Professional Documents
Culture Documents
2010 Nfi
2010 Nfi
NEKA FITRIYAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Dinamika Komunikasi
dalam Pengembangan Pemuda
(Studi Kasus pada Kebijakan Pelatihan
Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi di KNPI Provinsi Banten) adalah karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir tugas
akhir ini.
Bogor, Agustus 2010
Neka Fitriyah
I352080031
ABSTRACT
RINGKASAN
NEKA FITRIYAH: Dinamika Komunikasi dalam Pengambilan Kebijakan
Pengembangan Pemuda (Studi Kasus pada Kebijakan Pelatihan Kepemimpinan dan
Manajemen Organisasi di KNPI Provinsi Banten. Dibimbing oleh DJUARA P.
LUBIS dan SUTISNA RIYANTO.
Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi Banten yang didirikan
bersamaan dengan terbentuknya Provinsi Banten tahun 2000, merupakan organisasi
yang memiliki potensi besar dalam pengembangan dan pemberdayaan pemuda lokal.
Dengan dukungan limapuluh organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) sebagai
anggota, delapan KNPI kabupaten dan kota sebagai perpanjangan tangan pengurus
daerah, tentu partisipasinya dalam pengembangan pemuda menjadi lebih mudah
dilakukan. Permasalahannya adalah sejauhmana kebijakan pengembangan pemuda
diambil oleh KNPI Provinsi Banten untuk pemberdayaan pemuda lokal, seperti apa
perumusannya, bagaimana proses pengambilan kebijakan, adakah konspirasi politik
di dalamnya, apa motif yang melatarbelakanginya, jaringan komunikasi apa saja
yang menyosialisasikan kebijakan sehingga kebijakan tersebut tepat sasaran, berdaya
guna dan seterusnya.
KNPI Provinsi Banten di satu sisi hampir selalu dihadapkan pada masalahmasalah dalam usahanya melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan sehingga
membutuhkan solusi-solusi yang dianggapnya rasional. Sementara itu di sisi lain,
terdapat kelompok-kelompok kepentingan (interest group) yang juga selalu berusaha
mencapai tujuan-tujuan mereka sendiri. Oleh karena itu semua aktivitas dan
komunikasi dalam pengambilan kebijakan harus merepresentasikan kedua hal
tersebut (Hickson, 1987). Kepentingan-kepentingan antar kelompok di KNPI Provinsi
Banten dalam pengambilan kebijakan merupakan perjuangan-perjuangan tanpa akhir
sehingga memerlukan pendekatan atau strategi-komunikasi agar kepentingankepentingan tersebut tidak merusak sistem yang sudah dibangun dalam organisasi.
Dalam konteks komunikasi, kondisi seperti itu terjadi diduga salah satunya,
karena kuatnya intensitas komunikasi yang dimainkan, karena itu yang menjadi
permasalahan penelitian ini adalah (1). Bagaimanakah pola komunikasi dalam
pengambilan kebijakan pengembangan pemuda di KNPI Provinsi Banten, (2). Seperti
apakah iklim komunikasi yang terjadi dalam pengambilan kebijakan pengeembangan
pemuda di KNPI Provinsi Banten, (3). Faktor-faktor internal dan eksternal apa
sajakah yang mempengaruhi iklim dan pola komunikasi dalam pengambilan
kebijakan pengembangan pemuda di KNPI Provinsi Banten. Penelitian ini merupakan
penelitian kulaitatif dengan metode studi kasus. Paradigma konstruktivis digunakan
untuk melihat konstruksi dari realitas pengambilan kebijakan. Penelitian dilaksanakan
selama tiga bulan bertempat di KNPI Provinsi Banten. Sumber data primer dalam
penelitian ini diperoleh dari informan. Penentuan informan dilakukan dengan
purposive. Prosedur pemilihan informan dilakukan dengan teknik snowball yaitu
penentuan sampling dimulai dari informan kunci dan berkembang mengikuti
informasi atau data yang diperlukan.
1. Dilarang mengutip Hak Cipta sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan
hanya
untuk
kepentingan
pendidikan,
penelitian,
NEKA FITRIYAH
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Mayor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Penguji Luar Komisi pada Sidang Tesis: Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, MSi.
Judul
Nama
NRP
: Dinamika
:
:
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Koordinator Mayor
Komunikasi Pembangunan
Pertanian pada Pedesaan
Tanggal Lulus:
Aku persembahkan tesis ini untuk suamiku tercinta Khoirul Umam dan putri kecilku
yang cantik Firza Khoirul Qalbani, semoga cinta dan keshalehan mendasari setiap
langkah kita. Amiin.
PRAKATA
Alhamdulillah, akhirnya tesis Dinamika Komunikasi dalam Pengambilan
Kebijakan Pengembangan Pemuda (Studi Kasus pada Kebijakan Pelatihan
Kepemimpinan dan Manajemen Organisasian di KNPI Provinsi Banten), rampung
ditulis oleh penulis. Gagasan tesis ini berasal dari berbagai keresahan penulis
mengenai realitas komunikasi yang terjadi, khususnya di organisasi KNPI Provinsi
Banten.
Penelitian ini banyak mendapat sambutan dari aktivis KNPI Provinsi Banten
karena berbagai kebutuhan pengelolaan komunikasi organisasi yang sulit diterapkan,
dan karena KNPI Provinsi Banten secara institusional menginginkan perubahan
mendasar dari berbagai sisi terutama dalam persoalan komunikasi. Karena itu lahirlah
gagasan bagaimana penelitian ini dirancang dan dilaksanakan.
Penulisan tesis ini dibagi kedalam empat bab: pendahuluan, tinjauan pustaka,
metodelogi penelitian dan simpulan serta saran. Pendahuluan menggambarkan
permasalahan-permasalahan keorganisasian yang dihadapi KNPI Provinsi Banten
dalam penegelolaan potensi dan wewenang yang dimilikinya. Permasalahan ini
salahsatunya dikarenakan adanya ketimpangan komunikasi dan perbedaan persepsi
sehingga menimbulkan berbagai benturan dan kepentingan. Bab dua lebih banyak
menggambarkan tinjauan teoritik dan kajian keorganisasian yang menjadi acuan
dalam perumusan variabel penelitian. Sedangkan bab tiga mengeksplorasi metode,
pedekatan dan merumuskan apasajakah yang dijadikan variabel penelitian sehingga
rancangan penelitiannya mudah diterapkan dan dianalisis.
Pembahasan pada bab empat menggambarkan kajian dan temuan lapangan
tentang pola komunikasi, iklim komunikasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi
pengambilan kebijakan di KNPI Provinsi Banten. Dalam bab empat ini juga,
dipaparkan realitas komunikasi yang terjadi dalam pengambilan kebijakan serta
hubungan-hubungan kelompok kepentingan dan jaringan komunikasi yang turut
menentukan arah dan kualitas kebijakan yang diambil. Tentu pembahasan ini diikat
dan mengacu pada satu term komunikasi dan dianalisis berdasarkan bingkai
komunikasi. Adapun bab lima merupakan simpulan dari hasil temuan penelitian
dan saran-saran yang dapat dimanfaatkan oleh KNPI Provinsi Banten.
Selama proses penelitian dan penulisan tesis ini, tidak sedikit hambatan
rintangan yang dihadapi penulis, dan penulis meyakini bahwa tidak ada gading yang
tak retak, tidak ada karya tulis yang sempurna, tidak ada lembaran putih yang tidak
berbecak, tidak ada manusia yang sempurna dan seterusnya. Untuk itu penulis
berterima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan masukkan, saran dan
kritik dalam penyempurnaan tesis ini. Untuk itu saya memberikan penghargaan yang
setinggi-tingginya dan ucapan terimakasih kepada:
1. Bpk. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS dan Bpk. Ir. Sutisna Riyanto, MS selaku
pembimbing atas segala bimbingan dan arahannya.
2. Ibu Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, M.Si selaku penguji luar komisi pada sidang
tesis atas saran dan kritiknya.
3. Bpk. Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS selaku penguji yang mewakili Program
Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian Pedesaan
4. Bpk. Dr. Ir. Djuara P. Lubis selaku koordinator Mayor Komunikasi
Pembangunan Pertanian Pedesaan
5. Rektor IPB, Dekan Fakultas Ekologi Manusia, Ketua Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, yang telah memberikan
kesempatan bagi penulis untuk mengikuti pendidikan Strata 2 di IPB.
6. Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Dekan Fisip Untirta,
Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan izin belajar kepada
penulis.
7. Dirjen DIKTI yang telah memberikan beasiswa pendidikan melalui BPPS
kepada penulis.
8. Ketua dan Pengurus KNPI Provinsi Banten yang telah memberikan izin
penelitian dan membantu kelancaran penelitian selama di lapangan.
9. Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Banten yang telah memberikan banyak
informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.
10. Temanteman seperjuangan Mayor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan
Pedesaan angkatan 2008, yang telah memberikan support selama kuliah
sampai penyusunan tesis ini rampung.
11. Suami dan putri tercintaku yang turut berkorban banyak dan banyak
terabaikan selama mengikuti pendidikan di IPB.
12. Ayah, Ibu, kakanda dan adinda terimakasih atas doa dan dukungannya.
Neka Fitriyah.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, 11 Agustus 1977 dari ayah E. Soetina dan Ibu
Yoyoh Rodiyah. Penulis merupakan putri keenam dari delapan bersaudara.
Tahun 1995 penulis lulus dari MA SMI Bogor dan pada tahun 2001 penulis
menyelesaikan studi Strata 1 di Universitas Sam Ratulangi Manado di Jurusan Ilmu
Komunikasi. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif di berbagai organisasi
kemahasiswaan, seperti HMI, FKMM dan pada semester 5 kuliah Strata 1 sudah aktif
bekerja sebagai announcer di radio swasta Manado.
Tahun 2003 sampai dengan sekarang penulis menekuni profesi sebagai staf
pengajar di Jurusan Ilmu Komunikasi Fisip Untirta Serang Banten dan di samping
profesi sebagai staf pengajar, penulis aktif di radio swasta di Serang sebagai pengisi
acara Bincang Komunikasi. Penulis juga aktif
dalam berbagai kegiatan
keorganisasian seperti KNPI dan LSP Banten. Penulis memperoleh kesempatan
melanjutkan Strata 2 di Sekolah Pascasarjana IPB melalui beasiswa pendidikan
Pascasarjana (BPPS) pada tahun 2008.
DAFTAR ISI
Halaman
1
1
7
7
7
9
9
9
10
12
18
18
24
28
2.3.Jaringan Komunikasi......................................................................
2.3.1. Pengertian Jaringan Komunikasi .........................................
2.3.2. Bentuk-Bentuk Jaringan Komunikasi..................................
2.3.3. Peranan Jaringan Komunikasi .............................................
31
31
32
34
2.4.Teori-Teori Kebijakan....................................................................
2.4.1. Pengertian Kebijakan...........................................................
2.4.2. Teori Pengambilan Kebijakan .............................................
35
35
38
40
44
48
52
52
55
57
57
60
61
61
63
64
64
64
68
69
70
72
74
76
80
84
87
89
91
4.3.1.
4.3.2.
4.3.3.
4.3.4.
4.3.5.
4.3.6.
91
94
97
100
112
4.3.7. Resume...............................................................................
125
127
131
133
137
138
142
143
123
144
144
146
148
156
156
158
160
LAMPIRAN....................................................................................................
167
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
74
DAFTAR GAMBAR
Halaman
22
2.
27
3.
31
4.
33
5.
37
6.
Kerangka Pemikiran..................................................................................
47
7.
69
8.
78
81
83
86
93
95
98
101
9.
102
103
106
109
111
114
115
121
125
141
145
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Jadwal Penelitian..................................................................................
168
169
174
180
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemuda adalah individu yang sedang mengalami perkembangan emosional,
sehingga pemuda merupakan sumber daya manusia yang potensial saat ini maupun masa
datang. Melihat potensi yang dimiliki pemuda sangat strategis dalam pembangunan,
maka diperlukan kebijakan pengembangan pemuda dari berbagai pihak, sehingga
pemuda sebagai salah satu unsur pembangunan benar-benar disiapkan dan diberdayakan
untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Dalam kebijakan pembangunan pemuda,
Kementrian Negara Pemuda dan Olahraga memasukan unsur pemuda sebagai agen
sosial (Kepmenpora, 2008), artinya pemuda diharapkan mampu menjadi pelopor,
penggerak, problem solver bagi masyarakatnya.
Terkait dengan pengembangan pemuda, upaya pembangunan nasional di bidang
kepemudaan telah berhasil meningkatkan partisipasi pemuda, namun pencapaian
tersebut masih jauh dari harapan sehingga masih banyak yang harus diperbaiki.
Permasalahan pokok dalam pengembangan pemuda adalah rendahnya kualitas pemuda
yang ditandai dengan: rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya minat baca, rendahnya
partisipasi angkatan kerja, masih tingginya angka pengangguran dan adanya
kecendrungan masalah sosial di kalangan pemuda (BPS, 2003).
Data dari Indeks Pembangunan Manusia HDI (Human Development Index)
menggambarkan bahwa posisi Indonesia masih rendah. UNDP Report tahun 2008
menunjukkan bahwa HDI Indonesia pada tahun 2006 berada pada urutan ke 109 dari
179 negara. Data lain juga menujukkan kontradiksi antara potensi pemuda yang
notabene usia produktif dengan kontribusi pemuda dalam pembangunan dan masalahmasalah pemuda itu sendiri. Data Kementrian Pemuda dan Olahraga menunjukkan
rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) pemuda yaitu sekitar 65,9 persen
mengindikasikan lemahnya tingkat partisipasi pemuda dalam pembangunan nasional.
Banyaknya masalah sosial di kalangan pemuda juga menurut Bappenas telah mencapai
kondisi mengkhawatirkan, sehingga dapat merusak jati diri dan masa depan pemuda.
Menghadapi tantangan dan permasalahan seperti ini, disisi lain melihat potensi
besar yang dimiliki pemuda, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi
Banten yang didirikan bersamaan dengan terbentuknya Provinsi Banten tahun 2000,
merupakan organisasi yang memiliki potensi besar dalam
pengembangan dan
pemuda (OKP) sebagai anggota, delapan KNPI kabupaten dan kota sebagai
perpanjangan tangan pengurus daerah, tentu partisipasi pengembangan pemuda menjadi
lebih mudah dilakukan. Permasalahannya adalah sejauhmana kebijakan pengembangan
pemuda diambil oleh KNPI Provinsi Banten untuk pemberdayaan pemuda lokal, seperti
apa perumusannya, bagaimana proses pengambilan kebijakan, adakah konspirasi politik
didalamnya, apa motif yang melatarbelakanginya, jaringan komunikasi apa saja yang
mensosialisasikan kebijakan sehingga kebijakan tersebut tepat sasaran, berdaya guna
dan seterusnya.
Beberapa kebijakan dalam pengembangan pemuda tentu diambil oleh KNPI
Provinsi
Banten,
umpamanya
beasiswa
pendidikan
bagi
pemuda,
pelatihan
kewirausahaan pemuda lokal, studi banding pemuda Banten ke Bali tahun 2008,
pertukaran pelajar dan pemuda Internasional 2008 atau kebijakan-kebijakan
pengembangan lainnya (Draft Raker KNPI Provinsi Banten, 2008). Tetapi dalam proses
pengambilan kebijakan pemuda sering kali suatu kebijakan tertentu kurang
mencerminkan tujuan atau kepentingan pengembangan pemuda dan organisasi. Ini
menunjukkan bahwa didalam organisasi KNPI Provinsi Banten juga terjadi tindakan
atau aktivitas yang menyimpang dari rasionalitas organisasi.
Rapat kerja ke dua KNPI Provinsi Banten yang dilaksanakan pada Desember
2009 di Tanggerang, merupakan forum pengambilan kebijakan. Program-program
secara internal dan external diputuskan dengan maksud agar tercapai keterarahan
pembinaan, pengembangan dan peningkatan yang berkesinambungan. Dalam rangka
mempersiapkan pemuda yang berkualitas, berkemampuan, profesional dan mandiri
diperlukan partisipasi aktif pemuda bagi terwujudnya cita-cita pembangunan daerah dan
pembangunan nasional.
Salah satu program dalam rapat kerja ke dua KNPI Provinsi Banten bidang
Organisasi dan Kepemudaan adalah Pelatihan kepemimpinan manajemen dan
keorganisasian yang dilaksanakan pada tahun 2010, sifat kegiatannya dilakukan secara
berkala dengan sumber anggaran dari KNPI Provinsi Banten. Program ini dibuat dengan
tujuan untuk mempersiapkan dan memberdayakan SDM internal organisasi agar kaderkadernya siap menjadi pemimpin yang menciptakan situasi kondusif dalam rangka
penguatan organisasi. Program ini juga bertujuan untuk mempersiapkan kader-kader
KNPI Provinsi Banten menjadi pemimpin di masyarakat yang mampu memberi nilai
positif bagi laju pembangunan daerah.
KNPI Provinsi Banten disatu sisi hampir selalu dihadapkan pada masalahmasalah dalam usahanya melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan sehingga
membutuhkan solusi-solusi yang dianggapnya rasional. Sementara itu disisi lain,
terdapat kelompok-kelompok kepentingan (interest group) yang juga selalu berusaha
mencapai tujuan-tujuan mereka sendiri. Oleh karena itu semua aktivitas dan kebijakan
yang diambil harus merepresentasikan kedua hal tersebut (Hickson, 1987). Seperti
halnya di dalam KNPI Provinsi Banten, kepentingan-kepentingan antar kelompok dalam
pengambilan
kebijakan
merupakan
perjuangan-perjuangan
tanpa
akhir.
Perlu
keuntungan baik secara politis maupun secara organisatoris bagi anggotanya, tetapi
beberapa fakta dilapangan mengindikasikan komunikasi melemah manakala tidak ada
keuntungan signifikan dalam kebijakan yang diambil. Bahkan komunikasi juga
menguat atau melemah manakala terjadi aksi dukung-mendukung, tolak menolak
sesama OKP dalam penentuan kebijakan.
Dibutuhkan satu bentuk jaringan komunikasi yang merupakan suatu struktur
saluran dimana informasi mengalir dari individu satu ke individu lainnya. Jaringan ini
mengandung alur informasi, dan mencerminkan interaksi formal antar anggota
organisasi. Di KNPI Provinsi Banten individu-individu yang terlibat dalam lingkaran
jaringan komunikasi berfungsi dan bekerja agar bagaimana kebijakan-kebijakan yang
diambil steril dari kepentingan-kepentingan pihak luar. Individu-individu yang berperan
sebagai gate keeper yaitu orang melakukan filtering terhadap informasi yang masuk
sebelum dikomunikasikan kepada anggota, filtering patut dilakukan karena tidak semua
anggota dengan bahasa dan perilaku yang sama dapat memahami informasi dengan
serta merta. Opinion leader dan cosmopolit menempati posisi yang penting dalam
jaringan komunikasi.
Dua peran inilah sebenarnya yang mampu mengendalikan kebijakan-kebijakan
agar tidak ada campur tangan dari pihak yang tidak berkepentingan.
Jaringan
para pembuat
keputusan, baik tingkat regional maupun nasional. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi salah bahan masukan sekaligus memberikan sumbangan pemikiran untuk
dijadikan bahan pertimbangan dalam proses pembuatan kebijakan.
Diletakkan dalam konteks pribadi, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi
peneliti karena ada pencerahan, pemahaman baru bahwa realitas yang tampak baik
dipermukaan adalah sesuatu yang semu, karena setiap realitas yang ada, terdapat unsur
kepentingan kaum dominan dibelakangnya, dan pada akhirnya bertujuan untuk
memanipulasi kenyataan yang ada pada realitas sosial di masyarakat.
Selanjutnya penelitian ini bermanfaat bagi peneliti dalam menganalisis kuasakuasa yang ada dan bermain dalam pengambilan kebijakan. OKP sebagai suatu sistem
dominasi KNPI, dan KNPI sebagai suatu sistem dominasi OKP bukanlah sebagai
kelompok yang bebas nilai, namun didominasi oleh kelompok kepentingan dan elit
dibelakangnya. Dalam menganalisisnya, terjadi stigma suatu realitas sosial yang
terkesan dogmatis dari pada ilmiah, hal ini dilandasi pemahaman ideologis dari unsurunsur yang bermain dalam ranah realitas tersebut.
2. TINJAUAN PUSTAKA
10
pembacaan kode). Hasilnya adalah suatu penyampain maksud dari satu orang kepada
orang lain
Koontz (1999) menjelaskan proses komunikasi sebagai proses yang mencakup
pengiriman, menyampaikan pesan baik, ide, gagasan, pikiran melalui suatu saluran
yang telah dipilih kepada penerima. Burack dan Mathys menjelaskan secara singkat
proses komunikasi sebagai berikut: Komunikasi adalah proses pertukaran informasi dan
penyampain pengertian diantara orang-orang. Oleh karena komunikasi demikian
merupakan suatu bagian integral dari semua kegiatan manajerial, maka suatu pengertian
tentang bagaimana proses bekerja merupakan langkah pertama yang penting untuk
memperbaiki, baik komunikasi antar perseorangan maupun komunikasi organisasional.
Proses komunikasi dimulai dengan pengirim yang mempunyai suatu ide dan
tujuan untuk mengirimkan suatu pesan, kemudian mengkodekan atau mengubah ide
menjadi bentuk pesan: kata-kata, gerak badan, seperti gerak isyarat atau ekspresi wajah,
atau simbol-simbol seperti gambar, diagram, atau tulisan. Kemudian pesan disampaikan
melalui salah satu dari bermacam-macam saluran, misalnya orang, telepon, atau tulisan.
Sebagai kemungkinan lain, informasi dapat disimpan untuk digunakan dikemudian hari,
seperti halnya dalam laporan-laporan, dan analisis-analisis. Dari sudut pandangan
penerima pesan itu kemudian dibaca atau diubah menjadi istilah-istilah yang
mempunyai arti baginya.
11
menjaga hubungan harmonis, menjaga citra diri, dan pemenuhan informasi. Begitu
pula model transaksional sangat nampak pada acara rapat misalnya, dimana muatan
perdebatan wacana, ide, gagasan, atau muatan kepentingan lebih mudah terlihat dan
dinamis. Komunikasi transaksional dimaknai bagaimana semua unsur yang terlibat
bersikap kooperatif terhadap kebijakan yang diambil, sikap kooperatif ini tentunya
dipengaruhi oleh kualitas pesan yang menunjang pemahaman orang lain tujuan yang
dimaksud,
yang
keputusan yang diambil. Begitu juga perilaku komunikasi yang nampak secara verbal
meyakinkan pihak lain bahwa sesungguhnya kebijakan yang diambil membawa
keuntungan-keuntungan bagi pengembangan organisasi. Dalam penelitian ini, ketiga
model komunikasi diatas digunakan agar memudahkan dalam pengamatan dinamika
komunikasi yang terjadi di dalam KNPI ketika proses pengambilan kebijakan
pengembangan pemuda berlangsung, sehingga perlu kiranya model-model tersebut
dijelaskan lebih rinci.
Komunikasi
Shannon pada tahun 1949. Elemen kunci pada model ini adalah sebuah sumber (source)
yang mengirimkan pesan (massage) kepada penerima (receiver) yang menerima pesan
tersebut. Komunikasi juga melibatkan gangguan (noise), yang merupakan semua hal
yang tidak dimaksudkan oleh sumber informasi. Ada empat jenis gangguan. Pertama,
gangguan semantik yang berhubungan dengan slogan, jargon atau bahasa-bahasa
spesialisasi yang digunakan secara perorangan dan kelompok. Kedua, gangguan fisik
(eksternal) yaitu gangguan yang berada di luar penerima. Ketiga, gangguan psikologis
merujuk pada prasangka, bias dan kecenderungan yang dimiliki oleh komunikator
terhadap satu sama lainnya atau terhadap pesan itu sendiri. Keempat, gangguan
fisiologis adalah gangguan yang bersifat biologis terhadap proses komunikasi.
Komunikasi sebagai interaksi: Model Interaksional pertama kali diperkenalkan
oleh Schramm
pada tahun 1954. Model ini menolak asumsi model linier bahwa
seseorang hanyalah pengirim atau penerima. Hal ini merupakan pandangan yang sempit
terhadap partisipan-partisipan dalam proses komunikasi. Sedangkan model interaksional
menurut Schramm (1954) dalam West (2008), mengemukan bahwa kita juga harus
mengamati hubungan antara seorang pengirim dengan penerima. Model ini menekankan
pada
proses komunikasi dua arah, yaitu dari pengirim kepada penerima dan dari
penerima kepada pengirim. Proses ini terjadi secara melingkar. Proses ini
12
13
struktur sosial tercipta dan terpelihara dalam interaksi sosial. Barbara Ballis Lal
mengungkap enam premis dasar yang melandasi pemikiran interaksionisme simbolis,
yaitu (1) orang selalu membuat keputusan dan bertindak berdasarkan pemahaman
subjektif terhadap situasi dimana mereka berada; (2) kehidupan sosial terdiri bukan atas
struktur, melainkan proses interaksi yang secara konstan berubah; (3) bahasa merupakan
bagian dari kehidupan sosial yang memegang peran penting dalam usaha pemahaman
manusia atas pengalaman mereka; (4) dunia terdiri atas objek sosial yang dinamai dan
diberi arti secara sosial; (5) tindakan manusia selalu didasarkan atas interpretasi; dan (6)
seperti halnya objek sosial, objek individual juga didefinisikan melalui interaksi sosial
(Littlejohn. 2002).
Aliran interaksionalisme simbolis terbagi dalam dua aliran, yaitu aliran Chicago
dan aliran Lowa. Aliran Chicago, aliran ini dirintis oleh Goerge Herbert Mead yang
kemudian dilanjutkan oleh Herbert Blumer. Blumer percaya bahwa untuk mempelajari
manusia tidak bisa menggunakan cara yang sama dengan cara mempelajari bendabenda. Mempelajari manusia harus dapat berempati terhadap subjek penelitiannya,
memasuki struktur pengalamannya, dan berusaha memahami nilai yang dipercaya setiap
orang. Oleh karena itu, dalam karya Mead, sebagai pelopor teori ini, disebut tiga konsep
pokok yang menurut Mead, merupakan aspek penting dalam memahami proses tindakan
sosial (social act), meliputi masyarakat (society), diri (self), dan pikiran (mind)
(Littlejohn, 2002).
Masyarakat terdiri atas perilaku kerja sama (cooperative behaviour) seluruh
anggotanya. Kerja sama sendiri menurut Mead, berarti pembacaan atas tindakan (action)
dan maksud tindakan (intention) orang lain serta cara meresponnya yang dilakukan
dengan cara patut. Pembacaan dilakukan dengan interpretasi, yaitu percakapan internal,
terhadap tindakan dan maksud tindakan individual yang dilakukan melalui significant
symbols atau isyarat yang maknanya disepakati secara sosial. Tindakan sosial sebagai
bentuk kerja sama sosial, terdiri atas tiga bagian yang saling berhubungan, yaitu isyarat
permulaan, respons, dan hasil atau makna tindakan bagi para peserta komunikasi.
Sebuah tindakan bersama (joint action), misalnya pengambilan kebijakan selalu terdiri
atas saling terkaitan (interlinkage) dari interaksi yang lebih kecil. Dengan demikian,
dapat dikatakan masyarakat terdiri atas jaringan tindakan sosial yang maknanya
ditentukan oleh tindakan dan respons individual dengan menggunakan simbol.
Konsep ketiga yang disebut Mead adalah pikiran. Menurutnya, pikiran bukanlah
sesuatu, melainkan sebuah proses:
14
merespon diri sendiri, sehingga berpikir menjadi mungkin. Dalam hal ini, objek hanya
dapat dianggap sebagai objek melalui proses berpikir simbolis. Lebih jauh, Blumer
membedakan tiga macam objek, yaitu objek fisik (sesuatu atau things), objek sosial
(people atau orang),
Baginya,
objek
kualitas
tindakan (plan of action), yaitu pola tingkah laku seseorang terhadap objek tertentu.
Karena perencanaan diarahkan oleh sikap (attitude), yaitu pernyataan verbal yang
menunjukkan nilai tujuan tindakan, maka sikap, bagi Kuhn, dapat diukur. Konsep
ketiga yang dikemuk oleh Kuhn, serupa dengan konsep significant other yang
dikemukakan oleh Mead, adalah orientational other. Konsep ini mengacu pada orang
tertentu yang memberikan pengaruh terhadap kehidupan seseorang. Orang-orang ini
biasanya merupakan (1) orang yang mempunyai komitmen emosional dan psikologis
dengan individu tertentu; (2) seseorang yang mempengaruhi kerangka konseptual, kosa
kata, dan kategori seorang lainnya; (3) seorang yang berbeda dari orang tersebut; dan (4)
orang-orang yang keberadaannya menjaga kelangsungan konsep diri orang tertentu
(Littlejohn. 2002) .
Perluasan Interaksionisme: Erving Goffman, dengan menggunakan analogi
permainan drama, Goffman berasumsi bahwa setiap orang selalu berusaha memberi
makna bagi peristiwa yang ditemuinya sehari-hari. Hal ini berarti bahwa interpretasi
15
terhadap situasi merupakan definisi situasi. Definisi ini dapat dipecah menjadi dua,
pertama, strip atau rangkaian tindakan; dan kedua, frame atau pola penataan dasar yang
digunakan dalam mendefinisikan strip. Analisis bingkai (frame) berarti
mengkaji
bagaimana pengalaman ditata dalam diri seseorang melalui kerangka kerja (framework),
yaitu model yang digunakan seseorang dalam memahami pengalamannya. Kerangka
kerja dapat berupa kerangka kerja alami (natural framework), yaitu peristiwa alam yang
terjadi tidak berdasarkan arahan, dan kerangka kerja sosial (social framework), yaitu
peristiwa yang terjadi berdasarkan arahan dan dapat dikendalikan. Lebih jauh Goffman
membedakan kerangka kerja dua macam jenis kerangka kerja, yaitu, pertama, kerangka
kerja primer (primary framework), yaitu unit penataan dasar, misalnya berpakaian;
dan kedua, kerangka kerja sekunder (secondary framework), penggunaan penataan
dasar pada kerangka kerja primer demi tujuan tertentu.
Dalam konteks analisis bingkai ini aktivitas komunikasi dilihat berdasarkan
perjumpaan muka (face engagement/encounter) yang terjadi dalam interaksi antar orang
yang dilakukan secara terfokus. Dalam hal ini, isyarat memegang peran penting dalam
pemaknaan hubungan, seperti kebutuhan terhadap definisi mutual terhadap situasi.
Goffman percaya bahwa secara literer terbatasi oleh dramatisasi. Sebab, seperti halnya
audiens yang menangkap karakter yang dibawa aktor melalui peran tertentu dalam
pementasan drama, dalam menjumpai orang lain kita selalu menghadirkan karakter
tertentu. Adapun dalam mendefinisikan situasi, menurut Goffman, dapat melalui dua
bagian proses, yaitu (1) berusaha mendapatkan informasi tentang orang lain dalam
situasi tersebut; dan (2) memberikan informasi tentang diri. Pertukaran ini biasanya
terjadi secara tidak langsung
melalui observasi
tingkah
menstrukturkan tingkah laku pribadi untuk mendatangkan impresi pada diri orang lain
(Littlejohn, 2002) .
Teori Struktrasi, gagasan yang terdapat dalam interaksionisme simbolis secara
umum berkaitan dengan mikro proses, yaitu interaksi aktual antar orang hingga tingkat
kemungkinan yang paling kecil, yang berpengaruh membentuk makrostruktur
masyarakat. Namun gagasan tersebut tidak membahas kebalikannya, yaitu pengaruh
makro struktur terhadap mikro proses. Teori strukturasi, yang dikemukakan oleh
Anthony Giddens, berusaha menjelaskan secara lebih lengkap hubungan mikro-makro
tersebut. Dalam pandangan Giddens tindakan manusia merupakan proses produksi dan
reproduksi
para
16
Sebab, meskipun bertindak dalam rangka melengkapi keinginan, pada saat yang sama
tindakan tersebut menghasilkan konsekuensi yang tidak diinginkan (unintended
consequences) dan
tindakan kita selanjutnya. Oleh karena itu, Donald Ellis menyebutkan bahwa interaksi
dan struktur sosial merupakan entitas teranyam (braided entity). Dalam praktek aktual,
di mana lebih dari sebuah struktur bertemu, dapat terjadi dua hal, pertama mediasi,
struktur yang satu memperantarai hadirnya struktur lain; dan kedua, kontradiksi, struktur
yang satu mengatasi struktur yang lainnya.
Proses Simbolis dalam Teori Konvergensi, Kenneth Burke. Untuk memahami
komunikasi dalam pandangan Burke, harus mengetahui konsepnya tentang tindakan
yang berarti juga mengerti beberapa ide sentral yang dikemukakannya, seperti: simbol,
bahasa, dan
komunikasi.
drama, bahwa tindakan (action) berbeda dengan gerakan (motion). Tindakan terdiri
atas tingkah laku yang bertujuan dan bermakna, sedangkan gerakan tidak. Tindakan
memandang manusia sebagai makhluk biologis dan neurologis yang berbeda dari
makhluk lain karena tingkah laku penggunaan simbol (symbol-using), yaitu kemampuan
bertindak. Bagi Burke, manusia menciptakan simbol (symbol-creating) untuk menamai
sesuatu, menggunakan simbol (symbol-using) untuk berkomunikasi, dan mengabaikan
simbol (symbol-misusing) yang tidak menguntungkan (Littlejohn, 2002).
Adapun dalam hal bahasa, Burke memandang setiap kata selalu bersifat
emosional dan tidak pernah netral. Maksudnya setiap sikap, putusan, dan perasaan
selalu terdapat dalam bahasa yang digunakan. Untuk memahami ini, perlu menilik
konsep Burke tentang rasa bersalah (guilt), yaitu perasaan dan tekanan yang terdapat
pada diri seseorang akibat penggunaan simbol, misalnya kegelisahan, benci diri sendiri
(self-hatred), dan kebencian. Menurut Burke guilt diakibatkan oleh tiga hal, yaitu (1)
negatif, rasa bersalah dalam hal ini dipandang sebagai akibat dari mengikuti peraturan
yang bertentangan dengan aturan lain; (2) prinsip perfeksi, dalam hal ini rasa bersalah
dihasilkan dari ketidaksesuaian antara yang ideal dengan kenyataan; dan (3) prinsip
hirarkis, dalam hal ini rasa bersalah merupakan hasil dari persaingan dan perbedaan
yang pada akhirnya membentuk sebuah hirarki. Seluruh tindakan dan komunikasi,
menurut Burke, didasari oleh guilt, yaitu untuk mengusir rasa bersalah.
17
identifikasi material, merupakan hasil dari abstraksi yang meliputi, misalnya, benda,
kebutuhan, dan kepemilikan yang terwujud dalam hal, seperti memiliki mobil yang
sama; (2) identifikasi idealistik, merupakan hasil dari abstraksi yang meliputi, misalnya,
nilai, sikap, perasaan, dan ide yang terwujud dalam hal, seperti menjadi anggota
organisasi yang sama; dan (3) identifikasi formal, merupakan hasil dari abstraksi yang
berasal dari pemaknaan peristiwa yang menempatkan kelompok-kelompok tertentu
dalam pihak tertentu. Lebih singkat, menurut Burke komunikasi lebih sukses jika
identifikasi lebih besar dari divisi. Komunikasi yang sukses dapat dilakukan dengan
strategi, dalam hal ini berarti retorika, yang memiliki jumlah hampir tak terbatas.
Meskipun tidak menyebut beragam strategi yang mungkin digunakan seseorang
dalam sebuah peristiwa retoris, Burke menyediakan kerangka kerja analisis dasar untuk
mengkaji tindakan yang disebutnya lima sisi dramatis (dramatistic pentad), meliputi
tindakan (act), adegan (scene) atau situasi dan seting kejadian, pelaku (agent), fungsi
pelaku (agency), dan tujuan (purpose).
Teori Konvergensi Simbolis yang dikembangkan oleh Ernest Boemann, John
Cragan, dan Donald Shield. Teori yang dikenal juga dengan sebutan analisis tema
fantasi (fantasy-theme analysis) ini berkaitan dengan kegunaan narasi dalam
komunikasi. Tema fantasi merupakan bagian dari drama atau cerita besar yang lebih
rumit yang disebut visi retoris (rethorical vision), yang secara esensial berarti
pandangan tentang bagaimana sesuatu terjadi atau terjadi. Visi retoris membentuk cara
memahami realitas dalam wilayah yang tidak bisa dialami langsung, melainkan melalui
reproduksi simbolis. Sebuah tema fantasi, bahkan visi retoris yang lebih besar, biasanya
terdiri atas karakter (characters), bangunan cerita (plot line), seting atau scene yang
terdiri atas lokasi, properti, lingkungan sosiokultural, dan sumber yang melegitimasi
cerita (sanctioning agent) (Littlejohn, 2002).
18
Dalam keseharian, visi retoris menjadi mapan melalui tema fantasi yang dimiliki
bersama dan membuat kelompok tersebut lebih peka terhadap cara memandang sesuatu.
Dengan kata lain, visi retoris menjaga kesadaran bersama (shared consciousness)
komunitas tertentu, sebab memiliki struktur dalam yang memperlihatkan dan
mempengaruhi cara
19
20
organisasi, hampir semua orang terlibat dalam setiap bagian setiap saat. Artinya ini
mengindikasikan bahwa didalam organisasi terdapat siklus perilaku.
Siklus perilaku adalah kumpulan-kumpulan perilaku yang saling bersambungan
yang memungkinkan kelompok untuk mencapai pemahaman tentang pengertianpengertian apa yang harus dimasukkan dan apa yang ditolak. Di dalam siklus perilaku,
tindakan-tindakan anggota dikendalikan oleh aturan-aturan berkumpul yang memandu
pilihan-pilihan rutinitas yang digunakan untuk menyelesaikan proses yang tengah
dilaksanakan (penentuan, seleksi, atau penyimpanan).
Pendekatan budaya, asumsi interaksi simbolik mengatakan bahwa manusia
bertindak tentang sesuatu berdasarkan pada pemaknaan yang mereka miliki tentang
sesuatu itu. Mendapat dorongan besar dari antropolog Clifford Geertz, ahli ethnografi,
peneliti budaya yang melihat makna bersama yang unik adalah ditentukan organisasi.
Organisasi dipandang sebagai budaya. Suatu organisasi merupakan sebuah cara hidup
(way
of
21
tujuan bersama atau tujuan umum. Dikatakan suatu sistem karena organisasi itu sendiri
dari berbagai bagian yang saling tergantung satu sama lain. Setiap organisasi
memerlukan koordinasi supaya masing-masing bagian dari organisasi bekerja menurut
semestinya dan tidak mengganggu bagian yang lainnya. Tanpa koordinasi sulitlah
organisasi itu berfungsi dengan baik. Ciri selanjutnya adalah setiap organisasi memiliki
aktivitas sesuai dengan jenis organisasi. Suatu organisasi terbentuk apabila suatu usaha
memerlukan usaha lebih satu orang untuk menyelesaikannya. Kondisi ini timbul
disebabkan oleh karena tugas yang terlalu besar, kompleks untuk ditangani satu orang.
Oleh karena itu suatu organisasi melibatkan banyak orang dalam interaksi dan
kerjasama.
Organisasi merupakan suatu stuktur tertentu yang berhubungan dengan manusia
yang tumbuh dan bertambah matang melalui skema yang didesain dengan aturan-aturan
tertentu. Elemen pertumbuhan yang didesain adalah suatu respon rasional terhadap
tekanan dari dalam untuk memperluas atau membentuk hubungan kembali karena
diperlukan secara fungsional. Dalam perkembangannya organisasi sangat bervariasi ada
yang sangat sederhana ada pula yang sangat kompleks. Maka untuk membantu
memahami organisasi ada beberapa elemen dasar dari organisasi yang saling berkaitan
satu dengan lainnya.
22
Struktur Sosial
Teknologi
Tujuan
Partisipan
Gambar 1
Model Elemen Organisasi
Sumber: Muhammad, 2008: Komunikasi Organisasi.
1. Struktur sosial: pola atau aturan hubungan yang ada antara partisipan didalam
suatu organisasi. Struktur sosial menurut Davis (Scott, 1981) dapat dipisahkan
menjadi dua komponen yaitu struktur normatif dan struktur tingkah laku. Struktur
normatif
kriteria yang digunakan dalam memilih tujuan, tingkah laku. Sedangkan norma
adalah aturan umum mengenai tingkah laku yang dapat digunakan sebagai
pedoman dalam mengejar tujuan. Struktur tingkah laku adalah tingkah laku yang
diperlihatkan manusia dalam organisasi yang merupakan pola atau jaringan
tingkah laku.
2. Partisipan: individu-individu yang memberikan kontribusi kepada organisasi.
Keterlibatan masing-masing organisasi sangat bervariasi, tingkat keahlian dan
keterampilan yang dibawa partisipan ke dalam organisasi adalah sangat berbedabeda, oleh karena itu susunan struktural didalam organisasi mestilah dirancang
untuk disesuaikan dengan tingkat keterampilan. Tingkat keterampilan ini hampir
selalu diikuti oleh perbedaan kekuasaan dan tuntutan otonomik.
3. Tujuan: adalah cita-cita bersama yang menjadi pengikat semua anggota
organisasi, merupakan suatu titik sentral petunjuk dalam menganalisis organisasi.
Tujuan dibatasi sebagai suatu konsepsi akhir yang diingini, atau kondisi yang
partisipan usah mempengaruhinya, melalui aktivitas tugas mereka.
23
informasi,
24
dan pembagian kerja, berupaya mencapai tujuan yang ditetapkan (Etzioni, 1998). Dari
batasan tersebut dapat digambarkan bahwa dalam suatu organisasi mensyaratkan:
1. Adanya suatu jenjang jabatan ataupun kedudukan yang memungkinkan semua
individu dalam organisasi tersebut memiliki perbedaan posisi yang jelas, seperti
pimpinan, staff pimpinan dan karyawan.
2. Adanya pembagian kerja, dalam arti setiap orang dalam sebuah institusi baik yang
komersial maupun sosial, memiliki satu bidang pekerjaan yang menjadi
tanggungjawabnya.
Masing-masing arus
komunikasi tersebut mempunyai perbedaan fungsi yang sangat tegas. Ronald Adler dan
George Rodman (1997) dalam buku Understanding Human Communication, mencoba
menguraikan masing-masing, fungsi dari kedua arus komunikasi dalam organisasi
tersebut sebagai berikut: Downward communication, yaitu komunikasi yang
berlangsung ketika orang-orang yang berada pada tataran manajemen mengirimkan
pesan kepada bawahannya. Fungsi arus komunikasi dari atas ke bawah ini adalah: a.
Pemberian atau penyimpanan instruksi kerja (job instruction); b. Penjelasan dari
pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan (job retionnale); c.
Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku (procedures and
practices); d. Pemberian motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik.
Upward communication, yaitu komunikasi yang terjadi ketika bawahan
(subordinate) mengirim pesan kepada atasannya. Fungsi arus komunikasi dari bawah ke
atas ini adalah: a. Penyampaian informal tentang pekerjaan pekerjaan ataupun tugas
yang sudah dilaksanakan; b. Penyampaian informasi tentang persoalan-persoalan
25
pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh bawahan; c. Penyampaian
saran-saran perbaikan dari bawahan; d. Penyampaian keluhan dari bawahan tentang
dirinya sendiri maupun pekerjaannya.
Horizontal communication, yaitu tindakan komunikasi ini berlangsung di antara
para anggota ataupun bagian yang memiliki kedudukan yang setara. Fungsi arus
komunikasi horisontal ini adalah: a. Memperbaiki koordinasi tugas; b. Upaya
pemecahan masalah; c. Saling berbagi informasi; d. Upaya pemecahan konflik; e.
Membina hubungan melalui kegiatan bersama.
Pada tataran teoritis, paling tidak ada dua perspektif komunikasi, yaitu:
Perspektif Kognitif. Komunikasi menurut Colin Cherry, yang mewakili perspektif
kognitif adalah penggunaan lambang-lambang (symbols) untuk mencapai kesamaan
makna atau berbagi informasi tentang satu objek atau kejadian. Informasi adalah
sesuatu (fakta, opini, gagasan) dari satu partisipan kepada partisipan lain melalui
penggunaan kata-kata atau lambang lainnya. Jika pesan yang disampaikan diterima
secara akurat, receiver memiliki informasi yang sama seperti yang dimiliki sender, oleh
karena itu tindakanak komunikasi telah terjadi.
Perspektif Perilaku. Menurut BF. Skinner dari perspektif perilaku memandang
komunikasi sebagai perilaku verbal atau simbolik dimana sender berusaha mendapatkan
satu efek yang dikehendakinya pada receiver. Masih dalam perspektif perilaku, FEX
Dance menegaskan bahwa komunikasi adalah adanya satu respons melalui lambanglambang verbal dimana simbol verbal tersebut bertindakanak sebagai stimuli untuk
memperoleh respons. Kedua pengertian komunikasi yang disebut terakhir, mengacu
pada hubungan stimulus respons antara sender dan receiver (Pangewa, 2004).
Korelasi antara ilmu komunikasi dengan organisasi terletak pada peninjauannya
yang terfokus kepada manusia-manusia yang terlibat dalam mencapai tujuan organisasi
itu. Ilmu komunikasi mempertany bentuk komunikasi apa yang berlangsung dalam
organisasi, metode dan teknik apa yang dipergun, media apa yang dipakai, bagaimana
prosesnya, faktor-faktor apa yang menjadi penghambat, dan sebagainya. Jawabanjawaban bagi pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah bahan telaah untuk selanjutnya
menyajikan suatu konsepsi komunikasi bagi suatu organisasi tertentu berdasarkan jenis
organisasi, sifat organisasi, dan lingkup organisasi dengan memperhitungkan situasi
tertentu pada saat komunikasi dilancarkan. Dalam perspektif lain Sendjaja (1994)
menyatakan fungsi komunikasi dalam organisasi adalah sebagai berikut:
26
Conrad dalam Tubbs dan Moss, 2005 mengidentifikasikan tiga fungsi komunikasi
organisasi sebagai berikut: fungsi perintah; fungsi relasional; fungsi manajemen ambigu.
1. Fungsi perintah berkenaan dengan angota-anggota organisasi mempunyai hak dan
kewajiban membicar, menerima, menafsirkan dan bertindakanak atas suatu
perintah. Tujuan dari fungsi perintah adalah koordinasi diantara sejumlah anggota
yang bergantung dalam organisasi tersebut.
2. Fungsi relasional berkenaan dengan komunikasi memperbolehkan anggotaanggota menciptakan dan mempertahankan bisnis produktif hubungan personal
dengan anggota organisasi lain. Hubungan dalam pekerjaan mempengaruhi
kinerja pekerjaan (job performance) dalam berbagai cara. Misal: kepuasan kerja;
aliran komunikasi ke bawah maupun ke atas dalam hirarki organisasional, dan
27
Gambar 2
Bagian-bagian
bagian yang Berinteraksi Dalam Komunikasi Organisasi
Sumber: Pace, Faules, 2008. Komunikasi Organisasi
Organisasi.
28
organisasi:
orang-orang
yang
melaksanakan
pekerjaan
organisasi,
membentuk dana terlibat dalam kegiatan-kegiatan pemikiran yang meliputi konsepkonsep, penggunaan bahasa, pemecahan masalah dan pembentukan gagasan, terlibat
dalam kegiatan perasaan yang mencakup emosi, keinginan, dan aspek-aspek perilaku
manusia. (Bois, 1978).
2. Pekerjaan dalam organisasi; pekerjaan yang dilakukan anggota organisasi terdiri dari
tugas-tugas formal informal, tugas ini menghasilkan produk dan memberikan
pelayanan organisasi. Pekerjaan ini ditandai oleh tiga dimensi universal; isi, keperluan
dan konteks (Ivancevich, Donnelly, 1991).
3. Praktik-praktik pengelolaan: menyelesaikan pekerjaan melalui usaha orang lainnya.
Terdiri dari aspek perencanaan, pengorganisasian, penyusunan kepegawaian,
pengarahan, pengendalian (Mac Kenzie, 1969).
4. Struktur organisasi: hubungan-hubungan antara tugas-tugas yang dilaksanakan oleh
anggota-anggota organisasi. Struktur organisasi ditentukan oleh tiga variable kunci:
kompleksitas, formalisasi, dan sentralisasi (Robbins, 1989).
5. Pedoman organisasi: serangkaian pernyataan yang mempengaruhi, mengendalikan dan
memberi arahan bagi anggota organisasi dalam mengambil keputusan dan tindakan.
29
Keputusan-keputusan
yang
diambil
oleh
anggota
organisasi
untuk
melaksanakan pekerjaan mereka secara efektif, untuk mengikatkan diri mereka dengan
organisasi, (Gouzley, 1992). Untuk bersikap jujur dalam bekerja, untuk meraih
kesempatan dalam organisasi secara bersemangat, untuk mendukung para rekan dan
anggota organisasi lainnya, untuk melaksanakan tugas secara kreatif, dan untuk
menawarkan gagasan-gagasan inovatif bagi penyempurnaan organisasi dan operasinya,
semua ini dipengaruhi oleh iklim komunikasi. Iklim yang negatif dapat benar-benar
merusak keputusan yang dibuat mengenai bagaimana anggota bekerja dan berpartisipasi
untuk organisasi ( Pace, Fauls, 2005)
30
(Pace, Fauls, 2005) menyebutkan iklim komunikasi dapat menjadi salah satu
pengaruh yang paling penting dalam produktivitas organisasi, karena iklim
mempengaruhi usaha secara fisik dalam bentuk mengangkat, berbicara, atau berjalan,
penggunaan pikiran mental dalam bentuk berpikir, menganalisis dan memecahkan
masalah.
Proses-proses interaksi yang terlibat dalam perkembangan iklim komunikasi
memberi andil pada beberapa pengaruh penting dalam restrukturisasi, reorganisasi, dan
dalam menghidupkan kembali unsur-unsur dasar organisasi. Iklim komunikasi yang
kuat dan positif seringkali menghasilkan praktik-praktik pengelolaan dan pedoman
organisasi yang lebih mendukung. Penggunaan mekanisme untuk meningkatkan iklim,
kenyataannya tidak sekedar mempengaruhi iklim, melainkan menyebabkan perubahan
mendasar yang lebih banyak dalam proses-proses mendasar yang membentuk bahan dan
substansi organisasi. Sebaliknya, sebagai suatu fenomena
interaktif perubahan-
perubahan dalam suatu sistem kerja organisasi dapat berpengaruh positif pada persepsi
atas iklim komunikasi dalam suatu organisasi. Misalnya pelaksanaan program pelatihan,
tim-tim kerja, program-program monitoring dapat mempengaruhi persepsi mengenai
bagaimana organisasi menunjukkan, kepercayaan, kejujuran. Dapat disimpulkan bahwa
iklim komunikasi dalam organisasi mempunyai konsekuensi penting bagi pergantian
dan masa kerja anggota dalam organisasi. Iklim komunikasi yang positif cenderung
meningkatkan dan mendukung komitmen dalam organisasi (Pace, Faules, 2005).
Keefektifan komunikasi dalam organisasi sangat penting bagi kelancaran dan
keefektifan proses-proses organisasi secara keseluruhan (Azanil, 2003). Upaya
pengefektifan komunikasi perlu memperhatikan berbagai faktor yang terkait yang sering
memunculkan
hambatan-hambatan
yang
menyebabkan
komunikasi
organisasi
31
Gambar 3
Sumber: Muhammad, 2008: Komunikasi Organisasi
Organisasi.
Hambatan komunikasi dalam organisasi terjadi diantara individu baik dalam hal
formal maupun informal pada setiap pola komunikasi. Hambatan komunikasi ini dapat
terjadi karena adanya perbedaan kerangka acuan
acuan dan pengalaman antara komunikator
dann komunikan (Muhammad, 2008) akibatnya kedua belah pihak yang terlibat dalam
proses komunikasi berbeda dalam menafsirkan makna.
32
disentralisasi
atau
dipusatkan.
Orang
hanya
bisa
secara
resmi
33
saluran terbuka. Setiap orang berkomunikasi dengan setiap orang lainnya. Pinwheel ini
memberikan contoh suatu struktur komunikasi yang terdesentralisasi. Jaringan
terpusat/sentralisasi dan disentralisasi memiliki kegunaan yang berbeda. Sebagai contoh,
struktur desentralisasi dapat lebih efektif untuk pemecahan masalah secara kreatif,
sedangkan strukur desentralisasi lebih bagus untuk perger informasi yang cepat
(Santosa, 2004).
Gambar 4
Jaringan Komunikasi
Sumber: Deddy, 2008. Metode Komunikasi dalam Organisasi.
Karakteristik pemuka-pemuka opini ini bervariasi menurut tipe kelompok yang
mereka pengaruhi, Jika pemuka opini terdapat dalam kelompok-kelompok yang bersifat
inovatif, maka mereka biasanya lebih inovatif daripada anggota kelompok, meskipun
pemuka opini seringkali bukan termasuk inovator yang pertama kali menerapkan
inovasi. Di pihak lain, pemuka-pemuka opini dari kelompok-kelompok yang konservatif
juga bersikap agak konservatif (Gouzley, 1992).
Pada proses pengambilan kebijakan, baik dari tahap identifikasi sampai
pengambilan kebijakan dalam suatu organisasi sehingga terjadi pemahaman dan tujuan
bersama kebijakan yang diambil. tetapi, pada beberapa kasus tertentu pemuka pemuka
opini menentang pengadopsian suatu inovasi. Proses komunikasi pada jaringan
komunikasi merupakan suatu proses yang dua arah dan interaktif diantara partisipanpartisipan yang terlibat. Berlo (1960) menganggap partisipan-parsitisipan ini sebagai
34
transciever, karena keduanya mengirim dan menerima pesan-pesan. Jadi tidak hanya
menjalankan satu fungsi sebagai penerima atau pengirim pesan belaka.
Proses komunikasi yang terjadi dalam jaringan komunikasi dapat dijelaskan
dengan menggunakan model konvergen sebagai berikut (Berlo, 1960; Rogers dan
Kincaid, 1983):
1. Satu informasi bisa mengandung beberapa pengertian tergantung pada
konteksnya, dan untuk mengambil pengertian tergantung pada frame of
reference.
2. Terciptanya kesamaan makna suatu informasi antara komunikator dan komunikan
merupakan tujuan utama berkomunikasi.
3. Hubungan interaktif antara komunikator dengan komunikan menggunakan saluran
jaringan komunikasi, yaitu saluran untuk menyampaikan pesan dari satu orang
kepada orang lain.
Dari hal-hal di atas dapat disimpulkan bahwa proses komunikasi terjadi bila ada
kesamaan pengertian terhadap informasi dari pelaku-pelaku yang berkomunikasi dengan
menggunakan jaringan komunikasi yang menghubungkan individu dengan inidividu,
atau individu dengan kelompok. Atau proses komunikasi untuk menciptakan
kebersamaan, memunculkan mutual understanding dan persetujuan yang sama
sehingga terbentuk tindakan dan perilaku yang sama dan melandasi jaringan komunikasi
(Agusyanto, 2007).
35
yaitu
seseorang
dalam
kelompok/sub
kelompok
yang
36
Menurut Ealau dan Prewitt, kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku
yang dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang, baik dari yang membuatnya
maupun yang mentaatinya. (Suharto, 1997). Kamus Webster memberi pengertian
kebijakan sebagai prinsip atau cara bertindakanak yang dipilih untuk mengarahkan
pengambilan keputusan. Titmuss mendefinisikan kebijakan sebagai prinsip-prinsip yang
mengatur tindakan yang diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu (Suharto, 1997).
Kebijakan, menurut Titmuss, senantiasa berorientasi kepada masalah (problem-oriented)
dan berorientasi kepada tindakan (action-oriented). Dengan demikian dapat dinayatakan
bahwa kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk
mengarahkan cara-cara bertindakanak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam
mencapai tujuan tertentu.
H. Hugh Heglo dalam Wahab A.S (2008) menyebutkan kebijakan sebagai a
course of action intended to accomplish some end, atau sebagai suatu tindakan yang
bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi Heglo ini selanjutnya diuraikan
oleh Jones dalam kaitan dengan beberapa isi dari kebijakan. Pertama, tujuan. Di sini
yang dimaksudkan adalah tujuan tertentu yang dikehendaki untuk dicapai (the desired
ends to be achieved). Bukan suatu tujuan yang sekedar diinginkan saja. Dalam
kehidupan sehari-hari tujuan yang hanya diinginkan saja bukan tujuan, tetapi sekedar
keinginan. Setiap orang boleh saja berkeinginan apa saja, tetapi dalam kehidupan
bernegara tidak perlu diperhitungkan. Baru diperhitungkan kalau ada usaha untuk
mencapainya, dan ada faktor pendukung yang diperlukan. Kedua, rencana atau
proposal yang merupakan alat atau cara tertentu untuk mencapainya. Ketiga, program
atau cara tertentu yang telah mendapat persetujuan dan pengesahan untuk mencapai
tujuan yang dimaksud. Keempat, keputusan, yakni tindakan tertentu yang diambil untuk
menentukan tujuan, membuat dan menyesuaikan rencana, melaksanakan dan
mengevaluasi program dalam masyarakat.
Selanjutnya Heglo mengatakan bahwa kebijakan lebih dapat digolongkan
sebagai suatu alat analisis daripada sebagai suatu rumusan kata-kata. Sebab itu, katanya,
isi dari suatu kebijakan lebih dapat dipahami oleh para analis daripada oleh para
perumus dan pelaksana kebijakan itu sendiri. Bertolak dari sini, Jones merumuskan
kebijakan sebagai behavioral consistency and repeatitiveness associated with efforts
in and through government to resolve public problems (perilaku yang tetap dan
berulang dalam hubungan dengan usaha yang ada di dalam dan melalui pemerintah
untuk memecahkan masalah umum). Definisi ini memberi makna bahwa kebijakan itu
37
bersifat dinamis, ini dibicarakan secara khusus dalam bagian lain, dalam hubungan
dengan sifat dari kebijakan. Adapun tahapan pembuatan kebijakan dapat digambarkan
seperti gambar di bawah ini:
Identifikasi masalah atau tujuan
Pengembangan alternatif
Penilaian alternatif
Penentuan pilihan
Pelaksanaan pilihan
Pemantauan pelaksanaan
Gambar 5
Proses pembuatan kebijakan
Sumber: Pangewa, Perilaku Keorganisasian 2004
1. Identifikasi masalah; mengenali masalah yang sebenarnya terjadi sehingga
pemecahannya dapat dilakukan dengan tepat. Apabila pengenalan masalahnya
keliru, maka kebijakan yang diambil tidak efektif karena tidak mengenai sasaran
dan inti masalahnya.
2. Pengembangan alternatif; berbagai kemungkinan yang dapat diambil untuk
mnegatasi masalah yang diras semua alternatif masing-masing diidentifikasi
keuntungan dan kelebihannya, yang mencakup berbagai aspek yang diperkirakan
mampu mempengaruhi efektifitas organisasi secara keseluruhan.
3. Penilaian terhadap alternatif: pertimbangan yang digunakan untuk melakukan
penilaian terutama menyangkut segi-segi konsekuensi yang lebih menguntungkan
dan yang paling kecil kerugiannya dari masing-masing alternatif. Setiap alternatif
harus dinilai berdasarkan tujuan dan sumber daya organisasi.
4. Pemilihan alternatif: merupakan
tindakanak
38
diambil adalah pilihan optimal yaitu pilihan yng memberi banyak keuntungan
tetapi tidak menimbulkan kerugian yang berarti.
5. Pelaksanaan pilihan: implementasi dari pilihan yang telah disepakati.
6. Pemantauan terhadap pelaksanaan: agar keputusan yang telah dibuat dan
kemudian dilaksanakan mencapai sasaran yang telah ditentukan, pelaksanaannya
perlu dipantau, sehingga memperoleh umpan balik yang berguna dalam
menyempurnakan kegiatan selanjutnya sehingga pembuatan keputusan tersebut
memberikan hasil yang diharapkan dan merupakan suatu proses yang
berkelanjutan.
39
tidak rasional dalam diri pengambil keputusan. Asumsinya adalah seorang pengambil
keputusan memiliki cukup informasi mengenai berbagai alternatif sehingga mampu
meramalkan secara tepat akibat-akibat dari pilihan alternatif yang ada, serta
memperhitungkan asas biaya manfaatnya dan mempertimbangkan banyak masalah yang
saling berkaitan
Pengambil keputusan sering kali memiliki konflik kepentingan antara nilai-nilai
sendiri dengan nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat. Karena teori ini
mengasumsikan bahwa fakta-fakta dan nilai-nilai yang ada dapat dibedakan dengan
mudah, tetapi kenyataannya sulit membedakan antara fakta di lapangan dengan nilainilai yang ada (Carmelita, 2002).
Teori Inkramental; teori ini dalam mengambil keputusan dengan cara
menghindari banyak masalah yang harus dipertimbangkan dan merupakan model yang
sering ditempuh oleh pejabat-pejabat pemerintah dalam mengambil keputusan. Teori ini
memiliki pokok-pokok pikiran sebagai berikut. a. Pemilihan tujuan atau sasaran dan
analisis tindakan empiris yang diperlukan untuk mencapainya merupakan hal yang
saling terkait; b. Pembuat keputusan dianggap hanya mempertimbangkan beberapa
alternatif yang langsung berhubungan dengan pokok masalah, dan alternatif-alternatif
ini hanya dipandang berbeda secara inkremental atau marjinal; c. Setiap alternatif hanya
sebagian kecil saja yang dievaluasi mengenai sebab dan akibatnya; d. Masalah yang
dihadapi oleh pembuat keputusan di redefinisikan secara teratur dan memberikan
kemungkinan untuk mempertimbangkan dan menyesuaikan tujuan dan sarana sehingga
dampak dari masalah lebih dapat ditanggulangi. Tidak ada keputusan atau cara
pemecahan masalah yang tepat bagi setiap masalah. Sehingga keputusan yang baik
terletak pada berbagai analisis yang mendasari kesepakatan guna mengambil keputusan.
Pembuatan keputusan inkremental ini sifatnya adalah memperbaiki atau melengkapi
keputusan yang telah dibuat sebelumnya guna mendapatkan penyempurnaan.
Karena diambil berdasarkan berbagai analisis maka sangat tepat diterapkan bagi
organisasi yang memiliki struktur majemuk. Keputusan dan kebijakan diambil dengan
dasar saling percaya diantara berbagai pihak sehingga secara politis lebih aman. Kondisi
yang realistik diberbagai negara bahwa dalam mengambil keputusan/kebijakan para
pengambil keputusan dihadapkan pada situasi kurang baik seperti kurang cukup waktu,
kurang pengalaman, dan kurangnya sumber-sumber lain yang dipakai untuk analisis
secara komprehensif. Teori ini dapat dikatakan sebagai model pengambilan keputusan
yang membuahkan hasil terbatas, praktis dan dapat diterima.
40
Teori Pengamatan Terpadu (Mixed Scaning Theory), penganjur teori ini adalah
ahli sosiologi organisasi Etzioni A (1998). Etzioni setuju terhadap kritik-kritik para
teoritisi inkremental yang diarahkan pada teori rasional komprehensif,
tetapi juga
keputusan menggunakan teori rasional komprehensif dan teori inkremental pada situasi
yang berbeda-beda. Model pengamatan terpadu ini pada hakikatnya merupakan
pendekatan kompromi yang menggabungkan pemanfaatan model rasional komprehensif
dan model inkremental dalam proses pengambilan keputusan.
41
Reformasi saja misalnya berbagai tulisan yang menyoroti keberadaan KNPI terbit di
halaman-halaman berbagai media cetak.
Sedangkan tulisan-tulisan yang lebih bersifat akademik dengan pendekatanpendekatan serta metodelogi tertentu yang dilakukan oleh para pakar sesuai dengan
bidang yang ditekuninya, sampai persiapan penelitian ini dilakukan, masih relatif
terbatas. Ketika Armin Mustamin Toputiri menyunting buku tentang Pemuda dan
Dinamika Kebangsaan karya Idrus Marham mengakui sekaligus menyesalkan betapa
peran keberhimpunan KNPI semakin dipertanyakan. Di dalam buku tersebut bahkan
dituliskan hampir lima puluh persen OKP anggota KNPI sudah mati suri, artinya baik
fungsi dan peran KNPI semakin banyak mengalami pergeseran. Namun demikian
selama satu dasawarsa teakhir ini perhatian
42
penelitian ini tidak melibatkan diri pada wacana pergulatan politik yang
Keith R Sabders
43
Dalam kurun waktu 2000 sampai 2009 seperti yang diangkat dalam penelitianbanyak penelitian yang dianggap representatif untuk dijadikan bahan rujukan. Penelitian
penelitian Carmelita (2002) tentang
program KUT adakah faktor-faktor lain yang berhubungan dengan efektivitas organisasi
sehingga program KUT bisa terlaksana. Purwo Santosa (2004) dalam Proses Kebijakan
Partisipatif, menggambarkan dengan jelas bagaimana kebijakan itu diambil, siapa yang
menjadi sasaran dan apakah tujuan dari pengambilan kebijakan tersebut. Keseluruhan
bahan pusataka ini memberikan pemahaman mengenai bagaimana proses komunikasi
berlangsung dalam pengambilan kebijakan khususnya dalam sebuah organisasi, hingga
organisasi mengalami peran yang begitu sentral. Sudianto (2004) meneliti tentang
komunikasi sebagai mobilitas sosial, memaparkan dengan jelas bahwa organisasi
mempunyai fungsi yang sangat efektif untuk mobilisasi dan membangun partisipasi
masyarakat. Adanya kesalingtergantungan antara sesama anggota dalam melaksanakan
tugas organisasi diyakini Sudianto sebagai potensi besar untuk mengoptimalkan fungsi
organisasi.
Lain halnya lagi dengan penelitian Makhya (2000), proses pengambilan
keputusan dan kebijakan di era desentralisasi studi di kota Metro lampung. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa desentralisasi ternyata hampir tidak membawa
perubahan terhadap proses pembuatan kebijakan yang lebih partisipatif. Pendekatan dari
atas ke bawah (top-down approach) masih menjadi norma yang berlaku, namun sudah
mulai dilakukan beberapa pembaharuan dengan melibatkan civil society organization
dalam proses pengambilan kebijakan. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa faktor
kedekatan pimpinan dan anggota atau bawahan mempengaruhi kualitas kebijakankan
yang diambil. Sehingga memang membutuhkan kontrol lebih jauh dan partisipasi
masyarakat.
44
digunakan
teori
dari
Krech
(1962)
yang
menyebutkan
bahwa
45
dasarnya tidak berdiri sendiri. Setiap rumusan verbal yang dijadikan sebagai simbol
komunikasi selalu berkaitan dengan variabel-variabel lain, seperti struktur pesan, makna
yang terkandung di dalamnya, dan lain sebagainya. Selain itu, konteks non verbal juga
merupakan anasir penting dalam penentuan makna dari setiap pesan-pesan yang
disampaikan.
Ketiga, teori yang berkenaan dengan konteks kelompok dan jaringan komunikasi
dimana suatu interaksi dapat berlangsung. Untuk menggambarkan situasi komunikasi
yang berlangsung dalam KNPI-seperti yang menjadi objek penelitian ini-digunakan
teori efektifitas kelompok Krech (1962) yang menyat bahwa the effectiveness of a
group is determined partly by the nature of the interactions among yhe membersleadeship style, interdependence of motivation, friendship relations. Teori ini berguna,
khususnya untuk melihat hubungan antar kelompok, antar klik dan jaringan komunikasi
ketika berlangsung proses penyebaran pesan-pesan komunikasi yang bermuatan
kebijakan.
Selanjutnya persoalan dinamika komunikasi KNPI, dapat dikaji melalui analisis
sistem dengan pendekatan fungsionalisme struktural (structural fungtionalism) dari
Talcot Parsons. Penentuan pendekatan ini dilakukan dengan mendasarkan pada satu
asumsi bahwa kegiatan pengambilan kebijakan di KNPI, terutama yang berkaitan
dengan struktur yang melingkupi, merupakan fenomena sosial yang berfungsi antara
lain: (1) pencapaian tujuan (goal attainment) atau disebut juga penentuan tujuan; (2)
integrasi (integration), (3) penyesuaian atau adaptasi (adaption), (4) pemeliharaan pola
yang tidak selalu tampil (latency, pattern maintence).
Fungsi-fungsi tersebut dijalankan oleh dan melalui struktur-struktur yang ada
didalamnya terdapat sejumlah pelaku yang menjalankan peran-peran tertentu. Karena
itu, dalam
Provinsi Banten dengan segala instrumen yang dimilikinya-merupakan salah satu, dan
berfungsi sebagai struktur yang terlibat dalam kesatuan sistem. Atas dasar fungsi-fungsi
seperti ini maka kegiatan pengambilan kebijakan yang dilakukan mengikuti dinamika
internal dan dinamika sosial yang terjadi, baik dalam konteks struktur hierarki maupun
dalam rentang jaringan komunikasi yang menjadi basis keberadaannya. Karena itu
sebagai bagian dari kegiatan komunikasi, pengambilan kebijakan juga sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Bagaimana pesan-pesan yang bermuatan kebijakan itu
diolah, dirumuskan, ditransmisikan dan diterima melalui saluran situasional dimana dan
pada saat bagaimana komunikasi itu dilakukan. dengan menggunakan analisis sistem
46
seperti ini, faktor-faktor yang berpengaruh itu juga dapat dipet dalam kesatuan sistem
dengan masing-masing fungsi yang diperankannya. Jadi faktor-faktor arus komunikasi,
jaringan sosial, keberadaan klik, hambatan dan peluang komunikasi dan hubungan sosial
antar pelaku komunikasi (Pangewa, 2004).
Dalam konteks inilah, dinamika komunikasi dalam pengambilan kebijakan dapat
dijabarkan. Fluktuasi sikap dan perilaku komunikasi selama yang terjadi karena adanya
pertimbangan tuntutan partisipasi yang dianutnya disatu pihak, dan di pihak lain juga
dipengaruhi oleh rumusan pesan-pesan komunikasi yang disosialisasikan sebagai salah
satu representasi dari kebijakan pengembangan pemuda di KNPI.
47
Faktor internal
KNPI
Ideologi
Budaya Organisasi
Kepemimpinan
Anggota
Dinamika Komunikasi
Pola Komunikasi
Organisasi
Komunikasi Upward
Komunikasi Downward
Komunikasi Horizontal
Komunikasi Diagonal
Faktor eksternal
KNPI
Kebijakan Pemda
Politik lokal
Iklim Komunikasi
Dukungan
Partisipasi
Kepercayaan
Keterbukaan
Gambar 6
Kerangka Pemikiran
Keterangan:
___________________ Menunjukkan hubungan
Menunjukkan proses komunikasi
Proses perumusan
kebijakan
Pengembangan
pemuda
Kebijakan
pelatihan
kepemimpinan
manajemen
keorganisasian
48
48
2.
3.
4.
5.
49
49
6.
pengambilan
kebijakan
sehingga
kelompok
lain
merasa
termarjinalisasi.
7.
8.
9.
10. Jaringan komunikasi merupakan suatu hubungan yang terdiri dari individuindividu yang saling berinteraksi yang dihubungkan oleh arus komunikasi
yang terpola.
11. Jaringan komunikasi formal merupakan suatu hubungan mengikat yang
terbentuk berdasarkan pada struktur yang ada di KNPI Provinsi Banten.
12. Jaringan informal merupakan suatu hubungan mengikat yang terbentuk
berdasarkan pada keterikatan yang tidak terikat pada struktur anggota dan
pengurus yang ada di KNPI Provinsi Banten.
13. Jaringan interest
Provinsi Banten.
14. Jaringan sentiment merupakan suatu hubungan mengikat yang terbentuk
berdasarkan pada keterikatan emosi anggota dan pengurus yang ada di KNPI
Provinsi Banten.
50
50
51
51
keatas, dalam penelitian ini pola komunikasi yang dimaksud adalah pola
komunikasi dari anggota kepada pimpinan.
26. Pola komunikasi horizontal merupakan bentuk komunikasi yang terjadi
anatara sesame anggota atau sesame pengurus yang memiliki tingkat
kewenangan yang sama.
27. Pola komunikasi diagonal merupakan bentuk komunikasi yang terjadi antara
pengurus dan anggota dan lintas bidang.
28. Iklim Komunikasi dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai suatu situasi dan
kondisi komunikasi yang menggambarkan lingkungan internal dan eksternal
dalam berkomunikasi yang dimaknai anggota-anggota.
29. Dukungan dalam penelitian ini adalah sikap yang menunjukkan kesediaan,
komitmen dan konsisitensi anggota terhadap kebijakan yang diambil.
30. Partisipasi merupakan dukungan nyata anggota dan pimpinan untuk terlibat
dan berkontribusi dalam pengambilan kebijakan.
31. Kepercayaan dalam penelitian ini merupakan sifat keyakinan anggota untuk
memberikan informasi yang dibutuhkan menyangkut kebijakan yang diambil.
Kepercayaan menyangkut kredibilitas yang dimiliki anggota dan pengurus di
KNPI Provinsi Banten.
32. Keterbukaan dalam penelitian ini merupakan sikap jujur anggota dan
pengurus ketika memberikan informasi dan pesan terkait kebijakan yang
diambil.
33. Suhu politik dimaknai sebagai situasi atau kondisi politik lokal yang sedang
terjadi dan memiliki korelasi terhadap kebijakan yang diambil.
52
52
3. METODE PENELITIAN
3.1. Paradigma Penelitian
Penelitian merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau
untuk lebih membenarkan kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan
oleh para filsuf, peneliti, maupun oleh para praktisi melalui model-model tertentu.
Model tersebut biasanya dikenal dengan paradigma. Paradigma menurut Bogdan
dan Biklen (1982), adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang
bersama, konsep atau preposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian.
Paradigma merupakan pola atau model tentang bagaimana sesuatu distruktur
(bagian dan hubungan) atau bagaimana bagian-bagian berfungsi (perilaku yang
didalamnya ada konteks khusus atau dimensi waktu).
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pola komunikasi dalam
pengambilan kebijakan pengembangan pemuda di KNPI Provinsi Banten, karena
dalam banyak hal tampak proses pengambilan kebijakan yang kurang profesional.
Untuk mengkaji faktor-faktor internal dan eksternal KNPI Provinsi Banten dalam
pengambilan kebijakan pengembangan pemuda, khususnya dalam menyiasati dan
mensikapi kecendrungan adanya kepentingan-kepentingan diluar organisasi. Oleh
karena itu penelitian ini mengarah kepada konstruksi realitas organisasi yang
menekankan pada konstalasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan
reproduksi makna dalam pengambilan kebijakan. Mengacu pada pemikiran ini
maka paradigma penelitian yang dipilih adalah paradigma konstruktivis, yaitu
paradigma yang memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap
socially meaningfull action (tindakan sosial yang penuh arti) melalui pengamatan
langsung terhadap perilaku sosial dalam setting keseharian yang alamiah, agar
mampu menafsirkan bagaimna para pelaku sosial yang bersangkutan menciptakan
dan memelihara dunia sosial mereka (Hidayat,1999).
Dalam penadangan konstruktivisme, bahasa tidak hanya dilihat sebagai
alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai
penyampai pesan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor
sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosialnya. Subjek
memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam
setiap wacana. Komunikasi dipahami, diatur dan dihidupkan oleh pernyataan-
53
53
pernyataan yang bertujuan dan setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan
penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri
sang pembicara. Oleh karena itu analisis dapat dilakukan demi membongkar
maksud dan makna-makna tertentu dari komunikasi (Ardianto, Bambang, 2007).
Perbedaan antar paradigma yang satu dengan yang lainnya menurut
Denzim dan Lincon (1994) pada dasarnya dapat dilihat dari tiga elemen yaitu:
ontologi, epitimologi dan metodelogis. Mengacu pada pemikiran tersebut, ada
beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan pilihan pada
paradigma kritis dalam penelitian ini yaitu:
1.
2.
3.
54
54
55
55
56
56
1.
2.
Studi kasus
57
57
diperlukan. Pada saat yang sama semua event komunikasi dalam aktivitas
pengambilan kebijakan turut diamati untuk penyempurnaan data. Proses
penggalian data juga mempertimbangkan triangulasi.
Dalam kaitan ini ada lima kriteria untuk pemilihan sampel key informan
atau informan yang dijadikan sumber pengambilan data diantaranya:
1.
Subyek yang telah cukup lama dan intensif menyatu dengan kegiatan atau
medan aktivitas yang menjadi informasi, melainkan juga menghayati secara
sungguh-sungguh sebagai akibat dari keterlibatan yang cukup lama dengan
58
58
ditanyakan.
2.
Subyek yang masih terlibat secara aktif pada lingkungan atau kegiatan yang
menjadi perhatian penelitian.
3.
4.
5.
Data penelitian diambil dari KNPI Provinsi Banten dan beberapa informan
dijadikan key informan atau informan diantaranya: Ketua KNPI dan Sekjen KNPI
Provinsi Banten, Ketua Bidang organisasi dan kaderisasi. Ketua Bidang Politik,
hukum dan HAM, Ketua Bidang Keagamaan, Dinas Pemuda dan Olahraga
Provinsi Banten, tokoh masyarakat, pengamat politik lokal, anggota DPRD yang
terkait dan Bebrapa OKP yang berhimpun di KNPI Provinsi Banten turut menjadi
informan dalam penelitian ini, seperti OKP HMI, IMM, PMII dan Gema Budhis.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data tentang: 1). Iklim
komunikasi; (1) Dukungan, hubungan komunikasi dilandasi dengan penghargaan
terhadap sesama anggota KNPI Provinsi Banten dalam berinteraksi ketika
pengambilan kebijakan; (2). Partisipasi anggota KNPI Provinsi Banten dalam
pengambilan kebijakan, bentuk dan kualitas dari partisipasi tersebut; (3).
Kepercayaan dan sisitem nilai organisasi yang dianut dalam aktivitas
keorganisasian dan dalam pengambilan kebijakan; (4). Keterbukaan dan
keterusterangan antar sesama anggota KNPI Provinsi Banten dan pihak terkait
dalam mengelola, memanfaatkan sumberdaya dan dalam pengambilan kebijakan
serta menghadapi konflik keorganisasian; (5). Tujuan kinerja yang tinggi, pada
tingkat mana tujuan kinerja dikomunikasikan dengan jelas dipahami serta diserap
anggota KNPI Provinsi Banten sehingga tercermin dalam setiap kebijakan dan
arah serta program kerja. Data ini terakumulasi dalam kasus kebijakan pelatihan
59
59
kepemimpinan
dan
manajemen
keorganisasian
sebagai
acuan
dalam
Downward
Communication,
Horizontal
Communication.
berpengaruh terhadap orientasi dan cara pandangan politis dan hidup. Ideologi
yang ada di KNPI Provinsi Banten sangat beragam dan perlu diidentifikasi guna
melihat sejauhmana ideologi ini berpengaruh dalam setiap pengembilan
kebijakan; Adapun (2). Politis menunjukkan sejauhmana individu dan anggota
organisasi memiliki bargaining politis atau kekuatan yang dimiliki sehingga
mampu atau mampu mengendalikan organisasi dalam setiap pengembilan
kebijakan; (3). Etnis adalah latar belakang budaya yang membentuk solidaritas
dan sistem tertentu dalam organisasi dan ini diduga akan berpengaruh terhadap
proses dan pengambilan kebijakan. Apakah solidaritas etnis dan antar etnis
tertentu turut menentukan kebijakan yang akan diambil. Apa reaksi-reaksi yang
60
60
diberikan ketika kebijakan yang diambil tidak sesuai seperti apa yang diharapkan
anggota lain; (4). Lingkungan terdiri dari unsur-unsur organisasi yang ada dalam
KNPI Provinsi Banten, sistem nilai, norma, budaya dan kepercayaan yang dianut.
Data faktor eksternal yang diambil dalam penelitian ini adalah kebijakan
pemda Provinsi Banten, suhu politik lokal yang terjadi di Provinsi Banten. Seperti
apa bentuk-bentuk kebijakannya, sejauhmana kebijakan itu dicerna dan
dilaksanakan oleh KNPI Provinsi Banten, adakah kepentingan dan intervensi
didalamnya,
dan
bagaimanakah
pihak-pihak
luar
berkontribusi
dalam
Dalam
teknik ini penelaahan terhadap buku ilmiah, hasil penelitian peneliti yang
dianggap layak, untuk memperoleh rujukan maupun perbandingan teoritik
akademik terkait. Selain itu juga untuk memperoleh data sekunder yang
dilakukan terhadap berbagai dokumen antara lain meliputi: buku-buku terbaru,
hasil penelitian, kelembagaan organisasi, dan lain-lain.
61
61
Mengorganisasi data: cara ini dilakukan dengan membaca berulang kali data
yang ada sehingga dapat menemukan data yang sesuai dengan penelitian dan
membuang data yang tidak sesuai.
2.
4.
menuliskan kata, frasa dan kalimat serta pengertian secara tepat yang dapat
digunakan untuk mendeskripsikan data dan hasil analisanya.
3.7. Pengujian Validitas
Secara bahasa konsep validitas adalah kesahihan; kebenaran yang
diperkuat oleh bukti atau data yang sesuai. Secara istilah definisi validitas adalah:
Kesesuaian antara definisi operasional dengan konsep yang mau diukur. Gay
62
62
(1983) The most simplistic definition of validity is that it is the degree to which a
test measured what it is supposed to measured. Validitas dapat dimaknai sebagai
ketepatan dalam memberikan interpretasi terhadap hasil pengukurannya.
Berdasarkan definisi tersebut dapat dikemukakan bahwa sebenarnya validitas
adalah suatu proses untuk mengukur dan menggambarkan objek atau keadaan
suatu aspek sesuai dengan fakta. Dalam konsep validitas terdapat dua makna yang
terkandung didalamnya, yaitu relevans dan accuracy. Relevansi menunjuk pada
kemampuan instrumen untuk memerankan fungsi untuk apa instrumen tersebut
dimaksudkan (what it is intended to measure). Accuracy menunjuk ketepatan
instrumen untuk mengidentifikasi aspek-aspek yang diukur secara tepat, yang
berarti dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
Pengujian validitas data dalam penelitian kualitatif
kredibilitas:
1.
Perpanjangan pengamatan,
3.
Triangulasi, pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan
berbagai waktu: Triangulasi sumber, Triangulasi teknik pengumpulan data,
Triangulasi waktu pengumpulan data.
4.
Analisis kasus negatif. Peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan
bertentangan dengan data yang telah ditemukan. Bila tidak ada lagi data yang
berbeda atau bertentangan dengan temuannya, berarti data yang ditemukan
sudah dapat dipercaya.
5.
63
63
64
64
65
65
melakukan
kiprah
sendiri-sendiri,
pertanyaan-pertanyaan
tentang persatuan dan kesatuan pemuda serta perwujudan fisiknya menjadi suatu
yang lebih sentral dalam pemikiran kaum muda. Dalam keadaan ini, kaum muda
menyadari bahwa diperlukan suatu orientasi baru dalam melihat persoalan
bangsa dan negara. Orientasi baru tersebut berorientasi pada pemikiran yang
jauh melebihi kelompoknya sendiri, sehingga dapat menjangkau seluruh bangsa
dimasa kini dan masa yang datang. Masalah ini juga menjadi perhatian kekuatan
sosial politik yang tengah tumbuh sebagai suatu gejala dalam kehidupan politik
di Indonesia yaitu Golongan Karya (Golkar) sebagai fenomena baru dalam
sistem politik di Indonesia.
KNPI yang didirikan pada tanggal 23 Juli 1973, dimaksudkan oleh para
elite politik masa itu menjadi salah satu lembaga mitra pemerintah, dan melalui
lembaga ini, para elite politik pada masa itu yang mayoritas dari Golongan Karya
dan ABRI berkepentingan untuk menyeragamkan pembinaan generasi muda
dalam satu atap. Konsekuensi logis pembinaan satu atap ini secara perlahan
adalah terjadinya kooptasi terhadap potensi generasi muda disatu pihak dan
penyeragaman terhadap keberagaman latar belakang Organisasi Kemasyaraktan
Pemuda (OKP) yang berhimpun (Masad Masrur, 2008).
66
66
Sehingga keanekaragaman,
bangsa lebih tercermin dari berbagai lintas ideologi, agama, politik dan
keanekaragaman lainnya yang berkembang di masyarakat Indonesia khususnya
Banten. KNPI merupakan representasi dari ke Indonesiaan, sehingga KNPI
menjadi perekat persatuan pemuda Indonesia.
Cita-cita ideal yang hendak dicapai dengan keberhimpunan, secara
eksponensial bukan keberhimpunan secara struktural kelembagaan tapi untuk
menyamakan gerakan dan langkahnya dalam melanjutkan kesinambungan
pembangunan nasional, dalam arti bahwa ingin adanya kesamaan pandangan
dalam memainkan peran yang menjadi tanggungjawabnya sebagai generasi
penerus. Kesamaan pandangan ini tidak mereka maknai sebagai keseragaman,
tetapi diterjemahkan pada kesamaan cita-cita ideal yang hendak dicapai, yaitu
menjaga keutuhan dan keberlangsungan negara-bangsa yang berazaskan
Pancasila, UUD 1945, dan piranti kenegaraan lainnya.
Atas dasar sejarah kelahirannya itulah, sehingga jati diri KNPI sampai
pada usianya yang ke-37 tahun 2010 ini, tetap pada jati dirinya sebagai wadah
berhimpun OKP secara sukarela (kata lain dari non-struktural), dalam arti
OKP tidak dibawahi KNPI, dan KNPI tidak memiliki hubungan struktural
dengan OKP. Untuknya personalia kepengurusan KNPI hanyalah akumulasi
secara eksponensial perutusan OKP
sebagai jembatan komunikasi timbal balik antara KNPI dengan OKP masingmasing, sehingga setiap problematika kepemudaan dapat terkomunikasikan
secara diametral diantara organisasi kepemudaan yang ada.
Melalui proses komunikasi seperti itulah, dapat dicipta proses
transformasi nilai-nilai yang hendak dipersamakan gerakan dan langkahnya,
sebagaimana asas dasar dari tujuan pendirian KNPI. Tentu saja yang menjadi
67
67
kepentingan
dan
budaya
lokal
memiliki
program-program
Pertahanan dan
diatas
juga
diperuntukan
bagi
peningkatan
kualitas
komunikasi dan peningkatan kualitas partisipasi antara KNPI dengan OKP dan
68
68
dan
peningkatan
potensi
serta
kualitas
pemuda
dilaksanakan dalam rangka memberi nilai tambah pada aspek ketaqwaan, mental
ideologis, wawasan kebangsaan, kepemimpinan, pengetahuan dan keterampilan
sehingga mampu mengaktualisasikan dirinya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Sekaligus mampu menjawab berbagai permasalahan
yang berkembang seperti: pemantapan demokrasi, pelaksanaan
HAM,
2.
Mengembangkan
serta
meneguhkan
eksistensi
kepemudaan
yang
4.
5.
6.
7.
69
69
8.
Ketua
Sekretaris
Bendahara
Wakil Sekretaris
Wakil Bendahara
Kabid 1
Kabid 2
Kabid 3
Kabid 4
Kabid 5
Kabid 6
Kabid 7
Kabid 8
Kabid 9
Wakil
sekretaris
Wakil
sekretaris
Wakil
sekretaris
Wakil
sekretaris
Wakil
sekretaris
Wakil
sekretaris
Wakil
sekretaris
Wakil
sekretaris
Wakil
sekretaris
Komisi
Komisi
Komisi
Komisi
Komisi
Komisi
Komisi
Komisi
Komisi
OKP
Gambar 7
Struktur organisasi KNPI Provinsi Banten
Sumber: Profil KNPI Provinsi Banten 2008-2009
70
70
diantaranya:
Bidang Organisasi
meliputi
untuk periode
program:
Pelatihan
71
71
dengan
pemerintah,
meningkatkan
pola
pembinaan
potensi
72
72
kerjasama yang baik antara OKP dengan KNPI. Ketiga, kegiatan partisipasi yaitu
kegiatan yang dilaksanakan oleh OKP atau lembaga lain yang mengikutsert KNPI
secara kelembagaan. Strategi ini ditujukan untuk mendukung program OKP
terutama program strategis yang sudah disiapkan KNPI.
Dalam melaksanakan program tersebut KNPI Provinsi Banten tentu
membutuhkan anggaran untuk bisa menjalankan program dengan sukses. Ada
beberapa strategi pendanaan yang direncanakan oleh KNPI Provinsi Banten yaitu
dengan strategi pendanaan swasta dimana dana diperoleh dari sumbangan
pengurus atau nilai lebih atau profit yang dihasilkan oleh lembaga usaha dibawah
KNPI. Dana mandiri yaitu merupakan bantuan langsung yang diberikan oleh
lembaga mitra baik pemerintah, swasta maupun perorangan. Bantuan fasilitas
merupakan bantuan untuk memfasilitasi kegiatan yang dilaksanakan dapat berupa
akomodasi, konsumsi, transportasi dan komunikasi. Dan bantuan mediasi yaitu
bantuan yang diberikan perorangan atau swasta untuk mengakses sumber-sumber
bantuan, sehingga KNPI dapat memperoleh bantuan dari mediasi tersebut.
Program kerja KNPI Provinsi Banten yang menjadi obyek atau kasus yang
diteliti adalah program di Bidang organisasi yakni pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi. Program ini merupakan representasi dari tanggung jawab
institusional
KNPI
Provinsi
Banten
dalam
upaya
pengembangan
dan
pemeberdayaan pemuda lokal. Program pelatihan ini diikuti oleh anggota KNPI
Provinsi Banten baik oleh pengurus maupun anggota dan OKP-OKP yang
berhimpun. Asumsinya dalam proses perumusan kebijakannya terjadi dinamika
komunikasi baik secara internal maupun eksternal organisasi.
merupakan
forum
koordinasi
dan
konsultasi
Organisasi
73
73
74
74
kelompok-kelompok dan orientasi tersendiri yang terus diperjuangkan masingmasing OKP. Pengklasifikasian ini, dapat
OKP berbasis
Nasionalis
OKP KNPI
Kabupaten dan Kota
Kekaryaan
Fokusmaker
AMPI
BMK
BM Kosgoro
Gema Kosgoro
IPTI
WKI
PAN
BM PAN
PPPGMPI
GPK
AMK
PDI-P
BMI
PBB
Gema Keadilan
KAMMI
Garda Bangsa
PM
IMM
Nasiyatul Aisyiah
IRM
Fatayat NU
IPP NU
IP NU
PMII
GP Anshor
PIM
PMI
HPA
Gema MA
HIPAMA
HIMMA
HMI
BKPMRI
Gema Budhis
GMNI
GPPI
PDI
MPI
PPI
PAPPRI
GM FKPPI
PPM
AMB
Pelatihan
Kepemimpianan
Dan
75
75
pengambilan kebijakan di KNPI Provinsi Banten lebih kepada siapa aktor yang
sedang memegang otoritas dan proyek tersebut.
Rapat pertama pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi dilaksanakan pada tanggal
dihadiri oleh beberapa unsur: (1). Unsur pimpinan, yakni Ketua, Bendahara,
Sekretaris, Kabid Organisasi, Kabid Pendidikan dan SDM, Kabid Keagamaan,
Kabid Politik Hukum, Kabid Olahraga, Kabid Sosial Budaya dan Pariwisata,
Wakil Bidang Organisasi, Wakil Bidang Keagamaan, dan Wakil Bidang Sosial
Budaya dan Pariwisata. (2). Unsur OKP yakni: HMI, PMII, IMM, Fokusmaker,
Muhammadiyah, NU, Perti, AMPI, PPI, PPM, FKPP, PPM, BKPMRI , BMK,
AMPI, BM PAN, PPP, GPK, Kosgoro, AMB, PPARI dan Gema Budhis. (3).
76
76
Unsur KNPI yakni: KNPI Kota Serang, KNPI Kota Cilegon, KNPI Kabupaten
Serang, KNPI Pandeglang dan KNPI Kabupaten dan Kota Tanggerang.
Dalam forum rapat ini beberapa agenda yang dibahas antara lain: urgensi
kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi, susunan panitia
pelaksana dan panita pengarah, format dan konten acara pelatihan, sistem
penganggaran dan follow up dari akhir kegiatan pelatihan. Kebijakan ini
direncanakan dan dipikirkan oleh pimpinan KNPI Provinsi Banten sebagai
salahsatu bentuk pemberdayaan dan pengembangan potensi pemuda lokal agar
memiliki keterampilan dan wawasan keorganisasian yang memadai. Berbagai
unsur dilibatkan dan turut hadir untuk memperoleh gambaran dan pandangan
berbagai pihak mengenai kebijakan yang diambil.
4.2.1. Kebijakan Susunan Panitia Pengarah dan Panitia Pelaksana
Secara garis besar urgensi pengambilan kebijakan pelatihan dan
kepemimpinan manajemen organisasi disampaikan oleh pimpinan rapat dalam
hal ini ketua bidang organisasi. Urgensi kebijakan ini dipahami oleh anggota
rapat, baik dari sisi kepentingan organisasi dan tujuan organisasi. Kebijakan ini
diyakini sebagai sarana pemberdayaan dan pengembangan pemuda lokal.
Persoalan yang dipertanyakan anggota rapat lebih kepada mekanisme pelatihan,
format acara dan beberapa masalah teknis operasional seperti susunan panitia.
Pengambilan
kebijakan
pelatihan
kepemimpinan
dan
manajemen
pengambilan kebijakan.
Sebenarnya di KNPI Provinsi Banten, karena jarak sekretariat yang cukup jauh,
terkadang rapat-rapat dilakukan dengan koordinasi lewat telpon, atau pertemuanpertemuan informal dan dilakukan dikantor pribadi ketua di jln Bayangkara.
Kecuali ada rapat-rapat untuk pengambilan kebijakan yang besar dan berpengaruh
terhadap kondisi dan perkembangan KNPI Provinsi Banten serta harus melibatkan
banyak anggota. Beberapa pekerjaan dan proyek yang ada diserahkan kepada
77
77
bidang yang bersangkutan atau pada kader yang kompeten. Jikapun ada kebijakan
atau persepsi dan orientasi yang tidak menemukan titik temu proses lobby biasa
dilakukan (Sktr).
dan
susunan
panitia
menjadi
materi
rapat
yang
bagi OKP untuk mendapatkan akses dan peluang yang lebih besar.
78
78
MPI Banten
Panitia
Pengarah
Panitia
Pelakasana
HMI
PPI
Humas dan
Kesekretariatan
Fokusmaker
MPI
GPPI
PMI
AMB
Sekretaris
Panitia
Ketua Panitia
Seksi Acara
Seksi Akomodasi
PPAPRI
HIPA MA
HIMMA MA
HMI
PPM
HPA
IPTI
AMS
HMI
Bendahara
Panita
HMI
Seksi Publikasi
Dokumentasi
Seksi
Komsumsi
GARDA BANGSA
GMPI
GPK
IMM
HMI
FATAYAT NU
IPPNU
IRM
BKPMRI
Gambar 8
Struktur Kepanitiaan Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi
Sumber: Draft Rapat KNPI Provinsi Banten 2010
Dari gambar delapan dapat terlihat refresentasi dari OKP yang berhimpun
di KNPI Provinsi Banten. Penseleksian susunan panitia ini didasarkan pada
kebutuhan dalam melaksanakan pelatihan kepemimpinan dan manajmen
79
79
Awalnya kami sedikit kecewa karena dalam pengambilan kebijakan ini lebih
peran dan struktur kepanitiaan didominansi oleh OKP tertentu, tapi memang ada
kriteris-kriteria yang memadai yang dimiliki OKP tersebut sehingga kami merasa
yakin pelatihan ini akan berjalan baik dan sukses. Mengenai pendapat yang
berbeda sebenarnya karena KNPI Provinsi Banten yang kurang melibatkan OKP
dalam aktivitas internal organisasi. (pm).
80
80
seleksi kebijakan
Dalam rapat keorganisasian di KNPI Provinsi Banten yang paling sulit adalah
ketika semua pihak merasa pendapatnya paling benar dan harus diakomodir. Ini
menyulitkan karena tidak semua gagasan dapat diterima dan sesuai dengan tujuan
dari kebijakan itu sendiri. Dengan perdebatan dan memberikan penjelasan
mendasar bisa mengurangi tarik ulur komunikasi, tetapi yang paling menentukan
adalah kesepakatan bersama. Kesepakatan bersama tentu mudah manakala terjadi
kesamaan persepsi dan orientasi serta nilai yang diperjuangkan (Bdorg).
tahapan
pengambilan
kebijakan
kriteria
peserta
pelatihan
81
81
diperlukan dalam
Internal Organisasi
Jaringan Formal
Identifikasi masalah
Pengembangan
alternatif
Kelompok
kepentingan
Jaringan
komunikasi
Penentuan
Pelaksanaan
Eksternal Organisasi
Jaringan Informal
Gambar 9
Proses Pengambilan Kebijakan Kriteria Peserta Pelatihan Kepemimpinan
dan Manajemen Organiasasi
Keterangan:
.............. Menujukkan hubungan
Menunjukkan arah
82
82
rapat
83
83
banyak ketidakjelasan dari informasi awal, tetapi pada proses ini juga semakin
terlihat mana saja pendapat, gagasan atau
tidak dapat
diakomodir dan diputuskan. Dan jika diskem dalam bentuk gambar, terlihat jelas
bagaimana persinggungan dan perpotongan ide dan gagasan yang diusung OKP.
Masing-masing OKP memiliki orientasi yang berbeda sehingga satu sama lain
berusaha mempertahankan pendapat masing-masing.
Perbenturan dan perbedaan pendapat ini dapat digambarkan seperti gambar
sepuluh:
Daerah p
Persinggungan ide
Fokusmaker
AMPI
BMK
BM Kosgoro
AMB
HMI
PMII
6 KNPI
Kabupaten
dan 2 KNPI kota
IMM
Gamabar 10
Persinggungan Ide dan Gagasan OKP dalam Menentukan Kriteria
Peserta pelatihan Kepemimpinan dan Manajmen Organisasi
pelatihan kader tingkat dua, diputuskan melalui situasi yang syarat dengan
perdebatan. Masing-masing kelompok saling
memeprtahankan
ide dan
gagasannya. Jadi siapa saja anggota yang sudah mengikuti pelatihan kader tingkat
dua diperbolehkan untuk ikut dengan persyaratan membuat makalah tentang
kepemimpinan minimal sepuluh halaman. Kepentingan-kepentingan yang
84
84
Bagi organisasi yang sifatnya homogen mungkin proses tarik ulur penngambilan
kebijakan tidak serumit dalam organisasi yang heterogen seperti KNPI Provinsi
Banten yang mewadahi 50 OKP dan 7 KNPI Kabupaten Kota. Tingkat
heterogenitas ini disisi lain bisa menjadi potensi untuk pemberdayaan SDM disisi
lain munculnya persepsi dan orientasi yang berbeda sehingga KNPI Provinsi
Banten syarat dengan kelompok kepentingan. Dalam pengambilan kebijakan ini
sering terlihat dan biasanya diekspresikan dengan aksi dukung mendukung atau
tolak menolak, yang pada intinya pertarungan kekuatan politik bukan idealisme
semata (Sktr).
ide-ide
pelatihan terdiri dari topik-topik materi yang diberikan, narasumber yang mengisi
materi, anggaran yang diperlukan, tempat pelatihan dan follow up dari pelatihan
ini. Semua OKP yang tergabung dalam kepanitian tersebar dalam beberapa seksi,
diantaranya seksi acara, seksi kesekretariatan, Humas, seksi dokumentasi, dan
85
85
dari
HMI
menggambarkan
bahwa
muatan
acara
pelatihan
86
86
AMPI
PDI
BM PAN
BMK
HMI
IMM
PMII
BKPMRI
GMNI
PPI
GPPI
FKPP
Gambar 11
Perbedaan Orientasi OKP dalam Format
Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi
pemuda dan bukan sebagai sarana pelatihan politis. Unsur-unsur pimpinan KNPI
Provinsi Banten
87
87
Kami sering berbeda pendapat dan orientasi dan kami memiliki kelompok-kelompok
sendiri yang sepemikiran dan sealiran. Biasanya kami berdebat mengenai sesuatu sampai
pada akhirnya perdebatan itu menemukan titik toleransi dimana setiap kelompok dari
kami pendapatnya dijadikan keputusan bersama (fk).
diadopsi
88
88
89
89
Nilai pragmatis KNPI Provinsi Banten lebih dominan dibandingkan dengan nilai
idealisme yang harus diusung. Padahal begitu banyak yang membutuhkan kontrol
dari lembaga pemuda atau KNPI dan begitu banyak pemberdayaan-pemberdayaan
yang harus dilakukan sebagai tanggung jawab moral terhadap masyarakat.
Pemerintah hanyalah mitra strategis yang
mendorong kiprah KNPI di
masyarakat (Dspr).
4.2.5. Resume
Proses pengambilan kebijakan di KNPI Provinsi Banten dibagi dalam
empat tahap, yakni tahap identifikasi masalah, pengembangan alternatif,
penentuan kebijakan dan tahap pelaksanaan. Semua tahapan diobservasi
menunjukkan bahwa banyak factor yang turut berpengaruh dalam penentuan
kebijakan faktor budaya organisasi, faktor kepemimpinan dan ideologi, faktor
kebijakan pemda dan suhu politik setempat yang turut terlibat dalam politik
kebijakan internal. Sehingga memunculkan domain baru yaitu kelompok
kepentingan. Kelompok kepentingan merupakan sejumlah kelompok semu yang
memiliki kepentingan nyata atau kepentingan tersembunyi yang telah disadari.
Kepentingan-kepentingan yang muncul dalam praktek komunikasi, khususnya
dalam pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen
organisasi, dominan pada kepentingan kelompok internal. Kelompok kepentingan
90
90
91
91
Kebiijakan
Pelatihan
ini
dilakukan
untuk
mengetahui
bagaimana
informasi
itu
92
92
anggota dalam
mengemban tugasnya dengan lebih baik. Power ini dimanfaatkan juga untuk
mempengaruhi anggota lainnya agar memberikan dukungan yang maksimal
terhadap kebijakan yang diambil.
Fakta di lapangan menggambarkan sebagian pengurus tidak mampu
memakai kekuasaan yang dimilikinya dengan efektif, sehingga terjadi
ketimpangan dalam mendistribusikan informasi dan dalam pengambilan
kebijakan. Sehingga kemudian timbul sikap negatif yang diakibatkan oleh
ketimpangan dan ketidakberdayaan yang dimiliki sebagian pengurus dan anggota.
Kondisi ini terus berlarut sampai pada titik toleransi dan kesepahaman bersama
tentang kebijakan yang diambil.
Beberapa informan menginformasikan, kekuasaan yang dimiliki anggota
dan pengurus mempengaruhi dan menentukan pola-pola komunikasi yang
digunakan dalam pengambilan kebijakan. Di KNPI Provinsi Banten, pola
komunikasi bukan hanya menyangkut arah komunikasi tetapi juga kredibilitas
sumber dan kredibilitas pesan yang disampaikan. Kredibilitas pesan dimiliki oleh
kader yang memiliki tingkat kecukupan informasi yang tinggi dan biasanya
dimiliki oleh pengurus-pengurus inti, karena berbagai kemudahan akses yang
dimilikinya. Bagi kader yang tingkat kecukupan informasinya rendah dengan
mudah dapat terpersuasi.
93
93
Pimpinan
Anggota
Gambar 12
Pola komunikasi pimpinan dan anggota dalam
memberikan perintah dan laporan
Keterangan
Menunjukkan hubungan timbal balik
94
94
kepemimpinan dan
95
95
Anggota
Anggota
Gambar 13
Trnasaksi, Konsolidasi dan Negosiasi Kebijakan
Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi
Keterangan
Menunjukkan hubungan timbal balik
96
96
berhimpun adalah pemimpin yang sudah terbiasa berorganisasi dan telah banyak
mengikuti pelatihan kepemimpinan.
OKP lain mengemukakan pendapat yang berbeda pendapat berargumen
bahwa, pelatihan ini tetap dibutuhkan dalam upaya pemberdayaan pemuda karena
format pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi di KNPI Provinsi
Banten berbeda dengan format pelatihan yang diselenggarakan masing-masing
anggota. Pelatihan yang biasa dilakukan OKP adalah pola pelatihan pengkaderan
yang beorientasi pada nilai keorganisasian homogen, sehingga pola pelatihannya
menjadi spesifik dan mengandung nilai-nilai tertentu. Sedangkan pelatihan
kepemimpinan yang diselenggarakan KNPI Provinsi Banten lebih bernilai
universal dan mengedapkan prinsip kepemimpinan yang plural, sehingga
pelatihan ini tetap diperlukan untuk pengembangan dan pemberdayaan pemuda.
KNPI kabupaten dan kota, berpendapat bahwa pelatihan ini diperlukan
bukan saja untuk pengembangan dan pemberdayaan pemuda, tetapi juga pelatihan
ini menjadi tiket untuk menempati jabatan struktural di KNPI Provinsi Banten.
Pandangan ini lebih bermuatan politis karena mengedepankan unsur regenerasi
yang berbasis pada kompetensi dan pengalaman anggota. Dalam prakteknya
semua OKP yang terlibat dalam rapat penentuan kebijakan pelatihan
kepemimpinan dan manajemen organisasi saling berkolaborasi dan bersinergi
sesuai orientasi masing-masing agar kebijakan pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi berdampak bagi pemberdayaan dan pengembangan
pemuda.
Pendapat lain yang teramati dalam pengambilan kebijakan pelatihan
kepemimpinan dan manajemen organisasi adalah bahwa kebijakan pelatihan
kepemimpinan dan manajemen organisasi lebih pada persoalan proyek bukan atas
dasar pengembangan organisasi dan pemberdayaan pemuda. Pendapat ini
didasarkan pada pengelolaan kebijakan yang selama ini bersifat pragmatis dan
sesaat. Isu ini beredar dikalangan OKP anggota, dan dipahami sebagai sesuatu
yang pragmatis bukan untuk pemberdayaan dan pengembangan pemuda.
Pendapat-pendapat yang berbeda mengenai kebijakan pelatihan kepemimpinan
dan manajemen organisasi menimbulkan persepsi dan orientasi yang berbeda
ditataran pimpinan dan OKP.
97
97
Perdebatan dan persepsi yang berbeda ini, membuat anggota dan beberapa
OKP berkumpul memberikan penjelasan lebih lanjut tentang pendapat masingmasing,
bahwa
diperuntukkan
pelatihan
bagi
kepemimpian
pengembangan
dan
dan
manajemen
pemberdayaan
organisasi
anggota
ini
secara
keperluan organisasi dan belum terealisasikan. Baik pimpinan KNPI, MPI dan
komisi anggaran yang mewakili, bertanya dan menjawab setiap pertanyaan yang
diajukan.
98
98
besar dan kesedian anggaran yang terbatas serta persoalan ketertiban administrasi.
Semua pihak dalam posisi ini merasa telah melakukan pekerjaannya dengan benar
dan sesuai prosedur. Pola komunikasi diagonal memungkinkan pihak yang terlibat
untuk berafiliasi atau menjalin hubungan dengan berbagai pihak, sehingga ada
opsi dukung mendukung dan tolak menolak atas permasalahan anggaran yang
belum terealisasikan. Gambar dibawah ini menggambarkan suatu hubungan dan
persinggungan yang terjadi dalam pengambilan kebijakan.
MPI Provinsi
Banten
Pengrus KNPI
Provinsi Banten
Panitia
pelaksana
Bendahara
Panitia
Sekretaris
Panitia
Gambar 14
Alur Konfirmasi atas Kebijakan Anggaran Pelatihan Kepemimpinan
dan Manajemen Organisasi
Keterangan
______ Menunjukkan hubungan formal
............ Menunjukkan hubungan informal
99
99
berlangsung dalam rapat di KNPI Provinsi Banten bersifat dua arah dan ada
dialog, di mana setiap anggota memiliki peran ganda, dalam arti pada satu saat
bertindak sebagai komunikator, pada saat yang lain bertindak sebagai komunikan.
Dalam model ini komunikasi hanya dapat dipahami dalam konteks hubungan
(relationship) antara dua anggota atau lebih. Pandangan ini menekankan bahwa
semua perilaku adalah komunikatif, dan tidak ada satupun yang tidak dapat
dikomunikasikan.
Karena KNPI adalah organisasi modern, maka pola komunikasi harus dibangun
dengan menggun semua pola dan media yang dapat lebih mampu menjangkau
konstituennya. Penggunaan pola komunikasi berbasis IT untuk pemuda terdidik di
perkotaan sangat efektif untuk mengakomodasi mereka, tetapi pola komunikasi
interpersonal dengan pendekatan cultural juga masih relevan dilakukan guna
merangkul kalangan pemuda di perdesaan (Pgmt).
100
100
macam aliran komunikasi. Seperti pola aliran rantai, dan aliran roda. Kebanyakan
yang diteliti dari aliran komunikasi ini terfokus dalam kelompok-kelompok yang
terlibat dalam proses pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi. Akibatnya, kesimpulan-kesimpulan penelitian mempunyai
penerapan yang terbatas karena keadaan dan tidak semua jaringan komunikasi
terlibat secara bersamaan. Beberapa aliran informasi yang terjadi, menunjukkan
adanya arus komunikasi yang tumpang tindih antara pola aliran roda dan aliran
rantai dalam pengambilan kebijakan.
Observasi mengenai pola komunikasi ini dipertajam dengan afiliasi internal
di tubuh KNPI Provinsi Banten. Perumusan siapa tokoh nasional yang akan
memberikan orasi pada acara seremonial pembukaan pelatihan kepemimpinan,
adalah persoalan yang syarat dengan kepentingan. Karena pada komunikasi
jenjang ini,
mengusungnya. Selain itu ada beberapa kriteria tokoh yang melekat secara pribadi
seperti integritas yang tinggi terhadap isu kepemudaan dan komtensi inteltual dan
karir. Beberapa OKP berorientasi pada ideologi nasionalis seperti GPPI, PDI,
PAPRI, MPI dan PPI, menyusun strategi agar tokoh yang memberikan orasi
berasal dari kader KNPI yang memiliki kompetensi dibidang keorganisasian dan
memiliki kompetensi politik. Kelompok ini terbangun atas kesadaran dan ikatan
emosional kelembagaan yang porsi keterwakilannya dalam KNPI Provinsi Banten
belum memadai. Harapan dari kelompok ini orasi ilmiah disampaikan oleh tokoh
yang direkomendasikannya memudahkan pengembangan organisasi kedepan
karena dapat memberi akses komunikasi dan akses politik kedepan.
Organisasi yang berbasis agama seperti HMI, PMII, IMM, GP Ansor dan
Fatayat NU, membentuk satu pola komunikasi lingkaran dan berargumen bahwa
tokoh yang akan membawakan orasi harus memiliki kompetensi dalam bidang
keagamaan, keorganisasian dan kepemudaan serta akses terhadap pengembangan
organisasi. Kriteria ini menguntungkan organisasi tertentu karena akses yang
terbuka mengantarkan organisasinya berafiliasi dengan pusat pimpinan nasional.
Sedangkan unsur pimpinan seperti ketua, ketua bidang dan ketua KNPI kabupaten
dan kota lebih cenderung memilih tokoh HMI dengan pertimbangan bahwa tokoh
101
101
ini memiliki kompetensi dalam berbagai hal dan kooperatif dalam memberi akses
bagi pengembangan organisasi. Persoalan ini dapat diskemakan dalam gambar 15:
Aliran roda
Peserta
Pelatihan
Panitia
Pelaksana
Pengurus
KNPI
OKP
Anggota
KNPI
Gambar 15
Pengarahan dan Penjelasan Informasi Kebijakan Pelatihan Kepemimpinan
dan Manajemen Organisasi
Keterangan
Menunjukkan alur informasi
102
102
situasi seperti ini pola komunikasi terlihat sangat linear dan mengarah pada satu
titik. Proses dan alur komunikasi yang terjadi dalam penentuan kebijakan ini
digambarkan pada gambar 16 dibawah ini:
Ketua
Pengurus
KNPI
OKP
Panitia
Pelaksana
Gambar 16
Proses Pengambilan Kebijakan Tokoh yang Orasi dalam Acara
Seremonial Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi
103
103
yang lain. Hirarki aliran ini sebenarnya juga terkait dengan pihak
pihak-pihak yang
berwenang mengambil kebijakan.
Aliran rantai terlihat signifikan ketika ada persoalan yang terjadi di tubuh
KNPI Provinsi Banten. Konfirmasikan dilakukan dari satu anggota ke anggota
lain secara horizontal, dan masing-masing
masing masing anggota mencari informasi kepada
pengurus terkait. Anggota-anggota
Anggota
gota ini bergerakan secara beraturan menuju satu
titik untuk mencari penjelasan atas permasalahan yang terjadi. Pada kondisi
normal, aliran rantai ini lebih sederhana dalam penyelesaian masalah dan semua
anggota terlibat aktif dalam pemecahannya.
Ketua
Komisi
anggaran
Bidang
organisasi
Bendahara
Panitia
Gambar 17
Proses komunikasi dalam Pemecahan Masalah
M
Anggaran
Panitia Pelaksana Pelatihan
Aliran
liran rantai dalam praktek komunikasi di KNPI Provinsi Banten dapat
teramati ketika konsolidasi pimpinan OKP pada tanggal 28 Maret 2010. A
Agenda
kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi dikonsolidasikan
pengurus KNPI Provinsi Banten secara berantai. Beberapa ketua OKP
menyatakan lebih menginginkan pemberdayaan pemuda melalui pelatihan dan
pendidikan, ada juga yang berpendapat dengan meningkatkan lembaga
lembaga-lembaga
104
104
riset dan teknologi serta kewirausahaan. Ide-ide ini ditampung untuk kemudian
dirapatkan dalam forum rapat kerja KNPI Provinsi Banten untuk kemudian
dikonsolidasikan dengan pemerintah terkait.
Seperti beberapa contoh kasus diatas, setiap informasi yang diperoleh di
satu jenjang menunjukan jenjang informasi berikutnya dan lebih memperjelas.
Selain ada keuntungannya aliran rantai ini juga memiliki kerugian, diantaranya
lambat, memungkinkan terjadinya distorsi informasi yang diperoleh multi
persepsi dan interpretasi. Berdasarkan pengamatan aliran rantai ini sangat efektif
untuk kebijakan organisasi yang sifatnya tertutup,
untuk memecahkan
105
105
dan berinisiatif mencari dan memberi penjelasan agar tercipta satu suasana
komunikasi yang saling mendukung satu sama lain. Dalam kondisi ini semua
pihak yang terlibat tidak memiliki informasi yang sempurna sehingga pertukaran
informasi menjadi mutlak dilakukan. yang terjadi adalah semua anggota
membicarakan secara bersama-sama tanpa ada dominasi manapun, murni dengan
tujuan mencari penjelasan. Kasus lain dalam aliran informasi ini sama persis
ketika panitia pelaksana mencari informasi tentang anggaran pelaksanaan kegiatan
pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi.
Waktu itu saya tidak percaya dengan anggaran yang diberikan oleh komisi
anggaran, sehingga saya dan panitia lain menghadap Sekretaris dan kemudian
menghadap ketum, dari situ kami panitia duduk bersama saling bertukar dan
memberi pandangan agar anggaran yang diberikan dapat ditambah karena tidak
sesuai kebutuhan. Beberapa panitia menyampaikan strategi pendanaan, panitia
yang lain ada yang menyampaikan tentang sumber pendanaan dari luar. Begitulah
dinamika komunikasi yang terjadi pada saat rapat (Bdrpnt).
106
106
anggota yang lain. Semua anggota bebas untuk mengemukakan sudut pandangan
tanpa ada tekanan, paksaan dan ancaman.
Dari berbagai pola dan aliran komunikasi yang teramatai dalam penelitian
dapat digambarkan secara bersamaan, bagaimana proses komunikasi dan interaksi
terjadi ketika pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen
organisasi berlangsung:
Panitia Pengarah
MPI Banten
Upward
Communication
Downward
Communication
Sekretaris
Panitia
Komunikasi
Diagonal
Ketua
Panitia
Pelaksana
Acara
Humas
Bendahara
Panitia
Protokoler
Dokumentasi
Publikasi
Komunikasi Horizontal
Gambar 18
Pola Komunikasi Panitia dalam Pengambilan Kebijakan Pelatihan
Kepemimpinan dan Manajemen organisasi
Mengamati arah dan aliran komunikasi di KNPI Provinsi Banten dalam
pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi pada
gambar 18, salah satu aliran komunikasi tersebut mengalir dan disusun
berdasarkan hubungan kerja. Aliran-aliran ini disebut pola komunikasi yang
merupakan aspek-aspek struktural dari kelompok-kelompok yang ada. Aliran ini
membuat suatu realitas bagaimana kelompok-kelompok itu saling tergantung dan
bagaimana
hubungan
diantara
anggota-anggotanya.
Juga
menunjukkan
107
107
108
108
Persoalan dan konflik dalam organisasi merupakan hal yang biasa dihadapai
organisasi manapun, perbedaanya adalah bagaimana mengelola konflik ini agar
tidak menjadi bumerang bagi semua pihak dan menumpulkan semangat
organisasi. Biasanya di KNPI Provinsi Banten ketika ada yang terlibat konflik
muncul ketegangan-ketegangan akibat dari kesalahpahaman atau ketidakjelasan
informasi yang diterima. Memerlukan waktu dan interaksi yang intesif dimana
semua pihak dengan ikhlas saling menjelaskan dan menerima kesalahan (Sktr).
menyimpang.
Perilaku
menyimpang
biasanya
disebabkan
oleh
109
109
Kebijakan
Kepentingan
kelompok
Konflik
kebijakan
Deviant
Gambar 19
Perilaku Deviant dalam Pengambilan Kebijakan
Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi
tidak
110
110
didalamnya
kental
dengan
tarik-ulur
komunikasi
yang
secara
natural
dapat terus berlangsung dan berubah secara konstan, artinya komunikasi di KNPI
Provinsi Banten bukanlah suatu yang terjadi kemudian berhenti. Kesulitan yang
dihadapi KNPI Provinsi Banten dalam melaksanakan pelatihan kepemimpinan
dan manajemen organisasi, antara lain menyangkut aspek konten komunikasi dan
unsur budaya.
Pola komunikasi formal dan informal teramati dalam proses pengambilan
kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi. Pola komunikasi
formal terikat oleh sistem dan struktur organisasi KNPI Provinsi Banten, bersifat
vertikal, horizontal dengan aliran roda dan rantai. Sedangkan pola komunikasi
informal terkait dengan jaringan komunikasi dan kepentingan. Menggunakan pola
komunikasi horizontal dan diagonal bersifat transaksional dan sirkuler. Praktek
komunikasi yang sering terjadi dalam pengambilan kebijakan adalah pola
komunikasi informal. Pola komunikasi ini lebih banyak melibatkan jaringanjaringan komunikasi dan kelompok kepentingan.
Gambar 20 merupakan intisari dari gambar-gambar yang menggambarkan
tentang pola komunikasi dalam pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan
dan manajemen organisasi. Beberapa aspek-aspek dan kepentingan serta jaringan
komunikasi
saling berbenturan
dan
berpotongan.
Benturan-benturan
ini
didasarkan pada persoalan orientasi dan persepsi yang berbeda. Tetapi pada
akhirnya perbedaan pendapat dan orientasi ini dapat teratasi dengan kepentingan
yang diwadahi dan semangat mengembangkan organisasi, sehingga kebijakan
pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi dapat terealisasikan.
111
111
Liaison
Gatekeeper
Bridge
Cosmopolit
Isolate
Opinion Leader
Jaringan
komunikasi
Ketua
Pengurus
Kelompok
Kepentingan
Anggota
Profesi
Kekuasaan
Sentiment
Gambar 20
Pola komunikasi formal dan informal dalam pengambilan kebijakan
Keterangan
Menunjukkan komunikasi formal
menunjukkan komunikasi informal
Gambar ini menunjukkan satu pola komunikasi formal antara ketua dan
pengurus dan anggota dalam pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi. Pola komunikasi ini turut juga dipengaruhi oleh kelompok
kepentingan dan jaringan komunikasi, tetapi dua unsure ini berinteraksi lebih
banyak dalam forum-forum informal.Dua pola komunikasi lain yang dapat
digambarkan dalam pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi di KNPI Provinsi Banten: pola pertama
komunikasi
kekuasaan. Tetapi jika dianalisis komunikasi seperti ini bersifat kaku dan
membatasi.
Pola kedua, komunikasi informal, yang disebut grapevine. Komunikasi
informal ini terjadi diluar saluran-saluran yang telah ditentukan, dan dilakukan
dalam interaksi tatap muka atau dengan acara-acara informal seperti jamuan,
112
112
2007
memberikan
satu
bentuk
metafora
lain
yang
113
113
114
114
HMI
PMII
KAMI
IMM
dll
Organisasi
Akademisi
PNS
Pengusaha
Pejabat publik
Anggota
DPRD
Profesi
Klik
di KNPI
Provinsi
Banten
Ideologi
Pimpinan
Kebangsan
Marhaen
Agama
Ketua OKP
Pengurus Inti
Majelis
Pemuda
Gambar 21
Klik dalam Pengambilan Kebijakan Pelatihan Kepemimpinan
dan Manajemen Organisasi
Pengelompokkan
klik-klik
ini
didasarkan
pada
nilai-nilai
yang
diperjuangkannya dan orientasi yang cenderung berbeda satu sama lain. dalam
prakteknya klik-klik ini mempunyai nilai-nilai yang diperjuangkan dan terus
dipertahankan masing-masing. Klik-klik ini teramati ketika adanya perbedaan
orientasi dan persepsi dalam setiap pengambilan kebijakan di KNPI Provinsi
Banten. Lebih lanjut klik-klik ini berperan dalam membentuk jaringan komunikasi
dan membentuk kelompok tersendiri sehingga unsur kepentingan dan politis
dalam pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi
menjadi signifikan. Beberapa catatan hasil penelitian menunjukkan bahwa klikklik ini tebangun atas dasar persamaan dan kewenangan yang dimiliki, sehingga
solidaritas kelompok ini terus dipertahankan dalam setiap pengambilan kebijakan.
Khusus dalam pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi klik-klik ini berfungsi membentuk jaringan di KNPI
Provinsi Banten dan merupakan kelompok yang didefinisikan sebagai anggota
yang frekuensinya sering saling berhubungan satu sama lain dengan kelompok
lainnya.
115
115
Gambar 22
Mekanisme Interaksi Jaringan Komunikasi dalam Pengambilan Kebijakan
Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi
116
116
yang dibuat oleh seorang individu atau anggota disekitar dan berpusat pada
dirinya sendiri berdasarkan atas perbandingan.
Dalam jaringan ini klik-klik ada yang berperan sebagai kelompok
penyendiri (Isolate/loners). Kelompok ini terdiri dari beberapa aktivis yunior yang
tidak lagi memiliki jabatan dalam struktur sehingga kurang termotivasi dan
idealismenya dalam berorganisasi sangat rendah. Biasanya kelompok ini merasa
kurang puas dengan kebijakan-kebijakan yang diambil di KNPI Provinsi Banten
tetapi tidak memiliki kemampuan dalam menyampaikan atau mengakses
komunikasi lebih jauh sehingga timbul adalah sikap negatif diantara
anggota-
anggota muda yang baru dan belum memiliki pengalaman. Kelompok ini dalam
proses pengambilan kebijakan lebih banyak diam dan tidak dilibatkan dalam
pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan mnajemen organisasi.
Proses penyebaran informasi yang bersifat teknis dalam pengambilan
kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi, semisal masalah
prosedur organisasi dilakukan oleh sekretaris KNPI, para ketua OKP kepada para
anggota-anggotanya.
jembatan
(bridge); yaitu anggota klik yang memiliki sejumlah kontak yang menonjol
dalam kontak antar kelompok, juga menjalin kontak dengan anggota klik
lain. Sekretaris sebagai pengontak langsung antara dua kelompok kepentingan
atau lebih.
OKP-OKP memiliki peran sebagai penghubung (liason). Pihak-pihak ini
mengaitkan dua klik atau lebih, tetapi bukan anggota panitia yang dihubungkan
tersebut. OKP menghubungkan dan
117
yang
117
disebarkan melalui sistem tersebut. Dalam hal ini gate keepers yang
diperankan oleh wakil ketua satu dan wakil ketua dua dan juga dibantu oleh wakil
sekertaris.
Anggota KNPI Provinsi Banten yang sudah senior berfungsi sebagai
pemimpin pendapat (Opinion Leaders) dalam memberi pengertian dan pengaruh
bagi pentingnya kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi.
Opinion leaders memberi masukan
dan memiliki
pengaruh
kuat untuk
dalam
semua
sistem
sosial
yang
membimbing
pendapat
dan
118
118
119
119
yang bersangkutan karena logika situasional atau struktur sosial dari masingmasing tipe jaringan berbeda satu sama lain.
Realitas dilapangan menunjukkan beberapa anggota KNPI Provinsi
Banten menjadi pengurus partai dan menjadi calon legislatif dari partai-partai
tertentu. Hasil studi dokumentasi menunjukkan bahwa anggota KNPI Provinsi
Banten berkiprah sedikitnya di tujuh partai besar dalam Pilkada 2009, diantaranya
partai Golkar, PAN, PPI, PPP, PDIP, Gerakanindra, dan Hanura. Maka dapat saja
atau seringkali terlihat kontradiksi antara tindakan-tindakan dengan sikap yang
pelaku tunjukkan. Aturan-aturan atau norma-norma dan nilai-nilai yang lahir dari
perpotongan ketiga tipe jaringan inilah yang berlaku, akibatnya aturan-aturan
formal apapun, begitu juga dengan norma-norma dan nilai-nilai yang terdapat
pada organisasi tidak dapat diterapkan sepenuhnya dalam realitas kehidupan
berorganisasi.
Dukung mendukung atau tolak menolak menjadi fenomena yang biasa
dalam pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen
organisasi, kuatnya arus kepentingan dari luar dan perbedaan orientasi dan
persepsi mendasari perdebatan dalam pengambilan kebijakan. Bila ditinjau dari
hubungan sosial yang membentuk jaringan sosial yang ada di KNPI Provinsi
Banten, hubungan yang ada dapat dibedakan menjadi tiga jenis jaringan sosial:
(1) Jaringan interest atau jaringan kepentingan dimana hubungan sosial yang
membentuknya adalah hubungan sosial yang bermuatan kepentingan, (2).
Jaringan sentiment atau jaringan emosi yang terbentuk atas dasar hubunganhubungan emosi dan (3). Jaringan Power dimana hubungan-hubungan sosial yang
membentuknya yang bermuatan kekuasaan.
Konfigurasi-konfigurasi dalam jaringan power dalam pengambilan
kebijakan pelatihan dan kepemimpinan di KNPI Provinsi Banten terlihat memiliki
keterhubungan yang sangat kuat antar pelaku didalamnya, secara sengaja atau
diatur sebelumnya. Tipe jaringan ini muncul manakala pencapaian tujuan-tujuan
memerlukan tindakan kolektif, seperti kebijakan pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi. Hubungan ini ditujukan pada pencapian kondisi-kondisi
yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Dalam
kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi jaringan ini bekerja
120
120
membuat
kultur
organisasi
yang
membesarkannya.
Kebijakan
pelatihan
kompetensi yang dimiliki ketua bidang organisasi. Ketua bidang organisasi ketika
pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi
membuat konfiguarasi-konfigurasi saling keterhubungan antar anggota di
dalamnya secara sengaja. Bentuk-bentuk jaringan informal ini dapat terlihat pada
gambar dibawah ini:
121
121
Etnis
Pertemanan
Persaudaraan
Ideologi
Profesi
Sentiment
Kepentingan
Pimpinan
Ketua
OKP
Aktivis partai
Pengusaha
Akademisi
PNS
Pejabat
Publik
Anggota
DPRD
Kekuasaan
Gambar 23
Jaringan Komunikasi Informal dalam Pengambilan Kebijakan
Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi
Gambar ini menunjukkan satu jaringan komunikasi informal di KNPI
Provinsi Banten. Jaringan informal ini dikembangkan dalam satu solidaritas
pertemanan dan kepentingan. Sebagai contoh sekretaris panitia dan bendahara
panitia berasal dari OKP yang berbeda, tetapi bergabung secara politis dalam satu
wadah Partai Amanat Nasional. Pelatihan kepemimpinan dan manajemen
organisasi membutuhkan tind dan dukungan kolektif dan konfigurasi saling
keterhubungan antar anggota secara permanen sehingga kepanitian dipilih secara
selektif berdasarkan kompetensi dan klik-klik yang menghubungkan satu sama
lain.
Jaringan komunikasi di KNPI Provinsi Banten memiliki dua arah yang mengkaji
struktur sosial yang memusatkan perhatian pada hubungan organisasi. Pertama
mengkaji perilaku dan tind anggota yang dapat dilihat dari interaksi dimana
anggota yang satu memiliki ketergantungan pada anggota lainnya. Kedua jaringan
komunikasi berusaha memfokuskan perhatian kepda proses internal dan dinamika
yang inheren didalam hubungan-hubungan sosial (bgm).
122
122
hubungan sosial dan kultural. Hubungan ini disisi lain menjadi tujuan tindakan
sosial misalnya dalam pertemanan, hubungan kerabat, hubungan organisasi yang
mengusung atau kesamaan ideologi yang dianut. Faktanya ketua bidang organisasi
yang memprakarsai proyek ini sama-sama berasal dari HMI dengan ketua panitia
pelaksana kegiatan, membuat struktur dan mekanisme kerja makin solid sehingga
kerja kepanitian menjadi mudah dilakukan. Struktur sosial yang dibangun dalam
hubungan ini biasanya lebih kuat dan permanen.
Fenomena ini dipertegas ketika panitia pelaksana bekerjakeras secara
sukarela berpartisipasi dalam semua proses yang menyangkut pelatihan
kepemimpinan dan manajemen organisasi. Ketika diwawancara motif partisipasi
yang ada salahsatunya dilandasi ikatan emosional dan kultural yang mengikat
panitia. Ketua bidang organisasi yang berasal dari HMI tentu didukung kuat oleh
sesama anggota HMI dan kader-kader dibawahnya secara militan. Anggota yang
ada di jaringan organisasi ini membantu secara sukarela dikarena ada ikatan
emosional dan tanggung jawab yang diemban.
Sebenarnya ketka keputusan memilih ketua panitia pelaksana dari HMI bukan
persoalan politik atau adanya kepentingan atau ada tangan-tangan. Keputusan ini
murni karena forum rapat memutuskan bahwa ketua panitia yang kompeten
dalam hal ini dimiliki oleh anggota dari HMI, adapun anggota-anggota lain
dilibatkan dan dibutuhkan partisipasinya dalam susunan kepanitian, sehingga
semua elemen yang ada di KNPI Provinsi Banten diberi kesempatan dan akses
untuk mengembangkan organisasi ini (Sktr).
Sepanjang sejarahnya, tidak ada konflik organisasi yang signifikan terjadi, tetapi
beberapa
catatan
perjalanannya
menyebutkan
bahwa
jaringan-jaringan
komunikasi yang muncul dapat mempertajam konflik yang selama ini ada.
Bagaimana pimpinan KNPI Provinsi Banten memutuskan untuk memilih ketua
panitia pelaksana pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi bukan tanpa
perjuangan, dan tanpa intrik didalamnya. Tetapi keberpihakan ini menjadi sangat
sederhana diputuskan diforum formal,
123
123
lainnya. Atau pada forum-forum formal, dimana anggota yang lainnya belum
berani berbicara manakala pimpinan belum mulai bicara, perdebatan apapun
berakhir manakala pimpinan sudah mengambil keputusan. Peristiwa ini
menegaskan bahwa struktur hierarki, budaya organisasi dan jaringan komunikasi
mempengaruhi interaksi dan pola komunikasi dalam pengambilan kebijakan.
Bagan dibawah ini menjelaskan unsur-unsur apa saja yang mempengaruhi pola
komunikasi dalam pengambilan kebijakan.
124
124
Struktur prosedur kerja adalah pedoman dalam melakukan aktivitas keorganisasian atau
pengambilan kebijakan untuk memudahkan semua pihak merealisasikan cita-cita
organisasi. Struktur dan pedoman ini jangan diterjemahkan secara kaku, tetapi semua
pihak harus memandang positif bahwa setiap kebijakan yang diambil harus berdasarkan
kepentingan organisasi dan tidak semua kebijakan mendapat dukungan penuh dari semua
pihak, minimal bahwa proses yang ditempuh tidak menyalahi prosedur. Masalah
ketidaksepahaman itu biasa di KNPI Provinsi Banten tetapi biasanya mencair manakala
ada pembagian jobs atau proyek yang merata. (Kt).
Pendekatan sistem dari Karl Weick menjadi faktual dengan kondisi KNPI
Provinsi Banten. Pendekatan ini menganggap struktur hirarki, garis rantai
komando komunikasi, prosedur operasi standar merupakan faktor-faktor yang
berpengaruh pada komunikasi organisasi. Hasil observasi dan wawancara ketika
rapat pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi
dan panitia menanyakan kepada ketua pelaksana, siapa saja yang menjadi nara
sumber dan tidak sepakat dengan pola pengemasan acara yang terlalu banyak
teori. Disisi lain ketua mengusulkan beberapa nara sumber lokal yang kompeten
dan berargumen, bahwa landasan teori juga penting untuk menambah wawasan
peserta. Perdebatan ini cukup lama karena masing-masing memiliki persepsi dan
orientasi yang berbeda terhadap pelaksanaan pelatihan tersebut.
Perdebatan ini tidak selesai dengan pengambilan kebijakan akhir oleh
ketua. Efeknya menjadi berkembang pada kualitas interaksi anggota dan aktivitas
keorganisasian. Ketika rapat selesai, kejengkelan-kejengkelan dalam rapat turut
mempengaruhi pola interaksi dengan yang lain. Pihak yang merasa diuntungkan
dan dirugikan memiliki persepsi negatif satu sama lain, sehingga terjadi
kebuntuan komunikasi. Jika digambarkan benturan tersebut
dibawah ini:
terlihat seperti
125
125
Sistem
organisasi
Pola
komunikasi
Budaya
organisasi
Jaringan
komunikasi
Gambar 24
Keterhubungan Faktor yang Mempengaruhi Pola Komunikasi
dalam Pengambilan Kebijakan
Gambar ini menunjukkan secara nyata bahwa ada tiga factor utama yang
mempengaruhi pola komunikasi dalam pengambilan kebijakan. Factor budaya
organisasi, jaringan komunikasi dan sisitem organisasi. Budaya organisasi lebih
kepada kebiasaan-kebiasaan komunikasi yang dilakukan anggota KNPI Provinsi
Banten termasuk dalam cara penyampaian pendapat, intonasi suara dan ekspresi
ketika berbeda pendapat. Sistem organisasi yang dimaksud adalah unit-unit
organisasi yang saling berkolaborasi sehingga membentuk sistem dan mekanisme
komunikasi
tersendiri.
Adapun
jaringan
komunikasi
merupakan
unsur
4.3.7. Resume
Pola komunikasi dalam penelitian ini ditafsirkan sebagai arus pesan dalam
suatu jaringan yang sifat hubungannya saling bergantung satu sama lain meliputi
arus komunikasi vertikal, horisontal dan diagonal, adapun sifatnya berbentuk
linear, transaksional, sirkuler dan interpersonal. Pola-pola komunikasi ini tidak
126
126
terlepas dari arah dan aliran komunikasi yang terjadi. Pola komunikasi downward
dan upward terjadi ketika ada instruksi dari pimpinan atau laporan mengenai
informasi yang diterima oleh anggota.
Pola komunikasi horizontal terjadi ketika ada konfirmasi dan konsolidasi
yang dilakukan anggota atas permasalahan yang sedang dihadapi. Sedangkan
komunikasi diagonal teramati dalam kegiatan negosiasi kebijakan yang diambil.
Negosiasi berlangsung antara pimpinan, anggota dan OKP. Beberapa sistem nilai,
budaya organisasi yang dianut dan jaringan komunikasi yang ada membentuk
klik-klik tersendiri dalam proses pengambilan kebijakan. Klik-klik ini secara
informal diikat oleh kepentingan bersama sehingga memiliki solidaritas yang
tinggi. Tentu ikatan kuat ini dilatarbelgi oleh ideologi yang dianut dan
kepentingan yang secara bersama diperjuangkan.
Dua
pola
komunikasi
dalam
pengambilan
kebijakan
pelatihan
kebijakan
pelatihan
kepemimpinan
dan
manajemen
organisasi, dipengaruhi juga oleh beberap faktor: budaya, ideologi, sistem dan
norma yang dianut, jaringan komunikasi dan kekuasaan yang dimiliki anggota.
Elemen-elemen ini berkolaborasi dan bersinggungan membentuk kelompok
tersendiri sampai pada titik, bahwa tujuan dan harapannya dapat terwujud.
jaringan komunikasi
dengan
bahwa
jaringan-jaringan
komunikasi
yang
muncul
dapat
mempertajam konflik yang selama ini ada. Hubungan yang ada dapat dibedakan
menjadi tiga jenis jaringan sosial: (1) Jaringan interest atau jaringan kepentingan
dimana hubungan sosial yang membentuknya adalah hubungan sosial yang
bermuatan kepentingan, (2). Jaringan sentiment atau jaringan emosi yang
terbentuk atas dasar hubungan-hubungan emosi dan (3). Jaringan Power dimana
hubungan-hubungan sosial yang membentuknya yang bermuatan kekuasaan.
127
127
128
128
dukungan
129
129
130
130
Menurut Redding, yang dikutip oleh Pace dan Fules menyatakan bahwa
Iklim komunikasi organisasi jauh lebih penting dari pada keterampilan atau
teknik-teknik komunikasi semata-mata dalam menciptakan suatu organisasi yang
efektif. Dari sini dapat dilihat bahwa iklim komunikasi di dalam sebuah organisasi
perlu untuk diperhatikan agar dapat menciptakan sebuah organisasi yang efektif.
Iklim komunikasi tertentu memberi pedoman bagi keputusan dan perilaku
anggota.
Sebenarnya banyak permasalahan di KNPI Provinsi Banten yang bisa
diselesaikan dengan komunikasi, artinya mudah dilakukan. tetapi biasanya KNPI
Provinsi Banten ini lebih berkutat pada aturan dan prosedur sehingga terlihat kaku
dan tidak fleksibel dalam menangani masalah. Permasalahan terkadang dibiarkan
tanpa ada penyelesaian. Sehingga kerap terjadi kebekuan-kebekuan akibat saling
tidak percaya atau peka terhadap masalah yang terjadi (msr)
131
131
secara efektif terjadi di KNPI Provinsi Banten apabila semua mampu menciptakan
kondisi yang kondusif dalam pengambilan kebijakan.
4.4.1. Dukungan Anggota dalam Pengambilan Kebijakan
Sikap supportif dikalangan anggota KNPI Provinsi Banten teramati
melalui interaksi. Sikap supportif teramati ketika semua pihak saling memberi
penghargaan terhadap apapun yang dikerj dan diraih. Penghargaan menjadi spirit
tersendiri bagi semua pihak khususnya dalam proses pengambilan kebijakan
pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi. Artinya baik pimpinan
ataupun anggota secara bersamaan saling mendukung kinerja masing-masing.
Penghargaan dapat berupa sikap penerimaan dan kebersahajaan dalam
berinteraksi dan dalam mengemuk pendapat. Fakta ketika panitia pelaksana
pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi memberikan apresiasi yang
tinggi kepada bendahara panitia dalam mengusut dan mencari informasi tentang
kejelasan anggaran yang diterima, membuat semua panitia merasa bahwa
kinerjanya dihargai dan dibutuhkan. Selanjutnya ketika penghargaan sudah mulai
tumbuh antara sesama anggota dan pimpinan, kepercayaan yang ada benar-benar
dapat dijaga dengan baik.
Ada hubungan yang sirkuler antara iklim organisasi dengan iklim komunikasi.
Tingkah laku komunikasi mengarahkan pada perkembangan iklim, diantaranya
iklim organisasi. Iklim organisasi biasanya dipengaruhi oleh bermacam-macam
cara organisasi bertingkah laku dan berkomunikasi. Iklim komunikasi yang penuh
persaudaraan mendorong anggota untuk berkomunikasi secara terbuka, rileks
ramah tamah dengan anggota yang lain. Sedangkan iklim yang negatif
menjadikan anggota tidak berani berkomunikasi secara terbuka dan penuh rasa
persaudaraan (Sktr).
132
132
organisasi,
sehingga
berusaha
semaksimal
mengkin
untuk
Selama ini pimpinan KNPI Provinsi Banten selalu berperan dan mendukung
terciptanya suasana dan aktivitas organisasi yang kondusif bagi pengembangan
organisasi dan anggota. Sikap yang terbuka dan menghargai semua ide, gagasan
OKP memberi kami merasa dihargai dan lebih mudah mengaspirasikan
pandangan OKP. Tetapi kadang-kadang ada pula praktek-praktek yang membuat
kami sebagai anggota OKP kecewa dengan sikap KNPI Provinsi Banten yang
terjebak dengan politik praktis (Ktgb).
133
133
134
134
135
135
pahami khususnya mengenai format pelaksanaan dan out put yang dihasilkan,
tentu dalam kesempatan diskusi ini saya bertanya terus menerus agar dapat
penjelasan yang akurat, dan saya sangat senang karena ketua bidang organisasi
selalu berusaha menjelaskan lebih detail, walaupun saya sedikit lambat
memahaminya (okp).
panitia
mengambil inisiatif sendiri secara bebas (tidak dipengaruhi oleh pihak luar) untuk
mengubah sistem atau nilai-nilai yang dijunjung, mengembangkan kontak dengan
lembaga lain untuk mendapatkan dukungan teknis dan sumberdaya yang
diperlukan. Unsur utama dalam partisipasi adalah adanya kesadaran dan
kesukarelaan dalam berperilaku yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan
partisipan, sehingga dalam berperilaku didasari oleh motivasi yang dimiliki,
terutama motivasi instrinsik yang tinggi, baik dalam proses pengambilan
keputusan maupun dalam implementasi dan menikmati hasil-hasil dari perilaku
tersebut. Faktanya ketika anggaran kegiatan tidak mencukupi, bendahara panitia
dan seksi anggaran bergerakan mencari sumber dana diluar yang bisa
dimanfaatkan, dengan inisiatif sendiri.
Partisipasi dikembangkan dalam tubuh KNPI Provinsi Banten, khususnya
dalam proses pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen
organisasi. Ada tiga alasan yang menyebabkan dilakukan dan didorong untuk
tumbuhnya partisipasi di KNPI Provinsi Banten yaitu: (a) Pimpinan memperoleh
informasi mengenai kondisi anggota yang sesungguhnya sehingga dapat
merumuskan strategi yang tepat. (b). Dengan dikembangkannya partisipasi, semua
136
136
pihak menjadi lebih percaya bahwa program yang ada dalam taraf pemberdayaan
pemuda menjadikan semua pihak terlibat secara langsung dalam proses, persiapan
dan perencanaannya. (c). Adanya anggapan bahwa merupakan suatu hak
demokrasi bila anggota dilibatkan dalam pengembangan dan pemberdayaan
(Hikmat Herry, 2006).
Dalam proses berorganisasi, KNPI Provinsi Banten tidak terlepas dari
peran semua pihak untuk ikut berpartisipasi dalam menjalankan organisasi,
dimana didalamnya terdapat kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan budaya.
Dalam proses partisipasi yang berbasis pegembangan pemuda lokal tidak sematamata sebagai sebuah kegiatan yang hanya menghasilkan sebuah nilai
kebersamaan, tetapi juga menghasilkan sebuah tatanan
137
137
sedikit
menerima
ketidakpercayaan
dari
berbagai
pihak,
bahkan
terjadi
kepercayaan
pelaksanaan pelatihan, didasari pada kepercayaan dan reputasi yang dimiliki OKP.
Dalam konteks inilah, kepercayaan muncul karena prestasi dan citra dari OKP
yang bersangkutan. Informasi yang diperoleh pimpinan melalui berbagai sumber
138
138
Beberapa waktu lalu kami berbincang dengan pimpinan KNPI Provinsi Banten,
kala itu ada tiga pengurus inti termasuk ketua. Secara khusus mereka memberikan
penghargaan karena gerakan OKP yang kritis. Dan pada saat yang bersamaan
kami bisa menjalin komunikasi yang harmonis dengan berbagai pihak. Untuk itu
kami dilibatkan sepenuhnya dalam acara pelatihan kepemimpinan dan manajemen
organisasi. Tentu kami merasa senang dan bangga karena tidak semua OKP diberi
kepercayaan untuk terlibat acara ini. ( okp).
Beberapa kali saya kecewa terhadap anggota saya yang bekerja tanpa
sepengetahuann dan justru membuat reputasi KNPI Provinsi Banten menjadi
negatif dimata masyarakat dan pemerintah. Sebenarnya ini bisa dihindari
manakala ada koordinasi dan sesuai dengan apa yang disepakati. tidak ada sangsi
yang tegas dari organisasi tetapi setidaknya ada hukuman moral dari anggota yang
lain, ketidakpercayaan. (Kt).
139
139
yang
diajaknya
berinteraksi.
Kedua
mengacu
pada
kesediaan
komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap informasi yang dimiliki. Aspek
ketiga menyangkut kepemilikan perasaan dan pikiran. Ketiga, terbuka dalam
pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang dilontarkan
harus dipertanggungjawabkan. Komunikasi interpersonal antar anggota KNPI
Provinsi Banten yang efektif perlu didukung oleh sikap empati dari pihakpihak
yang berkomunikasi.
Dalam komunikasi antara pimpinan dan anggota perlu tumbuh sikap
empati. Kondisi empati dapat terwujud bila pimpinan KNPI Provinsi Banten
memberikan perhatian kepada anggota dan dapat mengetahui apa yang sedang
dialami anggota berkaitan dengan kebijakan pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi. Panitia pelaksana pelatihan berusaha mengenal kader, baik
140
140
dengan kata
mufakat. Adapun persepsi dan orientasi yang berbeda dipahami dengan bijak
sebagai dinamika komunikasi internal dalam pengambilan kebijakan. Kondisi ini
membuat KNPI Provinsi Banten terlihat sebagai organisasi yang dinamis baik dari
141
141
sisi program maupun dari sisi komunikasi yang dibangun baik secara internal
ataupun eksternal.
Keterhubungan beberapa variabel iklim komunikasi di KNPI Provinsi
Banten dapat digambarkan secara garis besar seperti dibawah ini:
Kepercayaan
Keterbukaan
Partisipasi
Dukungan
Pertimbangan
subjektif dan
objektif
Budaya lokal
Gambar 25
Iklim Komunikasi dalam Pengambilan Kebijakan
Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi
142
142
4.4.5. Resume
Iklim komunikasi dalam pengambilan kebijakan di KNPI Provinsi Banten
merupakan hal yang menentukan kualitas kebijakan, dan interaksi yang terjadi
dalam proses pengambilan kebijakan. Ditemukan bahwa terdapat bukti yang kuat
bahwa kebijakan yang diambil dipengaruhi oleh iklim organisasi yang terbentuk.
Iklim komunikasi organisasi
143
143
144
144
mengualifikasikannya
ideologi sebagai sesuatu yang bersifat hipotetis, tak terkat, dan tidak realistis.
Karl Marx mengartikan Ideologi sebagai pandangan hidup yang dikembangkan
berdasarkan kepentingan golongan atau kelas sosial tertentu dalam bidang politik
atau sosial ekonomi. Gunawan Setiardjo mengemukakan bahwa ideologi adalah
seperangkat ide asasi tentang manusia dan seluruh realitas yang dijadikan
pedoman dan cita-cita hidup. Eatwell dan Wright, mengkategori ideologi kedalam
beberapa hal: pertama, ideologi sebagai pemikiran politik; kedua, ideologi sebagai
norma dan keyakinan; ketiga, ideologi sebagai bahasa, simbol, dan mitos,
keempat, ideologi sebagai kekuasaan elit.
Ideologi-ideologi di KNPI Provinsi Banten
kalangan anggota jauh sebelum menjadi anggota di KNPI. Setelah masuk dan
aktif di KNPI barulah terlihat organisasi mana yang membesarkannya. Apakah
145
145
HMI, PMII, GMNI, IMM, dan lain-lain. Karena setiap organisasi memiliki polapola pengkaderan berbeda dan unik yang mempengaruhi pola pandang dan
perilaku kadernya. Berdasarkan hasil observasi dan pengamatan, secara garis
besar ideologi di KNPI Provinsi Banten terbagi menjadi empat: ideologi yang
berbasis agama, marhaen, kemahsiswaan dan nasionalis. Dalam penelitian ini
ideologi direpresentasikan pada anggota OKP-OKP yang secara institusional
menganut ideologi tersebut, sehingga dapat digolongkan pada berbagai kategori.
Secara garis besar kategori-kategori tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:
Kemahasiswaan
HMI
PMII
IMM
Marhaen
GMNI
PDI
dll
Agama
Muhamdiyah
Nu
Ideologi
di KNPI
Provinsi
Bantean
Perti dll
Nasionalis
AMPI
PPI
PPM
FKPP
PPM dll
Gambar 26
Pemetaan OKP di KNPI Provinsi Banten Menurut Ideologi
dalam Pengambilan Kebijakan Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi
146
146
Pada dasarnya di KNPI Provinsi Banten semua ideologi itu diikat dengan
komitmen nasionalisme. Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila, dengan komitmen
itu tidak ada lagi dominasi ideologi tertentu. Tetapi selama jalannya organisasi
benturan-benturan ideologis mulai terasa dan berdampak. Beberapa benturan
dapat terlihat dari ketidaksepahaman yang tidak mendasar. Besar kecilnya faktor
ideologi menjadi pertimbangan dalam pengambilan kebijakan tentu dilihat dari
kadar kompetensi anggota yang menganut ideologi tersebut.
Ketika rapat konsolidasi tentang kebijakan pelatihan kepemimpinan dan
manajemen organisasi, terlihat bahwa faktor ideologi menjadi dasar semua pihak
terkait dalam berinteraksi dan dalam bertransaksi. Interaksi ditafsirkan sebagai
upaya mengkomunikasikan informasi menyangkut kebijakan yang diambil dan
transaksi difahami sebagai upaya mewujudkan kebijakan tersebut sebagai sebuah
kebijakan organisasi yang harus didukung semua pihak. Semua pihak yang
terlibat mencoba mengidentifikasi orientasi dan persepsi anggota dan pengurus
agar memudahkan proses dan pelaksanaan kebijakan.
147
147
kepemudaan
dari
seluruh
SDM
organisasi
memlihara
keberadaannya.
Dinamika di KNPI menurut saya cenderung tidak konstruktif, karena budaya dan
iklim yang terbangun belum berorientasi pada kemapanan berorganisasi, sehingga
perbedaan cara pandang tiap-tiap anggota yang memiliki latarbelakang dan
ideologi berbeda tersebut seringkali tidak dapat dipertemukan dan menjadi
konflik internal yang menghambat kemajuan organisasi. Kondisi ini diperparah
dengan kepentingan pihak luar yang turut mempengaruhinya (Pegmt).
148
148
biasa dilakukan organisasi dalam menentukan alternatif terbaik. Dengan kata lain
kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi dilakukan dengan
pendekatan dan ukuran-ukuran prosedural yang diterima semua pihak. Kedua
adalah pendekatan subjektif, yang lebih mengutamakan masalah ukuran nilai
anggota secara pribadi, yang disebut kepuasan atau kegunaan. Kegunaan atau
kepuasan tersebut bersifat pribadi, tetapi sangat ditentukan oleh organisasi dan
budaya
yang
dianutnya.
Artinya
secara
subjektif
kebijakan
pelatihan
149
149
Saya sebagai pemimpin lebih memilih sikap kooperatif dan akomodatif dengan
berbagai pihak terutama dari sisi internal organisasi. Sikap ini penting bagi
anggota pemimpin untuk menjaga stabilitas dan harmonitas, terbukti beberapa
persoalan yang muncul dan ketika saya kooperatif sikap ini cukup menyelesaikan
masalah, adapun kalau ada penilaian bahwa saya kurang memiliki progress dalam
organisasi, silahkan dilihat bagaimana program-program KNPI Provinsi Banten
dijalankan dan berjalan sukses. Dalam setiap periode selalu ada pihak yang
menilai hanya dari sisi negative dan itu biasa dalam berorganisasi (Kt).
150
150
Dorongan
tuntutan tersebut,
151
151
memadai, sehingga cenderung masih diabaikan dan tidak konsisten serta tidak
berkelanjutan bagi pemberdayaan kepemudaan.
Beberapa informan menginfomrsikan bahwa realitas politik yang terjadi
di daerah Banten, secara tidak langsung mempengaruhi suhu aktivitas dan
orientasi kebijakan organisasi. Angota-anggota KNPI Provinsi Banten yang
terlibat dalam partai politik, memiliki orientasi dan persepsi agar kebijakan
pelatihan kepemimpinan dan manajmen organisasi lebih bermuatan pada model
kepemimpinan politik. Ini dimaksudkan agar pergantian kepemimpinan partai
diisi oleh kader-kader KNPI Provinsi Banten yang
dalam
152
152
unsur komunikasi yang menyiratkan fungsinya yang masih belum jelas diketahui.
Keterkaitan KNPI Provinsi Banten sebagai organisasi yang independen dan
dengan sikap dan perilaku politik kadernya yang secara terbuka terlibat dalam
partai. Dalam banyak hal menarik diamati, untuk mengungkap lebih jauh
hubungan-hubungan kausalitas diantara faktor-faktor yang memungkinkan KNPI
Provinsi Banten bepolitik praktis. Dinamika sosial politik daerah Banten dikaji
bukan saja karena faktor pengaruh yang besar, tetapi juga karena kenyataan
bahwa sebagai organisasi kepemudaan, KNPI Provinsi Banten menampilkan
nasiolisme kepemudaan yang khas. Ekspresi politiknya terlihat dalam bentuk
kekuatan-kekuatan komunikasinya, dan dalam politik daerah.
agar
merumuskan
berbagai
kebijakan
yang
berorientasi
pada
153
153
154
154
4.5.3. Resume
Secara internal ada beberapa aspek yang melekat dan mempengaruhi
dinamika komunikasi dalam pengambilan kebijakan diantaranya: ideologi, jumlah
anggota, struktur hierarki dan struktur pengurus, faktor budaya organisasi. Budaya
komunikasi KNPI Provinsi Banten secara umum berakar pada pandangan
nasionalis kepemudaan. Budaya nasionalisme ini menjadi dasar semua perilaku
organisasi, termasuk perilaku komunikasi anggota-anggotanya. Prinsip karakter
kepemudaan
yang
dianutnya.
Artinya
secara
subjektif
kebijakan
pelatihan
155
155
dan pengamatan, secara garis besar ideologi di KNPI Provinsi Banten terbagi
menjadi empat: nasionalis, agama, marhaen, kemahasiswaan dan kebangsaan.
Faktor politik sering amat dominan dalam mendorong kebijakan keorganisasian,
terutama dalam memainkan peran politik kepemudaan sebagai upaya mendorong
pemerintah agar pengambilan kebijakannya berpihak kepada masyarakat banyak,
peran politik kepemudaan KNPI terkadang harus berhadapan dengan pemerintah
atau kekuatan politik lainnya, sehingga terkadang mengharuskan bagi KNPI untuk
mengambil langkah lain dalam memainkan peran politiknya. Prinsipnya KNPI
Provinsi Banten dan pemerintah memiliki hubungan strategis dalam mengemban
amanat pemberdayaan pemuda.
Proses politik yang berlangsung dalam pengambilan kebijakan, baik secara
kultural maupun struktural, mengantarkan KNPI Provinsi Banten dalam realitas
politik yang
agar
merumuskan
berbagai
kebijakan
yang
berorientasi
pada
156
156
digunakan ketika
ada pengarahan dari pimpinan kepada anggota, dan atau ketika ada
laporan dari anggota kepada pimpinan mengenai informasi yang
menyangkut kebijakan yang diambil. Arah komunikasinya bersifat
linear dan formal serta terikat pada struktur hierarki forma organisasil.
b) Pola komunikasi horizontal, dilakukan ketika konsolidasi antar
anggota dan pengurus, dan negosiasi atas kebijakan yang diambil.
Bersifat transaksional, serta melibatkan jaringan komunikasi formal
dan informal.
c) Pola komunikasi diagonal, dilakukan untuk mengkonfirmasi atas
permasalahan yang diakibatkan oleh kebijakan yang diambil, bersifat
transaksional, lintas struktural dan melibatkan lebih banyak pihak
dalam organisasi.
2.
bekerja
dalam
proses
pengambilan
kebijakan,
yang
representasinya sesuai dengan kewenangan dan kapasitas masingmasing anggota dan pengurus.
157
157
dua
pertimbangan,
yakni
pertimbangan
objektif
dan
158
158
konteks
kebijakannya
diintervensi
pihak
luar
yang
5.2. Saran
Secara umum dinamika komunikasi dalam pengambilan kebijakan yang
terjadi di KNPI Provinsi Banten merupakan suatu kondisi yang bersifat kompleks
baik dilihat dari komunikator maupun dari komunikan. Dalam situasi semacam ini
tentu tidak mudah untuk merumuskan pola komunikasi yang dapat digunakan
dalam pengambilan kebijakan, beberapa saran dapat diberikan berdasarkan hasil
penelitian diantaranya:
1. Dengan keberagaman anggota di KNPI Provinsi Banten hendaknya
pola
159
159
Provinsi
Banten
harus
mampu
menghindarkan
organisasi
darikepentingan politik pragmatis dengan tidak melibatkan diri pada momentmoment politis sehingga kebijakan yang diambil steril dan tidak dipengaruhi
kepentingan pihak luar dan cita-cita pengembangan pemuda lokal lebih mudah
dilakukan.
160
160
DAFTAR PUSTAKA
Degradasi
161
161
KPA,
2008.
Metode
Komunikasi
dalam
Organisasi.
www.mediakomunika.or.id. Diakses tanggal 05 Februari 2010
Epstein AL, Mitchell J Clyde. 1961. The Network and Urban Social
Organization, Social network in Urban Situations. Manchesther:
Manchesther University Press.
Effendi Onong Uchyana. 1994. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung:
Remaja Rosdakarya
______ 2001. Dimensi-Dimensi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
162
162
Goffman.
2010.
Dramaturgy
and
On-Line
Relationship.
www.socio.demon.co.uk.magazine. diakses 05 Februari 2010.
Pemberdayaan
163
163
164
Mouzelis
164
New York:
R Wane Pace, Don FF. 2005. Komunikasi Organisasi, Mulyana Deddy Editor.
Bandung: PT. Rosdakarya.
Robbins PS. 2002. Prinsip- Perilaku Organisasi. Surabaya: Erlangga.
165
165
Sosial.
166
166
167
167
LAMPIRAN
171
No
Jenis Kegiatan
Waktu Pelaksanaan
Februari
1
1.
3.
4.
5.
6.
Maret
4
Keterangan
April
4
Mei
4
Juni
3
16 8
169
A
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
B
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Pertanyaan
Kebijakan
Pada kondisi dan situasi seperti apakah kebijakan di
KNPI harus diambil?
Apa saja yang menjadi landasan dalam pengambilan
kebijakan di KNPI?
Motif-motif seperti apakah yang mendorong bahwa
kebijakan harus segera diambil?
Bagaimanakah
proses
pengambilan
kebijakan
berlangsung?
Kebijakan-kebijakan seperti apakah yang biasa
diputuskan di KNPI?
Siapa sajakah yang terlibat dan harus dilibatkan dalam
pengambilan kebijakan di KNPI?
Dalam forum-forum bagaimanakah kebijakan di KNPI
diambil?
Kebijakan-kebijakan seperti apakah yang biasa
diputuskan di KNPI?
Siapakah yang paling berpengaruh dalam pengambilan
kebijakan dan mengapa?
Adakah faktor-faktor di luar KNPI yang turut
mempengaruhi kebijakan yang akan diambil di KNPI
dan mengapa?
Adakah perdebatan dan tarik ulur sesama anggota
dalam pengambilan kebijkan di KNPI dan mengapa?
Bagaimanakah perdebatan dan tarik ulur dalam
pengambilan kebijkan di KNPI itu berlangsung?
Adakah kelompok kepentinga di KNPI yang
mempengaruhi proses pengambilan kebijakan?
Bagaimanakah sikap KNPI dalam menghadapi
kelompok kepentingan?
Setelah kebijakan dimabil apa sajakah langkah-langkah
berikut yang di KNPI?
Faktor internal KNPI
Ideologi
Adakah ideologi-ideologi yang dianut oleh anggota
KNPI, apa saja dan bagaimana ideologi tersebut
berpengaruh?
Apakah ideologi-ideologi yang dianut berbeda satu
sama lain dan mengapa?
Bagaimana dan seperti apakah ideologi yang dianut
mempengaruhi cara berpikir anggota dalam
pengambilan kebijakan?
Adakah benturan-benturan antara anggota yang
disebabkan ideologi yang berbeda?
Bagaimana strategi KNPI untuk menghimpun ideologi
yang berbeda
Politik
Apakah dan bagaimanakah anggota KNPI dapat
memiliki kekuatan politik satu sama lain?
Jawaban
Keterangan
170
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
C.
1.
171
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
D
1.
2.
3.
4.
172
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
E.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
173
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
berkualitas?
Apakah anggota satu samalain saling mempercayai,
sehingga tercipta situasi yang kondusif?
Adakah keterbukaan dan keterusterangan anggota
dalam mengutarakan masalah atau konflik yang terjadi
di KNPI?
Baagaimanakah struktur organisasi di KNPI?
Bagaimanakah praktik-praktik pengelolaan organisasi
khusunya dalam pengambilan kebijakan?
Pedoman organisasi seperti apakah yang digunakan
anggota khususnya dalam pengambilan kebijakan?
Bagaimanakah reaksi yang diberikan anggota dalam
pengambilan kebijakan?
Apakah kebijakan yang diambil objektif dan mudah
dipahami?
Apakah anggota organisasi merasa puas dan nyaman
dengan iklim yang tecipta di KNPI?
Apakah anggota memfokuskan komunikasi kepada
pengambilan kebijakan secara bersama?
Bagaimanakan anggota berkomunikasi secara spontan
dalam pengambilan kebijakan dan merespon terhadap
situasi yang terjadi.
bagaimanakah anggota memperlakukan anggorta yang
lain sebagai teman dan tidak menekankan kepada
kedudukan dan kekuasaan?
Bagaimanakah anggota bersifat fleksibel dan
menyesuaikan diri pada situasi komunikasi yang
berbeda khususnya dalam pengambilan kebijakan?
Apakah anggota berkomunikasi secara emosional dan
subjektif dalam pengambilan kebijakan?
Bagaimana mobilitas anggota dalam pengambilan
kebijakan?
Jaringan komunikasi
Jaringan komunikasi seperti apakah yang ada dan
optimal digunakan khususnya dalam ppengambilan
kebijakan dan mengapa?
Sejauh mana peran Gate Keeper di KNPI khusunya
dalam pengambilan kebijakan?
Sejauhmana peran Bridge ketika menjembatani
berbagai kepentingan dalam pengambilan kebijakan?
Adakah pihak yang terisolasi, termarginalisasi dan
terkooptasi oleh pihak lain khususnya dalam
pengambilan kebijakan?
Sejauh mana peran Cosmopolit di KNPI khusunya
dalam pengambilan kebijakan?
Sejauh mana peran Opinion Leader dan Liaison Officer
di KNPI khusunya dalam pengambilan kebijakan?
174
Tgl/bln/thn
1.
08/03/10
2.
09/03/10
3.
10/03/10
4.
11/03/10
5.
12/03/10
6.
13/03/10
7.
14/03/10
8.
15-17/03/10
9.
18-19/03/10
Jenis Kegiatan
dan Nara
sumber
Temuan/ hasil di
lapangan
Kunjungan ke
KNPI dan
observrasi pra
wawancara
Kunjungan ke
Dispora
provinsi Banten
Kunjungan ke
beberapa tokoh
masyarakat
Kunjungan ke
HMI dan PMII
Serang
Kunjungan ke
PI dan AMPI
Evaluasi dan
menyusun
jadwal
wawancara
Membuat janji
wawancara
dengan nara
sumber
Wawancara
dengan Ketum
KNPI Provinsi
Banten
Wawancara
Sekjen KNPI
Alat yang
digunakan
Keterangan
Proses
dan
prosedur
pengambilan kebijakan dan
pola-pola komunikasi yang
biasa dilakukan di KNPI
1. Sangat
procedural
dan ormatif.
2. Pola
komunikasi
lebih ke sirkuler
siapa
saja
yang
memiliki informasi
dan kewenangan.
3. kebijakan
diambil
berdasarkan
musayawarah
dan
mufakat.
4. Diperlukan tindakan
tegas dalam meredam
berbagai kelompok
kepentingan.
Faktor
internal
yang
mempengaruhi kebijakan
1. Jumlah anggota
OKP.
2. Senioritas
3. Power
4. Ideology
175
10.
20-21/03/10
Menyusun hasil
laporan
11.
22-23/03/10
Wawancawa
Kabid
organisasi KNPI
12.
24-25/03/10
13.
26/03/10
14.
27-28/03/10
15.
29-30/03/10
Wawancara
Ketum HMI dan
PMII
16.
31/03/10
Wawancara
dengan PI dan
AMPI
17.
01-03/04/10
Wawancara
dengan Dispora:
Kabid
kepemudaan
Program
Pelatihan
Kepemimpinan
dan
Manajemen
1. Dilaksanakan
berdasarkan kebutuhan
akan
pemberdayaan
dan
pengembangan
pemuda di KNPI
2. Peserta
melibatkan
unsure pimpinan dalam
KNPI dan OKP yang
berhimpun
3. Muatan
materi
pelatihan didasarkan
pada kebutuhan dan
kepentingan
KNPI
kedepan.
Wawancara
Tarik
ulur
kebijakan
Kabid
didasarkan pada
1. Perbedaan
kepentingan
dan
orientasi
2. Asas pemerataan dan
keadilan
3. Tingkat bargaining
politk yang variatif.
Wawancara
Pola komunikasi di KNPI
dengan Kabid
lebih ke vetikal dan
menunggu sumber dari
pimpinan
Evaluasi
dan Pembahasan Bab IV
penyusunan
laporan
penelitian
Pola
pengambilan
kebijakan
dan
proses
sosialisasi kebijakan yang
macet dan kurang aspiratif.
Komunikasi yang searah
dan kurang responsive
Lebih ke penguatan ke
lembagaan
KNPI
disbanding
dengan
penguatan anggota OKP.
Arogansi KNPI dalam
pengambilan kebijakan dan
prinsip kemitraan yang
kurang
mencerminkan
keharmonisan komunikasi
Tidak ada intervensi dari
pihak
Dispora
karena
masing-masing
institusi
memiliki program masing-
176
dan 2 kasie
dibawahnya
18.
04/04/10
Wawancara
dengan tokoh
masyarakat:
Najmudin Busro
19.
05/04/10
Wawancara
dengan anggota
Dewan provinsi
20.
06-07/04/10
Wawancara
dengan
ketua
KNPI
masing.
Konsep kemitraan dalam
penyususnan program dan
anggaran.
Saling proaktif dalam
membina
dan
mengembangan
potensi
kepemudaan.
KNPI harus mempunyai
jati diri dan tegas dalam
mengkritisi kondisi social
politim pemerintahan.
Konsep
independensi
KNPI yang perlu di revisi.
Kiprah KNPI harus mampu
memberdayaankan pemuda
tidak hanya pada persoalan
politik.
KNPI harus lebih kritis dan
tidak
terjebak
pada
idealism semu.
Pola-pola komunikasi yang
dibangun
harus
lebih
aspiratif dan kontinu
KNPI berupaya optimal
menjalankan tugas yang
diemban, secara procedural
dan tidak ada masalah
signifikan
yang dapat
mengganggu
kinerja
organisasi
Komunikasi yang dibangun
di KNPI khususnya dalam
pengambilan
kebijakan
adalah komunikasi aspiratif
dimana semua elemen yg
terkait diberi kesempatan
mengungkapkan ide dan
gagasannya.
Keuatan
politik
yang
dimiliki
masing-masing
anggota
lebih
kepada
kemampuan
dan
pengalaman
berkiprah
didunia
politik
yg
bersangkutan baik secra
internal ataupun di partai
tertentu.
Keragaman dalam tubuh
KNPI merupakan potensi
untuk pengembangan dan
pemberdayaan
KNPI
kedepan dan memudahkan
optimalisasi SDM
177
21.
08-09/04/10
Wawancara
dengan sekjen
KNPI
22.
09-10/04/10
Review
hasil
wawancara dan
perivikasi data
23.
11-12/04/10
Wawancara
dengan
kabid
organisasi
Kebijakan
pelatihan
maajemen organisasi dan
kepemimpinanan
didasarkan pada kebutuhan
akan
pemberdayaan
pemuda dan mengasah
kualitas sdm yang dimiliki
anggota.
Peserta
yang
akan
dilibatkan adalah seluruh
pengurus
dan
OKP
perwakilan anggotta.
Perdebatan
dalam
pengambilan
kebijakan
terjadi dikarena perbedaan
persepsi mengenai konsep
pelatihan, penentuan nara
sumber dan anggaran yang
diperlukan dan anggaran
yang tersedia.
24.
11-12/04/10
Wawancara
dengan
kabid
hukum
dan
HAM
178
25.
13/04/10
Mengikuti rapat
di
KNPI
observasi dan
wawancara
dengan
beberapa
pengurus
26.
14/04/10
27.
15/04/10
28.
16-17/04/10
29/
18-19/04/10
30.
20/04/10
Turut
serta
hearing dengan
DPRD Provinsi
Banten terkait
dengan
peruntukkan
anggaran KNPI
Turut
dalam
kegiatan temu
KNPI dengan
dewan terkait
dengan
anggaran
yg
ditetapkan
(Lobying)
Kroscek
data
hasil wawancara
dengan ketum
dan
sekjen
KNPI
Review
dan
kroscek semua
ta.da
Wawancara
dengan tokoh
masyarakat dan
pengamat
politik Banten :
Gandung
Ismanto
31.
21/04/10
Wawancara
dengan
pengurus
Kebijakan
pelatihan
kepemimpinan
dan
manajemen
organisasi
merupakan
kebijakan
pengembangan organisasi
yg
didasarkan
pada
kebutuhan
akan
pengembangan organisasi
yang diperuntukkan bagi
pemuda anggota OKP.
KNPI mendapatkan dana
hibah yang bisa dicairkan
melalui
rekomendasi
Dispora Provinsi Banten.
Kiprah
KNPI
di
masyarakat jangan terlalu
pragmatis
dan
sibuk
dengan urusan politik
belaka.
KNPI masih memegang
peranan strategis sebagai
wadah
berhimpunnya
pemuda, namun KNPI
harus mengubah orientasi
organisasinya
dari
pendekatan yang terlalu
formalistic
dan
progovernment
menjadi
pendekatan yang lebih
fungsional dna pro civil
society. Dengan demikian
maka KNPI akan lebih
disegani dan diminati oleh
organisasi-organisasi
kepemudaan yang ada
Program KNPI hraus lebih
pro dengan kepentingan
perempuan
dan
179
IPPNU
pemeberdayaan
masyarakat.
Pola-pola
komunikasi
sudah harus dirubah agar
tidak cenderung formal dan
sentralistik
32.
22/04/10
Mengikuti rapat
di KNPI
33.
23-24/04/10
Wawancara
ulang
dengan
ketua
bidang
organisasi
34.
25-26
35.
27-28/04/10
Kroscek semua
data yg sudah
terhimpun
Kroscek
data
yang
dudah
terhimpun
Pelaksanaan
pelatihan
kepemimpinan manajemen
organisasi ditetapkan di
Hotel Mahadria Serang
pada tanggal 13-16 juli
2010.
Factor di luar yang dapat
mempengaruhi kebijakan
knpi adalah situasi politik
yang ada dan keputusan
rapat
pimpinan
OKP
melalui
rapat
Majelis
Pemuda Indonesia ( MPI ).
Yang paling berpengaruh
dalam
pengambilan
kebijakan adalah Pimpinan
OKP yang berhimpun di
knpi. Karena OKP adalah
pemegang mandate KNPI.
Konfirmasi ulang hasil data
ke ketua HMI, PMII dan
HMI
Konfirmasi
ke
kabid
hukum dan Ham, Dispora
dan tokoh masyarakat.
180
Lampiran 3: Foto-Fo
Foto Rapat Pengambilan Kebijakan dan Suasana
uasana Pelaksanaan
Pelatihan
elatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi
181