Professional Documents
Culture Documents
Jurnal Biowallacea Edisi 2 Vol 1 Oktober 2014
Jurnal Biowallacea Edisi 2 Vol 1 Oktober 2014
Oktober 2014
ISSN : 2355-6404
Nurhayani H.M., et. al., Biowallacea Vol. 1 (2) : Hal. 63-70 , Oktober 2014
63
Kandungan Gizi Umbi Ubi Kayu Pahit (Manihot aipi Phol.) pada Tahapan
Pengolahan sebelum Fermentasi dan Wikau Maombo Hasil Fermentasi
Tradisional
(Nutrition Content of Bitter Cassava Root (Manihot Aipi Phol.) at Processing
Step of before Fermentation and " Wikau Maombo" of Traditional Fermented.)
1)
2)
3)
ABSTRACT
Generally, the research aimed to find out the nutrient content changes of bitter cassava root through
step of processing of pre fermentation and "Wikau Maombo" of traditional fermented. Research of the
eksploratif use the descriptive method. Data obtained to be analysed descriptively. The result of the
research reveals that the nutrient content of fresh cassava root (KS), that is protein 0,7221 %, HCN
103,8352 ppm, fat 0,0639 %, crude fiber 0,6681 %, starch 70,16 %, and reduction glucose 0,61 %. All
the step of pre-fermentation treatments give influence on the contents of HCN. The soaking salt-water
treatment can decreased the HCN equal to 28,87 %. The treatments of soaking, drying and slicing
can decreased the HCN equal to 40,87 %. While the fermentation without microorganism only
decreased the HCN of equal to 0,05 %. Protein, fat and crude fibre do not of the change at all of
treatment step of pra-fermentation. The "Wikau Maombo" of traditional fermented contain the protein
0,9454 %, HCN 74,6851 ppm, fat 0.6412 %, crude fiber 1,0753 %, starch 65,51 %, and reduction
glucose 2,00 %.
Keywords : bitter cassava root, fermentation, Wikau Maombo", HCN.
Kandungan Gizi Umbi Ubi Kayu Pahit (Manihot aipi Phol.) pada Tahapan Pengolahan sebelum Fermentasi
dan Wikau Maombo Hasil Fermentasi Tradisional
PENDAHULUAN
Tanaman
kayu
(Manihot
sp.)
varietas
mengandung
pahit
perlu
racun
pengolahan
glukosida
khusus
sianogenik
produksi sebesar
kesehatan
manusia
menimbulkan
kematian.
Kendari
kayu
dengan
Tanaman
ubi
kayu
yang
tidak
penyakit
bahkan
dapat
Hidrogen
didetoksifikasi
endemik
sianida
dikaitkan
tertentu
yang
yang
jenis,
ekspor
besar-besaran
(Ihedioha,
2002;
oleh
masyarakat
Sulawesi
cara
direndam
direndam
tradisional
air
air
Nurhayani H.M., et al., Biowallacea Vol. 1 (2) : Hal. 63-70, Oktober 2014
melalui
laut
selama
tawar
Tenggara
pemeraman
24
selama
jam,
24
lalu
jam.
64
Kandungan Gizi Umbi Ubi Kayu Pahit (Manihot aipi Phol.) pada Tahapan Pengolahan sebelum Fermentasi
dan Wikau Maombo Hasil Fermentasi Tradisional
Selanjutnya
umbi
ubi
kayu
tersebut
fermentasi tradisional.
tradisional
melibatkan
mikroorganisme
lingkungan
secara
yang
spontan
dan
dengan
ada
di
Wikau Maombo
dua
fermentasi
wadah
yakni
kedap
Alat-alat tersebut
udara
(tanpa
Sulawesi
Tenggara.
Bahan
kondisi
tipe,
difermentasi
METODE, PENELITIAN
Bahan dan Alat
menggunakan
aerasi)
dan
Cara Kerja
1. Penentuan Kadar Pati dan Gula Reduksi
dengan
Metode
Luff
Schoorl
(Sudarmadji dkk., 1994; Ghofar et al.,
2005)
Sebanyak 5 gr sampel ditimbang ke dalam
Erlenmeyer 500 ml, dan ditambahkan 200 ml
selama
itu
makanan
proses
pengolahan.
Selain
selama
3%.
10 menit ,
Nurhayani H.M., et al., Biowallacea Vol. 1 (2) : Hal. 63-70, Oktober 2014
65
Kandungan Gizi Umbi Ubi Kayu Pahit (Manihot aipi Phol.) pada Tahapan Pengolahan sebelum Fermentasi
dan Wikau Maombo Hasil Fermentasi Tradisional
ml larutan Kl 20%
Erlenmeyer berisi 10 ml
indikator
tereduksi.
H3BO3 2 %
phenolphthalein.
titrasi
&
dengan
menjadi jernih.
Kadar glukosa =
Kadar protein :
Fp = faktor pengenceran
2. Penentuan kadar serat kasar dengan
metode Gravimetri (Sudarmadji dkk.,
1994; Oboh, 2006)
Sebanyak
ke
(b gram).
Perhitungan :
dinginkan dalam
suhu 600 C
Perhitungan :
a-b
% Serat kasar =
Kadar Lemak =
x 100 %
Berat contoh
P = Faktor pengenceran = 10/5 = 2
5. Penentuan Hidrogen sianida (HCN)
kuantitatif dengan metode titrasi perak
nitrat (Sudarmadji dkk., 1994; Oboh,
2006; Onyesom et al., 2008)
x 100 %
Sebanyak 10 g sampel ditimbang ke dalam
g sampel
3. Prosedur analisis kadar protein dengan
metode Kjeldahl (Sudarmadji dkk., 1994;
Oboh, 2006)
Sebanyak 2 g
sampel ditimbang ke
akuades,
1 g
P (b a)
3 jam. Masukkan ke
tambahkan
diisi
Nurhayani H.M., et al., Biowallacea Vol. 1 (2) : Hal. 63-70, Oktober 2014
66
Kandungan Gizi Umbi Ubi Kayu Pahit (Manihot aipi Phol.) pada Tahapan Pengolahan sebelum Fermentasi
dan Wikau Maombo Hasil Fermentasi Tradisional
Menurut
Raharjo
(1999)
dalam
X10
mengurangi
mg sampel
sebagian
kecil
kadar
HCN.
telah
direndam
direndam
air
air
biasa,
garam,
dikeringkan,
dirajang
dan
siap
tanpa
inokulum
(KS),
serta
umbi
hasil
Hal
ini
menunjukkan
kadar protein
bahwa
perlakuan
KOMPOSISI
No.
KODE
SAMPEL
1.
2.
3.
4.
5.
KS
KG
KSF
KF
KFTN
PROTEIN (%)
Basah
0,7221
0,6036
0,7928
0,6523
0,9454
Berdasarkan
HCN
(ppm)
Kering
1,7823
1,4558
1,6099
1,4517
1,1440
data
103,8352
73,8620
43,6748
41,7069
74,6851
Tabel
1,
ppm
Sedangkan
atau
perlakuan
sebesar
40,87
fermentasi
%.
tanpa
sampel KFTN
(KFTN)
dibandingkan
semua
tampak
lebih
perlakuan
tinggi
sebelum
fermentasi.
Hasil penelitian Odoemelan (2005) bahwa
garri, makanan populer di Nigeria dibuat dari
umbi ubi kayu yang difermentasi, mengalami
penurunan kadar HCN selama fermentasi 6
72 jam dari 32,2 g/g menjadi 0,8-3,8 g/g.
Kobawila et al., (2005) juga melaporkan bahwa
kandungan sianida dalam umbi ubi kayu
menurun drastis selama fermentasi umbi ubi
kayu menjadi bikedi dari 414 ppm menjadi 93
ppm.
Nurhayani H.M., et al., Biowallacea Vol. 1 (2) : Hal. 63-70, Oktober 2014
67
Kandungan Gizi Umbi Ubi Kayu Pahit (Manihot aipi Phol.) pada Tahapan Pengolahan sebelum Fermentasi
dan Wikau Maombo Hasil Fermentasi Tradisional
Kadar Lemak dan Serat Kasar
pada
semua
sampel
cenderung
tidak
fermentasi
No
.
1.
2.
3.
4.
5.
KODE
SAMPEL
KS
KG
KSF
KF
KFTN
KOMPOSISI
Lemak (%)
Hasil
1,7722 %.
tradisional
(KFTN)
penelitian
karena
Sobowale
et
al.
tepung
fufu
mengalami
Basah
Kering
Basah
Kering
sedangkan
0.0639
0.1005
0.0900
0.1205
0.6412
0.1577
0.2424
0.2319
0.2624
0.7759
0.6681
0.7274
0.7260
0.7453
1.0753
1.6490
1.7543
1.7529
1.7722
1.3011
mengalami peningkatan.
kadar
serat
penurunan,
dan
amilosa
KESIMPULAN
1.
tampak
reduksi
lebih
tinggi
dibandingkan
semua
0,61
%.
air
0,0639 %, serat
Umbi
garam,
yang
telah
direndam
dikeringkan,
protein.
0,7260 %, pati
2.
Wikau
Maombo
hasil
fermentasi
dari semua
KODE
SAMPEL
KS
KG
KSF
KF
KFTN
Pati (%)
70.16
67.99
62.92
62.45
65.51
Gula reduksi
(%)
0.61
2.71
0.47
0.57
2.00
SARAN
Perlu penelitian lanjutan mengenai
pengaruh pemberian inokulum
isolat-isolat
mikroorganisme
perubahan
lokal
terhadap
melalui
Nurhayani H.M., et al., Biowallacea Vol. 1 (2) : Hal. 63-70, Oktober 2014
68
Kandungan Gizi Umbi Ubi Kayu Pahit (Manihot aipi Phol.) pada Tahapan Pengolahan sebelum Fermentasi
dan Wikau Maombo Hasil Fermentasi Tradisional
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada
DP2M
DIKTI
melaui
Lembaga
Penelitian
Nurhayani H.M., et al., Biowallacea Vol. 1 (2) : Hal. 63-70, Oktober 2014
69
Kandungan Gizi Umbi Ubi Kayu Pahit (Manihot aipi Phol.) pada Tahapan Pengolahan sebelum Fermentasi
dan Wikau Maombo Hasil Fermentasi Tradisional
water. Afr. J. Biotech. (Abstract). Vol.
4,
No.
10.
(http://www.academic.journal.org/
AJB/Abstract/abs.2005/oboh.htm,
diakses 25 November 2007).
Oboh, G. 2006.
Nutrient Enrichment of
Cassava Peels Using a Mixed Culture
of Saccharomyces cerevisiae and
Lactobacillus spp.
Solid Media
Fermentation Techniques. Electronic
J. of Biotechnology. (Online). Vol. 5,
No. 1. (http://www.ejbiotechnology
.info/content
/vol9/issue1/full/1/index.htm.article,
diakses 24 November 2007)
Oboh, G. and M. K. Oladunmoye. 2007.
Biochemical Changes in Micro-fungi
Fermented Cassava Flour Produced
from Lowand Medium- Cyanide
Variety of Cassava Tubers. Nutr.
Health. Vol. 18. No. 4 :355 367
(http://www.ncbi.nlm
.nih.gov
/pubmed/18087867)
Odoemelam, S. A. 2005. Studies on Residual
Hydrocyanic Acid (HCN) in Garri Flour
Made from Cassava (Manihot spp.).
Pakistan Journal of Nutrition. (Online).
Vol.
4,
No.
6.
(http://www.
pjbs.org/pjnonline/fin 267pdf.,).
Ofuya, C. O and C. J. Nwajiuba., 1990.
Microbial Degradation and Utilization
of Cassava Pell. World Journal of
Microbiology and Biotechnology, 6,
hlm 144-148.
Ofuya, C. O. and S. N. Obilor. 1993. The
Suitability of Fermented Cassava
Peel
as
A
Poultry
Feedstuff.
Bioresource Technology. Vol. 44,
hal 101 - 104
Rahardjo, S., P. E. Susilowati dan H.
Kombong. 1999. Analisis Kadar HCN
Ubi Kabuto dan Wikau Maombo
(Makanan Khas Masyarakat Buton)
dan
Cara
Penanggulangannya.
Laporan Hasil Penelitian. Lembaga
Penelitian, Unhalu.
Sahlin, P. 1999. Fermentation as a Method of
Food Processing. Lund Institute of
Technology.
Shinsuke. 1996. Pengolahan Tanaman UmbiUmbian. Proyek Pertanian Terpadu
dan
Pengembangan
Pedesaan,
SULTRA.
Sobawale, A. O., T.O. Olurin and O.B.
Oyewale. 2007. Effect of Lactic Acid
Bacteria culture Fermentation of
Cassava on Chemical and Sensory
Characteristics of Fufu Flour. African
Journal of Biotechnology. Vol. 6 (16) ,
Nurhayani H.M., et al., Biowallacea Vol. 1 (2) : Hal. 63-70, Oktober 2014
70
71
Jurusan Biologi, Fakultas MlPA Universitas Halu Oleo Kendari, Sulawesi Tenggara
2
Laboratorium Biologi, Universitas Halu Oleo, Kendari, Sulawesi Tenggara
e-mail : Jamili76@yahoo.com
ABSTRACT
This study was aimed to know the species diversity, abundance distribution, and similarity
index of bird at the mangrove forest of Lanowulu river, Rawa Aopa Watumohai National Park,
Southeast Sulawesi. The IPA (Indices Punctual Abundance) method was used in this study, i.e. the
presence of bird in each mangrove stand was counted in certain time. The species diversity of bird
was analyzed quantitatively by determining the Shannon-Wiener diversity index (H), evenness
index (E), abundance index, and similarity index. The results showed that the Shannon- Wienner
diversity index (H) of bird varied among the mangrove stands. The highest H index of bird was at
mangrove of stand Rhizophora apiculata (2,81), while it was the lowest at a mangrove stand
of Lumnitzera littorea (1,04). On the other hand, evenness index of bird in almost mangrove
stands tended to similar, i.e. ranged from 0,91-1,0 of evenness index (E). There were several species
of birds showed higher abundance in each mangrove stand, i.e. Zosterops choloris, Hirundo
tahitica, Artamus leucorynchus, Halcyon sancta, and Anthreptes malacensis. However, the values of
similarity index of bird among mangrove stands at Lanowulu river were low (IS < 30%), which
indicated that each mangrove stand supports different composition of bird. The activity of birds at
mangrove stands was mostly looking for food and taking a rest.
Key Words: Bird diversity, Mangrove Forest, Rawa Aopa Watumohai National Park
kawasan
PENDAHULUAN
sungai
72
Lanowulu
disusun
oleh
umat manusia.
ekologis
sumber
sebagai
nutrien,
karbon,
Kawasan hutan
mangrove
Taman
jenis
ikan,
udang,
kerang-kerangan
dan
pengamatan
(2012)
hidup
konservasi
lainnya.
Hutan
keanekaragaman
mangrove
hayati
memiliki
(biodiversity)
dan
burung
untuk
di
wilayah
Provinsi
mengoptimalkan
upaya
Watumohai
(TNRAW)
sebagai
gelombang
penting,
pelindung
pantai
dari
Ardeidae,
dan
Ciconiidae. Selain
mencari
makan
dan
diperlukan
karena
meskipun
pengetahuan
telah
ada
maka
Kawasan
(TNRAW) Sulawesi
Tenggara
bermain
METODE PENELITIAN
(MacKinnon, 2000).
Penelitian
hutan
yaitu
hujan
hutan
ini
dilaksanakan
pada
Watumohai
Tenggara.
(TNRAW)
Sulawesi
adalah
metode
yaitu
yang
IPA
Ponctual
rentang
1981).
dalam
Wiener
S = Jumlah
Jenis
Jenis dihitung
menggunakan
pengamatan
dalam
(Helvoort,
dengan
(Indices
metode
dihitung
digunakan
73
Abundance)
burung
waktu
tertentu
Pengamatan
3. Kelimpahan
untuk
menurut
dari
dilakukan
rumus
melalui
morfologi,
burung
perjumpaan
perilaku
pada
yang
dicatat
mencakup
jenis
burung,
waktu
perjumpaan,
terbang
lokasi
Parameter
langsung,
pengamatan.
penelitian
jumlah
individu,
burung
X
100% KR seluruh jenis
dan
selama
aktivitas
KR suatu jenis
KR
pada
2
C IS =
x 100%
(A + B)
Indeks
dihitung
Wiener
keanekaragaman
menurut
(1949)
jenis
rumus
dalam
burung
Shannon
Krebs,
(1989)
yaitu :
H'
= pi ln pi
Pi
H
Dimana : H'
2. Indeks
rumus
= Indeks
Keanekaragaman
ShannonWiener
Pi = Proporsi
jumlah
jenis ke i
ni = Jumlah
Individu
jenis ke i
N = Jumlah
Individu
seluruh jenis
kemerataan dihitung
menurut
Pielou
(1966).
menggambarkan
individu
dari
perataan
species
Indeks
ini
penyebaran
organisme
yang
5. Deskripsi
mencari
bermain.
aktivitas
burung seperti
makan,
bertengger,
dan
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai
(TNRAW) merupakan penggabungan dari
Taman
Buru
Watumohai,
Suaka
Dimana : IS =
Indeks
Kesamaan
A = Jumlah total seluruh jenis yang
terdapat pada komunitas A
B = Jumlah total seluruh jenis yang terdapat
pada komunitas B
C = Jumlah individu terkecil dari jenis yang
terdapat pada kedua komunitas
=
ln S
antara 121
0
44 - 122
terletak
0
44 BT dan 4
Watumohai
mangrove
sepanjang
yang
pantai
memiliki
ekosistem
membentang
Lanowulu
km
dengan
ha,
hijau untuk
juga menjadi
selain
menjadi
habitat
famili tumbuhan
dari
bakau
sabuk
berbagai
diantaranya
(bakau
apiculata
(bakau
(Tangir),
family
hitam),
putih),
unga)
dan
famili
jenis
burung
Rhizophora
Ceriops
Comretaceae
keanekaragaman
74
tagal
seperti
C.
L. racemosa (ungameliaceae
decandra
seperti
2010).
indeks
B. Indeks
Keanekaragaman
(H)
Kemerataan (E) Jenis Burung
Hasil
perhitungan
keanekaragaman
hutan
jenis
mangrove
kemerataan
berbagai tegakan
dan
jenis
burung
nilai
pada
burung
dikawasan
(1,66),
pada
(0,95), R.
mucronata
memiliki indeks
sungai
dan X. granatum
kemerataan
yang sama
2.30
H' dan E
2.00
0.93
0.91
1.10
1.00
1
1.08
1.66
0.93
1.63
0.99
1.04
0.91
0.95
H'
Lumnitzera litorea
Ceriops decandra
Ceriops tagal
Xylocarpus granatum
Rhizophora stylosa
Rhizophota mucronata
Rhizophota apiculata
0.00
Tegakan Mangrove
Gambar 1. Histogram Indeks Keanekaragaman dan Kemerataan Jenis Burung pada Berbagai
Tipe Tegakan Mangrove di Kawasan Sungai Lanowulu Taman Nasional Rawa
C. Distribusi Kelimpahan Jenis Burung
pada Berbagai Tegakan Mangrove
Hasil analisis distribusi kelimpahan
34 jenis
burung
berbagai
tegakan
sungai
Aopa
yang
ditemukan
mangrove
pada
dikawasan
diuraikan
sebagai
berikut :
A
A
Kelimpahan (individu/jam)
75
Rhizophora apiculata
6
7
6
5
4
3
2
1
0
3
2
1
2
1
2
1
Rhizophora mucronata
4
Haliaeetus
leucogaster
Halcyon chloris
Ducula aenea
Turacoena
manadensis
Ixobrychus
cinnamomeus
Gerygone
sulphurea
2
1
Hemiprocne
longipennis
Dicaeum
celebicum
Ducula bicolor
2
1
Anthreptes
malacensis
Jenis Burung
Rhizophora stylosa
Kelimpahan (individu/jam)
Pelargopsis
melanorhyncha
Cryptophaps
poecilirrhoa
4
3
2
1
0
Dicaeum celebicum
Jenis Burung
Hirundo tahitica
6
5
4
3
2
1
0
Tanygnathus
sumatranus
Kelimpahan (individu/jam)
Jenis
Burung
ditemukan
(Gambar
yang
2A).
Kelimpahan
ditemukan
kelimpahan
yaitu
22
jenis
burung
ditemukan
jenis
burung
Pelargopsis
melanorhynch,
poecilirrhoa,
dan
bervariasi,
paling
tinggi
individu/Jam.
Jenis
kelimpahan
hottentottus,
Ixobrychus
Ducula
flavicollis,
cinnamomeus,
tegakan
R.
burung
striatus,
terdapat
Cryptohaps
Dicaeum
celebicum
memiliki
indeks
kelimpahan
stylosa.
Jenis burung yang ditemukan pada
tegakan
di
R.
pemakan
apiculata kemungkinan
tunas
makanan
stylosa
merupakan
buah-buahan,
daun
yang
masih
muda.
chloris,
tempat
juga
jenis
dan
Jenis
itu
jenis
biji-bijian
yaitu
1individu/Jam.
banyak
burung
Ixobrychus
sebanyak
jenis
ditemukan
platurus,
dan
chloris,
Dicrurus
Butorides
(Gambar
dengan
yaitu
Prioniturus
bicolor,
Zosterops
burung
terendah
jenis
sangat
burung
76
tersebut
beristirahat.
sebagai
Jenis-jenis burung
ekosistem mangrove.
ditemukan
2B).
12
Kelimpahan
jenis
jenis
burung
makan.
R.
mucronata
R.
mucronata
sebagai
jenis
burung
(2000)
tempat
beristirahat.
aureolimbatum,
leucopygialis,
Treron
Dicaeum
Trichoglossus
ornatus,
3A).
leucorynchus
Jenis
memiliki
burung
nilai
Artamus
kelimpahan
Lalange
yaitu
mangrove
untuk
mendiami
mencari
makan.
kelimpahan
vernans,
rendah
Lalage
yaitu
Treron
leucopygialis,
77
dan
jenis
burung
yaitu
Zosterops
Gerygone
burung
sulphurea,
chloris,
Hirundo tahitica,
3C).
Halcyon sancta
Jenis
memiliki nilai
yaitu
sebesar
16
tegakan
mangrove
C.
tagal
individu/Jam,
sedangkan
yaitu
12
sancta
C.decandra
memanfaatkan
sebagai
tempat
tegakan
beristirahat,
memanfaatkan
tegakan
sebagai
ini
dibandingkan
lebih
banyak
dengan
ditemukan
tegakan
lainnya,
ini
yaitu
Zosterops
choloris
Berdasarkan
spesialisasi
Pada
tiga
tegakan
jenis
ornatus,
burung
L.littorea
yaitu
Anthreptes
ditemukan
Trichoglossus
malacensis,
dan
yang
memiliki kelimpahan
burung Anthreptes
malacensis
yaitu
sebanyak
individu/Jam.
Sedangkan
jenis
4
yang
ornatus
masing-masing
dan
Dicrurus
sebanyak
6
2
Jenis Burung
Trichoglossus
ornatus
Halcyon
chloris
12
8
10
5
Zosterops
chloris
Jenis Burung
Halcyon
sancta
Gerygone
sulphurea
Turacoena
manadensis
16
Lalage
leucopygiali
s
Ceriops decandra
12
12
Hirundo
tahitica
20.0
15.0
10.0
5.0
0.0
Gerygone
sulphurea
Zosterops
chloris
Kelimpahan
(individu/jam)
Ceriops tagal
12
15
Dicaeum
vulneratum
(Individu/jam)
Kelimpahan
B
B
Artamus
leucorynchus
Dicaeum
aureolimbatu
Lalage
leucopygialis
6
4
2
0
Treron
vernans
Xylocarpus granatum
(individu/jam)
Kelimpahan
78
Jenis Burung
Lumnitzera littorea
Kelimpahan
(individu/jam)
5.0
2
0.0
Trichoglossus ornatus
Anthreptes malacensis
Dicrurus hottentottus
Jenis Burung
hasil
kelimpahan
yang
indeks
79
similaritas
bertujuan
untuk
membandingkan komposisi
kuantitatif jenis
yang
Burung-burung
komposisi
yang
ditemukan
umumnya
tinggi
pada
berarti
jenis
mempunyai
yang
sama,
kemiripan
begitupun
sebaliknya.
Berdasarkan
hasil
penelitian
yang
(IS)
mangrove di
bermain.
decandra memiliki
yang
kemungkinan
jenis burung
burung
diantara tegakan
indeks
karena
kesamaan
adanya
dua
jenis
Dari
tertinggi
52%.
ketiga
aktivitas
Jenis-jenis
tersebut,
burung
yang
sulphurea,
aenea, Halcyon
(IS)
antara
tegakan
R. apiculata dan C.
Dicaeum
vulneratum,
Ducula
cinnamomeus,
R. apiculata
dan
R.
mucronata
sebesar
Treron
Dicaeum
yaitu
(5,97%).
stylosa
vernans,
ornatus,
Prioniturus
Lalage
aureolimbatum,
Anthreptes
platurus,
leucopygialis,
Trichoglossus
malacensis,
dan
C.
decandra,
X.
sore
R.
stylosa
dan L.
littorea,
hari
yang
banyak
teramati
adalah
indeks
ini
mangrove
Butorides striatus.
kesamaan
kurang
mengindikasikan
jenis.
dari
Hal
30%,
rendahnya
sehingga
kesamaan
Lanowulu.
Perhitungan
Zosterops
choloris,
Hirundo
similaritas
jenis
burung
yang
DAFTAR PUSTAKA
Alikodra HS. 1990. Pengelolaan Satwa Liar Jilid
1. Depdikbud-Dirjen Pendidikan Tinggi
PAU-IPB. Bogor.
Alikodra, H. S. 2002. Pengelolaan Satwa liar.
Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan
IPB. Bogor.
Analuddin, Jamili, dan Rasas Raya, 2012,
Perancangan
Model
Pengelolaan
Ekosistem
Mangrove
Untuk
Mengoptimalkan Perlindungan Hewan
Endemik Di Kawasan Taman Nasional
Rawa Aopa Watumohai Sulawesi
Tenggara, Laporan Penelitian Hibah
Bersaing
Dikti. 2012, Univesitas
Haluoleo, Kendari.
Anwar, J., S. J. Damanik., A. J. Whitten & N.
Hisyam. 1984. Ekologi Ekosistem
Sumatera. Yogyakarta: Gadjah Mada .
Coates, B.J & K.D. Bishop, 2000, Panduan
Lapangan Burung-Burung di Kawasan
Wallacea,
Bird
Life
International
Indonesia Programe.
Helvoort, B.V. 1981. Bird Populations in The
Rural Ecosistems of West Java.
Nature Conservation Depertment.
Netrherlands.
Hutchings, P. and Saenger, P. 1987. Ecology
of
Mangroves.
University
of
Queensland
Press.
Brisbane.
Australia.
Howes J, Bakewell D, Noor YR. Panduan
Studi
Burung
Pantai. Wetlands
International - Indonesia Programme,
Bogor, 2003. Krebs, C. J., 1978.
Ecological Methodology. New York:
Harper and Row Publisher. 294297,
361368.
Jati, A. 1998. Kelimpahan dan Distribusi Jenisjenis Burung Berdasarkan Fragmentasi
Jamili, et al., Biowallacea Vol. 1 (2) : Hal.71-81, Oktober 2014
80
81
82
Analisis Kadar Alkaloid dan Tanin Tumbuhan Beluntas (Pluchea indica Less.) pada
Lahan Salin di Desa Asingi Kecamatan Tinanggea dan Non Salin di Desa Lambodijaya
Kecamatan Lalembuu Sulawesi Tenggara
The Differences Analyzed of Alkaloid and Tannin Contents on Beluntas (Pluchea indica
Less.) at Saline Soil in Asingi Village of Tinanggea and Non Saline Soil in Lambodijaya
Village Lalembuu Subdistrict of Southeast Sulawesi
Andi Septiana1, Indrawati1, Rustin2
1
Abstract
This study aimed to know the differences of alkaloid and tannin contents of beluntas
leaves (Pluchea indica less.), which grow in saline soil and non-saline soil. The method for
analyzing the alkaloid content was extraction whit acetid acid 10 % in ethanol, while the
method for analyzing the tannin content was rangana method with using spectrophotometer.
Percentage of alkaloid and tannin contents were analyzed using t- test. The results showed
that the alkaloid and tannin contents of beluntas (Pluchea indica Less.) on saline soil and non
saline soil showed significantly noticeable difference of in the level 95 %. The Alkaloid and
tannin contents of beluntas on saline soil was higher than on non saline soil. The alkaloid
content on saline soil was 0,08 g, while the non saline soil was only 0,04 g. The tannin
content on saline soil was 3,12 % while the non saline soil was only 1,93 %. These were
proved that alkaloid and tannin contents were antioxidant compound which is produced by
beluntas to adapt high salinity conditions.
Keyword : alkaloid, tannin, beluntas (Pluchea indica less.), saline soil and non saline soil.
83
Analisis Kadar Alkaloid dan Tanin Tumbuhan Beluntas (Pluchea indica Less.)
pada Lahan Salin di Desa Asingi Kecamatan Tinanggea dan Non Salin
di Desa Lambodijaya Kecamatan Lalembuu Sulawesi Tenggara
PENDAHULUAN
Beluntas merupakan tanaman
herba
familia Asteraceae
yang
dapat
beluntas.
Berdasarkan
lapangan
yang
sampai ungu.
kecil,
sudut
Banyak
sampai
Buah keras,
berwarna
putih.
ketinggian
1.000
dpl
(Steenis, 1958).
diproduksi
oleh
yang
tumbuhan
pengamatan
telah
dilakukan
Tumbuhan
beluntas
mempunyai
lahan
biologis,
beberapa
salah
aktivitas
satunya
sebagai
salin
secara
memungkinkan
terus-menerus
dapat
memacu
tanin.
tumbuhan
antioksidan dan
tumbuhan dan
memegang peranan
penting
adaptasi tumbuhan
Alkaloid
pada
berfungsi sebagai
dalam
terhadap
kondisi
(Hartati,
2010).
salinitas
Tanin
tinggi
berfungsi
peneliti
tertarik
penelitian dengan
untuk
melakukan
judul
Analisis
Kadar
superoksida,
hidroksil,
peroksida,
Alkaloid
Kecamatan
Tenggara.
dan
Lalembuu
Tanin
Sulawesi
84
Analisis Kadar Alkaloid dan Tanin Tumbuhan Beluntas (Pluchea indica Less.)
pada Lahan Salin di Desa Asingi Kecamatan Tinanggea dan Non Salin
di Desa Lambodijaya Kecamatan Lalembuu Sulawesi Tenggara
berdasarkan
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
perbedaan
tingkat
dilaksanakan
tingkat
ketuaan
daun
dilakukan
daun
beluntas
pengelompokan
sampel
dilakukan
ditempat
yang
salin
bertempat
di
desa
Konawe
Selanjutnya
sampel
dianalisis
di
Matematika
Selatan.
dan Ilmu
menimbang 0,2 g
terpilih
yaitu
beluntas
teknik
observasi
menit.
Seluruh
seleksi
daun
ditambahkan
data
pengambilan
adalah
dan
kemudian dipotong-potong
seperempatnya
daun beluntas
beluntas
larutan
dibiarkan
85
Analisis Kadar Alkaloid dan Tanin Tumbuhan Beluntas (Pluchea indica Less.)
pada Lahan Salin di Desa Asingi Kecamatan Tinanggea dan Non Salin
di Desa Lambodijaya Kecamatan Lalembuu Sulawesi Tenggara
tenang
kemudian
dikumpulkan
endapannya
dan
dicuci
dengan
absorbansi 0 (nol).
sampel
diketahui
menggunakan
(Rangana,
2009).
1998).
Kadar alkaloid daun beluntas
dianalisis
sesuai
dengan
(2009)
dengan
cara
tanat
dalam
kemudian
tersebut
Ekstraksi
dengan
tanin
menimbang
diawali
10
sebanyak
0,5
50
aquadest,
ml
Jadi,
setiap
0,1 mg asam
mg
ml
ditambahkan
(Na2WO4.2H2O),
sodium
0,8
dua
jam,
kemudian
dalam
diencerkan menjadi 40
kadarnya
bertingkat
10
ml
dari
0,02
sehingga
0,1
karbonat
menjadi
Dicampur
10 ml dengan aquadest.
dengan
absorbansinya
gelombang
jenuh, dibuat
baik
dan
diukur
asam
takar
tungstat
selama
tanat.
daun
c.
mengandung
Septiana,
dengan baik.
diambil 10 ml larutan
aquadest.
dalam
dilarutkan
standar
Asam
dengan
kurva
1979
tanin
b. Preparasi Sampel
metode
Seniwaty
Kadar
C dan
ml dengan
aquadest.
d. Analisis Kandungan Tanin
Diambil 1 ml larutan sampel
dan dimasukan ke dalam labu takar 10
ml. Ditambahkan 0,5 ml reagen folin
denis dan 1 ml larutan natrium
pada
panjang
725 nm
menggunakan
86
Analisis Kadar Alkaloid dan Tanin Tumbuhan Beluntas (Pluchea indica Less.)
pada Lahan Salin di Desa Asingi Kecamatan Tinanggea dan Non Salin
di Desa Lambodijaya Kecamatan Lalembuu Sulawesi Tenggara
absorbansinya
pada
panjang
Berdasarkan
data
pada
taninnya.
analisis
tannin
dengan
selanjutnya
dianalisi
dengan menggunakan
kadar
spektrofotometer
dengan uji
Kaleidosgraph versi 4.
1. Histogram
Kadar
Alkaloid
Tumbuhan Beluntas (Pluchea indica
Less.)
kepercayaaan
95%
bahwa
alkaloid
kadar
menunjukkan
tumbuhan
b
2. Histogram
Kadar
Tumbuhan Beluntas
indica Less.)
Tanin
(Pluchea
Gambar
2.
Histogram
kadar
alkaloid daun beluntas (Pluchea
indica Less.) pada lahan salin di desa
Asingi dan non salin.
87
Analisis Kadar Alkaloid dan Tanin Tumbuhan Beluntas (Pluchea indica Less.)
pada Lahan Salin di Desa Asingi Kecamatan Tinanggea dan Non Salin
di Desa Lambodijaya Kecamatan Lalembuu Sulawesi Tenggara
menunjukkan
bahwa
kadar
perbedaan
non
yang
signifikan kadar
kadar
tannin
sebesar
3,12%
(Gambar
3)
sedangkan
kadar
lokasi penelitian.
salin
perbedaan
salin
memperlihatkan
dapat
memacu
pembentukan
adanya
perbedaan
kadar
tinggi yaitu
280 mM
Pembahasan
Berdasarkan
hasil
penelitian
persawahan
areal
perkebunan
dan
88
Analisis Kadar Alkaloid dan Tanin Tumbuhan Beluntas (Pluchea indica Less.)
pada Lahan Salin di Desa Asingi Kecamatan Tinanggea dan Non Salin
di Desa Lambodijaya Kecamatan Lalembuu Sulawesi Tenggara
tinggi
dapat
meningkatkan
produksi
mengakumulasikan
Ukuran
Pada
tersebut
kondisi
tumbuhan
salinitas
daun
beluntas
yang
tersebut
mengalami
stres
lingkungan
dapat
tersebut
untuk
beradaptasi
terhadap
(Hopkins, 1999).
tebal
berfungsi
untuk
mengurangi
untuk
yang
dan
menghadapai
tannin
pada
lingkungan
salin
dapat
oksidatif
akibat
lahan
melindungi perubahan
memegang peranan
Salinitas
menyebabkan
perubahan
salinitas
lebih
pertahanan
berhubungan
oksidatif
dengan
yang
sistem
meliputi
senyawa antioksidan.
tebal
sangat
penting
untuk
Analisis Kadar Alkaloid dan Tanin Tumbuhan Beluntas (Pluchea indica Less.)
pada Lahan Salin di Desa Asingi Kecamatan Tinanggea dan Non Salin
di Desa Lambodijaya Kecamatan Lalembuu Sulawesi Tenggara
89
Diponegoro, Semarang.
Hopkins, W. G., 1999, Introduction to Plant
Physiology, Toronto, John Wiley
and Sons, Inc.
Jespersen, T., 2005, The KCNQ1
Potassium Channel From Gene to
Physiological Function, Physiology
20: 408-416.
Pessarakli, M., 1993, Handbook of Plan
and Crop Stress, Marcel Dekker
Inc. New York.
perbedaan
kadar
tanin
tumbuhan beluntas
Uslinawaty, Z., et. al., Biowallacea, Vol. 1 (2). Hal. 90-96, Oktober, 2014.
90
ABSTRACT
The research was purposed to obtain information about the diversity of species of rattan in the Papalia
Protection Forest, South Konawe. . The rattans which were found in the study area were recorded and
identified based on characteristics of leafsheath morphologies. This research was conducted in the
area area of Mount Forest Preseve District of Wolasi papalia Springs Village South Konawe on Wolasi
July to September 2013. Research using the Systematic Strip/ line sampling (with a random start). The
results of the identification of 8 species of rattan are grouped into 3 genera on spread all level both
adults and young rattan cane. The genus Calamus is a genus satay with the highest number of
species found in the location of research are 6 types of rattan of the total 8 species were found. Tohiti
(Calamus inps) and rattan rod (Calamus zollingeri). The highest importance value index for levels
rattan is a type of adult stem rattan (Calamus zollingeri) with INP value 0f 76,53 %,
Keywords: Rattan, Identification, Morphology, Significance
PENDAHULUAN
Rotan
Gunung
terletak
di
wilayah
jenis
palem
dalam
family
Kecamatan
dunia
sumberdaya
memanjat
merupakan
Papalia
yang
Arecaceae.
termasuk
Indonesia
jenis
diakui
serta
produksi
Wolasi
Kabupaten
Konawe
ditiap
ton/ha,
Kecamatan
Kalimantan
Barat
3,85
ton/
ha,
daerah
pola penyebarannya
maka
Wolasi
Kabupaten
Potensi
penyebaran
rotan
salah
METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
tumbuhan,
serta
guna
keanekaragaman
dilakukan
Konawe
Selatan
(Djamal, 2012).
untuk
tentang
perlu
penelitian
Bahan
yang
digunakan
dalam
Papalia
Kecamatan
Selatan.
Uslinawaty, Z., et. al., Biowallacea Vol. 1 (2). Hal. 91-99, Oktober, 2014.
Wolasi
Desa
Mata
Kabupaten
Wolasi
Konawe
91
Morfologi Dan Tingkat Kelimpahan Jenis Rotan Di Hutan Lindung Papalia Kabupaten Konawe Selatan
Alat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut: tali rafia, meteran
Wolasi
Kecamatan
Wolasi
metode
sampel
systematic
menggunakan
strip/line
sampling
sampel
Berdasarkan
kenampakan
duri
pada
masing-
Desa
ini
diambil
karena
spesies
rotan
yang
sirus
diantaranya
zollingeri
rotan
batang
Becc.), rotan
cabang
Genus
Spesies
Calamus
Batang
(C. zollingeri)
2.
Lambang
(C. ornatus)
3.
Darmasi
Batang
Batang berwarna hijau
tua, Diameter batang 3,0
11,0 cm dengan
panjang ruas 15 30 cm
Morfologi
Daun
Bentuk daun
lonjong dengan
ujung runcing,
serta berselang
seling pinggir daun
berduri
Bentuk daun
memanjang
dengan panjang
daun 20 - 50 cm,
berselang, warna
daun hijau muda.
Daun berbentuk
Uslinawaty, Z., et. al., Biowallacea Vol. 1 (2). Hal. 90-96, Oktober, 2014.
Duri
Pelepah daun
berduri beragam
segitiga, warna
kuning
Sifat
Tumbuh
Berumpun
Duri berwarna
hitam dan
bagian pangkal
duri berwarna
kekuningan
Berumpun
Berumpun
92
Morfologi Dan Tingkat Kelimpahan Jenis Rotan Di Hutan Lindung Papalia Kabupaten Konawe Selatan
N
o.
Genus
Spesies
Batang
(C. leiocaulis)
4.
Tohiti
(C. inops)
5.
Saloso
(Calamus sp.)
6.
Calamus
Tarumpu
(Calamus sp.)
7.
Daemonorops
Cincin
(D. sabut)
8.
Korthalsia
Cabang
(K.junghuhnii)
Batang berwarna
kehijauan, setelah kering
berwarna kuning telur,
diameter batang 1,0 3,0
cm
Batangnya ramping
berwarna cokelat kusam,
ukuran diameter 3,0 6,5
cm
Sumber
Morfologi
Daun
Sifat
Tumbuh
Duri
panjang, dengan
warna hijau hijau
daun yang
ditumbuhi oleh duri
Daunnya berwarna
hijau kusam,
menyirip dan
berselang
dan pada
ujungnya
berwarna agak
kuning
Pelepah
dipenuhi oleh
duri berwarna
hitam yang rapat
dan tidak
beraturan
Duri tampak
berwarna kuning
dan berukuran
kecil, tidak
beraturan
Daun berwarna
hijau muda,
menyerupai daun
tohiti tetapi
ukuranya lebih
kecil
Daun berwarna
hijau kusam
berselang seling
tiap dua helaian
daun
Duri tampak
halus berwarna
kecoklatan, jika
terkena sinar
tampak akan
berwarna merah
Duri berwarna
coklat kehitaman
Pada pangkal
Daun berwarna
hijau kemudian
diujung tampak
kekuningan
Daun berwarna
hijau dengan duri
tunggal tersebar
Soliter
Berumpun
Soliter
Berumpun
Berumpun
21,20 %.
hasil
Tabel 2 menunjukkan
menunjukkan
bahwa
kerapatan
rotan
yang
memiliki
nilai
celebicus Beccari)
ekosistem
berbukit
punah
(pegunungan),
walaupun.
Nilai
sangat sedikit.
jika
Sehingga jenis
diekploitasi.Oleh
karena
itu,
sangat diperlukan.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Nama Jenis
Batang
Cabang
Cincin
Darmasi
Lambang
Saloso
Tarumpu
Tohiti
Jumlah
Jumlah
Batang
59
27
35
43
41
25
19
67
316
K
(Batang/H
a)
24,583
11,25
14,583
17,916
17,083
10,416
7,9167
27,916
131,6667
KR
(%)
18,67
8,544
11,07
13,60
12,97
7,911
6,017
21,20
100
F
0,766
0,333
0,466
0,433
0,45
0,383
0,216
0.65
3,7
FR
(%)
20,721
9,0081
12,613
11,710
12,162
10,359
5,8568
17,567
100
Uslinawaty, Z., et. al., Biowallacea Vol. 1 (2). Hal. 90-96, Oktober, 2014.
D
2
(m /Ha)
0,015
0,003
0,001
0,004
0,005
0,000
0,001
0,009
0,0412
Tingkat
DR
(%)
INP
(%)
37,14
7,388
3,542
10,93
14,27
1,720
2,530
22,46
100
76,538
24,941
27,231
36,249
39,408
19,991
14,399
61,239
300
Morfologi Dan Tingkat Kelimpahan Jenis Rotan Di Hutan Lindung Papalia Kabupaten Konawe Selatan
Sumber : Data primer setelah diolah, 2013
93
Keterangan :
K
= Kerapatan,
KR
= Kerapatan Relatif,
F
= Frekuensi,
FR
= Frekuensi Relatif,
D
= Dominansi,
DR
= Dominansi Relatif,
INP
= Indeks Nilai Penting.
hasil
analisis
data
pada
untuk
Tingkat
Nama
Jenis
No
1
2
3
4
5
6
7
8
secara
langsung
di
lokasi
Jumlah
Batang
K
(Batang/Ha)
KR
(%)
FR
(%)
D
2
(m /Ha)
DR
(%)
INP
(%)
40
18
12
19
21
8
15
56
189
66,66
30
20
31,66
35
13,33
25
93,33
315
21,16
9,524
6,349
10,05
11,11
4,233
7,937
29,63
100
0,65
0,3
0,17
0,26
0,26
0,13
0,17
0,6
2,55
25,49
11,76
6,536
10,45
10,45
5,229
6,536
23,53
100
0,009
0,0026
0,009
0,003
0,0041
0,0004
0,002
0,009
0.0332
29,66
7,892
2,792
9,375
12,40
1,375
8,147
28,34
100
76,31
29,18
15,67
29,88
33,97
10,83
22,61
81,50
300
Batang
Cabang
Cincin
Darmasi
Lambang
Saloso
Tarumpu
Tohiti
Jumlah
Keterangan
: K = Kerapatan, KR =
Kerapatan Relatif, F = Frekuensi, FR =
Frekuensi
Relatif,
D
=
Dominansi,
DR=Dominansi Relatif, INP= Indeks Nilai
Penting,
Tabel 3 juga menunjukan bahwa
total
kerapatan
Untuk
sebesar
kerapatan
315
tertinggi
zollingeri)
dengan
nilai
66,67
kedua
tergolong
pada
jenis
rotan
kriteria
tersebut
kerapatan
Sedangkan
untuk
nilai
kerapatan
yang
mempunyai
kemampuan
Uslinawaty, Z., et. al., Biowallacea Vol. 1 (2). Hal. 90-96, Oktober, 2014.
Morfologi Dan Tingkat Kelimpahan Jenis Rotan Di Hutan Lindung Papalia Kabupaten Konawe Selatan
94
ekosistem
mulai
dari
mengelompok
punah
merata,
jika
diekploitasi.Oleh
karena
itu,
hal
distribusi
ataupun
ini
juga
secara
acak,
distribusi
secara
terjadi
pada
jenis
sangat diperlukan.
dibawah ini :
Tabel 4. Pola Penyebaran Rotan
Dewasa
Nama Jenis
Jumlah Batang
Batang
Cabang
Cincin
Darmasi
Lambang
Saloso
Tarumpu
Tohiti
Jumlah
59
27
35
43
41
25
19
67
316
209,015
264,307
249,877
235,851
239,319
267,978
279,142
196,206
Sumber
: Data primer setelah diolah, 2013
2
Keterangan : = Chi Square, V = Varians,
Melalui pendekatan distribusi Poisson
diperoleh hasil bahwa kedelapan spesies rotan
yang
ditemukan
Lindung
Gunung
dalam
Papalia
kawasan
memiliki
hutan
pola
Pola Distribusi
3,484
4,405
4,165
3,931
3,989
4,466
4,652
3,270
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Nama Jenis
Batang
Cabang
Cincin
Darmasi
Lambang
Saloso
Tarumpu
Tohiti
Jumlah
Jumlah Batang
40
18
12
19
21
8
15
56
189
117,465
154,714
165,762
152,910
149,333
173,339
160,190
93,593
Tingkat
Sumber
: Data primer setelah diolah, 2013
2
Keterangan : = Chi Square, V = Varians,
Uslinawaty, Z., et. al., Biowallacea Vol. 1 (2). Hal. 90-96, Oktober, 2014.
Pola Distribusi
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Tingkat
Uslinawaty, Z., et. al., Biowallacea, Vol. 1 (2). Hal. 90-96, Oktober, 2014.
Melalui model pendekatan yang sama
95
Saloso(Calamussp.),
Tarumpu
Gunung
yang
dalam
kawasan
hutan
Lindung
rotan tersebut
kerapatan Sedang
3. Melalui
pendekatan
distribusi
Poisson
penurunan
terhadap
suhu
ini
sangat
pola
berpengaruh
persebaran
jenis
SARAN
adaptasi
rotan
terhadap
suhu
lingkungan
di
diperlukan
sebagai
tindakan
tertentu.
KESIMPULAN
1. Jenis-jenis tumbuhan rotan yang terdapat
dalam kawasan Hutan Lindung Gunung
Papalia Desa Mata Wolasi, terdiri dari 3
genus
(Calamus,
Khorthalsia)
Daemonorops,
dan
Batang(Calamus
spesies
zollingeri),
dan
yaitu
Cabang
(Korthalsiajunghuhnii),
Cincin
(Daemonoropssabut),
Darmasi
(Calamusleiocaulis),
Lambang(Calamusornatus),
Uslinawaty, Z., et. al., Biowallacea Vol. 1 (2). Hal. 91-99, Oktober, 2014.
Morfologi Dan Tingkat Kelimpahan Jenis Rotan Di Hutan Lindung Papalia Kabupaten Konawe Selatan
Penelitian dan Pengembangan Hutan
dan Konservasi Alam. Bogor.
Kalmia T. dan Ratih D., 2007.Atlas rotan
Indonesia.Departemen
Kehutanan
dan
Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.
Kalima T. dan Jasni
2010. Tingkat
Kelimpahan Populasi Spesies Rotan
Di Hutan Lindung Batu Kapar,
Gorontalo Utara. Jurnal penelitian
Hutan dan Konservasi Alam 8 ( 4 ) :
439-450
Maulana, S. 2010. Pola Penyebaran Dan
Daerah Sebaran Tumbuhan. Laporan
penelitian, Universitas Syiah Kuala
Darussalam, Banda Aceh.
Rachman
dan
Jasni.
2006.
Rotan
Sumberdaya,
Sifat
dan
Pemanfaatannya.
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Kehutanan.IPB.
Bogor.
Sanusi, D. 2012. Rotan Kekayaan Belantara
Indonesia.
Brilian
Internasional.
Surabaya.
Simyapen, A. 2007. Skripsi :Potensi Jenis
Rotan Pada Kawasan Hutan Pulau
Meosmangguandi Kepulauan Padaido
Atas
Kabupaten
Biak
Numfor.
Universitas Negeri Papua. Manokwari.
Uslinawaty, Z., et. al., Biowallacea Vol. 1 (2). Hal. 90-96, Oktober, 2014.
96
97
Wirdhana, S. A. B., Biowallacea, Vol. 1 (2), Hal. : 97- 106. Oktober, 2014.
Abstract
Water resources conservation efforts can not be separated from the movement and distribution of
water within the hydrological nature. Lalindu watershed upstream is one area that is quite important
role in the overall system Lalindu watershed. This is due to changes that occur in the upper reaches of
the watershed Lalindu this will further implications on the area underneath (downstream), so any
activity that happens or is done in the watershed should be calculated carefully. Upstream region is an
important area in a watershed, the area allocated as a water catchment area in order to reduce runoff
and flooding potential disaster. This study aims to assess and hydrological characteristics of the forest
area in Sub Lalindu, District Wiwirano, Konawe North Sulawesi Tenggara based on analysis of the
model tank.The results showedthat the conversion of land to forest vegetation causes a decrease in
water discharge and increased surface runoff (surface run off). Value of the total discharger un off on
forest land by 2639 mm/year. Forest land in the general location of the study were categorized as
rapid infiltration within filtration capacity value of 31 mm/year. This is due to the forest land has
Acrudox Anionic soil types that have characteristics that favor infiltration were : blocky structure some
what rounded, smooth, weakuntil crumbly. The dominantsoil textureclay tosilty clay, soil pore showed
enough macropores and mesoporous enough. Soil water contentin theforest land of 4248 mm/year.
The ability of very large water up take by the roots of plants found in forest lands, amounting to 162
286 mm/year.
Keywords: Conservation, Hydrology, Watershed Lalindu
PENDAHULUAN
Wiwirano
tekanan
merupakan
pertanian
sayuran,
menembus ke tanah.
kemarau.
lahan
akibat
kering/tegalan,
konsekuensi
dari
pengalihan
Analisis Karakteristik Hidrologi Pada Areal Hutan Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air Secara
Berkelanjutan
Hal ini dipengaruhi antara lain oleh faktor
Olehnya
menganalisis
parameter
akar tanaman.
METODE PENELITIAN
itu,
kajian
ini
debit
limpasan,
bertujuan
98
aliran
kapasitas
untuk
dengan
infiltrasi,
hutan
sekitar
pemukiman
lembah
ini
terdapat
pada
Sub
Das
LalinduKecamatan
2011.
(Sugawara,
1961dalamPurwanto
MYJ.,
et
Pengamatan
kondisi
hidrologis
sedemikian rupa sehingga lebih mewakili subsub DAS daerah tersebut, ataupun mewakili
perbedaan struktur/jenis tanah pada setiap
lapisan. Susunan model tangki tersebut selain
dapat menjelaskan kehilangan awal curah
hujan, dan ketergantungan terhadap hujan
sebelumnya,
beberapa
juga
komponen
mempresentasikan
pembentuk
aliran
kawasan
sungai
al.,
luas
dengan
yang
tangki
(Linsley
et
hutan
Wirdhana, S. A. B., Biowallacea, Vol. 1 (2), Hal. : 97- 106. Oktober, 2014.
antara
bulan
Januari-
Analisis Karakteristik Hidrologi Pada Areal Hutan Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air Secara
Berkelanjutan
proses limpasan yang terjadi pada sub DAS
tersebut.
Model
tangki
99
menggambarkan
empat
buah
tangki
berhubungan
yang
ini,
persamaan matematik.
menggambarkan
keluaran
dari
tangki
limpasan
pertama
permukaan,
inf
ETc
up0
xx1
a11
h11
z1
(Gambar 2).
a12
h12
keterangan:
up1
xx2
a2
h2
z2
Q debit
sungai
up2
xx3
z3
t: waktu (hari)
up3
xx4
a4
dan
nilai
evapotranspirasi
yang ditentukan
hasil
0.00
16.00
50.00
14.00
mm/hari
12.00
100.00
10.00
150.00
8.00
6.00
200.00
4.00
250.00
2.00
0.00
Jan-11 Feb-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 May-11 Jun-11
300.00
Jul-11
ETo
Hujan
Analisis Karakteristik Hidrologi Pada Areal Hutan Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air Secara
Berkelanjutan
100
Tabel 1. Hasil kalibrasi tiap jenis lahan pada plot contoh untuk tangki I pada model tangki
Parameter
Kandungan air tanah tangki 1
Koefisien outlet tangki 1-1
Koefisien outlet tangki 1-2
Tinggi outlet tangki 1-1
Tinggi outlet tangki 1-2
Koefisien tangki 1 ke bawah
Koefisien
xx1
a11
a12
h11
h12
z1
Nilai
200
0.65
0.55
75
60
0.009
analisis
hasil
model
tangki.Data
debit
dan di sub-sub
m3/hari
14.00
12.00
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
Jan-11
Feb-11
Jul-11
Gambar
pada
model
tangki
untuk
Aug-11 Sep-11
Oct-11
lahan
hutan
di
plot
contoh
dan
Jul-11
mengetahui
Gambar 5.
Q (m3/detik)
100
6
5
150
4
200
3
2
250
1
0
Jan-11
300
Feb-11 Mar-11 Apr-11 May-11 Jun-11
Hujan
Jul-11
Q model
contoh (R 62.99%)
Wirdhana, S. A. B., Biowallacea, Vol. 1 (2), Hal. : 97- 106. Oktober, 2014.
Hujan (mm/hari)
50
Analisis Karakteristik Hidrologi Pada Areal Hutan Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air Secara
Berkelanjutan
b. Kalibrasi model tangki di sub-sub DAS
Pada Tabel
101
2 diketahui nilai-nilai
sehingga
diperoleh
hasil
debit
model
grafik
DAS.
Tabel 2. Nilai koefisien model tangki hasil kalibrasi pada sub-sub DAS I Tahun 2011
Parameter
Kandungan air tanah tangki 1
Kandungan air tanah tangki 2
Kandungan air tanah tangki 3
Kandungan air tanah tangki 4
Koefisien outlet tangki 1-2
Koefisien outlet tangki 1-2
Koefisien outlet tangki 2
Koefisien outlet tangki 3
Koefisien outlet tangki 4
Tinggi outlet tangki 1-1
Tinggi outlet tangki 1-2
Tinggi outlet tangki 2
Koefisien tangki 1 ke bawah
Koefisien tangki 2 ke bawah
Koefisien tangki 3 ke bawah
Koefisien Uptake
Koefisien Tanaman
Nilai Koef.
xx1
xx2
xx3
xx4
a11
a12
a2
a3
a4
h11
h12
h2
z1
z2
z3
u
kc
Sub-sub DAS I
500
1100
1500
2100
0.8100
0.7700
0.7400
0.0500
0.0300
210
180
170
0.0009
0.00005
0.00003
1
0.95
18
Q (m3/detik)
14
100
12
10
150
8
200
6
4
Hujan (mm/hari)
50
16
250
2
0
Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 May-11 Jun-11
Hujan
300
Jul-11 Aug-11 Sep-11 Oct-11 Nov-11 Dec-11
Q model
Q aktual
Wirdhana, S. A. B., Biowallacea, Vol. 1 (2), Hal. : 97- 106. Oktober, 2014.
Analisis Karakteristik Hidrologi Pada Areal Hutan Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air Secara
Berkelanjutan
102
mengetahui
bagaimana
5000
50
5000
4500
45
4500
4000
40
4000
160000
3500
35
3500
140000
3000
120000
2500
2000
30
25
20
4248
180000
2500
2000
di
162286
80000
15
1500
60000
1000
10
1000
40000
500
500
20000
Infiltrasi
air
100000
1500
Limpasan
keadaan
200000
mm/tahun
2639
31
mm/tahun
3000
mm/tahun
m3/tahun
Air Tanaman
KAT
Gambar 7 Kondisi debit limpasan, infiltrasi, kebutuhan air tanaman, dan kandungan
air tanah di lahan hutan Tahun 2011
kandungan air tanah (xx) yang paling banyak
limpasan,
di
dalam
tanah
pada
tiap-tiap
tingkat
dan
kandungan
air
tanah
ini
pun berbeda.
perakaran
dikarenakan
tiap-tiap
tanaman
memiliki
tanaman
pada
analisis
model
model
untuk
mengetahui
total
merupakan
vegetasi.
Jenis
media
tanah
untuk
yang
Wirdhana, S. A. B., Biowallacea, Vol. 1 (2), Hal. : 97- 106. Oktober, 2014.
Analisis Karakteristik Hidrologi Pada Areal Hutan Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air Secara
Berkelanjutan
103
akar
akar
kedalaman
pertumbuhan
dalam
mengabsorbsi
mempertahankan
atau
air
hujan,
meningkatkan
laju
suatu
efektif
Kesempatan
tanah,
tanaman
kemampuan
yang
tumbuh
di
tanaman.
rongga-rongga
mm/tahun
pada
31
vegetasi,
air
dan
penggunaan
kapasitas
lahan
aktivitas
infiltrasi
hutan
biologi,
sebesar
kedalaman
umum
termasuk
tanah
yang
klasifikasi
kemungkinan
lemah
curah
sampai
dalam
dalam
gembur.
Tekstur
tanah
disebabkan
hujan
dan
oleh
perubahan
penurunan
tataguna
wilayah
adalah
air
mm/tahun.
Kedalaman
tanah
menentukan
jauhnya/dalamnya
jangkauan
baik/sedang
dan
kedalaman
efektif
akibat
Wirdhana, S. A. B., Biowallacea, Vol. 1 (2), Hal. : 97- 106. Oktober, 2014.
meningkatnya
fluktuasi
Analisis Karakteristik Hidrologi Pada Areal Hutan Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air Secara
Berkelanjutan
tanah
dan
air
bumi),
merupakan
104
faktor
mengemukakan
mm/bulan.
bahwa
perubahan
penggunaan
lahan
dengan
permukaan
kedap
air
memperluas
Hal
penebangan
ini
hutan
membuktikan
akibat
menyebabkan
debit
menyebabkan
penebangan.
KESIMPULAN
hutan
debit.
2.
penurunan
debit
(surface runoff)
menyebabkan
3.
cepat
sebesar
yang
Sembiring
Sub
bahwa
Tekstur
sama
DAS
dilakukan
Cijambu
oleh
Jawa
Barat
4.
dengannilai
kapasitas
31mm/tahun.Hal
tanah
dominan
ini
liat
infiltrasi
lebih
sampai
tanah
evapotranspirasi.
5.
pada
Vegetasi
hutan
yang
sebagian
menutupi
besar
permukaan
Ciwulan
Tasikmalaya
yang
DAS
hulu
KPH
menyebabkan
Wirdhana, S. A. B., Biowallacea, Vol. 1 (2), Hal. : 97- 106. Oktober, 2014.
air
lebih
mudah
Analisis Karakteristik Hidrologi Pada Areal Hutan Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air Secara
Berkelanjutan
tanaman mampu menembus tanah dan
menggunakan
PINUS
Pascasarjana
Bogor. Bogor.
105
ModelPOWERSIM-
Ver.3.1).
Tesis.
Fakultas
InstitutPertanian
Documentation
SARAN
Version
2009.
Laboratory,
Agricultural
ResearchService,
ExperimentStation. USA.
masa
mendatang
mengenai
sehingga
dampak
sumberdaya
masih
penelitian
suatu
[Skripsi].
Jurusan
Kehutanan.
dibutuhkan.
Fakultas
Pertanian.
Universitas
lingkungan
sangat
Blackland
Sumatra Utara.
lahan.
DAFTAR PUSTAKA
and
predictability
Indonesian
wet
rainfall.Journal
of
Analysis
Using Tank
Model for
of
season
Climate,14
38823887.
Journal17 (3).
Purwanto MYJ, Sutoyo, Yoshida K. and Goto
Lumpur, Malaysia.
Purwanto MYJ and Goto A. 2003. Runoff
merkusii)
terhadap
Model
TasikmalayaPERUM
UNIT
III
Jawa
PERHUTANI
Barat
(Kajian
Wirdhana, S. A. B., Biowallacea, Vol. 1 (2), Hal. : 97- 106. Oktober, 2014.
in
Cidanau
Watershed.
Analisis Karakteristik Hidrologi Pada Areal Hutan Dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Air Secara
Berkelanjutan
Sustainable Rural Life. Bogor, 19
February 2000.
Suroso,
Susanto
HA.
2006.
Pengaruh
agroekologi
perkebunan
sawit.[Disertasi].
Bogor.
Wirdhana, S. A. B., Biowallacea, Vol. 1 (2), Hal. : 97- 106. Oktober, 2014.
106
107
Sabilu, Y., et. al., Biowallacea Vol. 1 (2) : Hal. 107-112, Oktober 2014.
Abstract
Archangelisia flava L. and Fibraurea sp by people known by the same name that is haongguni area (
language Tolaki ) or yellow root plant . Both of these types have similar morphology , utilization by local
people alike is a traditional medicinal plants to cure rheumatic diseases and internal medicine. This
study aims to determine the anatomical characteristics and Fibraurea Archangelisia L. flava sp
anatomic data that can strengthen the taxonomic status of the two. This research was conducted by
manually slicing transversely . Samples are herbarium specimens of plants stems and leaves , which
are collected from the forest area in Swamp National Park Resort Lanowulu Watumohai AOPA .
Anatomical observations carried out in the laboratory of Biological Science Unhalu . The results showed
that the composition of the leaf anatomy , L. flava Archangelisia have palisade tissue is composed of
two layers with a compact air cavity on a small sponge tissue . Fibraurea sp . have constructed a
palisade tissue layer composed of not meeting the air cavity at large spongy tissue . Based on the
anatomical arrangement of rods both have the same characteristics , namely the type of carrier file
bikolateral eustele and vascular bundles , while distinguishing the two types is the shape and size of
the cell cortex Hars channels . Plant cell cortex Archangelisia L. flava rounded shape , being Fibraurea
sp . irregular square shape . Hars channel cross section on stem Fibraurea sp . larger than the rod
channel Archangelisia flava L. Hars found on both types of stem cells is occurring space reksigen ie cell
wall damage that preceded the vacuolization process
Kata Kunci : Anatomi Archangelisia flava L. dan Fibraurea sp.
A. Pendahuluan
1951).
Species
Fibraurea
sp.dengan
cirri
warna
kekuning-kuningan,
Malaya,
Sumatera,
Jawa,
Kalimantan,
sp.
ini
secara
morfologi
nama
jenis
tradisional
flava
rematik.
dan
Fibraurea
sp.
Spesies
tersebut
(bahasa
kemiripan
L.
haongguni
memiliki
sama
untuk
yaitu
Tolaki)
sebagai
menyembuhkan
Berdasarkan
atau
obat
penyakit
penamaan
oleh
yang
bundar
menimbulkan
berwarna
kuning
atau
hijau
memiliki
kemiripan
keraguan
morfologi,
dalam
akan
status
taksonomi
tersebut
maka
perlu
dilakukan
108
kegiatan penelitian
karakter
yang
digunakan
adalah
karakter
1976).
Karakter
anatomi
dapat
B. Metode Penelitian
m.
Lanowulu
Taman
Nasional
Rawa
Aopa
dan
alat
yang
digunakan
adalah
anatomi
dilaksanakan
di
Laboratorium
Biologi
FMIPA
Unhalu.
Pengamatan
struktur
anatomi
dengan
anatomis
dengan
menggunakan
hasil
anatomi
pengamatan
anatomi.
berdasarkan
hasil
Lebar
penampangmelintang
daun
karena
jaringan
palisade
hanya
daun
yang
berukuran
besar
dan
Sabilu, Y., et. al., Biowallacea Vol. 1 (2) : Hal. 107 - 112, Oktober 2014.
109
Pada
melintang
berkas
intervaskular.
berkas
sebagai
cabang
irisan
jaringan
penampang
pelindung.
Sel
korteks
pengangkut
Berkas
pengangkut
terdapat
pengangkut
yang
kambium
cabang
merupakan
sel
juga
cabang
ditemukan
pada
empulur
Gambar 3. Penampang melintang pada batang Archangelisia flava L.( Ket : (a) Periderm (b) Sel
korteks (c) Sklerenkim (d) Floem eksternal (e) Kambium pembuluh (f) Saluran hars (g)
Metaxylem (h) Protoxylem (i) Floem internal (j) Kambium intervaskular (k) Empulur (l) Sel
idioblas. (Perbesaran 40x).
2). Fibraurea sp.
tidak simetris karena jaringan palisade dengan
Epidermis atas daun Fibraurea sp.
Sabilu, Y., et. al., Biowallacea Vol. 1 (2) : Hal. 107 - 112, Oktober 2014.
110
sel
Sel
sklerenkim
juga
berkas
pengangkut
yang
sp.,
terdapat
tersebut
korteks
floem
parenkim.
menyelubungi
pada
terdapat
kulit
sel-sel
batang
parenkim
yang
berkas
pengangkut
internal.
Di
bawah
diselubungi
jaringan
oleh
floem
gambar 6.
111
Berdasarkan
susunan
anatomi
daun,
flava
Fibraurea
batang Fibraurea
pada
jaringan
bentuknya
sp.
membulat,
Bentuknya
persegi
sedang
tidak
berukuran
besar.
anatomi
batang
berkas
Berdasarkan
spons
L.
susunan
pengangkut
eustele
dan
ikatan
Gambar 7. Penampang melintang pada batang Archangelisia flava L. (kiri) dan batang Fibraurea sp.
(kanan) (Perbesaran 400x).
E. Kesimpulan
pembuluh
bikolateral,
sedangkan
yang
L.
Archangelisia
mempunyai
jaringan
palisade
yang
flava
L.
bentuknya
bentuknya
satu
rongga
spons
berkas
pengangkut
jaringan
eustele
dan
ikatan
Sabilu, Y., et. al., Biowallacea Vol. 1 (2) : Hal. 107 - 112, Oktober 2014.
pada
tidak
lebih
pada
dibanding
persegi
besar
cenderung
batang
Daftar Pustaka
Backer. C.A. dan Backuizen van de Brink,
1963. Flora Of Java. Volume 1.
N.V.P Noordhooft. Groningen.
Brown. W. H., 1951. Useful Plants Of The
Philipines. Vol 1. Technical Buletin
10. Department of Agriculuture and
Natural Resources. Manila.
Fahn . A, 1991. Anatomi Tumbuhan
(Terjemahan). Edisi ketiga. Gadja
Mada University Press. Yogyakarta
Hidayat. E. B, 1995. Anatomi Tumbuhan
Berbiji. Jurusan Blologi F-MIPA
ITB. Bandung
Metcalpe. C.R dan Chalk. L, 1950. Anatomy of
the
Dicotyledons.
Clarendon
Press. Oxford.
Padua.
L.S,
Leminens.
R.
H,
Bunyapraphatsara. N, 1999. Plants
Resources Of The South East Asia
. Prosea. Bogor.
Perry. L.M, 1980. Medicinal Plants of the East
and Southeast Asia. The NUT
Press. London
Pudjoarinto. A, 1984. Pengantar dan Dasar
Dasar
Sistematik
Tumbuhan.
Penerbit Laboratorium Taksonomi
Tumbuhan Fakultas Biologi UGM.
Rifai.
M.A,
1976.
Sendi-sendi
Botani
Sistematika.
Herbarium
Bogoriense LIPI. Bogor.
Sivaraja. V, 1984. Introduction to Principles of
Plant Taxonomy. Oxford & IBH
Publishing Co. New Delhi.
147-196.
Steenis, C.G.G.J., 1950 The Technique of
Plant Collecting and Preservation
in the Tropic. Flora Malesiana I (1).
Tjitrosoepomo. G, 1993. Taksonomi Umum
(Dasar-Dasar
Taksonomi
Tumbuhan).
Gadja
Mada
University Press. Yogyakarta.
Sabilu, Y., et. al., Biowallacea Vol. 1 (2) : Hal. 107 - 112, Oktober 2014.
112
ISSN : 2355-6404
PEDOMAN PENULISAN
Bentuk Naskah
BioWallacea menerima naskah dalam bentuk hasil penelitian, komunikasi pendek dan kajian buku,
baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Naskah hasil penelitian maksimum 15
halaman termasuk Gambar dan Tabel. Short comunication dan kajian buku maksimum 4 halaman.
Naskah Belum pernah dan tidak akan diterbitkan dalam majalah atau jurnal lain dan asli hasil
karyanya.
Pengiriman Naskah
Penulis harus mengirimkan naskah dalam bentuk naskah tercetak (hard copy) tiga eksemplar dan
naskah lunak (soft copy) dalam bentuk CD atau melalui email (attachment). Setiap naskah harus
disertai alamat korespondensi lengkap. Naskah dikirimkan ke alamat Redaksi BioWallacea : Jurusan
Biologi FMIPA Universitas Haluoleo Kampus Hijau Bumi Tridharma, Anduonohu Kendari 93232.
E-mail : bio_uhowallacea@gmail.com
Format Naskah
1. Judul : Menggambarkan isi pokok tulisan secara ringkas dan jelas, maksimum 15 kata. Ditulis
dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Di bawah judul harus tertulis nama lengkap para
penulis (tidak disingkat), tanpa gelar, alamat penulis (instansi asal, alamat dan alamat e-mail
untuk korespondensi penulis). Jika para penulis memiliki alamat berbeda, maka harus diberi
tanda (mis. Angka 1 atau 2 dan masing-masing tanda diberi nama instansi atau universitasnya.
2. Abstrak : Maksimum 300 kata. Berisi inti naskah yang memuat tujuan, hasil dan kesimpulan yang
diperoleh dari penelitian yang telah dikerjakan. Nama organisme disertai nama ilmiahnya. Ditulis
dalam dua bahasa yaitu Inggris dan Indonesia. Pada bagian akhir abstrak disertai beberapa kata
kunci (key words), 4-6 kata.
3. Pendahuluan : Berisi tentang teori, hasil penelitian dan atau berita-berita terkini yang menjadi
latar belakang mengapa penelitian dilakukan, rumusan permasalahan dan tujuan penelitian.
Metode Penelitian : Mendeskripsikan dan menjelaskan secara singkat, jelas, rinci dan padat
tentang bahan dan alat, sampel (kualifikasi), disain penelitian dan analisa data, tahapan cara
kerja, parameter dan cara pengukuran serta cara analisis data.
4. Hasil dan Pembahasan : Menyajikan hasil yang diperoleh secara singkat, ilustrasi berupa tabel,
gambar atau deskripsi kualitatif, kemudian dibahas sebab-akibatnya, keterkaitan dengan teori dan
hasil penelitian terdahulu yang mirip dan sejenis. Di sini penulis diharapkan berani untuk menilai
kelebihan dan kekurangan yang diperoleh dengan cara memperbandingkan dengan hipotesis,
standar mutu dan/atau hasil penelitian terdahulu yang sejenis dan mirip. Dampak penelitian yang
dilakukan perlu juga diuraikan diakhir pembahasan.
5. Simpulan dan Saran : Simpulan dibuat singkat, jelas dan bersifat kualitatif dan umum bukan
sebagai rangkuman hasil. Simpulan yang ditarik menggambarkan atau memberi jawaban atas
permasalahan atau tujuan penelitian. Saran-saran ditulis sebagai harapan peneliti untuk
memperbaiki, mengembangkan, menerapkan, dan menyempurnakan penelitian yang dilakukan.
6. Ucapan Terima Kasih (Jika ada) : Ditujukan kepada instansi dan/atau orang yang berjasa besar
terhadap penelitian yang dilakukan. Dibuat dalam 1 alinea maksimum 50 kata.
7. Daftar pustaka : Daftar pustaka sesuai acuan pustaka yang digunakan. Acuan pustaka yang
digunakan minimal 10 tahun terakhir. Daftar Pustaka disusun menurut abjad, diketik 1 spasi,
dengan tata cara penulisan sebagai berikut :
Analuddin, Jamili, dan Rasas Raya, 2012, Perancangan Model Pengelolaan Ekosistem
Mangrove Untuk Mengoptimalkan Perlindungan Hewan Endemik Di Kawasan Taman
Nasional Rawa Aopa Watumohai Sulawesi Tenggara, Laporan Penelitian Hibah
Bersaing Dikti. 2012, Univesitas Haluoleo, Kendari.
Barret, D.M., Lasalo, S. and Hosahalli, R. 2005. Processing Fruits. CRC Press, London.
Yanti, N. A., Margino, S. dan Sembiring, L. 2010. Optimasi Produksi Poli--hidroksibutirat (PHB)
oleh Bacillus sp. PSA10. Biota, 15 (3) : 331-339.