Raffinose and stachyose on processed munggur beans were determined and their degradation in the digestion tract of rats. A-galactosidase activity was assayed by p-nitrophenil aD-galactopiranoside (PNGP) at pH 6. And temperature of 500e for 20 minutes. While in the stomach and large intestine they were not detected.
Raffinose and stachyose on processed munggur beans were determined and their degradation in the digestion tract of rats. A-galactosidase activity was assayed by p-nitrophenil aD-galactopiranoside (PNGP) at pH 6. And temperature of 500e for 20 minutes. While in the stomach and large intestine they were not detected.
Raffinose and stachyose on processed munggur beans were determined and their degradation in the digestion tract of rats. A-galactosidase activity was assayed by p-nitrophenil aD-galactopiranoside (PNGP) at pH 6. And temperature of 500e for 20 minutes. While in the stomach and large intestine they were not detected.
Raffinose and stachyose on processed munggur beans were determined and their degradation in the digestion tract of rats. A-galactosidase activity was assayed by p-nitrophenil aD-galactopiranoside (PNGP) at pH 6. And temperature of 500e for 20 minutes. While in the stomach and large intestine they were not detected.
Mediagama ID (2) Mei 2001 67
PERUBAHAN RAFINOSA DAN STAKIOSA HASIL OLAHAN BIJ MUNGGUR:
{Enterotobium saman) DALAM SALURAN PENCERNAAN TIKUS
CHANGES OF RAFFINOSE AND STACHYOSE OF PROCESSED MUNGGUR BEANS IN THE
DIGESTION TRACT OF RATS
Dwiyati Pujimulyani’, Sutardi® dan Mary Astuti?
ABSTRACT
‘The purpose of this research was to determine ratlinose and stachyose on processed
munggur beans (Enterolobium saman) and theit degradation in the digestion tract of rats
and to determine a-galactosidase activity in the digestion tract of rats such 2s stomach,
small intestine and large intestine, respectively. Boiled munggur was prepared by boiling of
munggur beans for 1 hour after 36 hours soaking, and roasted munggur was produced by
Toasting at 150° - 160°C for 15 minutes. Mungqur tempe was produced by traditional
method i.e.: first soaking, boiling, dehulling, second soaking, steaming, inoculation and
fermentation for 2 days at room temperature. Raffinose and stachyose were analyzed by ges.
liquid chromatography method, and a-galactosidase activity was assayed by p-nitrophenil a-
D-galactopiranoside (PNGP) at pH 6.0 and temperature of 50°C for 20 minutes and released
p-nitrophenol was determined by spectrophotometric method. The results showed that
taffinose of boiled munggur, roasted munggur and minggur tempe were 2,04, 5.32, and
0.86%, while stachyose were 3.01, 3.85, and 1.08%, respectively. Activity of a-
galactosidase in small intestine of rats thet was feeded with boited munggur, roasted
mmunggur and munggur tempe were 1.75 x 10%, 1.76 x 10? and 1.74 x 10-2 pmol
nitrophenol/ml, respectively, while in the stomach and large intestine they were not
detected.
Key words: raffinose, stachyose, Enterolobium saman, digestion tract.
PENGANTAR
Lotar Belakang
Biji kacang-kacangen merupakan sumber protein nabati bagi sebagian besar penduduk dunia,
khususnya bagi masyarakat di negara berkembang seperti Indonesia. Biji munggut
{Enterolobium samen) yang merupakan salah satu komoditi legum mengandung protein
199i yaity 45.83% bk (Safuan, 1989). Biji munggur lazim dimanfaatkan sebagai
makanan kecil yait bagai munggut sengrai, khususnya di daerah Salatiga, Jawa Tengah.
Pemenfaatan lain biji munggur adalah untuk pembuatan tempe dan tempe munggur yang
Gihasilkan ternyata memiliki kadar protein cukup tinggi yaitu 45,68% bk (Dwiyati, 1992),
‘Tempe dapat diproduksi dari berbagai jenis legum, tetapi umumnya tempe yang tersedia di
pasaran adalah tempe kedelai. Oleh sebab itu, ketergantungan terhadap kedelai sebagai
bahan baku tempe cukup besar dan pada keadaan tertentu ketergantungan tersebut dapat
dikurangi dengan mengganti bahan yang lebih murah, tetapi tetap mengandung protein yang
‘cukup tinggi, seperti biji munggur.
Kacang-kacangan dengan harga relatif murah memiliki peranan penting sebagai sumber
protein bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, meskipun demikian terdapat kendala
dalam mengkonsumsi kacang-kacangan tersebut yaitu tingginya kandungan senyawa
‘ syaf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Wangsa Manggala, Yogyakarta
2 Sraf Pengajar Fakultes Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
? Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta68 ‘Mediagama III (2) Mei 2001
oligosokarida. Senyawa oligosakarida yang terdiri ates antara lain rafinosa dan stakiosa
dapat menyebabkan flatulensi pada manusia dan hewan (Rackis ef. al, 1970). Flatulensi
adalah pembentukan gas (flatus) dalam usus dan akan dikeluarkan melalui anus. Flatulensi
dapat dianggap sebagai masalah yang serius, karena dapat menyebabkan tanda-tanda
patologis, misalnya pusing, sakit perut, kembung dan diare (Hellendoorn, 1969). Oleh sebab
itu untuk menjadikan komoditi kacang-kacangan tersebut lebih aman untuk dikonsumsi maka
perlu upaya pengurangan dan behkan penghilangen senyawa oligosekarida meloiu! teknologi
pengolahan.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka peru dilakukan penelitian tentang digesti
oligosakarida pada hasil olahan biji munggur seperti munggur rebus, munggur sangrai dan
tempe munggur dalam saluran’ pencernaan tikus secara in vivo. Selain itu peru dikaji
aktivitas enzim a-galaktosidase pada saluran pencernaan tikus, meliputi dalam lambung,
usus halus dan usus besar, sebab enzim tersebut memiliki peran penting dalam degradasi
senyawa oligosakarida.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelsjari digesti oligosakarida (rafinosa dan stakiosa)
pada munggur rebus, munggur sangrai dan tempe munggur di dalam safuran pencernaan
tikus, serta mempelajari aktivitas enzim a-galaktosidase didalamnya. Selain itu penelitian ini
juga dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan dalam bentuk hasil olahan
biji munggur terhadap kondisi fisik feses tikus,
CARA PENELITIAN
Bohan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah biji munggur tua dan kering yang diperoleh dari
pasar Salatiga, Jawa Tengah. Inokulum tempe komersial diperoleh dari koperasi Bina Kimia -
LIPI, Bandung dengan merek dagang RAPRIMA, Bahan kimia yang digunakan meliputi
petroleum eter, etanol, Pb asetat, asam oksalat, aquabidest, piridin, hexametildisilasan
(HMDS), trimetitsilan (TMS), oligosakarida standar (rafinosa dan stakiosa), buffer sitrat fosfat
pH 6, p-nitrofenil a-D-galaktopiranosida (PNGP), dan buffer asam borak pH 10,7.
Hewan percobaar yang digunakan adalah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan keturunan
Wistar, umur 2 - 2,5 bulan dengan berat badan tikus rata-rata 200 g per ekor. Jumlah tikus
yang digunakan 36 ekor, dan diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan Percobaan (UPHP)
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Alat Penelitian
Gas Liquid Chromatography (GLC), Shimadzu Mode! GC-330 dengan detektor FID (Flame
lonization Detector), Stomacher 80 Seward BA 7020, Spectrophotometer Shimadzu UV-
2100.
Cara Penelitian
‘Munggur rebus diolah melalui tahap perendamen pada suhu kamar selama 36 jam dengan
penggantian air perendam setiap 12 jam, direbus selama 1 jam, dikupas dan dibuat tepung,
dianalisis kadar air, rafinosa dan stakiosanya. Munggur sangrai diolah dengan penyangraian
pada suhu 150°-160°C selama 15 menit. Munggur sangrai dikupas kulitnya dan dibuat
tepung, dianalisis kader air, rafinosa dan stakiosanya. Tempe munggur dibuat melalui tahap-
tahap perendaman pertama 36 jam, perebusan 1 jam, pengupasan, perendaman kedua 24
jam, pengukusan 1 jam, penirisan, inokulasi jamur tempe dan fermentasi pada suhu kamer
selama 48 jam. Tempe munggur dibuat tepung dan dianalisis kadar air, rafinosa dan
stakiosanya.Mediagama III (2) Mei 2001 69
Analisis absorbsi rafinosa dan stakiosa dalam saluran pencernaan tikus secara in vivo
‘sebagai berikut: disijapkan pakan tikus dari hasil olahan biji munggur, yaitu tepung munggur
rebus, tepung munggur sangrai dan tepung tempe munggur. Tikus dipuasakan selama 48
jam, tetapi diberi minum, kemudian diberi pakan. Sebanyak 36 ekor tikus percobaan dibagi
menjadi 3 kelompok dan masing-masing kelompok terdiri atas 12 ekor tikus.
+ Kelompok | diberi pakan tepung munggur rebus.
- Kelompok 1 diberi pekan tepung munggur sangrai.
= Kelompok II! diberi pakan tepung tempe munggur.
Masing-masing kelompok kemudian dibagi lagi menjadi sub-kelompok yang terdiri atas 4
ekor tikus, yaitu:
- Sub-kelompok |.a diberi pakan selama 24 jam.
+ Sub-kelompok I.b diberi pakan selama 48 jam.
+ Sub-kelompok I.c diberi pakan selama 72 jam.
Perlakuan yang sama sepert] di atas untuk kelompok Il dan Ill. Cara pengambilan sampel
yaitu tikus disembelih dan jsi usus besar diambil untuk dianalisis kadar air, rafinosa dan
stakiosanya. Khusus isi ysus halus diambil untuk esei aktivitas enzim ‘a-galaktosidase,
sedangkan isi lambung usus halus dan usus besar diambil untuk penentuan pH pakan tikus.
Cara Analisis
Analisis kadar air menggunakan metode pemanasan (AOAC, 1984), kadar rafinosa dan
stakigsa_menggunakan metode Delente dan Ladenburg (1972) dan aktivitas enzim a-
galaktosidase menggunakan metode Cruz et. af. (1981).
Rangangan Percobaan
Rancangan percobaan untuk aktivitas enzim o-galaktosidase menggunaken rancangan
factorial yang terdiri ates 3 faktor dan 3 aras, sedangkan rancangan percobaan untuk
analisis kadar rafinosa dan stakiosa menggunakan rancangan acak sempurna.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rafinosa dan Stakiosa Munggur Rebus, Munggur Sangrai dan Tempe Munggur
Kadar oligosakarida (rafinosa dan stakiosa) munggur rebus, munggur sangrai dan tempe
munggur disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rafinosa and stakiosa. produk olahan biji munggur (% bk + sd)?
‘Jenig Olahan Rafinosa Stakiosa
‘Munggur rebus 72,04 + 0,09b"") 3,01 # 0,096
‘Munggur sangrai 5,32 + 0,120 3,85 + 0,09¢
‘Tempe munggut 0,86 + 0,028 1,08 + 0,040
“1 Rata-rata dari 2 ulangan percobaan dengan 3 ulangan analisis.
*") Huruf berbeda dibelakang angka pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada
ps0,05.
Setelah perebusan selama 1 jam ternyata kadar rafinosa dan stakiosa biji munggur turun
secara nyata jika dibandingkan dengan biji munggur mentah yaitu turun dari 2,23 dan 3,96%
menjadi 2,04 dan 3,01%. Penurunan ini diduga lebih disebabkan oleh sebagian rafinosa dan
stakiosa larut dalam air rebusan. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Kismaradatu
(1991) bahwa rafinosa dan stakiosa biji kecipir turun selama perebusan.70 Mediagama III (2) Mei 2001
Kadar rafinosa dan stakiosa munggur sangrai berturut-turut 5,32 dan 3,85%. Apabila
dibandingkan dengan biji munggur mentah temyata penyangraian menyebabkan kenaikan
rafinosa tetapi tidak terjadi pada stakiosa. Hal ini diduga terjadi degradasi karbohidrat
kompleks membebaskan katbohidrat yang lebih sederhana antara lain gula sederhana dan
10sa serta stakiosa. Menurut Meyer (1973) reaksi degradasi senyawa karbohidrat karena
proses pemanasan sangat kompleks dan belum banyak diketahui. Kenaikan rafinosa tersebut
sesuai pendapat Considine dan Glenn (1982) behwa proses pemanggangan (roasting) dan
baking antara lain menyebabkan dekstrinisasi (degradasi karbohidrat kompleks membebaskan
dokstrin) dan diduga juga membebaskan senyawa rafinosa (Purwono, 199). Hal ini terbukti
bahwa perlakuan panas pada penyangraian biji munggur dapat menyebabkan rafinosa naik.
Tempe munggur hasil fermentasi selama 48 jam mengandung kadar rafinosa dan stakiosa
berturut-turut sebesar 0,86 dan 1,08%. Menurut Dwiyati (1995) bahwa biji munggur
sebelum fermentasi atau biji munggur yang telah diinokulasi jamur tempe namun belum
difermentasi ternyata kandungen rafinosa dan stakiosanya sebesar 2,14 dan 3,09%. Kadar
rafinosa dan stakiosa setelah fermentasi selama 24 jam turun secara nyata menjadi 1,94 dan
1,07%. Selama 24 jam pada awal fermentasi maka jamur tempe tumbuh dengan baik dan
jamur tempe tersebut menghasilkan enzim a-galaktosidase yang mampu memecah ikatan t-
galaktosida pada oligosakarida, sehingga menyebabkan rafinosa dan stakiosa berkurang.
Rafinosa dan Stakiosa Pakan Tikus (Munggur Rebus, Munggur Sangrai_ dan Tempe Munggur)
dalam Usus Besar Tikus
Rafinosa dan stakiosa pakan tikus (munggur rebus, munggur sangrei dan tempe munggur)
dalam usus besar tikus percobaan disajikan pada Tabel 2. Rafinosa dan stakiosa pakan tikus
dalam bentuk munggur rebus, munggur sangrai dan tempe munggur turun secara nyata
setelah sampai pada usus besar. Hal tersebut disebabkan selama pencernaan terjadi hidrolisis,
rafinosa dan stakiosa dalam usus halus karena enzim oligosakaridase yang bertenggung
jawab atas lanjut dari hasil degradasi karbohidrat pada brush border permukaan
sel mukosa terutama dalam ileum (Ganong, 1993). Terbukti pula bahwa dalam usus halus
tikys terdapat aktivitas enzim a-galaktosidase (Tabe! 3)-yang dapat membantu hidrolisis
inosa dan stakiosa menjadi gula sederhana antara Jain glukosa dan galaktosa.
Tabel 2. Rafinosa dan stakiosa biji munggur olahan dalam usus besar tikus (%bk + sd)"
‘enis Pakan Lama Pemberian Pakan (Jam) Rafinosa Stakiosa
24 0,48 + 0,01a"*) :
Munggur rebus, 48 0,36 + 0,016 :
72 0,27 + 0,016 :
24 1,920,032 0,574 0,02a
Munggur sangrai 48 1,76£0,04b 0,404 0,02ab
72 0,6740,01c 0.224 0,01b
24 - =
Tempe munggur 48 :
72 : -
“} Rata-rata dari 2 ulangan percobaan dengan 3 ulangan anali
**) Huruf berbeda dibelakang angka pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada
90,05.Mediagama III (2) Mei 2001 n
Aktivitas Enzim a-Galaktosidase pada Saluran Pencernaan Tikus
Aktivitas enzim q-galaktosidase pada usus halus tikus yang diberi pakan tepung munggur
rebus, munggur sangrai dan tempe munggur disajikan pada Tabel 3., sedangkan pada
lambung dan usus besar aktivitas enzim tersebut tidak terdetek:
Tabel 3. Aktivitas a-galaktosidase pada usus halus tikus (x 107 pmol nitrofenol/ml + sd)?
‘Lama_Pomberian Pakan (Jam)
—— 24 48 72
‘Munggur rebus. 1,73 + 0,06a"") 1,75 £0,07a 1,76 £ 0,058
Munggur sangrai 1,76 + 0,088 1,78 + 0,08 1,74 0,078
Tempe munggur 1,72 + 0,06a 1,74 £0,070 1,15 + 0,06a
") Rata-rata dari 2 ulangan percobaan dengan 3 ulangan anaiisis.
**) ‘Huruf berbeda dibeiakang angka pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada
PS 0,05.
Aktivitas enzim a-galaktosidase pada usus halus tikus cukup besar dan efektif dalam digesti
pakan yang masuk dalam bagian usus tersebut. Dengan demikian aktivitas enzim tersebut
menyebabkan rafinosa dan stakiosa pada pakan tikus dalam bentuk munggur rebus dan
munggur sangrai setelah sampai usus halus secara nyata berkurang, bahkan rafinosa dan
stakiosa pakan tikus dalam bentuk tempe munggur terhidrolisa sempurna (Tabel 2). Pada
bel 3 menunjukkan bahwa lama pemberian pakan (24 - 72 jam) maupun jenis pakan yang
diberikan pada tikus tidak menunjukkan suatu perbedaan yang berarti (p < 0,05) tethadap
aktivitas enzim a-galaktosidase dalam usus hatus tikus. Hal ini diperkuat dengan has
penelitian Ganong (1993) yang menyatakan bahwa dalam usus halus tikus dijumpai aktivitas
enzim a-galaktosidase yang mampu menghidrolisis rafinosa dan stakiosa.
Nila pH Pakan pada Saluran Pencernaan Tikus
Nilai pH peken tikus pada saluran pencernaan tikus disajikan pada Tabel 4, Pakan tikus
dalam bentuk tepung munggur rebus, munggur sangrai dan tempe munggur pada lambung,
usus halus dan usus besar pH-nya berturut-turut 1-2, 6-7 dan 5-6. Nilai pH lambung sebesar
1 ~ 2 lebih disebabkan oleh kelenjar tambung yang menghasilkan HCI yang berfungsi sebagai
aktivator enzim pepsin dan pembunuh bakteti kontaminan yang ikut bersama makanan yang
dikonsumsi (Ganong, 1983).
Tabel 4. pH pakan dalam saluran penceraan tikus”
Jenis pakan
[Stuns Fimicomieaty Munggur Rebus Munggur Sangeal Tempo Munggur
Lambung 1-2 1-2 1-2
Usus Halus 6-7 67 8-7
Usus Besar 5-6 5-6 5-6
*) Rata-rata dati 2 ulangan percobaan dengan 3 ulangan an
Nilai pH usus halus 6-7, karena pada usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan basa
yang berfungsi untuk melindungi mukosa duodenum ‘erhadap asam lambung. Apabila
diksitkan dengan adanya aktivitas enzim a-galaktosidase pada pH 3 - 8, maka berarti pH
usus halus memungkinkan adanya aktivitas enzim a-galktosidase. Nilai pH usus halus
sedikit lebih tinggi dibanding pH lambung, karena empedu menghasilkan enzim alkaliR Mediagama {II (2) Mei 2001
fosfetase dan garam-garam empedu yang kemudian masuk dalam usus halus, sehingga
meniedikan pH mendekati netrai.
Nilai pH usus besar sedikit lebih rendah dibanding pH usus halus, karena mikroorganisme.
dalam usus besar menghasilkan asam (Ganong, 1993). Perbedaan pH pakan tikus pada
saluran pencernaan lebih disebabkan oleh kondisi pada masing-masing saluran pencernaan,
sedangkan jenis pakan ternyata tidak mempengaruhi pH saluran pencernaan tikus.
Kedar Air Isi Rektum
Kadar air isi rektum pada tikus yang diberi pakan tepung munggur rebus, munggur sangrai
dan tempe munggur disajiken pada Tabel 5. Kadar air isi rektum apabila dikaitkan dengan
keadaan feses tikus yang diamati secara visual menunjukkan bahwa pakan tikus dalam
bentuk tepung munggur rebus sampai rektum memiliki kadar air 74,79%, hal ini
menyebabkan feses tikus lembek.
Tabel §. Kadar air isi rektum dan keadaan feces tikus
denis Pakan Kadar air (% + sd)" Keadaan feses
‘Munggur rebus 78,79 + 0,73b"*) Lembek
‘Munggur sangrai 88,48 + 0,81¢ Semi cair
Tompe munggur 61,64 ¢ 0,520 Padat
*) Rata-rata dari 2 ulangan percobaan dengan 3 ulangan analisis.
*)” Huruf berbeda dibelakang angka pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata
pada p < 0,05.
Pakan tikus berupa munggur sangrai setelah sampai rektum memiliki kadar air 88,48%, hal
ini menyebabkan feses tikus semi cair, sedangkan pakan tikus dalam bentuk tepung tempe
munggur setelah sampai rektum memiliki kadar air 61,64% menjadikan feses padat. Menurut
Genong (1993) susunan rata-rata feses manusia terdiri atas air 75% dan zat padat 25%,
Oleh sebab fesesnya relatif fembek. Ternyata makin besar kadar oligosakarida (rafinosa dan
stakiosa) pakan tikus setelah sampai usus besar ternyata makin besar juga kadar air isi
rectum dan secara visual kondisi feses tikus adalah lembek dan semi cair.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
1, Rafinosa dan stakiosa pakan tikus dalam bentuk munggur rebus dan munggur_ sangrei
dalam usus besar turun, bahkan pakan tikus dafam bentuk tepung tempe munggur tidak
terdeteksi.
2. Aktivitas enzim a-galaktosidase pada usus halus tikus yang diberi pakan dalam bentuk
munggur rebus, munggur sangrai dan tempe munggur berturut- turut 1,76 x 10°; 1,76 x
10 dan 1,74 x 10? (jumot nitrofenol/ml}, sedangkan pada lambung dan usus besar
tikus tidak dijumpai aktivitas enzim a-galaktosidase.
3. Tikus yang diberi pakan tepung munagur rebus, munggur sangrai dan tepung tempe
munggur mengakibatkan keadaan feses tikus berturut-turut lembek, semi cair dan
padat.
KEPUSTAKAAN.
AOAC, 1984, Methods of Analysis of the Association of Official Analitycat Chemist,
Washington.‘Mediagama III (2) Mei 2001 B
Considine, D. M. and Glenn, D..C., 1982. Food and Foods Production Encyclopedia. Van
Nostrand Reinhold Co., New York.
Cruz, R., Batistela, J. C. and Vosiacki, G., 1981. Microbial a-galactosidase for Soy Milk
Processing. J..Food Sci., 46: 1196 ~ 1199.
Delente, J. and Ladenburg, K., 1972. Quantitative Determination of the Oligosaccharides in
ited Soybean Meal by Gas Liquid Chromatography, J. Food Sci., 37: 372 -376.
Dwiyati P., 1992. Tinjauan Gizi Tempe Munggur yang Divariasi dengan Kedelai. Laporan
Penelitian, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kopertis Wilayah V,
Yogyakarta,
Ganong, W. F., 1993. Review of Medi
Frensisco.
| Physiology, 9 Ed., University of California, San
Hellendoorn, E. W., 1969. Intestinal Effects Following Ingestion of Beans, J. Food Tech.,
23: 87 - 97.
Kismaradatu, F. X., 1991. Kajian Mono- dan Oligosakarida Selama Pembuatan Tempe Koro
Putih, Gude, Tolo, Kecipir dan Koro Benguk dengan Usar. Skripsi S-1, FTP UGM,
Yogyakarta.
Meyer, L. H., 1973. Food Chemistry. 10" Ed., Reinhold Publishing Co., New York.
Purwono, B., 1995. Komunikasi Lisan: Rafinosa dan Stakiosa. Fakultas MIPA, UGM,
Yogyakarta.
Rackis, J. J., Sessa, D, J., Steggerda, F. R., Shimizy, T., Anderson, J. and Pearl, S. L.,
1970. Soybean Factors Relating to Gas Production by Intestinal Bacteria, J. Food
Sci., 35: 634 - 639.
Safuan, 1989. Biji Munggur Bergizi Tinggi. Poultry indonesia, No 109, Tahun. IX.