Download as rtf, pdf, or txt
Download as rtf, pdf, or txt
You are on page 1of 23

1

HALAMAN PERSETUJUAN PEMUATAN ARTIKEL


PADA JURNAL ELEKTRONIK PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS TADULAKO
Artikel tesis mahasiswa,
Nama

Sri Wahyuni Kamaria

No. Stambuk

H. 102.12.059

Judul Artikel

Program Studi

Reproduksi
Sosial
Pada
Komunitas
Pedesaan
Dalam Mengentaskan Kemiskinan Di Desa Tosale
Kecamatan Banawa Selatan Kabupaten Donggala
Magister Pembangunan Wilayah Pedesaan

Pembimbing

1; Dr. Mauled Moelyono, SE., M.A.


2; Dr. Eko Jokolelono, SE., M.Si.

Email

swk_butet@yahoo.co.id

Telah diperiksa dan layak untuk dimuat dalam Jurnal Elektronik (Katagolis, Mitra
Sains dan Bahasa Ntodea*) Program Pascasarjana Universitas Tadulako.
Palu, 03 November 2014
Disetujui oleh:
Penyunting

Pengelola Jurnal Elektronik


(Katagolis, Mitra Sains Bahasa Ntodea*) PPS Untad

) (

)
Penyunting Ahli

(
)
Ketua/Wkl Ketua Penyunting *)

*) Coret yang tidak Perlu

REPRODUKSI SOSIAL PADA KOMUNITAS PEDESAAN

DALAM MENGENTASKAN KEMISKINAN DI DESA TOSALE


KECAMATAN BANAWA SELATAN KABUPATEN DONGGALA
Social Reproduction in Rural Communities in Tosale Village to Reduce Poverty in The
Sub District of South Banawa in Donggala District
Sri Wahyuni Kamaria*
Program Studi Magister Pembangunan Wilayah Pedesaan
Program Pascasarja Universitas Tadulako
*e-mail: swk_butet@yahoo.co.id

ABSTRAK
The objectives of this study were: (1) To find out how social reproduction in
rural communities in alleviating poverty. (2) Determine the relationship between
social capital and social reproduction in rural communities in alleviating poverty.
(3) Knowing the utilization of social capital for social reproduction in rural
communities in Tosale Village to reduce poverty in The Sub District of South
Banawa in Donggala District, amounting to 73 families of poor households as
respondents. Data obtained through primary data by means of a questionnaire
submitted to the respondent. Data analysis using descriptive analysis of
quantitative and qualitative. There are several elements to measure the social
reproduction in reducing poverty in rural communities use social capital as
follow: group and network availability, trust and solidarity, collective action and
cooperation (cooperation), information and communication, cohesion and social
inclusiveness, and empowerment and political action. The results show that social
reproduction occurs in poor communities in the village of Tosale with several
social capital indicators. This study suggests that policy intervention is required to
optimize the utilization of social capital in the community through the
empowerment of the social safety net and increase the capacity of leaders.
Furthermore, the capacity of leaders could be improved through social worker
training as social advisor. The aim of this training is to encourage the proper
process of social reproduction in the rural community with the aim to reduce the
number of poverty.
Keywords: Social Reproduction, Social Capital, Poverty.

Indonesia merupakan negara yang mempunyai penduduk sangat padat terutama


di kota-kota besar. Dengan jumlah penduduk yang sangat padat tersebut, membuat
Indonesia banyak mengalami masalah sosial. Salah satu masalah sosial yang
diakibatkan oleh faktor ekonomi, yaitu kemiskinan. Saat ini Indonesia dihadapkan
dengan populasi penduduk miskin yang masih cukup besar. Berdasarkan data
Statistik Indonesia BPS tahun 2013 tercatat penduduk miskin yang berada di
perkotaan sebanyak 10,33 juta jiwa atau 8,39 % dari total jumlah penduduk,
sedang penduduk miskin yang berada di pedesaan tercatat sebanyak 17,74 juta
jiwa atau 14,32 % dari total jumlah penduduk. (Statistik Indonesia, BPS. 2013).
Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan data pada tahun 2012 tercatat penduduk
miskin untuk wilayah kota sebanyak 61,17 ribu jiwa atau 9,24 %, sedang
penduduk miskin untuk wilayah desa sebanyak 357,47 ribu jiwa atau 17,39 %,
sehingga total penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Tengah untuk wilayah kota
dan desa sebanyak 418,64 ribu jiwa atau 15,40 %. Berdasarkan data tersebut dapat
disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan lebih parah dari pada
di daerah perkotaan. (Sulawesi Tengah dalam Angka, BPS. 2012).
Tingkat kemiskinan yang tinggi di daerah pedesaan ini merupakan awal
ketertarikan peneliti untuk melakukan penelitian terkait reproduksi sosial
komunitas pedesaan dalam kemiskinan. Maka ditetapkanlah Desa Tosale
Kecamatan Banawa Selatan Kabupaten Donggala sebagai lokasi penelitian
karena desa tersebut rawan terhadap konflik sosial. Konflik sosial yang terjadi
adalah sering terjadi ketegangan antar desa yang melibatkan Desa Tosale
sebagai akibat dari pemberian bantuan Program Penanggulangan Kemiskinan

dari pemerintah daerah. (Data Profil Program Pengembangan Kecamatan


Provinsi Sulawesi Tengah, 2012).
Selain itu berdasarkan data, dari alokasi dana pengentasan kemiskinan di
Kabupaten Donggala sebesar Rp. 1.232.810.257 per bulan. Kecamatan Banawa
Selatan merupakan kecamatan yang membutuhkan alokasi dana tertinggi sebesar
Rp. 238.966.722 per bulan. Tingginya alokasi dana pengentasan kemiskinan di
Banawa Selatan disebabkan oleh tingginya jumlah penduduk di bawah garis
kemiskinan serta besarnya kesenjangan antara pengeluaran penduduk miskin per
kapita dengan garis kemiskinan. (Data Grand Strategi Penenggulangan
Kemiskinan Kabupaten Donggala).
Masyarakat melalui aktivitas praksis hariannya, telah mereproduksi atau
mengekalkan sebuah masyarakat itu sendiri. Reproduksi ini tidak hanya dilakukan
secara fisikal, tetapi juga secara sosial. Melalui aktivitas hariannya tersebut,
masyarakat mereproduksi lebih dari sekedar sebuah kelompok manusia: mereka
telah mereproduksi sebuah suku, yakni suatu bentuk tatanan sosial tertentu di
mana kelompok manusia ini melakukan aktivitas-aktivitas spesifik dengan cara
yang juga spesifik pula. Aktivitas nyata kehidupan harian yang dikekalkan oleh
masyarakat ini adalah sebuah respon sosial yang spesifik dari kondisi-kondisi
material dan historis tertentu.
Istilah reproduksi pada penelitian ini lebih merujuk pada reproduksi secara
sosial, yang berbeda dengan produksi secara umum. Istilah produksi pada
umumnya mengacu pada produksi barang dan jasa sebagai komoditas (atau
mungkin sebagai barang publik seperti jalan atau infrastruktur telekomunikasi)
dalam perekonomian. Pada tingkat nasional, ini diukur dengan Produk Nasional
Bruto (PNB), jumlah total barang dan jasa yang dihasilkan di sebuah negara, suatu

ukuran yang dapat ditentukan cukup akurat. Sebaliknya, reproduksi sosial


mengacu pada tugas, bersama-sama dengan barang dan jasa, yang kesemuanya
diperlukan untuk memastikan bahwa reproduksi sosial sedang terjadi. Tidak
seperti produksi dalam perekonomian, banyak reproduksi sosial terjadi dalam
rumah tangga dalam bentuk waktu dan energi yang dihabiskan mengurus diri
sendiri atau orang lain.
Perspektif tentang reproduksi sosial merupakan pengembangan dari teori
konflik milik Karl Mark. Teori konflik menekankan adanya konflik sebagai
faktor terjadinya perubahan sosial. Berbeda dengan teori fungsional yang
menghendaki keseimbangan dan stabilitas dan menghindari perubahan sosial,
teori ini lebih menekankan terjadinya perubahan sosial. Perubahan sosial
merupakan sesuatu yang terjadi dalam masyarakat, salah satu pendorong
utama terjadinya perubahan sosial adalah konflik sosial yang terjadi
di masyarakat. Menurut Marx perubahan tidak saja dianggap normal, tetapi
justru dibutuhkan dan terus didorong untuk menghilangkan ketidakadilan.
Sehingga teori ini menekankan masyarakat sebagai subyek perubahan.
(http://wordpress.com/sosiologi-lengkap).
Pendekatan Marxis menyebutkan tiga hal yang menjadi pokok persoalan dalam
hubungan sosial yakni: Deterministik bahwa seseorang tidak punya pilihan karena
masa depan mereka ditentukan oleh struktur ekonomi dan posisi mereka di
dalamnya; Struktural bahwa apapun yang dilakukan seseorang dalam struktur
ekonomi akan berakhir pada reproduksi itu sendiri; dan Materialis bahwa muara
dari hubungan sosial terpusat pada bahan serta kondisi ekonomi, struktur ekonomi
dan pekerjaan. (http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2216480).

Perspektif ini kemudian dikembangkan oleh Pierre Bourdieu yang lantas


melahirkan teori reproduksi sosial. Dua konsep utama dan krusial bagi karya
Bourdieu adalah istilah habitus dan ranah (field). Konsep-konsep penting tersebut
ditopang oleh sejumlah ide lain seperti kekuasaan simbolik, strategi dan
perjuangan (kekuasaan simbolik dan material), beserta beragam jenis modal
ekonomi, modal budaya dan modal simbolik (Bourdieu, 1990).
Bourdie menekankan bahwa habitus adalah konstruksi perantara bukan
konstruksi yang mendeterminasi. Habitus juga merupakan sebuah sifat yang
tercipta karena kebutuhan. Habitus berhubungan dengan harapan-harapan dalam
kaitannya dalam bentuk modal yang secara erat diimbangi dengan berbagai
kemungkinan obyektif. Habitus secara erat dihubungkan dengan modal karena
sebagian habitus tersebut yang berupa fraksi sosial dan budaya berperan sebagai
pengganda berbagai jenis modal. Dan pada kenyataannya ia menciptakan
sebentuk modal simbolik didalam dan dari diri mereka sendiri (Bourdieu, 1990).
Ranah diartikan sebagai sesuatu yang dinamis dimana ranah merupakan
kekuatan yang bersifat otonom dan didalamnya berlangsung perjuangan posisiposisi. Perjuangan ini di pandang mentransformasikan atau mempertahankan
ranah kekuatan. Posisi-posisi ditentukan oleh pembagian modal untuk para aktor
yang berlokasi di ranah tersebut. Ketika posisi telah dicapai maka mereka dapat
melakukan interaksi dengan habitus untuk menghasilkan sikap-sikap yang
berbeda dan memiliki efek tersendiri pada ekonomi. (Bourdieu, 1990).
Bourdieu dipandang telah mampu menjelaskan secara komprehensif
bagaimana terjadinya praktik sosial. Bourdieu berhasil merumuskan sebuah teori
tentang praktik sosial yang memberi kerangka bagi analisis terhadap kehidupan
sosial secara indigenous. Dengan konsep habitus, ranah, modal atau kapital dan

praktik yang dapat digunakan untuk menggali keunikan yang ada didalam
masyarakat mulai dari karakteristik subjektif individu sampai karakteristik dari
struktur objektif. Konsep tersebut digunakan untuk memahami hubungan antara
agensi dan struktur yang tidak linier dan khas yang ada di dalam masyarakat.
Dengan metode tersebut kita dapat memahami bagaimana sebuah nilai, norma,
pengetahuan dan tindakan sosial itu terbentuk untuk memecahkan masalah sosial
yang ada.
Reproduksi sosial yang dalam prosesnya menggunakan struktur sosial dan
hubungan sosial seluruh masyarakat dari waktu ke waktu yang menjadi ciri dari
masyarakat sebagai alat untuk melakukan perubahan, salah satu contohnya yakni
budaya gotong-royong yang masih dipegang erat oleh masyarakat pedesaan.
Budaya dalam reproduksi sosial merupakan totalitas tindakan interaksi dalam
masyarakat. Posisi seseorang dalam kebudayaan akan ditentukan oleh cultural
literacy, yaitu pengetahuan akan sistem-sistem

dalam masyarakat dan

kemampuannya untuk menegosiasikan sistem-sistem itu dalam berbagai konteks


budaya. Cultural literacy inilah yang pada akhirnya akan mendorong masyarakat
melakukan tindakan reproduksi sosial.
Relevansi Pemikiran Bourdieu dengan reproduksi sosial dalam kemiskinan
lewat teori Habitusnya, menunjukkan bagaimana relasi kuasa terjadi dalam
struktur masyarakat tertentu (masyarakat miskin). Namun lewat konsep Habitus
itu, terlihat bahwa realitas sosial tidaklah begitu sederhana seperti penjelasan
lewat teori pertentangan kelas, yang terlalu mengutamakan faktor ekonomi dan
mengabaikan faktor-faktor lain. Di Indonesia, pemikiran Bourdieu ini bermanfaat
signifikan dalam upaya memahami dan menganalisis kesenjangan sosial-budaya,

ekonomi dan politik yang ada di masyarakat. Kita juga perlu melihat secara kritis
terjadinya represi dan kekerasan simbolik, yang dilakukan oleh rezim atau
kelompok yang berkuasa terhadap masyarakat kelas bawah (masyarakat miskin),
yang terpinggirkan dalam proses pembangunan.
Selain itu perlu pula dipikirkan secara serius mengapa meski sudah dilakukan
upaya penanggulangan kemiskinan melalui berbagai program pemerintah,
ternyata jurang antara masyarakat bawah (masyarakat miskin) dan kelompok yang
diuntungkan oleh sistem masih sangat lebar. Bisa jadi kelompok yang dominan
pada hakikatnya terus mereproduksi struktur yang menguntungkan posisinya
tersebut. Ini akan sangat merugikan karena jangan sampai struktur yang menindas
dan represif ini berkelanjutan. Dari komitmen keberpihakan tersebut, dapat
dipikirkan langkah-langkah apa yang patut dilakukan, untuk menjembatani
kesenjangan itu dan meningkatkan posisi masyarakat kelas bawah (masyarakat
miskin) yang tertindas. Untuk itu kita mesti berusaha semaksimal mungkin untuk
mencoba memancing adanya reproduksi sosial di tengah masyarakat dengan
menggerakkan kekuatan-kekuatan yang ada di tengah masyarakat, agar bersinergi
dengan tujuan penguatan kapabalitas penduduk.
Reproduksi sosial yang memiliki pola seperti pemberdayaan, melibatkan
masyarakat (partisipatif) dalam pelaksanaannya. Hal ini dimaksudkan agar
masyarakat dengan segala potensi dan insiatif yang dimiliki mampu mengkaji
masalah/kebutuhannya sendiri, untuk kemudian mencari solusi keluar dari
masalah yang mereka hadapi. Keinginan masyarakat tersebut kadang sukar untuk
dilakukan tanpa ada yang memfasilitasinya. Maka melalui penelitian terkait
reproduksi sosial dalam kemiskinan diharapkan dapat memfasilitasi dan

mewujudkan keinginan masyarakat miskin dalam mengambil keputusan,


merespon berbagai permasalahan serta mampu memenuhi kebutuhan hidupnya
secara mandiri dan berkelanjutan sesuai dengan bidang-bidang penanganannya
baik itu dalam bidang pendidikan, kesehatan, gender, ekonomi, dan bidang
lainnya, itu lebih terhormat dibanding terus mengharapkan bantuan dari
pemerintah.
RUMUSAN MASALAH
1; Bagaimana reproduksi sosial pada komunitas pedesaan dalam mengentaskan
kemiskinan di Desa Tosale?
2; Bagaimana keterkaitan antara modal sosial dan reproduksi sosial pada
komunitas pedesaan dalam mengentaskan kemiskinan?
3; Bagaimana modal sosial dimanfaatkan untuk reproduksi sosial pada komunitas
pedesaan dalam mengentaskan kemiskinan di Desa Tosale?
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tosale Kecamatan Banawa Selatan
Kabupaten Donggala. Pengumpulan data dilakukan dilakukan selama 3 bulan
pada bulan Agustus 2014 sampai bulan Oktober 2014
Penentuan Informan
Informan penelitian adalah 273 KK rumah tangga miskin di Desa Tosale.
Keseluruhan sampel penelitian tersebut di atas ditentukan dengan menggunakan
teknik pengambilan sampel secara Random Sampling (acak sederhana) dengan
menggunakan teorema Slovin (Umar, 2003: 146) dengan rumus sebagai berikut:

Teknik pengambilan sampel sesuai dengan


N rumus Solvin, maka berdasarkan
n=
1+ N (e)2
data yang diperoleh penulis menarik 10% dari sebanyak 273 KK rumah tangga

10

miskin sebagai sampel penelitian. Dan memperoleh hasil perhitungan sebanyak


73 KK informan dalam penelitian.
Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan
sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara observasi, dan
wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner, sedangkan data sekunder di
peroleh dari berbagai sumber yakni berbagai instansi yang berkaitan dengan
penelitian ini serta dari berbagai literatur.
Teknik Analisis Data
Rancangan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
data kualitatif. Untuk mengidentifikasi nilai, institusi, dan mekanisme yang
mendasari terjadinya reproduksi sosial dalam kemiskinan di Desa Tosale, serta
menjawab seluruh pertanyaan penelitian peneliti menggunakan Modal Sosial
sebagai tools/alat untuk mendeteksi terjadinya reproduksi sosial dalam masyarakat
dengan memetakannya dalam 6 (enam) indikator modal sosial, yakni:
ketersediaan kelompok dan jejaring kerja; kepercayaan dan solidaritas; aksi
kolektif dan kerjasama (cooperation); informasi dan komunikasi; kohesi dan
inklusivitas sosial; serta pemberdayaan dan tindakan politik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Letak Geografis
Desa Tosale yang dimekarkan pada Tahun 2004 melalui Peraturan Daerah
Pemekaran Wilayah Kecamatan Banawa Selatan Nomor 3 Tahun 2004 ini, berada
di sebelah selatan ibu kota kecamatan. Desa ini terbagi atas 5 Dusun yakni: Dusun
I Lenggu, Dusun II Tadulako, Dusun III Magautiba, Dusun IV Kangando dan
Dusun V Panaa. Desa ini memiliki luas wilayah 2,352 Ha, dengan batas-batas
wilayah sebagai berikut:

11

1; Utara

: Berbatasan dengan Desa Salubomba dan Desa Kola-kola.

2; Selatan : Berbatasan dengan Desa Tolongano.


3; Timur

: Berbatasan dengan Desa Puwelua dan Desa Lumbumamara.

4; Barat

: Berbatasan dengan Selat Makasar.

Reproduksi Sosial Pada Komunitas Pedesaan Dalam Mengentaskan


Kemiskinan Di Desa Tosale
Untuk mengidentifikasi nilai, institusi, dan mekanisme yang mendasari
terjadinya reproduksi sosial dalam kemiskinan di Desa Tosale, dipetakan dengan
melihat 6 (enam) indikator dalam modal sosial, yakni: ketersediaan kelompok dan
jejaring kerja; kepercayaan dan solidaritas; aksi kolektif dan kerjasama
(cooperation); informasi dan komunikasi; kohesi dan inklusivitas sosial; serta
pemberdayaan dan tindakan politik.
Berdasarkan pemetaan 6 (enam) indikator modal sosial, diketahui bahwa
reproduksi sosial dalam mengentaskan kemiskinan terjadi pada masyarakat
Desa Tosale namun belum optimal dalam pelaksanaannya karena masih
kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas mumpuni, dan
ketidakmampuan masyarakat dalam mengakses sumber dan jaringan yang ada.
Selain itu belum optimalnya pelaksanaan reproduksi sosial pada masyarakat
Desa Tosale karena modal sosial yang ada masih dalam tahap bonding (sebagai
pengikat saja), belum sebagai jembatan (bridging) yang menghubungkan seluruh
potensi warga. Hal ini ditandai oleh: (a) kelompok-kelompok yang terbentuk
mayoritas berdasarkan persamaan baik karena kekerabatan, persamaan etnik,
persamaan agama, persamaan strata ekonomi, dsb, [misalnya kelompok
pengajian (persamaan agama), kelompok arisan (persamaan tempat tinggal) dan
kelompok tani (persamaan pekerjaan)], serta memiliki ikatan yang kuat,

12

disebabkan pertemuan diantara anggotanya yang cukup intens; (b) kerjasama


yang dilaksanakan terbatas pada komunitas yang sama; serta (c) pendanaan
dalam kelompok tersebut pada umumnya swadaya dari iuran anggota. Karena itu
dibutuhkan tindakan penanganan yang sesuai untuk terus memicu optimalnya
pelaksanaan reproduksi sosial dalam masyarakat.
Kaitan Modal Sosial Dan Reproduksi Sosial Dalam Mengentaskan
Kemiskinan Di Desa Tosale
Untuk mengidentifikasi kaitan modal sosial dan reproduksi sosial dalam
mengentaskan kemiskinan di Desa Tosale, peneliti menghubungkan antara tools
(modal sosial) dengan reproduksi sosial dengan melihat perluasan akses
masyarakat dalam bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan aktualisasi diri.
Berdasarkan perluasan akses dalam bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan,
dan aktualisasi diri tersebut, diketahui bahwa keterkaitan antara modal sosial dan
reproduksi sosial pada komunitas pedesaan dalam mengentaskan kemiskinan di
Desa Tosale dilihat dari perluasan akses ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan
aktualisasi diri dalam masyarakat pada umumnya belum optimal, karena masih
kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas mumpuni, dan
ketidakmampuan masyarakat dalam mengakses sumber dan jaringan yang ada.
Dalam hal ini pula kapasitas modal sosial yang tersedia belum secara optimal
dimanfaatkan untuk penanggulangan kemiskinan karena kelompok-kelompok
yang tersedia memiliki keterbatasan akses untuk memberdayakan anggotanya.
Selain itu, untuk perluasan ekonomi, pendidikan, kesehatan dan aktualisasi diri,
pada umumnya masyarakat mendapatkan informasi dari keluarga, teman, dan
tetangga, sedangkan untuk minta bantuan, pada umumnya mencari bantuan dari
kelompok masyarakat yang strata ekonominya setara. Sehingga masih perlu
tindakan penanganan yang sesuai untuk terus mengembangkan kemampuan

13

masyarakat dalam mengentaskan masalah kemiskinan melalui tindakan reproduksi


social. Sehingga masih perlu tindakan penanganan yang sesuai untuk terus
mengembangkan

kemampuan

masyarakat

dalam

mengentaskan

masalah

kemiskinan melalui tindakan reproduksi sosial.


Pemanfaatan Modal Sosial Untuk Reproduksi Sosial Dalam Mengentaskan
Kemiskinan Di Desa Tosale
Mengidentifikasi pemanfaatan modal sosial untuk reproduksi sosial dalam
mengentaskan kemiskinan di Desa Tosale, peneliti menemukan sejumlah
karakteristik yang menarik untuk diamati. Karakteristik tersebut adalah:
Pertama, masyarakat miskin Desa Tosale mayoritas cukup terbuka pada
perubahan. Dengan indikasi sebagai berikut:
1; Pengelompokan dalam komunitas cukup terbuka terhadap perbedaan di

antara mereka, baik dalam segi perbedaan gender, usia, etnisitas, pekerjaan,
pendidikan, pandangan politik, dan persamaan strata ekonomi.
2; Pembentukan organisasi di Desa Tosale pada umumnya masih berdasarkan

insiatif komunitas tersebut, yaitu (69,86 %).


3; Mereka pada umumnya mempercayai orang-orang dilingkungannya, dengan

indikasi: mengandalkan tetangga untuk menjaga anak-anak mereka ketika


harus pergi untuk beberapa hari (72,60 %), anggota masyarakat
dilingkungan mereka dapat dipercaya (95,89 %), dan masyarakat
dilingkungan mereka bersedia menolong jika diperlukan

(89,04 %).

4; Masih memiliki kesediaan untuk bekerja sama dengan komunitas jika

diperlukan (93,15 %).


5; Akses terhadap informasi dan komunikasi, pendidikan, kesehatan, air

bersih, keadilan, dan transportasi termasuk tinggi.

14

6; Kelompok yang diikuti hanya dapat memberikan perluasan akses dalam

lingkup bidangnya masing-masing, padahal kelompok yang diikuti


mayoritas informan adalah kelompok-kelompok yang bergerak di bidang
sosial, tidak terkait langsung dengan perluasan ekonomi produktif.
7; Jejaring/koneksi yang dimiliki masyarakat terbatas, hanya 1-2 orang yang

benar-benar dapat diandalkan untuk membantu dalam kondisi terdesak,


sebagian besar hanya mengandalkan bantuan dari keluarga/kerabat.
Kedua, intensitas relasi dalam jaringan mengalami penurunan selama 5
tahun terakhir, dengan indikasi:
1; Partisipasi

mereka dalam 5 tahun terakhir mengalami penurunan

61,64 %;
2; Rata-rata berpartisipasi 1 bulan 1 kali;
3; Tidak memeberikan sumbangan dana selama 1 tahun terakhir (71,23 %);
4; Walaupun tampaknya masyarakat cukup terbuka dengan kelompok warga

lainnya dari strata yang berbeda, namun pada kenyataannya upaya-upaya


yang dilakukan untuk mengatasi masalah serta pengembangan akses
terhadap pendidikan, kesehatan, dan informasi terbatas pada lingkungan dan
strata sosial yang sama, sehingga jejaring yang di miliki belum
dimanfaatkan secara maksimal.
Ketiga, orang-orang yang dipercaya oleh anggota komunitas mayoritas
adalah tokoh agama (82,19 %) sedang pada figur yang menjalankan pranata
atau norma sosial lebih banyak yang menjawab netral seperti pada: aparat
pemerintah pusat dan daerah, polisi, guru, perawat dan dokter.
Dari ketiga karakteristik tersebut maka pemanfaatan modal sosial
untuk reproduksi sosial dalam mengentaskan kemiskinan peneliti rumuskan
dengan mempertimbangkan karakteristik geografis, sosial, dan budaya

15

masyarakat Desa Tosale. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, dirumuskan 2


(dua) model pemanfaatan modal sosial untuk Reproduksi Sosial dalam
mengentaskan kemiskinan di Desa Tosale, sebagai berikut:
Gambar. 1 Model Pemanfaatan Modal Sosial untuk Reproduksi Sosial
Dalam Mengentaskan Kemiskinan Di Desa Tosale, 2014.
Karakteristik Daerah
Rural

Pertanian
Desa Tosale

Pesisir
Desa Tosale

Model 1
Rural Pertanian

Model 2
Rural - Pesisir

Sumber: Hasil Penelitian, 2014

Pada model pertama yakni: Model Rural Pertanian, kelompok yang


banyak berperan dalam kehidupan masyarakat adalah kelompok tani,
kelompok pengajian, kelompok warga dilingkungan pemukiman. Tingkat
partisipasi dalam kelompok cenderung tinggi, demikian pula tingkat aksi
kolektif dan kerja sama. Akses informasi dan komunikasi relatif terbatas,
mengandalkan informasi dari keluarga, tokoh masyarakat, dan aparat
pemerintah.

Kohesi

dan

inklusivitas

sosial

relatif

tinggi

karena

masyarakatnya homogen. Partisipasi politik yang bersifat konvensional


(memberi suara dalam pemilu dan pilkada) relatif tinggi, tapi untuk partisipasi
politik yang bersifat otonom, seperti menghubungi pejabat pemerintah,
mengajukan usulan kepada pemerintah relatif rendah, dan cenderung pasrah
dalam pengambilan kebijakan pada aparat pemerintah/elit.
Berdasarkan karakteristik modal sosial dan pemanfaatannya selama ini
dalam penanggulangan kemiskinan, maka model pemanfaatan modal sosial
untuk penanggulangan kemiskinan di daerah rural-pertanian diarahkan untuk
mengembangkan

kapasitas

internal

masyarakat

sehingga

mampu

16

mendefinisikan kebutuhannya dan mendiskusikan alternatif pemenuhannya


dengan menggunakan potensi yang ada. Peningkatan kapasitas kepemimpinan
para tokoh masyarakat sehingga dapat membimbing masyarakat untuk
memanfaatkan potensi yang ada. Pemerintah daerah dapat memfasilitasi
pelatihan-pelatihan bagi para tokoh masyarakat agar dapat melaksanakan
peran advokasi atau pendampingan terhadap masyarakat sekitarnya. Selain
itu, juga diperlukan peningkatan kapasitas kelembagaan dari kelompokkelompok masyarakat yang ada, misalnya berupa pelatihan manajerial dan
kepemimpinan, sehingga dapat mengembangkan jejaring kerjasama dengan
kelompok lain intra dan ekstra komunitas. Pemberian insentif, termasuk
berupa pelembagaan praktik-praktik lokal yang menunjang social safety
net, misalnya perelek atau lumbung desa juga dapat menjadi alternatif untuk
meningkatkan kapasitas modal sosial untuk reproduksi sosial dalam
mengentaskan kemiskinan di Desa Tosale.
Pada model kedua, yakni model rural-pesisir, kelompok dominan adalah
kelompok pengajian, kelompok nelayan, dan kelompok warga di lingkungan
permukiman. Tingkat partisipasi dalam kelompok cenderung tinggi, tingkat
kepercayaan dan solidaritas relatif tinggi, demikian pula aksi kolektif dan
kerjasama relatif tinggi. Akses informasi dan komunikasi relatif terbatas,
mengandalkan informasi dari keluarga, televisi, dan aparat pemerintah.
Kohesi dan inklusivitas sosial relatif tinggi karena masyarakatnya bersifat
terbuka, heterogen karena sudah ada pendatang dari berbagai etnis dan daerah.
Partisipasi politik yang bersifat konvensional (memberi suara dalam pemilu
dan pilkada) relatif tinggi, tapi untuk partisipasi politik yang bersifat

17

otonom, seperti menghubungi pejabat pemerintah, mengajukan usulan kepada


pemerintah relatif terbatas karena umumnya hanya dilakukan oleh kelompok
elit di masyarakat.
Pemanfaatan modal sosial untuk reproduksi sosial dalam mengentaskan
kemiskinan di daerah-daerah berkarakteristik rural-pesisir adalah dengan
mengarahkan modal sosial yang dimiliki untuk memperkuat kapasitas
mengembangkan jejaring kerjasama antarkelompok secara internal maupun
eksternal (di luar lingkungan permukiman). Hal ini dapat dilakukan dengan
pengembangan

kapasitas

koperasi/arisan

sehingga

dapat

menunjang

pengembangan potensi pesisir, misalnya pemerintah dapat memfasilitasi


pemberian kredit melalui lembaga koperasi atau arisan nelayan dengan
kewajiban menggulirkan, sehingga ada tanggung jawab secara kolektif
sekaligus mendorong masyarakat mau mulai menabung. Selain itu, juga
melalui peningkatan
masyarakat

yang

kapasitas
ada,

kelembagaan

misalnya

berupa

dari

kelompok-kelompok

pelatihan

manajerial

dan

kepemimpinan, sehingga dapat mengembangkan jejaring kerjasama dengan


kelompok lain intra dan ekstra komunitas.
Dengan demikian, intervensi kebijakan yang dapat dilakukan terutama bagi
kelompok masyarakat miskin adalah dengan melakukan intervensi di level
micro community (keluarga, tetangga, dan kelompok keagamaan). Intervensi
tersebut bukan hanya sekedar melibatkan mereka dalam proses kebijakan
(reach out atau inklusif) namun terutama adalah membaurkan mereka
pada komunitas masyarakat yang memiliki strata ekonomi yang lebih
mapan (scaled up), sehingga akan terbentuk jejaring baru antar strata

18

(cross cutting ties). Mengingat bahwa budaya patron-client masih hidup


dengan subur, terutama di pedesaan, maka kegiatan pengembangan modal
sosial tidak bisa dilepaskan begitu saja, tanpa melibatkan tokoh-tokoh
masyarakat

di

dalam

komunitas

tersebut.

Menurunnya

partisipasi

masyarakat, diasumsikan karena intensitas tokoh masyarakat dalam kegiatan


kemasyarakatan mengalami penurunan pula. Karena itu, hal pertama yang
harus dilaksanakan, adalah memberikan pelatihan kepada tokoh masyarakat
untuk kembali meningkatkan sensibilitas mereka terhadap permasalahanpermasalahan sosial di sekitar mereka.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
1; Reproduksi sosial dalam mengentaskan kemiskinan terjadi pada masyarakat di

Desa Tosale namun belum optimal dalam pelaksanaannya karena masih


kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas mumpuni, dan
ketidakmampuan masyarakat dalam mengakses sumber dan jaringan yang ada.
Karena itu dibutuhkan tindakan penanganan yang sesuai untuk terus memicu
optimalnya pelaksanaan reproduksi sosial dalam masyarakat. Selain itu belum
optimalnya pelaksanaan reproduksi sosial pada masyarakat Desa Tosale karena
modal sosial yang ada masih dalam tahap bonding (sebagai pengikat saja),
belum sebagai jembatan (bridging) yang menghubungkan seluruh potensi
warga. Hal ini ditandai oleh: (a) kelompok-kelompok yang terbentuk
mayoritas berdasarkan persamaan baik karena kekerabatan, persamaan etnik,
persamaan agama, persamaan strata ekonomi, dsb, [misalnya kelompok
pengajian (persamaan agama), kelompok arisan (persamaan tempat tinggal)

19

dan kelompok tani (persamaan pekerjaan)], serta memiliki ikatan yang kuat,
disebabkan pertemuan diantara anggotanya yang cukup intens; (b) kerjasama
yang dilaksanakan terbatas pada komunitas yang sama; serta (c) pendanaan
dalam kelompok tersebut pada umumnya swadaya dari iuran anggota.
2; Kaitan modal sosial dan reproduksi sosial dalam mengentaskan kemiskinan di

Desa Tosale dilihat dari perluasan akses ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan
aktualisasi diri dalam masyarakat pada umumnya belum optimal, karena masih
kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas mumpuni, dan
ketidakmampuan masyarakat dalam mengakses sumber dan jaringan yang ada.
Dalam hal ini pula kapasitas modal sosial yang tersedia belum secara optimal
dimanfaatkan untuk penanggulangan kemiskinan karena kelompok-kelompok
yang

tersedia

memiliki

keterbatasan

akses

untuk

memberdayakan

anggotanya. Selain itu, untuk perluasan ekonomi, pendidikan, kesehatan dan


aktualisasi diri, pada umumnya masyarakat mendapatkan informasi dari
keluarga, teman, dan tetangga, sedangkan untuk minta bantuan, pada
umumnya mencari bantuan dari kelompok masyarakat yang strata ekonominya
setara. Sehingga masih perlu tindakan penanganan yang sesuai untuk terus
mengembangkan kemampuan masyarakat dalam mengentaskan masalah
kemiskinan melalui tindakan reproduksi sosial.
3; Pemanfaatan modal sosial untuk reproduksi sosial dalam mengentaskan

kemiskinan di Desa Tosale dapat dirumuskan melalui 2 (dua) model, yakni: (a)
model rural-pertanian; dan (b) model rural-pesisir. Kedua model ini disusun
berdasarkan karakteristik modal sosial, kondisi eksisting pemanfaatan modal
sosial dalam Reproduksi Sosial dalam Kemiskinan, serta desain intervensi
kebijakan dan/atau program yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan

20

modal sosial dalam Reproduksi Sosial dalam Kemiskinan di daerah-daerah


dengan karakteristik tersebut.

Saran
1; Pada umumnya komunitas dari strata ekonomi yang lebih mapan, kesulitan

menyalurkan barang-barang bekas layak pakai. Selama ini, biasanya, mereka


langsung memberikan pada komunitas yang dianggap lebih tidak mampu.
Kegiatan ini, selain tidak terorganisir dengan baik, juga tidak mengandung
makna pemberdayaan, selain hanya faktor menyumbang semata. Maka,
yang

dapat

dilakukan

misalnya

barang- barang bekas layak pakai

dikumpulkan, disortir dan dijual dengan harga murah. Hasil penjualan


dijadikan dana bergulir, untuk micro-credit atau kegiatan social safety net
lainnya. Pengelolaan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
dilakukan secara mandiri oleh masyarakat yang bersangkutan dari strata
sosial-ekonomi yang berbeda.
2; Intervensi kebijakan untuk mengoptimalkan modal sosial dapat dilakukan

pada level mikro dan makro. Untuk level mikro dapat dilakukan melalui
pemberdayaan keluarga, tetangga, kelompok pengajian, dan sebagainya.
Sedang pada level makro titik berat peningkatan kapasitas dapat difokuskan
pada tokoh agama, tokoh pendidikan, dan tokoh kesehatan yang selama ini
masih dipercaya oleh masyarakat. Keberadaan tokoh-tokoh ini dapat
digunakan sebagai pendorong perubahan dalam modal sosial, dalam upaya
mengubah relasi sosial yang kaku (transaksional) menjadi lebih luwes dan
membangun jejaring kerja yang lebih luas serta kegiatan partisipasi yang
lebih otonom, dengan melahirkan pekerja-pekerja sosial baru dari dalam

21

masyarakat untuk melakukan pendampingan sosial melalui Pelatihan Menjadi


Pekerja Sosial Masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik, (BPS). 2013. Statistik Indonesia 2013.
Badan Pusat Statistik, (BPS). 2012. Sulawesi Tengah Dalam Angka 2012. BPS
Palu.
Bourdieu, Pierre. 1990. The Logic of Practice. California: Atanford University
Press.
Data Bappeda, TNP2K, dan PM Kabupaten Donggala, 2014.
Fixguy. (fixguy.wordpress.com/sosiologi-lengkap-banget/). Ditemukembali pada
29 Juli 2013, 00.05 WIT. Sejarah Reproduksi Sosial. Wordpress.
Fukuyama, Francis. (1999). Social Capital and Civil Society,
(conference@imf.org). Ditemukembali pada 29 Juli 2013, 00.06 WIT.
Fukuyama, Francis. 2002. Trust. Qalam. Yogyakarta.

Goldener, Loren. 2008. (earthlink.net/~lrgoldner/socreprod.html).


Reproduction For Beginners: Bringing Back In The Real World.

Social

Grand Strategi Penenggulangan Kemiskinan Kabupaten Donggala. 2014.


Ife, Jim. 2002. Community Development: Community Base Alternatives In An Age
Of Globalization. Australia: Pearson Education Australia Pty.Ltd.
Kecamatan Banawa Selatan Dalam Angka. 2013.
Kemiskinan bertambah (2009, 13 Februari). Kompas, 1 & 5. Ditemukembali pada
29 Juli 2013, 00.02 WIT.
Lawang, Robert MZ. 2005. Kapital Sosial dalam Perspektif Sosiologi. Jakarta.
FISIP-UI Press.
Mendorong Reproduksi Sosial untuk Pemberdayaan. Warta; Arsip Artikel Hendri
Matias. Ditemukembali pada 29 Juli 2013, 00.03 WIT.

22

Portes, A. 1998. Social Capital, Its Original and Applications In Modern


Sociology. Annual Rev. Sociology.
Profil Program Pengembangan Kecamatan Provinsi Sulawesi Tengah. 2012
Putnam, Robert. (2002). Social Capital Measurement and Consequences,
http://www.isuma.net/v02n01/putnam. Ditemukembali pada 29 Juli 2013,
00.06 WIT.
Rahmad. (rahmadindependent.blogspot.com). Ditemukembali pada 29 Juli 2013,
00.04 WIT. Reproduksi Sosial dan Pembangunan Manusia. RACHMAD
BACAKORAN.
Rahman, Ramli A. (2006). Modal Sosial Masyarakat : Institusi Sosial sebagai
Modal Sosial. Bandung : Lemlit STKS.
Sosiologi Pedesaan Masyarakat Jawa Pesisir, oleh; Mudjahirin Thohir. 05 Maret
2009. weblog.Prof.Dr.Mudjahirin Thohir, M.A. Ditemukembali pada 29 Juli
2013, 00.05 WIT.
Sugeng, Bambang, dkk (2006). Pengembangan Modal Sosial Dalam
Memecahkan Masalah Di Era Pembangunan Milenium (MDGs). Bandung :
LPM STKS
Sugiyono. 2003. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : CV. ALPABETA Bandung.
Suharto, Edi. 2005. Membangun
PT. Refika Aditama Bandung.

Masyarakat

Memberdayakan

Rakyat.

Sukoco, Dwi Heru. 1993. Profesi Pekerjaan Sosial dan Proses Pertolongannya.
Bandung: Kopma-STKS.
TKP3 KPK Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, (2004).
Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan
Masyarakat. Jakarta. Ditemukembali pada 29 Juli 2013, 00.06 WIT.
Umar, Husein, 2003, Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi,
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Woolcock, Michael, (2001). (unesco.org/most/soc_cap). Ditemukembali pada 29
Juli 2013, 00.06 WIT. Social Capital in Theory and Practice. Unesco.

23

Worldbank. 2009. (go.worldbank.org). Ditemukembali pada 29 Juli 2013.


Understanding Poverty. Worldbank.org.

You might also like