Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 102

MAKALAH PARASIT

Ancylostoma Cutaneous Larva Migran

FBS 3

TUTORIAL A2
Disusun oleh :
1. Andya Yudhi Wirawan

(1010211004)

2. Oki Fahmi Abri N.

(1010211006)

3. Hendra Leofirsta

(1010211013)

4. Viny Octofiad
5. Mentari
6. Dhisa Zanita Habsari
7. Laras Indri Palupi

(1010211016)
(1010211018)
(1010211020)
(1010211021)

8. Hasyati Dwi Kinasih

(1010211023)

9. Rosiana Afida

(1010211024)

10. Henny Hasyyati

(1010211025)

11. Dionissa Shabira

(1010211029)

12. Risdi Pramesta

(0910211125)

FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA


Jalan RS. Fatmawati, Pondok Labu, Jakarta Selatan 12450

Lembar Pengesahan Makalah

Saya yang bertanda tangan di bawah, menyatakan bahwa makalah


ini sudah sesuai dengan proses yang terjadi selama tutorial.

Jakarta,

/
Tutorial kelompok A2

( dr. Helsy )

Ancylostoma Cutaneous Larva Migran


On July 2003, Mrs. Reni, 36-year-old house wife visited a local dermatology
clinic in RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, with linear and serpiginous skin
lesions on both feet.

She had returned a trip to Garut some 10 days previously, and her skin
symptoms appeared 8 days before her visit to our clinic. The routine
laboratory findings were in the normal range, and a pathological
examinations of moderate perivascular lymphocytes and eosinophils in
the upper dermis.
Moreover, a nematode larva was detected in a scratched lesion specimen.
Larva detected from a skin with a long esophagus and a pointed tail. The
larva was 650 x 30 m in size with a filariform esophagus of 175 m. Its
body to esophagus length ratio was 3.7 : 1, and its body length to width
ratio was 21.7 : 1. The patient was treated with 400 mg/day of
albendazole for 5 days. Her skin lesions were clearly improved 2 weeks
after this treatment.
For the identification of the isolated larva, we cultured A. caninum larvae
in vitro and compared both larvae under the light microscope. Filariform
larvae of A. caninum collected from egg-culture medium were 576-625
(average 605) x 23-25 (average 24) m in size, and had a filariform
esophagus of 145-153 (average 150) m in length. The ratios of body
length to esophagus length and of body length to body width were 4.0 : 1
and 25.2 : 1, respectively.

Ancylostoma Cutaneous Larva Migran


Pada bulan Juli tahun 2003, Ibu Reni berusia 36 tahun yang bekerja
sebagai ibu rumah tangga mengunjungi klinik dermatologi di RSPAD Gatot
Subroto, Jakarta dengan kulit yang terluka pada kedua kakinya.
Ia baru saja kembali dari garut 10 hari sebelumnya, dan gejala pada
kakinya terlihat 8 hari sebelum Ia berkunjung ke klinik. Pemeriksaan
laboratorium dilakukan dlam keadaan normal, dan sebuah pemeriksaan
patologi dari kulit yang di biopsi ditemukan infiltrasi sedang pada jaringan
perivaskular limfosit dan eosinofil pada lapisan dermis bagian atas.
Selain itu, sebuah larva nematoda di deteksi pada bagian kulit yang
terluka. Larva di deteksi dari sebuah kulit dengan esofagus yang panjang
dan ekor yang melingkar. Larva dengan ukuran 650 x 30 m dengan
filariform esofagus 175 m. Rasio panjang tubuh dengan esofagusnya
3.7 : 1, dan rasio panjang dengan lebar tubuhnya 21.7 : 1.
Pasien diobati dengan pemberian 400 mg/day albendazole untuk 5 hari
dan luka akan hilang selama 2 minggu setelah pengobatan
Untuk mengidentifikasi larva yang telah diisolasi, kami mengkultur larva
A. caninum dengan cara in vitro dan membandingkan kedua larva di
bawah mikroskop cahaya. Larva filariform dari A. caninum yang di dapat
dari telur yang di kultur berukuran 576-625 (rata-rata 605) x 23-25 (ratarata 24) m, dengan ukuran panjang esofagus 145-153 (rata-rata 150)
m. Dengan masing-masing rasio panjang tubuh dengan panjang
esofagus dan panjang tubuh dengan lebar tubuh 4.0 : 1 dan 25.2 : 1.

TERMINOLOGI
(Mentari)
1. Parasit
o Tanaman atau hewan yang hidup pada atau di dalam organisme
hidup lain yang memberikan beberapa keuntungan baginya.
o Komponen kembar siam asimetris yang kurang lengkap, lebih
kecil, melekat dan bergantung pada autosite.
2. Biopsied Skin
Pengambilan dan pemeriksaan, biasanya mikroskopik, jaringan
tubuh yang hidup, yang dilakukan untuk menegaskan diagnosis
pasti.
3. Serpiginous Skin
Mempunyai tepi bergelombang atau banyak lekukan.
4. Infiltrasi
o Penimbunan bahan patologis dalam jaringan atau sel yang tidak
normal atau dalam jumlah yang berlebihan.
o Deposit larutan langsung ke dalam jaringan.
5. Perivascular Lymphocytes
o

Perivascular
Di dekat atau sekitar pembuluh darah

Lymphocytes
Leukosit mononuklear nonfagositik, ditemukan dalam darah,
limfe, dan jaringan limfoid, yang merupakan sel imunologi tubuh
yang kompeten dan prekursornya.

6. Eosinophils
o Leukosit granular dengan nukleus yang biasanya terdiri dari dua
lobus yang dihubungkan oleh sebuah benang kromatin halus,
dan sitoplasma yang mengandung granul kasar dan bulat dengan
ukuran seragam.
o Semua struktur, sel, atau unsur histologi yang mudah dipulas
dengan eosin.
7. Nematode
Setiap anggota kelas Nematoda; disebut juga roundworm atau
round worm dan eelworm atau eel worm.
8. Filariform
Berbentuk

benang;

menyerupai

filaria;

menunjukkan

tingkat

perkembangan dalam siklus kehidupan nematoda tertentu yang


ditandai oleh terdapatnya esofagus berdiameter sama yang sering,
misalnya pada cacing tambang, merupakan stadium infektifnya.
9. Albendazole
Suatu anthelmintik benzimidazole spektrum luas yang digunakan
untuk melawan berbagai cacing dan pengobatan penyakit hidatid
dan neurosistiserkosis, juga untuk mengobati infestasi cacing
gelang atau cacing pipih pada hewan pemamah biak.
10.

Ancylostoma canium

Cacing tambang yang paling umum pada anjing; cacing ini juga
menginfeksi kucing, dan larvanya dapat menyebabkan cutaneous
larva migrans pada manusia.

PARASITOLOGY
(Dionissa shabira)
Definisi
Parasitologi ialah ilmu yang mempelajari jasad-jasad yang hidup untuk
sementara atau tetap di dalam atau pada permukaan jasad lain dengan
maksud untuk mengambil makanan sebagian atau seluruhnya dari jasad
itu (parasitos= jasad yang mengambil makanan; logos= ilmu).
I.Zooparasit = parasit yang berupa hewan, di bagi dalam:
a. Protozoa= hewan yang bersel satu seperti amoeba
b. Metazoa= hewan yang bersel banyak yang dibagi lagi dalam
helmintes (cacing) dan artropoda (serangga)
II.Fitoparasit = parasit yang berupa tumbuh-tumbuhan yang terdiri dari:
a. Bakteri
b. Fungsi (jamur)
III. Spirochaeta dan Virus
Dalam parasitologi kedokteran dipelajari zooparasit yang termasuk
dalam golongan helmintes, protozoa, artropoda dan fitoparasityaitu
fungus.
Terminologi
PARASITISME
Mencakup setiap hubungan timbal balik suatu spesies lain untuk
kelangsungan hidupnya. Dalam hal tersebut, satu jenis mendapat
makanan dan lingkungan jasad lain yang dirugikan dan mungkin

dibunuhnya. Sebenarnya parasit tidak bermaksud membunuh hospesnya


tanpa membahayakan dirinya sendiri.
Menurut derajat parasitisme dapat dibagi menjadi:

Komensalisme
Suatu jenis jasad mendapat keuntungan dari jasad lain akan tetapi

jasad lain tersebut tidak dirugikan.

Mutualisme
Hubungan 2 jenis jasad yang keduanya dapat keuntungan.

Simbiosis
Hubungan permanen antar dua jenis jasad dan tidak dapat hidup

terpisah

Pemangsa (predator)
adalah parasit yang membunuh terlebih dahulu mangsanya dan

kemudian

memakannya.

HOSPES
Menurut macamnya hospes dapat dibagi menjadi:

Hospes definitif

Hospes tempat parasit hidup, tumbuh menjadi dewasa dan berkembang


biak secara seksual.
Contoh

: manusia merupakan hospes def dari Trematoda Gondii.

Hospes perantara

Hospes tempat parasit tumbuh mejadi bentuk infekstif yang siap


ditularkan kepada manusia (hospes).
Contoh

Dalam

memerlukan keong

siklus

hidupnya

Trematoda

sebagai hospes perantara

pada

umumnya

dan hewan lain (Ikan,

Crustacea , keong) ataupun tumbuh-tumbuhan air sebagai hospes


perantara kedua.

Hospes reservoar

Hewan yang mengandung parasit dan merupakan sumber infeksi bagi


manusia.
Contoh

: manusia yang memakan hewan atau tumbuhan yang

mengandung parasit, misalnya cestoda yang hidup di tubuh manusia, dan


yg sebagai sumbernya hewan yang mengandung parasit tersebut.

Hospes paratenik

Hewan yang mengandung stadium infektif parasit tanpa menjadi dewasa;


dan stadium infektif ini dapat ditularkan dan menjadi dewasa pada hospes
definif.
Contoh

: pada cacing tambang, manusia atau hewan yg menjadi

hospes definitifnya, dan stadium yang menginfeksi yaitu telur yang


mengandung larva.

VEKTOR
Yaitu suatu jasad (biasanya serangga) yang dapat menularkan parasit
pada manusia dan hewan.
Misalnya: nyamuk Anopheles yang menularkan parasit malaria dan Culex
sebagai vektor filariasis.
Vektor dibagi menjadi

Vektor biologi: serving as the site of some developmental events in


the life cycle of the parasite
Vektor mekanik:or nonessential to the life cycle of the parasite

Vektor Mekanik
Musca (lalat)
ordo diptera, kelas insekta.
ex : Musca domestica (lalat rumah)
berperan:

vektor

mekanik

amebiasis,disentri,toksoplasmosis

&

cacing usus

penyakit

Musca domestica

tempat perindukan: timbunan sampah,tinja manusia & binatang


Periplaneta
ordo dyctioptera, kelas insekta
ex: Periplaneta americana
berperan :
vektor

mekanik

amebiasis,lambliasis,taksoplasmosis,

askariasis,isosporiasis

Vektor biologi:
-

Ornithoros moubata

Orninthodoros hermsi

Pediculus

humanus

corporis
-

Aedes aegypty

Aedes abopictus

Culex tritaeniorthyncus

DAUR HIDUP
Dalam daur hidup ditemukan sebagai stadium, pada helmintes
dikenal stadium dewasa, telur dan larva, sedangkan pada protozoa
dikenal stadium trofoxoit (vegetatif dan kista).

Helminthes : dewasa telur larva hospes definitive hospes


reservoar hospes perantara

Protozoa : trofozoit kista .

TATA NAMA
Cara menulis nama parasit mengikuti International Code of Zoological
Nomenclatur. Tiap parasit digolongkan ke dalam :
filum, kelas, ordo, famili, genus dan spesies.
Secara Binomial (Linnaeus 1758)
Untuk spesies ditentukan dua nama, misalnya Ascaris lumbricoides.
Nama genus dan nama spesies : Ascaris lumbricoides
(Ascaris - genus;

lumbricoides - spesies) A. lumbricoides

Tata nama sama dengan mikrobiologi secara binomial, yakni memakai


genus dan sp.
Klasifikasi parasit secara khusus
Menurut tempat hidupnya

Ektoparasit / di luar tubuh (infestasi)

Endoparasit / di dalam tubuh (infeksi)

Menurut keperluan akan hospes

Parasit obligat (hidup dalam hospes)

contoh: Ascaris lumbricoides (cacing gelang), Necator americanus


(cacing tambang).

Parasit fakultatif (bisa hidup tanpa hospes

definitif(hospes

tempat parasit hidup ) )


contoh: nyamuk betina bisa hidup walaupun tidak menghisap darah

Parasit insidentif (tidak menginfeksi

manusia

tetapi

tiba-tiba

ada dalam tubuh manusia)


contoh : Brugia panangi

Parasit temporer (organisme yang

sewaktu-waktu

parasit, jika butuh makan akan menjadi parasit).

menjadi

contoh : Lintah.
Klasifikasi parasit secara medis/kedokteran
Helmintologi (ilmu yg mempelajari parasit

berupa cacing)

Protozoologi (ilmu yg mempelajari tentang

hewan bersel satu)

Entomologi (ilmu yg mempelajari tentang

vektor)

Mikologi (ilmu yg mempelajari tentang jamur)

HELMINTOLOGI
(Dhisa Z. H., Oki Fahmi, Rosiana A., Hendra L., Viny
Octoviad)
1) NEMATODA
a. Nematoda Usus

Ascaris lumbricoides
Hospes

: Manusia

Penyakit

: Askariasis

Morfologi : - :

panjang

15 - 30 cm
lebar 0,2 0,4
cm
-

: panjang 20 35 cm

lebar 0,3 0,6 cm


-

Dewasa hidup di rongga usus halus, umur 1 2


tahun

Jumlah telur per hari : 100.000-200.000 telur

Cara Penularan :

Port dentree : mulut, fekal

oral
Port dextree : anus, telur di
feses
Daur hidup

Bentuk infektif : telur infektif (matang)


:

Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi dapat berkembang


menjadi bentuk infektif dalam waktu -/+ 3 minggu.
Bentuk infektif ini tertelan manusia menetas di usus halus larva
menembus dinding usus halus pembuluh darah atau saluran limfe di
alirkan ke jantung mengikuti aliran darah ke paru-paru larva di
paru menembus dinding pembuluh darah dinding alveolus masuk
rongga alveolus naik ke trakea ( melewati bronkiolus dan bronkus)
faring rangsang batuk (karena rangsangan ini) larva tertelan ke
esofagus menuju usus halus di usus halus larva berubah menjadi
cacing dewasa
Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu
-/+ 2 bulan.
Patologi dan Gejala Klinis :
- Stadium Larva : Terjadi pada saat larva berada di paru, pada penderita yang
rentan dapat menimbulkan perdarahan kecil pada dinding alveoulus dan
timbul gangguan paru yang disertai dengan batuk , demam dan
eosinofilia.Pada foto toraks tampak infiltrate yang menghilang dalam waktu 3
minggu .Keadaan ini disebut sindrom Loeffler.
- Stadium Dewasa : Gangguan-gangguan ringan, seperti mual , nafsu makan
berkurang , diare atau konstipasi.
Infeksi berat (terutama pada anak) dapat terjadi malabsorbsi yang dapat
malnutrisi.Efek yang lebih serius jika cacing-cacing menggumpal dalam usus
sehingga obstruksi usus (ileus).
Dalam keadaan tertentu, cacing dapat mengembara dalam saluran empedu,
apendiks atau bronkus sehingga menimbulkan gejala yang berbahaya dan
memerlukan tindakan operatif.
Diagnosis : Pemeriksaan tinja secara langsung
- Adanya telur dalam tinja
- Cacing dewasa keluar dari mulut / hidung,
maupun tinja
Pengobatan

: - Piperasi

- Pirantel Pamoat 10 mg/kg BB


- Mebendazol 500 mg atau Albendazol 400 mg

Pencegahan

: - Cuci tangan sebelum makan

- Selalu menjaga kebersihan kuku


- Defekasi pada kakus
Distribusi Geografik :
Parasit ini ditemukan kosmopolit. Dengan prevalensi di Indonesia sekitar 6090%.
Epidemiologi :
Kurangnya pemakaian jamban keluarga menimbulkan pencemaran tanah
dengan tinja disekitar halaman rumah, dibawah pohon, ditempat mencuci dan
di tempat pembuangan sampah. Di Negara tertentu biasa memakai tinja
sebagai pupuk. Kelembaban tinggi 25-30C tempat yang baik untuk
berkembangnya telur A. lumbricoide.

Toxocara canis dan Toxocara cati


Hospes

: Toxocara canis anjing


Toxocara cati

kucing
Penyakit : Visceral larva migrans
Morfologi : - T. canis : 3,6 8,5 cm
: 5,7 10 cm
Sayap servikal berbentuk lanset
- T. cati : 2,5 7,8 cm
: 2,5 14 cm
Sayap lebih lebar, kepala spt ular
-

Hospes

kobra
Paratenik : manusia,

cacing tanah, semut


- Cara Penularan :

Port

dentree : mulut, fekal oral


Port dextree : anus, telur di
feses
-

Daur Hidup

Bentuk infektif : telur infektif (matang)

telur keluar dari tinja anjing/kucing berkembang


menjadi

telur infektif di

(anjing/kucing)

tanah

tertular/menelan

hospes

hospes

definitif
paratenik

(cacing tanah, semut) penularannya scr transplasental


dr induk anjing yg terinfeksi/melalui air susu induk yg
terinfeksi telur tertelan manusia (hospes paratenik
lain) larva menembus dinding usus ikut dlm
peredaran darah menuju organ tubuh (hati, jantung,

paru, otak, mata) di manusia, larva tidk berkembang


lagi.

Patologi dan Gejala Klinis :


Pada manusia, larva cacing tidak menjadi dewasa dan
mengembara di alat-

alat dalam,khususnya hati,penyakit yang

disebabkan di sebut visceral larva

migrans, dengan gejala

eosinofilia , demam dan hepatomegali.


Diagnosis : - Diagnosis serologi melalui deteksi antiobodi IgG
trhdp

antigen ekskretori-sekretori larva T.

canis disertai eosinovilia


- Teknik USG, CT Scan, dan MRI utk mendeteksi
lesi
Pengobatan
-

granulomatosa yg berisi larva Toxocora.


: - Albendazol 400 mg pada VLM
Pada OLM dilakukan operasi vitrektomi,
pengobatan

dengan

anthelmintik,

dan

kortikosteroid.
Pencegahan : - Mencegah pembuangan tinja anjing dan
-

kucing secara sembarangan


Hewan yang terinfeksi diobati

dengan

mebendazol atau invermectin


- Pengawasan terhadap anak yang memiliki
kebiasaan makan tanah
- Peningkatan kebersihan pribadi
Distribusi Geografik :
Cacing tersebar secara kosmopolit. Dengan prevalensi di
Jakarta 38,3% pada
Epidemiologi

anjing dan 36% pada kucing.


:

Memiliki agent yaitu telur T. canis pada anjing atau T.cati pada
kucing hidup di tanah yang cocok.

Necator americanus dan A. duodenale


Hospes
Penyakit

: Manusia
:
Nekatoriasis

&

ankilostomiasis
Morfologi : 1 cm
0,8 cm
- Cacing dewasa hidup di rongga usus halus,
dengan

mulut yang besar melekat pada

mukosa dinding
usus.
- Bentuk badan menyerupai huruf S & mmpunyai
benda kitin

N. americanus
- Bentuk badan menyerupai huruf C & ada dua

pasang gigi
A. duodenale
- Rongga mulut besar
- Hospes Definitif : Manusia
- Cara Penularan :
Port dentree : kulit, infeksi
larva
Port dextree : anus, telur di
feses
-

Daur Hidup

Bentuk infektif : larva filariform

Cacing betina bertelur -/+ 9000 butir perhari, besarnya kira-kira 60 x 40 mikron.

Telur dikeluarkan dengan tinja.

Setelah menetas (1 1,5 hari) keluar larva rabditiform, panjangnya kira-kira 250
mikron.

Setelah 3 hari tumbuh menjadi larva filariform, panjangnya -/+ 600 mikron, dapat
menembus kulit dan dapat hidup selama 7 8 minggu di tanah.

Telur larva rabditiform larva filariform menembus kulit kapiler darah


jantung kanan paru bronkus trakea laring usus halus.

Patologi dan Gejala Klinis :


Gejala nekatoriasis & ankilostomiasis :
- Stadium larva : Larva filariform yang banyak menembus kulit dapat
menyebabkan perubahan pada kulit yang disebut ground
itch. Perubahan pada paru biasanya ringan. Infeksi A. duodenale scr oral
mnyebabkan penyakit wakana dgn gejala mual, muntah, iritasi, dll.
- Stadium dewasa : Gejala tergantung pada spesies dan jumlah cacing juga
kondisi keadaan gizi ( protein dan Fe). N.americanus dapat menyebabkan
kehilangan darah sebanyak 0,005 - 0,1 cc sehari, sedangkan A.duodenale 0,08
0,34 cc . Biasanya terjadi anemis hipokrom mikrositer.Disamping itu terjadi
eosinofilia.
Diagnosis : - menemukan telur dlm tinja segar, larva dlm
tinja lama
- utk membedakan N. americanus dgn A.
duodenale
Pengobatan
Pencegahan

dilakukan dgn biakan Harada-Mori


: Pirantel Pamoat 10 mg/kg BB
: - Kurangi pemakaian pupuk yang terbuat

dari tinja
- Memakai alas kaki ketika berada di tanah
Distribusi geografik :
Prevalensi di Indonesia cukup tinggi (khususnya di daerah
perkebunan 70%).
Epidemiologi :
Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva ialah tanah gembur
dengan suhu

optimum untuk N. americanus suhu 28-32C dan

A. duodenale 23-25C.

Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma


caninum
Hospes
: Manusia, kucing, anjing
Penyakit : Creeping eruption
Morfologi : A. braziliense
ada 2 pasang gigi yg tdk sama
besar
4,7 6,3 mm
6,1 8,4 mm
A. canium
ada 3 pasang gigi
10mm
14 mm
Daur Hidup

Telur
keluar
dr tinja
kucing/anjing

menetas dlm
1 atau 2 hari
larva rhabditiform dlm 5 sampai 10 hari larva filariform
(infektif)
kontak dgn hewan : menembus kulit pembuluh darah
jantung

paru-paru alveolus bronkiolus ditelan usus halus mjd


dewasa kontak dgn manusia : larva menmbus kulit
bermigrasi tdk brkembang lagi.
Patologi dan Gejala Klinis :
Manusia, larva tidak tumbuh menjadi dewasa melainkan menimbulkan
kelainan kulit yang disebut creeping eruption , creeping disease atau
cutaneous larva migrans.
Creeping eruption : Suatu dermatitis dengan gambaran khas berupa kelainan
intrakutan serpiginosa.
Proses terbentuk, larva filariform menembus kulit terjadi papel keras , meral
dan gatal.Dalam beberapa hari terbentuk terowongan intrakutan sempit
yang tampak seperti garis merah,sedikit menimbul, gatal sekali dan
bertambah panjang menurut gerakan larva di dalam kulit.Sepanjang garis
yang berkelok-kelok , terdapat vesikel vesikel kecil dan dapat terjadi infeksi
sekunder karena kulit digaruk.

Diagnosis : Dengan gambaran klinis pada kulit & biopsi


Pengobatan
: Semprotan kloretil, dan Albendazol 400 mg
Pencegahan
: - Memakai alas kaki ketika berada di tanah
- Peningkatan kebersihan terhadap kucing dan
anjing
Distribusi Geografik :
Ditemukan di daerah tropic dan subtropik. Di Jakarta ditemukan pada kucing
72% A.braziliense sedangkan pada sejumlah anjing terdapat 18% A.
braziliense dan 68% A. caninum.

Epidemiologi :
Pada manusia larva tidak menjadi dewasa, tetapi menyebabkan kelainan
kulit atau creaping eruption.

Trichuris trichiura
Hospes
: Manusia
Penyakit : Trikuriasis
Morfologi : 4 cm, 5
cm
- Bagian anterior langsing seperti cambuk,
panjangnya 3/5
dari panjang seluruh tubuh.
- Bagian posterior bentuknya lebih gemuk.
- Hidup di colon asendens dan sekum
Daur Hidup

Cacing betina dapat bertelur antara 3000 10.000 butir, ukurannya


50 54 mikron x 32 mikron.

Telur matang dalam waktu 3 6 minggu dalam lingkungan yang


sesuai (tanah yang lembap dan tempat yang teduh).

Telur matang (yg berisi lava) tertelan hospes larva keluar melau
dinding telur masuk ke usus halus sesudah dewasa cacing turun
kebagian distal masuk ke daerah kolon terutama sekum.

Masa pertumbuhan dari telur tertelan sampai cacing dewasa


bertelur 30 90 hari.
Patologi dan Gejala Klinis :
Tidak mengalami siklus paru
Infeksi berat terjadi pada anak-anak ,tersebar di seluruh kolon dan rectum .
kadang-kadang terlihat di mukosa rectum yang mengalami prolapsus akibat
mengejannya penderita pada waktu defekasi.
Iritasi dan peradangan dapat terjadi dalam mukosa usus karena cacing
memasukkan kepalanya dan dapat menimbulkan trauma mukosa usus.
Diagnosis : Dibuat dgn menemukan telur dlm tinja.
Pengobatan
: - Albendazol 400 mg (dosis tunggal)
- Mebendazol 100 mg (dua kali sehari selama tiga
hari berturut-turut)
Pencegahan
: - Pembuatan jamban yang baik dan benar
- Pendidikan tentang sanitasi
- Meningkatkan kebersihan pribadi
- Mencuci sayuran yang dimakan mentah
Distribusi Geografis :
Bersifat kosmopolit, terutama ditemukan didaerah panas dan
lembab.
Epidemiologi

Faktor penting untuk penyebarannya adalah kontaminasi


tanah dgn tinja.

Telur tumbuh di tanah liat, lembab dan

teduh.

Enterobius vermicularis / Oxyuris


vermicularis
Hospes
Penyakit

: Manusia
: Enterobiasis /

oksiuriasis
Morfologi : 8-13 mm x 0,4 mm
2-5 mm
- Pada ujung anterior ada pelebaran kutikulum
yang disebut

alae.

- ekornya panjang dan runcing pada btina, ekor


melingkar

seperti tanda tanya (?) pada jantan.


- Habitatnya di rongga sekum, usus besar, dan di

usus halus.
Daur Hidup

Cacing betina mengandung 11.000 15.000 butir telur.

Telur matang setelah 6 jam dikeluarkan, pada suhu badan.

Tertelan telur matang menetas di duodenum larva rabditiform


menjadi dewasa di yeyunum dan bagian atas ileum bertelur di
sekum.
Patologi dan Gejala Klinis :
Relatif tidak berbahaya , jarang menimbulkan lesi yang berarti.Gejala klinis
yang menonjol disebabkan iritasi di sekitar anus,perineum dan vagina oleh
cacing bertina gravid yang bermigrasi ke anus dan vagina sehingga
menyebabkan pruritus local.Peradangan terjadi di daerah tempat cacing
berada karena menimbulkan rasa gatal dan membuat penderita menggaruk
di daerah tersebut dan dapat menyebabkan infeksi(umumnya terjadi di
sekitar daerah anus ) , dapat juga terjadi di tuba fallopi sehingga
menimbulkan peradangan.Gejala lain yang ditemukan berupa nafsu makan
turun,berat badan turun, cepat marah,enuresis,cepat marah,gigi
menggeretak ,insomnia dan masturbasi.
Diagnosis : - Menemukan telur dn cacing dewasa
- Telur diambil dgn alat anal swab yg ditempelkan
sekitar

anus pd pagi hari sebelum anak

buang air besar dn mencuci


pantat (cebok).
Pengobatan
: - Piperazin (Tidak efektif terhadap telur)
- Pirantel Pamoat (Tidak efektif terhadap telur)
- Mebendazol (efektif terhadap semua stadium)
Pencegahan
: - Kuku hendaknya selalu pendek
- Mencuci tangan sebelum makan
- Pakaian dan alas kasur hendaknya dicuci bersih
dan diganti setiap hari

Distribusi Geografis :
Parasit ini kosmopolit tetapi banyak ditemukan didaerah dingin daripada di
daerah panas. Hal itu mungkin disebabkan orang yang tinggal didaerah dingin
jarang mandi dan mengganti baju dalam.
Epidemiologi :
Penyebaran cacing kremi lebih luas daripada cacing lain. Telur cacing bisa
menempel dimana saja biasa ditemukan (92%) di lantai, meja , kursi , buffet,
tempat duduk kakus, bak mandi, alas kasur, pakaian dan tilam.

Trichinella spiralis
Hospes

: Manusia, tikus,

anjing,
babi, beruang
Penyakit : Trikiniasis
Morfologi :- Cacing dewasa berbentuk halus seperti rambut.
- 1,5 mm, 3-4 mm
- Ujung anterior langsing dengan mulut kecil,
bulat.
Daur Hidup

Cacing betina dpt mngeluarkan 1500 larva

Daging yg kurang matang mngandung larva cacing


ditelan masuk ke usus cacing dewasa di mukosa
usus melepaskan larva ke dalam limfe dn peredaran
darah seluruh tubuh (otot diafragma, iga, lidah, laring,

mata, perut, dll) pd minggu ke-4 larva menjadi kista


dlm otot brgaris melintang.

Patologi dan Gejala Klinis :


- Stadium larva: Gejala yang disebabkan tergantung pada
organ yang dihinggapi ,misalnya dapat menyebabkan sembab
sekitar mata ,sakit persendian,gejala pernafasan ,kelainan
jantung dan kelainan susunan saraf.Bila masa akut telah
lalu ,biasanya penderita sembuh secara perlahan-lahan
bersamaan dengan dibentuknya kista dalam otot.
Larva tersebar di otot kira-kira 7 28 hari sesudah
infeksi.Pada saat ini timbul gejala nyeri otot (mialgia) dan
radang otot (miositis) yang disertai demam,eosinofilia dan
hipereosinofilia.
Infeksi berat dapat menimbulkan kematian dalam waktu 2 3 minggu , tapi
biasanya kematian terjadi dalam waktu 4 8 minggu sebagai akibat kelainan
paru,otak maunpun jantung
Stadium dewasa ; terjadi gejala seperti sakit perut , diare , mual dan muntah
akibat invasi cacing ke mukosa usus.
Diagnosis :
Tes kulit dengan memakai antigen yg terbuat dr larva
Trichinella dapat mmberikan reaksi positif pada minggu ke-3
atau ke-4.
Pengobatan
: Mebendazol 100 mg dua kali sehari selama
beberapa hari
Pencegahan
-

: - Pengolahan daging babi yang lebih baik


Memusnahkan

sisa

penjagalan

mengandung potongan daging mentah


Distribusi Geografis :

yang

Cacing ini kosmopolit, tetapi di negeri yang beragama islam parasit ini jarang
ditemukan pada manusia. Di Eropa dan Amerika Serikat parasit ini banyak
ditemukan karena penduduknya banyak yang mengonsumsi daging babi yang
kurang matang (sosis).
Epidemiologi :
Pengelolahan daging babi sebelum dimakan manusia sangat penting karena
larva infektifnya terdapat pada otot daging. Larva akan mati pada suhu 60C
atau pada suhu jauh dibawah titik beku. Larva tidak mati pada daging yang
diasin atau diasap.

b. Nematoda Jaringan

Wuchereria bancrofti
Hospes
Penyakit

: Manusia
: Filariasis

bankrofti
Morfologi : - Cacing dewasa jantan dan betina hidup di
saluran dan

kelenjar limfe.
- Bentuk halus seperti benang dan berwarna

putih susu.
- Yang betina berukuran 65 100 mm x
0,25 mm dan yang
jantan 40 mm x 0,1 mm.
- Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria yang
bersarung
7-8 mikron.
Daur Hidup

dengan ukuran 250 300 mikron x


:

Daur hidup parasit ini memerlukan waktu yang sangat panjang.

Masa pertumbuhan parasit di dalam nyamuk kurang lebih 2 minggu.

Pada manusia diduga -/+ 7 bulan.

Mikrofilaria terisap oleh nyamuk melepaskan sarungnya di dalam


lambung menembus dinding lambung nyamuk bersarang di
otot-otot toraks larva stadium I larva stadium II larva stadium
III ke rongga abdomen ke kepala alat tusuk nyamuk nyamuk

menggigit manusia larva masuk melalui luka tusuk ke dalam


tubuh hospes bersarang di saluran limfe larva stadium IV larva
stadium V (cacing dewasa)

Umur cacing dewasa filaria 10 15 tahun kemudian.


Patologi dan Gejala Klinis :
Stadium microfilaria : Biasanya tidak menimbulkan kelainan , dalam keadaan
tertentu dapat menimbulkan occult filariasis.
Stadium akut : Ditandai dengan gejala peradangan pada saluran dan kelenjar l
imfe,berupa limfadenitis dan limfangitis retrogard.Gejala peradangan hilang timbul
beberapa kali dalam setahun dan berlangsung beberapa hari sampai satu dua
minggu.Yang paling sering dijumpai adalah peradangan pada system limfatik alat
kelamin pria , menimbulkan funikulitis , epididimitis dan orkitis.Menimbulkan
peradangan pada saluran sperma dengan gejala membengkak menyerupai tali dan
sangat nyeri pada perabaan,.Kadang kadang saluran sperma yang meradang ini
menyerupai hernia inkarserata.PAda stadium menahun gejala klinis yang
palingsering dijumpai adalah hidrokel.Kadang-kadang dijumpai gejala limfedema dan
elephantiasis yang dapat mengenai seluruh tungkai , seluruh lengan , buah zakar ,
payudara dan vulva. Kadang-kadang dapat pula terjadi kiluria .
Diagnosis : - Diagnosis parasitologi
- Radiognosis
- Diagnosis imunologi
Pengobatan
: Dietil Karbamasin Sitrat (DEC)
Pencegahan
: Lindungi kulit dari gigitan nyamuk
Distribusi Geografis :
Parasit tersebar luas didaerah yang beriklim tropis diseluruh
dunia.
Epidemiologi
:
Bisa dijumpai pada perkotaan atau pedesaan.

Di Indonesia

parasit ini lebih sering di jumpai di pedesaan daripada


diperkotaandan penyebarannya bersifat fokal. Tidak bisa
diobati hanya bisa dicegah dengan obat dan menghindari
digigit oleh nyamuk culex.

Brugia malayi dan Brugia timori


Hospes

: Manusia dan

hewan
Penyakit : Filariasis brugia
Morfologi : - Cacing dewasa hidup di saluran di saluran dan
pembuluh

limfe.
- Bentuknya halus seperti benang dan berwarna

putih susu.
- Yang betina berukuran 55 mm x 0,16 mm (B.
malayi), 21 39

mm x 0,1 mm (B. timori) dan yang

jantan 22 23 mm x 0,09

mm (B. malayi), 13 23

mm x 0,08 mm (B. timori).


- Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria yang
bersarung.
- Ukuran mikrofilaria. B. malayi 200 260 mikron x
8 mikron
Daur Hidup

dan B. timori 280 310 mikron x 7 mikron.


:

Masa pertumbuhan pada nyamuk -/+ 10 hari dan pada manusia -/+
3 bulan.

Di dalam tubuh nyamuk mengalami mikrofilaria larva stadium I


larva stadium II.

Perkembangan kedua parasit tersebut sama dengan perkembangan


W. bancfroti.

Patologi dan Gejala Klinis :


Stadium akut : 1. Demam
2. Gejala peradangan saluran dan kelenjar limfa ( hilang timbul )
Limfadenitis : - Menyerang kelenjar inguinal
- Timbul setelah penderita bekerja berat
- Berlangsung 2 5 hari , dapat sembuh dengan sendirinya.
- Dapat menimbulkan limfangitis retrogard jika gejala
menjalar ke

bawah dan mengenai saluran limfe.

- Dapat terlihat sebagai garis merah yang menjalar ke


bawah dan

dapat menjalar ke jaringan sekitar

( limfangitis retrogard) dapat

menimbulkan

infiltrasi

pada pangkal paha.


- Dapat menimbulkan gejala limfadema
- Dapat berkembang menjadi bisul
-

Peradangan

yang

berulang

dapat

menimbulkan

elephantiasis.
Diagnosis : Dibuktikan dgn menemukan mikrofilaria di dalam
darah tepi.
Pengobatan
: Dietil Karbamasin Sitrat (DEC)
Pencegahan
: Lindungi kulit dari gigitan nyamuk
Distribusi Geografis :
B. malayi hanya terdapat di Asia, dari India sampai Jepang
termasuk Indonesia. B. timori terdapat di Indonesia timur di

Pulau Timut, Flores, Rote, Alor dan beberapa

pulau kecil di

NTT.
Epidemiologi
:
Hanya terdapat di daerah pedesaan biasa yang terkena
penyakit ini petani dan nelayan, biasa terdapat di pantai atau
aliran sungai dan rawa rawa.

Loa loa (cacing mata)


Hospes
: Manusia
Penyakit : Loaiasis
Morfologi : - Yang
betina berukuran 50 70 mm x 0,5 mm dan yang
jantan 30-34 mm x 0,35 0,43 mm.
- Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria.
- Mikrofilaria mempunyai sarung berukuran 250
300 mikron
x 6 8,5 mikron.
Daur Hidup

Parasit ini ditularkan oleh lalat Chrysops.

Mikrofilaria yang beredar dalam darah diisap oleh lalat dan setelah
kurang lebih 10 hari di dalam badan serangga, mikrofilaria tumbuh
menjadi larva infektif dan siap ditularkan pada hospes lainnya.

Cacing dewasa tumbuh dalam badan manusia dalam waktu 1-4


tahun

kemudian

berkopulasi

dan

cacing

dewasa

betina

mengeluarkan mikrofilaria.

Patologi dan Gejala Klinis :


Stadium Mikrofilaria : Dalam darah tidak menimbulkan masalah.
Stadium dewasa : - Dalam jaringan subkutan tidak bermasalah
- Ditemukan di seluruh tubuh Menimbulkan iritasi di konjungtiva mata
dan pangkal hidung -> Cacing mengeluarkan secret -> Membuat penderita
jadi hipersensitif-> Radang temporer (Callabar sweeling) atau pembengkakan
jaringan dengan gejala tidak sakit ,letaknya di tangan dan lengan,sebesar
telur ayam dan dapat hilang dalam beberapa minggu.
Diagnosis : - Menemukan mikrofilaria dlm darah yg diambil
pd siang hari
- Menemukan cacing dewasa dr konjungtiva
mata/jaringan
Pengobatan

subkutan
: DEC 2 mg/kg BB, tiga kali sehari sesudah

makan selama 14
hari
Pencegahan
: Menghindari gigitan lalat atau pemberian
obat sebulan sekali,

selama 3 hari berturut-

turut
Distribusi Geografis :
Parasit ini tersebar di daerah khatulistiwa di hutan yang
berhujan (rain forest) dan sekitarnya; ditemukan di Afrika
tropic bagian barat dari Sierra leone sampai Angola, lembah
sungai Kongo, republic Kongo, Kamerun dan Nigeria bagian
selatan.
Epidemiologi

Daerah endemi adalah daerah lalat Chrysops silaea dan


Chrysops dimidiate yang mempunyai tempat perindukan di
hutan yang berhujan dengan kelembaban tinggi. Lalat ini
menyerang manusia, yang sering masuk hutan, biasanya
pada pria dewasa.

Onchocerca volvulus
Hospes
Penyakit

: Manusia
:

Onkoserkosis
Morfologi:
- Cacing dewasa hidup dalam jaringan ikat, melingkar satu
dengan lainnya seperti benang kusut .
- Cacing betina berukuran 33,5 50 mm x 270 400 mikron
dan cacing jantan 19 42 mm x 190 210 mikron.
- Bentuknya seperti kawat berwarna putih, opalesen, dan
transparan.
- Mikrofilaria mempunyai 2 macam ukuran yaitu 285 368 x 69 mikron dan 150 287 x 5-7 mikron.
Daur hidup

Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria di jaringan subkutan


mencari jalan ke kulit lalat Simulium mengisap darah mikrofilaria
terisap lalat menembus lambung lalat otot toraks larva infektif
alta penusuk lalat (probosis) menusuk manusia larva masuk
jaringan ikat dewasa dalam tubuh hospes mengeluarkan
mikrofilaria.
Patologi dan Gejala Klinis :

Menyebabkan onkosersiaris : -> tipe forest : Dominan kelainan kulit


-> tipe savannva : Dominan kelainan mata
Stadium microfilaria : - Ketika dikeluarkan cacing betina
- Ketika beredar dalam kulit
Masalah yang timbul : -> Menimbulkan gangguan saraf-saraf optic dan retina
Akibat : Reaksi mekanik dan reaksi secret
Toksin yang dihasilkan microfilaria yang
mati
Toksin cacing dewasa
Gejala awal : Fotofobia
Lakrimasi

Biefaro
> Menimbulkan

reaksi

radang

meningkat

seiring

banyaknya microfilaria yang mati.


> Pada

kasus

menahun

dapat

terjadi

keratitis

berbintik,glaucoma , atrofi dan diakhiri kebutaan.


> Sering di temukan limbitis dan pigmentasi coklat
> Timbul pruritic dermatitis karena gerakan microfilaria
dan toksin yang dilepaskan dari kulit
> Timbul rash berupa lingkaran-lingkaran kecil
> TImbul edema kulit -> kulit menebal -> likenifikasi
> Hanging groin ( kulit yang kehilangan elastisitasnya )
Stadium dewasa : Hidup di jaringan ikat Merangsang pembentukkan serat-serat yang
mengelilingi cacing dalam jaringan.
Masalah yang timbul : - Lesi mengenai kulit dan mata
- Benjolan-benjolan dalam jaringan subkutan ( onkoserkoma) .
Onkoserkoma : Ukuran kecil ke besar
Terletak di scapula , iga , tengkorak , siku-siku
Benjolan dapat digerakan dan tidak sakit

Diagnosis :

Klinis

Parasitologik

Ultrasonografinodul

Pelacak DNA

Mazotti test

Pengobatan

: - Ivermectin (Efek kuat terhadap

microfilaria)
- Suramin (Yang dapat membunuh cacing dewasa
O. volvulus)
Pencegahan

: Menghindari gigitan lalat Simulium dan

memakai pakaian tebal yang menutupi seluruh


kulit

Distribusi Geografis :
Parasit ini banyak ditemukan pada penduduk
Afrika, dari pantai barat Sierra leone menyebar ke
republic Kongo, Angola, Sudan sampai Afrika
Timur
Epidemiologi
:
Tempat perindukan vector (Simulium) terdapat
didaerah pegunungan yang mempunyai air sungai
yang deras. Bisa menginfeksi manusia dewasa
maupun anak anak dan infeksi yang menahun
bisa mengakibatkan kebutaan.
2) TREMATODA
a. Trematoda Hati

Fasciola Hepatica
Hospes

: Manusia, kambing,

sapi
Penyakit : Fasioliasis
Morfologi : - pipih seperti daun
- 30 x 13 mm
- bagian anterior
brbentuk seperti kerucut dan pada puncak
kerucut trdapat batil isap
Daur Hidup

Telur dikeluarkan dr tinja dlm keadaaan belum matang


di air matang dlm 9-15 hari berisi mirasidium telur
menetas mirasidium mencari keong air di keong air
terjadi : M S R1 R2 SK serkaria keluar dn
mencari hospes perantara II (tumbuh-tumbuhan air)
membentuk metaserkaria ditelan sapi menetas
larva/cacing hidup di sel epitel sal. empedu.

Patologi dan Gejala Klinis :


Migrasi cacing dewasa muda ke saluran empedu menimbulkan kerusakan
parenkim hati.Saluran empedu mengalami peradangan, penebalan dan
sumbatan,sehingga menimbulkan sirosis periportal.
Diagnosis : - Menemukan telr dlm tinja, cairan duodenum
- reaksi serulogi (ELISA)
Pengobatan
: Prazikuantel dan Albendazol

Pencegahan

: Memasak tumbuhan air hingga matang

sehingga tidak mengandung metasekaria


Distribusi Geografis :
Di Amerika Latin, Perancis dan Negara Negara sekitar Laut
Tengah banyak ditemukan.
Epidemiologi
:
Infeksi terjadi jika memakan tumbuhan air yang mengandung
metaserkaria.
b. Trematoda Paru

Paragonimus westermani
Hospes

: Manusia, kucing,

luak,
anjing, harimau,
serigala
Penyakit : Paragonimiasis
Morfologi : - hidup dalam kista di paru
- bundar lonjong menyerupai biji kopi
- ukuran 8-12 x 4-6 mm, warna coklat tua
Daur Hidup
:

Telur keluar

bersam tinja menetas dlm 16 hari mirasidium

mencari keong air di keong air berkembang : M S


R1 R2 SK serkaria keluar dn mencari hospes
perantara II (ketam/udang batu) jd metaserkaria
manusia memakan yg belum matang hospes definitf
jd cacing dewassa di duodenum menembus dinding
usus ke paru-paru.

Patologi dan Gejala Klinis :


Cacing dewasa berada dalam kista di paru , maka gejala dimulai dengan
adanya batuk kering yang lama kelamaan menjadi batuk darah (Endemic
hemoptysis) .Cacing dewasa dapat pula bermigrasi kea lat-alat lain dan
menimbulkan abses pada alat tersebut ( Hati , limpa,otak , otot , dinding
usus)
Diagnosis : menemukan telur dlm sputum/cairan pleura
Pengobatan
: Prazikuantel dan Bitionol
Pencegahan
: - Penyuluhan tentang cara masak ketam
yang baik
- Pemakaian jamban yang tidak mencemari air
sungai dan

sawah

Distribusi Geografis :
Cacing ini ditemukan di RRC, Taiwan, Korea, Jepang, Filipina,
Vietnam, Thailand, India, Malaysia, Afrika dan Amerika Latin.
Di Indonesia ditemukan autokton pada binatang, sedangkan
pada manusia hanya sebagai kasus impor saja.
Epidemiologi
:
Penyakit ini berhubungan dengan kebiasaan makan ketam
yang tidak dimasak dengan baik.

c. Trematoda Usus

Famili Enchinostomatidae
Hospes

: Manusia, tikus,

anjing,
burung, ikan
Penyakit : Ekinostomiasis
Morfologi : - ada duri-duri
leher
- berbentuk lonjong, ukuran 2,5-13 mm x 0,4-2,5
mm
- cacing dewasa hidup di usus halus
- warna merah keabu-abuan
Daur Hidup
:

Telur stlh 3 minggu dalam air berisi mirasidium


menetas mirasidium keluar dan berenang untuk
hinggap di hospes perantara I (keong kecil) di HP I
mirasidium berubah jd sporokista redia induk redia
anak serkaria lepas ke air hinggap di HP II (keong
besar) jd metaserkaria aktif.

Patologi dan Gejala Klinis :


Tidak menimbulkan gejala yang berat,menyebabkan kerusakan yang ringan
pada mukosa usus. Infeksi berat menimbulkan radang kataral pada dinding
usus atau ulserasi.
Diagnosis : Menemukan telur dalam tinja
Pengobatan
: Tetrakloroetilen, atau Prazikuantel
Pencegahan
: Konsumsi keong sawah yang sudah
dimasak hingga matang
Distribusi Geografis :
Ditemukan di filipina, Cina, Indonesia dan India.
Epidemiologi
:
Keong sawah sebaiknya dimasak hingga matang, bila tidak,
metaserkaria dpt hidup dn tumbuh mjd cacing dewasa.
d. Trematoda Darah

Schistosoma japonicum
Hospes

: Manusia, anjing,

kucing,
Penyakit

rusa, tikus sawah, sapi


: Skistosomiasis

japonica
Morfologi : 1,5 cm, 1,9 cm
- hidup di vena mesenterika superior
Daur Hidup
:

Telur dikeluarkan brsama tinja menetas di air


mirasidium serkaria infeksi ke manusia
skistosomula mjd cacing dewasa di hati .

Patologi dan Gejala Klinis :


KELAINAN TERGANTUNG DARI BERAT RINGANNYA INFEKSI
STADIUM I : URTIKARIA, DERMATITIS
STADIUM II : SINDROMA DISENTERI
STADIUM

III

(MENAHUN)

SIROSIS

HATI,

HEPATO-SPLENOMEGALI

EMASIASI MENINGGAL
Diagnosis : Menemukan telur dalam tinja dan biopsi rektum
Pengobatan
: Niridazol, Prazikuantel
Pencegahan
: Perbaikan kesehatan lingkungan dan
penerangan kesehatan
Distribusi Geografis :
Cacing ini ditemukan

di

RRC,

Jepang,

Filipina,

Taiwan,

Muangthai, Vietnam, Malaysia dan Indonesia. Di Indonesia


hanya ditemukan di Sulawesi Tengah yaitu daerah Danau
Lindu dan Lembah Napu.
Epidemiologi
:
Sebagai sumber infeksi, selain manusia ditemukan juga pada
hewan-hewan

lain

sebagai

hospes

reservoir;

perantaranya yaitu keong air.


3) CESTODA
a. Pseudophyllidea

Diphyllobothrium latum
Hospes

: Manusia, anjing,

kucing,
walrus, singa laut
Penyakit : Difilobotriasis
Morfologi : - berwarna gading, dapat sampai 10 m

hospes

- terdiri atas 3000-4000 buah proglotid (segmensegmen)


Daur Hidup

Patologi dan Gejala Klinis :


Gejala saluran pencernaan seperti diare, tidak nafsu makan,
dan tidak enak perut.
Diagnosis : Menemukan telur/progloitid di dlm tinja
Pengobatan
: Atabrin disertai Na-bikarbonas, Niclosamid,
Paromomisin, Prazikuantel
Pencegahan
: - Anjing sebaiknya diberi obat cacing

- Masak ikan air tawar hingga matang sempurna


Distribusi Geometris :
Parasit ini ditemukan di Amerika, Kanada, Eropa, daerah
danau di Swiss, Rumania, Turkestan, Israel, Mancuria, Jepang,
Afrika, Malagasi dan Siberia.
Epidemiologi
:
Dijumpai dinegara yang banyak mengkonsumsi ikan salem
mentah atau kurang matang. Banyak binatang seperti anjing,
kucing dan babi berperan sebagai hospes reservoir dan perlu
diperhatikan.
b. Cyclophyllidea

Taenia saginata
Hospes

: Manusia, sapi,

kerbau
Penyakit : teniasis saginata
Morfologi : - terdiri atas kepala (skoleks),
leher, dan strobila (raangkaian proglotid)
sebanyak 10002000 buah
- panjang 4-12 m
- lubang kelamin letaknya selang-seling pada sisi
kanan/kiri

Daur Hidup

strobila

Telur melekat di rumput bersama tinja dimakan ternak


menembus dinding usus ikut aliran darah ke jaringan
ikat di sela-sela otot larva sistiserkus.

Patologi dan Gejala Klinis :


Cacing dewasa menyebabkan gejala klinis yang ringan , seperti sakit ulu
hati,perut merasa mual,muntah,mencret,pusing atau gugup.Gejala-gejala
tersebut disertai dengan ditemukannya proglotid cacing yang bergerak-gerak
lewat dubur bersama dengan atau tanpa tinja.
Diagnosis : Ditemukan proglotid yg aktif bergerak dlm
tinja/keluar
Pengobatan

spontan
: - Obat lama: Kuinakrin, Amodiakuin,

Niklosamid
- Obat baru: Prazikuantel dan Albendazol
Pencegahan
: Mendinginkan daging sampai -10o C,
Iridiasi, dan memasak daging sampai matang
Distribusi Geografik :

Penyebaran cacing secara kosmopolit, didapatkan di Eropa,


Timur Tengah, Afrika, Asia, Amerika Utara, Amerika latin, Rusia
dan juga Indonesia, yaitu Bali dan Jakarta.
Epidemiologi
:
T. saginata sering ditemukan pada penduduk yang sering
mengkonsumsi sapi/kerbau dengan memakannya setengah
matang.

Tenia solium
Hospes
: Manusia dan babi
Penyakit : Teniasis solium
Morfologi : - panjang 2-4 m
- terdiri atas 800-1000
ruas proglotid
- strobila terdiri dari
proglotid yg belum dewasa (imatur),
dewasa (matur), dan telur (gravid)
Daur Hidup
:

Telur keluar melalui robekan pd proglotid termakan


hospes perantara menembus dinding usus halur

aliran darah menyangkut di jaringan otot babi


dimakan manusia larva sistiserkus melekat di dinding
usus halus V dlm 3 bulan mjd dewasa V melepaskan
proglotid dn telur.

Patologi dan Gejala Klinis :


Larva sering menghinggapi jaringan subkutis, mata,jaringan otak,otot jantung
,hati , paru, dan rongga perut.Sering tidak menimbulkan gejala namun
kadang-kadang dapat menimbulkan miositis , demam tinggi dan
eosinofilia.Sering menimbulkan kalsifikasi (pengapuran) namun tak
menimbulkan masalah.
Diagnosis : Menemukan telur dan proglotid
Pengobatan
: - Prazikuantel (Untuk penyakit teniasis
solium)
- Prazikuantel, Albendazol, atau pembedahan
(Untuk sistiserkosis)
Pencegahan
: Mendinginkan
Iridiasi, dan memasak

daging

sampai

-10o C,

daging sampai matang

Distribusi Geografis :
Penyebaran cacing secara kosmopolit, akan tetapi jarang
ditemukan dinegara islam. Cacing tersebut banyak ditemukan
di Negara yang mempunyai banyak peternakan babi seperti di
Amerika, Eropa dan beberapa daerah di Indonesia seperti
Papua,Bali dan Sumatra Utara.
Epidemiologi
:
Cara menyantap

daging

yang

setengah

matangdan

pengertian dari kebersihan peranan penting dalam penularan


cacing Taenia solium maupun sistiserkus selulose.

Cacing Pita yang Kurang Penting di Indonesia

Hymenolepis nana
Hospes
: Manusia dan tikus
Penyakit : Himenolepiasis
Morfologi : - ukuran trkecil dr
cestoda
- panjang 25-40 mm
lebar 1 mm
- telur menetas di rongga usus halus sbelum
dilepaskan
interna)
Daur Hidup

brsama dgn tinja (autoinfeksi


:

Patologi dan Gejala Klinis :


Biasanya tidak menimbulkan gejala, hanya menimbulkan
iritasi pada dinding usus

halus.Pada anak kecil , infeksi

berat dapat menimbulkan keluhan neurologi,sakit perut


dengan atau tanpa diare.
Diagnosis : Menemukan telur dalam tinja
Pengobatan
: Prazikuantel, Niklosamid, Amodiakuin
Pencegahan
: Peningkatan kebersihan perorangan dan
keluarga
Distribusi Geografis :
Penyebarannya kosmopolit, lebih banyak di daerah panas
daripada di daerah dingin dan juga di temukan di Indonesia
Epidemiologi
:
H. nana biasanya tidak memerlukan hospes perantara, infeksi
kebanyakan melalui tangan ke mulut secara langsung. Infeksi
pada manusia biasanya disebabkan oleh telur yang tertelan
dari benda yang terkontaminasi.

Echinococcus granulosus
Hospes
Penyakit

: Manusia dan anjing


: Hidatidosis

Morfologi : - ukuran 3-6 mm


- melekat di vilus
usus halus anjind dan hospes definitif lain
- hanya punya 1 proglotid imatur, 1 proglotid
matur, dan 1

proglotid gravid
- skoleks ada 4 batil isap
Daur Hidup
:

Patologi dan Gejala Klinis :


Gejala-gejala yang ditimbulkan larva cacing disebabkan oleh beberapa hal:
- Desakan kista hidatid
- Cairan kista yang dapat menimbulkan reaksi alergi
- Pecahnya kista,sehingga cairan kista masuk peredaran darah
dan dapat

menimbulkan renjatan anafilatik yang mungkin

dapat mengakibatkan

kematian.

Diagnosis : - tes pencitraan ( CT scan, MRI, radiologi, dll)


- uji serologi (ELISA)
Pengobatan
: - Pembedahan dan Kemoterapi
- Intervensi pra dan pasca kemoterapi dengan
Albendazol atau Mebendazol
Pencegahan
: Peningkatan kebersihan terhadap hewan
ternak
Distribusi Geografis :
Parasit ini ditemukan di Australia Selatan, Afrika, Amerika
selatan, Eropa, Asia Tengah, RRC, Jepang, Filipina,dan negaranegara arab.
Epidemiologi
:
Biasanya didaerah ternak domba dan yang berhubungan erat
dengan anjing.

Imunologi Parasit

(Hasyati Dwi Kinasih)

Parasit

merupakan

organisme

yang

berlindung

dalam

atau

diorganisme dan mendapatkan keuntungan dari pejamu. Banyak


parasit yang hidup ditubuh manusia memiliki siklus hidup yang
kompleks, maka imunitas yang digunakan juga harus kompleks.

Golongan

parasit

berupa

(malaria,tripanosoma,taksoplasma,lesmania,amuba),

protozoa
metazoa

(cacing), dan ektoparasit ( kutu,tungau).


Imunologi pada infeksi parasit ada dua, yaitu :
1. Imunitas non spesifik
2. Imunitas spesifik
IMUNITAS SPESIFIK PADA INFEKSI PARASIT
Protozoa dan cacing berbeda dalam besar, struktur, sifat, biokimiawi, siklus hidup dan
patogenesisnya. Infeksi cacing biasanya terjadi kronik dan kematian penjamu akan
merugikan parasit itu sendiri. Imunitas spesifik yang digunakan ketika infeksi parasit
ialah humoral (diperantarai antibodi) dan selular (diperantarai limfosit T). Tetapi,
antibodi yang paling berperan dalam imunitas spesifik ialah IgE.

Infeksi cacing/parasit
Cacing merangsang subset Th2 sel CD4+ yang melepas IL4, IL-5, dan IL-13. IL-4 dan IL-13 merangsang pembentukan
IgE dan IL-5 merangsang perkembangan dan aktivitas
eosinofil. IgE berikatan dengan permukaan cacing di ikat
eosinofil,selanjutnya eosinofil diaktifkan dan mensekresi
granul enzim yang menghancurkan parasit.
Sementara itu, IgE juga dapat berikatan dengan sel mast
ataupun
histamine

basofil
yang

yang

nantinya

menimbulkan

akan
respon

mensekresikan
alergi,

lalu

menimbulkan spasme usus sehingga dengan cara tersebut,

cacing/parasit dapat dikeluarkan dari tubuh, khususnya


saluran cerna

Granuloma
Pada beberapa infeksi,cacing maupun parasit lainnya tidak
dapat dihancurkan oleh sistem imun. Dalam hal ini badan
berusaha mengucilkan parasit dengan membentuk kapsul
yang terdiri atas sel-sel

inflamasi. makrofag yang di

kerahkan,

fibrogenik

melepas

fakor

dan

merangsang

pembentukan jaringan granuloma dan fibrotik.


Respon Th1 dan Th2 pada infeksi parasit
Respon terhadap infeksi seperti pada lemaia berhubungan
dengan respon Th1 dan Th2.dalam menentukan perjalanan
penyakit,peranan Th1 dan Th2 pada banyak penyakit
parasit lebih kompleks.
Pembentukan NO
Makrofag merupakansel terpenting yang memproduksi
sitokin

untuk

mengontrol

dan

menyingkirkan

parasit.

Makrofag juga memproduksi NO yang sangat berperan


untuk menyingkirkan parasit. IFN- juga merupakan salah
satu sitokin penting yang dapat menghasilkan NO. IFN-
dan IFN- bekerja sinergis dalam meningkatkan produksi
NO.

Mekanisme Parasit Menghindar Sistem Imun


(Andya Yudhi)

A. Imunitas nonspesifik
Meskipun

berbagai

protozoa

dan

cacing

mengaktifkan

imunitas

nonspesifik melalui mekanisme yang berbeda, mikroba teresbut biasanya


dapat tetap hidup dan berkembang biak dalam pejamu oleh karena dapat
beradaptasi dan menjadi resisten terhadap sistem imun pejamu. Respons
imun nonspesifik utama terhadap protozoa adalah fagositosis, tetapi
banyak

parasit

tersebut

yang

resisten

terhadap

efek

bakterisidal

makrofag, bahkan beberapa diantaranya dapat hidup dalam makrofag.


Fagosit juga menyerang cacing dan melepas bahan mikrobisidial untuk
membunuh mikroba yang terlalu besar untuk dimakan. Beberapa cacing
juga mengaktifkan komplmen melalui jalur alternatif. Banyak parasit
ternyata mengembangkan resistensi terhadap efek lisis komplemen.
Mekanisme Parasit Menghindar Sistem Imun
Parasit dapat menghindarkan diri dari respons imun pejamu melalui
berbagai mekanisme sebagai berikut:
1. Pengaruh lokasi

Banyak parasit terlindung dari sistem imun oleh karena letaknya


yang secara anatomis tidak terjangkau oleh sistem imun, misalnya
parasit intraselular seperti T.cruzi, lesmania, plasmodium, T.spiralis,
E.histolitika atau yang hidup dalam lumen saluran cerna seperti
cacing.
2. Parasit mengubah antigen
Tripanosoma Afrika, dapat merubah antigen mantel permukaannya
melalui proses yang disebut variasi antigenik. Beberapa parasit
malaria juga dapat menunjukkan variasi tersebut.
Ada 2 bentuk variasi antigenik:
Pertama, perubahan yang tergantung dari fase perkembangannya.
Dalam fase pematangannya parasit memproduksi antigen yang
berbeda dari fase infektif. Pada waktu respons imun berkembang
terhadap infeksi sporozoit, parasit berdiferensiasi, mengekspresikan
antigen baru sehingga antigen lama bukan lagi sasaran untuk
eliminasi imun.
Kedua, variasi antigen parasit yang terjadi terus menerus dalam
antigen

permukaan

T.rodesiensi.

Variasi

utamanya
yang

terus

terlihat
menerus

pada

T.brucei

terjadi

itu

dan

diduga

ditimbulkan oleh adanya variasi terprogram dalam ekspresi gen


yang menyandi antigen permukaan utama. Parasit lain menutupi
dirinya dengan antibodi sehingga sistem imun pejamu tidak
mengenalnya.
3. Supresi sistem imun pejamu
Antigen yang dilepas parasit dalam jumlah besar dapat juga
mengurangi efek respons sistem imun pejamu.
Pada filariasis limfatik, infeksi kelenjar getah bening merusak
arsitektur kelenjar dan mengakibatkan defisiensi imun. Defisiensi
imun juga terjadi pada malaria dan tripanosomasiasis Afrika yang
disebabkan oleh produksi sitokin imunosupresif oleh makrofag dan
sel T yang diaktifkan dan defek dalam aktivasi sel T.

4. Resistensi
Parasit

menjadi

resisten

terhadap

respons

imun

selama

menginfestasi pejamu. Larva skistosoma bergerak dari paru dan


selama migrasi tersebut mengembangkan tegumen yang resisten
terhadap kerusakan oleh komponen dan CTL. Dasar biokimiawinya
belum diketahui.
5. Hidup dalam sel pejamu
Protozoa menghindari respons imun dengan memilih hidup dalam
sel pejamu atau dengan mengembangkan kista yang resisten
terhadap efektor imun. Parasit kadang juga melepaskan tutuo
antigennya,

spontan

atau

setelah

berikatan

dengan

antibodi

sehingga menjadikannya resisten terhadap efektor sistem imun.

Identifikasi Parasit (Helminthes)


(Laras Indri P.)
A . Isolasi
Definisi :1)pemisahan fisik suatu bagian ,missal melalui biakan
jaringan /interposisi bahan inert
2)perkembangbiakan mikro organism sampai diperoleh biakan

murni
Tujuan :untuk mendapatkan cacing murni yang selanjutnya akan
dilakukan

untuk

proses

pembiakan

,ananlisis

komponen

kimia,penggolongan cacing
Table isolasi cacing parasit dari jaringan yang terinfeksi

Ba

Organi

pul

gia

sm

as

an

tub

uh

r
a
n
g
a
n

NEMAT

ODA
Enterob

H&

ius

vermicu
laris
(sekum,

umbai

cacing)

n
g
a
n
m
e
li
n
t
a
n
g
t
e
r
d

a
p
a
t
t
a
n
d
a
k
h
a
s
y
a
i
t
u
a
l
a
e
d
i
b
a
g
i
a
n
l
a

t
e
r
a
Ascaris

H&

l
U

lumbric

oides
(usus
kecil,sal
.emped
u,hati,ro
ngga
peritone
um)

u
r
a
n
n
y
a
b
e
s
a
r
,
d
i
n
d
i
n
g
o
t
o
t
y

g
t
e
r
b
e
n
t
u
k
o
l
e
h
s
e
r
a
t
o
t
o
t
y
a
n
g
p
a
n
j

a
n
g
&
t
a
k
t
e
r
a
t
u
Strongy

H&

r
P

loides

stercora
lis
(duoden

um,jeju

num

bagian

atas )

a
n
d
p
t
d
il
i
h

a
t
b
e
n
t
u
k
b
e
t
i
n
a
d
e
w
a
s
a
,
t
e
l
u
r
y
g
b
e
r
s

e
g
m
e
n
&
l
a
r
v
a

Kut

&

ikul

an

ya

rel

ati
ve

teb

al,

mu

lut

ter

buk

leb

ar

me

lek

at

pa
u

da

mu

kos

k
e
c
i
l
b
a
g
i
a
n
a
t
a
s
)
T

Terl

&

iha

ba

gia

yg

teb

al(

pe
t

ga

ng

an

ca

mb

uk)

da

ba

gia

ant

eri

or
yg

lan

gsi

ng

a
r
)
T

Vili

&

usu

ya

ng

be

ngk

ak

l
l
a

s
p
i
r
a
l
i
s
(
d
u
o
d
e
n
u
m
,
u
s
u
s
k
e
c
i
l
)
C
E

S
T
O
D
A
T

Dpt

&

terl

iha

tpr

ogl

oti
d

yg

terl

ep

as /

tel

ur

did

lm
ap
en
dik

s
Be

&

ntu

lar

va

&d
ew

asa

dpt

terl

iha

pd
pot
on
ga
n
usu

s
Din

&

din

Ta

kist

ba

gia

as

lua

ber

lapi
s-

lapi

s&t

ak

ber

inti

,kai

ber

sifa

t
tah

an
asa
m
T
R
E
M
A
T
O
D
A
S

Ca

&

cin

de

wa

sa

&te

lur

ny

dpt
terl

iha

dl

ve

na

me

sen
tari

ka

j
a
p
o
n
i
c
u
m
S
.
h
a
e
m
a
t
o
b
i
u
H

m
N

ti

M
A
T
O
D
A
C

Par

&

enk

im

hat

tel

urn

ya

me

net
ap

di

hat

i&s

iklu

hid

up

ny
a
tid
ak
ber
lanj
ut
did
lm
tub

uh
Gra

&

nul

om

eos

ino

filik

,dp
t

trej

nek

rosi
s

C
E
S
T
O
D
A
E

Tid

&

ak

me

Ta

mp

un

yai

kai

as

u
s
m
u
l
t
i
l
o

c
u
l
a
r
i
s
T
R
E
M
A
T
O
D
A
F

Div

&

erti

kul

usu

dpt

terl
iha

tel

ur

a
t
i
c
a
C

Ter

&

da

pat

infil

tra

si

eos

ino

filik

&p
en

eb

ala

din

din

sal

ura
n

n
ci
n
g
S

Ter

&

da

pat

dur

i di

uju

ng

tel

ur

m
a
h
a
e
m
a
t
o
b
i
u
P

m
N

u
S

Da

&

pat

dit

em

uka

lar

va

ya

ng

ber

mi

gra

si
da

pat

me

ni

mb

ulk

an

gra

nul

om

eos

ino

filik

c
a
r
i
s
l
u
m

b
r
i
c
o
i
d
e
s
C
a
c
i
n
g
t
a
m
b
a
n
g
W
u
c
h
e
r
e
r
i
a

b
a
n
c
r
o
f
t
i
T
E
R
M
A
T
O
D
A
P

Re

&

aks

jari

ng

an

par

u2

yg

teri

sol
asi

dl

kap

sul

fibr

osa

yg

teb

al.

ber
isi
tel
ur

t-

a
n
g
k
a
T

Lar

&

va

ber

be

ntu

spi

ral

l
l
a

s
p
i
r
a
l
i
s
C
E
S
T
O
D
A
T

Kis

&

ta

ber

be

ntu

k
lonj

on

ter

da

pat

sko
lek
s&
4b
atil
isa

p
K

li

&

ri

n
g
a
n
s
u
b
k
u
t
a
n
W

De

&

wa

sa

dl

sal

lim

fe;

dpt

didi
ag

nos

is

dl

pot

on

ga

jari

ng

an

;mi

cro

fila

ria
dl

dar

ah

De

wa

sa

dl

jar
sub

kut

an;

mic

rofi

lari

dl

dar

ah

De

wa

sa
dal

no

dul

sub

kut

an;

mic

rofi

lari

dl

kuli

De

wa

sa

dl
m

ron

gg

tub

uh;

mic

rofi

lari

dl

dar
ah

Tid

ak

dit

em

uka

n
di

dal

kuli

a
n
g
C
E
S
T
O
D
A
S

Lar

&

va

seri

ng

kali

ter

da

pat

pd

jari
ng

an

sub

kut

an/
oto

t2
Me

&

mili

ki

cab

an

g2

me

tas
tati

k&

pe

ny

eb

ara

ke

sel

uru

h
jari
ng

an
Ker

&

usa

kan

mu

lai

dar

Li

sen

siti

sas

ti

per

ad

an

ga

sa

mp

ai

ele
fan

tias

is

(hi

per

pla

sia
jari

ng

an)

l
a
y
i

Ca

&

cin

ti

da

pat

me

ng

ala

mi

per
kap

ura

da

sal

ura

lim

fati
k
ber
ub
ah
me
nja
di
jari
ng
an
kol
ag

en
Me

is

&

ni

mb

ulk

an

eos

ino

filik

me

nin

giti

s;

ba

ny

ak
ser

ab

ut

oto

dib

aw

ah

kut

ikul

a;

infil
tra
si
sel
ule
r
ter
diri

dr
eos
ino
fil
&
mo
no
nu
kle
ar
T

Da

&

era

nek

tori

ata

u
gra

nul

om

pa
da
per
ad
an
ga
n
me
mb
ran

per
iret
ina
T

Da

&

pat

me

ran

gsa

ng
enk

ap

ula

si

fibr

osa

;
da
pat
terj
adi
rea
ksi
sel
ula
r
yg
jela
s
keti
ka
lar
va

mu
la
ma
ti
E

Din

&

din

de

ng

an

lapi

san

tipi

da

n
me

mp

un

yai

afi

nit

as

ter

ha

da

p
pe
war
na
an
asa

m
ata
u
bas
a
S

Hip

&

re

mi

dar

me

nin

ge

ns

ya

ng
me

lapi

si

gra

nul

om

dal

am

ota
k

Kultur Parasit
(Henny Hasyyati)

1. Pembiakan larva dengan cara modifikasi Harada-Mori


Metode ini digunakan untuk menemukan dan mengidentifikasikan
larva

cacing

Ancylostoma

duodenale,

Necator

americanus,

Strongyloides stercoralis dan Trichostrongylus.sp.


Dengan teknik ini telur cacing dapat berkembang menjadi larva
infektif pada kertas saring basah. Kemudian larva akan ditemukan
didalam air yang terdapat pada ujung kantong plastic.
Bahan yang diperlukan :
a) Kantong plastic es mambo yang dibuat ujungnya sempit
tertutup berukuran 17 x 3 cm.
b) Kertas saring yang dibuat ujungnya runcing berukuran 15 x
2,5 cm
c) Air bersih
d) Api lilin
e) Lidi
f) Tinja

Cara kerja :
a) Oleskan tinja secukupnya pada bagian tengah kertas saring
b) Masukan kertas saring yang sudah dioles tinja kedalam
kantong plastic lebih dahulu, sehingga ujung runcing kertas
saring masuk bagian sempit kantong plastic.
c) Masukan air 2 cc ke dalam kantong plastic; kertas saring
dengan olesan tinja menjadi basah dan air akan tertampung
diujung sempit kantong plastic.
d) Tutuplah kantong plastic dengan memakai api lilin
e) Biarkan selama 4-7 hari pada suhu kamar (25-30oC)

f) Periksalah larva dalam air di ujung sempit kantong plastic


dengan binokuler pembesaran kecil (3x, 2x)

2. Cara pembiakan larva


Bahan yang diperlukan :
a) Cawan petri dengan garis tengah 9cm
b) Kertas saring yang bundar
c) Pasir yang bersih dan steril ( dengan cara memanaskan)
d) Air
e) Gelas kimia kecil ( 30ml)
Cara kerja :
a) Kira-kira 10 cc tinja dicampur air dalam gelas kimia kecil
sehingga menjadi bubur
b) Pada dasar cawan petri diletakkan kertas saring yang lebarnya
melibihi sedikit dasar cawan petri
c) Teruhlah pasir diatas kertas saring ini
d) Tuangkan bubur tinja secara merata pada pasir tadi, jika perlu
ditambah dengan air, sehingga seluruh biakan menjadi
lembab
e) Biakan ini ditutup dan dibiarkan 2-4 hari dalam suhu kamar
Bila sudah sampai waktunya, maka larva harus diisolasi dari biakan itu, dengan
menggunakan alat baermann.

KA RISDY..................

DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar PARASITOLOGI KEDOKTRAN FKUI, edisi keempat


Kamus Kedokteran Dorland, edisi 33
Penuntun Praktikum Parasitologi Kedokteran FK-UPNVJ 2010
Atlas Parasitologi Kedokteran
http://www.dpd.cdc.gov/dpdx
IMUNOLOGI DASAR FKUI, edisi revisi ke tujuh

You might also like