)
Total Prolin
(%)
Tirosin Bebas
(%)
Total Tirosin
(%)
Pepton (Difco)
0,3
8,8
0,5
0,6
Kasein (Difco)
0,5
8,0
0,4
0,4
Ekstrak khamir
0,3
(Difco)
sumber: katalog Difco 2004.
2,3
0,1
0,2
90
dalam
proses
transaminase
pembentukan
tirosin
melalui
p-
91
konsentrasi siklo(tirosil-prolil)(mg/L)
40
35
30
25
20
15
10
5
0
blanko
mineral I
mineral II
mineral III
mineral IV
mineral V
garam mineral
92
antibiotik yang dihasilkan. Hasil Uji Duncan dengan taraf nyata (0,05)
menunjukkan bahwa konsentrasi antibiotik yang dihasilkan oleh mineral I adalah
yang terbaik dan berbeda nyata dengan mineral lainnya.
Dalam jumlah yang sedikit, mineral memiliki pengaruh terhadap
pertumbuhan sel dan pembentukan produk. Menurut Stanbury dan Whitaker
(1987) diantara logam dan mineral yang dibutuhkan oleh mikroba, mangan, besi,
dan seng adalah jenis mineral yang paling banyak dibutuhkan. Dalam batas
konsentrasi tertentu mineral mampu meningkatkan pertumbuhan sel dan
pembentukan produk, namun pada konsentrasi berlebih akan menjadi toksik dan
menyebabkan lisis sel. Menurut Hassan et al. (2001) penambahan magnesium
sulfat dalam medium fermentasi menggunakan isolat Streptomyces violatus
mampu menaikkan konsentrasi senyawa antimikroba sebesar 4 kali. Hal yang
sama disampaikan oleh Paul dan Banerjee (1983) penambahan tembaga, seng, dan
besi berpengaruh nyata terhadap produksi senyawa anti kapang menggunakan
Streptomyces galbus. Sementara itu penambahan kalsium, seng, dan besi juga
berpengaruh nyata terhadap produksi neomisin menggunakan Streptomyces
fradiae (Haque dan Mondal 2010).
93
Tabel 13 Kisaran dan taraf variabel yang diuji pada optimasi komposisi medium
Kisaran dan taraf
Variabel yang diuji
-1,68
-1
1,68
21,60
25
30
35
38,40
Konsentrasi pepton (g L )
6,64
10
12
13,36
3,30
7,50
10
11,70
-1
Konsentrasi dekstrin (g L )
-1
*Komposisi mineral larutan stok adalah; K2HPO4 133,33 g L-1, MgSO4.7 H2O 3,3 g L-1, ZnSO4 7
H2O 3,3 g L-1 , CaCl2.2 H2O 3,3 g L-1, FeSO4 7 H2O 3,3 g L-1.
Dari percobaan diperoleh respon antibiotik yang disajikan dalam Tabel 14. Data
selengkapnya disajikan dalam Lampiran 16.
Tabel 14 Data hasil percobaan optimasi medium fermentasi Streptomyces sp. A11
menggunakan rancangan model komposit terpusat (CCD).
No
X1
X2
X3
respon
(antibiotik
mgL1)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
1
1
1
1
1
1
1
1
1,68
1,68
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1,68
1,68
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
1,68
1,68
0
0
0
0
0
0
19,13
19,96
23,19
40,35
20,59
30,99
35,67
47,11
26,00
35,88
16,74
38,37
20,90
39,31
47,56
47,71
47,88
46,94
47,19
47,36
Nilai
dugaan
Totalkonsumsi
sumberkarbon
(g)
Respon
berbandingtotal
konsumsi
sumberkarbon
17,19
20,15
24,64
36,28
23,72
28,61
34,54
48,11
24,65
38,56
16,89
39,55
23,05
38,49
47,40
47,40
47,40
47,40
47,40
47,40
19,12
20,59
21,07
22,94
19,96
23,57
22,61
23,00
17,69
25,88
19,52
22,90
22,78
23,86
23,45
23,19
23,10
23,07
23,28
23,36
1,00
0,97
1,10
1,76
1,03
1,31
1,58
2,05
1,47
1,39
0,86
1,68
0,92
1,65
2,03
2,06
2,07
2,03
2,03
2,03
Dari beberapa model yang diuji (Tabel 15 dan 16) ternyata model
kuadratik merupakan model yang paling cocok untuk digunakan dalam percobaan
ini.
94
Tabel 15 Jumlah kuadrat beberapa model yang dicobakan untuk proses optimasi
medium fermentasi.
Source
Meanvstotal
Linier
2FI
Kuadratik
Kubik
Galat
Total
Jumlah
kuadrat
24418,17
1141,22
45,26
1347,01
51,47
5,02
27008,15
Derajat
bebas
1
3
3
3
4
6
20
Kuadrat
Tengah NilaiF
24418,17
380,41
4,20
15,09
0,14
44,00
79,48
12,87
15,38
0,84
1350,41
Nilaip
(Prob>F)
0,0227
0,9344
<0,0001
0,0026
Tabel 16 Data hasil analisis beberapa model yang dicobakan dalam optimasi
medium fermentasi.
Sumber
Linear
2FI
Kuadratik
Kubik
Standardeviasi
9,5157
10,3905
2,3769
0,9148
AdjR
0,4406
0,4581
0,9782
0,9981
0,3357
0,2080
0,9586
0,9939
Nilai
dugaanR2
0,2338
0,3512
0,8181
0,6233
95
Koefisien
Estimasi
47,40
4,13
6,74
4,59
2,17
0,48
0,84
5,59
6,78
5,88
Derajat
bebas
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
X1
X2
X3
dan kuadratik atau interaksi antar variabel maka ditentukan nilai F p-value
(Prob>F) dalam analisis keragaman seperti yang disajikan dalam Tabel 18. Nilai
Fvalue dan p-value (Prob>F) menunjukkan signifikasi masing-masing variabel
(dekstrin, pepton, dan mineral) dan model yang digunakan.
96
Kuadrat
Tengah
281,50
233,30
620,13
287,79
37,71
1,85
5,70
449,57
662,88
498,35
5,65
NilaiF
49,83
41,30
109,77
50,94
6,68
0,33
1,01
79,58
117,33
88,21
Nilaip
(Prob>F)
<0,0001
<0,0001
<0,0001
<0,0001
0,0272
0,5795
0,3390
<0,0001
<0,0001
<0,0001
97
Normal % Probability
Probabilitas
normal (%)
99
95
90
80
70
50
30
20
10
5
-3.12906
-1.32966
0.469733
2.26913
4.06853
Galat
Residual
98
Galat
vs urutan percobaan
Residuals
vs. Run
modelResiduals
Internally Galat
Studentized
3.00
1.50
0.00
-1.50
-3.00
10
13
16
19
Urutan percobaan
Run Number
Gambar 28 Plot urutan percobaan versus galat model produktivitas siklo(tirosilprolil) yang dihasilkan oleh isolat Streptomyces sp.A11
InternallyGalat
Studentized
modelResiduals
3.00
1.50
0.00
-1.50
-3.00
16.89
24.69
32.50
40.31
48.11
Nilai Dugaan
Predicted
Gambar 29 Plot nilai dugaan versus galat model pada produktivitas siklo(tirosilprolil) yang dihasilkan oleh isolat Streptomyces sp.A11
99
Konsentrasi
antibiotik
aktivitas
antibiotik
51
38.25
25.5
12.75
C : mineral = 0
1.68
1.68
0.84
0.84
0.00
0.00
B: pepton
B: peptone
-0.84
-0.84
-1.68
-1.68
dekstrin
A:A:dekstrin
(a) Permukaan respon hubungan antara dekstrin dengan pepton produksi antibiotik
Konsentrasi antibiotik
aktivitas antibiotik
1.68
41.9993
B: peptone
0.84
0.00
41.9993
33.6714
-0.84
25.3435
8.68771
8.68771
17.0156
-1.68
-1.68
-0.84
0.00
0.84
1.68
A: dekstrin
(b) Plot kontur hubungan antara dektrin dan pepton produksi antibiotik
Gambar 30 Permukaan respon dan plot kontur produksi siklo(tirosil-prolil)
sebagai pengaruh dekstrin dan pepton.
100
nyata
terhadap
produksi
siklo(tirosil-prolil),
dan
kenaikan
Pada penambahan
konsentrasi dekstrin di atas 30 g L-1 level (0) dan konsentrasi pepton di atas 10 g
L-1 level (0), mengakibatkan penurunan konsentrasi antibiotik. Menurunnya
konsentrasi antibiotik pada penambahan konsentrasi dekstrin dan pepton level (0)
dapat disebabkan oleh dua kemungkinan, pertama; terjadi hambatan oleh substrat
atau disebut represi katabolit. Menurut Wang et al. (1979) beberapa sumber
nitrogen dan sumber karbon berlebih dapat menyebabkan penghambatan oleh
substrat. Penghambatan oleh substrat tidak hanya diakibatkan oleh glukosa saja,
namun dapat disebabkan oleh senyawa lain seperti sumber karbon lain, sumber
nitrogen maupun mineral (Wang et al. 1979). Penyebab yang kedua adalah
berkurangnya transfer oksigen dalam medium karena viskositas medium
meningkat dengan meningkatnya konsentrasi dektrin dan pepton. Streptomyces sp.
termasuk dalam golongan mikroba aerobik yang memerlukan oksigen untuk
pertumbuhan selnya. Dengan berkurangnya transfer oksigen di dalam medium,
pertumbuhan sel menjadi kurang optimal (Goodfellow et al. 1988). Apabila
dihubungkan dengan model monod (Vogel dan Todaro 1996) dalam kondisi
konsentrasi substrat rendah, penambahan konsentrasi substrat akan menambah
laju pertumbuhan spesifik, namun pada batas tertentu konsentrasi substrat tidak
berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan spesifik, sehingga laju pertumbuhan
sel konstan, dan dapat terjadi penghambatan oleh substrat itu sendiri.
Pada konsentrasi dektrin dan pepton berturut-turut dibawah 30 g L-1 dan
10 g L-1 terjadi penurunan konsentrasi antibiotik, hal ini dapat disebabkan oleh
kemampuan produksi siklo(tirosil-prolil) yang sepenuhnya belum dipenuhi oleh
kecukupan pasokan sumber karbon dan nitrogen. Hal ini dapat dilihat dari
kenaikan konsentrasi dektrin dan pepton dari titik (-1,68) naik sampai dengan titik
(0) yang mengakibatkan kenaikan konsentrasi siklo(tirosil-prolil) secara terus-
101
menerus. Namun setelah tercapai titik optimum, kenaikan konsetrasi dektrin dan
pepton tidak mengakibatkan kenaikan konsentrasi siklo(tirosil-prolil).
Pola pengaruh interaksi antara dektrin dan pepton cenderung menguatkan
produksi siklo(tirosil-prolil) (Gambar 31). Pada konsentrasi sumber karbon
dekstrin 30 g L-1 atau titik pusat perlakuan (0) dan perlakuan titik pusat mineral
adalah (0), perubahan konsentrasi pepton sampai dengan perlakuan titik pusat (0)
terlihat berpengaruh nyata terhadap kenaikan produktivitas antibiotik. Namun
demikian pada perlakuan titik pusat konsentrasi sumber karbon (0), perlakuan
pepton pada (+1,68) terjadi penurunan produktivitas antibiotik. Hal berbeda pada
-1
38,4 g L
Konsentrasi
antibiotik
aktiv itas antibiotik
B: peptone
B: pepton
51
Design Points
2
3
3
2
B- -1.000
B+ 1.000
Actual Factor
C: garam mineral = 0.00
41.0544
Konsentrasi antibiotik
aktivitas antibiotik
X1 = A: dekstrin
X2 = B: peptone
B(0)
B(1,68)
B(0)
31.1088
B(0)
21.1632
B(-1,68)
11.2176
-1.68
-0.84
0.00
0.84
1.68
A: dekstrin
102
Konsentrasi
antibiotik
aktivitas antibiotik
50
37.75
25.5
13.25
1.68
1.68
0.84
0.84
0.00
0.00
C: mineral
C: garam
mineral
-0.84
-0.84
-1.68
A:A:dekstrin
dekstrin
-1.68
B: pepton = 0
(a)
aktivitas antibiotik
Konsentrasi
Antibiotik
1.68
C: garam mineral
0.84
0.00
33.3332
41.2308
-0.84
25.4357
17.5382
9.64072
17.5382
-1.68
-1.68
-0.84
0.00
0.84
1.68
A: dekstrin
(b)
103
104
antibiotik
tidak
mempengaruhi
perubahan
konsentrasi
mineral
terhadap
aktivitas antibiotik
Konsentrasi antibiotik
51
37
23
-5
1.68
1.68
0.84
0.84
0.00
C: garamC:mineral
mineral
0.00
-0.84
-0.84
-1.68
-1.68
B:
:peptone
Pepton
B:B
pepton
A: dekstrin = 0
1.68
40.9559
C: garam mineral
0.84
0.00
22.5781
40.9559
31.767
-0.84
13.3893
22.5781
4.20041
-1.68
-1.68
-0.84
0.00
0.84
1.68
B: Pepton
B: peptone
(b) Plot kontur hubungan antara pepton dengan mineral produksi antibiotik
Gambar 33 Permukaan respon dan plot kontur produksi siklo(tirosil-prolil)
sebagai pengaruh pepton dan mineral.
105
dihasilkan (nilai yang diduga) sebesar Y = 51,54. Keluaran variabel hasil optimasi
menggunakan Design Expert 7 disajikan dalam Lampiran 17e. Nilai asli peubahpeubah adalah konsentrasi dekstrin sebesar
sebesar 11,22 g L-1, dan penambahan mineral sebesar 8,65 mL. Hasil percobaan
di laboratorium proses fermentasi selama 144 jam dengan komposisi medium
konsentrasi dekstrin sebesar 32,55 g L-1, pepton 11,22 g L-1, mineral 8,65 mL, air
demineral 250 mL, air laut 750 mL dengan pH awal 7,5 diperoleh konsentrasi
siklo(tirosil-prolil) sebesar 50,04 mg L-1. Data pengamatan konsentrasi
siklo(tirosil-prolil) dan konsumsi gula pada proses validasi model percobaan di
laboratorium disajikan dalam Lampiran 18. Nilai konsentrasi siklo(tirosil-prolil)
yang dihasilkan dari percobaan terlihat 2,9% lebih kecil dibandingkan dengan
nilai dugaan respon dari model matematik yang digunakan. Perbedaan nilai
dugaan (respon dari model) dengan nilai respon hasil percobaan di laboratorium
sebesar 2,9%
106
C NMR, DEPT
13
Inhibitory
Concentration
(MIC)
siklo(tirosil-prolil)
yang
108
Profil fermentasi isolat Streptomyces sp. A11 dalam medium glukosakhamir-pepton menunjukkan bahwa fase lag terjadi sampai dengan jam ke-8, fase
pertumbuhan cepat (fase logaritma) terjadi pada selang waktu jam ke-9 sampai
dengan jam ke-48, dan fase stasioner terjadi pada selang waktu jam ke-48 sampai
dengan jam ke-144. Pada fase pertumbuhan cepat (fase logaritma)
laju
dilaboratorium
diperoleh
konsentrasi
siklo(tirosil-prolil)
pada
fermentasi jam ke-144 adalah sebesar 50,04 mg L-1. Perbedaan nilai dugaan
respon dengan percobaan dilaboratorium adalah sebesar 2,9%.
V.2. Saran
Pada proses produksi metabolit sekunder sangat ditentukan oleh mekanisme
lintasan metabolisme (pathway) yang terjadi. Dari hasil penelusuran beberapa
literatur, sampai saat ini belum ada literatur yang memberikan informasi mengenai
lintasan metabolisme pembentukan siklo(tirosil-prolil) ataupun enzim-enzim yang
terlibat dalam metabolisme pembentukan siklo(tirosil-prolil). Untuk penelitian
109
110
DAFTAR PUSTAKA
Abbas AS, Edwards C. 1990. Effect of metals on Streptomyces coelicolor growth
and actinohordin production. Appl Environ Microbiol. 56(3): 675-680.
Abou-Zeid AA, El-Diwany AI, Shaker HM, Salem HM.1981. Role of nitrogen
sources in fermentative production of oxytetracycline by Streptomyces
rimosus 93060. Agr Wastes 3: 257-265.
Aharonowitz Y.1980. Nitrogen metabolite regulation of antibiotic biosynthesis.
Ann Rev Microbiol. 34:209-33.
Aiba S, Humprey AE, Millis NF. 1973. Biochemical engineering (second edition).
Tokyo: University of Tokyo Press.
Alcamo E. 1996. Fundamental of microbiology. Ed ke-4. California: Addison
Wesley Longman, Inc.
Allen DG, Robinson C. 1990. Measurement of rheological properties of
filamentous fermentation broths. Chem Eng Sci. 45:37-48.
Andrews JM. 2001. Determination of minimum inhibitory concentration. J
Antimicrob Chemother 48 (S1): 5-16.
Annaliesa S, Anderson,
Streptomyces and related genera. Int J Syst Evol Microbiol 51: 797814.
Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S. 1989.
Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: P.T. Penerbit IPB (IPB
Press).
Araujo JM, Adilson CD, Joao LA. 2008. Isolation of endophytic actinomycetes
from roots and leaves of maize (Zea mays L). Brazil Electronic Journal.
23 Desember 2008.Diunduh 11 Agustus 2010.
Ashy MA, Abou-ZeidAA. 1982. Fermentative production of spiramycins. Enzym
Microb. Technol 4: 20-24.
Awad HM, Shahed KYI, Nakkadi. EM. 2009. Isolation, screening and
identification of newly isolated soil Streptomyces (Streptomyces sp. NRC35) for -lactamase inhibitor production. World Appl Sc J 7(5):637-646.
112
on
hyphal
fragment
size
and
erythromycin
production
in
new
antimicrobial
alkaloid
from
marine
113
(Thesis).
Bogor:
Institut
Pertanian
Bogor,
Program
Pascasarjana.
Dewick PM.1997. Medicinal natural products, a biosynthetic approach. Third
avenue, New York, USA, 153-173.
Dhanasekaran D, Selvamani S, Panneerselvam, Thajuddin. 2009. Isolation and
characterization of actinomycetes in Vellar Estuary, Annagkoil, Tamil
Nadu. Afr J Biotechnol 8(17):4159-4162.
Dharmaraj S, Ashokkumar B, Dhevendaran K. 2010. Isolation of marine
Streptomyces and the evaluation of its bioactive potential. Afr J Microbiol
Res 4(4): 240-248.
Dhananjeyan V, Selvan N, Dhanapal K. 2010. Isolation, characterization,
screening and antibiotic sensitivity of actinomycetes from locally (Near
MCAS) collected soil samples. J Biol Sci 10(6): 514-519.
Dunstan GH, AvignoneRossa C, Langley D, Bushell ME. 2000. The
Vancomycin
biosynthetic
pathway
is
induced
in
oxygen-limited
114
115
116
James PDA dan Edwards C. 1997. The effects of temperature on growth and
production of the antibiotic granaticin by a thermotolerant Streptomycete. J
Gen Microbiol135: 1997-2003.
Judoamidjojo M, Abdul AD, Endang GS. 1992. Teknologi Fermentasi. Jakarta:
Rajawali Press.
Kanoh K, Matsuo Y, Adachi K, Imagawa K, Nishizawa M, Shizuri Y. 2005.
Mechercharmycins A and B, Cytotoxic Substances from Marine-derived
Thermoactinomyces sp. YM3-251. J Antibiot 58(4): 289292.
Karwowski JP.1986. The selective isolation of Micromonospora from soil by
cesium
chloride
density
gradient
ultracentrifugation.
Ind
Microbiol1:186-181.
Kazakevich Y, Lobrutto R. 2007. HPLC for pharmaceutical scientists. New
Jersey: A John Wiley & Sons Inc.
Kelekom A. 2002. Secondary metabolites from marine microorganisms. Annals
Brazil Acad Sci 74(1): 151170.
Kirk PL. 1950. Kjeldahl method for total nitrogen. Anal Chem 22 (2): 354358.
Kumar, Kannabiran K. 2010. Diversity and optimization of process parameters for
the growth of Streptomyces VITSVK9 spp. isolated from Bay of Bengal,
India. J Nat Env Sci 1(2):9-18.
Kuster E. 1958 The actinomycetes. di dalam: Burger A, Raw F. 1967. Soil
Biology. London: Acad Press.
Lam KM. 2006. Discovery of novel metabolites from marine Actinomycetes. Curr
Opin Microbiol 9:245251.
Lautru S, Gondry M, Genet R, Pernodet JL. 2002. Biosynthesis of
diketopiperazine metabolites independent of nonribosomal peptide
synthetases. Chem Biol 9:13551364.
Liang JG, Chu XH, Chu J, Wang YH, Zhuang YP, Zhang SI. 2010. Oxygen
uptake rate (OUR) control strategy for improving avermectin B1a
production during fed-batch fermentation on industrial scale (150 m3). Afr J
Biotechnol 9(42) 7186-7191.
117
1992.
118
2004.
119
Strobel GA.
1988.
Maculosin, a host-specific
phytotoxin for spotted knapweed from Alternaria alternata. Proc Nat Acad
Sci. 85(21): 8008-8011.
Strohl W.1999. Secondary metabolites, antibiotic. Di dalam: Flickinger M,
Stephen WD. Encyclopedia: Bioprocess technology, fermentation,
biocatalysis, and bioseparation. Volumes 1-5. New York: John wiley and
sons Inc.
Takahashi Y, Satoshi O.2003. Isolation of new actinomycete galurs for the
screening of new bioactive compounds. J Gen Appl Microbiol 49:141-154.
Tanaka K. 2001. P-I3 - kinase p85 is a target molecule of proline-rich
antimicrobial peptide to suppress proliferation of ras - transformed cells. Jpn
J Cancer Res. 92: 959-967.
Tarui N, Ikeura Y, Natsugari H, Nakahama K. 2001. Microbial synthesis of three
metabolites of a tachykinin receptor antagonist, TAK-637. J Biosci
Bioeng. 92(3):285-287
120
approach.
Swedish:
Apotekarsocieteten-Swedish
Pharmaceutical Press.
Tuffile CM, Pinho F. 1970. Determination of oxygen transfer coefficients in
viscous streptomycete fermentations. Di dalam: Stanbury PF, Whitaker A.
1987. Principles of Fermentation Technology. New York: Pergamon
Press.
Ulgas KO, Mavituna F. 1993. Actinohordin production by Streptomyces
coelicolor A3(2): kinetic parameter related to growth, substrate uptake and
production. Appl Microbiol Biotechnol 43:457-462.
Umezawa H, Takita T, Shiba T. 1978. Bioactive peptides produced by
microorganisms. New York: John Wiley & Sons.
Voelker dan Altaba. 2001. Nitrogen source governs the pattern of growth and
prostinamycein production in Streptomyces pristinaespiralis. Microbiol
147:2447-2459.
Vogel HC dan Todaro CL. 1996. Fermentation and biochemical engineering
handbook; principles, process design and equipment. New Jersey: Noyes
Publications.
Wang DIC, Cooney CL, Demain AL, Dunhill P, Humprey AE, Lily MM. 1979.
Fermentation and Enzym Technology. London: Willey Interscience.
Wirakartakusumah MA. 1989. Prinsip Teknik Pangan. PAU Pangan dan Gizi
IPB, Bogor.
Yuwono dan Triwibowo. 2006. Teori dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction.
Perbit ANDI. Yogyakarta.
Lampiran 1
60000000.00
y = 16663x + 145389
R2 = 0.99
50000000.00
40000000.00
30000000.00
20000000.00
10000000.00
0.00
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
-1
Konsentrasi
siklo(tirosil-prolil)
(mg L-1)
3250
1625
812,5
406,3
203,1
101,6
50,8
25,4
12,7
Jenis kolom
Kondisi operasi :
Fasa gerak
Luas area
kromatogram
HPLC
54297969
27028277
14223325
6364325
4037020
2024768
893794
292393
244598
122
Absorbansi
0,159
0,348
0,552
0,748
0,916
350
y = 260.97x + 57.874
R2 = 0.99
300
250
200
150
100
50
0
0
0.2
0.4
0.6
absorbansi
0.8
123
124
Lampiran 4 Metode penentuan bobot kering sel. (Voelker dan Altaba, 2001)
desikator sampai diperoleh bobot konstan. Sel ditimbang dan diperoleh bobot
kering sel per satuan volume.
125
No
1
2
3
4
5
Sumber nitrogen
Asam gutamat
(C5H9NO4)
Pepton
Kasein
Ekstrak Khamir
Amonium
Sulfat(NH4)2SO4
Kandungan
nitrogen (%)
8,00
13,21
11,39
10,08
3,59
Mengacu dari hasil analisis nitrogen total pepton dan ekstrak khamir
tersebut diatas maka dalam 5 g pepton dan 1 g ekstrak khamir dalam setiap 1 l
medium diperoleh kandungan nitrogen total sebanyak 0,76 g. Dengan demikian
bobot masing-masing sumber nitrogen yang digunakan dalam penyusunan
medium fermentasi adalah sebagai berikut;
No
1
2
3
4
5
Sumber nitrogen
Asam gutamat
Pepton
Kasein
Ekstrak khamir
Amonium
sulfat(NH4)2SO4
Bobot sumber
nitrogen yang
dibutuhkan (g L-1)
8,00
5,76
6,68
7,55
3,59
126
127
128
Pengukuran
zona bening
I
12,21
11,25
9,89
9,12
8,11
6,78
5,98
4,90
Pengukuran
zona bening
II
12,11
10,87
9,95
8,78
8,01
6,86
6,15
5,32
Rata-rata
diameter
zona
bening (x)
12,16
11,06
9,92
8,95
8,06
6,82
6,07
5,11
x2
147,8656
122,3236
98,4064
80,1025
64,9636
46,5124
36,784225
26,1121
logC(konsentrasi)
3,812913
3,511883
3,210853
2,909823
2,608847
2,30771
2,006894
1,703291
Konsentrasi
(C) senyawa
aktif (mg L-1)
6500
3250
1625
812,5
406,3
203,1
101,6
50,5
4.5
y = 0.017x + 1.4316
R2 = 0.98
4
3.5
Log (C)
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0
20
40
60
80
X2
100
120
140
160
129
Pengukuran
zona bening
I
7,95
7,21
6,14
5,01
4,35
3,32
2,12
0,50
Pengukuran
zona bening
II
8,21
7,11
5,96
6,67
4,12
3,22
1,50
0,89
Rata-rata
diameter
zona
bening (x)
8,08
7,16
6,05
5,84
4,24
3,27
1,81
0,71
x2
65,2864
51,2656
36,6025
34,1056
17,93523
10,6929
3,2761
0,5041
logC (konsentrasi)
3,812913
3,511883
3,210853
2,909823
2,608847
2,30771
2,006894
1,703291
Konsentrasi
(C) senyawa
aktif (mg L-1)
6500
3250
1625
812,5
406,3
203,1
101,6
50,5
4.5
y = 0.0311x + 1.9042
R2 = 0.97
4
3.5
log(C)
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0
10
20
30
40
x2
50
60
70
130
Pengukuran
II zona
bening (mm)
8,91
8,13
6,89
6,11
5,01
3,87
2,75
0,51
Rata-rata
diameter
zona
bening (x)
9,21
8,18
7,01
6,22
4,99
3,99
2,88
0,52
x2
84,82
66,83
49,07
38,69
24,90
15,88
8,29
0,26
logC(konsentrasi)
3,812913357
3,511883361
3,210853365
2,90982337
2,608846822
2,307709923
2,006893708
1,703291378
Konsentrasi
(C) senyawa
aktif (mg L-1)
6500
3250
1625
812,5
406,3
203,1
101,6
50,5
4.5
y = 0.0247x + 1.8675
R2 = 0.97
4
3.5
Log(C)
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0
20
40
60
X2
80
100
131
Pengukuran
zona bening
I
9,32
8,11
7,10
6,33
5,14
3,97
3,12
1,10
Pengukuran
zona bening
II
9,01
7,98
6,75
6,11
5,10
3,99
3,32
0,89
Rata-rata
diameter
zona bening
(x)
9,17
8,05
6,93
6,22
5,12
3,98
3,22
1,02
x2
84
64,72
47,96
38,69
26,21
15,84
10,37
1,03
logC(konsentrasi)
3,812913
3,511883
3,210853
2,909823
2,608847
2,30771
2,006894
1,703291
4.5
y = 0.0256x + 1.8357
R2 = 0.97
4
3.5
logC
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0
20
40
60
x2
80
100
Konsentrasi
(C) senyawa
aktif (mg L-1)
6500
3250
1625
812,5
406,3
203,1
101,6
50,5
132
Pengukuran
zona
bening I
9,08
7,11
7,01
5,33
4,14
3,97
3,50
1,20
Pengukuran
zona
bening II
9,23
7,58
7,15
7,23
6,10
4,32
3,32
1,29
Rata-rata
diameter
zona
bening
(x)
9,16
7,35
7,08
6,28
5,12
4,15
3,41
1,26
x2
83,8140
53,9490
50,1264
39,4384
26,2144
17,1810
11,6281
1,5876
logC(konsentrasi)
3,812913
3,511883
3,210853
2,909823
2,608847
2,30771
2,006894
1,703291
Konsentrasi
(C) senyawa
aktif (mg L-1)
6500
3250
1625
812,5
406,3
203,1
101,6
50,5
y = 0.0268x + 1.8064
R2 = 0.95
4.5
4
3.5
Log (C)
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0
20
40
60
X
80
100
133
Konsentrasi
(C) senyawa
x2
logC(konsentrasi) aktif (mg L-1)
27,0400
3,812913
6500
22,6576
3,511883
3250
15,0932
3,210853
1625
9,3025
2,909823
812,5
4,4521
2,608847
406,3
y = 0.0511x + 2.4082
R2 = 0.99
4.5
4
3.5
log(C)
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0
10
15
x2
20
25
30
134
4.5
x2
49,4209
45,0912
33,4662
22,4202
13,1044
8,5264
logC(konsentrasi)
3,812913357
3,511883361
3,210853365
2,90982337
2,608846822
2,307709923
y = 0.0332x + 2.1073
R2 = 0.98
4
3.5
Log(C)
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0
10
20
30
X2
40
50
60
Konsentrasi (C)
senyawa aktif
(mg L-1)
6500
3250
1625
812,5
406,3
203,1
135
Pengukuran
zona
bening I
14,32
13,11
12,10
11,33
10,14
9,97
8,12
7,00
Pengukuran
zona
bening II
14,26
13,98
12,75
11,11
10,10
9,99
8,32
7,09
Rata-rata
diameter
zona bening
(x)
14,29
13,55
12,43
11,22
10,12
9,98
8,22
7,04
x2
204,2041
183,4670
154,3806
125,8884
102,4144
99,6004
67,5684
49,5616
logC(konsentrasi)
3,812913
3,511883
3,210853
2,909823
2,608847
2,30771
2,006894
1,703291
y = 0.0135x + 1.0968
R2 = 0.98
4.5
4
3.5
logC
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0
50
100
150
x
200
250
Konsentrasi (C)
senyawa aktif
(mg L-1)
6500
3250
1625
812,5
406,3
203,1
101,6
50,5
136
Lampiran 8 Data perubahan parameter pH, gula reduksi, dan bobot kering sel
kultur vegetatif menggunakan isolat Streptomyces sp. A11.
Jam
ke0
8
16
24
32
40
48
56
64
Bobot
kering sel
(g L-1)
0,22
0,62
2,06
3,29
4,45
5,35
6,35
6,86
6,85
Gula
reduksi
(g L-1)
10,22
9,57
8,15
6,51
4,52
3,21
2,37
1,79
1,51
pH
7,65
7,56
6,90
6,65
6,51
6,12
5,94
5,85
5,80
137
Lampiran 9 Data perubahan parameter pH, gula reduksi, nitrogen total, bobot
kering sel, dan konsentrasi siklo(tirosil-prolil) pada proses fermentasi
menggunakan isolat Streptomyces sp.A11.
Jam
ke0
8
16
24
32
40
48
56
64
72
80
88
96
104
112
120
128
136
144
Bobot kering
sel (g L-1)
0,29
0,53
2,01
3,03
4,13
5,17
6,22
6,75
6,65
6,72
6,18
6,51
6,34
6,21
5,88
5,89
5,65
5,76
5,83
Gula
reduksi
(g L-1)
13,12
12,57
11,15
9,51
7,52
5,12
4,37
3,79
3,51
3,33
3,21
3,11
2,89
2,68
2,43
2,35
2,32
2,11
2,00
pH
7,65
7,57
6,90
6,65
6,51
5,86
6,34
6,65
7,03
7,32
7,35
7,51
7,54
7,59
7,76
7,65
7,68
7,61
7,65
Konsentrasi
siklo(tirosilprolil) (mg L-1)
0
0
0
0
0
0
0
0
12,35
15,43
16,34
18,43
20,32
23,32
26,32
28,43
29,59
30,43
30,21
Nitrogen total
(mg L-1)
0,75
0,74
0,74
0,73
0,70
0,68
0,63
0,59
0,54
0,51
0,46
0,45
0,44
0,41
0,40
0,39
0,38
0,37
0,35
138
Waktu
(Jam)
16
24
32
40
1.8
Rata-rata
(X)
2,01
3,03
4,13
5,17
Ln (X)
0,70
1,11
1,42
1,64
y = 0.0393x + 0.1166
R2 = 0.98
1.6
1.4
Ln(X)
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
10
20
30
40
50
waktu (jam)
maks yang merupakan gradien dari kurva waktu (jam) versus ln(X)
menunjukkan nilai sebesar 0,04 Jam-1
139
X1
1,87
2,78
3,70
4,94
X2
2,15
3,28
4,56
5,40
Ratarata (X)
2,01
3,03
4,13
5,17
S1
S2
10,94 11,36
9,03 9,99
7,05 7,99
4,78 5,46
Ratarata (S)
11,15
9,51
7,52
5,12
(X-Xo)
1,72
2,74
3,84
4,88
(So-S)
1,97
3,61
5,6
8
(X-Xo)
4
3
2
1
0
0
(So-S)
(Yx/s) yang merupakan gradien dari kurva (X-Xo) versus (So-S) menunjukkan
0,60 gram biomassa per gram sumber karbon.
140
Lampiran 11 Analisis ragam dan uji lanjut Duncan perlakuan suhu fermentasi
terhadap konsentrasi siklo(tirosil-prolil) yang dihasilkan.
Variabel suhu
(oC)
26
28
30
32
34
Ulangan 1
12,35
19,98
29,76
25,21
19,37
Ulangan 2
10,23
21,96
30,89
23,76
20,34
Rataan
11,29
20,97
30,33
24,49
19,86
total
Jumlah
22,58
41,94
60,65
48,97
39,71
213,85
FK 4573,18
JKP 387,91
JKT 394,28
ANOVA
P(perlakuan)
G(galat)
T(total)
db
4
5
9
UJI DUNCAN
(0,05)
p=5
Pembanding(P-1)
JND(0,05)
JNT(JNDxSy)
Suhu (oC)
26
34
28
32
30
JK
387,91
6,37
394,28
dbG=5
Ulangan=2
3
3,47
2,77
2
3,35
2,67
Konsentrasi
antibiotik
(mg L-1)
11,29
19,86
20,97
24,49
30,33
KT
96,98
1,27
kode
a
b
c
d
e
F
76,15
4
3,54
2,82
F(0,05)tabel
3,02
5
3,58
2,86
6
3,6
2,87
141
Lampiran 12 Analisis ragam dan uji lanjut Duncan perlakuan pH awal medum
fermentasi terhadap konsentrasi siklo(tirosil-prolil) yang
dihasilkannya
pH awal
fermentasi
4
4,5
5
5,5
6
6,5
7
7,5
8
Rataan
20,64
22,42
23,39
23,32
25,95
30,99
31,76
31,82
24,03
total
FK
JKP
JKT
ANOVA
P(perlakuan)
G(galat)
T(total)
db
8,00
9,00
17,00
pH
pH4
pH4,5
pH5,5
pH5
pH8
pH7,5
pH6
pH7
pH6,5
JK
302,66
15,92
318,58
2
3,2
2,93
3,00
3,34
3,06
Konsentrasi
antibiotik (mg L-1)
20,64
22,42
23,32
23,39
24,03
31,82
25,95
31,76
30,99
a
ab
ab
ab
bc
bc
cd
d
d
KT
37,83
1,77
12201,70
302,66
318,58
F
21,39
Ulangan=2
4,00
5,00
3,41
3,47
3,12
3,18
Jumlah
41,27
44,85
46,77
46,65
51,90
61,98
63,52
63,63
48,06
468,65
F(0,05)tabel
3,02
6,00
3,50
3,20
7,00
3,52
3,22
8,00
3,52
3,22
9,00
3,52
3,22
142
Lampiran 13 Analisis ragam dan uji lanjut Duncan penentuan sumber karbon
terbaik pada proses fermentasi produksi siklo(tirosil-prolil) dan
hasil analisis gula total sebelum dan sesudah fermentasi.
Lampiran 13a Analisis ragam dan uji lanjut Duncan penentuan sumber karbon
terbaik pada proses fermentasi produksi siklo(tirosil-prolil)
Sumber
karbon
glukosa
maltosa
laktosa
sukrosa
molase
dekstrin
Rataan
23,00
25,29
12,84
14,05
15,50
28,41
total
FK
JKP
JKT
ANOVA
P(perlakuan)
G(galat)
T(total)
db
5
6
11
Sumber karbon
Laktosa
Sukrosa
Molase
Glukosa
Maltosa
Dekstrin
JK
429,15
23,96
453,10
dbG=6
2,00
3,15
3,74
KT
85,83
3,99
ulangan=2
3,00
3,30
3,92
Konsentrasi antibiotik
(mg L-1)
12,84
14,05
15,50
23,00
25,29
28,41
4,00
3,37
4,01
F
21,50
5,00
3,43
4,08
Kode
a
a
a
bc
cd
d
Jumlah
46,00
50,59
25,69
28,09
30,99
56,82
238,19
4727,84
429,15
453,10
F(0,05)tabel
3,02
6,00
3,46
4,11
7,00
3,47
4,12
143
Lampiran 13b Hasil analisis gula total dari beberapa sumber karbon sebelum dan
sesudah fermentasi.
Sumber
karbon
Laktosa
Sukrosa
Molase
Glukosa
Maltosa
Dekstrin
Konsentrasi
antibiotik
(mg L-1)
Konsentrasi
sumber karbon
awal (mg L-1)
(S0)
Konsentrasi
sumber karbon
akhir (mg L-1)
(S1)
Jumlah
konsumsi
(mg)
12,84a
14,05a
15,50a
23,00bc
25,29bc
28,41d
12504
9196
5909
10577
11842
10979
8470
4794
976
830
2433
2406
4034
4402
4933
9747
9409
8573
(S0-S)/S0 x
100
Rasio
Konsentrasi
siklo (tirosilprolil)
terhadap total
konsumsi
sumber karbon
32,26
47,87
83,47
86,05
79,45
78,08
0,00318
0,00319
0,00314
0,00224
0,00269
0,00331
144
Lampiran 14 Analisis ragam dan uji lanjut Duncan penentuan sumber nitrogen
terbaik pada proses fermentasi produksi siklo(tirosil-prolil) dan
hasil analisis nitrogen total sebelum dan sesudah fermentasi.
Lampiran 14a Analisis ragam dan uji lanjut Duncan penentuan sumber nitrogen
terbaik pada proses fermentasi produksi siklo(tirosil-prolil)
Sumber nitrogen
Ekstrak khamir
Pepton
Amonium sulfat
Kasein
Asam glutamat
Konsentrasi antibiotik
(mg L-1)
1
2
13,10
12,65
23,06
22,34
0,00
0,00
20,17
23,12
9,74
10,25
Rataan
12,88
22,70
0,00
21,65
9,99
Total
FK
JKP
JKT
ANOVA
P(perlakuan)
G(galat)
T(total)
Jumlah
25,75
45,39
0,00
43,29
19,98
134,42
1806,98
691,76
696,61
db
4,00
5,00
9,00
JK
691,76
4,85
696,61
KT
172,94
0,97
dbG=5
2,00
3,35
2,80
Sumber Nitrogen
Amonium sulfat
Asam glutamat
Ekstrak khamir
Kasein
Pepton
ulangan=2
3,00
3,47
2,90
F
178,34
4,00
3,54
2,95
F(0.05)tabel
3,02
5,00
3,58
2,99
a
b
b
c
c
6,00
3,60
3,00
145
Lampiran 14b Hasil analisis nitrogen total dari beberapa sumber nitrogen sebelum
dan sesudah fermentasi
Nitrogen
total awal
fermentasi
(mg.mL-1)
Nitrogen
total akhir
fermentasi
(mg.mL-1)
Konsentrasi
siklo(tirosilprolil) (mg L-1)
Jumlah
konsumsi
nitrogen total
(mg.mL-1)
0,76
0,76
0,75
0,74
0,75
0,44
0,35
0,34
0,30
0,55
9,99
22,70
21,65
12,88
0
0,32
0,41
0,41
0,44
0,20
146
Lampiran 15 Analisis ragam dan uji lanjut Duncan penentuan mineral terbaik
pada proses fermentasi produksi siklo(tirosil-prolil).
Konsentrasi antibiotik mg L-1
Percobaan 1
Percobaan 2
35,23
35,76
31,23
32,12
33,22
32,98
31,75
31,76
26,54
25,43
25,13
24,32
Jenis mineral
Mineral I
Mineral II
Mineral III
Mineral IV
Mineral V
Blanko
rataan
35,50
31,68
33,10
31,76
25,99
24,73
total
FK
JKP
JKT
ANOVA
P(perlakuan)
G(galat)
T(total)
db
5
6
11
p=6
Pembanding (P-1)
JND(0,05)
JNT(JNDxSy)
perlakuan
Blanko
Mineral V
Mineral II
Mineral IV
Mineral III
Mineral I
JK
176,78
1,51
178,29
dbG=6
Nilai tengah
24,73
25,99
31,68
31,76
33,10
35,50
2
3,46
1,25
notasi
a
b
c
c
d
e
KT
35,36
0,25
ulangan=2
3
3,58
1,29
F
140,54
4
3,64
1,31
jumlah
70,99
63,35
66,20
63,51
51,97
49,45
365,47
11130,69
176,78
178,29
F(0.05)tabel
3,22
5
3,68
1,33
6
3,68
1,33
147
Lampiran 16 Respon hasil percobaan optimalisasi proses produksi siklo(tirosil-prolil) menggunakan isolat Streptomyces sp.A11
Dekstrin
(g L-1)
Pepton
(g L-1)
Mineral
(mL)
Residual
Gula
reduksi
fermentasi
(g L-1)
1,94
-0,19
-1,45
4,07
-3,13
2,38
1,13
-1,00
1,35
-2,68
-0,15
-1,18
-2,15
0,82
0,16
0,31
0,48
-0,46
-0,21
-0,04
27,99
37,78
28,22
38,26
27,94
37,89
28,17
38,21
23,12
43,11
31,98
33,24
33,13
33,21
33,32
33,11
33,31
33,21
33,16
33,14
Notasi
X1
X2
X3
X1
X2
X3
Respon
Predicted
value
25
35
25
35
25
35
25
35
21,6
38,4
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
8
8
12
12
8
8
12
12
10
10
6,64
13,36
10
10
10
10
10
10
10
10
5
5
5
5
10
10
10
10
7,5
7,5
7,5
7,5
3,3
11,7
7,5
7,5
7,5
7,5
7,5
7,5
-1
1
-1
1
-1
1
-1
1
-1,68
1,68
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
-1
-1
1
1
-1
-1
1
1
0
0
1,68
1,68
0
0
0
0
0
0
0
0
-1
-1
-1
-1
1
1
1
1
0
0
0
0
-1,68
1,68
0
0
0
0
0
0
19,13
19,96
23,19
40,35
20,59
30,99
35,67
47,11
26,00
35,88
16,74
38,37
2,90
39,31
47,56
47,71
47,88
46,94
47,19
47,36
17,19
20,15
24,64
36,28
23,72
28,61
34,54
48,11
24,65
38,56
16,89
39,55
23,05
38,49
47,40
47,40
47,40
47,40
47,40
47,40
Gula
reduksi
akhir
fermentasi
(g L-1)
Konsumsi gula
(g L-1) (awalakhir)
Rasio respon
terhadap
konsumsi gula
8,87
17,19
7,15
15,32
7,98
14,32
5,56
15,21
5,43
17,23
12,46
10,34
10,35
9,35
9,87
9,92
10,21
10,14
9,88
9,78
19,12
20,59
21,07
22,94
19,96
23,57
22,61
23,00
17,69
25,88
19,52
22,90
22,78
23,86
23,45
23,19
23,10
23,07
23,28
23,36
1,00
0,97
1,10
1,76
1,03
1,31
1,58
2,05
1,47
1,39
0,86
1,68
0,13
1,65
2,03
2,06
2,07
2,03
2,03
2,03
148
149
150
151
152
153
Percobaan
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Ulangan 4
Rata-rata
Konsentrasi
siklo(tirosil-prolil)
(mgL-1)
49,32
50,81
48,83
51,20
50,04
Konsumsi gula
(gL-1)
22,05
23,82
21,76
23,28
22,73