Professional Documents
Culture Documents
Buku Pedoman Pengobatan Dasar PKM 2011
Buku Pedoman Pengobatan Dasar PKM 2011
2
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
3.
- Pakar / Ahli.
Pembahasan akhir.
Oleh : - Panitia Penyusunan.
- Kontributor.
-
4.
Pakar / Ahli.
Diseminasi, sosialisasi dan
Pengobatan Dasar di Puskesmas.
evaluasi
Pedoman
C.
Ruang Lingkup
Pedoman pengobatan dasar di Puskesmas meliputi pedoman
penatalaksanaan terhadap jenis-jenis penyakit yang ada di
Puskesmas. Dalam penatalaksanaan tersebut mengacu pada
Standar Kompetensi Dokter.
Standar Kompetensi Dokter telah diterbitkan oleh Konsil
Kedokteran Indonesia tahun 2006 dalam rangka memenuhi
amanah Undang-Undang No.29 tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran.
Dengan dijadikannya Standar Kompetensi Dokter ini sebagai
acuan dalam menyusun pedoman pengobatan dasar di
Puskesmas, diharapkan seorang profesi dokter akan mampu :
Tingkat Kemampuan 1
Dapat mengenali dan menempatkan gambaran-gambaran
klinik sesuai penyakit ini ketika membaca literatur. Dalam
korespondensi, ia dapat mengenal gambaran klinik ini,
dan tahu bagaimana mendapatkan informasi lebih lanjut.
Level ini mengindikasikan overview
level. Bila
menghadapi pasien dengan gambaran klinik ini dan
menduga penyakitnya, Dokter segera merujuk.
4
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
Tingkat Kemampuan 2
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan
pemeriksaan
fisik
dan
pemeriksaan-pemeriksaan
tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya:
pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter
mampu merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang
relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya.
Tingkat Kemampuan 3
3a. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan
tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya:
pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray).
Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi
pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan
(bukan kasus gawat darurat).
3b. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan
tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya:
pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray).
Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi
pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan
(kasus gawat darurat).
Tingkat Kemampuan 4
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan
pemeriksaan
fisik
dan
pemeriksaan-pemeriksaan
tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya :
pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter
dapat memutuskan dan mampu menangani problem itu
secara mandiri hingga tuntas.
BAB II
PENATALAKSANAAN PENGOBATAN
1. ABORTUS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 3A
: 17; 1701
ICD X : O03
a. Definisi
Terhentinya proses kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan. Sebagai batasan digunakan kehamilan kurang dari
22 minggu atau berat janin kurang dari 500 g.
6
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
b. Penyebab
Sebagian besar disebabkan karena kelainan kromosom hasil
konsepsi. Beberapa penyebab lain adalah trauma, kelainan alat
kandungan dan sebab yang tidak diketahui.
c. Gambaran Klinis
Adanya gejala kehamilan (terlambat haid, mual/ muntah pada
pagi hari) yang disertai perdarahan pervaginam (mulai bercak
sampai bergumpal) dan/atau nyeri perut bagian bawah,
mengarah ke diagnosis abortus.
1) Abortus Imminens (Ancaman Keguguran)
Ditandai dengan perdarahan pervaginam sedikit, nyeri perut
tidak ada atau sedikit. Belum ada pembukaan serviks.
2) Abortus Insipiens (Keguguran sedang berlangsung)
Perdarahan pervaginam banyak (dapat sampai bergumpalgumpal), nyeri perut hebat, terdapat pembukaan serviks.
Kadang-kadang tampak jaringan hasil konsepsi di ostium
serviks.
3) Abortus Inkompletus (Keguguran tidak lengkap)
Perdarahan pervaginam banyak, nyeri perut sedang sampai
hebat. Riwayat keluar jaringan hasil konsepsi sebagian,
ostium serviks bisa masih terbuka atau mulai tertutup.
4) Abortus Kompletus (Keguguran lengkap)
Perdarahan pervaginam mulai berkurangberhenti, tanpa
nyeri perut, ostium serviks sudah tertutup. Riwayat keluar
jaringan hasil konsepsi utuh, seluruhnya.
d. Diagnosis
1) Terlambat haid (amenore) kurang dari 22 minggu.
2) Perdarahan pervaginam, mungkin disertai jaringan hasil
konsepsi.
7Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
b) Abortus Insipiens
(1) Antibiotik profilaksis: Amoksisilin 500 mg per oral
sebelum tindakan kuretase.
(2) Perlu segera dilakukan pengeluaran hasil konsepsi
dan pengosongan kavum uteri. Dapat dilakukan
dengan abortus tang, sendok kuret, dan kuret hisap
(3) Uterotonika: Oksitosin 10 UI i.m.
8
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
c) Abortus Inkompletus
(1) Perlu segera dilakukan pengosongan kavum uteri.
Dapat dilakukan dengan abortus tang, sendok kuret,
dan kuret hisap
(2) Segera atasi kegawatdaruratan:
(a) Oksigenisasi 24 liter/menit
(b) Pemberian cairan i.v. kristaloid (NaCl 0,9%,
Ringer Laktat, Ringer Asetat)
(c) Transfusi bila Hb kurang dari 8 g/dL.
d) Abortus Kompletus
(1) Evaluasi adakah komplikasi abortus (anemia dan
infeksi)
tidak
perlu
e) Missed Abortion
(1) Evaluasi hematologi rutin (hemoglobin, hematokrit,
leukosit, trombosit) dan uji hemostasis (fibrinogen,
waktu perdarahan, waktu pembekuan).
(2) Bila terjadi gangguan faal hemostasis dan
hipofibrinogenemia, segera rujuk di rumah sakit
yang mampu untuk transfusi trombosit/Buffy-Coat
dan komponen darah lainnya.
(3) Hasil konsepsi perlu dievakuasi dari kavum uteri.
Dilaksanakan setelah dipastikan tidak terdapat
gangguan faal hemostasis.
f. KIE
1) Pemeriksaan kehamilan secara teratur
2) Pasca abortus dianjurkan untuk mengikuti program
Keluarga Berencana
10
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
2.
ABSES GIGI
Kompetensi
: 3A dan 4
Laporan Penyakit
: 1503
ICD X : K04.7
a. Definisi
Pengumpulan nanah yang telah menyebar dari sebuah gigi ke
jaringan di sekitarnya, biasanya berasal dari suatu infeksi.
Abses gigi yang dimaksud adalah abses pada pulpa dan
periapikal.
b. Penyebab
Abses ini terjadi dari infeksi gigi yang berisi cairan (nanah)
dialirkan ke gusi sehingga gusi yang berada di dekat gigi
tersebut membengkak.
c. Gambaran Klinis
1) Pada pemeriksaan tampak pembengkakan disekitar gigi
yang sakit. Bila abses terdapat di gigi depan atas,
pembengkakan dapat sampai ke kelopak mata, sedangkan
abses gigi belakang atas menyebabkan bengkak sampai ke
pipi. Abses gigi bawah menyebabkan bengkak sampai ke
dagu atau telinga dan submaksilaris.
2) Pasien kadang demam, kadang tidak dapat membuka mulut
lebar.
3) Gigi goyah dan sakit saat mengunyah.
d. Diagnosis
Pembengkakan gusi dengan tanda peradangan di sekitar gigi
yang sakit.
e. Penatalaksanaan
1) Pasien dianjurkan berkumur dengan air garam hangat.
2) Dewasa : Amoksisilin 500 mg tiap 8 jam selama 7 hari
Anak : Amoksisilin 10-15 mg/kgBB, tiap 6-8 jam
3) Simtomatik: Parasetamol
Dewasa : 500 mg tiap 6-8 jam
Anak : 10-15 mg/kgBB, tiap 6-8 jam
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
11
f. KIE
1) Tujuan
penatalaksanaan:
menyembuhkan
infeksi,
menghilangkan gejala, mencegah komplikasi
2) Pencegahan: menjaga kebersihan gigi dan mulut,
menggosok gigi minimal tiap pagi setelah makan dan malam
sebelum tidur, memeriksakan ke dokter gigi minimal 2x
setahun, makan makanan yang berserat dan berair.
3) Jangan mengunyah hanya pada satu sisi gigi.
4) Efek samping metronidazol: mual. Jika terjadi mual maka
metronidazol bisa diberikan 250 mg tiap 4 jam (6x sehari).
Atau untuk mengatasi mual dapat diberikan metoklopramid
3x10 mg (untuk dewasa) 1 jam sebelum makan.
12
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
3.
ANEMIA DEFISIENSI
Kompetensi
: 3B
Laporan Penyakit
: 54
ICD X : D50-51
a. Definisi
Anemia pada:
- laki-laki: Hb <13 g/dL,
- wanita: Hb <12 g/dL,
- wanita hamil: Hb <11 g/dL,
- anak usia sekolah: Hb < 12 g/dL,
- balita: Hb <11 g/dL
b. Penyebab
Penyebab paling sering adalah defisiensi besi terutama pada
anak-anak. Defisiensi besi biasanya disebabkan oleh asupan
yang kurang, kecacingan, perdarahan kronis.
Defisiensi lain yang dapat menyebabkan anemia adalah vitamin
B12 dan asam folat.
Pada ibu hamil dapat terjadi anemia defisiensi karena kebutuhan
makronutrien yang meningkat.
c. Gambaran Klinis
1) Gejala anemia bervariasi dari asimtomatis sampai syok atau
penurunan kesadaran tergantung dari kadar Hb, kecepatan
penurunan Hb dan usia.
2) Gejala defisiensi besi yang spesifik pada anak diberi istilah
pica (makan yang tidak semestinya dimakan, misalnya
tanah, pensil, penghapus).
3) Anemia defisiensi ditandai dengan lemas, sering berdebar,
lekas lelah dan sakit kepala. Papil lidah tampak atrofi.
Jantung kadang membesar dan terdengar murmur sistolik.
Di darah tepi tampak gambaran anemia hipokrom dan
mikrositer, sementara kandungan besi serum rendah.
4) Defisiensi vitamin B12 maupun asam folat menyebabkan
anemia megaloblastik yang mungkin disertai gejala
neurologi.
d. Diagnosis
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
13
f. KIE
Pada anemia defisiensi:
1) Tujuan penatalaksanaan adalah menghilangkan gejala sesuai
dengan penyebab anemia, menaikkan kadar Hb.
2) Pencegahan:
a) diet makanan bergizi yang cukup mengandung zat besi,
asam folat dan vitamin B12. Perlu disampaikan kepada
ibu cara penyiapan makanan yang baik, misalnya tidak
memberikan teh bersamaan dengan makanan karena
dapat mengurangi absorpsi besi.
b) menjaga higiene dan sanitasi.
3) Informasi pemberian sulfas ferosus pada pasien: paling baik
diberikan saat perut kosong.
14
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
4.
ICD X : I20.8
a. Definisi
Suatu sindroma klinis berupa nyeri dada atau rasa tidak nyaman
di dada (substernal), rahang, bahu, punggung, atau lengan yang
timbul saat aktivitas atau stres emosional yang berkurang
dengan istirahat atau pemberian nitrat. Walaupun jarang, nyeri
dapat dirasakan di daerah epigastrium.
b. Penyebab
Iskemia ini terjadi karena suplai oksigen yang dibawa oleh
aliran darah koroner tidak mencukupi kebutuhan oksigen
miokardium. Hal ini terjadi bila kebutuhan oksigen miokardium
meningkat (misalnya karena kerja fisik, emosi, tirotoksikosis,
hipertensi), atau bila aliran darah koroner berkurang (misalnya
pada spasme atau trombus koroner) atau bila terjadi keduanya.
c. Gambaran Klinis
1)
Pada anamnesis perlu ditanyakan:
a) Rasa tidak nyaman di dada (biasanya substernal)
b) Keluhan memberat pada saat aktivitas fisik atau stres
emosional
2) Dikatakan:
a) angina pektoris tipikal bila memenuhi 3 gejala,
b) angina pektoris atipikal bila memenuhi 2 gejala,
c) non anginal chest pain bila hanya memenuhi <1 gejala.
3) Sebagian besar pasien dengan angina pektoris tidak
dijumpai kelainan dalam pemeriksaan fisik.
16
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
a)
b)
c)
d)
e)
diabetes melitus
hipertensi
merokok
sejarah keluarga PJK
dislipidemia.
d. Diagnosis
Diagnosis angina pectoris stabil berdasarkan klasifikasi menurut
Canadian Cardiovascular Society (CCS):
1) Kelas I:
Angina tidak timbul pada saat aktivitas sehari-hari, seperti
berjalan atau menaiki tangga. Angina timbul pada saat
latihan berat, tergesa-gesa dan berkepanjangan.
2) Kelas II:
Sedikit pembatasan aktivitas sehari-hari, seperti jalan atau
naik tangga dengan cepat, jalan mendaki, aktivitas setelah
makan, di hawa dingin atau melawan angin, atau dalam
keadaan stres emosional, atau hanya timbul beberapa jam
setelah bangun tidur.
3) Kelas III:
Adanya tanda-tanda keterbatasan aktivitas sehari-hari,
angina timbul jika berjalan rata satu atau dua blok (setara
dengan jarak 100-200 meter) dan naik tangga satu tingkat
pada kecepatan dan kondisi yang normal.
4) Kelas IV:
Ketidakmampuan melakukan aktivitas fisik apapun tanpa
keluhan rasa nyaman atau angina saat istirahat.
Klasifikasi APS kelas III dan IV perlu dipikirkan suatu sindroma
koroner akut (lihat Bab Sindroma Koroner Akut).
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
17
e. Penatalaksanaan
1) Manajemen umum:
a)
d) Mengontrol
psikologis
pasien
terhadap
2) Medikamentosa:
a)
18
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
f. KIE:
1) Tujuan penatalaksanaan:
a) Memperbaiki prognosis dengan mencegah infark
miokard akut dan kematian.
b) Mengurangi atau menghilangkan gejala.
2) Pencegahan:
a)
b)
d) Mengontrol
a. Definisi
20
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
b. Penyebab
Pecahnya plak aterosklerosis di dalam pembuluh darah koroner.
c. Gambaran Klinis
Berupa nyeri dada atau chest discomfort yang berlangsung
secara mendadak atau cepat yang bertambah berat saat istirahat,
tidak hilang dengan pemberian nitrat, atau saat aktivitas tidak
berkurang dengan istirahat. Gejala ini disebut dengan Angina
Pektoris Tidak Stabil (APTS).
d. Diagnosis
1) Presentasi Klinis
Secara klasik, presentasi klinis SKA STEMI dan Non
STEMI meliputi :
a) Nyeri dada iskemik berupa nyeri dada yang terusmenerus (>20 menit) saat istirahat.
b) Angina berat (CCS III-IV) yang timbul pertama kali.
c) Angina pasca infark miokard.
d) Angina progresif (bertambah sering dalam 24 jam)
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
21
2) Pemeriksaan Fisik
Hampir selalu normal, termasuk pemeriksaan thoraks,
auskultasi dan pengukuran laju jantung serta tekanan darah.
Tujuan pemeriksaan fisik ini untuk menyingkirkan
penyebab nyeri dada nonkardiak, penyakit kardiak non
iskemik (perikarditis, penyakit valvular), penyebab ekstra
kardiak yang mencetuskan nyeri dada serta mencari tandatanda ketidakstabilan hemodinamik dan disfungsi ventrikel
kiri.
e. Penatalaksanaan
1) Tata laksana awal pada pasien dugaan SKA:
a) Pemberian Oksigen nasal 2-4 L/mnt
b) Pemberian asetosal tablet kunyah 160 mg
c) ISDN 5 mg di bawah lidah (jika TD sistolik > 100
mmHg), dapat di ulang tiap 5 menit sampai 3 kali
pemberian
d) Mendapatkan akses intra vena sebelum dirujuk
e) Merekam dan menganalisis EKG (dalam 10 menit),
segera tentukan apakah EKG 12 lead menunjukkan
STEMI atau Non-STEMI.
f) Setelah penanganan awal maka segera dirujuk.
2) Tatalaksana lanjutan untuk SKA dengan STEMI:
22
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
f. KIE
1) Tujuan penatalaksanaan adalah mencegah terjadinya
komplikasi dan kematian serta meningkatkan harapan hidup.
6.
ANTRAKS
Kompetensi
: 3A
Laporan Penyakit
: 0504
ICD X : A22
a. Definisi
Antraks merupakan penyakit pada binatang buas, maupun
hewan piaraan, yaitu hewan-hewan pemamah biak (herbivora),
seperti sapi, kerbau, kambing, domba, babi dan kuda. Penyakit
ini ditularkan kepada manusia terutama pada orang yang
pekerjaannya selalu berhubungan dengan/berdekatan dengan
ternak seperti peternak, gembala, dokter hewan, petugas
laboratorium, pekerja pabrik barang-barang kulit dan tulang.
b. Penyebab
Kuman antraks (Bacillus anthracis).
c. Cara Penularan
Penyakit ini ditularkan kepada manusia biasanya oleh karena
masuknya spora atau basil antraks ke dalam tubuh melalui
berbagai cara, yaitu melalui kulit yang lecet atau luka yang
menyebabkan antraks kulit, melaui mulut karena makan bahan
makanan yang tercemar, menyebabkan antraks intestinal
(pencernaan), inhalasi saluran napas menyebabkan antraks
pulmonal. Antraks peradangan otak (meningitis) umumnya
adalah bentuk kelanjutan antraks kulit, intestinal atau pulmonal.
Antraks pulmonal dan meningitis sangat jarang dilaporkan di
Indonesia.
Penularan terjadi dengan cara kontak langsung dengan hewan
yang terjangkit penyakit tersebut, misalnya kontak dengan darah
yang keluar dari lubang-lubang kumlah hewan mati karena
antraks atau bahan-bahan yang berasal dari hewan yang
tercemar oleh spora antraks, misalnya daging, jeroan, kulit,
tepung, wool, dan sebagainya. Disamping itu, sumber penularan
lainnya yang potensial ialah lingkungan, antara lain tanah,
tanaman (sayur-sayuran) dan air yang tercemar oleh spora
antraks.
d. Gambaran Klinis
24
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
f)
g)
h)
i)
j)
berbentuk
keropeng berwarna hitam (tanda
patognomonik antraks) dan biasanya didapatkan eritema
dan edema di sekitar tukak. Pada perabaan, edema
tersebut tidak lunak dan tidak lekuk (non-pitting) bila
ditekan. Disini tidak didapatkan pus kecuali bila diikuti
infeksi sekunder.
Dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening
regional.
Demam yang sedang, sakit kepala, malaise jarang ada.
Predileksi antraks kulit biasanya pada tempat-tempat
terbuka, seperti muka, leher, lengan, tangan, dan kaki.
Antraks kulit yang tidak diobati akan berkembang lebih
buruk dengan penjalaran ke kelenjar limfe dan berlanjut
ke aliran darah, sehingga mengakibatkan septikemia dan
kemungkinan kematian 5-20%.
Pemeriksaan bakteriologis dari eksudat di tempat lesi
kulit didapatkan adanya basil yang pada sediaan hapus
dan kultur positif.
meningkat
Muntah
Sakit perut hebat
Konstipasi
Dapat juga terjadi gastro-enteritis akut yang kadangkadang berdarah, hematemesis, kelemahan umum,
demam dan ada riwayat pemaparan dengan produk
hewan atau makanan.
g) Pemeriksaan
e. Diagnosis
1) Tersangka antraks kulit
Apabila adanya kasus atau ledakan antraks pada hewan
atau riwayat pemaparan dengan hewan /bahan asal hewan
dan lingkungan yang tercemar oleh spora/basil antraks serta
ditemukan kelainan pada kulit berupa tukak dengan jaringan
mati berbentuk keropeng berwarna hitam di tengahnya
(eskar), di sekitar tukak kemerahan, sembab, pada perabaan
daerah yang sembab tersebut tidak lunak dan tidak lekuk
dan biasanya tidak didapatkan pus kecuali diikuti infeksi
sekunder.
f. Penatalaksanaan
1) Obat pilihan (drug of choice) untuk pasien antraks kulit
adalah penisilin. Prokain penisilin dengan dosis 1,2 juta UI
i.m. tiap 12 jam selama 5 7 hari atau benzilpenisilin
dengan dosis 250.000 UI tiap 6 jam. Sebelum pemberian
penisilin lakukan skin test. Pasien yang hipersensitif
terhadap penisilin dapat diberikan tetrasiklin dengan dosis
500 mg tiap 6 jam selama 57 hari. Sebaiknya tidak
diberikan pada anak dibawah umur 6 tahun. Obat pilihan
lain ialah kloramfenikol.
26
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
g. KIE
1) Hindari kontak dengan sumber penularan.
2) Masyarakat diminta melaporkan ke puskesmas setempat bila
ada tersangka antraks dan melaporkan ke Dinas Peternakan
bila ada hewan yang sakit dengan gejala antraks.
3) Hewan yang mati akibat antraks harus dimusnahkan. Tidak
diperbolehkan mengkonsumsi daging hewan yang sakit
antraks.
4) Tidak diperbolehkan membuat barang-barang yang berasal
dari hewan seperti kerajinan dari tanduk, kulit, bulu, tulang
yang berasal dari hewan sakit/mati karena penyakit antraks.
5) Puskesmas wajib melaporkan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota apabila menjumpai pasien/tersangka
antraks.
7.
ARTRITIS
Kompetensi
: 3A
Laporan Penyakit
: 90
ICD X : M05
a. Definisi
Artritis adalah istilah umum bagi peradangan (inflamasi) dan
pembengkakan di daerah persendian.
OA (Osteoartritis) merupakan penyakit degeneratif yang
mengenai rawan sendi. Penyakit ini ditandai oleh kehilangan
rawan sendi progresif dan terbentuknya tulang baru pada
trabekula subkondral dan tepi tulang (osteofit).
RA (Rheumatoid Arthritis) atau Artritis Reumatoid, merupakan
penyakit autoimun yang ditandai dengan terdapatnya sinovitis
erosif simetris yang terutama mengenai jaringan persendian,
namun sering juga melibatkan organ tubuh lainnya. Lebih
banyak pada wanita dibanding pria. Umumnya usia antara 35-50
tahun. Faktor genetik, hormon seks, infeksi berpengaruh kuat
pada morbiditas RA.
b. Penyebab
Artritis dapat berupa osteoartritis (OA) atau artritis reumatoid
(AR), tetapi yang paling banyak dijumpai adalah osteoartritis.
Pada OA faktor penyebab utama adalah trauma atau pengausan
sendi, sedangkan pada AR faktor imunologi yang berperan.
c. Gambaran Klinis
1) Osteoartritis
a) Anamnesis
Faktor risiko: umur (sering di atas 50 tahun), jenis
kelamin (di atas usia 50 tahun wanita lebih banyak),
suku bangsa (suku Indian dan orang-orang kulit putih),
genetik, kegemukan, cedera sendi, olahraga, pekerjaan
berat, kelainan pertumbuhan, tingginya kepadatan
tulang.
Keluhan: nyeri sendi (bertambah dengan gerakan,
berkurang dengan istirahat), hambatan gerakan sendi,
kaku pagi < 30 menit, krepitasi dan perubahan gaya
berjalan.
28
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
b) Pemeriksaan Fisik
Hambatan gerak sendi, pembesaran sendi, krepitasi,
perubahan gaya berjalan, pembengkakan sendi yang
seringkali asimetris (karena efusi pada sendi), kadangkadang disertai tanda-tanda peradangan, perubahan
bentuk/deformitas sendi yang permanen, Heberdens
node (nodul/osteofit pada sendi DIP), Bouchards node
(nodul/osteofit pada PIP).
2) Artritis Reumatoid
a) Anamnesis
Gejala pada awal onset: gejala prodromal (lelah,
anoreksia, seluruh tubuh terasa lemah) yg berlangsung
berminggu-minggu atau berbulan-bulan.
Gejala spesifik pada beberapa sendi (poliartrikular)
secara simetris, terutama sendi PIP (proximal
interphalangeal), sendi MCP (metacarpophalangeal),
pergelangan tangan, lutut, dan kaki. Gejala sinovitis
pada sendi yang terkena: bengkak, nyeri yang
diperburuk dengan gerakan sehingga gerakan menjadi
terbatas, kekakuan pada pagi hari > 1 jam.
Gejala ekstraartikular: mata (episkleritis), saluran napas
atas (nyeri tenggorok, nyeri menelan atau disfonia yang
terasa lebih berat pada pagi hari), kardiovaskular (nyeri
dada pada perikarditis), hematologi (anemia), dsb.
b) Pemeriksaan Fisik
(1) Manifestasi artikular: pada lebih dari 3 sendi
(poliartritis) terutama di sendi tangan, simetris,
immobilisasi sendi, pemendekan otot seperti pada
vertebra servikalis, gambaran deformitas sendi
tangan (swan neck, boutonniere).
(2) Manifestasi ekstraartikular: kulit (nodul rheumatoid
pada daerah yg banyak menerima penekanan,
vaskulitis), soft tissue rheumatism (carpal tunnel
syndrome, frozen shoulder), mata (keratokonjungtivitis sicca yang merupakan manifestasi
sindrom Sjorgen, episkleritis/skleritis), sistem
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
29
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
respiratorik
(radang
sendi
krikoaritenoid,
pneumonitis interstitial, efusi pleura, fibrosis paru
luas), sistem kardiovaskuler (perikarditis konstriktif,
disfungsi katup, fenomena embolisasi, gangguan
konduksi, aortritis, kardiomiopati), hematologi
(anemia akibat penyakit kronik).
Keluhan lain yang mirip dengan artritis adalah
reumatism yang sebenarnya berasal dari jaringan
lunak di luar sendi. Yang di kenal awam sebagai
encok sebagian besar adalah reumatism.
Sendi yang terserang biasanya bengkak, merah dan
nyeri.
Serangan AR biasanya dimulai dengan gejala
prodromal berupa badan lemah, hilang nafsu makan,
nyeri dan kaku seluruh badan. Gejala pada sendi
biasanya timbul bertahap setelah beberapa minggu
atau bulan.
Nyeri sendi pada AR bersifat hilang timbul, ada
masa remisi, bersifat simetris bilateral, dan
berhubungan dengan udara dingin.
Serangan OA biasanya sesisi. Gejala utamanya
adalah nyeri sendi yang berhubungan dengan gerak.
Pasien juga merasakan kaku pada sendi yang
terserang.
Pada pemeriksaaan radiologi OA biasanya
memperlihatkan pelebaran sendi pada tahap awal,
osteofit, sklerosis tulang dan penyempitan rongga
antar sendi pada tahap lanjut.
Deformitas dapat terjadi pada OA maupun AR
setelah terjadi destruksi sendi.
d. Diagnosis
1) Osteoartritis
Kriteria diagnosis (ACR)
a) Osteoartritis sendi lutut:
(1) Nyeri lutut, dan
(2) Salah satu dari 3 kriteria berikut:
30
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
2) Artritis Reumatoid
Kriteria diagnosis berdasarkan ACR tahun 1987 (Tabel 1):
a) Kaku pagi, sekurangnya 1 jam
b) Artritis pada sekurangnya 3 sendi
c) Artritis
pada
sendi
pergelangan
tangan,
metacarpophalanx (MCP) dan Proximal Interphalanx
(PIP)
d) Artritis yang simetris
e) Nodul reumatoid
f) Faktor reumatoid serum positif
g) Gambaran radiologik yang spesifik
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
31
e. Penatalaksanaan
Keluhan pada sendi atau jaringan lunak di sekitarnya dapat di
atasi dengan analgesik biasa atau dengan anti inflamasi
nonsteroid yang diberikan sesudah makan.
1) Osteoartritis
a) Edukasi
b) Proteksi sendi, terutama pada stadium akut
32
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
f) Analgesik:
(1) Analgesik sederhana: asetaminofen 2-4 g/hari
(2) Obat antiinflamasi non-steroid, seperti: natrium
diklofenak 2-3 x 25-50 mg, piroksikam.
2) Artritis Reumatoid
a) Penyuluhan.
b) Proteksi sendi, terutama pada stadium akut.
c) Obat anti inlamasi non-steroid, seperti: diklofenak 50100 mg 2x/hari, atau golongan steroid, seperti:
prednison atau metil prednisolon dosis rendah
(sebagai bridging therapy)
d) Fisioterapi, tatalaksana okupasi, bila perlu dapat
diberikan ortosis.
f. KIE
1) Tujuan terapi: mengurangi rasa nyeri hingga dapat
ditoleransi, menghindari komplikasi, mengurangi kejadian
episode akut, meningkatkan kualitas hidup
2) Mengistirahatkan sendi diperlukan dalam keadaan akut.
Selanjutnya pada OA, mungkin pasien perlu memperbaiki
sikap tubuh, mengurangi berat badan, atau melakukan
fisioterapi.
3) Efek samping pengobatan dengan AINS: nyeri ulu hati,
mual, perdarahan saluran cerna. Bila timbul efek samping,
pengobatan: ranitidin 150-300 mg tiap 12 jam. Bila terjadi
perdarahan saluran cerna dan anemia akibat AINS segera
dirujuk.
4) Alasan rujukan: untuk operasi perbaikan deformitas,
pengobatan lebih lanjut.
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
33
8. ASMA BRONKIAL
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 1403
ICD X : J45
a. Definisi
Penyakit inflamasi kronik saluran napas yang ditandai dengan
obstruksi jalan napas yang dapat hilang dengan atau tanpa
pengobatan akibat hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang melibatkan sel-sel dan elemen seluler terutama
mastosit, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil dan epitel.
34
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
b. Penyebab
Menurut The Lung Association, ada dua faktor yang menjadi
pencetus asma:
c. Gambaran Klinis
1) Sesak napas pada asma khas disertai suara mengi akibat
kesulitan ekspirasi.
auskultasi terdengar wheezing dan ekspirasi
memanjang.
3) Keadaan sesak hebat yang ditandai dengan giatnya otot-otot
bantu pernapasan dan sianosis dikenal dengan status
asmatikus yang dapat berakibat fatal.
4) Dispnoe di pagi hari dan sepanjang malam, sesudah latihan
fisik atau saat cuaca dingin, berhubungan dengan infeksi
2) Pada
d. Diagnosis
1) Anamnesis
Episode berulang dari sesak napas disertai dengan mengi,
batuk (terutama memburuk saat malam hari), rasa tertekan
di dada. Riwayat atopi, riwayat keluarga dengan asma,
pekerjaan, pajanan faktor pencetus sebelumnya: bulu hewan,
debu, udara, tungau, infeksi saluran napas, penggunaan obat
(penyekat beta, aspirin).
2) Pemeriksaan fisik
Takipneu (bisa disertai sianosis pada serangan berat),
ekspirasi memanjang, wheezing, hiperinflasi dada
3) Pemeriksaan penunjang
Eosinofilia, IgE serum meningkat, spirometri. Foto toraks
(pada saat serangan).
4) Kriteria Diagnosis
Berdasarkan Global Initiative for Asthma (GINA) 2010,
adanya tanda dan gejala berikut ini meningkatkan
kemungkinan diagnosis asma, antara lain:
a) Wheezing (suara napas mengi)
b) Riwayat salah satu dari hal berikut : batuk yang
bertambah terutama malam hari, mengi berulang,
kesulitan bernapas yang berulang, keluhan dada terasa
berat yang berulang.
c) Gejala timbul atau memburuk pada malam hari sehingga
pasien terbangun dari tidur
d) Gejala timbul atau memburuk pada musim-musim
tertentu
36
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
5) Diagnosis Banding
PPOK, gagal jantung
6) Pemeriksaan Lanjutan
a) Laboratorium: jumlah eosinofil sputum,
b) Skin prick test,
c) Uji bronkodilator atas indikasi [peningkatan forced
expiratory volume 1 (FEV1) 12% dan 200 ml setelah
pemberian bronkodilator, peningkatan peak expiratory
flow (PEF) 20% setelah pemberian bronkodilator],
d) Uji provokasi bronkus atas indikasi,
e) AGD (analisis gas darah) atas indikasi (pada serangan
asma berat hasil AGD dapat PaCO2 45, hipoksemia,
asidosis respiratorik)
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
37
e. Penatalaksanaan
1) Untuk anak:
a) Asma ringan:
Obat pereda beta agonis yaitu salbutamol secara
inhalasi 2,5 mg/kali nebulisasi bisa diberikan tiap 4 jam,
kemudian dikurangi sampai tiap 6-8 jam bila kondisi
anak membaik, atau salbutamol oral (sirup atau tablet)
dosis 0,05-0,1 mg/kgBB/kali tiap 6-8 jam, atau
adrenalin 1:1000 subkutan 0,1 mg/kgBB dengan dosis
maksimal 0,3 mL/kali.
2) Untuk dewasa:
a) Serangan akut:
(1) Oksigen.
(2) Pasien umur <40 tahun: adrenalin 1:1000 0,2 0,3
mL s.k. yang dapat diulangi 2 kali dengan interval
1015 menit. Jika serangan tidak reda, dilanjutkan
dengan aminofilin bolus 240 mg dalam 10 mL,
disuntikkan dengan sangat perlahan. Bila serangan
tidak reda, ditambahkan deksametason 5 mg
i.v./i.m. Dapat diikuti dengan aminofilin drip 240
mg dalam 500 mL dekstrosa 5% dengan tetesan 12
tetes/menit. Bila dalam 4 jam serangan belum reda
maka perlu dirujuk.
38
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
f. KIE
1) Tujuan penatalaksanaan: untuk mengatasi dan pencegahan
serangan asma
2) Efek samping:
a) adrenalin: berdebar-debar, pada
ICD X : N23
a. Definisi
Batu di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa
keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih
dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran
kemih atau infeksi.
b. Penyebab
Banyak faktor yang berpengaruh untuk timbulnya batu dalam
saluran kemih, seperti kurang minum, gangguan metabolisme.
c. Gambaran Klinis
1) Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun
di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses
pembentukan batu ini disebut urolitiasis (litiasis renalis,
nefrolitiasis).
2) Batu, terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala.
Batu di saluran kemih sebelah atas menimbulkan kolik,
sedangkan yang di bawah menghambat buang air kecil.
40
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
4)
5)
6)
7)
d. Diagnosis
1) Batu yang tidak menimbulkan gejala, mungkin akan
diketahui secara tidak sengaja pada pemeriksaan analisa urin
rutin (urinalisis).
2) Batu yang menyebabkan nyeri biasanya didiagnosis
berdasarkan gejala kolik renalis, disertai dengan adanya
nyeri tekan di punggung dan selangkangan atau nyeri di
daerah kemaluan tanpa penyebab yang jelas.
3) Analisa urin mikroskopik bisa menunjukkan adanya darah,
nanah atau kristal batu yang kecil. Biasanya tidak perlu
dilakukan pemeriksaan lainnya, kecuali jika nyeri menetap
lebih dari beberapa jam atau diagnosisnya belum pasti.
4) Pemeriksaan tambahan yang bisa membantu menegakkan
diagnosis adalah pengumpulan urin 24 jam dan pengambilan
contoh darah untuk menilai kadar kalsium, sistin, asam urat
dan bahan lainnya yang bisa menyebabkan terjadinya batu.
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
41
e. Penatalaksanaan
1) Kolik diatasi dengan natrium diklofenak.
2) Rujuk segera untuk diagnosis pasti dan penatalaksanaan
selanjutnya.
f. KIE
Pasien yang sudah terdiagnosis batu saluran kemih dianjurkan
minum banyak air putih (minimal 3 liter sehari) untuk
meningkatkan pembentukan urin dan membantu membuang
beberapa batu. Jika batu telah terbuang, maka tidak perlu lagi
dilakukan pengobatan segera.
42
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
10.
BRONKITIS AKUT
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 1402
ICD X : J20
a. Definisi
Bronkitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara
ke paru-paru).
Bronkitis akut sebenarnya merupakan bronko pneumonia yang
lebih ringan.
b. Penyebab
Penyebabnya dapat virus, mikoplasma atau bakteri.
c. Gambaran Klinis
1) Batuk berdahak, sesak napas ketika melakukan olah raga
2)
3)
4)
5)
6)
7)
d. Diagnosis
1) Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala, terutama
dari adanya lendir.
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
43
e. Penatalaksanaan
1) Untuk mengurangi demam dan rasa tidak enak badan, bisa
2)
3)
4)
5)
6)
diberikan parasetamol
Antibiotik hanya diberikan kepada pasien bila gejalanya
menunjukkan bahwa penyebabnya adalah infeksi bakteri
(dahaknya berwarna kuning atau hijau dan demamnya tetap
tinggi) dan pasien yang sebelumnya memiliki penyakit paruparu.
Kepada pasien dewasa diberikan antibiotik seperti:
a) amoksisilin 500 mg tiap 8 jam diberikan selama 5 hari
b) eritromisin 250500 mg tiap 6 jam diberikan selama 5
hari.
Kepada pasien anak-anak diberikan amoksisilin 2050
mg/kgBB/hari atau eritromisin 4050 mg/kgBB/hari
walaupun dicurigai penyebabnya adalah Mycoplasma
pneumoniae.
Pada awal pengobatan dapat diberikan Obat Batuk Hitam
(OBH).
Bila ada komplikasi pada pasien segera rujuk.
f. KIE
1) Tujuan pengobatan: untuk memperpendek perjalanan klinis
penyakit.
44
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
ICD X : A91
a. Definisi
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang ditandai
dengan:
1) Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas,
berlangsung terus-menerus selama 27 hari;
2) Manifestasi perdarahan (petekie, purpura, perdarahan
konjungtiva, epistaksis, ekimosis, perdarahan mukosa,
perdarahan gusi, hematemesis, melena, hematuri) termasuk
uji Tourniquet (Rumple Leede) positif;
3) Trombositopeni (jumlah trombosit 100.000/l);
4) Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit 20%);
5) Disertai dengan atau tanpa pembesaran hati (hepatomegali).
b. Penyebab
Virus dengue yang sampai sekarang dikenal 4 serotipe (Dengue1, Dengue-2, Dengue-3 dan Dengue-4), termasuk dalam group B
Arthropod Borne Virus (Arbovirus). Keempat serotipe virus ini
telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Hasil
penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Dengue-3 sangat
berkaitan dengan kasus DBD berat dan merupakan serotipe yang
paling luas distribusinya disusul oleh Dengue-2, Dengue-1 dan
Dengue-4.
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
45
c. Cara Penularan
Penularan DBD umumnya melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti meskipun dapat juga ditularkan oleh Aedes albopictus
yang biasanya hidup di kebun-kebun. Nyamuk penular DBD ini
terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempattempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas
permukaan laut.
d. Gambaran Klinis
1) Masa inkubasi
Biasanya berkisar antara 47 hari.
2) Demam
Pada awal penyakit terdapat tanda-tanda demam mendadak,
dimana dalam 12 jam mencapai puncak, ada gejala kelainan
saluran cerna bagian atas seperti kembung, mual dan nyeri,
pada pemeriksaan terdapat konjungtiva inferior hiperemis
(trias dengue fever).
Demam berlangsung 27 hari. Panas dapat turun pada hari
ke-3 yang kemudian naik lagi, dan pada hari ke-6 atau ke-7
panas mendadak turun.
3) Tanda-tanda perdarahan
Perdarahan ini terjadi di semua organ. Bentuk perdarahan
dapat hanya berupa uji Tourniquet (Rumple Leede) positif
atau dalam bentuk satu atau lebih manifestasi perdarahan
sebagai berikut: petekie, purpura, ekimosis, perdarahan
konjungtiva, epistaksis, pendarahan gusi, hematemesis,
melena dan hematuri. Petekie sering sulit dibedakan dengan
bekas gigitan nyamuk. Untuk membedakannya regangkan
kulit, jika hilang maka bukan petekie. Uji Tourniquet positif
sebagai tanda perdarahan ringan, dapat dinilai sebagai
presumptif test (dugaan keras) oleh karena uji Tourniquet
positif pada hari-hari pertama demam terdapat pada sebagian
besar pasien DBD. Namun uji Tourniquet positif dapat juga
dijumpai pada penyakit virus lain (campak, demam
chikungunya), infeksi bakteri (Typhus abdominalis) dan lainlain. Uji Tourniquet dinyatakan positif, jika terdapat 10 atau
lebih petekie pada seluas 1 inci persegi (2,5 x 2,5 cm) di
46
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
6) Trombositopeni
a) Jumlah trombosit 100.000/l biasanya ditemukan
diantara hari ke 37 sakit.
e. Diagnosis
1) Tersangka Demam Berdarah Dengue
Dinyatakan Tersangka Demam Berdarah Dengue apabila
demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung
terus-menerus selama 2-7 hari disertai manifestasi perdarahan
(sekurang-kurangnya uji Tourniquet positif) dan/atau
trombositopenia (jumlah trombosit 100.000/l).
2) Pasien Demam Berdarah Dengue derajat 1 dan 2
Diagnosis demam berdarah dengue ditegakkan atau
dinyatakan sebagai pasien DBD apabila demam tinggi
mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terusmenerus selama 27 hari disertai manifestasi perdarahan
(sekurang-kurangnya uji Tourniquet positif), trombositopenia,
dan hemokonsentrasi (diagnosis klinis), atau hasil
pemeriksaan serologis pada Tersangka DBD menunjukkan
hasil positif pada pemeriksaan HI test, atau terjadi
peninggian (positif) IgG saja atau IgM dan IgG pada
pemeriksaan dengue rapid test (diagnosis laboratoris).
f. Penatalaksanaan
Diberikan obat simtomatik parasetamol jika suhu tubuh
>38,5oC.
48
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
2) Penatalaksanaan
demam
berdarah
dengue
(pada
dewasa)
Pasien yang dicurigai menderita DBD dengan hasil Hb, Ht
dan trombosit dalam batas nomal dapat dipulangkan dengan
anjuran kembali kontrol dalam waktu 24 jam berikutnya
atau bila keadaan pasien memburuk agar segera kembali ke
puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya. Sedangkan pada
kasus yang meragukan indikasi rawatnya, maka untuk
sementara pasien tetap diobservasi dengan anjuran minum
yang banyak, serta diberikan infus Ringer Laktat sebanyak
500 mL dalam 4 jam. Setelah itu dilakukan pemeriksaan
ulang Hb, Ht dan trombosit.
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
49
g. KIE
1) Tujuan pengobatan : mencegah terjadinya syok.
2) Perhatikan saat suhu tubuh turun pada hari ke-3, ke-4, dan
ke-5 (deverfescens), sebagai periode kritis untuk masuk ke
dalam fase DSS atau masuk ke arah perbaikan (demam
dengue biasa)
3) Pemberian cairan tidak boleh ragu, tetapi harus
diperhitungkan dengan seksama. Perhatikan jumlah urin,
jika 1 mL/menit menunjukkan cairan sudah cukup.
4) Usahakan tidak memberikan obat yang tidak diperlukan
seperti antasida, antiemetik, dan lain-lain untuk mengurangi
beban detoksikasi dalam hati.
5) Jika ditemukan kasus positif DBD, dokter diharapkan
melaporkan ke Dinas Kesehatan setempat 1 X 24 jam untuk
ditindaklanjuti dengan penelitian epidemiologi, dalam
rangka memutus rantai penularan di lapangan dan untuk
mewaspadai akan adanya kemungkinan kejadian luar biasa
(KLB).
50
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
6) Lakukan
edukasi
seksama
program
PSN-3M
(Pemberantasan Sarang Nyamuk dengan Menguras,
Menutup, Mengubur) di tempat-tempat penampungan air
secara teratur 1 minggu sekali.
7) Selain itu ditambahkan cara lain dengan Program 3M Plus
sesuai Pedoman Program Demam Berdarah.
12.
DEMAM REMATIK
Kompetensi
: 3A
Laporan Penyakit
: -
ICD X : I00-I02
a. Definisi
Demam rematik merupakan sindrom klinik akibat infeksi akut
tenggorok oleh suatu penyakit sistemik yang dapat bersifat akut,
subakut, kronik atau fulminan dan dapat terjadi setelah infeksi
Streptococcus beta hemolyticus grup A yang terjadi 15 minggu
sebelumnya pada saluran napas bagian atas.
Pada dasarnya penyakit ini merupakan respon imun yang
menyebabkan kelainan menetap di jantung (penyakit jantung
reumatik) dan kelainan berpulih (reversibel) di sendi, kulit dan
organ lainnya.
b. Penyebab
Interaksi antigen-antibodi
Streptococcus pyogenes.
1014
hari
setelah
infeksi
c. Gambaran Klinis
1) Kriteria Mayor
a) Karditis
b) Poliartritis migrans (berpindah-pindah)
c) Chorea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak
disadari dan tidak bertujuan yang berlangsung cepat dan
umumnya bersifat bilateral, meskipun dapat juga hanya
mengenai satu sisi tubuh dan tidak terkendali.
d) Eritema marginatum (tanda mayor demam rematik ini
hanya ditemukan pada kasus yang berat).
e) Nodulus subkutan (tanda ini pada umumnya tidak akan
ditemukan jika tidak terdapat karditis).
2) Kriteria Minor
a) Demam
b) Riwayat demam rematik
c) Artralgia/nyeri sendi
d) Peninggian LED
e) Peningkatan CRP serum atau lekositosis
52
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
e. Penatalaksanaan
1) Lakukan pengobatan awal.
2) Eradikasi kuman secepatnya dilakukan segera setelah
diagnosis demam rematik dapat ditegakkan.
Obat pilihan pertama adalah:
a) penisilin prokain 600.0001,2 juta UI i.m. atau
penisilin V 500 mg tiap 8 jam selama 10 hari
b) eritromisin 2 g/hari selama 10 hari bila pasien tidak
tahan terhadap penisilin.
c) Pada anak dosis penisilin prokain adalah 50.000
IU/kgBB/ hari, dan eritromisin 125250 mg tiap 6 jam.
3) Pemberian obat antiradang pada demam rematik dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3. Pemberian obat antiradang pada demam rematik
Manifestasi
Dosis Obat
Pengobatan
Artritis,
dan/atau Salisilat 100 mg/kgBB/hari selama 2 minggu, kemudian
karditis
tanpa diturunkan menjadi 75 mg/kgBB/hari selama 46
kardiomegali
minggu.
Karditis
dengan Prednison 2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu, kemudian
kardiomegali
atau diturunkan 1 mg/kgBB/hari sampai habis selama 2
gagal jantung
minggu, ditambah dengan salisilat 75 mg/kgBB/hari
mulai minggu ke-3 selama 6 minggu.
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
53
5)
6)
7)
8)
f. KIE
1) Tujuan pengobatan: mencegah demam rematik berlanjut
menjadi penyakit jantung rematik.
2) Efek samping:
54
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
13.
DERMATITIS
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 2002
ICD X : L20-L30
a. Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit dengan gejala subjektif gatal
dan ditandai dengan kelainan kulit polimorfik berbatas tidak
tegas. Dermatitis Atopik adalah peradangan kulit kronik dan
residif yang sering terjadi pada bayi dan anak, disertai gatal dan
berhubungan dengan atopi.
Atopi adalah istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit
pada individu yang mempunyai riwayat kepekaan dalam
keluarganya, misalnya: asma bronkiale, rinitis alergi, dermatitis
atopik dan konjungtivitis alergi.
b. Penyebab
Umumnya tidak diketahui.
c. Gambaran Klinis
1) Pada wajah, kulit kepala, daerah yang tertutup popok,
tangan, lengan, kaki atau tungkai bayi terbentuk ruam
berkeropeng yang berwarna merah dan berair.
2) Dermatitis seringkali menghilang pada usia 34 tahun,
meskipun biasanya akan muncul kembali.
3) Pada anak-anak dan dewasa, ruam seringkali muncul dan
kambuh kembali hanya pada 1 atau beberapa daerah,
terutama lengan atas, sikut bagian depan atau di belakang
lutut.
4) Warna, intensitas dan lokasi dari ruam bervariasi, tetapi
selalu menimbulkan gatal-gatal.
d. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala, hasil
pemeriksaan fisik dan riwayat penyakit alergi pada keluarga
pasien.
e. Penatalaksanaan
56
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
1) Sistemik
a) Antihistamin klasik sedatif (misalnya klorfeniramin
maleat) untuk mengurangi gatal.
b) Bila terdapat infeksi sekunder dapat ditambahkan
antibiotik sistemik atau topikal.
2) Topikal
a) Bila lesi akut/eksudatif: kompres 23 x sehari, 12 jam
dengan larutan NaCl 0,9%.
b) Krim kortikosteroid potensi sedang/rendah, 12 kali
sehari sesudah mandi, sesuai dengan keadaan lesi. Bila
sudah membaik dapat diganti dengan potensi yang lebih
rendah.
c) Kortikosteroid potensi rendah: hidrokortison krim 2,5%.
d) Kortikosteroid potensi sedang: betametason krim 0,1%.
e) Pada kulit kering dapat diberikan emolien/pelembab
segera sesudah mandi.
f. KIE
1) Tujuan pengobatan: penanganan keluhan subyektif dan
obyektif serta pencegahan rekurensi.
14.
DERMATOMIKOSIS
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 2001
ICD X : B36.9
a. Definisi
Dermatomikosis merupakan penyakit jamur pada kulit yang
secara medis disebut juga dengan mikosis superfisialis (bagian
permukaan
kulit).
Sedangkan
dari
berbagai
jenis
dermatomikosis yang sering mengenai manusia, dikenal dengan
kelompok dermatofitosis yang di Indonesia dikenal dengan
kurap/kadas. Sedangkan panu masuk dalam kategori
dermatomikosis yang nondermatofitosis.
b. Penyebab
Kontak langsung dengan sumber penularan.
1) Paparan terhadap jamur sering terjadi.
2) Faktor genetik memainkan peran dalam tingkat penularan
mikosis kuku dan kaki.
3) Mikosis pada hewan (misal: sapi, marmut, kucing)
menyebar dengan mudah pada manusia dan menyebabkan
tinea pada ekstremitas, badan dan wajah.
c. Gambaran Klinis
1) Tinea kutaneus biasanya mempunyai tepi berskuama,
eritematus dan meninggi, berbentuk lingkaran (cincin) dan
gatal.
2) Pada panu, muncul bercak bersisik halus yang berwarna
putih hingga kecokelatan bisa pada daerah mana saja di
badan termasuk leher dan lengan. Biasanya menyerang
ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, muka dan kulit
kepala yang berambut.
3) Infeksi jamur kulit ini biasanya juga menyerang kaum
wanita; mengenai kulit dan vagina. Jamur dapat menginfeksi
lebih dari satu kali. Dengan ditandai antara lain: adanya duh,
putih, dadih seperti kotoran, peradangan pada kulit sekitar
vagina, serta sakit selama buang air kecil atau sewaktu
hubungan seksual.
58
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
d. Diagnosis
Gambaran spesifik infeksi jamur pada kulit. Dengan cara
pemeriksaan mikroskopis dari bahan kerokan kulit yang
terserang.
e. Penatalaksanaan
1) Tinea (dermatofitosis) biasanya diterapi dengan obat topikal.
2) Griseofulvin tablet hanya efektif pada dermatofit.
3) Nistatin hanya efektif pada kandida.
4) Mikonazol topikal efektif untuk dermatofita dan kandida.
5) Dermatofitosis
a) Sistemik (diberikan bila lesi luas)
Griseofulvin micronized 5001000 mg sehari selama 2
6 minggu
b) Topikal
Kombinasi asam salisilat 3% dengan asam benzoat 6%.
f. KIE
1) Tujuan pengobatan adalah eradikasi dan pemutusan rantai
penularan.
15.
DIABETES MELITUS
Kompetensi
: 3A;4
Laporan Penyakit
: 55-59
ICD X : E10-E14
a. Definisi
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit gangguan
metabolik menahun yang ditandai oleh kadar gula darah yang
melebihi nilai normal (hiperglikemia) karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya.
Klasifikasi Diabetes Melitus berdasarkan klasifikasi etiologis
DM yaitu:
1) Diabetes Melitus tipe 1 adalah penyakit gangguan metabolik
yang ditandai oleh kenaikan kadar gula darah akibat
destruksi (kerusakan) sel beta pankreas karena suatu sebab
tertentu yang menyebabkan produksi insulin tidak ada sama
sekali sehingga pasien sangat memerlukan tambahan insulin
dari luar.
2) Diabetes Melitus tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik
yang ditandai oleh kenaikan kadar gula darah akibat
penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau
fungsi insulin (resistensi insulin).
3) Diabetes Melitus tipe lain adalah penyakit gangguan
metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar gula darah
akibat defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja
insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena
obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang,
sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM.
4) Diabetes Melitus tipe Gestasional adalah penyakit gangguan
metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar gula darah
yang terjadi pada wanita hamil, biasanya terjadi pada usia
24 minggu masa kehamilan, dan setelah melahirkan kadar
gula darah kembali normal.
b. Penyebab
Kekurangan hormon insulin, yang berfungsi memanfaatkan
glukosa sebagai sumber energi dan mensintesa lemak.
60
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
c. Gambaran Klinis
1) Keluhan Klasik, berupa: sering kencing, cepat lapar, sering
haus dan berat badan menurun cepat tanpa penyebab yang
jelas.
d. Diagnosis
Berdasarkan gejala diabetes dengan 3P (polifagia, poliuria,
polidipsia). Diagnosis dapat dipastikan dengan reduksi urin dan
penentuan kadar gula darah.
1) Bila kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dL
2) Glukosa darah puasa >126 mg/dL
3) Pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) didapatkan hasil
pemeriksaan kadar gula darah 2 jam >200 mg/dL sesudah
pemberian glukosa 75 g.
e. Penatalaksanaan
Pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus:
1) Edukasi
a) Pengertian Diabetes Melitus
b) Perencanaan makanan
c) Bentuk aktivitas fisik yang dianjurkan
d) Pemeliharaan kaki
e) DM di bulan Ramadhan
f) Obat untuk mengendalikan kadar gula darah
g) Pemantauan gula darah
h) Komplikasi DM
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
61
b) Prinsip:
(1) Anjuran makan seimbang seperti makan sehat pada
umumnya
62
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
(2)
(3)
c) Cedera muskuloskeletal:
(1)
(2)
(3)
(4)
4) Pengobatan
Apabila kadar gula darah belum mencapai sasaran,
diberikan obat hipoglikemik oral (OHO), secara tunggal
atau kombinasi.
Pemberian OHO untuk pengobatan jangka pendek dan
jangka panjang dapat dilakukan di Puskesmas.
f. Pengendalian DM
Keberhasilan terapi DM dapat menggunakan kriteria kendali
DM yang telah dikeluarkan oleh PERKENI (Tabel 4).
Tabel 4. Pengendalian DM
Baik
Glukosa darah puasa (mg/dL)
Glukosa darah 2 jam (mg/dL)
A1C (%)
Kolesterol Total (mg/dL)
Kolesterol LDL (mg/dL)
Kolesterol HDL (mg/dL)
Trigliserida (mg/dL)
IMT (kg/m2)
Tekanan darah (mmHg)
80<100
80-144
<6,5
<200
<100
Pria: >40
Wanita: >50
<150
18,5-<2,3
<140/80
Sedang
Buruk
100-125
145-179
6,5-8
200-239
100-129
>126
>180
>8
>240
>130
150-199
23-25
>130-140/
>80-90
>200
>25
>140/90
Keterangan:
Angka diatas adalah hasil pemeriksaan plasma vena.
Perlu konversi nilai kadar glukosa darah dari darah kapiler darah
utuh ke plasma vena.
64
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
g. KIE
Lihat pilar penatalaksanaan
1) Tujuan pengobatan:
a) Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM
dan tercapainya target pengendalian gula darah.
b) Jangka
dekstrosa 10%
sebanyak 2-5 mL/kgBB. Jika digunakan dekstrosa 20%
maka diberikan dengan dosis 1-2,5 mL/kgBB, kemudian
gula darah diperiksa tiap 1 jam sampai 2x berturut-turut
sampai kadar gula darah di atas 100 mg/dL. Atau
setelah pasien sadar langsung dirujuk.
5) Pencegahan:
mikroalbuminuria,
kreatinin,
albumin/globulin dan ALT, kolesterol (total, LDL,
HDL dan trigliserida), EKG, foto sinar-X dada,
funduskopi tiap 1 (satu) tahun.
(3) Pemeriksaan
ankle
brachial
index,
yaitu
membandingkan tekanan darah sistolik pada arteri
dorsalis atau arteri tibialis posterior terhadap
tekanan darah sistolik pada arteri brachialis. Jika
66
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
e) kegemukan (IMT 23 kg/m2) dan lingkar pinggang lakilaki 90 cm, perempuan 80cm
16.
DIARE AKUT NON SPESIFIK
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 0102
ICD X : A09
a. Definisi
Diare adalah keadaan buang-buang air dengan banyak cairan
dan merupakan gejala dari penyakit-penyakit tertentu atau
gangguan lain.
Diare akut adalah buang air besar lembek/cair konsistensinya
encer, lebih sering dari biasanya disertai berlendir, bau amis,
berbusa bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih
sering dari biasanya dan berlangsung kurang dari 7 hari.
Diare nonspesifik adalah diare yang bukan disebabkan oleh
kuman khusus maupun parasit.
b. Penyebab
Penyebabnya adalah virus, makanan yang merangsang atau yang
tercemar toksin, gangguan pencernaan dan sebagainya.
c. Gambaran Klinis
1) Demam yang sering menyertai penyakit ini memperberat
dehidrasi. Gejala dehidrasi tidak akan terlihat sampai
kehilangan cairan mencapai 45% berat badan.
2) Gejala dan tanda dehidrasi antara lain:
a) rasa haus, mulut dan bibir kering
b) menurunnya turgor kulit
c) menurunnya berat badan, hipotensi, lemah otot
d) sesak napas, gelisah
e) mata cekung, air mata tidak ada
f) ubun-ubun besar cekung pada bayi
g) oliguria kemudian anuria
h) menurunnya kesadaran, mengantuk.
3) Bila kekurangan cairan mencapai 10% atau lebih pasien
jatuh ke dalam dehidrasi berat dan bila berlanjut dapat
terjadi syok dan kematian.
d. Diagnosis
68
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
Ditentukan dari gejala buang air besar berulang kali lebih sering
dari biasanya dengan konsistensinya yang lembek dan cair.
e. Penatalaksanaan
WHO telah menetapkan 4 unsur utama dalam penanggulangan
diare akut yaitu:
1) Pemberian cairan, berupa upaya rehidrasi oral (URO) untuk
mencegah maupun mengobati dehidrasi.
2) Melanjutkan pemberian makanan seperti biasa, terutama
ASI, selama diare dan dalam masa penyembuhan.
3) Tidak menggunakan antidiare, sementara antibiotik maupun
antimikroba hanya untuk kasus tersangka kolera, disentri,
atau terbukti giardiasis atau amubiasis.
4) Pemberian petunjuk yang efektif bagi ibu dan anak serta
keluarganya tentang upaya rehidrasi oral di rumah, tandatanda untuk merujuk dan cara mencegah diare di masa yang
akan datang.
Dasar pengobatan diare akut adalah rehidrasi dan memperbaiki
keseimbangan cairan dan elektrolit. Oleh karena itu langkah
pertama adalah tentukan derajat dehidrasi (Tabel 5).
Tabel 5. Derajat dehidrasi
Gejala
Derajat Dehidrasi
Minimal (< 3%Ringan
sampaiBerat (> 9% dari
dari berat badan) sedang (3-9% dariberat badan)
berat badan)
Status mental
Baik, sadar penuh Normal, lemas, atauApatis, letargi, tidak
gelisah, iritabel
sadar
Rasa haus
Minum
normal,Sangat haus, sangatTidak dapat minum
mungkin menolakingin minum
minum
Denyut jantung
Normal
Normal
sampaiTakikardi, pada kasus
meningkat
berat bradikardi
Kualitas
denyutNormal
Normal
sampaiLemah atau tidak teraba
nadi
menurun
Pernapasan
Normal
Normal cepat
Dalam
Mata
Normal
Sedikit cekung
Sangat cekung
Air mata
Ada
Menurun
Tidak ada
Mulut dan lidah
Basah
Kering
Pecah-pecah
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
69
Turgor kulit
Isian kapiler
Ekstremitas
Output urin
Baik
Normal
Hangat
Normal
menurun
< 2 detik
Memanjang
Dingin
sampaiMenurun
> 2 detik
Memanjang, minimal
Dingin
Minimal
Skor
1
1
2
1
1
2
1
2
2
1
1
1
2
-1
-2
70
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
Pemberian pertama
30 mL/kg
Pemberian kemudian
70 mL/kg
dalam 1 jam
dalam 5 jam
dalam 30 menit
2,5 jam
f. KIE
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
71
72
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
17.
DIFTERI
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 3B
: 0303
ICD X : A36
a. Definisi
Difteri adalah suatu infeksi akut pada saluran napas bagian atas
yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae.
Lebih sering menyerang anak-anak.
b. Penyebab
Penyebabnya adalah bakteri Corynebacterium diphtheriae.
Bakteri ini biasanya menyerang saluran napas, terutama laring,
amandel dan tenggorokan. Tetapi tak jarang racun juga
menyerang kulit dan bahkan menyebabkan kerusakan saraf dan
jantung.
c. Gambaran Klinis
1) Masa tunas 27 hari
2) Pasien mengeluh sakit menelan dan napasnya terdengar
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
d. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis dan pemeriksaan
klinis yang baik.
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan adanya stridor
inspiratoir atau pseudomembran yang mudah berdarah.
Diagnosis etiologi dikonfirmasi dengan biakan bakteri yang
diambil dari eksudat usap tenggorok ke dalam tabung untuk
sampel bakteri. Sampel harus dibiakkan pada media khusus,
untuk itu perlu terlebih dahulu memberitahu laboratorium.
Sediaan apus diambil 3 hari berturut-turut.
e. Penatalaksanaan
Tiap pasien yang diduga menderita difteri harus segera dirujuk
untuk penanganan selanjutnya.
f. KIE
1) Tujuan pengobatan: mengatasi penyakit dan mencegah
komplikasi.
2) Pencegahan: imunisasi dasar dan booster lengkap.
3) Alasan rujukan: tiap kasus bisa berpotensi membahayakan.
74
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
18.
DISENTRI AMUBA
Kompetensi
: 04
Laporan Penyakit
: 0103
ICD X : A06
a. Definisi
Disentri amuba adalah suatu sindrom yang ditandai oleh diare
berdarah, disertai lendir dan nyeri pada dubur pada saat buang
air besar (tenesmus), selanjutnya disebut amubiasis. Amubiasis
adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa usus. Protozoa
tersebut hidup di kolon, menyebabkan radang akut dan kronik
yang disebut amubiasis intestinal. Bila tidak diobati amubiasis
intestinal akan menjalar ke luar usus dan menyebabkan
amubiasis ekstra-intestinal.
b. Penyebab
Entamoeba histolytica
c. Gambaran Klinis
1) Masa inkubasi rata-rata 2-4 minggu.
2) Amubiasis kolon akut atau disentri amuba memberikan
3)
4)
5)
6)
d. Diagnosis
Amubiasis kolon akut: menemukan E.histolytica bentuk
histolitika dalam feses cair.
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
75
e. Penatalaksanaan
1) Metronidazol merupakan obat pilihan untuk amubiasis usus
maupun amubiasis ekstraintestinalis.
a) Dosis dewasa: 500750 mg tiap 8 jam selama 7 10
hari.
b) Dosis anak 1 tahun: 7,5 mg/kgBB tiap 8 jam, selama 7
10 hari.
2) Amubiasis ekstraintestinalis memerlukan pengobatan yang
lebih lama. Oleh karena itu perlu dirujuk.
f. KIE
1) Tujuan terapi: membunuh parasit.
2) Efek samping terapi: metronidazol dapat menyebabkan
mual. Jika timbul gejala tersebut maka pasien dapat
menghubungi dokter Puskesmas untuk mendapatkan obat
antimual.
3) Pencegahan:
4) Pencegahan meliputi perbaikan kesehatan lingkungan dan
higiene perorangan, desinfeksi sayur dan buah-buahan yang
diduga kurang bersih.
5) Pengidap kista tidak boleh bekerja di bidang penyiapan
makanan dan minuman.
76
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
19.
DISPEPSIA
Kompetensi
: 3A
Laporan Penyakit
: 88
ICD X : K30
a. Definisi
Dispepsia merupakan rasa tidak nyaman atau nyeri ulu hati
disertai mual, kembung, muntah, rasa penuh atau cepat kenyang
dan sendawa.
b. Penyebab
1) Fungsional (dispepsia tipe non-ulkus): dispepsia tanpa ada
bukti kelainan organik (misalnya karena psikosomatis),
kombinasi hipersensitivitas visceral dengan motilitas
abnormal lambung.
2) Organik (dispepsia tipe ulkus): GERD, ulkus peptikum,
gastritis, lainnya (AINS, diabetic gastroparesis, batu
kandung empedu dan lain-lain).
c. Gambaran Klinis
Terdapatnya kumpulan gejala tersebut di atas, seperti nyeri ulu
hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh atau cepat kenyang
dan sendawa.
Perlu diperhatikan adanya alarm symptoms seperti:
1) Disfagia
2) Odinofagia
3) Muntah-muntah
4) Berat badan menurun
5) Anemia
6) Fecal occult blood test (+)
7) Teraba massa atau adanya pembesaran kelenjar
8) Usia >55 tahun
Pemeriksaan fisik:
Berat badan, tanda-tanda vital, nyeri tekan epigastrium, cari
tanda apakah ada perdarahan saluran cerna atas atau tidak
(adakah tanda-tanda anemia, adakah darah pada pemeriksaan
colok dubur)
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
77
d. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
klinis.
Diagnosis banding: kecacingan, kehamilan muda.
e. Penatalaksanaan
1) Suportif: menghindari makanan yang merangsang seperti
pedas, asam, dan tinggi lemak.
2) Medikamentosa:
a) Antasida (hanya mengurangi gejala), atau
b) H2 blocker (misal ranitidin 150 mg tiap 12 jam sebelum
makan), atau
c) Proton Pump Inhibitor (PPI) (misal omeprazol 20 mg
tiap 24 jam), atau
d) Prokinetik (misal domperidon 3x10 mg) jika ada gejala
dismotilitas.
f. KIE
1) Tujuan penatalaksanaan: menghilangkan gejala.
2) Pencegahan: makan teratur, gizi seimbang.
3) Alasan rujukan: jika ditemukan tanda-tanda bahaya, dirujuk
ke RS.
78
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
20. EPILEPSI
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 3A
: 0901
ICD X : G40
a. Definisi
Epilepsi adalah suatu keadaan neurologik yang ditandai oleh
bangkitan epilepsi yang berulang, yang timbul tanpa provokasi.
Sedangkan, bangkitan epilepsi sendiri adalah suatu manifestasi
klinik yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang
abnormal, berlebih dan sinkron, dari neuron yang (terutama)
terletak pada korteks serebri. Aktivitas paroksismal abnormal ini
umumnya timbul intermiten dan self-limited.
Sindroma Epilepsi adalah penyakit epilepsi yang ditandai oleh
sekumpulan gejala yang timbul bersamaan (termasuk tipe
bangkitan, etiologi, anatomi, faktor presipitan usia saat awitan,
beratnya penyakit, siklus harian dan prognosa).
b. Penyebab
Kelainan fungsional otak yang serangannya bersifat kambuhan.
Kelainan organis di otak juga dapat menimbulkan epilepsi,
sehingga kemungkinan ini perlu dipikirkan.
c. Gambaran Klinis
d. Klasifikasi Bangkitan Epilepsi (menurut ILAE tahun 1981):
1) Bangkitan Parsial ( fokal)
a)
Parsial sederhana
2) Bangkitan Umum
a) Bangkitan Lena (absence) & atypical absence
b) Bangkitan Mioklonik
c) Bangkitan Klonik
d) Bangkitan Tonik
e) Bangkitan Tonik-klonik
f) Bangkitan Atonik
3) Bangkitan yang tidak terklasifikasikan
a) Serangan grand mal sering diawali dengan aura berupa
rasa terbenam atau melayang. Penurunan kesadaran
sementara, kepala berpaling ke satu sisi, gigi dikatupkan
kuat-kuat dan hilangnya pengendalian kandung kemih,
napas mendengkur, mulut berbusa dan dapat terjadi
inkontinesia. Kemudian terjadi kejang tonik seluruh
tubuh selama 2030 detik diikuti kejang klonik pada
otot anggota, otot punggung, dan otot leher yang
berlangsung 23 menit. Setelah kejang hilang pasien
terbaring lemas atau tertidur 34 jam, kemudian
kesadaran berangsur pulih. Setelah serangan sering
pasien berada dalam keadaan bingung.
80
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
c)
d)
e)
f)
g)
e. Diagnosis
1) Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala yang
disampaikan oleh orang lain yang menyaksikan terjadinya
serangan epilepsi pada pasien dan adanya riwayat penyakit
sebelumnya.
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
81
2) Diagnosis banding
a) Bangkitan Psychogenik
b) Gerak Involunter (Tics, head nodding, paroxysmal
c)
d)
e)
f)
g)
f. Penatalaksanaan
1) Medikamentosa
Pemilihan obat anti epilepsi (OAE) sangat tergantung
pada bentuk bangkitan dan sindroma epilepsi, selain itu
juga perlu dipikirkan kemudahan pemakaiannya (Tabel
8). Penggunaan terapi tunggal dan dosis tunggal
menjadi pilihan utama. Kepatuhan pasien juga
ditentukan oleh harga dan efek samping OAE yang
timbul.
b) Antikonvulsan Utama
(1) Fenobarbital: 2-4 mg/kgBB/hari
(2) Fenitoin: 5-8 mg/kgBB/hari
(3) Karbamazepin: 20 mg/kgBB/hari
(4) Valproat: 30-80 mg/kgBB/hari
a)
82
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
Bangkitan
parsialFenitoin, karbamazepin (terutama untuk CPS), asam
(sederhana atau kompleks) valproat
Bangkitan umum sekunder
Karbamazepin, fenitoin, asam valproat
Bangkitan
klonik
umum
tonik
Karbamazepin, fenitoin, asam valproat, fenobarbital
Bangkitan lena
Asam valproat
Bangkitan mioklonik
Asam valproat
d)
e)
f)
g)
h)
i)
g. KIE
1) Tujuan penatalaksanaan: Prinsip umum terapi epilepsi
idiopatik adalah mengurangi/mencegah serangan, sedangkan
terapi epilepsi organik ditujukan terhadap penyebab.
2) Pencegahan:
a) hindari faktor pencetus serangan, misalnya kelelahan,
emosi atau putusnya makan obat, terlambat makan.
b) Bila terjadi serangan kejang, upayakan menghindarkan
cedera akibat kejang, misalnya tergigitnya lidah atau
luka atau cedera lain.
c) Selalu dalam pengawasan bila pasien di tempat yang
berpotensi menimbulkan kecelakaan seperti saat
berkendaraan dan berenang.
3) Alasan rujukan: bila frekuensi serangan tidak dapat diatasi
dengan obat tersebut, atau terjadi status epileptikus dan
didapatkan defisit neurologis fokal.
4) Efek samping pengobatan: penurunan fungsi kognitif,
hiperplasia gusi, sindroma Steven-Johnson, migren.
84
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
21.
ERISIPELAS
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 2001
ICD X : A46
a. Definisi
Erisipelas adalah infeksi kulit.
b. Penyebab
Streptococcus beta-haemolyticus.
c. Gambaran Klinis
1) Pasien biasanya demam sampai menggigil, disertai malaise.
2) Bagian kulit yang terinfeksi tampak merah, edematus dan
berkilat dengan batas yang tegas serta nyeri tekan.
d. Diagnosis
Tanda-tanda peradangan kulit.
e. Penatalaksanaan
1) Eritromisin 250-500 mg tiap 6 jam, pada anak 20-50
mg/kgBB selama 57 hari.
22.
FARINGITIS AKUT
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 1302
ICD X : J02
a. Definisi
Faringitis adalah inflamasi atau infeksi dari membran mukosa
faring.
Faringitis akut biasanya merupakan bagian dari infeksi akut
orofaring yaitu tonsilo faringitis akut, atau bagian dari influenza
(rinofaringitis).
b. Penyebab
Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri.
1) Virus, yaitu rhinovirus, adenovirus, parainfluenza,
coxsackievirus, EpsteinBarr virus, herpes virus
2) Bakteria, yaitu grup A -hemolytic Streptococcus (paling
sering),
Chlamydia,
Corynebacterium
diphtheriae,
Hemophilus influenzae, Neisseria gonorrhoeae
3) Jamur, yaitu Candida; jarang kecuali pada pasien
imunokompromis (misalnya pasien dengan HIV-AIDS).
Iritasi makanan yang merangsang sering merupakan faktor
pencetus atau yang memperberat.
c. Gambaran Klinis
Perjalanan penyakit bergantung pada adanya infeksi sekunder
dan virulensi kumannya serta daya tahan tubuh pasien, tetapi
biasanya faringitis sembuh sendiri dalam 35 hari.
1) Faringitis yang disebabkan bakteri:
a) Demam atau menggigil
b) Nyeri menelan
c) Faring posterior merah dan bengkak
d) Terdapat folikel bereksudat dan purulen di dinding
faring
e) Bisa disertai batuk
f) Pembesaran kelenjar getah bening leher bagian anterior
g) Tidak mau makan/menelan
h) Onset mendadak dari nyeri tenggorokan
i) Malaise
86
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
j) Anoreksia
2) Faringitis yang disebabkan virus:
a) Onset radang tenggorokannya lambat, progresif
b) Demam
c) Nyeri menelan
d) Faring posterior merah dan bengkak
e) Malaise ringan
f) Batuk
g) Kongesti nasal
d. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan
fisik.
e. Penatalaksanaan
1) Perawatan dan pengobatan tidak berbeda dengan influenza.
2) Untuk anak tidak ada anjuran obat khusus.
3) Untuk demam dan nyeri:
a) Dewasa
Parasetamol 250 atau 500 mg, 12 tablet per oral tiap 68 jam jika diperlukan, atau Ibuprofen, 200 mg 12 tablet
tiap 6-8 jam sehari jika diperlukan.
b) Anak
Parasetamol diberikan tiap 8 jam jika demam
(1) <1 tahun
: 60 mg/kali (1/8 tablet)
(2) 1-3 tahun
: 60-120 mg/kali (1/4 tablet)
(3) 3-6 tahun
: 120-170 mg/kali (1/3 tablet)
(4) 6-12 tahun
: 170-300 mg/kali (1/2 tablet)
4) Antibiotik hanya diberikan pada pasien dengan minimal 3
dari 4 gejala (kriteria McIssac/kriteria Centor):
a) demam menggigil >38,5oC,
b) eksudat dan purulen di dinding faring,
c) pembesaran kelenjar getah bening anterior
d) pengobatan simtomatik tidak sembuh dalam 3 hari
Dewasa: Amoksisilin 500 mg tiap 8 jam selama 5 hari, atau
Eritromisin 500 mg tiap 8 jam selama 5 hari
Anak: Amoksisilin 30-50mg/kgBB/hari selama 5 hari, atau
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
87
f. KIE:
1) Tujuan pengobatan: mencegah terjadi penyakit jantung
rematik, demam rematik akut, demam scarlett,
streptococcus toxic shock syndrome, glomerulonefritis akut,
pediatric autoimun neuropsychiatric disorder.
2) Pencegahan: pola hidup sehat, makanan bergizi, menjaga
kebersihan mulut, menghindari rokok.
3) Alasan rujukan: jika dalam 5 hari tidak ada perbaikan klinis,
segera dirujuk ke rumah sakit.
88
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
ICD X : J09
a. Definisi
Flu burung (Avian influenza) adalah penyakit menular akut
yang menular sistem pernapasan yang disebabkan oleh virus
influenza A H5N1.
Pada umumnya menyerang unggas dan dapat menular dari
unggas ke manusia.
Angka kematian penyakit ini masih cukup tinggi >80%.
b. Penyebab
Virus influenza tipe A sub-tipe H5N1.
c. Cara Penularan
Penularan penyakit ini kepada manusia dapat melalui:
1) Kontak langsung dengan unggas yang sakit atau produknya
2) Kontak dengan lingkungan (udara, air, tanah, lumpur,
pupuk) yang tercemar virus H5N1.
3) Kontak dengan spesimen flu burung baik yang berasal dari
unggas maupun manusia.
4) Konsumsi produk unggas yang tidak dimasak dengan
sempurna mempunyai potensi penularan virus flu burung.
5) Kontak dengan pasien konfirmasi flu burung.
d. Gambaran Klinis
Masa inkubasi 17 hari (rata-rata 3-5 hari). Masa penularan
pada manusia dewasa adalah 1 hari sebelum gejala awal timbul
dan 35 hari setelah timbulnya gejala, sedangkan penularan
pada anak dapat mencapai 21 hari. Gejala awal sama seperti flu
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
89
e. Diagnosis
Kriteria diagnosis untuk kasus flu burung ada 4:
1) Seseorang dalam penyelidikan
2) Kasus tersangka flu burung
3) Kasus probable
4) Kasus konfirmasi
Puskesmas berperan dalam terapi awal pada kasus tersangka flu
burung, selanjutnya dirujuk.
90
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
g. Penatalaksanaan
1) Tersangka flu burung diberikan terapi awal oseltamivir 75
2)
3)
4)
5)
h. KIE
1) Tujuan penatalaksanaan: diagnosis dini, penanganan dini,
kewaspadaan dan pelaporan.
2) Pencegahan:
Upaya pencegahan penularan dilakukan dengan cara
menghindari bahan yang terkontaminasi feses dan sekret
unggas, dengan tindakan sebagai berikut:
a) Tiap orang yang berhubungan dengan bahan yang
berasal dari saluran cerna unggas harus menggunakan
pelindung (masker, kacamata renang).
b) Bahan yang berasal dari saluran cerna unggas seperti
feses harus ditatalaksana dengan baik (ditanam/dibakar)
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
91
: 4
: 0701
ICD X : A66
a. Definisi
Frambusia disebut juga patek atau puru, disebabkan oleh
Treponema
pertenue, dan hanya terdapat di daerah tropis
yang tinggi kelembabannya serta pada masyarakat dengan sosioekonomi rendah. Penyakit ini menyerang kulit umumnya di
tungkai bawah, bentuk destruktif menyerang juga tulang dan
periosteum.
92
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
b. Penyebab
Treponema pertenue.
c. Gambaran Klinis
1) Pada stadium awal ditemukan kelainan pada tungkai bawah
berupa kumpulan papula dengan dasar eritem yang
kemudian berkembang menjadi borok dengan dasar
bergranulasi. Kelainan ini sering mengeluarkan serum
bercampur darah yang banyak mengandung kuman. Stadium
ini sembuh dalam beberapa bulan dengan parut atrofi. Atau,
bersamaan dengan ini timbul papula bentuk butiran sampai
bentuk kumparan yang tersusun menggerombol, berbentuk
korimbiformis, atau melingkar di daerah lubang-lubang
tubuh (anus, telinga, mulut, hidung), muka dan daerah
lipatan.
2) Papul kemudian membasah, mengeropeng kekuningan.
3) Pada telapak kaki dapat ditemukan keratodermia. Keadaan
ini berlangsung 3-12 bulan.
4) Bila penyakit berlanjut, periosteum, tulang, dan persendian
akan terserang. Dalam keadaan ini dapat terjadi destruksi
tulang yang terlihat dari luar sebagai gumma atau nodus.
Destruksi tulang hidung menyebabkan pembengkakan
akibat eksostosis yang disebut goundou.
d. Diagnosis
Papula yang kemudian membesar membentuk papiloma/
ulceropapilloma.
e. Penatalaksanaan
1) Obat terpilih adalah penisilin prokain 2,4 juta UI dosis
tunggal untuk dewasa.
Nama obat
Dosis
Cara
Lama
Pemberian Pemberian
PILIHAN UTAMA
< 10 tahun
Benzatin
600.000 UI
i.m.
Dosis tunggal
penisilin
> 10 tahun
Benzatin
1.200.000 UI
i.m.
Dosis tunggal
penisilin
ALTERNATIF ( bagi pasien alergi terhadap penisilin )
<8 tahun
Eritromisin 30 mg/ kgBB dibagiOral
15 hari
dalam 4 dosis tiap 6
jam
8-15 tahun
Tetrasiklin/ 250 mg, tiap 6 jam
Oral
15 hari
Eritromisin
< 8 tahun
Doksisiklin 25 mg/ kgBB dibagiOral
15 hari
dalam 4 dosis tiap 6
jam
Dewasa
Doksisiklin 100 mg tiap 12 jam
Oral
15 hari
f. KIE
1) Tujuan pengobatan: untuk mengobati dan menghindari
penularan.
94
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
25.
GAGAL JANTUNG AKUT (GJA)
Kompetensi
: 3B
Laporan Penyakit
: 86
ICD X : I50.0
a. Definisi
Gagal jantung akut merupakan suatu sindroma timbulnya tanda
dan gejala yang berlangsung cepat dan singkat (dalam jam atau
hari) akibat disfungsi jantung. Keadaan ini dapat terjadi pada
penderita dengan atau tanpa kelainan jantung sebelumnya, dan
dapat mematikan bila tidak diatasi segera. Disfungsi jantung
yang dimaksud meliputi disfungsi sistolik atau diastolik, irama
jantung abnormal, atau terdapat ketidak sesuaian antara preload
dan afterload (preload and afterload mismatch).
b. Diagnosis
Diagnosis gagal jantung akut berdasarkan anamnesis (gejala)
dan pemeriksaan fisik (tanda). Tanda dan gejala GJA:
1) Sesak napas saat istirahat
2) Sesak saat aktivitas ringan (perburukan dari gagal jantung
kronik)
3) Orthopnu (sesak memberat saat berbaring)
4) Ronki basah di basal paru atau seluruh lapang paru
5) Takikardi
6) Takipnoe
7) JVP meningkat
c. Penatalaksanaan
Tatalaksana awal Gagal jantung akut di Puskesmas:
Penatalaksaaan resusitasi
1) Lakukan langkah-langkah airway, breathing, circulation
(ABC).
2) Oksigen nasal 4-5 L/menit.
3) Posisi setengah duduk (semi fowler position).
4) Berikan diuretik furosemid 40 mg i.v. (jika TD >100
mmHg).
5) Berikan ISDN 5 mg s.l. jika TD >100 mmHg.
6) Jika TD sistolik <90 mmHg, maka dapat diberikan cairan
fisiologis (NaCl 0.9%), 1-4 mL/kgBB dalam 10 menit. Jika
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
95
96
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
KRONIK
(DEKOMPENSASIO
ICD X : I50
a. Definisi
Gagal jantung merupakan sindrom klinis yang kompleks timbul
karena oleh kelainan struktur dan fungsional jantung sehingga
terjadi gangguan pada ejeksi dan pengisian.
b. Penyebab
1) anemia
2) hipertensi
3) tirotoksikemia
4) penyakit jantung kronik
5) kelainan katup jantung
c. Gambaran Klinis
1) Kriteria Gagal Jantung:
a) Gejala gagal jantung pada saat istirahat ataupun saat
aktivitas fisik.
2) Kriteria Framingham:
a) Kriteria Mayor:
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
97
(1)
Paroxysmal nocturnal dyspnea
(2)
Distensi vena jugularis
(3)
Ronki basah halus
(4)
Rontgen : kardiomegali
(5)
Udem pulmonal akut
(6)
S3 gallop
(7)
Tekanan vena sentral >16 cm H2O
(8)
Waktu sirkulasi +25 detik
(9)
Hepatojugular refluks
(10) Edema pulmonal, kongesti viseral,
atau
kardiomegali pada autopsi
(11) Penurunan berat badan >4.5 kg dalam 5 hari yang
respon terhadap terapi gagal jantung.
b) Kriteria Minor:
(1) Edema kaki bilateral
(2) Batuk nokturnal
(3) Dyspnea pada aktivitas sehari-hari
(4) Hepatomegali
(5) Efusi pleura
(6) Penurunan kapasitas vital lebih dari satu pertiga
dari nilai maksimal
98
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
3
4
e. Diagnosis
1) Anamnesis
a) Sesak napas saat aktivitas, udema tungkai dan capai
(kelelahan) merupakan gejala khas gagal jantung.
hipertensi,
diabetes
mellitus,
hiperkolesterolemia, penyakit jantung koroner, kelainan
katup, kelainan vaskular perifer, demam rematik, radiasi
dada, penggunaan bahan kardiotoksik, alkoholisme,
penyakit tiroid.
c) Riwayat
keluarga:
penyakit
aterosklerosis,
kardiomiopati, kematian mendadak, penyakit gangguan
konduksi, miopati skeletal.
d) Tidak ada hubungan antara gejala yang timbul dengan
beratnya disfungsi jantung yang terjadi dan prognosis
penyakit.
b) Riwayat
2) Pemeriksaan Fisik
a) Tanda-tanda klinis gagal jantung harus dinilai dengan
pemeriksaan fisik yang seksama meliputi inspeksi,
palpasi, dan auskultasi.
b) Tanda-tanda yang dapat ditemukan pada gagal jantung
kanan dan/atau kiri antara lain: takikardia, takipneu,
ronkhi basah, peningkatan tekanan vena jugular, bunyi
jantung gallop, ascites, hepatomegali, dan edema
tungkai.
f. Penatalaksanaan
1) Tujuan Terapi:
a) Pencegahan
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
99
(1) Mencegah
2) Terapi Farmakologi
a) ACE inhibitor (kaptopril)
(1) Direkomendasikan sebagai first-line therapy.
(2) Dosis diberikan mulai dosis rendah (3 x 6,25 mg)
dapat di uptitrasi hingga 3 x 50 mg.
b) Digitalis
(1) Merupakan obat pilihan pada keadaan fibrilasi atrial
(2)
(3)
(4)
(5)
g. KIE
1) Tujuan penatalaksanaan: memperpanjang harapan hidup.
2) Pencegahan:
a) Penyuluhan umum
(1) Penyuluhan tentang gagal jantung kepada pasien
dan kelurganya
27.
GANGGUAN NEUROTIK
Kompetensi
: 3A
Laporan Penyakit
: 0802
ICD X : F40-F48
a. Definisi
Suatu atau kumpulan gejala fisik yang dirasakan berlebihan
disertai dengan sindrom ansietas tanpa bukti adanya penyakit
fisik.
b. Penyebab
Psikologis dan keprbadian individu, stresor psikososial, penyakit
organik seperti hipertiroid, pheocromamocytosis.
d. Gambaran Klinik
Sesuai dengan gejala dari masing-masing jenis neurotik, untuk
memudahkan sebagai target terapi maka secara klinik perlu
mengenali sindrom ansietas sebagai berikut:
1) Adanya perasaan cemas atau kuatir yang tidak realistik
terhadap dua atau lebih hal yang dipersepsikan sebagai
ancaman. Perasaan ini menyebabkan individu tidak mampu
istirahat dengan tenang (inability to relax)
2) Terdapat gejala-gejala berikut:
a) Ketegangan motorik, seperti kedutan otot atau rasa
gemetar, otot tegang/kaku/pegal, tidak bisa diam, atau
mudah menjadi lelah
102
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
e. Diagnosis
Berdasarkan PPDGJIII, maka pedoman diagnosis sesuai
jenisnya sebagai berikut :
1) Gangguan Ansietas Fobik
a) Kecemasan dicetuskan oleh adanya situasi atau objek
yang jelas, yang sebenarnya pada saat kejadian tidak
membahayakan.
b) Sebagai akibatnya, objek atau situasi tersebut dihindari
atau dihadapi dengan rasa terancam
c) Secara subyektif, fisiologik dan tampilan perilaku tidak
jauh berbeda dengan jenis ansietas lainnya
2) Gangguan Ansietas Panik
a) Ditemukan adanya beberapa kali serangan cemas berat
dalam masa kira-kira 1 bulan
b) Keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada
bahaya
c) Tidak terbatas pada situasi yang sudah diketahui atau
yang dapat diduga sebelumnya
3) Gangguan Ansietas Menyeluruh
a) Gambaran utama adalah adanya kecemasan yang
menyeluruh dan menetap
b) Kecemasan tentang masa depan (khawatir akan nasib
buruk, sulit konsentrasi dll)
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
103
d) Overaktivitas motorik (berkeringat dingin, berdebardebar, pusing, mulut kering, nyeri ulu hati dll)
104
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
7) Gangguan Somatisasi
a) Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacammacam yang tidak dapat dijelaskan atas dasar adanya
kelainan fisik, yang sudah berlangsung setidaknya 2
tahun
b) Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari
beberapa dokter bahwa tidak ada kelainan fisik yang
dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.
f. Penatalaksanaan
1) Untuk semua jenis gangguan neurotik dapat diberikan:
Antiansietas : Diazepam 25 mg tiap 8-12 jam
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
105
2)
3)
4)
5)
g. KIE
1) Selain pemberian obat sebaiknya memberi konseling kepada
2)
3)
4)
5)
106
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
ICD X : K04
a. Definisi
Kematian jaringan pulpa sebagian atau seluruhnya sebagai
kelanjutan proses karies atau trauma.
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
107
b. Penyebab
Kematian jaringan pulpa dengan atau tanpa kehancuran jaringan
pulpa.
c. Gambaran Klinis
1) Tidak ada gejala sakit.
2) Tanda klinis yang sering ditemui adalah jaringan pulpa mati,
lisis dan berbau busuk.
e. Penatalaksanaan
1) Gigi dibersihkan dengan semprit air, lalu dikeringkan
dengan kapas.
2) Jika sudah peradangan periapikal (nyeri saat menggigit)
dapat diberikan amoksisilin selama 5 hari.
Dewasa : amoksisilin 500 mg tiap 8 jam.
Anak : amoksisilin 10-15 mg/kgBB/hari tiap 6-8 jam.
3) Simtomatik:
Dewasa : parasetamol 500 mg tiap 6-8 jam
Anak : parasetamol 10-15 mg/kgBB, tiap 6-8 jam
f. KIE
1) Tujuan
penatalaksanaan:
menyembuhkan
infeksi,
menghilangkan gejala, mencegah komplikasi.
2) Pencegahan: menjaga kebersihan gigi dan mulut,
menggosok gigi tiap pagi setelah makan dan malam sebelum
tidur, memeriksakan ke dokter gigi minimal 2x setahun,
makan makanan yang berserat dan berair. Bila ada karies
gigi harus segera ditangani.
29. GASTRITIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 88
ICD X : K29.7
108
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
a. Definisi
Nyeri epigastrium yang hilang timbul/menetap dapat disertai
dengan mual/muntah.
b. Peyebab
Penyebab utama gastritis adalah iritasi lambung misalnya oleh
makanan yang merangsang asam lambung, alkohol atau obat.
Pada keadaan ini terjadi gangguan keseimbangan antara
produksi asam lambung dan daya tahan mukosa. Penyakit
sistemik, kebiasaan merokok, infeksi kuman Helicobacter pilori
juga berperan dalam penyakit ini.
c. Gambaran Klinis
Pasien biasanya mengeluh perih atau tidak enak di ulu hati.
Gastritis erosif akibat obat sering disertai pendarahan. Nyeri
epigastrium, perut kembung, mual, muntah tidak selalu ada.
d. Diagnosis
Nyeri ulu hati, mual/muntah, kembung dan lain-lain.
e. Penatalaksanaan
1) Keluhan akan segera hilang dengan antasida (AlOH,
Mg(OH)2) yang diberikan menjelang tidur, pagi hari, dan
diantara waktu makan.
2) Bila muntah sampai mengganggu dapat diberikan tablet
metoklopramid 10 mg, 1 jam sebelum makan (dewasa) atau
domperidon (anak).
3) Bila nyeri hebat dapat dikombinasikan dengan ranitidin 150
mg 2x sehari
4) Pasien dengan tanda pendarahan seperti hematemesis atau
melena perlu segera dirujuk ke rumah sakit karena
kemungkinan terjadi pendarahan pada tukak lambung yang
dapat menjadi perforasi.
f. KIE
1) Tujuan penatalaksanaan: menghilangkan gejala, memastikan
ada asupan makanan yang cukup.
2) Pencegahan: makan teratur dan menghindarkan makanan
yang merangsang asam lambung.
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
109
110
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
30.
GIGITAN ULAR
Kompetensi
: 3A
Laporan Penyakit
: 1901
ICD X : S02-T02
a. Definisi
Suatu keadaan yang disebabkan oleh gigitan ular berbisa.
b. Penyebab
Secara garis besar ular berbisa dapat dikelompokkan dalam 3
kelompok:
1) Colubridae (misalnya Mangroce cat snake, Boiga
dendrophilia)
2) Elapidae (misalnya King cobra, Blue coral snake, Sumatran
spitting cobra)
3) Viperidae (misalnya Borneo green pit viper, Sumatran pit
viper).
c. Gambaran Klinis
1) Umumnya gigitan ular tidak beracun, misalnya ular air,
2)
3)
4)
5)
a) Efek lokal.
Beberapa spesies seperti coral snakes, krait akan
memberikan efek yang agak sulit dideteksi dan hanya
bersifat minor tetapi beberapa spesies gigitannya dapat
menghasilkan efek yang cukup besar seperti bengkak,
melepuh, perdarahan, memar sampai dengan nekrosis.
Yang harus diwaspadai adalah terjadinya syok
hipovolemik sekunder yang diakibatkan oleh
berpindahnya cairan vaskuler ke jaringan akibat efek
sistemik bisa ular tersebut.
b) Efek sistemik
Gigitan ular ini akan menghasilkan efek yang nonspesifik seperti: nyeri kepala, mual dan muntah, nyeri
perut, diare sampai pasien menjadi kolaps. Gejala yang
ditemukan seperti ini sebagai tanda bahaya bagi petugas
kesehatan untuk memberi petolongan segera.
c) Efek sistemik spesifik
Efek sistemik spesifik dapat dibagi berdasarkan:
(1) Koagulopati
Beberapa spesies ular dapat menyebabkan
terjadinya koagulopati. Tanda-tanda klinis yang
dapat ditemukan adalah keluarnya darah terus
menerus dari tempat gigitan, venipuncture dari gusi
dan bila berkembang akan menimbulkan hematuria,
hematomesis, melena dan batuk darah.
(2) Neurotoksik
Gigitan ular ini dapat menyebabkan terjadinya
flaccid paralysis. Ini biasanya berbahaya bila terjadi
paralisis pada pernapasan. Biasanya tanda-tanda
yang pertama kali dijumpai adalah pada saraf
kranial seperti ptosis, oftalmoplegia progresif bila
tidak mendapat anti venom akan terjadi kelemahan
anggota tubuh dan paralisis pernapasan. Biasanya
full paralysis akan memakan waktu + 12 jam, pada
beberapa kasus biasanya menjadi lebih cepat, 3 jam
setelah gigitan.
(3) Miotoksisitas
Miotoksisitas hanya akan ditemukan bila seseorang
112
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
d. Diagnosis
Adanya riwayat gigitan disertai gejala/tanda gigitan ular berbisa
baik berupa efek lokal (tempat gigitan) maupun efek sistemik
dan efek sistemik spesifik.
e. Penatalaksanaan
Pertolongan pertama pada gigitan ular:
1) Bila yang digigit anggota badan, gunakan tali putar silang di
sebelah atas luka. Putar tali sedemikian kencang sampai
denyut nadi di ujung anggota hampir tidak teraba. Ikatan
dikendorkan tiap 15 menit selama 1 menit.
Menurut Schwartz (Depkes, 2001), gigitan ular dapat
diklasifikasikan sesuai Tabel 11.
Tabel 11. Klasifikasi Gigitan Ular Menurut Schwartz
Derajat
0
I
II
Venerasi
0
+/+
Luka
+
+
+
Nyeri
+/+++
Edema/Eritema
<3 cm/12 jam
3-12 jam/12 jam
>12-25 cm/12 jam
III
+++
IV
+++
+++
>ekstremitas
Sistemik
0
0
+
Neurotoksik,
mual,
pusing, syok
++
Ptekhiae, syok, ekhimosis
++
Gagal ginjal akut, koma,
perdarahan
Beratnya
Taring
Ukuran
zonaGejala
Jumlah
0
I
II
III
IV
evenomasi
atau gigi
Tidak ada
Minimal
Sedang
Berat
Berat
+
+
+
+
+
edema/eritemato
kulit (cm)
<2
2-15
15-30
>30
<2
sistemik
+
++
+++
114
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
vial
venom
0
5
10
15
15
31. GINGIVITIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 1503
ICD X : K05-K06
a. Definisi
Gingivitis adalah inflamasi gingiva marginal atau radang gusi.
b. Penyebab
Radang gusi ini dapat disebabkan oleh faktor lokal maupun
faktor sistemik. Faktor lokal diantaranya karang gigi, bakteri,
sisa makanan (plak), pemakaian sikat gigi yang salah, rokok,
tambalan yang kurang baik. Faktor sistemik meliputi Diabetes
Melitus (DM), ketidakseimbangan hormon (saat menstruasi,
kehamilan, menopause, pemakaian kontrasepsi), keracunan
logam, dan sebagainya.
c. Gambaran Klinis
1) Pasien biasanya mengeluh mulut bau, gusi bengkak mudah
berdarah, tanpa nyeri, hanya kadang terasa gatal.
d. Diagnosis
Peradangan pada gusi.
e. Penatalaksanaan
1) Pasien dianjurkan untuk memperbaiki kebersihan mulut dan
berkumur dengan 1 gelas air hangat +1 sendok teh garam,
atau bila ada dengan obat kumur iodium povidon tiap 8 jam
selama 3 hari.
2) Bila kebersihan mulut sudah diperbaiki dan tidak sembuh,
rujuk ke Rumah Sakit untuk perawatan selanjutnya. Perlu
dipikirkan kemungkinan sebab sistemik.
3) Perikoronitis memerlukan antibiotik selama 5 hari:
amoksisilin 500 mg tiap 8 jam.
4) Membersihkan karang gigi.
f. KIE
1) Tujuan
penatalaksanaan:
menyembuhkan
infeksi,
menghilangkan gejala, mencegah komplikasi
2) Pencegahan: menjaga kebersihan gigi dan mulut,
menggosok gigi tiap pagi setelah makan dan malam sebelum
tidur, memeriksakan ke dokter gigi minimal 2x setahun,
makan makanan yang berserat dan berair (sayur dan buah).
3) Jangan mengunyah hanya pada satu sisi gigi.
4) Alasan rujukan: bila kebersihan mulut sudah diperhatikan
dan penyakit tidak sembuh, perlu dirujuk ke rumah sakit
untuk perawatan selanjutnya.
116
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
32.
GLAUKOMA
Kompetensi
: 3A
Laporan Penyakit
: 1001
ICD X : H40
a. Definisi
Glaukoma adalah suatu gejala dari kumpulan penyakit yang
menyebabkan suatu resultan yakni meningkatnya tekanan intra
okuler yang cukup untuk menyebabkan degenerasi optik disk
(atrofi nervus optikus) dan kelainan lapang pandang.
b. Penyebab
Meningkatnya tekanan intra okuler. Harus dibedakan dengan
hipertensi okuler yaitu suatu keadaan dimana tekanan
intraokuler meninggi tanpa kerusakan pada optik disk dan
kelainan lapang pandang.
c. Gambaran Klinis
Glaukoma dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Glaukoma Primer
a) Glaukoma primer sudut terbuka (open angle glaucoma,
chronic glaucoma) adalah jenis glaukoma yang paling
sering ditemukan.
b) Glaukoma primer sudut tertutup (closed angle
glaucoma, acute congestive glaucoma).
2) Glaukoma Kongenital
a. Glaukoma kongenital primer atau infantil (Buftalmos)
b. Glaukoma yang menyertai kelainan kongenital
3) Glaukoma Sekunder
4) Glaukoma Absolut
Pada glaukoma akut kongestif (terjadinya serangan) harus diberi
perawatan yang secepat-cepatnya karena terlambatnya
perawatan dapat mempercepat memburuknya tajam penglihatan
dan lapang pandang.
Glaukoma akut kongestif sering diduga/didiagnosa sebagai
konjungtivitis karena mata terlihat merah. Pada glaukoma akut
akan terlihat adanya infeksi konjungtiva, infeksi silier, pupil
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
117
d. Diagnosis
Mata merah, pupil lebar, reflek kurang, kornea agak keruh, tanpa
kotoran mata dengan keluhan nyeri kepala, mual, muntah, visus
menurun dan biasanya mengenai satu mata adalah gejala
glaukoma akut.
Kelainan tersebut jangan didiagnosis sebagai konjungtivitis.
Tanda konjungtivitis adalah mata merah (biasanya dua mata),
terdapat kotoran mata, tidak nyeri kepala, visus tidak menurun,
pupil tidak lebar dan tidak berakibat kebutaan.
Glaukoma akut kongestif sangat berbahaya dan berakibat
kebutaan total yang tidak dapat diobati.
e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan sesuai dengan kedaruratan mata (karena dapat
menimbulkan kebutaan). Dengan keterbatasan ketenagaan dan
peralatan, maka penanggulangan glaukoma yang mungkin
dilakukan di Puskesmas adalah glaukoma akut kongestif,
dengan pemberian steroid topikal untuk menekan reaksi
peradangan, misalnya betametason tetes mata.
Pengobatan simtomatik untuk gejala yang ada parasetamol
untuk sakit kepala dan metoklopramid untuk muntah, dan segera
rujuk ke spesialis mata untuk perawatan dan tindakan
selanjutnya.
f. KIE
1) Tujuan pengobatan: menurunkan tekanan bola mata secara
cepat untuk mencegah kebutaan, melakukan deteksi dini
dalam keluarga terhadap kemungkinan menderita glaukoma.
2) Alasan rujukan: untuk perawatan dan tindakan selanjutnya.
118
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
ICD X : N00
a. Definisi
Glomerulonefritis akut (GNA) atau glomerulonefritis pasca
infeksi adalah suatu peradangan pada glomeruli yang
menyebabkan hematuria (darah dalam urin), dengan gumpalan
sel darah merah dan proteinuria (protein dalam urin) yang
jumlahnya bervariasi.
b. Penyebab
Infeksi bakteri atau virus tertentu pada ginjal. Kuman yang
paling sering dihubungkan dengan GNA adalah Streptococcus
beta-haemolyticus grup A.
c. Gambaran Klinik
1) Sekitar 50% pasien tidak menunjukkan gejala. Jika ada
gejala, yang pertama kali muncul adalah penimbunan cairan
disertai pembengkakan jaringan (edem), berkurangnya
volume urin dan berwarna gelap karena mengandung darah.
2) Pada awalnya edem timbul sebagai pembengkakan di wajah
dan kelopak mata, tetapi selanjutnya lebih dominan di
tungkai dan bisa menjadi hebat.
3) Tekanan darah tinggi dan pembengkakan otak bisa
menimbulkan sakit kepala, gangguan penglihatan dan
gangguan fungsi hati yang lebih serius.
d. Diagnosis
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
119
f. KIE
1) Tujuan
pengobatan:
menghilangkan
menghambat progresifitas penyakit.
infeksi
dan
120
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
34.
GONORE
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 25
ICD X : A54
a. Definisi
Gonore adalah infeksi bakteri tertentu di alat kelamin, dubur
atau tenggorokan.
b. Penyebab
Disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhoeae (gonococcus),
suatu diplococcus gram negatif. Gonore dapat menular kalau
seseorang melakukan hubungan seks vaginal, dubur atau mulut
dengan seseorang yang sedang mengalami infeksi tersebut tanpa
memakai kondom. Untuk laki-laki yang mengalami infeksi
saluran kencing, gejala-gejalanya biasanya muncul dalam waktu
210 hari setelah terinfeksi.
c. Gambaran Klinis
1) Setelah melakukan kontak seksual kelainan di awal dengan
keluhan rasa tidak nyaman/panas di saluran kemih dan
beberapa waktu kemudian dengan keluarnya cairan putih
kekuningan (darah) dari lubang kencing.
2) Biasanya penyakit ini menunjukan gejala 2-10 hari.
Umumnya penyakit ini ditandai dengan radang saluran urin
dengan gejala nyeri sewaktu berkemih dan mengeluarkan
cairan putih dari saluran kemihnya. Namum pengeluaran
cairan putih, ataupun yang kuning, yang kental ataupun
yang encer bisa disebabkan oleh kuman lain, sehingga sifat
cairan ini tidak memastikan penyakit ini.
122
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
d. Diagnosis
Gonore dan klamidia dapat diketahui dengan sampel yang
diseka dari saluran kemih, dubur atau tenggorokan. Penting agar
pasien tidak buang air kecil selama paling tidaknya tiga jam
sebelum menjalani tesnya.
e. Penatalaksanaan
1) Eritromisin 4x500 mg/hari, per oral, 7 hari
2) Doksisiklin 2x100 mg/hari, per oral, 7 hari
3) Penisilin prokain 2,4 juta UI, diberikan i.m., sedang dosis
untuk wanita 4,8 juta UI.
35. GOUT
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 3A
: 90
ICD X : M10
a. Definisi
Gout merupakan penyakit radang sendi yang terjadi akibat
deposisi kristal mono sodium urat pada persendian dan jaringan
lunak.
Gout ditandai dengan serangan berulang dari arthritis
(peradangan sendi) yang akut, kadang-kadang disertai dengan
pembentukan kristal sodium urat yang besar (yang dinamakan
tophus), deformitas (kerusakan) sendi secara kronik, dan adanya
cedera pada ginjal.
b. Penyebab
Penumpukan asam urat didalam tubuh secara berlebihan, baik
akibat produksi asam urat yang meningkat, pembuangannya
melalui ginjal yang menurun, atau akibat peningkatan asupan
124
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
makanan yang kaya akan purin. Gout terjadi ketika cairan tubuh
sangat jenuh akan asam urat karena kadarnya yang tinggi.
c. Gambaran Klinis
1) Gejala paling khas adalah nyeri dan kemerahan pada sendi
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
d. Diagnosis
Nyeri akut pada persendian kecil seperti ibu jari, terutama
malam hari.
Kadar urat serum biasanya >7,5 mg/dL.
e. Penatalaksanaan
1) Pada serangan artritis akut, pasien biasanya diberikan terapi
untuk mengurangi peradangan dengan memberikan obat
analgesik atau kortikosteroid. Setelah serangan akut
berakhir, terapi ditujukan untuk menurunkan kadar asam
urat didalam tubuh.
2) Kondisi yang terkait dengan hiperurisemia adalah diet kaya
purin, obesitas, serta konsumsi alkohol. Purin merupakan
senyawa yang akan dirombak menjadi asam urat didalam
tubuh. Alkohol merupakan salah satu sumber purin dan juga
dapat menghambat pembuangan purin melalui ginjal
sehingga disarankan untuk tidak sering mengonsumsi
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
125
f. KIE
1) Tujuan
penatalaksanaan:
mengurangi
peradangan,
menurunkan kadar asam urat dalam tubuh.
2) Pencegahan: membatasi diet purin, tidak mengkonsumsi
alkohol, minum air dalam jumlah banyak (> 2 L).
36.
126
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
HEPATITIS VIRUS A, B, C
Kompetensi
: 2
Laporan Penyakit
: 0403
ICD X : -
a. Definisi
Hepatitis Virus Akut adalah peradangan hati karena infeksi oleh
salah satu dari kelima virus hepatitis (virus A, B, atau C);
peradangan muncul secara tiba-tiba dan berlangsung hanya
selama beberapa minggu.
b. Penyebab
Virus Hepatitis A, B, C.
c. Gambaran Klinis
1) Gejala biasanya muncul secara tiba-tiba, berupa:
a) penurunan nafsu makan
b) merasa tidak enak badan
c) mual
d) muntah
e) demam.
2) Kadang terjadi nyeri sendi dan timbul biduran (gatal-gatal
kulit), terutama jika penyebabnya adalah infeksi oleh virus
hepatitis B.
3) Beberapa hari kemudian, urin warnanya berubah menjadi
lebih gelap dan timbul kuning (jaundice). Pada saat ini
gejala lainnya menghilang dan pasien merasa lebih baik,
meskipun jaundice semakin memburuk.
4) Bisa timbul gejala dari kolestasis (terhentinya atau
berkurangnya aliran empedu) yang berupa feses yang
berwarna pucat dan gatal di seluruh tubuh. Jaundice
biasanya mencapai puncaknya pada minggu ke 12,
kemudian menghilang pada minggu ke 24.
d. Diagnosis
1) Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil
pemeriksaan darah terhadap fungsi hati.
e. Penatalaksanaan
1) Jika terjadi hepatitis akut yang sangat berat, maka pasien
dirawat di rumah sakit; tetapi biasanya hepatitis A tidak
memerlukan pengobatan khusus.
2) Setelah beberapa hari, nafsu makan kembali muncul dan
pasien tidak perlu menjalani tirah baring. Makanan dan
kegiatan pasien tidak perlu dibatasi dan tidak diperlukan
tambahan vitamin.
3) Sebagian besar pasien bisa kembali bekerja setelah jaundice
menghilang, meskipun hasil pemeriksaan fungsi hati belum
sepenuhnya normal.
f. KIE
Pencegahan:
1) Kebersihan yang baik bisa membantu mencegah penyebaran
virus hepatitis A. Feses pasien sangat infeksius. Di sisi lain,
pasien tidak perlu diasingkan; pengasingan pasien hanya
sedikt membantu penyebaran hepatitis A, tetapi sama sekali
tidak mencegah penyebaran hepatitis B maupun C.
2) Kemungkinan terjadinya penularan infeksi melalui transfusi
darah bisa dikurangi dengan menggunakan darah yang telah
melalui penyaringan untuk hepatitis B dan C.
3) Vaksinasi hepatitis B merangsang pembentukan kekebalan
tubuh dan memberikan perlindungan yang efektif.
4) Vaksinasi hepatitis A diberikan kepada orang-orang yang
memiliki risiko tinggi, misalnya para pelancong yang
mengunjungi daerah dimana penyakit ini banyak ditemukan.
5) Untuk hepatitis C belum ditemukan vaksin.
6) Bagi yang belum mendapatkan vaksinasi tetapi telah
terpapar oleh hepatitis, bisa mendapatkan sediaan antibodi
untuk perlindungan, yaitu globulin serum. Pemberian
128
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
ICD X : B00
a. Definisi
Herpes simpleks berkenaan dengan sekelompok virus yang
menulari manusia. Infeksi virus H. simplex ditandai dengan
vesikel berkelompok di daerah mukokutan dengan kulit yang
memerah. Kelainan dapat terjadi secara primer maupun
sekunder. Herpes simpleks menyebabkan luka-luka yang sangat
sakit pada kulit.
b. Penyebab
Penularan melalui kontak langsung. Virus H. simplex tipe 1
(HSV-1) adalah penyebab umum untuk luka-luka demam (cold
sore) di sekeliling mulut. HSV-2 biasanya menyebabkan herpes
kelamin. Namun HSV-1 dapat menyebabkan infeksi pada
kelamin dan HSV-2 dapat menginfeksikan daerah mulut melalui
hubungan seks.
c. Gambaran Klinis
1) Infeksi virus ini mempunyai ciri adanya lesi primer lokal,
latensi dan adanya kecenderungan rekurensi lokal.
2) Dua agen penyebab, HSV tipe 1 dan 2, umumnya
menimbulkan sindrom klinis yang jelas, tergantung pada
tempat masuknya.
a) HSV tipe 1:
(1) Infeksi primer mungkin ringan dan umumnya terjadi
pada masa anak-anak dini sebelum usia 5 tahun.
(2) Sekitar 10% infeksi primer menyebabkan bentuk
penyakit yang lebih berat yang bermanifestasi
demam dan malaise.
(3) Ini bisa berlangsung selama seminggu atau lebih,
dan dihubungkan dengan adanya lesi vesikuler
dalam mulut, infeksi mata atau erupsi kulit
generalisata yang memperberat eksema kronik.
130
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
b) HSV tipe 2:
(1) Virus ini adalah penyebab herpes genitalis, walau
ini juga dapat disebabkan oleh virus tipe 1.
(2) Herpes genitalis terjadi terutama pada orang dewasa
dan ditransmisikan secara seksual.
(3) Infeksi primer dan rekuren dapat terjadi, dengan
atau tanpa gejala.
d. Diagnosis
Berdasarkan gambaran klinis.
e. Penatalaksanaan
Pengobatan:
1) Terapi mencakup:
a) Salep dan larutan povidon-iodin.
b) Asiklovir untuk herpes genitalis awal dan rekuren, 5 x
200 mg sehari, selama 5-10 hari.
2) Perawatan setempat untuk herpes simpleks sebaiknya
termasuk membersihkan lukanya dengan air garam dan
menjaganya tetap kering.
f. KIE
1) Tujuan pengobatan: mengobati kelainan kulit dan
mencegah penularan.
132
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
38.
HERPES ZOSTER
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 0403
ICD X : B02
a. Definisi
Penyakit yang menyerang saraf perifer atau saraf tepi dan
bermanifestasi di kulit.
b. Penyebab
Herpes zoster disebabkan oleh virus varicella-zoster yang
tinggal di ganglia paraspinal sesudah infeksi varicella.
c. Gambaran Klinis
1) Mula-mula pasien mengalami demam atau panas, disertai
2)
3)
4)
5)
nyeri yang terbatas pada satu sisi tubuh, terjadi paling sering
pada badan atau wajah, jarang pada ekstremitas, yang
nantinya timbul bercak. Beberapa hari kemudian (tiap orang
tidak sama), muncul bercak kemerahan di bagian tubuh
yang nyeri tadi makin hari menyebar dan membesar sampai
sebesar biji jagung.
Makin lama, mengelupas dan tetap nyeri.
Setelah kering (ada yang seminggu, ada pula 2 atau 3
minggu) dan sembuh, kadang masih menyisakan nyeri. Sisasisa nyeri adakalanya masih muncul bertahun-tahun
kemudian. Keadaan ini disebut nyeri post herpetic.
Bila pasien menderita demam dan ruam di satu dermatom di
satu sisi tubuh, penyebabnya mungkin infeksi herpes
simpleks.
Bila mengenai area mata, gejala berupa mata merah,
kelopak mata bengkak, berair dan mengeluarkan sekret
bening (serous) sampai purulen bila sudah terinfeksi bakteri.
d. Diagnosis
Vesikel yang berisi cairan jernih di salah satu sisi tubuh.
e. Penatalaksanaan
1) Pengobatan lebih diarahkan untuk mengurangi gejala,
misalnya pemberian antinyeri atau penurun panas atau obat
untuk mengurangi rasa gatal pada periode masa
penyembuhan.
2) Hingga kini belum ada obat spesifik. Pemakaian anti virus
yang oleh beberapa ahli dikatakan bisa menghilangkan nyeri
post herpetic ternyata masih memerlukan penelitian tapi
tetap menjadi obat pilihan: Asiklovir 800 mg 5 kali sehari
selama 7 hari
3) Antibiotik diberikan bila ada infeksi sekunder, misalnya
kulit jadi bernanah atau terkelupas.
4) Pada mata, berikan tetes mata kloramfenikol sebagai
preventif dan pengobatan infeksi bakteri.
f. KIE
1) Tujuan penatalaksanaan: mengobati kelainan kulit dan
mencegah penularan.
134
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
39.
HIPEREMESIS GRAVIDARUM
Kompetensi
: 3B
Laporan Penyakit
: 1706
ICD X : O21
a. Definisi
Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang berlebihan yang
terjadi sampai umur kehamilan 22 minggu. Muntah dapat begitu
hebat dimana segala apa yang dimakan dan diminum
dimuntahkan kembali.
b. Penyebab
Penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Beberapa teori
penyebab:
1) Peningkatan estrogen
2) Peningkatan hormon Human Chorionic Gonadotropin
(HCG)
3) Disfungsi psikis
c. Gambaran Klinis
Secara klinis hiperemesis gravidarum dibedakan atas 3
tingkatan, yaitu:
1) Tingkat I
Muntah yang terus-menerus, timbul intoleransi terhadap
makanan dan minuman, berat badan menurun, nyeri
epigastrium, muntah pertama keluar makanan, lendir dan
sedikit empedu kemudian hanya lendir, cairan empedu dan
terakhir keluar darah.
Nadi meningkat sampai 100 kali per menit dan tekanan
darah sistole menurun.
Mata cekung dan lidah kering, turgor kulit berkurang dan
urin masih normal.
2) Tingkat II
Gejala lebih berat, segala yang dimakan dan diminum
dimuntahkan, haus hebat.
Subfebril, nadi cepat dan lebih 100140 kali/menit, tekanan
darah sistole < 80 mmHg.
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
135
d. Diagnosis
1) Amenore yang disertai muntah hebat (segala yang dimakan
dan diminum akan dimuntahkan), pekerjaan sehari-hari
terganggu dan haus.
2) Fungsi vital: nadi meningkat 100 kali/menit, tekanan darah
menurun pada keadaan berat, subfebril dan gangguan
kesadaran (apatis-koma).
3) Pemeriksaan fisik: dehidrasi, keadaan berat, kulit pucat,
ikterus, sianosis, berat badan menurun, porsio lunak pada
vaginal touche, uterus besar sesuai usia kehamilan.
4) Laboratorium: kenaikan relatif hemoglobin dan hematokrit,
shift to the left, benda keton dan proteinuria.
e. Penatalaksanaan
1) Diet
Diet hiperemesis I diberikan pada hiperemesis tingkat III.
Makanan hanya berupa roti kering dan buah-buahan. Cairan
tidak diberikan bersama
makanan tetapi 1-2 jam
sesudahnya. Makanan ini kurang dalam zat-zat gizi kecuali
vitamin C karena itu hanya diberikan selama beberapa hari.
Diet hiperemesis II diberikan bila rasa mual dan muntah
berkurang. Secara berangsur mulai diberikan bahan
makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman tidak diberikan
bersama makanan. Makanan ini rendah dalam semua zat-zat
gizi kecuali vitamin A dan D.
Kesanggupan pasien, minuman boleh diberikan bersama
makanan. Makanan ini cukup dalam semua zat gizi kecuali
kalsium.
2) Pada keadaan berat:
Hentikan makan/minum per oral sementara (2448 jam).
136
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
f. KIE
1) Tujuan terapi: mengobati emesis supaya tidak terjadi
hiperemesis.
2) Pencegahan:
a) Penerangan bahwa kehamilan dan persalinan merupakan
proses fisiologis, sehingga pasien tidak perlu takut
untuk hamil.
b) Makan sedikit-sedikit, tetapi sering. Hindari makanan
berminyak dan berbau. Makan makanan dalam keadaan
panas atau sangat dingin.
c) Perlu adanya dukungan dan perhatian dari suami atau
keluarga.
40.
HIPERTENSI
Kompetensi
: 3A (anak); 4
Laporan Penyakit
: 1200
ICD X : I10
a. Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah yang sama atau melebihi 140
mmHg (sistolik) dan/atau sama atau melebihi 90 mmHg
(diastolik) pada seseorang yang tidak sedang makan obat
antihipertensi. Secara umum, hipertensi merupakan suatu
keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di
dalam arteri menyebabkan meningkatnya risiko terhadap stroke,
aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan
ginjal.
b. Penyebab
1) Hipertensi primer: 9095% tidak diketahui penyebabnya.
2) Hipertensi sekunder: 510%.
a) Beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah
b)
c)
d)
e)
f)
kemungkinan
bersama-sama
menyebabkan
meningkatnya tekanan darah.
Penyakit ginjal.
Kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu
(misalnya pil KB).
Feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal
yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau
norepinefrin (noradrenalin).
Kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif
(malas berolah raga), stres, alkohol atau garam dalam
makanan.
Stres cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah
untuk sementara waktu, jika stres telah berlalu, maka
tekanan darah biasanya akan kembali normal.
c. Gambaran Klinis
Pada pengukuran tekanan darah dan jika pada pengukuran
pertama memberikan hasil yang tinggi, maka tekanan darah
diukur kembali dan kemudian diukur sebanyak 2 kali pada 2
hari berikutnya untuk meyakinkan adanya hipertensi. Hasil
138
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
TD
Sistolik
(mmHg)
<120
dan
120-139
atau
140-159
atau
160
atau
TD
Diastolik
(mmHg)
<80
80-89
90-99
100
d. Diagnosis
Tekanan darah diukur setelah seseorang duduk/berbaring 5
menit.
Apabila pertama kali diukur tinggi (140/90 mmHg) maka
pengukuran diulang 2x pada 2 hari berikutnya untuk
meyakinkan adanya hipertensi.
e. Penatalaksanaan
1)
diabetes,
f) Berhenti merokok.
2)
Rekomendasi
Rerata penurunan
TDS
Penurunan beratJaga berat badan ideal (BMI: 18,5 - 24,9 kg/m2) 520 mmHg/ 10
badan
kg
Diet
Diet kaya buah, sayuran, produk rendah lemak 814 mmHg
dengan jumlah lemak total dan lemak jenuh yang
rendah
Pembatasan
Kurangi hingga <100 mmol per hari (2.4 g 28 mmHg
intake natrium
natrium atau 6 g natrium klorida)
Aktivitas
fisikAktivitas fisik aerobik yang teratur (mis: jalan 49 mmHg
aerobik
cepat) 30 menit sehari, hampir tiap hari dalam
seminggu
Pembatasan
Laki-laki: dibatasi hingga < 2 kali per hari.
24 mmHg
konsumsi alkohol Wanita dan orang yang lebih kurus: Dibatasi
hingga <1 kali per hari
f. KIE
1) Tujuan pengobatan: menurunkan tekanan darah senormal
mungkin
140
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
41.
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
Kompetensi
: 3A; 4
Laporan Penyakit
: 1200
ICD X : O13
a. Definisi
Hipertensi yang terjadi selama kehamilan.
b. Penyebab
Belum diketahui secara pasti.
c. Gambaran Klinis
Tekanan darah diastolik merupakan indikator dalam penanganan
hipertensi dalam kehamilan, oleh karena tekanan diastolik
mengukur tahanan perifer dan tidak tergantung pada keadaan
emosional pasien.
Diagnosis hipertensi dibuat jika tekanan darah diastolik 90
mmHg pada 2 pengukuran berjarak 1 jam atau lebih.
Hipertensi dalam kehamilan dapat dibagi dalam:
1) Hipertensi karena kehamilan, jika hipertensi terjadi pertama
kali sesudah kehamilan 20 minggu, selama persalinan
dan/atau dalam 48 jam post partum.
2) Hipertensi kronik, jika hipertensi terjadi sebelum kehamilan
20 minggu.
d. Diagnosis
Penegakan diagnosis hipertensi dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Diagnosis Hipertensi Karena Kehamilan dan
Hipertensi Kronik
DIAGNOSIS
TEKANAN DARAH
TANDA LAIN
Hipertensi
Preeklampsia
Ringan
142
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
Preeklampsia
Berat
Eklampsia
Hipertensi
Proteinuria 2+ Oliguria
Hiper-refleksia
Gangguan penglihatan
Nyeri epigastrium
Kejang
HIPERTENSI KRONIK
-
Hipertensi
kronik
Superimposed
preeclampsia
1)
Hipertensi
Hipertensi kronik
(3)
(4)
Hipertensi Kronik
a) Hipertensi kronik dideteksi sebelum usia kehamilan 20
minggu
b) Superimposed preeclampsia adalah hipertensi kronik
dan preeklampsia.
e. Penatalaksanaan
1) Pada Puskesmas non PONED: Segera dirujuk ke
Puskesmas PONED / RS
2) Pada Puskesmas PONED:
144
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
a)
rawat jalan:
b)
Preeklampsia Ringan
(1) Jika kehamilan < 35 minggu dan tidak terdapat
tanda perbaikan selama ANC.
(a) Lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat
jalan:
Lakukan
(b)
Diet biasa
Lakukan pemantauan tekanan darah 2x
sehari, proteinuria 1x sehari
1
(2)
c)
Pengelolaan kejang:
(a) Beri obat anti kejang (anti konvulsan).
(b) Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan
napas, penghisap lendir, masker oksigen,
oksigen).
(c) Lindungi pasien dari kemungkinan trauma.
(d) Aspirasi mulut dan tenggorokan.
(e) Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi
Trendelenburg untuk mengurangi risiko
aspirasi.
146
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
Pengelolaan umum
(a) Jika tekanan darah diastolik >110 mmHg,
berikan antihipertensi sampai tekanan darah
diastolik antara 90100 mmHg.
(b) Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar
no.16 atau lebih.
(c) Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai
terjadi overload.
(d) Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan
pemeriksaan proteinuria.
(e) Infus cairan dipertahankan 1,52 L/24 jam.
(f) Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang
disertai aspirasi dapat mengakibatkan kematian
ibu dan janin.
(g) Observasi tanda vital, refleks dan denyut
jantung janin tiap 1 jam.
(h) Auskultasi paru untuk mencari tanda edema
paru. Adanya krepitasi merupakan tanda adanya
edema paru. Jika ada edema paru, hentikan
pemberian cairan dan berikan diuretik (misal
furosemid 40 mg i.v.).
(i) Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan.
Jika pembekuan tidak terjadi setelah 7 menit,
kemungkinan terdapat koagulopati.
(3)
Anti konvulsan
Magnesium sulfat (MgSO4) merupakan obat pilihan
untuk mencegah dan mengatasi kejang pada
preeklampsia dan eklampsia (Tabel 16). Alternatif
lain adalah diazepam, dengan risiko terjadinya
depresi neonatal (Tabel 17).
148
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
Dosis
pemeliharaan
(4)
Anti hipertensi
(a) Obat pilihan adalah nifedipin, yang diberikan 5
10 mg oral yang dapat diulang sampai 8 kali/24
jam.
(b) Jika respons tidak membaik setelah 10 menit,
berikan tambahan 5 mg nifedipin sublingual.
(5)
Persalinan
(a) Pada preeklampsia berat, persalinan harus
terjadi dalam 24 jam, sedangkan pada eklampsia
dalam 6 jam sejak gejala eklampsia timbul.
(b) Jika terjadi gawat janin atau persalinan tidak
dapat terjadi dalam 12 jam (pada eklampsia),
lakukan seksio sesarea.
(c) Jika seksio sesarea akan dilakukan, perhatikan
bahwa:
Tidak terdapat koagulopati (koagulopati
merupakan kontra indikasi anestesi spinal).
Anestesia yang aman/terpilih adalah
anestesia umum untuk eklampsia dan spinal
untuk PEB. Dilakukan anestesia lokal, bila
risiko anestesi terlalu tinggi.
(d) Jika serviks telah mengalami pematangan,
lakukan induksi dengan oksitosin 25 UI dalam
500 mL dekstrose 10 tetes/menit atau dengan
cara pemberian prostaglandin/misoprostol.
(6)
d)
Rujukan
Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap, jika:
(a) Terdapat oliguria (< 400 mL/24 jam)
(b) Terdapat sindroma HELLP (Haemolysis,
Elevated Liver enzymes, Low Platellets count).
(c) Koma berlanjut lebih dari 24 jam setelah
kejang.
Hipertensi Kronik
(1) Jika pasien sebelum hamil sudah mendapatkan
pengobatan dengan obat anti hipertensi dan
terpantau dengan baik, lanjutkan pengobatan
tersebut.
(2) Jika tekanan darah diastolik > 110 mmHg atau
tekanan sistolik 160 mmHg, berikan anti
hipertensi.
(3) Jika terdapat proteinuria, pikirkan superimposed
preeklampsia.
(4) Istirahat.
(5) Lakukan pemantauan pertumbuhan dan kondisi
janin.
(a) Jika
tidak terdapat komplikasi, tunggu
persalinan sampai aterm.
(b) Jika terdapat preeklampsia, pertumbuhan janin
terhambat atau gawat janin, lakukan:
Jika serviks matang, lakukan induksi
dengan oksitosin 25 UI dalam 500 mL
dekstrose melalui infus 10 tetes/menit atau
dengan prostaglandin.
Jika serviks belum matang, berikan
prostaglandin, misoprostol atau kateter
Foley.
150
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
karenaPreeklampsia
ringan
Preeklampsia
berat/Eklampsia
Rawat jalan
Istirahat baring
Diet biasa
Tak perlu obat Bila tidak ada
perbaikan rujuk
-
Hipertensi Kronik
Rawat jalan
Istirahat cukup
Bila TD > 160/110
beri antihipertensi
Tidak ada perbaikan,
rujuk ke RS
f. KIE
1) Tujuan terapi: mengontrol tekanan darah sehingga tidak
terjadi kejang.
2) Pencegahan:
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
151
42. HIV-AIDS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 2
: 04
ICD X : B20-B24
a. Definisi
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang
merupakan golongan retrovirus yang merusak sistem kekebalan
tubuh manusia sehingga menyebabkan penyakit AIDS.
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome. Acquired
artinya tidak diturunkan, tetapi ditularkan dari satu orang ke
orang lainnya; Immune adalah sistem kekebalan tubuh
terhadap penyakit; Deficiency artinya tidak cukup atau
kurang; dan Syndrome adalah kumpulan tanda dan gejala
penyakit) merupakan sekumpulan gejala penyakit yang muncul
akibat rusaknya sistem kekebalan tubuh sehingga manusia
menjadi rentan dan mudah tertular penyakit.
152
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
b. Gambaran Klinis
Stadium klinis HIV-AIDS menurut WHO dapat dilihat pada
Tabel 19.
Tabel 19. Stadium Klinis HIV-AIDS menurut WHO
Stadium
Berat Badan
Gejala
(BB)
Stadium I (Asimtomatik, Tidak
adaTidak ada gejala atau hanya Limfadenopati
Periode Jendela/ Window penurunan Generalisata Persisten
Period)
BB
Skala aktivitas : normal
Stadium II (sakit ringan) Penurunan - Luka sekitar bibir (cheilitis angularis)
Skala
aktivitas
:BB 5-10% - Lesi kulit yang gatal (seborrhea atau prurigo)
simtomatis,
aktivitas
- Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
normal
- ISPA berulang, misal sinusitis, tonsillitis, otitis
dan faringitis
- Sariawan berulang
Stadium III (sakit sedang) Penurunan - Bercak putih dimulut (oral hairy leukoplakia)
Skala aktivitas : selama 1BB > 10% - Diare, kandidiasis vaginal, panas yang tidak
bulan terakhir tinggal
diketahui penyebabnya > 1 bulan
ditempat tidur < 50%
- Infeksi bakterial yang berat (misalnya
pneumonia)
- TB paru dalam 1 tahun terakhir
Stadium
IV
(sakitHIV wasting- kandidiasis esofagus
berat) /AIDS
syndrome - herpes simpleks > 1 bulan
Skala aktivitas : selama 1
- limfoma
bulan terakhir berbaring
- toksoplasmosis otak
ditempat tidur > 50%
- diare kriptospridiosis > 1 bulan
- cytomegalovirus
- sarkoma kaposi
- ca cerviks infasif
- PCP
- TB ekstrapulmonal
- meningitis criptococcus
- ensefalopati HIV
c. Penularan
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
153
d. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan Laboratorium
dan Klinis (berdasarkan stadium klinis) serta penggalian faktor
risiko.
154
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
f. Penatalaksanaan
ART (Anti Retroviral Therapy) yaitu terapi yang diberikan
kepada ODHA dengan menggunakan obat anti HIV (ARV=Anti
Retro Viral). Tujuan utama ART adalah untuk menjaga agar
jumlah virus HIV didalam tubuh pada tingkat yang rendah, dan
mengurangi atau memulihkan kerusakan pada sistem kekebalan
tubuh akibat infeksi HIV, sehingga dapat mengurangi angka
kesakitan dan kematian akibat HIV serta meningkatkan mutu
hidup pengidap ODHA.
1) Persyaratan pemberian ART:
a) HIV positif dengan dokumentasi tertulis
b) Memenuhi persyaratan medis
Jika tes CD4 tersedia:
(1) CD4 < 350 sel/mm3 pada tanpa memandang stadium
klinisnya
(2) Stadium klinik 3 dan stadium 4 tanpa memandang
jumlah CD4
(3) Pemeriksaan jumlah CD4 diperlukan untuk
mengidentifikasi pasien dengan stadium klinik 1
dan 2 yang perlu memulai terapi ARV
(4) Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan
TB aktif tanpa memandang jumlah CD4
Jika tes CD4 tidak tersedia
(1) Stadium klinik 3 WHO
(2) Stadium klinik 4 WHO
c) IO sudah diobati atau stabil
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
155
156
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
h. KIE
Bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap yang
dapat mendorong perubahan perilaku dalam mengurangi risiko
terinfeksi HIV serta menyediakan dan memberikan informasi
yang benar dan tepat guna. Peningkatan pengetahuan
komprehensif tentang HIV-AIDS pada penduduk usia 15-24
tahun sangat penting sebagai bekal untuk mencegah terjadinya
HIV-AIDS. Promosi Kondom pada kelompok perilaku seksual
berisiko juga sangat penting untuk mencegah penularan HIVAIDS.
Pencegahan penularan HIV-AIDS yang terbaik adalah :
158
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
160
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
2) Konseling
Indikasi untuk konseling HIV
Konseling HIV perlu dilakukan pada situasi berikut:
a) Anak yang status HIV-nya tidak diketahui yang
menunjukkan tanda klinis infeksi HIV dan/atau faktor
risiko (misalnya ibu atau saudaranya menderita
HIV/AIDS)
(1) Tentukan apakah akan dilakukan konseling atau
merujuknya
(2) Jika anda yang melakukan konseling sediakan
waktu untuk sesi konseling ini. Minta saran pada
konselor lokal yang berpengalaman, sehingga tiap
nasihat yang diberikan akan konsisten dengan apa
yang nantinya akan diterima ibu dari konselor
profesional.
(3) Jika akan dirujuk, jelaskan pada orang tuanya alasan
mereka dirujuk ke tempat lain untuk konseling.
b) Anak dengan infeksi HIV tetapi respon terhadap
pengobatan kurang baik, atau membutuhkan
penyelidikan lebih lanjut.
Diskusikan hal berikut ini pada saat sesi konseling:
(1) Pemahaman orang tua tentang infeksi HIV
(2) Tatalaksana masalah yang ada saat ini
(3) Peran pengobatan antiretroviral
(4) Perlunya merujuk ke tingkat yang lebih tinggi, jika
perlu
(5) Dukungan dari kelompok di masyarakat, jika ada.
c) Anak dengan infeksi HIV dengan respon yang baik
terhadap pengobatan dan akan dipulangkan (atau
dirujuk ke program perawatan di masyarakat untuk ke
dukungan psikologis).
Diskusikan hal berikut ini pada saat sesi konseling:
(1) Alasan dirujuk ke program perawatan di masyarakat
(2) Pelayanan tindak lanjut
(3) Faktor risiko untuk sakit di kemudian hari.
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
161
162
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
43. HORDEOLUM
Kompetensi
: 3A
Laporan Penyakit
: 1005
ICD X : H00-H01
a. Definisi
Hordeolum adalah suatu infeksi pada satu atau beberapa
kelenjar di tepi atau di bawah kelopak mata. Bisa terbentuk lebih
dari 1 hordeolum pada saat yang bersamaan. Hordeolum
biasanya muncul dalam beberapa hari dan bisa kambuh secara
spontan.
Hordeolum internum adalah abses akut pada kelopak mata yang
disebabkan oleh infeksi Stafilokokus pada kelenjar Meibomian,
dengan penonjolan mengarah ke konjungtiva.
Hordeolum eksternum disebabkan oleh infeksi stafilokokus
yang memberikan gambaran abses akut yang terlihat pada
folikel bulu mata dan kelenjar Zeis atau Moll. Hordeolum
eksternum sering ditemukan pada anak-anak.
b. Penyebab
Hordeolum adalah infeksi akut pada kelenjar minyak di bawah
kelopak mata yang disebabkan oleh bakteri dari kulit (biasanya
di sebabkan oleh bakteri stafilokokus). Hordeolum sama dengan
jerawat kulit. Kadang timbul bersamaan dengan atau sesudah
blefaritis, bisa juga secara berulang.
c. Gambaran Klinis
1) Biasa berawal dengan kemerahan, nyeri bila ditekan dan
nyeri pada tepi kelopak mata.
6) Hordeolum Eksternum:
a) Benjolan yang dirasakan sakit pada kelopak di daerah
margo palpebra.
b) Penonjolan mengarah ke tepi kulit margo palpebra.
c) Kemungkinan terjadi lesi multiple.
d. Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik.
e. Penatalaksanaan
1) Hordeolum bisa diobati dengan kompres hangat selama 10
menit sebanyak 4x sehari. Jangan mencoba memecahkan
hordeolum.
2) Pemberian oksitetrasiklin salep mata.
3) Kondisi akut: antibiotik sistemik oral, misalnya tetrasiklin,
eritromisin.
f. KIE
1) Tujuan: mengatasi infeksi.
2) Pencegahan: selalu mencuci tangan terlebih dahulu sebelum
menyentuh di sekitar mata, bersihkan minyak yang
berlebihan di tepi kelopak mata secara perlahan.
3) Alasan rujukan: apabila keadaan nodul residual tetap ada
(lebih dari 2 minggu) setelah infeksi akut perlu dilakukan
rujukan untuk tindakan insisi dan kuretase.
164
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
44.
INFEKSI POST-PARTUM
Kompetensi
: 3A
Laporan Penyakit
: 105
ICD X : O86
a. Definisi
Infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah persalinan,
ditandai dengan meningkatnya temperatur suhu 38 0C atau lebih
yang terjadi antara hari ke 2 10 post partum dan diukur per
oral 4 kali sehari.
b. Penyebab
Dapat disebabkan oleh bakteri Gram negatif maupun positif.
Sebagian besar infeksi terjadi selama proses persalinan.
Beberapa faktor predisposisi: kurang gizi atau malnutrisi,
anemia, higiene buruk, kelelahan, proses persalinan bermasalah
(partus lama/macet, korioamnionitis, persalinan traumatik,
kurang baiknya proses pencegahan infeksi, periksa dalam yang
berlebihan).
c. Gambaran Klinis
1) Pasien biasanya demam dan perineum atau dinding vagina
yang terinfeksi tampak bengkak dan bernanah,
menimbulkan nyeri.
2) Infeksi di bagian lebih dalam dapat berupa endometritis,
salpingitis, parametritis, peritonitis, dan tromboflebitis, yang
pada umumnya dimulai dari endometrium. Lebih berat lagi
dapat terjadi sepsis.
d. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda yang selalu
didapat serta gejala lain yang mungkin didapat.
e. Penatalaksanaan
1) Pada Puskesmas non PONED: rujuk ke Puskesmas PONED
atau RS
c)
d)
e)
f)
g)
h)
tinggi:
(1) Ampisilin 2 g i.v, kemudian 1 g tiap 6 jam
(2) Ditambah Gentamisin 5 mg/kgBB i.v. sebagai dosis
tunggal/hari dan metronidazol 500 mg i.v. tiap 8
jam.
(3) Lanjutkan antibiotik ini sampai ibu tidak panas
selama 24 jam.
Berikan uterotonika ergometrin i.m. untuk memperkuat
involusi uterus.
Pertimbangkan pemberian antitetanus profilaksis.
Persiapan transfusi dan rujukan.
Bila dicurigai adanya sisa plasenta, lakukan pengeluaran
(digital atau dengan kuret tumpul besar).
Bila ada pus intraperitoneal lakukan drainase (kalau
perlu kolpotomi), ibu dalam posisi Fowler.
Bila tak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif
dan ada tanda peritonitis generalisata pasien dirujuk ke
RS untuk dilakukan laparotomi dan keluarkan pus. Bila
pada evaluasi uterus nekrotik dan septik lakukan
histerektomi subtotal.
f. KIE
1) Pencegahan:
a) Prinsip universal precaution.
b) Jaga kebersihan tempat persalinan.
2) Konseling ke pasien:
a) Jaga kebersihan diri.
b) Tidak menggunakan obat/ ramuan.
166
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
45.
INFLUENZA
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 1302
ICD X : J00
a. Definisi
Influenza tergolong infeksi saluran napas akut (ISPA) yang
biasanya terjadi dalam bentuk epidemi. Disebut common cold
atau selesma bila gejala di hidung lebih menonjol, sementara
influenza dimaksudkan untuk kelainan yang disertai faringitis
dengan tanda demam dan lesu yang lebih nyata.
b. Penyebab
Banyak macam virus penyebabnya, antara lain Rhinovirus,
Coronavirus, virus Influenza A dan B, Parainfluenza,
Adenovirus. Biasanya penyakit ini sembuh sendiri dalam 35
hari.
c. Gambaran Klinis
1) Gejala sistemik khas berupa gejala infeksi virus akut yaitu
demam, sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, dan nafsu
makan hilang, disertai gejala lokal berupa rasa menggelitik
sampai nyeri tenggorokan, kadang batuk kering, hidung
tersumbat, bersin, dan ingus encer.
2) Tenggorokan tampak hiperemia.
3) Dalam rongga hidung tampak konka yang sembab dan
hiperemia.
4) Sekret dapat bersifat serus, seromukus atau mukopurulen
bila ada infeksi sekunder.
d. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik.
e. Penatalaksanaan
1) Anjuran istirahat dan banyak minum sangat penting pada
influenza ini. Pengobatan simtomatis diperlukan untuk
menghilangkan gejala yang terasa berat atau mengganggu.
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
167
4) Dekongestan efedrin.
5) Antibiotik amoksisilin atau eritromisin hanya diberikan bila
terjadi infeksi sekunder.
f. KIE
1) Tujuan penatalaksanaan: menghilangkan gejala.
2) Pencegahan: istirahat cukup, makan makanan bergizi.
168
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
46. KANDIDIASIS
Kompetensi
: 4, 3A
Laporan Penyakit
: 2001
ICD X : B37
a. Definisi
Kandidiasis adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur
Candida sp. Infeksi ini menyerang kulit, mukosa maupun alat
dalam. Beberapa faktor predisposisi seperti kehamilan, obesitas,
DM, pemakaian antibiotik, antiseptik atau kortikosteroid yang
lama, penyakit kronik (HIV-AIDS, TBC, tumor ganas), kurang
gizi, serta kulit yang kotor, lembab, dan basah mempermudah
terjadinya kandidiasis (kandidosis) ini.
b. Penyebab
Agen penyebab paling sering dari kandidiasis murni adalah
Candida albicans.
Bayi dapat terinfeksi melalui vagina saat dilahirkan, atau karena
dot yang tidak steril.
c. Gambaran Klinis
1) Kandidosis pada kulit memberikan keluhan gatal dan perih.
Kelainannya berupa bercak merah dengan maserasi di
daerah sekitar mulut, di lipatan payudara (intertriginosa)
dengan bercak merah yang terpisah di sekitarnya (satelit).
2) Bentuk kronik ditemukan di sela-sela jari kaki, sekitar anus
dan di kuku (paronikia atau onikomikosis).
3) Pada pasien DM biasanya terdapat sebagai vulvo vaginitis.
d. Diagnosis
Bercak putih di mukosa mulut atau lidah, bercak merah pada
kulit dengan maserasi dan bercak satelit.
e. Penatalaksanaan
1) Faktor predisposisi yang dapat diatasi dihilangkan dahulu
dan kebersihan perorangan diperbaiki karena kalau tidak
penyakit ini akan bersifat kronik-residif.
2) Untuk lesi kulit menggunakan mikonazol krim.
3) Kandidosis di mukosa mulut atau lidah menggunakan
gentian violet 1% yang dibuat baru.
4) Cara mengobati luka/trush di mulut:
a) Cuci tangan sebelum mengobati
b) Bersihkan mulut dengan ujung jari yang terbungkus
kain bersih dan telah dicelupkan ke larutan air matang
hangat bergaram (1 gelas air hangat ditambah seujung
sendok teh garam)
c) Olesi rongga mulut dengan gentian violet 1% (bayi
0,25%) yang dibuat baru
d) Cuci tangan kembali
e) Obati luka atau bercak di mulut 3 kali sehari selama 7
hari.
f. KIE
1) Tujuan pengobatan: menghilangkan infeksi
2) Pencegahan: jaga higiene rongga mulut.
3) Jika gentian violet tertelan tidak berbahaya.
170
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
47.
KARIES GIGI
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 1501
ICD X : K02
a. Definisi
Karies gigi merupakan suatu penyakit infeksi pada jaringan
keras gigi yang mengakibatkan kerusakan struktur gigi dan
bersifat kronik.
b. Penyebab
Hal hal yang mendukung terjadinya karies gigi:
1) Gigi yang peka, yaitu gigi yang mengandung sedikit flour
atau memiliki lubang, lekukan maupun alur yang menahan
plak.
2) Bakteri yang paling sering adalah bakteri Streptococcus
mutans.
3) Dalam keadaan normal, di dalam mulut terdapat bakteri.
Bakteri ini mengubah semua makanan (terutama gula
sukrosa) menjadi asam. Bakteri, asam, sisa makanan dan
ludah bergabung membentuk bahan lengket yang disebut
plak, yang menempel pada gigi.
4) Plak paling banyak ditemukan di gigi geraham belakang.
Jika tidak dibersihkan maka plak akan membentuk mineral
yang disebut karang gigi (kalkulus, tartar). Plak dan
kalkulus bisa mengiritasi gusi sehingga timbul gingivitis.
c. Gambaran Klinis
Biasanya, suatu kavitasi di dalam enamel tidak menyebabkan
sakit, nyeri baru timbul jika pembusukan sudah mencapai
dentin. Nyeri yang dirasakan jika meminum dingin atau makan
permen menunjukkan bahwa pulpa masih sehat. Jika pengobatan
dilakukan pada stadium ini maka gigi bisa diselamatkan dan
tampaknya tidak akan timbul nyeri maupun kesulitan menelan.
Suatu kavitasi yang timbul di dekat atau telah mencapai pulpa
menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki. Nyeri ada
walaupun perangsangnya dihilangkan (contohnya air dingin).
Bahkan gigi terasa sakit meskipun tidak ada perangsang (sakit
gigi spontan).
172
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
d. Diagnosis
Gigi berlubang.
e. Penatalaksanaan
1) Gigi dibersihkan dengan semprit air, lalu dikeringkan
dengan kapas dan masukkan pellet kapas yang ditetesi
eugenol.
2) Penanganan selanjutnya yaitu penambalan (restorasi)
dengan tumpatan tetap (amalgam, glass ionomer).
3) Jika dentin yang menutup pulpa sudah tipis maka dapat
dilakukan pulp capping indirect dengan menggunakan
pelapis dentin Ca(OH)2.
f. KIE
1) Tujuan
penatalaksanaan:
menyembuhkan
infeksi,
menghilangkan gejala, mencegah komplikasi.
2) Pencegahan: menjaga kebersihan gigi dan mulut,
menggosok gigi tiap pagi setelah makan dan malam sebelum
tidur, memeriksakan ke dokter gigi minimal 2x setahun,
makan makanan yang berserat dan berair (sayur dan buah),
kurangi makanan yang mengandung gula.
3) Jangan mengunyah hanya pada satu sisi gigi.
48.
KECACINGAN
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 0703
ICD X : B76-B79
ICD X : B76.0
a. Definisi
Infeksi cacing tambang adalah penyakit yang disebabkan cacing
Ancylostoma duodenale dan/atau Necator americanus. Cacing
tambang mengisap darah sehingga menimbulkan keluhan yang
berhubungan dengan anemia, gangguan pertumbuhan terutama
pada anak dan dapat menyebabkan retardasi mental.
b. Penyebab
Ancylostoma duodenale dan/atau Necator americanus.
c. Gambaran Klinis
1) Masa inkubasi antara beberapa minggu sampai beberapa
bulan tergantung dari beratnya infeksi dan keadaan gizi
pasien.
2) Pada saat larva menembus kulit, pasien dapat mengalami
dermatitis. Ketika larva lewat di paru dapat terjadi batukbatuk
3) Akibat utama yang disebabkan cacing ini ialah anemia yang
kadang demikian berat sampai menyebabkan gagal jantung.
174
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
d. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam feses
segar atau biakan feses dengan cara Harada-Mori.
e. Penatalaksanaan
1) Albendazol 400 mg dosis tunggal, tetapi tidak boleh
digunakan selama hamil.
f. KIE
Pencegahan penyakit ini meliputi sanitasi lingkungan dan
perbaikan higiene perorangan terutama penggunaan alas kaki.
Albendazol tidak boleh pada wanita hamil.
ASKARIASIS (Infeksi Cacing Gelang)
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
:
ICD X : B77.9
a. Definisi
Askariasis atau infeksi cacing gelang adalah penyakit parasitik
yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides.
b. Penyebab
Ascaris lumbricoides.
c. Gambaran Klinis
1) Pada infeksi masif dapat terjadi gangguan saluran cerna
yang serius antara lain obstruksi total saluran cerna. Cacing
gelang dapat bermigrasi ke organ tubuh lainnya misalnya
saluran empedu dan menyumbat lumen sehingga berakibat
fatal.
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
175
3)
4)
5)
6)
d. Diagnosis
Diagnosis askariasis ditegakkan dengan menemukan Ascaris
dewasa atau telur Ascaris pada pemeriksaan feses.
e. Penatalaksanaan
1) Pirantel pamoat 10 mg/kgBB dosis tunggal.
2) Mebendazol 500 mg dosis tunggal. Tidak dianjurkan untuk
anak <2 tahun.
f. KIE
1) Tujuan pengobatan: membunuh cacing dan mencegah
penyebaran
samping: mebendazol dan albendazol dapat
menyebabkan eratic migration sehingga dapat mengganggu
pernapasan.
3) Pencegahan:
2) Efek
176
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
: 3A
: 0702
ICD X : B74.9
a. Definisi
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular kronik
yang disebabkan sumbatan cacing filaria di kelenjar getah
bening, menimbulkan gejala klinis akut berupa demam berulang,
radang kelenjar getah bening, edema dan gejala kronik berupa
elefantiasis.
b. Penyebab
Di Indonesia ditemukan 3 spesies cacing filaria, yaitu
Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori yang
masing-masing sebagai penyebab filariasis bancrofti, filariasis
malayi dan filariasis timori. Beragam spesies nyamuk dapat
berperan sebagai penular (vektor) penyakit tersebut.
c. Cara Penularan
Seseorang tertular filariasis bila digigit nyamuk yang
mengandung larva infektif cacing filaria. Nyamuk yang
menularkan filariasis adalah Anopheles, Culex, Mansonia,
Aedes dan Armigeres. Nyamuk tersebut tersebar luas di seluruh
Indonesia sesuai dengan keadaan lingkungan habitatnya
(got/saluran air, sawah, rawa, hutan).
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
177
d. Gambaran Klinik
1) Filariasis tanpa gejala
Umumnya di daerah endemik, pada pemeriksaan fisik hanya
ditemukan pembesaran kelenjar limfe terutama di daerah
inguinal. Pada pemeriksaan darah ditemukan mikrofilaria
dalam jumlah besar dan eosinofilia.
e. Diagnosis
178
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
f. Penatalaksanaan
1) Perawatan Umum
Antibiotik atau antimikotik untuk infeksi sekunder dan
abses.
Perawatan elefantiasis dengan mencuci kaki secara teratur
dan merawat luka. Melakukan elevasi tungkai pada waktu
duduk atau tidur.
2) Pengobatan Spesifik
Untuk
pengobatan
individual
diberikan
Diethyl
Carbamazine Citrate (DEC) 6 mg/kgBB 3 x sehari selama
12 hari.
Pengobatan massal (rekomendasi WHO) adalah DEC 6
mg/kgBB dan albendazol 400 mg (+ parasetamol) dosis
tunggal, sekali setahun selama 5 tahun.
Untuk program eliminasi filariasis gunakan buku petunjuk
program.
g. KIE
1) Tujuan pengobatan: menghilangkan parasit filaria dari
darah.
Mencegah berkembangbiaknya nyamuk sesuai program
PSN 3M (pemberantasan sarang nyamuk dengan menguras,
menutup, mengubur genangan air).
2) Efek samping DEC: pusing, mual dan demam yang
berkaitan dengan derajat mikrofilaremia dan biasanya
berlangsung selama 3 hari.
3) Alasan rujukan: jika ditemukan efek samping obat, filariasis
sistemik.
OKSIURIASIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
:
ICD X : B80
a. Definisi
Infeksi cacing kremi (oksiuriasis, enterobiasis) adalah infeksi
parasit yang disebabkan Enterobius vermicularis. Parasit ini
terutama menyerang anak-anak;
cacing tumbuh dan
berkembang biak di dalam usus.
b. Penyebab
Enterobius vermicularis.
c. Gambaran Klinis
1) Rasa gatal hebat di sekitar anus, kulit di sekitar anus
menjadi lecet atau kasar atau terjadi infeksi (akibat
penggarukan).
2) Rewel (karena rasa gatal).
3) Kurang tidur (biasanya karena rasa gatal yang timbul pada
malam hari ketika cacing betina bergerak ke daerah anus
dan meletakkan telurnya disana).
4) Napsu makan berkurang, berat badan menurun (jarang,
tetapi dapat terjadi pada infeksi berat) rasa gatal atau iritasi
vagina (pada anak perempuan, jika cacing masuk ke dalam
vagina).
d. Diagnosis
Cacing kremi dapat dilihat dengan mata telanjang pada anus
pasien, terutama dalam waktu 12 jam setelah anak tertidur pada
malam hari. Cacing kremi aktif bergerak, berwarna putih dan
setipis rambut. Telur maupun cacingnya bisa didapat dengan
menempelkan selotip di lipatan kulit di sekitar anus, pada pagi
hari sebelum anak terbangun. Kemudian selotip tersebut
ditempelkan pada kaca objek dan diperiksa dengan mikroskop.
e. Penatalakasanaan
1)
2)
180
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
3)
f. KIE
1)
2)
ICD X : B65
a. Definisi
Sistomiasis merupakan penyakit parasit (cacing) menahun yang
hidup di dalam pembuluh darah vena, sistem peredaran darah
hati, yaitu pada sistem vena porta, mesenterika superior. Dalam
siklus hidupnya cacing ini memerlukan hospes perantara sejenis
keong Oncomelania hupensis lindoensis yang bersifat amfibi.
b. Penyebab
Cacing trematoda. Penyakit ini ditularkan melalui bentuk
infektif larvanya yang disebut sekaria yang sewaktu-waktu
keluar dari keong tersebut di atas. Larva ini akan masuk ke
dalam tubuh manusia melalui pori-pori kulit yang kontak
dengan air yang mengandung sekaria. Penyakit ini telah lama
diketahui terdapat di Indonesia, pertama kali dilaporkan pada
tahun 1937 oleh Brug dan Tesch. Adapun cacing penyebabnya
adalah Scistosoma japonicum. Daerah endemis sistosomiasis di
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
181
Indonesia sampai saat ini terbatas pada daerah Lindu, Napu, dan
Besoa di Propinsi Sulawesi Tengah.
c. Gambaran Klinis
1) Masa tunas 4 6 minggu.
2) Pasien memperlihatkan gejala umum berupa demam,
urtikaria, mual, muntah, dan sakit perut. Kadang dijumpai
sindroma disentri.
3) Dermatitis sistosoma terjadi karena serkaria menembus ke
dalam kulit.
4) Pada tingkat lanjut telur yang terjebak dalam organ-organ
menyebabkan mikroabses yang meninggalkan fibrosis
dalam penyembuhannya. Maka dapat terjadi sirosis
hepatitis, hepatosplenomegali, dan hipertensi portal yang
dapat fatal.
d. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan bila ditemukan telur dalam feses,
atau biopsi rektum atau hati. Uji serologi memastikan diagnosis.
e. Penatalaksanaan
Obat terpilih untuk sistosomiasis adalah prazikuantel, dosis
tunggal.
f. KIE
1) Pencegahan: air minum harus dimasak dahulu. Di daerah
endemis, air mandi didiamkan dulu minimal 2 hari dalam
penampungan air.
2) Alasan rujuk: bila terjadi komplikasi.
TAENIASIS / SISTISERKOSIS
Kompetensi
: 4 dan 3A
Laporan Penyakit
:
ICD X : B68
a. Definisi
Taeniasis ialah penyakit zoonosis parasitik yang disebabkan
cacing dewasa Taenia (Taenia saginata, Taenia solium dan
Taenia asiatica). Infeksi larva T. solium disebut sistiserkosis
182
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
b. Penyebab
Cacing dewasa Taenia (Taenia saginata, Taenia solium dan
Taenia asiatica); larva T. solium.
c. Penularan
Sumber penularan taeniasis adalah hewan terutama babi, sapi
yang mengandung larva cacing pita (cysticercus). Sumber
penularan sistiserkosis adalah pasien taeniasis solium sendiri
yang fesesnya mengandung telur atau proglotid cacing pita dan
mencemari lingkungan. Seseorang dapat terinfeksi cacing pita
(taeniasis) bila makan daging yang mengandung larva yang
tidak dimasak dengan sempurna, baik larva T.saginata yang
terdapat pada daging sapi (cysticercus bovis) maupun larva
T.solium (cysticercus cellulose) yang terdapat pada daging babi
atau larva T.asiatica yang terdapat pada hati babi. Sistiserkosis
terjadi apabila telur T.solium tertelan oleh manusia. Telur T.
saginata dan T.asiatica tidak menimbulkan sistiserkosis pada
manusia.
Sistiserkosis merupakan penyakit yang berbahaya dan
merupakan masalah kesehatan masyarakat di daerah endemis.
Hingga saat ini kasus taeniasis/sistiserkosis telah banyak
dilaporkan dan tersebar di beberapa propinsi di Indonesia,
terutama di propinsi Papua, Bali dan Sumatera Utara.
d. Gambaran Klinis
1) Masa inkubasi berkisar antara 814 minggu.
2) Sebagian kasus taeniasis tidak menunjukkan gejala
(asimtomatik).
e. Diagnosis
Diagnosis taeniasis dapat ditegakkan dengan anamnesis dan
pemeriksaan feses secara mikroskopis. Adanya riwayat
mengeluarkan proglotid (segmen) cacing pita baik pada waktu
buang air besar maupun secara spontan. Pada pemeriksaan feses
ditemukan telur cacing Taenia.
f. Penatalaksanaan
Pasien taeniasis diobati dengan prazikuantel dengan dosis 10
mg/kg BB dosis tunggal. Cara pemberian prazikuantel adalah
sebagai berikut :
1) Satu hari sebelum pemberian prazikuantel, pasien
dianjurkan untuk makan makanan yang lunak tanpa minyak
dan serat.
2) Malam harinya setelah makan malam pasien menjalani
puasa.
3) Keesokan harinya dalam keadaan perut kosong pasien diberi
prazikuantel.
4) Dua sampai 2 1/2 jam kemudian diberikan garam Inggris
(MgSO4), 30 gram untuk dewasa dan 15 g atau 7,5 g untuk
anak anak, sesuai dengan umur yang dilarutkan dalam sirop
(pemberian sekaligus).
5) Pasien tidak boleh makan sampai buang air besar yang
pertama. Setelah buang air besar pasien diberi makan bubur.
6) Feses harus dikumpulkan dalam 24 jam kemudian dikirim
ke laboratorium untuk identifikasi adanya skoleks.
Keberhasilan pengobatan didasarkan atas ditemukannya
skoleks.
g. KIE
1) Pencegahan
a) Menjaga kebersihan lingkungan dan pribadi.
b) Mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air
besar.
: 4
:
ICD X : B79
a. Definisi
Trikuriasis atau infeksi cacing cambuk adalah penyakit yang
disebabkan oleh cacing Trichuris trichiura.
b. Penyebab
Trichuris trichiura.
c. Gambaran Klinis
1) Infeksi ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis.
2) Infeksi berat terutama pada anak memberikan gejala diare
yang sering diselingi dengan sindroma disentri. Gejala
lainnya adalah anemia, berat badan turun dan kadangkadang disertai prolapsus rekti.
d. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur cacing di dalam
feses.
e. Penatalaksanaan
1) Mebendazol 100 mg tiap 12 jam selama 3 hari berturut-turut
atau dosis tunggal 500 mg
f. KIE
Pencegahan trikuriasis sama dengan askariasis yaitu buang air
besar di jamban, mencuci dengan baik sayuran yang dimakan
mentah (lalapan), pendidikan tentang sanitasi dan kebersihan
perorangan seperti mencuci tangan sebelum makan.
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
185
49. KEILOSIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 1505
ICD X : K09-K13
a. Definisi
Keilosis adalah radang dangkal pada sudut mulut yang
menyebabkan sudut mulut pecah-pecah.
b. Penyebab
Biasanya karena defisiensi riboflavin, asam pantotenat dan
piridoksin. Kelainan serupa dapat pula disebabkan oleh mikosis
atau virus herpes.
186
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
c. Gambaran Klinis
Tampak fisur atau luka-luka berkerak di kedua sudut mulut yang
terasa perih bila terkena makanan pedas.
d. Diagnosis
Pecah-pecah pada sudut mulut.
e. Penatalaksanaan
1) Vitamin B-kompleks 1 tablet tiap 8 jam diberikan selama 1
minggu.
2) Dapat ditambahkan vitamin C 50 mg tiap 8 jam.
f. KIE
Pencegahan: konsumsi buah secara teratur.
ICD X : R56.0
a. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal >38 oC) yang disebabkan oleh
suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan 5
tahun.
Anak yang pernah pengalami kejang tanpa demam, kemudian
kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan
tidak termasuk dalam kejang demam.
b. Penyebab
Faktor risiko berulangnya kejang demam:
1) Riwayat kejang demam dalam keluarga
2) Usia <12 bulan
3) Temperatur yang rendah saat kejang
4) Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang
demam adalah 80%, sedangkan bila terdapat faktor tersebut
kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10%-15%.
Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada
tahun pertama.
c. Gambaran Klinis
Klasifikasi:
1) Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 10
menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang
berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal.
Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam
sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam.
188
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
>15
menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara
bangkitan kejang, anak tidak sadar. Kejang lama terjadi
pada 8% kejang demam.
b) Kejang fokal, adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang
umum didahului kejang parsial.
c) Kejang berulang, adalah kejang 2 kali atau lebih dalam
24 jam, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang
berulang terjadi pada 16% diantara anak yang
mengalami kejang demam.
d. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik.
Pada kasus kejang untuk anak <18 bulan dianjurkan untuk
dilakukan pungsi lumbal, dan anak <12 bulan harus dilakukan
pungsi lumbal.
e. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium dapat dikerjakan untuk mengevaluasi
sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer,
elektrolit dan gula darah.
f. Diagnosis banding
Bila anak berumur kurang dari 18 bulan atau lebih dari 5 tahun
mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain
misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi
bersama demam, perlu dirujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut.
g. Penatalaksanaan
1) Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada
waktu pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang
dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam i.v. dengan dosis 0,30,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit
atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
189
190
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
(2)
(3)
h. KIE
1) Tujuan pengobatan: mengurangi/mencegah serangan.
2) Edukasi pada orang tua untuk mengurangi kecemasan:
a) Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya
mempunyai prognosis baik
a. Definisi
Keluarnya cairan yang berlebihan dari dalam vagina disertai
dengan gatal/rasa terbakar pada vulva. Dapat disebabkan oleh
infeksi vagina (kolpitis) yang lebih bersifat encer dan radang
serviks (servisitis) yang bersifat muko-purulen.
b. Penyebab
Kolpitis sering disebabkan oleh trikomoniasis, kandidiasis dan
vaginosis bakterial, sedangkan servisitis sering disebabkan oleh
infeksi Neiserria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis.
c. Gambaran Klinis
1) Deteksi infeksi serviks berdasarkan gejala klinis sulit
dilakukan, karena sebagian besar wanita dengan gonore atau
192
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
d. Diagnosis
1) Gejala duh tubuh (discharge) yang abnormal merupakan
petunjuk kuat infeksi vagina namun merupakan pertanda
lemah untuk infeksi serviks. Jadi semua wanita yang
menunjukkan tanda-tanda duh tubuh vagina (vaginal
discharge) agar diobati juga untuk trikomoniasis dan
bakterial vaginosis sekaligus.
2) Wanita dengan cairan tubuh yang berlebihan disertai dengan
faktor risiko perlu dipertimbangkan untuk diobati sebagai
servisitis yang disebabkan gonore dan klamidiasis.
3) Pemeriksaan secara mikroskopik sangat membantu
diagnosis untuk infeksi serviks.
e. Penatalaksanaan
Pengobatan sindroma duh tubuh vagina karena servisitis sesuai
dengan pedoman penatalaksanaan IMS yang diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal P2PL Kemenkes (Tabel 20 dan Tabel 21).
Tabel 20. Pengobatan Gonore Tanpa Komplikasi dan
Klamidiasis
Pengobatan Gonore Tanpa
Pengobatan Klamidiasis
Komplikasi
Pilihlah salah satu dari beberapa cara pengobatan yang dianjurkan dibawah ini
Siprofloksasin*) 500 mg perDoksisiklin**100 mg per oral tiap 6 jam selama 7 hari
oral, dosis tunggal
Pilihan pengobatan lain
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
193
*) Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui, anak usia
<12 tahun dan remaja
**)Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui dan anak
usia < 12 tahun
Tabel 21. Pengobatan Sindroma Duh Tubuh Vagina karena
Vaginitis (pengobatan program)
Trikomoniasis
Bakterial Vaginosis
( bukan IMS )
Kandidosis Vagina
(bukan IMS)
Pilih salah satu dari beberapa cara pengobatan yang dianjurkan dibawah ini
Metronidazol, 2 g perMetronidazol 400 atau 500 mg,
oral, dosis tunggal
2 x sehari, selama 7 hari
Pilihan pengobatan lain
Metronidazol 400 atauMetronidazol, 2 g per oral, dosisNistatin tab vagina100.000
500 mg per oral, 2 xtunggal
UI, tiap hari, selama 14 hari
sehari, selama 7 hari
f. KIE
1) Tujuan pengobatan: pengobatan penyakit dan pemutusan
2)
3)
4)
rantai penularan.
Efek samping metronidazol: mual dan lemas. Tetrasiklin
dan doksisiklin tidak boleh diberikan pada ibu hamil.
Pencegahan: hindari kontak langsung.
Alasan rujuk: jika ditemukan keganasan.
194
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
: 3B
: 1903
ICD X : A05.1
a. Definisi
Botulismus merupakan keracunan akibat mengkonsumsi
makanan yang tercemar toksin yang dihasilkan oleh
C.botulinum. Keracunan ini ditandai oleh kelainan
neuromuskuler, jarang terjadi diare. Kematian sekitar 65%.
b. Penyebab
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
195
Makanan yang
C.botulinum.
tercemar
toksin
yang
dihasilkan
oleh
c. Gambaran Klinis
1) Inkubasi penyakit ini kira-kira 1836 jam, namun dapat
2)
3)
4)
5)
6)
7)
d. Diagnosis
Pada anamnesis didapatkan riwayat konsumsi makanan tertentu.
Pemeriksaan fisik ditemukan defisit neurologi.
e. Penatalaksanaan
1) Tindakan penanggulangan: bila perlu, berikan pernapasan
buatan. Jika tidak muntah, usahakan untuk muntah. Jika
perlu, lakukan bilas lambung.
2) Bila terdapat tanda-tanda syok pasang infus glukosa 5% dan
kalau perlu lakukan pernapasan buatan.
3) Pengobatan spesifik, terutama bila timbul gejala dengan
antitoksin.
4) Setelah penanganan kegawatan, pasien harus segera dirujuk
ke rumah sakit.
KERACUNAN BONGKREK
Kompetensi
: 3B
Laporan Penyakit : 1903
ICD X : T62
a. Definisi
Racun bongkrek dihasilkan oleh Bacillus cocovenevans, yaitu
kuman yang tumbuh dari bongkrek yang diproses kurang baik.
196
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
b. Penyebab
Keracunan tempe bongkrek disebabkan oleh toksoflavin dan
asam bongkrek yang dihasilkan oleh Pseudomonas cocovenans
yang dikenal juga sebagai bakteri asam bongkrek. Toksin
tersebut dihasilkan dalam media yang mengandung ampas
kelapa.
c. Gambaran Klinis
1) Gejala timbul 46 jam setelah makan tempe bongkrek yaitu
berupa mual dan muntah.
2) Pasien mengeluh sakit perut, sakit kepala dan melihat ganda
(diplopia).
3) Pasien lemah, gelisah dan berkeringat dingin kadang disertai
gejala syok.
4) Pada hari ke-3 sklera menguning, pembesaran hati dan urin
keruh dengan protein (+).
d. Diagnosis
Riwayat konsumsi tempe bongkrek.
e. Penatalaksanaan
1) Pasien harus dirujuk ke rumah sakit, sementara itu bila
pasien masih sadar usahakan mengeluarkan sisa makanan.
f. KIE
Perhatikan warna tempe,bila jamur tidak tumbuh maka harus
dibuang.
KERACUNAN JENGKOL
Kompetensi
: 3B
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
197
Laporan Penyakit
: 1903
ICD X : T62
a. Definisi
Keracunan akibat terjadinya pengendapan kristal asam jengkol
di saluran kemih. Ciri orang yang rentan pengendapan kristal
asam jengkol ini belum dapat ditentukan.
b. Penyebab
Asam Jengkolat.
c. Gambaran Klinis
1) Bau khas jengkol tercium dari mulut dan urin pasien.
2) Timbul kolik ginjal seperti pada batu ginjal.
3) Pasien mengeluh nyeri sewaktu buang air kecil.
4) Urin pasien merah karena darah (hematuria). Secara
mikroskopis, selain eritrosit tampak kristal asam jengkol
seperti jarum.
5) Dalam keadaan berat terdapat anuria dan mungkin pasien
pingsan karena menahan sakit.
d. Diagnosis
Hematuria, nyeri pada saat buang air kecil.
e. Penatalaksanaan
1) Keracunan ringan dapat diobati dengan minum banyak dan
pemberian Natrium bikarbonat 2 g per oral 4 x sehari
sampai gejala hilang.
2) Pada keracunan berat dengan anuria pasien perlu dirujuk.
f. KIE
Pencegahan: disarankan tidak mengkonsumsi makanan tersebut
berlebihan.
KERACUNAN SINGKONG
Kompetensi
: 3B
Laporan Penyakit
: 1903
ICD X : T62
a. Definisi
198
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
b. Penyebab
Singkong yang mengandung sianida (HCN).
c. Gambaran Klinis
1) Tanda keracunan timbul akut kira-kira setengah jam setelah
makan singkong beracun.
2) Gejala berawal dengan pusing dan muntah.
3) Dalam keadaan yang berat pasien sesak napas dan kesadaran
menurun.
4) Bibir, kuku, kemudian muka dan kulit berwarna kebiruan
(sianosis).
Sianosis
perlu
dibedakan
dengan
methaemoglobinemia yang timbul karena keracunan sulfa,
DDS, nitrat atau nitrit, yang memerlukan pengobatan lain
(metilen-biru).
d. Diagnosis
Berdasarkan tanda dan gejala klinis pada pasien dengan riwayat
makan singkong.
e. Penatalaksanaan
1) Berikan Na-tiosulfat 25% 20 ml secara i.v. perlahan dan
diulangi tiap 7-10 menit sampai gejala teratasi. Dosis total
diberikan sampai pasien bangun, jumlahnya bergantung
pada beratnya gejala.
2) Berikan oksigen dan pernapasan buatan bila terdapat depresi
napas.
3) Pasien perlu diobservasi 24 jam dan dikirim ke rumah sakit
bila keracunannya berat.
f. KIE
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
199
200
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
KERACUNAN INSEKTISIDA
Semua insektisida bentuk cair dapat diserap melalui kulit dan usus
dengan sempurna. Jenis yang paling sering menimbulkan keracunan
di Indonesia adalah golongan organofosfat dan organoklorin.
Golongan karbamat efeknya mirip efek organofosfat, tetapi jarang
menimbulkan kasus keracunan.
Masih terdapat jenis pestisida lain seperti racun tikus (antikoagulan
dan seng fosfit) dan herbisida (parakuat) yang juga sangat toksik.
Kasus keracunan golongan ini jarang terjadi. Penatalaksanaannya
dapat dilihat dalam Pedoman Pengobatan Keracunan Pestisida
yang diterbitkan oleh Bagian Farmakologi FKUI.
KERACUNAN GOLONGAN ORGANOFOSFAT
Kompetensi
: 3B
Laporan Penyakit : 1902
ICD X : T60
a. Definisi
Keracunan organofosfat adalah sakit yang disebabkan oleh
tertelannya zat golongan organofosfat. Golongan organofosfat
bekerja selektif, tidak persisten dalam tanah, dan tidak
menyebabkan resistensi pada serangga. Golongan organofosfat
bekerja dengan cara menghambat aktivitas enzim kolinesterase,
sehingga asetilkolin tidak terhidrolisa.
b. Penyebab
Keracunan pestisida golongan organofosfat disebabkan oleh
asetilkolin yang berlebihan, mengakibatkan perangsangan terus
menerus saraf muskarinik dan nikotinik.
c. Gambaran Klinis
Gejala klinis keracunan pestisida golongan organofosfat pada:
1) Mata: pupil mengecil dan penglihatan kabur.
2) Pengeluaran cairan tubuh: pengeluaran keringat meningkat,
lakrimasi, salviasi dan juga sekresi bronchial.
3) Saluran cerna: mual, muntah, diare dan sakit perut.
4) Saluran napas: batuk, bersin, dispnea dan dada sesak.
5) Kardiovaskular: bradikardia dan hipotensi.
6) Sistem saraf pusat: sakit kepala, bingung, berbicara tidak
jelas, ataksia, demam, konvulsi dan koma.
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
201
d. Diagnosis
Pada anamnesis ditemukan riwayat tertelan insektisida golongan
organofosfat, baik disengaja (pasien depresi berat dan mencoba
bunuh diri) atau tidak disengaja (kecelakaan).
e. Penatalaksanaan
Keracunan akut :
1) Tindakan gawat darurat:
a) Jaga jalan napas dengan tindakan resusitasi.
b) Pantau tanda-tanda vital.
c) Berikan pernapasan buatan dengan alat dan beri
oksigen.
d) Berikan atropin sulfat 2 mg i.v., ulangi tiap 38 menit
sampai gejala keracunan parasimpatik terkendali.
e) Sebelum gejala timbul atau setelah diberi atropin sulfat,
kulit dan selaput lendir yang terkontaminasi harus
dibersihkan dengan air dan sabun.
f) Jika tersedia Naso Gastric Tube, lakukan bilas lambung
dengan air.
2) Tindakan umum:
a) Sekresi paru disedot dengan kateter.
b) Hindari penggunaan obat morfin, aminofilin, golongan
barbital, golongan fenotiazin dan obat-obat yang
menekan pernapasan.
f. KIE
Jika keracunan melalui mulut dan kadar enzim kolinesterase
menurun, maka perlu dihindari kontak lebih lanjut sampai kadar
kolinesterase kembali normal.
Pencegahan: konsultasi dengan psikiater pada pasien depresi.
Keluarga perlu berhati-hati dalam penyimpanan bahan-bahan
pestisida atau insektisida.
202
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
KERACUNAN ORGANOKLORIN
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 3B
: 1902
ICD X : T60
a. Definisi
Keracunan organoklorin adalah sakit yang disebabkan oleh
tertelannya bahan yang mengandung pestisida golongan
organoklorin. Pestisida golongan organoklorin pada umumnya
merupakan racun perut dan racun kontak yang efektif terhadap
larva, serangga dewasa dan kadang-kadang juga terhadap
kepompong dan telurnya. Penggunaan pestisida golongan
organoklorin makin berkurang karena pada penggunaan dalam
waktu lama residunya persisten dalam tanah, tubuh hewan dan
jaringan tanaman.
b. Penyebab
Pestisida golongan organoklorin.
c. Gambaran Klinis
1) Gejala keracunan turunan halobenzen dan analog, terutama
muntah, tremor dan konvulsi.
d. Diagnosis
Riwayat kontak dengan insektisida golongan organoklorin.
e. Penatalaksanaan
Penanggulangan keracunan pestisida golongan keracunan
organoklorin pada umumnya:
1) Tindakan gawat darurat:
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
203
sampai
muntah.
Berikan karbon aktif sebanyak 20 tablet yang digerus
dan dicampur dengan air,
Bilas lambung dengan air 24 L. Kemudian berikan
obat pencuci perut.
Pembersihan usus, juga dapat dilakukan dengan 200 mL
larutan manitol 20 % dengan melalui pipa naso gastrik
(NGT),
Jangan diberi lemak atau minyak.
Jika kulit juga terkena, bersihkan dengan air dan sabun.
2) Tindakan umum:
a) Untuk mengatasi konvulsi, berikan diazepam 10 mg
secara i.v perlahan. Jika belum menunjukkan hasil
berikan obat yang memblokade neuromuskuler.
b) Atasi hiperaktivitas dan tremor, berikan Natrium
fenobarbital 100 mg s.k tiap jam sampai mencapai
jumlah 0,5 g atau sampai konvulsi terkendali.
c) Jangan diberi obat stimulan terutama epinefrin, karena
dapat menimbulkan fibrilasi ventrikuler.
f. KIE
Tindakan pencegahan :
1) Pestisida sebaiknya disimpan dalam tempat aslinya dengan
etiket yang jelas dan disimpan di tempat yang tidak
terjangkau oleh anak-anak, serta jauh dari makanan dan
minuman.
2) Pada waktu menggunakan pestisida, perlu diikuti dengan
cermat dan tepat, sesuai prosedur dan petunjuk lain yang
telah ditentukan.
3) Hindari kontak atau menghisap pestisida.
4) Pada waktu bekerja dengan pestisida, sebaiknya tidak
sambil makan, minum atau merokok.
5) Tempat atau wadah pestisida yang telah kosong, sebaiknya
dibuang atau dimusnahkan, demikian juga pestisida yang
204
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
: 3A
: 1004
ICD X : H16
a. Definisi
Keratitis (Ulkus Kornea) adalah suatu keadaan infeksi pada
kornea yang dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, virus
dan faktor imunologis. Pada umumnya didahului oleh keadaan
trauma pada kornea, penggunaan lensa kontak, pemakaian
kortikosteroid topikal yang tidak terkontrol.
b. Penyebab
1) Infeksi
2) Non Infeksi.
c. Gambaran Klinis
1) Pasien datang dengan keluhan penurunan tajam penglihatan
dan mata merah.
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
205
2)
3)
4)
5)
d. Diagnosis
Penurunan visus, lesi pada kornea, palpebra spasme, epifora dan
sekret.
e. Penatalaksanaan
Sebagai terapi awal, berikan kloramfenikol tetes mata tiap 4
jam, sekurang-kurangnya selama 3 hari.
Segera rujuk ke spesialis mata tanpa dilakukan pemasangan
verban.
f. KIE
1) Tujuan pengobatan: mengatasi infeksi sesuai dengan
penyebab dan mencegah kebutaan yang lebih berat.
2) Perhatian:
a) Jangan diberikan obat yang mengandung kortikosteroid
topikal.
206
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
54. KOLERA
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 0101
ICD X : A00
a. Definisi
Kolera adalah suatu infeksi usus kecil karena bakteri Vibrio
cholerae.
Kolera menyebar melalui air yang diminum, makanan laut atau
makanan lainnya yang tercemar oleh kotoran orang yang
terinfeksi.
b. Penyebab
Bakteri kolera menghasilkan racun yang menyebabkan usus
halus melepaskan sejumlah besar cairan yang banyak
mengandung garam dan mineral. Karena bakteri sensitif
terhadap asam lambung, maka pasien kekurangan asam lambung
cenderung menderita penyakit ini.
c. Gambaran Klinis
1) Gejala dimulai dalam 13 hari setelah terinfeksi bakteri,
2)
3)
4)
5)
6)
d. Diagnosis
1) Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya.
2) Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan
terhadap apusan rektum (rektal swab) atau contoh feses
segar.
e. Penatalaksanaan
Pengobatan:
1) Yang sangat penting adalah segera mengganti kehilangan
cairan, garam dan mineral dari tubuh, dengan menilai
derajat dehidrasi, dengan pemberian oralit sebanyak
perkiraan cairan diare yang keluar. Pemberian cairan
mengacu pada Bab Diare Akut Non Spesifik.
2) Untuk pasien yang mengalami dehidrasi berat, cairan
rehidrasi diberikan melalui infus (cairan Ringer Laktat atau
bila tidak tersedia bisa menggunakan larutan NaCl 0,9%).
Di daerah wabah, kadang-kadang cairan diberikan melalui
selang yang dimasukkan lewat hidung menuju ke lambung.
3) Penggunaan antibiotik
a) Tetrasiklin, dewasa: 500 mg tiap 6 jam selama 3 hari.
b) Trimetoprim (TMP) Sulfamethoxazole (SMX):
Anak-anak: TMP 5 mg/kgBB dan SMX 25 mg/kgBB
(tiap 12 jam selama 3 hari)
Dewasa: TMP 160 mg dan SMX 800 mg (tiap 12 jam
selama 3 hari).
208
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
f. KIE
1) Tujuan penatalaksanaan: eradikasi kuman, mencegah
komplikasi dehidrasi dan mencegah penularan.
2) Pencegahan:
a) Penjernihan cadangan air dan pembuangan feses yang
memenuhi standar sangat penting dalam mencegah
terjadinya kolera.
b) Usaha lainnya adalah meminum air yang sudah terlebih
dahulu dimasak dan menghindari sayuran mentah atau
ikan dan kerang yang dimasak tidak sampai matang.
3) Petugas wajib melaporkan kasus dugaan kolera kepada
Dinas Kesehatan setempat.
ICD X : H10
a. Definisi
Konjungtivitis bakterial sering dijumpai pada anak-anak,
biasanya dapat sembuh sendiri.
b. Penyebab
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh bakteri Staph.
epidermidis, Staph. aureus, Strep. pneumoniae dan H. influenza.
Penyebaran infeksi melalui kontak langsung dengan sekret air
mata yang terinfeksi.
c. Gambaran Klinis
1) Mata terlihat merah.
2) Rasa mengganjal dan panas pada mata.
3) Sekret yang banyak, pada saat bangun tidur kelopak mata
lengket dan sulit dibuka.
d. Diagnosis
Sekret mukopurulen.
e. Penatalaksanaan
1) Pemberian antibiotik dapat diberikan dalam bentuk tetes
mata dan salep mata. Kloramfenikol tetes mata 1-2 tetes tiap
4-6 jam. Salep mata kloramfenikol dapat diberikan untuk
mendapatkan konsentrasi yang tinggi. Diberikan sebelum
210
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
f.
ICD X : B30
a. Definisi
Konjungitivitis Viral adalah peradangan pada konjungtiva yang
biasanya disebabkan oleh Adenovirus. Penyakit ini sangat tinggi
tingkat penyebarannya, melalui jalan napas atau sekresi air
mata, baik secara langsung maupun melalui bahan pengantar
seperti handuk, sapu tangan yang digunakan bersama.
b. Penyebab
Infeksi ini disebabkan Adenovirus.
c. Gambaran Klinis
1) Timbul secara akut
2) Mata merah dan berair, biasanya mengenai dua mata
3) Pada konjungtiva terlihat folikel dan sekret serosa (warna
4)
5)
6)
7)
8)
bening)
Pada kasus berat dapat terjadi subkonjungtiva, kemosis dan
pseudomembran
Bila terjadi keratitis, akan terlihat lesi putih di kornea
berbentuk pungtata di epitel atau sub-epitel, dalam keadaan
berat dapat terjadi di stroma kornea.
Dapat terjadi edema kelopak mata
Dapat disertai dengan demam, batuk pilek
Dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening preaurikuler
d. Diagnosis
Edema palpebra, konjungtiva merah, sekret serosa, tidak terjadi
penurunan visus.
e. Penatalaksanaan
1) Pada umumnya penyakit ini dapat sembuh sendiri.
2) Dapat ditambahkan antibiotik topikal seperti kloramfenikol
tetes mata bila terdapat tanda infeksi sekunder, seperti sekret
menjadi purulen.
212
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
f. KIE
1) Tujuan
2)
3)
4)
5)
ICD X : H10
a. Definisi
Konjungtivitis vernal adalah peradangan pada konjungtiva yang
disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas (atopi).
Keratokonjungtivitis vernal biasanya bersifat rekuren, bilateral
dan terjadi pada masa anak-anak yang tinggal di daerah kering
dan hangat. Onset terjadi pada usia > 5 tahun dan berkurang
setelah masa pubertas. Pada umumnya didapatkan riwayat atopi
pada pasien atau keluarga.
b. Penyebab
Riwayat Alergi/Atopi.
c. Gambaran Klinis
1) Gejala utama yang paling sering dikeluhkan adalah rasa
2)
3)
4)
5)
d. Penatalaksanaan
1) Mast cell stabilizers seperti Natrium kromoglikat tetes mata
2% 1-2 tetes tiap 6-8 jam dapat diberikan untuk mencegah
eksaserbasi akut.
2) Pemberian antihistamin oral dan steroid oral.
e. KIE
214
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
a. Definisi
Radang konjungtiva yang terjadi pada bayi yang baru lahir.
Gejala muncul beberapa jam sampai 28 hari pasca lahir.
Biasanya terjadi pada partus normal.
b. Penyebab
Bayi baru lahir tertular infeksi seperti gonore, klamidia oleh
ibunya ketika melewati jalan lahir.
c. Gejala Klinis
1) Kelopak mata bengkak dan konjungtiva hiperemia hebat.
2) Sekret mata purulen yang kadang bercampur darah.
3) Hasil pemeriksaan sekret atau kerokan konjungtiva dengan
pewarnaan Gram memperlihatkan banyak sekali sel
polimorfonuklear. Kuman N.gonorrhoeae khas tampak
sebagai kokus gram negatif yang berpasangan seperti biji
kopi, tersebar di luar dan di dalam sel.
d. Diagnosis
Pada anamnese didapatkan riwayat keputihan ibu pada saat
hamil.
e. Penatalaksanaan
1) Lakukan pemeriksaan gram pada sekret. Jika ditemukan
gonore, pasien harus dirawat di puskesmas perawatan dan
dipisahkan dari pasien lain untuk menghindari penularan.
Jika non-gonore, dapat dipertimbangkan untuk rawat jalan
di puskesmas
2) Pengobatan harus segera diberikan dengan intensif karena
gonore ini dapat menyebabkan perforasi kornea yang
berakhir dengan kebutaan.
3) Sekret harus dibersihkan tiap jam dengan kassa steril yang
dibasahi dengan NaCl. Kelopak mata dibuka saat
216
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
f. KIE
1) Tujuan pengobatan: untuk menyembuhkan dan menghindari
komplikasi.
59. KUSTA
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 0301
ICD X : A30
a. Definisi
Kusta atau lepra adalah suatu penyakit kulit menular menahun
yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae. Serangan
kuman yang berbentuk batang ini biasanya pada kulit, saraf tepi,
mata, selaput lendir hidung, otot, tulang dan buah zakar.
b. Penyebab
Kuman Mycobacterium leprae.
c. Gambaran Klinis
Tanda utama (Cardinal sign):
1) Kelainan pada kulit, berupa bercak yang berwarna putih
(hipopigmentasi) yang tak berasa atau kemerahan
(eritematosus) yang mati rasa (makula anestesia).
2) Penebalan saraf tepi.
3) Gejala pada kulit, pasien kusta adalah pada kulit terjadi
benjol-benjol kecil berwarna merah muda atau ungu.
Benjolan kecil ini menyebar berkelompok dan biasanya
terdapat pada mata dan mungkin juga timbul di hidung
hingga menyebabkan perdarahan.
4) Gejala pada saraf, berkurangnya perasaan pada anggota
badan atau bagian tubuh yang terkena. Kadang-kadang
terdapat radang saraf yang nyeri. Adakalanya kaki dan
tangan berubah bentuknya. Jari kaki sering hilang akibat
serangan penyakit ini. Pasien merasa demam akibat reaksi
penyakit tersebut.
5) Gejala pada mata, ditandai dengan mata merah, kehilangan
alis, adanya sekret, dapat disertai dengan penurunan visus.
6) Penyakit kusta terdapat dalam bermacam-macam bentuk.
Bentuk leproma mempunyai kelainan kulit yang tersebar
secara simetris pada tubuh. Bentuk ini menular karena
kelainan kulitnya mengandung banyak kuman.
7) Ada juga bentuk tuberkuloid yang mempunyai kelainan
pada jaringan saraf yang mengakibatkan cacat pada tubuh.
218
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
d. Diagnosis
Dari gejala klinik dan tes sensitivitas.
e. Penatalaksanaan
Klasifikasi Kusta menurut WHO untuk memudahkan
pengobatan di lapangan:
1) PB ( Pauci Bacillery), lesi <5, tidak ditemukan basil
2) MB ( Multi Bacillary), lesi >5, ditemukan basil
Prinsip Multi Drug Treatment (pengobatan kombinasi Regimen
MDT-Standar WHO)
1) Regimen MDT-Pausibasiler
a) Rifampisin
- Dewasa
: 600 mg/bulan, disupervisi
- Berat badan < 35 kg
: 450 mg/bulan
- Anak 10 14 tahun
: 450 mg/bulan (1215
mg/kgBB/hari)
Rifampisin: diminum di depan petugas (Hari pertama)
- Dewasa
: 600 mg/bulan
- Anak 10 14 tahun
: 450 mg/bulan
- Anak 5 9 tahun
: 300 mg/bulan
Dapson :
- Dewasa
: 100 mg/hari
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
219
Anak 10 14 tahun
: 50 mg/hari
Anak 5 9 tahun
: 25 mg/hari
Diberikan dalam jangka waktu 6 9 bulan.
b) Dapson
- Dewasa
: 100 mg/hari
- Berat badan < 35 kg
: 50 mg/hari
- Anak 10 14 tahun
:
50
mg/hari
(12
mg/kgBB/hari)
- Lama pengobatan: diberikan sebanyak 6 regimen
dengan jangka waktu maksimal 9 bulan.
2) Regimen MDT-Multibasiler
a) Rifampisin
- Dewasa
: 600 mg/bulan, disupervisi
220
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
f. KIE
1) Tujuan pengobatan: untuk pengobatan dan memutuskan
2)
3)
4)
5)
6)
7)
rantai penularan.
Efek samping klofazimin: kulit berwarna coklat kemerahan
dan akan pulih pasca pengobatan.
Pencegahan: melaporkan kasus kusta yang ditemukan.
Bila ditemukan kasus reaksi kusta segera dirujuk.
Berikan motivasi bahwa penyakit kusta dapat sembuh total.
Perlu diberikan pemeriksaan pada seluruh anggota keluarga
pasien kusta.
Alasan rujukan: bila terjadi penurunan visus, rujuk ke
spesialis mata.
60. LEPTOSPIROSIS
Kompetensi
: 3A
Laporan Penyakit
: 100
ICD X : A27
a. Definisi
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis akut disebabkan oleh
bakteri Leptospira dengan spektrum penyakit yang luas dan
dapat menyebabkan kematian.
b. Penyebab
Leptospirosis disebabkan oleh organisme pathogen dari genus
Leptospira yang termasuk dalam ordo Spirochaeta dalam Famili
Trepanometaceae.
Bakteri ini berbentuk spiral dengan pilinan yang rapat dan
ujung-ujungnya berbentuk seperti kait sehingga bakteri sangat
aktif baik gerakan berputar sepanjang sumbunya, maju
mundur, maupun melengkung. Ukuran bakteri ini 0,1 m x 0,6
m sampai 0,1 m x 20 m.
c. Cara Penularan
Kontak dengan air, tanah atau tanaman yang telah tercemar oleh
air seni hewan yang menderita leptospirosis. Bakteri masuk ke
dalam tubuh manusia melalui selaput lendir (mukosa) mata,
222
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
d. Gambaran Klinis
Masa inkubasi Leptospirosis antara 2-30 hari, biasanya ratarata
7-10 hari. Manifestasi klinis dari Leptospirosis sangat bervariasi
mulai dari gejala infeksi subklinik, demam anikterik ringan
seperti influenza sampai dengan yang berat dan berpotensi fatal
(weills syndrome).
Terdapat dua sindroma manifestasi klinis:
a) Stadium Pertama
Demam ringan atau tinggi yang umumnya bersifat
remiten; nyeri kepala; menggigil; mialgia; mual, muntah
dan anoreksia; nyeri kepala dapat berat, mirip yang
terjadi pada infeksi dengue, disertai nyeri retro-orbital
dan fotopobia; nyeri otot terutama di daerah betis
sehingga pasien sukar berjalan, punggung dan paha,
sklera ikterik dan conjunctival suffusion atau mata
merah dan pembesaran kelenjar getah bening, limpa
maupun hati; kelainan mata berupa uveitis dan
iridosiklitis. Gejala yang khas: konjungtivitis tanpa
disertai eksudat serous/porulen (kemerahan pada mata);
rasa nyeri pada otot-otot.
b) Stadium Kedua
Terbentuk antibodi di dalam tubuh pasien; gejala yang
timbul lebih bervariasi dibandingkan dengan stadium
pertama; apabila demam dengan gejala-gejala lain
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
223
e. Diagnosis
Ada 3 (tiga) kriteria yang ditetapkan dalam mendefinisikan
kasus Leptospirosis yaitu:
1) Kasus Suspek
a) Demam akut (>38.50C) dengan atau tanpa sakit kepala
hebat disertai mialgia (pegal-pegal), malaise (lemah)
dan/atau Conjuctival suffusion,
b) Ada riwayat kontak dengan faktor risiko (hewan
terinfeksi atau lingkungan yang tercemar bakteri
Leptospira) dalam 2 minggu sebelumnya:
(1) Kontak dengan air yang terkontaminasi kuman
Leptospira/ urine tikus saat terjadi banjir.
(2) Kontak dengan sungai, danau dalam aktivitas
mencuci, mandi berkaitan pekerjaan seperti tukang
perahu, rakit bambu dll.
(3) Kontak di persawahan atau perkebunan berkaitan
dengan
pekerjaan
sebagai
petani/pekerja
perkebunan yang tidak mengunakan alas kaki.
(4) Kontak erat dengan binatang lain seperti sapi,
kambing, anjing yang dinyatakan secara
Laboratorium terinfeksi Leptospira.
(5) Terpapar seperti menyentuh hewan mati, kontak
dengan cairan infeksius saat hewan berkemih,
menyentuh bahan lain seperti plasenta, cairan
amnion, menangani ternak seperti memerah susu,
menolong hewan melahirkan dan lainnya.
(6) Memegang/menangani spesimen hewan/manusia
yang diduga terinfeksi Leptospirosis
dalam
laboratorium atau tempat lainnya.
(7) Pekerjaan yang berkaitan dengan kontak dengan
sumber infeksi seperti: dokter hewan, dokter,
perawat, pekerja di pemotongan hewan, petani,
pekerja perkebunan, petugas kebersihan di rumah
224
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
2) Kasus Probable
Di Unit Pelayanan Kesehatan Dasar
Kasus suspek disertai minimal dua dari gejala:
a) Nyeri betis (Calf tenderness)
b) Batuk dengan atau tanpa batuk darah
c) Ikterus (kulit kuning)
d) Manifestasi perdarahan (petekie, mimisan,
berdarah, melena, hematoschezia)
e) Iritasi meningeal
f) Anuria/oligouria dan atau proteinuria
g) Sesak napas
h) Aritmia jantung
i) Ruam kulit
Penderita segera dirujuk ke Rumah Sakit
gusi
3) Kasus Konfirmasi
Kasus suspek atau kasus probable disertai salah satu dari
berikut ini
a) Isolasi bakteri Leptospira dari spesimen klinik
b) PCR positif
c) Sero konversi MAT dari negatif menjadi positif atau
adanya kenaikan titer 4x dari pemeriksaan awal
d) Titer MAT 320 (400) atau lebih pada pemeriksaan satu
sampel
e) Apabila tidak tersedia fasilitias laboratorium :
Hasil positif dengan menggunakan dua tes diagnostik
cepat (RDT) yang berbeda dapat dianggap sebagai kasus
confirm
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
225
f. Penatalaksanaan
1) Kasus suspek ( dapat ditangani di Unit Pelayanan
Dasar):
2) Kasus probable:
a) Seftriakson 1-2 gram i.v. per hari selama7 (tujuh) hari.
b) Penisilin Prokain 1,5 juta unit i.m. tiap 6 jam selama7
(tujuh) hari
c) Ampisilin 4 x 1 g i.v. per hari selama 7 (tujuh) hari
d) Terapi suportif dibutuhkan bila ada komplikasi: gagal
ginjal, perdarahan organ (paru, saluran cerna, saluran
kemih, serebral), syok dan gangguan neurologi.
g. KIE
Infeksi Leptospirosis dapat terjadi melalui kontak langsung
dengan lingkungan yang terkontaminasi urin rodent (tikus),
binatang karier/pembawa atau binatang sakit Leptospirosis.
1) Hindari kontak langsung dan tidak langsung dengan kencing
binatang.
2) Hindari berenang atau berendam di sungai/danau yang
potensial terkontaminasi urin binatang dan gunakan alat
pelindung saat bekerja sehingga terhindar dari paparan air
yang terkontaminasi.
3) Pada keadaan luka atau kulit lecet sebaiknya gunakan salep
antiseptik sebelum dan sesudah masuk ke air.
4) Pekerja yang berhubungan dengan kebersihan selokan,
perkebunan, pertanian dan peternakan sebaiknya
menggunakan sarung tangan dan sepatu boots.
226
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
ICD X : S02,T02
a. Definisi
Luka Bakar adalah cedera pada jaringan tubuh akibat panas,
bahan kimia maupun arus listrik.
b. Penyebab
Akibat panas, bahan kimia maupun arus listrik.
c. Gambaran Klinis
Beratnya luka bakar tergantung kepada jumlah jaringan yang
terkena dan kedalaman luka:
1) Luka bakar derajat I
Merupakan luka bakar yang paling ringan. Kulit yang
terbakar menjadi merah, nyeri, sangat sensitif terhadap
sentuhan dan lembab atau membengkak. Jika ditekan,
daerah yang terbakar akan memutih; belum terbentuk
lepuhan.
2) Luka bakar derajat II
Menyebabkan kerusakan yang lebih dalam. Kulit melepuh,
dasarnya tampak merah atau keputihan dan terisi oleh cairan
kental yang jernih. Jika disentuh warnanya berubah menjadi
putih dan terasa nyeri.
3) Luka bakar derajat III
Menyebabkan kerusakan yang paling dalam.
Permukaannya bisa berwarna putih dan lembut atau
berwarna hitam, hangus dan kasar. Kerusakan sel darah
merah pada daerah yang terbakar bisa menyebabkan luka
bakar berwarna merah terang. Kadang daerah yang terbakar
melepuh dan rambut/bulu di tempat tersebut mudah dicabut
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
227
d. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan
fisik.
e. Penatalaksanaan
Sekitar 85% luka bakar bersifat ringan dan pasiennya tidak perlu
dirawat di rumah sakit. Untuk membantu menghentikan luka
bakar dan mencegah luka lebih lanjut, sebaiknya lepaskan
semua pakaian pasien. Kulit segera dibersihkan dari bahan kimia
(termasuk asam, basa dan senyawa organik) dengan
mengguyurnya dengan air.
Luka Bakar Ringan
Jika memungkinkan, luka bakar ringan harus segera dicelupkan
ke dalam air dingin. Luka bakar kimia sebaiknya dicuci dengan
air sebanyak dan selama mungkin. Di tempat praktek dokter
atau di ruang emergensi, luka bakar dibersihkan secara hati-hati
dengan sabun dan air untuk membuang semua kotoran yang
melekat. Jika kotoran sukar dibersihkan, daerah yang terluka
diberi obat bius dan digosok dengan sikat. Lepuhan yang telah
pecah biasanya dibuang. Jika daerah yang terluka telah benarbenar bersih, maka dioleskan krim antibiotik (misalnya perak
sulfadiazin).
Untuk melindungi luka dari kotoran dan luka lebih lanjut,
biasanya dipasang verban. Sangat penting untuk menjaga
kebersihan di daerah yang terluka, karena jika lapisan kulit
paling atas (epidermis) mengalami kerusakan maka bisa terjadi
228
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
f. KIE
Pasien langsung dirujuk jika:
1) Luka bakar yang sedang, berat atau membahayakan nyawa
pasien
2) Luka bakar mengenai wajah, tangan, alat kelamin atau kaki.
3) Terkena arus listrik dan sambaran petir.
4) Pasien akan mengalami kesulitan dalam merawat lukanya
secara baik dan benar di rumah.
62. MALARIA
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4 dan 3B
: 0503
ICD X : B54
a. Definisi
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit
Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah
merah manusia. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk
Anopheles betina. Penyakit ini merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia.
b. Penyebab
Ada 4 jenis plasmodium yang menyebabkan penyakit pada
manusia, yaitu: Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax,
Plasmodium ovale dan Plasmodium malariae.
c. Gambaran Klinis
1) Masa inkubasi berkisar 1-2 minggu.
2) Keluhan utama pada malaria tanpa komplikasi: demam,
menggigil, berkeringat dapat disertai sakit kepala, mual,
muntah diare dan nyeri otot atau pegal-pegal.
3) Gejala pada malaria dengan komplikasi (malaria berat):
gangguan kesadaran, keadaan umum yang lemah, kejang
kejang, panas sangat tinggi, perdarahan, warna air seni
seperti teh tua dan gejala lainnya.
4) Malaria falciparum yang sering menyebabkan terjadinya
malaria dengan komplikasi (malaria berat)
d. Diagnosis
Diagnosis malaria dilakukan dengan pemeriksaan yaitu :
1) Pemeriksaan dengan mikroskop
Merupakan Gold standard untuk diagnosis pasti malaria.
Dilakukan dengan menemukan parasit dalam pulasan darah
yang diwarnai Giemsa dan diperiksa dengan mikroskop.
Pemeriksaan mikroskop dilakukan dengan membuat sediaan
darah tebal dan tipis.
2) Rapid Diagnostik Test (RDT) dengan mekanisme kerja
berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, yang
230
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
1-3
1
Jenis
obat
DHP
2
-11
1-4
bulan
bulan
tahun
5 - 9 10 -14
> 15
> 15
Tahun tahun
tahun
tahun
1/4
Prima kuin-
1/2
3/4
4
3
1-3
0 -1
2 -11 1 - 4
bulan
1 2
Amodia kuin
1 2
Primakuin -
3/4
1 2
Artesunat
5-9
10-14 > 15
3
3
2
232
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
> 15
4
4
2
> 15
4
4
3
<5 kg
0 -1
2 -11
1-4
Bulan
Bulan
Jenis obat
5-9
10 -14
> 15
> 15
Tahun
Tahun
1-3
DHP
1/4
1/2
1-14
Primakuin
1/4
1/2
3/4
<5kg
0 -1
2 -11
1-4
Artesunat
5-9
10 -14
> 15
> 15
> 15
tahun
Tahun
Tahun Tahun
Tahun
Amodiakuin
1/2
1-14 P vivax
Primakuin
b) Lini II :
Kina (3x sehari) selama 7 hari + Primakuin selama 14
hari
Kina: 10 mg/kgbb/kali (3x sehari) selama 7 hari
Primakuin
: 0,25 mg/kgbb/hari
(1) Lini kedua diberikan bila apabila pada pemantauan
di hari ke 4-28 gejala klinis semakin memburuk atau
jumlah parasit menetap/semakin banyak.
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
233
Jenis obat
0 -1
2 -11
14
Bulan
Bulan Tahun
5-9
10 -14
> 15
> 15
tahun
Tahun
Tahun
Tahun
1-3
DHP
1/4
1/2
1,5
1-14
Primakuin
1/4
1/2
3/4
Amodiakuin
Artesunat
1-3
1-14
Primakuin
234
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
Pengobatan
f. KIE
1) Tujuan Pengobatan adalah membunuh semua parasit malaria
yang ada didalam tubuh manusia dan memutus rantai
penularan.
2) Efek samping pengobatan:
a) Amodiakuin: mual, muntah, sakit kepala, diare.
b) Kina:
tinnitus,
gangguan
pendengaran,vertigo,
hipotensi, hipoglikemia.
3) Pencegahan:
a) Menghindari gigitan nyamuk dengan penggunaan
kelambu berinsektisida, repellent, baju lengan panjang
dan celana panjang.
b) Membersihkan tempat perindukan nyamuk.
c) Pengobatan harus diberikan sampai tuntas.
d) Alasan rujuk: malaria dengan komplikasi.
Lihat Buku Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria oleh Subdit
Malaria, Direktorat PPBB, Ditjen PP dan PL.
63. MIGREN
Kompetensi
: 3A
Laporan Penyakit
: 21
ICD X : N13
a. Definisi
Serangan nyeri kepala sesisi yang berulang, beragam beratnya,
lamanya dan kekerapannya mungkin merupakan serangan
migren. Migren klasik diawali selama + 60 menit.
b. Penyebab
Vasodilatasi pembuluh darah di otak.
c. Gambaran Klinis
1) Nyeri kepala khas berdenyut, unilateral dan bertambah berat
setelah aktivitas fisik.
3)
d. Diagnosis
1) Migren tanpa aura
2) Migren dengan aura
3) Status migrenosus
e. Penatalaksanaan
1) Hindari faktor pencetus
2) Terapi serangan akut (abortif)
3) Serangan diatasi dengan:
a) Obat spesifik: ergotamin tablet 1 mg kombinasi kafein,
dosis disesuaikan kondisi penyakit.
236
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
f. KIE
1) Tujuan penatalaksanaan: menghilangkan serangan.
2) Pencegahan: hindari faktor pencetus seperti makanan
tertentu (coklat, MSG), ketegangan emosi dan kelelahan
fisik. Hal-hal itu harus diidentifikasi.
3) Alasan rujukan: pada kasus migren dengan aura, migren
komplikata yang memerlukan terapi profilaksis, migren
dengan intensitas dan frekuensi tinggi.
4) Efek samping pengobatan: palpitasi.
ICD X : B05
a. Definisi
Morbili ialah penyakit infeksi virus akut yang bermanifestasi
dalam 3 stadium yaitu stadium kataral, erupsi dan konvalens.
b. Penyebab
Penyebab penyakit campak adalah virus campak atau morbili.
Pada awalnya, gejala campak agak sulit dideteksi.
c. Gambaran Klinis
Secara garis besar penyakit campak dibagi menjadi 3 fase:
1) Fase pertama disebut masa inkubasi yang berlangsung
sekitar 1012 hari. Pada fase ini anak sudah mulai terkena
infeksi tapi pada dirinya belum tampak gejala apapun.
Bercak-bercak merah yang merupakan ciri khas campak
belum keluar.
2) Pada fase kedua (fase prodormal) barulah timbul gejala
yang mirip penyakit flu seperti batuk, pilek dan demam.
Mata tampak kemerah-merahan dan berair. Bila melihat
sesuatu, mata akan silau (fotofobia). Di sebelah dalam mulut
muncul bintik-bintik putih yang akan bertahan 34 hari.
Terkadang anak juga mengalami diare. 12 hari kemudian
timbul demam tinggi yang turun naik, berkisar 3840,5oC.
3) Fase ketiga ditandai dengan keluarnya bercak merah seiring
dengan demam tinggi yang terjadi. Namun bercak tak
langsung muncul di seluruh tubuh melainkan bertahap dan
merambat. Bermula dari belakang telinga, leher, dada,
muka, tangan dan kaki. Warnanya pun khas; merah dengan
ukuran yang tidak terlalu besar tapi juga tidak terlalu kecil.
Bercak-bercak merah ini dalam bahasa kedokterannya
disebut makulopapuler. Biasanya bercak memenuhi seluruh
tubuh dalam waktu sekitar 1 minggu, tergantung pada daya
tahan tubuh masing-masing anak. Umumnya jika bercak
merahnya sudah keluar, demam akan turun dengan
sendirinya. Bercak merah pun makin lama menjadi
238
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
d. Diagnosis
Bercak kemerahan terutama pada bagian atas badan.
e. Penatalaksanaan
Penanganan yang benar
1) Bila campaknya ringan, anak cukup dirawat di rumah. Kalau
campaknya berat atau sampai terjadi komplikasi maka harus
dirawat di rumah sakit.
2) Anak campak perlu dirawat di tempat tersendiri agar tidak
menularkan penyakitnya kepada yang lain. Apalagi bila ada
bayi di rumah yang belum mendapat imunisasi campak.
3) Beri pasien asupan makanan bergizi seimbang dan cukup
untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya. Makanannya
harus mudah dicerna karena anak campak rentan terjangkit
infeksi lain seperti radang tenggorokan, flu atau lainnya.
Masa rentan ini masih berlangsung 1 bulan setelah sembuh
karena daya tahan tubuh pasien yang masih lemah.
4) Pengobatan secara simtomatik sesuai dengan gejala yang
ada.
5) Pemberian fortivikasi vitamin A 50.000 UI untuk anak <6
bulan, 100.000 UI untuk anak 6-11 bulan, 200.000 UI untuk
anak 12 bulan 5 tahun, untuk mempercepat proses
penyembuhan. Untuk pasien dengan gizi buruk diberikan
vitamin A 3x.
f. KIE
1) Tujuan pengobatan: mengurangi gejala dan mencegah
komplikasi.
2) Pencegahan: pemberian Imunisasi morbili (campak).
3) Alasan rujuk: campak dengan komplikasi.
a. Definisi
Otitis Media Akut (OMA) adalah radang akut telinga tengah
yang terjadi terutama pada bayi atau anak yang biasanya
didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas.
b. Penyebab
Kuman penyebab OMA adalah bakteri pirogenik seperti:
Streptococcus hemolitikus, Pneumococcus atau Haemophylus
influenza.
c. Gambaran Klinik
1) Keluhan dan gejala yang timbul tergantung dari stadium
OMA yaitu:
a) Stadium oklusi tuba
b) Stadium hiperemis
c) Stadium supurasi
d) Stadium perforasi
e) Stadium resolusi
2) Gejala OMA adalah:
a) Anak gelisah atau ketika sedang tidur tiba-tiba
terbangun, menjerit sambil memegang telinganya.
b) Demam dengan suhu tubuh yang tinggi dan kadangkadang sampai kejang.
c) Kadang-kadang disertai dengan muntah dan diare.
d. Diagnosis
Tanda OMA adalah:
1) OMA Stadium oklusi tuba
Pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani suram,
refleks cahaya memendek dan menghilang.
2) OMA Stadium hiperemis
Pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani hiperemis
dan edem serta refleks cahaya menghilang.
3) OMA Stadium supurasi
240
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan OMA disesuaikan dengan hasil pemeriksaan
dan stadiumnya.
1) Stadium oklusi tuba
a) Berikan antibiotik selama 7 hari:
Amoksisilin: Dewasa 500 mg; Anak 10 mg/KgBB, tiap
8 jam atau
Eritromisin: Dewasa 500 mg; Anak 10 mg/KgBB, tiap 6
jam.
b) Obat tetes hidung nasal dekongestan.
c) Antihistamin bila ada tanda-tanda alergi.
d) Antipiretik.
2) Stadium hiperemis
a) Berikan antibiotik selama 1014 hari:
Amoksisilin: Dewasa 500 mg; Anak 10 mg/KgBB, tiap
8 jam atau
Eritromisin: Dewasa 500 mg; Anak 10 mg/KgBB, tiap 6
jam.
b) Obat tetes hidung nasal dekongestan maksimal 5 hari.
c) Antihistamin bila ada tanda-tanda alergi.
d) Antipiretik, analgetik dan pengobatan simtomatis
lainnya.
3) Stadium supurasi.
a) Segera rawat apabila ada fasilitas perawatan.
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
241
f. KIE
1) Tujuan pengobatan: eradikasi dan mencegah timbulnya
komplikasi
2) Pencegahan: Pada stadium supurasi dan perforasi, hindari
berenang atau masuknya air ke dalam hidung dan telinga.
3) Alasan rujuk: bila tidak ada perbaikan, ada komplikasi, atau
diperlukan miringotomi rujuk ke dokter spesialis THT.
242
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
a. Definisi
Istilah sehari-hari untuk OMSK dikenal sebagai congek.
Dalam perjalanan penyakit ini dapat berasal dari OMA stadium
perforasi yang berlanjut, sekret tetap keluar dari telinga tengah
dalam bentuk encer, bening ataupun mukopurulen. Proses hilang
timbul atau terus menerus lebih dari 2 bulan berturut-turut. Tetap
terjadi perforasi pada membran timpani.
1) Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK
adalah :
a) pengobatan terlambat diberikan dan tidak adekuat
b) virulensi kuman tinggi
c) daya tahan tubuh/gizi/higiene kurang
2) OMSK dibagi menjadi 2 tipe :
a) OMSK tipe benigna/mukosa/aman
b) OMSK tipe maligna/tulang/bahaya
Otitis Media sendiri adalah suatu infeksi yang mengenai telinga
bagian tengah (lihat gambar penampang telinga). Infeksi ini
disertai dengan pengeluaran cairan (dapat bening atau keruh)
dari liang telinga sehingga disebut supuratif.
Istilah kronik digunakan apabila penyakit ini hilang timbul atau
menetap selama 2 bulan atau lebih.
Apabila terjadi kekambuhan setelah sebelumnya terjadi
penyembuhan maka disebut mengalami eksaserbasi akut (Acute
exacerbation).
Pada pemeriksaan telinga didapatkan adanya gendang telinga
yang keruh atau robek. Kelainan ini dapat terjadi pada 1 telinga
atau dapat mengenai 2 telinga.
b. Penyebab
Kuman penyebab OMSK antara lain kuman Staphylococcus
aureus (26%), Pseudomonas aeruginosa (19,3%), Streptococcus
epidermidis (10,3%), gram positif lain (18,1%) dan kuman gram
negatif lain (7,8%).
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
243
c. Gambaran klinik
Umumnya pasien mendapat infeksi telinga setelah menderita
infeksi saluran napas atas seperti influenza atau sakit
tenggorokan. Melalui saluran yang menghubungkan antara
hidung dan telinga (tuba Auditorius), infeksi di saluran napas
atas yang tidak diobati dengan baik dapat menjalar sampai
telinga.
d. Diagnosis
1) MSK tipe benigna/aman
Proses peradangan hanya terbatas pada mukosa. Perforasi
membran timpani terletak di sentral, jarang menimbulkan
komplikasi berbahaya.
2) OMSK tipe maligna/bahaya
Proses peradangan mengenai tulang, perforasi membran
timpani terletak di attic atau marginal dan tampak
kolesteatoma.
Tanda klinis lainnya:
a) terlihat adanya abses/fistula retroaurikuler, polip atau
jaringan granulasi di liang telinga yang berasal dari
telinga tengah.
b) terdapat sekret purulen berbau busuk yang khas
OMSK tipe bahaya dapat mengakibatkan terjadinya
komplikasi intrakranial.
e. Penatalaksanaan
1) OMSK tipe benigna/aman
a) Bila aktif, berikan cuci telinga berupa solutio H 2O2 3 %,
2-3 kali
244
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
f. KIE
1) Tujuan pengobatan: eradikasi penyakit, dan mencegah
komplikasi.
ICD X : B26
a. Definisi
Gondongan (Parotitis Epidemika) adalah penyakit infeksi akut
dan menular yang disebabkan virus. Virus menyerang kelenjar
air liur di mulut, terutama kelenjar parotis pada sisi muka tepat
di bawah dan di depan telinga.
b. Penyebab
Virus Mumps.
c. Gambaran Klinis
1) Penyakit ini paling sering terjadi pada usia 5-15 tahun.
Gejalanya, nyeri sewaktu mengunyah dan menelan, apalagi
bila menelan cairan asam seperti cuka dan air jeruk.
2) Pembengkakan nyeri terjadi pada sisi muka dan di bawah
telinga. Kelenjar-kelenjar di bawah dagu juga akan lebih
besar dan membengkak. Pasien juga merasa demam. Suhu
tubuh dapat meningkat hingga 39,5oC. Komplikasi mungkin
terjadi pada anak laki-laki pada umur belasan tahun, nyeri
pada perut dan alat kelamin. Pada pasien remaja perempuan,
nyeri akan terasa juga di bagian payudara. Komplikasi
serius terjadi jika virus gondong menyerang otak dan
susunan saraf. Ini menyebabkan radang selaput otak dan
jaringan selaput otak.
3) Penularan melalui kontak langsung dengan pasien, seperti
tersentuh cairan muntah, air seni atau melalui udara ketika
pasien bersin/batuk.
d. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik.
e. Penatalaksanaan
246
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
f. KIE
1) Tujuan penatalaksanaan: pencegahan dan penyembuhan
penyakit.
2) Pencegahan: hindari kontak langsung dengan pasien,
melakukan vaksinasi.
a. Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang
ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang
tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini bersifat
progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya.
Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK
karena bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis sedangkan
emfisema merupakan diagnosis patologi.
b. Gambaran Klinis
1) Onset (awal terjadinya penyakit) biasanya pada usia
pertengahan.
2) Perkembangan gejala bersifat progresif lambat.
3) Riwayat pajanan, seperti merokok, polusi udara (di dalam
ruangan, luar ruangan dan tempat kerja).
4) Sesak pada saat melakukan aktivitas.
5) Hambatan aliran udara umumnya ireversibel (tidak bisa
kembali normal).
248
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
b) Pemeriksaan fisik:
Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan
kelainan yang jelas terutama auskultasi pada PPOK
ringan, karena sudah mulai terdapat hiperinflasi alveoli.
Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan PPOK
derajad berat seringkali terlihat perubahan cara bernapas
atau perubahan bentuk anatomi toraks.
Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
hal-hal sebagai berikut:
(1) Inspeksi
(a) Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong)
(b) Terdapat cara bernapas purse lips breathing
(seperti orang meniup)
(c) Terlihat
penggunaan
dan
hipertrofi
(pembesaran) otot bantu napas
(d) Pelebaran sela iga
(2) Perkusi
Hipersonor
(3) Auskultasi
(a) Fremitus melemah,
(b) Suara napas vesikuler melemah atau normal
(c) Ekspirasi memanjang
(d) Mengi (biasanya timbul pada eksaserbasi)
(e) Ronki
c) Pemeriksaan penunjang:
(1) Pemeriksaan penunjang pada diagnosis PPOK
antara lain :
(a) Radiologi (foto toraks)
(b) Spirometri
(c) Laboratorium
darah
rutin
(timbulnya
polisitemia menunjukkan telah terjadi hipoksia
kronik)
(d) Analisa gas darah
(e) Mikrobiologi sputum (diperlukan untuk
pemilihan antibiotik bila terjadi eksaserbasi)
250
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
Klinis
Faal Paru
Keterangan
Sesak kadang-kadang tapiVEP1/ KVP < 70 %. Pasien belum menyadari
tidak selalu, batuk kronikVEP1 80% prediksi terdapatnya
kelainan
Ringan
Derajat II :
PPOK
Sedang
dan berdahak
fungsi paru
Perburukan dari penyempitanVEP1/KVP < 70 %
Pada kondisi ini pasien
jalan napas, ada sesak napas50% VEP1 < 80%datang berobat, karena
terutama pada saat exercise prediksi
eksaserbasi atau keluhan
pernapasan kronik
Derajat III Perburukan
penyempitanVEP1/KVP < 70 %
PPOK Berat jalan napas yang semakin30% VEP1 < 50%
berat,
sesak
napasprediksi
bertambah,
kemampuan
exercise
berkurang,
berdampak pada kualitas
hidup
Derajat IV: Penyempitan jalan napasVEP1/ KVP < 70 % Sering
disertai
PPOK
yang berat
VEP1 < 30%. prediksikomplikasi. Pada kondisi
Sangat Berat
atau
ini kualitas hidup rendah
VEP1 < 50% prediksidan
sering
disertai
dengan gagal napaseksaserbasi
berat
/
kronik
mengancam jiwa
Keterangan: VEP1
= Volume Ekspirasi Paksa Detik 1
KVP
= Kapasitas Vital Paksa
d. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan PPOK dibedakan atas tatalaksana kronik dan
tatalaksana eksaserbasi, masing-masing sesuai dengan klasifikasi
(derajat) beratnya (Lihat Buku Penemuan dan Tatalaksana PPOK).
Secara umum tata laksana PPOK adalah sebagai berikut:
1) Pemberian obat obatan
a) Bronkodilator
Dianjurkan penggunaan dalam bentuk inhalasi (MDI),
kecuali pada eksaserbasi digunakan oral atau sistemik
atau preparat tidak tersedia/tidak terjangkau.
Bronkodilator diberikan secara rutin (bila gejala
menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala intermitten)
Ada tiga golongan bronkodilator yaitu Agonis -2
(salbutamol), Antikolinergik (ipratropium bromide), dan
Metilxantin (aminofilin).
Dianjurkan
bronkodilator
kombinasi
daripada
meningkatkan dosis bronkodilator mono
b) Anti inflamasi Steroid, pada:
PPOK yang menunjukkan respons pada uji steroid
252
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
2) Pengobatan penunjang
a) Rehabilitasi: latihan fisik, latihan endurance, Chest
b)
c)
d)
e)
3)
4)
5)
6)
e. KIE
Indikasi rujuk atau rawat inap di rumah sakit:
1) Peningkatan intensitas gejala seperti sesak napas
2) PPOK berat sebelumnya
3) Onset dari tanda-tanda fisik baru seperti sianosis, edema
peripheral
4) Kegagalan respon dari eksaserbasi terhadap terapi awal.
5) Komorbiditas signifikan
6) Eksaserbasi sering
7) Aritmia yang baru timbul
8) Diagnosis tidak jelas
254
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
9) Usia tua
10) Perawatan rumah tidak adekuat
ICD X : O46
a. Definisi
Perdarahan post partum adalah perdarahan melebihi 500 mL
yang terjadi setelah bayi lahir.
Perdarahan post partum dini yaitu perdarahan setelah bayi lahir
dalam 24 jam pertama persalinan dan perdarahan post partum
lanjut yaitu perdarahan setelah 24 jam persalinan.
b. Penyebab
Perdarahan post partum dapat disebabkan oleh atonia uteri,
robekan jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta dan kelainan
pembekuan darah.
c. Gambaran Klinis
Dalam persalinan sukar untuk menentukan jumlah darah secara
akurat karena tercampur dengan air ketuban dan serapan pada
pakaian atau kain alas. Oleh karena itu bila terdapat perdarahan
lebih banyak dari normal, sudah dianjurkan untuk melakukan
pengobatan sebagai perdarahan post partum.
d. Diagnosis
Gejala, tanda dan diagnosis perdarahan post partum dapat dilihat
pada Tabel 30.
Tabel 30. Gejala, Tanda dan Diagnosis Perdarahan Post Partum
DIAGNOSIS
KERJA
Uterus
tidak berkontraksi dan Syok
Atonia uteri
lembek
Bekuan darah pada serviks atau
Perdarahan segera setelah bayi lahir posisi terlentang akan menghambat
aliran darah ke luar
Darah segar yang mengalir segera Pucat
Robekan jalan
lahir
setelah bayi lahir
Lemah
Uterus kontraksi dan keras
Menggigil
Plasenta lengkap
GEJALA DAN TANDA
256
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
Plasenta
Uterus berkontraksi
Tertinggalnya
sebagian
plasenta
atau
ketuban
tapi tinggi fundus
tidak berkurang
Neurogenik syok Inversio uteri
Pucat dan limbung
Anemia
Demam
e. Pengelolaan
1) Pengelolaan Umum
a) Selalu siapkan tindakan gawat darurat
b) Tata laksana persalinan kala III secara aktif
c) Minta pertolongan pada petugas lain untuk membantu
d)
e)
f)
g)
h)
bila dimungkinkan
Lakukan penilaian cepat keadaan umum ibu meliputi
kesadaran nadi, tekanan darah, pernapasan dan suhu
Jika terdapat syok lakukan segera penanganan
Periksa kandung kemih, bila penuh kosongkan
Cari penyebab perdarahan dan lakukan pemeriksaan
untuk menentukan penyebab perdarahan
Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan
dengan kuretase. Dalam kondisi tertentu apabila
memungkinkan, sisa plasenta dapat dikeluarkan secara
manual.
2) Pengelolaan Khusus
a) Pada Puskesmas non PONED:
(1) Stabilisasi
(2) Segera rujuk ke Puskesmas PONED atau RS terdekat
b) Pada Puskesmas PONED: dikelola sesuai diagnosis
kerja.
f. Diagnosis kerja
1) Atonia Uteri
Atonia uteri terjadi bila miometrium tidak berkontraksi.
Uterus menjadi lunak dan pembuluh darah pada daerah bekas
perlekatan plasenta terbuka lebar. Atonia merupakan
penyebab tersering perdarahan post partum, sekurangkurangnya 2/3 dari semua perdarahan post partum
disebabkan oleh atonia uteri. Upaya penanganan perdarahan
post partum disebabkan atonia uteri harus dimulai dengan
mengenal ibu yang memiliki kondisi yang berisiko terjadinya
atonia uteri.
Kondisi ini mencakup:
a) Hal-hal yang menyebabkan uterus meregang lebih dari
kondisi normal seperti pada polihidramnion, kehamilan
kembar atau makrosomi
b) Persalinan lama
c) Persalinan terlalu cepat
d) Persalinan dengan induksi atau akselerasi oksitosin
e) Infeksi intrapartum
f) Paritas tinggi.
258
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
OKSITOSIN
Dosis lanjutan
ERGOMETRIN
260
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
dengan 40 tetes/menit
Dosis maksimal per hari
Kontra Indikasi
262
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
3) Retensio Plasenta
Retensio plasenta ialah plasenta yang belum lahir dalam
setengah jam setelah janin lahir.
Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding
rahim karena kontraksi rahim kurang kuat untuk melepaskan
plasenta disebut plasenta adhesiva. Plasenta yang belum lahir
dan masih melekat di dinding rahim karena villi korialisnya
menembus desidua sampai miometrium disebut plasenta
akreta. Plasenta yang sudah lepas dari dinding rahim tetapi
belum lahir karena terhalang oleh lingkaran konstriksi di
bagian bawah rahim disebut plasenta inkarserata.
Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau
seluruhnya telah lepas dari dinding rahim. Banyak atau
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
263
264
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
4) Sisa Plasenta
Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam
rongga rahim dapat menimbulkan perdarahan post partum
dini atau perdarahan pospartum lambat (biasanya terjadi
dalam 610 hari pasca persalinan). Pada perdarahan post
partum dini akibat sisa plasenta ditandai dengan perdarahan
dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim
baik. Pada perdarahan post partum lambat gejalanya sama
dengan subinvolusi rahim yaitu perdarahan.yang berulang
atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim.
Perdarahan akibat sisa plasenta jarang menimbulkan syok.
Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta,
kecuali bila penolong persalinan memeriksa kelengkapan
plasenta setelah plasenta lahir. Apabila kelahiran plasenta
dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan akan sisa
plasenta, maka untuk memastikan adanya sisa plasenta
ditentukan dengan eksplorasi dengan tangan, kuret atau alat
bantu diagnostik yaitu ultrasonografi.
Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah
plasenta lahir dan kontraksi rahim baik dianggap sebagai
akibat sisa plasenta yang tertinggal dalam rongga rahim.
70. PERIODONTITIS
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 1503
ICD X : K05-K06
a. Definisi
Peradangan jaringan periodontium yang lebih dalam yang
merupakan lanjutan dari peradangan ginggiva.
b. Penyebab
Sebagian besar periodontitis merupakan akibat dari penumpukan
plak dan karang gigi (tartar) diantara gigi dan gusi.
Akan terbentuk kantong diantara gigi dan gusi, dan meluas ke
bawah diantara akar gigi dan tulang dibawahnya. Kantong ini
mengumpulkan plak dalam suatu lingkungan bebas oksigen
yang mempermudah pertumbuhan bakteri.
c. Gambaran Klinis
1) Perdarahan gusi
2) Perubahan warna gusi
3) Bau mulut (halitosis)
4) Gigi goyah kalau kerusakan tulang penyangganya cukup
luas
d. Diagnosis
Nyeri pada ginggiva.
e. Penatalaksanaan
266
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
f. KIE
1) Tujuan
penatalaksanaan:
menyembuhkan
infeksi,
menghilangkan gejala, mencegah komplikasi.
2) Pencegahan: menjaga kebersihan gigi dan mulut,
menggosok gigi tiap pagi setelah makan dan malam sebelum
tidur, memeriksakan ke dokter gigi minimal 2x setahun,
makan makanan yang berserat dan berair (sayur dan buah).
3) Jangan mengunyah hanya pada satu sisi gigi. Gunakan
benang gigi untuk membersihkan sisa makanan, hindari
penggunaan tusuk gigi.
71. PERTUSIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
a.
: 4 dan 3B
: 0304
ICD X : A37
Definisi
Pertusis (Batuk Rejan) adalah penyakit akut pada saluran
pernapasan. Biasanya pada anak berumur <5 tahun, terutama
pada anak umur 23 tahun.
b.
Penyebab
Pertusis disebabkan oleh kuman gram negatif Bordetella
pertusis.
c.
Gambaran Klinis
Gejala penyakit ini timbul 12 minggu setelah berhubungan
dengan pasiennya dan didahului masa inkubasi selama 714
hari. Biasanya penyakit ini berlangsung selama 6 minggu atau
lebih. Itulah sebabnya penyakit tersebut dinamakan batuk
seratus hari.
Dalam perjalanannya, pertusis meliputi beberapa stadium, yaitu
1) Kataralis yang ditandai timbulnya batuk ringan, terutama
pada malam hari, disertai demam dan pilek ringan. Stadium
ini berlangsung 12 minggu. Pada stadium kataralis tak
dapat dibedakan dengan ISPA yang disebabkan oleh virus.
2) Stadium kedua adalah spasmodik yang berlangsung 24
minggu. Gejalanya, batuk lebih sering, pasien berkeringat,
dan pembuluh darah di muka-leher melebar. Serangan
batuknya panjang biasanya diakhiri dengan bunyi
melengking yang khas (whooping cough) dan disertai
muntah. Sering terjadi perdarahan subkonjungtiva dan/atau
epistaksis. Kuku dan bibir pasien menjadi kebiruan karena
darah kekurangan oksigen. Di luar serangan, pasien tampak
sehat.
268
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
Diagnosis
Penatalaksanaan
1) Oksigen
2) Pengobatan pertusis ditujukan pada kuman penyebabnya
dengan pemberian antibiotik yang sesuai, seperti eritromisin
3050 mg/kgBB tiap 6 jam.
3) Untuk batuk dapat diberikan kodein 0,5 mg/tahun/kali.
f.
KIE
72. PIELONEFRITIS
Kompetensi
: 3A
Laporan Penyakit
: 16
a. Definisi
Pielonefritis adalah infeksi bakteri pada salah satu atau kedua
ginjal.
b. Penyebab
Disebabkan oleh Escherichia coli (paling sering), selain itu
disebabkan juga antara lain Enterobacter, Klebsiella,
Pseudomonas dan Proteus.
c. Gambaran Klinis
1) Gejala biasanya timbul secara tiba-tiba berupa demam,
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
270
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
d. Diagnosis
1) Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya yang khas.
2) Pemeriksaan yang dilakukan untuk memperkuat diagnosis
pielonefritis adalah:
a) pemeriksaan urin dengan mikroskop.
b) pembiakan bakteri dalam contoh urin untuk menentukan
adanya bakteri.
3) USG dan rontgen bisa membantu menemukan adanya batu
ginjal, kelainan struktural atau penyebab penyumbatan air
kemih lainnya.
e. Penatalaksanaan
1) Segera setelah diagnosis ditegakkan, diberikan antibiotik.
Terapi kausal dimulai dengan kotrimoksazol 2 tablet tiap 12
jam selama 5 hari, atau amoksisilin 500 mg tiap 8 jam
selama 5 hari, atau siprofloksasin 500 mg tiap 12 jam
selama 5 hari. Antibiotik dapat diperpanjang sampai 21 hari.
2) Pada 46 minggu setelah pemberian antibiotik, dilakukan
pemeriksaan urin ulang untuk memastikan bahwa infeksi
telah berhasil diatasi.
3) Pada penyumbatan, kelainan struktural atau batu, mungkin
perlu dilakukan pembedahan dengan merujuk ke rumah
sakit.
f. KIE
1) Tujuan pengobatan: eradikasi dan mencegah timbulnya
komplikasi.
73. PIODERMA
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4 dan 3B
: 2001
ICD X : L00-L08
a. Definisi
Pioderma superfisial dapat berbentuk impetigo atau furunkel.
Furunkolis yang menyatu membentuk kurbunkel. Bentuk lain
pioderma diantaranya folikulitis, ektima, selulitis, flegmon,
pionikia.
b. Penyebab
Impetigo
umumnya
disebabkan
oleh
Streptococcus
betahaemoliticus, sedangkan furunkel oleh Staphylococcus
aureus. Beberapa faktor predisposisi umumnya daya tahan tubuh
(anemia, kurang gizi, diabetes melitus) atau adanya kelainan
kulit yang dapat mempercepat terjadinya pioderma.
c. Gambaran Klinis
1) Keadaan umum pasien biasanya baik.
2) Impetigo bentuk krustosa biasanya terjadi pada anak yaitu di
kulit disekitar hidung dan mulut. Tampak vesikel atau
pustula yang cepat pecah dan menyebar ke sekitarnya.
272
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
d. Diagnosis
1) Pemeriksaan sederhana dengan pewarnaan Gram
2) Kultur dan resistensi spesimen lesi (misalnya untuk
flegmon, hidradenitis, ulkus).
3) Pemeriksaan penunjang bila diperlukan
e. Penatalaksanaan
1) Pasien berobat jalan kecuali pada erisipelas, selulitis,
flegmon dianjurkan rawat inap.
274
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
ICD X : J18.9
a. Definisi
Pneumonia komunitas adalah peradangan paru yang disebabkan
oleh infeksi bakteri, virus maupun jamur yang terjadi di
komunitas.
Pneumonia secara klinis dibedakan atas pneumonia lobaris,
bronkopneumonia aspirasi misalnya akibat aspirasi minyak
tanah. Kuman penyebab banyak macamnya dan berbeda
menurut sumber penularan (komunitas/nosokomial).
Jenis komunitas 4774% disebabkan oleh bakteri, 520% oleh
virus atau mikoplasma, dan 1743% tidak diketahui
penyebabnya. Pengobatan jenis komunitas ini sangat
memuaskan apapun penyebabnya.
b. Penyebab
1) Penyebab pneumonia adalah:
a) Bakteri (paling sering menyebabkan pneumonia pada
dewasa): Streptococcus pneumonia, Staphylococcus
aureus, Legionella atau Hemophilus influenza.
b) Virus: virus influenza, chicken-pox (cacar air)
c) Organisme mirip bakteri: Mycoplasma pneumoniae
(terutama pada anak-anak dan dewasa muda)
d) Jamur tertentu.
2) Pneumonia pada anak-anak paling sering disebabkan oleh
virus pernapasan, dan puncaknya terjadi pada umur 23
tahun. Pada usia sekolah, pneumonia paling sering
disebabkan oleh bakteri Mycoplasma pneumoniae.
c. Gambaran Klinis
1) Secara klinis gambaran pneumonia bakterialis beragam
menurut jenis kuman penyebab, usia pasien, dan beratnya
penyakit. Beberapa bakteri penyebab memberikan gambaran
yang khas, misalnya pneumonia lobaris karena S.
pneumoniae, atau empiema dan pneumatokel oleh S. aureus.
2) Klasifikasi pneumonia pada balita sesuai dengan manajemen
terpadu balita sakit yaitu batuk disertai dengan napas cepat
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
275
d. Diagnosis
1) Sputum produktif yang sudah berkonversi, sesak napas,
demam
e. Penatalaksanaan
1) Pasien pneumonia dapat dirawat di rumah, namun bila
keadaannya berat pasien harus dirawat di rumah sakit untuk
mendapat perawatan yang memadai, seperti cairan intravena
bila sangat sesak, oksigen, serta sarana rawat lainnya. Bayi
memerlukan perhatian lebih khusus lagi.
2) Diberikan kotrimoksazol 2 x 2 tablet dewasa (diberikan
selama 3 hari).
276
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
3)
4)
5)
6)
Dosis anak:
a) 24 bulan : 2 x tablet dewasa
b) 412 bulan : 2 x tablet dewasa
c) 13 tahun : 2 x tablet dewasa
d) 35 tahun : 2 x 1 tablet dewasa
Antibiotik pilihan kedua adalah amoksisilin atau ampisilin
(diberikan selama 3 hari).
Dosis anak:
a) 24 bulan : 2 x tablet dewasa
b) 412 bulan : 2 x tablet dewasa
c) 13 tahun : 2 x 2/3 tablet dewasa
d) 35 tahun : 2 x tablet dewasa
Pada kasus pneumonia berat balita dimana rujukan tidak
memungkinkan:
a) Berikan antibiotik amoksisilin 45 mg/kgBB/hari selama
10 hari secara oral pada mereka yang masih bisa.
b) Bila pemberian secara oral sudah tidak memungkinkan,
diberikan injeksi amoksisilin/ampisilin dan gentamisin
dengan dosis :
(1) 2 bulan 5 tahun (ampisilin i.m./i.v. 50 mg/kgBB/6
jam dan gentamisin i.m./i.v. 7,5 mg/kgBB/24 jam)
(2) <2 bulan (ampisilin i.m./i.v. 100 mg/kgBB/24jam
dan gentamisin i.m./i.v. 2,5 mg/kgBB/12 jam)
(3) Bila kondisi membaik, terapi injeksi diteruskan
sampai 5 hari dan sesudahnya dilanjutkan dengan
terapi oral amoksisilin (15 mg/kgBB) tiap 8 jam,
dan terapi injeksi gentamisin i.m. sekali sehari.
Pada orang dewasa terapi kausal secara empiris adalah
penisilin prokain 600.0001.200.000 UI sehari atau
ampisilin 1 g tiap 6 jam terutama pada pasien dengan batuk
produktif.
Bila pasien alergi terhadap golongan penisilin dapat
diberikan eritromisin 500 mg tiap 6 jam. Demikian juga bila
diduga penyebabnya mikoplasma (batuk kering).
f. KIE
1) Tujuan
2)
3)
4)
5)
6)
penatalaksanaan:
mengurangi
gejala,
menyembuhkan
penyakit,
dan
mencegah
transmisi/memutuskan rantai penularan.
Beri penjelasan dengan seksama kepada pasien dan
keluarganya bahwa penyakit ini bisa berbahaya.
Jika terdapat tanda bahaya pada balita usia <2 bulan berupa
kurang bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor,
wheezzing/mengi, demam atau teraba dingin; pasien harus
segera dibawa ke Puskesmas kembali, kemudian dokter
akan memutuskan tindakan selanjutnya.
Pada balita usia 2 bulan - <5 tahun; bila didapatkan tanda
bahaya berupa: tidak bisa minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, dan gizi buruk; pasien harus segera dibawa
ke Puskesmas kembali, kemudian dokter akan memutuskan
tindakan selanjutnya.
Dalam perjalanan rujukan, ibu diminta menjaga agar anak
tetap hangat selama perjalanan, tetap berikan minum bila
anak masih bisa minum
Alasan rujuk: pada balita usia 2 bulan - < 5 tahun; bila
terdiagnosa klinis pneumonia komunitas maka perlu dirujuk.
278
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
75. PTERIGIUM
Kompetensi
: 3A
Laporan Penyakit
: 1005
ICD X : H00-H01
a. Definisi
Merupakan pertumbuhan abnormal dari konjungtiva, ditandai
dengan penebalan mukosa konjungtiva yang berbentuk segitiga
yang puncaknya di kornea. Secara histopatologi, didapatkan
gambaran degenerasi hialin dengan adanya neovaskularisasi.
Kelainan ini dapat dijumpai pada semua kelompok umur.
Umumnya terdapat di sisi nasal bilateral atau unilateral.
b. Penyebab
Patogenesis pterigium belum jelas, tetapi diduga karena iritasi
kronik terutama karena paparan sinar ultraviolet.
c. Gambaran Klinis
1) Pasien mengeluh mata lekas merah, berair, dan ada rasa
mengganjal. Bila penebalan jaringan ini mencapai pupil
maka penglihatan dapat terganggu.
2) Jaringan ini kaya pembuluh darah, semuanya menuju ke
puncak pterigium.
d. Diagnosis
Penebalan mukosa pada selaput mata.
e. Penatalaksanaan
1) Dalam keadaan meradang diberikan astringen-dekongestan
1 tetes tiap 6-8 jam sehari: kombinasi seng-sulfat 0,25%
dengan fenilefrin 0,12% atau nafazolin 0,7%.
2) Pterigium lanjut yang telah mengganggu penglihatan
memerlukan pembedahan (rujuk ke rumah sakit).
f. KIE
1) Tujuan pengobatan: mengurangi gejala dan menghindari
faktor risiko terjadinya iritasi.
76. PULPITIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 1502
ICD X : K04
a. Definisi
Pulpitis adalah peradangan pada pulpa gigi yang menimbulkan
rasa nyeri, merupakan reaksi terhadap toksin bakteri pada karies
gigi.
b. Penyebab
Penyebab pulpitis yang paling sering ditemukan adalah
pembusukan gigi, penyebab kedua adalah cedera. Pulpa
terbungkus dalam dinding yang keras sehingga tidak memiliki
ruang yang cukup untuk membengkak ketika terjadi peradangan.
Yang terjadi hanyalah peningkatan tekanan di dalam gigi.
Peradangan yang ringan, jika berhasil diatasi, tidak akan
menimbulkan kerusakan gigi yang permanen. Peradangan yang
berat bisa mematikan pulpa. Meningkatnya tekanan di dalam
gigi bisa mendorong pulpa melalui ujung akar, sehingga bisa
melukai tulang rahang dan jaringan di sekitarnya.
c. Gambaran Klinis
1) Gigi yang mengalami pulpitis akan nyeri berdenyut,
terutama malam hari. Nyeri ini mungkin menjalar sampai ke
daerah sinus dan pelipis (pulpitis gigi atas) atau ke daerah
telinga (pulpitis gigi bawah).
2) Bila kemasukan makanan, karena rangsangan asam, manis,
atau dingin akan terasa sakit sekali. Sakit saat mengunyah
menunjukkan bahwa peradangan telah mencapai jaringan
periapikal.
3) Gigi biasanya sudah berlubang dalam dan pulpa terbuka.
d. Diagnosis
Nyeri dan tanda peradangan.
e. Penatalaksanaan
280
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
f. KIE
1) Tujuan
penatalaksanaan:
menyembuhkan
infeksi,
menghilangkan gejala, mencegah komplikasi
2) Pencegahan: menjaga kebersihan gigi dan mulut,
menggosok gigi tiap pagi setelah makan dan malam sebelum
tidur, memeriksakan ke dokter gigi minimal 2x setahun,
makan makanan yang berserat dan berair (sayur dan buah).
Bila ada gigi yang berlubang segera ditambal walaupun
tidak merasa sakit.
77. RABIES
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 3B
: 0404
ICD X : A82
a. Definisi
Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit infeksi akut pada
susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies dan
ditularkan melalui gigitan hewan penular rabies terutama anjing,
kucing dan kera.
Di Indonesia, 98% kasus rabies ditularkan dari gigitan anjing.
b. Penyebab
Virus rabies, termasuk rhabdo virus bersifat neurotrop.
c. Gambaran Klinis
1) Stadium Prodromal
Gejala-gejala awal berupa demam, malaise, mual dan rasa
nyeri di tenggorokan selama beberapa hari.
2) Stadium Sensoris
Pasien merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada
tempat bekas gigitan. Kemudian disusul dengan gejala
cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap rangsang
sensorik.
3) Stadium Eksitasi
Tonus otot-otot dan aktivitas simpatik meningkat dengan
gejala hiperhidrosis (banyak berkeringat), hipersalivasi
(banyak air liur), hiperlakrimasi (banyak air mata) dan
dilatasi pupil. Bersamaan dengan stadium eksitasi penyakit
mencapai puncaknya, yang sangat khas pada stadium ini
ialah adanya bermacam-macam fobia, yang sangat terkenal
diantaranya ialah hidrofobia (takut air). Kontraksi otot-otot
faring dan otot-otot pernapasan dapat pula ditimbulkan oleh
rangsang sensorik seperti meniupkan udara ke muka pasien
(aerophobia) atau dengan menjatuhkan sinar ke mata
(photophobia) atau dengan bertepuk tangan ke dekat telinga
pasien (audiophobia). Pada stadium ini dapat terjadi apneu,
sianosis, kejang dan takikardi, cardiac arrest, tingkah laku
pasien tidak rasional kadang-kadang maniakal disertai
282
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
4) Stadium Paralisis.
Sebagian besar pasien rabies meninggal dalam stadium
eksitasi. Kadangkadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi,
melainkan paralisis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini
karena
gangguan saraf tulang belakang yang
memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernapasan.
d. Diagnosis
Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium.
e. Penatalaksanaan
1) Penanganan luka gigitan hewan penular rabies
Tiap ada kasus gigitan hewan penular rabies (anjing, kucing,
kera) harus ditangani dengan tepat dan sesegera mungkin.
Untuk mematikan virus rabies yang masuk pada luka
gigitan, cuci luka gigitan dengan air (sebaiknya air
mengalir) dan sabun selama 1015 menit, kemudian diberi
alkohol 70%.
f. KIE
1) Sampai saat ini belum ada obat untuk penyakit rabies.
2) Bila terkena cakaran atau gigitan hewan penular rabies
(anjing, kucing, kera) segera melakukan pencucian luka
dengan air mengalir selama 15 menit dan sabun/detergen
kemudian berikan antiseptik (betadine, obat merah) dan
pemberian vaksin antirabies.
284
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
ICD X : J- 30.4
a. Definisi
Rinitis alergika adalah suatu kelainan hidung yang disebabkan
oleh proses inflamasi mukosa hidung yang dimediasi oleh
hipersensitivitas atau alergi tipe 1 dengan gejala karakteristik
berupa hidung gatal, bersin-bersin, rinorhea dan hidung
tersumbat yang bersifat reversibel secara spontan maupun
dengan pengobatan.
b. Penyebab
Berdasarkan terdapatnya gejala:
1) Rinitis alergi intermiten, bila gejala <4 hari/minggu atau bila
<4 minggu
2) Rinitis alergi persisten, bila > 4 hari/minggu atau >4
minggu.
Serbuk sari di dalam udara yang menyebabkan rinitis alergika
bervariasi, tergantung kepada daerah dan individu. Tanaman
yang sering menyebabkan rinitis alergika adalah pohonpohonan, rumput, bunga dan rumput liar. Selain kepekaan
individu dan daerah tempat tumbuhnya tanaman, faktor lain
yang berpengaruh terhadap terjadinya rinitis alergika adalah
jumlah serbuk yang terkandung di dalam udara. Cuaca panas,
kering dan berangin lebih banyak mengandung serbuk, cuaca
dingin, lembab dan hujan menyebabkan serbuk terbuang ke
tanah.
c. Gambaran Klinis
Hidung, langit-langit mulut, tenggorokan bagian belakang dan
mata terasa gatal, baik secara
tiba-tiba maupun secara
berangsur-angsur. Biasanya akan diikuti dengan mata berair,
bersin-bersin dan hidung meler. Beberapa pasien mengeluh
sakit kepala, batuk dan mengi (bengek); kehilangan nafsu makan
dan mengalami gangguan tidur. Terjadi peradangan pada
kelopak mata bagian dalam dan pada bagian putih mata
(konjungtivitis). Lapisan hidung membengkak dan berwarna
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
285
d. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik berupa gambaran klinis diatas.
e. Penatalaksanaan
Pengobatan awal untuk rinitis alergika musiman adalah
antihistamin. Pemberian antihistamin kadang disertai dengan
dekongestan (misalnya pseudoefedrin atau fenilpropanolamin)
untuk melegakan hidung tersumbat. Pemakaian dekongestan
pada pasien tekanan darah tinggi harus diawasi secara ketat.
Pemberian amoksisilin atau eritromisin jika ada infeksi
sekunder.
Jika keadaan kronis rujuk ke dokter spesialis THT.
f. KIE
1) Tujuan penatalaksanaan: menghilangkan gejala akibat
paparan alergen dan eradikasi infeksi, perbaikan kualitas
hidup pasien.
2) Pencegahan: hindari alergen (misalnya udara dingin, debu).
286
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
79. SALPINGITIS
Kompetensi
: 3A
Laporan Penyakit
: -
ICD X : N70
a. Definisi
Infeksi saluran tuba uterina
b. Penyebab
Salpingitis akut kebanyakan disebabkan oleh infeksi gonore.
Salpingitis kronik dapat berbentuk sebagai piosalping,
hidrosalping atau salpingitis ismika nodosa.
Pada salpingitis akut perlu dipikirkan kemungkinan kehamilan
ektopik atau apendisitis sebagai diagnosis banding.
c. Gambaran Klinis
1) Pasien mengeluh nyeri perut bagian bawah, unilateral atau
bilateral. Nyeri ini bertambah pada gerakan.
d. Diagnosis
Nyeri tekan dan kaku daerah tuba pada pemeriksaan dalam
ginekologi.
e. Penatalaksanaan
1) Pasien dianjurkan untuk tirah baring pada posisi Fowler.
2) Berikan antibiotik spektrum luas dalam dosis yang tinggi:
a) Ampisilin 2 g i.v, kemudian 1 g tiap 6 jam.
b) ditambah gentamisin 5 mg/kgBB i.v dosis tunggal/hari
dan metronidazol 500 mg i.v tiap 8 jam.
c) Lanjutkan antibiotik ini sampai pasien tidak demam
selama 24 jam.
3) Pilihan lain: doksisiklin 100 mg tiap 12 jam selama 10 hari.
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
287
288
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
80. SERUMEN
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 3A
: -
ICD X : A60. 4
a. Definisi
Kotoran pada liang telinga.
b. Penyebab
Tertimbunnya kotoran pada liang telinga.
c. Gejala Klinis
Keluhan rasa tersumbat di telinga, pendengaran berkurang dan
kadang-kadang berdengung. Pada pemeriksaan liang telinga
tampak serumen dalam bentuk lunak, liat, keras dan padat.
d. Diagnosa
Anamnesis dan pemeriksaan fisik (telinga).
e. Penatalaksanaan
1) Serumen cair
Bila serumen sedikit, bersihkan dengan kapas yang dililitkan
pada pelilit kapas atau disedot dengan pompa penghisap.
2) Serumen lunak
Bila serumen banyak dan tidak ada riwayat perforasi
membran timpani, lakukan irigasi liang telinga dengan air
bersih sesuai dengan suhu tubuh.
Bila ada riwayat perforasi membran timpani, maka tidak
dapat dilakukan irigasi. Bersihkan serumen dengan kapas
yang dililitkan pada pelilit kapas.
3) Serumen liat
f. KIE
1) Tujuan penatalaksanaan: memperbaiki pendengaran akibat
sumbatan serumen.
290
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
81. SIFILIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 31
ICD X : A51
a. Definisi
Sifilis atau yang disebut dengan 'raja singa' disebabkan oleh
sejenis bakteri yang bernama Treponema pallidum. Bakteri yang
berasal dari famili spirochaetaceae ini memiliki ukuran yang
sangat kecil dan dapat hidup hampir di seluruh bagian tubuh.
b. Penyebab
Bakteri ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui selaput
lendir (misalnya vagina, mulut atau melalui kulit). Spirochaeta
penyebab sifilis dapat ditularkan dari satu orang ke orang yang
lain melalui hubungan genito-genital (kelamin-kelamin) maupun
oro-genital (seks oral). Infeksi ini juga dapat ditularkan oleh
seorang ibu kepada bayinya selama masa kehamilan.
c. Gambaran Klinis
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 113 minggu setelah
terinfeksi; rata-rata 34 minggu. Infeksi bisa menetap selama
bertahun-tahun dan jarang menyebabkan kerusakan jantung,
kerusakan otak maupun kematian.
Infeksi oleh Treponema pallidum berkembang melalui 4
tahapan:
1) Fase Primer.
Terbentuk luka atau ulkus yang tidak nyeri (cangker) pada
tempat yang terinfeksi; yang tersering adalah pada penis,
vulva atau vagina. Cangker juga bisa ditemukan di anus,
rektum, bibir, lidah, tenggorokan, leher rahim, jari-jari tangan
atau bagian tubuh lainnya. Luka tersebut tidak mengeluarkan
darah, tetapi jika digaruk akan mengeluarkan cairan jernih
yang sangat menular. Kelenjar getah bening terdekat
biasanya akan membesar, juga tanpa disertai nyeri. Luka
tersebut hanya menyebabkan sedikit gejala sehingga
seringkali tidak dihiraukan. Luka biasanya membaik dalam
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
291
2) Fase Sekunder.
Fase sekunder biasanya dimulai dengan suatu ruam kulit,
yang muncul dalam waktu 612 minggu setelah terinfeksi.
Ruam ini bisa berlangsung hanya sebentar atau selama
beberapa bulan. Meskipun tidak diobati, ruam ini akan
menghilang. Tetapi beberapa minggu atau bulan kemudian
akan muncul ruam yang baru. Pada fase sekunder sering
ditemukan luka di mulut, kelenjar getah bening di seluruh
tubuhnya, peradangan di organ-organ tubuh. Di daerah
perbatasan kulit dan selaput lendir serta di daerah kulit yang
lembab, bisa terbentuk daerah yang menonjol (kondiloma
lata). Gejala lainnya adalah merasa tidak enak badan
(malaise), kehilangan nafsu makan, mual, lelah, demam dan
anemia.
3) Fase Laten.
Setelah pasien sembuh dari fase sekunder, penyakit akan
memasuki fase laten dimana tidak nampak gejala sama
sekali. Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau
berpuluh-puluh tahun atau bahkan sepanjang hidup pasien.
Pada awal fase laten kadang luka yang infeksius kembali
muncul.
4) Fase Tersier.
Pada fase tersier pasien tidak lagi menularkan penyakitnya.
Gejala bervariasi mulai ringan sampai sangat parah, misalnya
sifilis mengenai medulla spinalis (tabes dorsalis).
d. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Diagnosis
pasti ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium
dan pemeriksaan fisik.
e. Penatalaksanaan
1) Obat pilihan: benzatin penisilin G dengan dosis tergantung
stadium:
292
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
a) Stadium I dan II
b) Stadium laten
2)
3)
4)
5)
6)
: 4,8 juta UI
: 7,2 juta UI
Cara : injeksi i.m. 2,4 juta UI/ kali dengan interval 1 minggu
Obat alternatif:
a) Doksisiklin 100 mg tiap 12 jam, 14 hari untuk fase
awal, 28 hari untuk fase lanjut; atau
b) Eritromisin 500 mg tiap 6 jam
Lama pengobatan 30 hari (stadium I dan II) atau waktu yang
lebih lama untuk stadium laten.
Evaluasi serologis (VDRL):
1 bulan setelah pengobatan selesai, ulangi tes serologis
sifilis (TSS):
a) Titer turun: tidak diberikan pengobatan lagi
b) Titer naik : pengobatan ulang
c) Titer tetap: observasi 1 bulan
1 bulan setelah observasi:
a) Titer turun
: tidak diberi pengobatan
b) Titer naik atau tetap
: pengobatan ulang
Pemantauan TSS: Pada bulan I, II, VI dan XII dan tiap 6
bulan pada tahun kedua.
f. KIE
1) Tujuan
2)
3)
4)
5)
6)
a. Definisi
Sindroma Nefrotik adalah suatu sindroma (kumpulan gejalagejala) yang terjadi akibat berbagai penyakit yang menyerang
ginjal dan menyebabkan:
1) proteinuria (protein di dalam air kemih lebih dari 3,5 g tiap
24 jam)
2) menurunnya kadar albumin dalam darah (<3,5 g/dL pada
dewasa dan <2,5 g/dL pada anak)
3) penimbunan garam dan air yang berlebihan
4) meningkatnya kadar lemak dalam darah.
Sindroma ini bisa terjadi pada segala usia. Pada anak, paling
sering timbul pada usia 18 bulan 4 tahun dan lebih banyak
menyerang anak laki-laki.
Klasifikasi dan penyebab Sindroma Nefrotik dapat dilihat pada
Tabel 32.
Tabel 32. Klasifikasi dan Penyebab Sindroma Nefrotik
Glomerulonefritis primer:
1. GN lesi minimal (GNLM)
2. Glomeruloklerosis fokal (GSF)
3. GN membranosa (GNMN)
4. GN membranoproliferatif ( GNMP)
5. GN proliferatif lain
Glomerulonefritis sekunder akibat:
1. Infeksi (HIV, hepatitis virus B dan C, sifilis, malaria, skistotoma,
tuberkulosis, lepra)
2. Keganasan (Adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma Hodgin,
mieloma multipel, dan karsinoma ginjal)
3. Penyakit jaringan penghubung: Lupus eritematosus sistemik, artritis
reumatoid, MCTD (mixed connective tissue disease)
4. Efek obat dan toksin
5. Obat antiinflamasi non-steroid, preparat emas, penisilamin, probenesid, air
raksa, kaptopril, heroin
294
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
b. Gambaran Klinis
1) Gejala awalnya bisa berupa:
a) berkurangnya nafsu makan
b) pembengkakan kelopak mata
c) nyeri perut
d) pengkisutan otot
e) pembengkakan jaringan akibat penimbunan garam dan
air
4)
5)
6)
7)
8)
c. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan
proteinuria positif 2 (++) atau lebih.
edem
anasarka
dan
d. Penatalaksanaan
1) Tujuan pengobatan adalah untuk mengatasi penyebabnya.
2)
3)
4)
5)
6)
296
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
e. KIE
1) Tujuan
penatalaksanaan
adalah
untuk
mengatasi
penyebabnya bila diketahui. Mengobati infeksi penyebab
sindroma nefrotik bisa menyembuhkan sindroma ini.
2) Efek samping yang mungkin timbul akibat pengobatan
steroid antara lain hipertensi, mudah terkena infeksi,
hiperglikemia, striae, osteoporosis dan iritasi lambung.
3) Pencegahan untuk menghindari kekambuhan dengan
menghindari infeksi bentuk apa pun (bakteri, virus dan lainlain), kelelahan (stress).
4) Alasan rujukan:
a) Pada pasien anak: jika pengobatan dasar tidak
memberikan respon atau timbul efek samping yang
berat.
298
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
ICD X : L20-L30
a. Definisi
Sindroma Stevens-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan
gejala klinis erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias
kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium serta mata
disertai gejala umum berat. Sinonimnya antara lain: sindroma de
Friessinger-Rendu, eritema eksudativum multiforme mayor,
eritema poliforme bulosa, sindroma muko-kutaneo-okular,
dermatostomatitis, dan lain-lain.
b. Penyebab
Reaksi imunologi berat, lebih sering karena obat seperti
kotrimoksazol, karbamazepin.
c. Gambaran Klinis
1) Gejala prodromal berkisar antara 114 hari berupa demam,
malaise, batuk, korizal, sakit menelan, nyeri dada, muntah,
pegal otot dan artralgia yang sangat bervariasi dalam derajat
berat dan kombinasi gejala tersebut.
e. Penatalaksanaan
Pada umumnya pasien SSJ datang dengan keadan umum berat
sehingga terapi yang diberikan biasanya adalah:
300
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
f. KIE
1) Tujuan pengobatan: pengobatan inisial dan penatalaksanaan
fungsi vital.
84. SINUSITIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 1; 2; 3A
: 1303
ICD X : J10-J11
a. Definisi
Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena
alergi atau infeksi virus, bakteri maupun jamur. Sinusitis bisa
terjadi pada salah satu dari keempat sinus.
b. Penyebab
Ostium sinus tersumbat, atau rambut-rambut pembersih (ciliary)
rusak sehingga sekresi mukus tertahan dalam rongga sinus yang
selanjutnya menyebabkan peradangan.
c. Gambaran Klinis
1) Gejala khas dari kelainan pada sinus adalah sakit kepala
yang dirasakan ketika pasien bangun pada pagi hari.
302
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
c) Letih, lesu
d) Batuk, yang mungkin semakin memburuk pada malam
hari.
e) Hidung meler atau hidung tersumbat.
f) Selaput lendir hidung tampak merah dan membengkak,
dari hidung mungkin keluar nanah berwarna kuning atau
hijau.
d. Diagnosis
1) Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala, foto
rontgen sinus dan hasil pemeriksaan fisik. Untuk
menentukan luas dan beratnya sinusitis, bisa dilakukan
pemeriksaan CT scan.
2) Pada sinusitis maksilaris, dilakukan pemeriksaan rontgen
gigi untuk mengetahui adanya abses gigi.
e. Penatalaksanaan
1) Sinusitis akut
Antibiotik: amoksisilin 500 mg tiap 8 jam selama 1-2
minggu, eritromisin 500 mg tiap 8 jam
Untuk sinusitis akut biasanya diberikan:
a) antibiotik untuk mengendalikan infeksi bakteri (terapi
awal umumnya dengan amoksisilin atau kotrimoksazol).
b) obat pereda nyeri untuk mengurangi rasa nyeri.
Dekongestan dalam bentuk tetes hidung atau obat semprot
hidung hanya boleh dipakai selama waktu yang terbatas
(karena pemakaian jangka panjang bisa menyebabkan
penyumbatan dan pembengkakan pada saluran hidung).
Untuk mengurangi penyumbatan, pembengkakan dan
peradangan bisa diberikan obat semprot hidung yang
mengandung steroid.
2) Sinusitis kronik
Diberikan antibiotik dan dekongestan. Untuk mengurangi
peradangan biasanya diberikan obat semprot hidung yang
mengandung steroid.
Jika penyakitnya berat, bisa diberikan steroid per-oral
(melalui mulut).
Hal-hal berikut bisa dilakukan untuk mengurangi rasa tidak
nyaman:
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
303
304
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
ICD X : K74
a. Definisi
Penyakit hati menahun yang secara patologis menggambarkan
stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progesif dan
difus, ditandai dengan distorsi arsitektur hepar berupa
nekroinflamasi, pembentukan jaringan ikat disertai nodul
regenerasi.
b. Penyebab
Meliputi antara lain infeksi virus, parasit, obat dan bahan kimia,
kelainan bawaan dan obstruksi bilier. Semua hal yang
menyebabkan jejas pada hati pada akhirnya akan menyebabkan
sirosis hati.
c. Gambaran Klinis
1) Pasien sirosis Child-pugh A dapat tidak memiliki gejala dan
nampak sehat selama bertahun-tahun, namun terdapat tandatanda (stigmata) sirosis. Pasien lainnya mengalami
kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan dan merasa
sakit.
a) Gejala awal sirosis (kompensata):
perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan
berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan
menurun.
b) Gejala lanjut sirosis (dekompensata):
bila terdapat kegagalan hati dan hipertensi portal,
meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan
demam subfebris, perut membesar. Bisa terdapat
gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis,
hematemesis melena, ikterus, perubahan siklus haid,
serta perubahan mental. Pada laki-laki dapat impotensi,
buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas.
2) Pada pemeriksaan fisik dicari stigmata sirosis: palmar
eritema, spider naevi, fetor hepatikum, vena kolateral
dinding perut, ikterus, edema pretibial, asites, splenomegali,
liver nail, clubbing finger, kontraktur dupuytren,
ginekomastia, atrofi testis, hipogonadisme, ukuran hati bisa
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
305
3)
4)
5)
6)
membesar/normal/kecil,
asterixis
bilateral,
demam
subfebris.
Malnutrisi biasa terjadi karena buruknya nafsu makan dan
terganggunya penyerapan lemak dan vitamin-vitamin yang
larut dalam lemak, yang disebabkan oleh berkurangnya
produksi garam-garam empedu.
Kadang-kadang terjadi batuk darah atau muntah darah
karena adanya perdarahan dari vena varikosa di ujung
bawah kerongkongan (varises esofageal). Pelebaran
pembuluh darah ini merupakan akibat dari tingginya
tekanan darah dalam vena yang berasal dari usus menunju
ke hati. Tekanan darah tinggi ini disebut sebagai hipertensi
portal, yang bersamaan dengan buruknya fungsi hati, juga
bisa menyebabkan terkumpulnya cairan di dalam perut
(asites).
Bisa juga terjadi gagal ginjal dan ensefalopati hepatikum.
Gejala-gejala penyakit hati lainnya bisa terjadi, seperti:
a) kelemahan otot
b) kemerahan di telapak tangan (eritema palmaris)
c) jari-jari tangan melekuk keatas (kontraktur telapak
tangan)
d) vena-vena kecil yang memberikan gambaran seperti
laba-laba
e) pembesaran payudara dan pinggul pada laki-laki
(ginekomastia)
f) pembesaran kelenjar ludah di pipi
g) rambut rontok
h) buah zakar mengecil (atrofi testis)
i) fungsi saraf abnormal (neuropati perifer).
d. Diagnosis
Anamnesis
1) Mencari penyebab dan faktor risiko dari sirosis:
Lama dan banyaknya minum alkohol, risiko viral hepatitis
(intravena drug user, seks berganti pasangan), riwayat
keluarga dengan penyakit hati, penggunaan obat.
Ditanyakan juga penyebab lainnya seperti:
306
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
pemeriksaan
e. Penatalaksanaan
1)
a) Istirahat cukup
b) Diet seimbang (tergantung kondisi klinis)
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
307
Pemantauan:
f. KIE
1) Tujuan pengobatan: mempertahankan kualitas hidup pasien.
2) Pencegahan: pola makan yang baik dan teratur, kontrol
3)
4)
5)
6)
308
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
a. Definisi
Sistitis adalah infeksi pada kandung kemih. Infeksi kandung
kemih umumnya terjadi pada wanita, terutama pada masa
reproduktif. Beberapa wanita menderita infeksi kandung kemih
secara berulang.
b. Penyebab
E.coli (organisme paling sering, pada 8090% kasus); juga
Klebsiella, Pseudomonas, grup B Streptococcus dan Proteus
mirabilis.
c. Gambaran Klinis
1) Infeksi kandung kemih biasanya menyebabkan desakan
2)
3)
4)
5)
6)
untuk buang air kecil dan rasa terbakar atau nyeri selama
buang air kecil.
Nyeri biasanya dirasakan diatas tulang kemaluan dan sering
juga dirasakan di punggung sebelah bawah.
Gejala lainnya adalah nokturia (sering buang air kecil di
malam hari).
Urin tampak berawan dan mengandung darah.
Kadang infeksi kandung kemih tidak menimbulkan gejala
dan diketahui pada saat pemeriksaan urin (urinalisis untuk
alasan lain.)
Sistitis tanpa gejala terutama sering terjadi pada usia lanjut,
yang bisa menderita inkontinensia uri sebagai akibatnya.
d. Diagnosis
1) Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya yang khas:
disuria, leukosituria dan nitrit urin positif.
2) Diambil contoh urin aliran tengah (midstream), agar urin
tidak tercemar oleh bakteri dari vagina atau ujung penis.
Urin kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk melihat
adanya sel darah merah atau sel darah putih atau zat lainnya.
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
309
f. KIE
1) Tujuan pengobatan: untuk eradikasi kuman penyebab.
2) Alasan rujuk: pada kasus komplikasi, anak, wanita hamil,
dan indikasi pembedahan.
310
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
87. SKABIES
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 4
: 0704
ICD X : B86
a. Definisi
Skabies atau sering juga disebut penyakit kulit berupa budukan
dapat ditularkan melalui kontak erat dengan orang yang
terinfeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh infestasi
dan sensitisasi terhadap kutu Sarcoptes scabiei var hominis dan
fesesnya pada kulit manusia. Sarcoptes scabiei adalah kutu yang
transparan, berbentuk oval, punggungnya cembung, perutnya
rata dan tidak bermata. Skabies hanya dapat diberantas dengan
memutus rantai penularan dan memberi obat yang tepat.
b. Penyebab
Kutu Sarcoptis scabiei.
c. Gambaran klinik
Penyakit skabies memiliki 4 gejala klinis utama,yaitu:
1) Pruritus nokturna, atau rasa gatal di malam hari, yang
disebabkan aktivitas tungau yang lebih tinggi dalam suhu
lembab.
2) Penyakit ini dapat menyerang manusia secara kelompok.
Mereka yang tinggal di
asrama, barak-barak tentara,
pesantren maupun panti asuhan berpeluang lebih besar
terkena penyakit ini. Penyakit ini amat mudah menular
melalui pemakaian handuk, baju maupun seprai secara
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
311
d. Diagnosis
Ditegakkan dari anamnesis, manifestasi klinik dan pemeriksaan
penunjang ditemukan 3 dari 4 kriteria sebagai berikut:
1) Gatal malam hari
2) Terdapat pada sekelompok orang
3) Predileksi dan morfologis khas
4) Ditemukan Tungau S.scabies
e. Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit ini menggunakan obat berbentuk krim atau
salep yang dioleskan pada bagian kulit yang terinfeksi. Banyak
sekali obat yang tersedia di pasaran. Namun, ada beberapa
syarat yang harus dipenuhi antara lain; tidak berbau, efektif
terhadap semua stadium kutu (telur, larva maupun kutu dewasa),
tidak menimbulkan iritasi kulit, juga mudah diperoleh dan
murah harganya.
1) Sistemik
a) Antihistamin klasik sedatif ringan untuk mengurangi
gatal, misalnya klorfeniramin maleat 0,34 mg/kg BB
tiap 8 jam.
b) Antibiotik bila ditemukan infeksi sekunder misalnya
amoksisilin.
2) Topikal
Obatan-obatan yang dapat digunakan antara lain:
312
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
f. KIE
1) Tujuan penatalaksanaan: penyembuhan dan pemutusan
rantai penularan.
penyuluhan higiene perorangan dan
lingkungan. Hindari kontak dengan pasien serupa.
Mencuci bersih bahkan sebagian ahli menganjurkan
merebus handuk, seprai maupun baju pasien skabies,
kemudian menjemurnya hingga kering. Menghilangkan
faktor predisposisi, antara lain dengan penyuluhan mengenai
higiene perorangan dan lingkungan.
Menghindari pemakaian baju, handuk, seprai secara
bersama-sama.
Mengobati seluruh anggota keluarga, atau masyarakat yang
terinfeksi untuk memutuskan rantai penularan.
Dianjurkan kontrol 1 minggu kemudian, bila ada lesi baru
obat topikal dapat diulang kembali.
2) Pencegahan:
3)
4)
5)
6)
a. Definisi
Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa (psikotik),
bermanifestasi sebagai suatu sindroma yang ditandai
penyimpangan yang mendasar dari pikiran, persepsi dan afek
yang tidak sesuai yang menimbulkan penderitaan dan
mempengaruhi fungsi sehari-hari. Dapat timbul eksaserbasi
akut. Perlu untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kelainan
organik (misalnya: demam, riwayat kejang, kemungkinan
intoksikasi NAPZA, trauma kepala).
b. Penyebab
Biopsikososial; yaitu terdiri dari faktor biologis (termasuk
genetik), faktor psikologis (kepribadian, motivasi) dan faktor
sosial (keluarga dan lingkungan).
c. Gambaran Klinis
Pasien mungkin datang dengan keluhan: halusinasi seperti
mendengar suara-suara/melihat bayangan gaib yang tidak
didengar/dilihat oleh orang lain, bicara sendiri, bicara kacau
yang tidak dapat dimengerti, keyakinan yang aneh dan tidak
sesuai dengan realita (contoh: merasa yakin dirinya seorang
malaikat, dikejar-kejar, menerima pesan melalui televisi),
gelisah, tidak dapat tidur, sulit berkonsentrasi, keluhan fisik
yang tidak biasa/aneh (misal: merasa ada hewan atau obyek
yang tak lazim di dalam tubuhnya), menarik diri dari lingkungan
sosial, afek tumpul dan tidak serasi.
d. Diagnosis
1) Adanya delusi/waham (keyakinan yang salah dan tidak
sesuai dengan realita).
2) Adanya halusinasi dengar (tersering).
3) Perilaku aneh.
4) Bicara kacau atau tidak dapat dimengerti.
314
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
e. Penatalaksanaan
1) Pada kasus eksaserbasi akut atau gaduh gelisah dapat
diberikan haloperidol injeksi 5 mg i.m. dengan atau tanpa
diazepam injeksi 5 mg. Nilai ulang setelah 2 jam, dapat
diulang. Jika pasien telah tenang, dianjurkan untuk kembali
menggunakan terapi oral.
2) Berikan antipsikotik oral haloperidol 5 mg/hari, terbagi
menjadi 2 3 kali pemberian. Dapat dinaikkan secara
bertahap setelah 2 3 minggu bila belum tampak perbaikan.
Bila telah perbaikan maka dosis dipertahankan hingga
pasien tenang dan kembali dapat mengurus dirinya sendiri.
Bila belum tampak perbaikan, dosis dapat dinaikkan hingga
15 mg/hari. Nilai kembali terapi setelah 6 bulan-1 tahun.
3) Gunakan dosis efektif terkecil untuk mengurangi efek
samping.
4) Pada hal-hal khusus, seperti pasien pasca rawat (rujuk balik)
dengan ketidakpatuhan minum obat, dianjurkan pemberian
injeksi depo lepas lambat haloperidol 50 mg 1 bulan sekali
dengan syarat:
a) Pasien telah stabil menggunakan haloperidol oral
sebelumnya. Jika pasien belum pernah menggunakan
haloperidol oral, dapat dimulai haloperidol oral selama
2 minggu.
b) Tidak ada gangguan fisik.
c) Dapat dimulai dengan dosis 25 mg atau setengah dosis
diinjeksikan i.m untuk 24 minggu. (Dilarang
menggunakan secara intravena/ i.v)
d) Setelah 4 minggu injeksi depo dapat dinaikkan menjadi
50 mg atau dosis utuh.
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
315
f. KIE
1) Tujuan
2)
3)
4)
5)
6)
316
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
ICD X : K12
a. Definisi
Stomatitis aftosa (sariawan) adalah suatu luka terbuka yang
kecil di dalam mulut yang menimbulkan nyeri.
b. Penyebab
Penyebabnya macam-macam misalnya kebersihan mulut yang
buruk, gizi kurang, infeksi kuman, gangguan hormonal
(gingivostomatitis deskuamatif), kelainan darah, pemakaian obat
(stomatitis medikamentosa/venenata) atau makanan yang
merangsang misalnya cabe.
Stomatitis Vincent disebabkan oleh kuman Gram negatif,
sedangkan stomatitis aftosa (sariawan) merupakan salah satu
bentuk yang tidak diketahui penyebabnya.
Beberapa faktor diduga berperan dalam terjadinya sariawan,
misalnya demam, stres, trauma, cemas, gangguan hormonal.
c. Gambaran Klinis
1) Sariawan dapat terjadi di semua bagian mulut. Bila sariawan
ini terletak di dekat faring, pasien biasanya mengeluh sakit
menelan.
2) Stomatitis Vincent atau gingivostomatitis nekrotik biasanya
timbul akut. Pasien mengeluh mulutnya rasa terjadi
perdarahan spontan pada gusi dan gigi sering terasa
memanjang. Ulkus pada stomatitis ini biasanya terdapat di
daerah gusi antargigi dan diselaputi pseudomembran
berwarna kuning keabu-abuan yang mudah diangkat. Tetapi
ulkus ini dapat meluas ke bagian lain mulut sampai ke
faring.
d. Diagnosis
1) Nyeri dan lesi pada rongga mulut.
2) Diagnosis banding:
a) Infeksi
oportunistik
HIV-AIDS
atau
immunocompromised lain
318
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
e. Penatalaksanaan
1) Anjurkan pasien untuk meningkatkan kebersihan mulutnya,
menghindari makan makanan yang merangsang (asam,
pedas), perbanyak makan buah-buahan dan hindari stress.
2) Pemberian suplemen vitamin C
3) Jika sariawan tidak hilang setelah 2 minggu, rujuk ke
Rumah Sakit.
f. KIE
1) Tujuan
penatalaksanaan:
menyembuhkan
infeksi,
menghilangkan gejala, mencegah komplikasi.
2) Pencegahan: menjaga kebersihan gigi dan mulut,
menggosok gigi tiap pagi setelah makan dan malam sebelum
tidur, memeriksakan ke dokter gigi minimal 2x setahun,
makan makanan yang berserat dan berair (sayur dan buah).
90. STROKE
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 3A
:
ICD X : -
a. Definisi
Stroke menurut Organisasi Kesehatan Dunia, World Health
Organization (WHO) tahun 1970, adalah sindroma klinik yang
ditandai oleh kelainan fungsi otak baik fokal maupun global
(misalnya koma) yang berlangsung lebih dari 24 jam atau
berakhir dengan kematian tanpa penyebab lain kecuali gangguan
pembuluh darah otak.
Sindroma klinik lain yang disebut Transient Ischaemic Attack
(TIA) yang gejalanya persis sama seperti stroke, namun
kembali normal dalam waktu 24 jam dan dalam pemeriksaan
pencitraan (imaging) tidak ditemukan kelainan.
b. Penyebab
Stroke menurut patologinya dibagi :
1) Stroke Iskemik terjadi karena kurang atau hilangnya aliran
darah ke otak. Ini disebabkan karena adanya
blockade/hambatan oleh trombosis atau emboli arteri. Angka
kejadiannya 80-85%
a) Stroke infark trombotik
b) Stroke infark emboli
2) Stroke Perdarahan terjadi karena pecahnya pembuluh darah
otak. Angka kejadiannya 15-20%
a) Stroke perdarahan intraserebral
b) Stroke perdarahan sub arachnoid.
d. Gambaran Klinis
320
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
e. Penatalaksanaan
1) Deteksi
Pengenalan cepat dan reaksi cepat terhadap tanda-tanda
stroke dan TIA dari dokter, petugas medis maupun petugas
terkait karena konsep Time is Brain yang berarti bahwa
pengobatan Stroke merupakan keadaan gawat darurat. Jadi
keterlambatan pertolongan fase prahospital harus dihindari
dengan pengenalan keluhan dan gejala stroke bagi pasien
dan keluarga
2) Pengiriman pasien
Segera panggil ambulans gawat darurat hal ini sangat
berperan penting dalam pengiriman pasien ke fasilitas yang
tepat untuk penanganan stroke.
3) Transportasi/ambulans
Transporasi pengiriman pasien fasilitas kesehatan yang
dituju, petugas ambulans gawat darurat harus mempunyai
kompetensi dalam penilaian pasien stroke pra rumah sakit.
Fasilitas yang harus ada dalam ambulans adalah sebagai
berikut:
a) Personil yang terlatih
b) Peralatan dan obat resusitasi dan gawat darurat.
c) Ambulans dilengkapi dengan peralatan gawat darurat,
a.l. pemeriksaan glukosa (glucometer), Oksigen dan
pemeriksa kadar saturasi O2.
Personil pada ambulans gawat darurat yang terlatih mampu
mengerjakan:
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
321
f. KIE
Pencegahan primer
Pada stroke meliputi upaya perbaikan gaya hidup dan
pengendalian berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada
orang sehat dan kelompok risiko tinggi yang belum pernah
terserang stroke.
Beberapa hal yang perlu dilakukan adalah:
1) Mengatur pola makan yang sehat
2) Konsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol dapat
meningkatkan risiko terkena serangan stroke.
3) Jenis makanan yang sehat adalah:
a) Makanan biji-bijian a.l; beras merah, bulgur, jagung,
gandum, kacang kedelai
b) Makanan yang bervitamin dan antioksidan: susu,
sayuran, buah
c) Teh hitam dan teh hijau yang banyak mengandung
antioksidan
4) Menambah asupan kalium dan mengurangi natrium
(monosodium glutamate, sodium natrium), makanan
sebaiknya segar
5) Mengutamakan makanan berserat dan protein nabati serta
bervariasi dan perhatikan menu seimbang
322
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
91.
STRUMA ENDEMIK (GONDOK)
Kompetensi
: 3b
Laporan Penyakit
: -
ICD X : E.01
a. Definisi
Struma adalah istilah untuk pembesaran kelenjar tiroid. Disebut
struma endemik (gondok) bila struma ini ditemukan pada
banyak orang dalam suatu populasi. Ini biasanya terjadi di
daerah yang makanan penduduknya kurang mengandung
iodium. Penyakit ini umumnya muncul pada masa pubertas atau
kehamilan.
b. Penyebab
Pada keadaan tertentu struma disebabkan oleh zat goitrogenik
seperti PAS, sulfonilurea, litium atau iodium dosis tinggi.
c. Gambaran Klinis
Adanya kelainan dishormonogenesis tiroid perlu dicurigai
apabila ditemukan:
324
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
Organ
Gejala dan Tanda
Otak
Lemah, lelah, mengantuk, depresi, kemampuan berbicara
(Gangguan mental) menurun, intelektual menurun, gangguan ingatan, proses
psikis pelan.
Mata
Sakit kepala, gangguan penglihatan, edema periorbital
Telinga , Hidung danSuara serak
Tenggorokan
Kelenjar Tiroid
Pembesaran tiroid/ Goiter noduler atau difusa (tiroiditis
autoimun kronik, obat anti tiroid, kekurangan atau kelebihan
hormone tiroid)
Jantung
danTekanan nadi berkurang (bradikardi), hipertensi diastolik,
pembuluh darah
kardiak output berkurang
Saluran Cerna
Sulit buang air besar (Konstipasi), berat badan naik/ gemuk.
Sistem Reproduksi Infertilitas, gangguan menstruasi
Otot dan saraf
Kaku sendi, kesemutan, nyeri sendi
Gerakan otot lemah (hiporefleksia), edema non pitting
(miksedema), ataksia, kramp otot
d. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan klinis.
e. Penatalaksanaan
1) Pengobatan ditujukan untuk:
a) Mengurangi besarnya kelenjar gondok.
b) Mengoreksi adanya keadaan hipotiroidisme, kalau
memang ada.
f. KIE
1) Tujuan penatalaksanaan adalah :
a) Meringankan keluhan dan gejala
b) Menormalkan metabolisme
c) Mencegah komplikasi dan risiko penyakit jantung
2) Pencegahan: dianjurkan untuk mengkonsumsi garam
beriodium.
326
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
ICD X : -
a. Definisi
Jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen dan kemudian
terjadi kontak lagi terhadap antigen tersebut, akan timbul reaksi
hipersensitivitas. Antigen yang bersangkutan terikat pada
antibodi dipermukaan sel mast sehingga terjadi degranulasi,
pengeluaran histamin dan zat vasoaktif lain. Keadaan ini
menyebabkan peningkatan permeabilitas dan dilatasi kapiler
menyeluruh. Terjadi hipovolemia relatif karena vasodilatasi
yang mengakibatkan syok, sedangkan peningkatan permeabilitas
kapiler menyebabkan edema. Pada syok anafilaktik, bisa terjadi
bronkospasme yang menurunkan ventilasi. Syok anafilaktik
sering disebabkan oleh obat, terutama yang diberikan intravena
seperti antibiotik atau media kontras. Sengatan serangga seperti
lebah juga dapat menyebabkan syok pada orang yang rentan.
b. Penyebab
Syok anafilaksis paling sering disebabkan oleh pemberian obat
secara suntikan, tetapi dapat pula disebabkan oleh obat yang
diberikan secara oral atau oleh makanan. Obat suntik yang
paling sering menimbulkan syok anafilaksis antara lain
penisilin, streptomisin, tiamin, ekstrak bali dan kombinasi
vitamin neurotropik.
c. Gambaran Klinis
1) Gejala-gejala pertama: eritema, rasa terbakar pada kulit, rasa
tersengat, takikardi, rasa tebal di faring dan dada, batuk,
mungkin mual dan muntah.
2) Gejala-gejala sekunder: Pembengkakan kulit (khususnya
palpebra dan bibir), urtikaria, edema laring, serak, wheezing,
serangan batuk, nyeri abdomen, mual, muntah, diare,
hipotensi, berkeringat, pucat.
3) Pada kasus-kasus berat, spasme laring, syok, henti napas
dan henti jantung.
d. Diagnosis
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
327
e. Penatalaksanaan
Penanggulangan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat
sebab pasien berada pada keadaan gawat. Sebenarnya,
pengobatan syok anafilaktik tidaklah sulit, asal tersedia obatobat emergensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta
dilakukan secepat mungkin. Hal ini diperlukan karena kita
berpacu dengan waktu yang singkat agar tidak terjadi kematian
atau cacat organ tubuh menetap. Kalau terjadi komplikasi syok
anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat kimia, baik peroral
maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah:
3)
4)
5)
6)
anafilaktik.
Segera baringkan pasien pada alas yang keras dan rata. Kaki
diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran
darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung
dan menaikkan tekanan darah.
Segera berikan adrenalin 0,30,5 mg larutan 1 : 1000 untuk
pasien dewasa atau 0,01 g/kgBB untuk pasien anak-anak,
i.m. Pemberian ini dapat diulang tiap 15 menit sampai
keadaan membaik. Beberapa penulis menganjurkan
pemberian infus kontinyu adrenalin 24 g/menit.
Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian
adrenalin kurang memberi respons, dapat ditambahkan
aminofilin 56 mg/kgBB i.v dosis awal yang diteruskan
0,40,9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100
mg atau deksametason 510 mg intravena sebagai terapi
penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik
atau syok yang membandel.
Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
A. Airway 'penilaian jalan napas'. Jalan napas harus dijaga
tetap bebas, tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk
pasien yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur
agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas,
328
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
330
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
f. KIE
Kepada keluarga perlu diberitahukan bahwa kasus ini adalah
kondisi emergensi, dan sedang dilakukan upaya penyelamatan
hidup (life saving)
93. TETANUS
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 3B
: 0305
ICD X : A-35
a. Definisi
Penyakit sistem saraf yang disebabkan oleh Clostridium tetani,
berlangsung akut dengan karakteristik spasme tonik persisten
dan eksaserbasi singkat.
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
331
b. Penyebab
Bakteri anaerob Clostridium tetani. Spora dari Clostridium
tetani dapat hidup selama bertahun-tahun di dalam tanah dan
kotoran hewan. Jika bakteri tetanus masuk ke dalam tubuh
manusia, bisa terjadi infeksi baik pada luka yang dalam maupun
luka yang dangkal. Setelah proses persalinan, bisa terjadi infeksi
pada rahim ibu dan pusar bayi yang baru lahir (tetanus
neonatorum). Gejala-gejala infeksi ditimbulkan oleh racun yang
dihasilkan oleh bakteri, bukan bakterinya.
c. Gambaran Klinis
1) Gejala khas: kejang pada otot-otot wajah menyebabkan
ekspresi pasien seperti menyeringai (risus sardonikus)
dengan kedua alis yang terangkat.
332
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
d. Diagnosis
Diduga suatu tetanus jika terjadi kekakuan otot atau kejang pada
seseorang yang memiliki luka. Untuk memperkuat diagnosis
bisa dilakukan pembiakan bakteri dari apusan luka.
e. Penatalaksanaan
Pasien tetanus harus segera dirujuk ke rumah sakit karena ia
harus selalu mendapat pengawasan dan perawatan. Sebelum
dirujuk lakukan hal-hal di bawah ini:
f. KIE
1) Tujuan pengobatan: menghilangkan kejang, meningkatkan
kualitas hidup, mencegah komplikasi, mencegah kematian.
334
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
ICD X : A33
a. Definisi
Tetanus neonaturom adalah penyakit tetanus yang terjadi pada
neonatus (bayi usia <1 bulan). Spora kuman masuk ke dalam
tubuh bayi melalui pintu masuk satu-satunya yaitu tali pusat,
yang dapat terjadi pada saat pemotongan tali pusat ketika bayi
lahir maupun perawatannya sebelum puput (terlepasnya tali
pusat).
b. Penyebab
Kuman Clostridium tetani, yaitu kuman yang mengeluarkan
toksin (racun) dan menyerang sistem saraf pusat.
c. Gambaran Klinis
1) Bayi biasanya tidak mau menyusu dengan tanda khas mulut
yang mencucu (trismus).
e. Penatalaksanaan
Pasien sebaiknya dirujuk untuk dirawat di rumah sakit karena
sering terjadi komplikasi terutama sepsis. Sebelumnya pasang
infus cairan rumat yaitu glukosa 5% NaCl (4:1) sebanyak
75ml/kgBB/hari, kemudian diberikan:
f. KIE
1) Imunisasi TT pada ibu hamil dan sebelum menikah.
2) Persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan.
336
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
ICD X : A01
a. Definisi
Demam Tifoid atau tifus abdominalis adalah suatu infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Salmonella typhii atau Salmonela
parathypi yang ditularkan melalui makanan yang tercemar oleh
feses dan urin pasien.
b. Penyebab
Bakteri Salmonella typhii atau Salmonela parathypi.
c. Gambaran Klinis
1) Anamnesis
a) Pada minggu pertama dapat ditemui demam naik secara
bertahap pada minggu pertama lalu demam menetap
(kontinyu). Demam terutama sore/malam hari, dapat
disertai sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual,
muntah, obstipasi atau diare.
b) Pada minggu kedua demam berupa tipe remiten (demam
naik-turun, tetapi suhu tidak pernah mencapai normal).
Keadaan pasien menurun, dapat apatis, bingung,
kehilangan kontak dengan orang sekitarnya, tidak bisa
tidur.
c) Memasuki minggu ketiga, pasien masuk ke tahap
typhoid state, ditandai dengan disorientasi, bingung,
insomnia, dapat pula delirium. Sewaktu-waktu dapat
timbul komplikasi perdarahan atau perforasi (lemah,
pucat, nyeri seluruh perut akibat peritonitis, bahkan
ensefalopati disertai dengan syok). Saat ini pasien
mengalami BAB lembek, berwarna coklat tua atau
kehijauan, berbau (pea soup diarrhea), tapi mungkin
juga masih mengalami konstipasi. Pada akhir minggu
ketiga suhu mulai turun dan normal pada minggu
berikutnya.
2) Pemeriksaan Fisik
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
337
d. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis berupa kurva
panas yang spesifik dan pemeriksaan fisik.
e. Penatalaksanaan
Tirah baring untuk pasien dengan komplikasi. Diet harus
mengandung kalori dan protein yang cukup sebaiknya rendah
serat, makanan lunak.
f. Pengobatan :
1) Dengan antibiotik yang tepat, lebih dari 99% pasien dapat
disembuhkan.
a) Kloramfenikol, Dewasa: 500 mg tiap 6 jam sampai 5
hari bebas demam,
b) Anak : 50-100 mg/kgBB tiap 6 jam sampai 5 hari
bebas demam.
338
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
d) Anak
g. KIE
1) Tujuan penatalaksanaan: eradikasi kuman dan mencegah
komplikasi.
2) Pencegahan:
a) Pencegahan terhadap carier dan kasus relaps.
b) Perbaikan sanitasi lingkungan, higiene makanan dan
higiene perorangan
c) Sebaiknya hindari makan sayuran mentah dan makanan
lainnya yang disajikan atau disimpan di dalam suhu
ruangan. Sebaiknya memilih makanan yang masih panas
atau makanan yang dibekukan, minuman kaleng dan
buah berkulit yang bisa dikupas.
d) Bila timbul efek samping kloramfenikol (ikterus), ganti
antibiotik lain karena kemungkinan terjadi defisiensi
enzim G6PD.
e) Alasan rujukan: jika selama 5 hari terapi tidak
menunjukkan
perbaikan
atau
terjadi
perburukan/komplikasi, dugaan perforasi.
96. TIROTOKSIKOSIS
Kompetensi
: 3A
Laporan Penyakit
: -
ICD X : E00-E07
a. Definisi
Tirotoksikosis adalah suatu keadaan dimana didapatkan
konsentrasi hormon tiroid yang berlebihan.
Tirotoksikosis dibagi dalam 4 kategori:
1) Kelainan yang berhubungan dengan hipertiroidisme
2) Kelainan yang tidak berhubungan dengan hipertiroidisme
3) Kerusakan Tiroid: tiroiditis subakut, silent thyroiditis,
amiodaron, paparan radiasi
4) Sumber hormon tiroid ekstratiroidal: thyrotoxicosis factitia,
struma ovarii, karsinoma folikuler fungsional.
Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang disebabkan
produksi hormon tiroid berlebih akibat peningkatan aktivitas
kelenjar tiroid yang meningkat.
Penyebab tirotoksikosis dapat dilihat pada Tabel 35.
Tabel 35. Penyebab Tirotoksikosis
Hipertiroidisme primer
Tirotoksikosis
tanpaHipertiroidisme
Hipertiroidisme
Sekunder
- Penyakit Graves
- Hormon tiroid berlebih- TSH-secreting tumor
- Gondok multinodula toksik
(tirotoksikosis faktisia)
chGH secreting tumor
- Adenoma toksik
- Tiroiditis subakut (viral atau- Tirotoksikosis gestasi
- Obat: yodium berlebihan, De Quervain)
(trimester pertama)
lithium
Silent
thyroiditis
Resistensi
hormon
- Karsinoma tiroid
tiroid
- Destruksi
kelenjar:
- Struma ovarii (ektopik)
amiodaron, I-131, radiasi,
- Mutasi TSH-r1 Gs
adenoma, infark
b. Gambaran Klinis
1) Anamnesis
340
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
c. Diagnosis
Diagnosis tirotoksikosis sering dapat ditegakkan secara klinis
tanpa pemeriksaan laboratorium, namun pemeriksaan
laboratorium perlu untuk menilai kemajuan terapi.
Komplikasi
Krisis tiroid
Krisis tiroid adalah suatu keadaan klinis hipertiroidisme yang
paling berbahaya dengan mortalitas amat tinggi. Pada keadaan
ini dijumpai dekompensasi satu atau lebih sistem organ. Hampir
semua kasus diawali oleh faktor pencetus, diantaranya: infeksi,
operasi, trauma, zat kontras beriodium, hipoglikemia, partus,
stres emosi, penghentian obat antitiroid, tata laksana,
ketoasidosis diabetikum, tromboemboli paru, CVD/stroke, atau
palpasi tiroid terlalu kuat.
Probabilitas Diagnostik untuk Krisis Tiroid dapat dilihat pada
Tabel 36.
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
341
Disfungsi Kardiovaskuler
Takikardi
99-109
110-119 10
120-129 15
130-139 20
>140
Gagal Jantung
Tidak ada
Ringan (edema kaki)
Sedang (ronki basal)
Berat (edema paru)
Fibrilasi atrium
Tidak ada
Ada
Riwayat pencetus
Negatif
Positif
d. Penatalaksanaan
1) Penggunaan obat antitiroid seperti Propiltiourasil (PTU),
dosis awal 70200 mg tiap 8 jam selama 68 minggu,
pemeliharaan 50300 mg/hari.
2) Pada keadaan krisis tiroid atau bila dicurigai krisis tiroid,
harus segera dirujuk ke RS. Sebelum dirujuk dapat
dilakukan hal berikut:
a) Perawatan suportif:
(1) Kompres dingin, antipiretik (asetaminofen)
(2) Memperbaiki gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit: Infus Dekstrose 5% dan NaCl 0,9%
(3) Mengatasi gagal jantung: 02, diuretik, digitalis
b) Antagonis aktivitas hormon tiroid:
(1) Blokade produksi hormone tiroid: Propiltiourasil
(PTU) loading dose 600-1000 mg diikuti dosis 200
342
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
25
0
5
10
15
0
10
0
10
e. KIE
1) Tujuan pengobatan: mengontrol hormon tiroid, mencegah
komplikasi terhadap organ tubuh lain.
97. TONSILITIS
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 1301
ICD X : J03
a. Definisi
Tonsil adalah kelenjar getah bening di mulut bagian belakang (di
puncak tenggorokan) yang berfungsi membantu menyaring
bakteri dan mikroorganisme lainnya sebagai tindakan
pencegahan terhadap infeksi.
Tonsilitis adalah suatu peradangan pada tonsil (amandel) yang
dapat menyerang semua golongan umur.
Pada anak, tonsilitis akut sering menimbulkan komplikasi. Bila
tonsilitis akut sering kambuh walaupun pasien telah
mendapatkan pengobatan yang memadai, maka perlu diingat
kemungkinan terjadinya tonsilitis kronik.
Faktor-faktor berikut ini mempengaruhi berulangnya tonsilitis:
rangsangan menahun (misalnya rokok, makanan tertentu),
cuaca, pengobatan tonsilitis yang tidak memadai, dan higiene
rongga mulut yang kurang baik.
344
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
b. Penyebab
Infeksi bakteri streptokokus atau infeksi virus (lebih jarang).
c. Gambaran Klinik
1) Pasien biasanya mengeluh sakit menelan, lesu seluruh
tubuh, nyeri sendi, dan kadang atalgia sebagai nyeri alih dari
N. IX.
d. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan
fisik. Tonsil membengkak dan tampak bercak-bercak
perdarahan. Ditemukan nanah dan selaput putih tipis yang
menempel di tonsil. Membran ini bisa diangkat dengan mudah
tanpa menyebabkan perdarahan. Dilakukan pembiakan apus
tenggorokan di laboratorium untuk mengetahui bakteri
penyebabnya.
e. Penatalaksanaan
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
345
f. KIE
1) Tujuan pengobatan: mencegah dan menghindari komplikasi.
2) Pencegahan: menjaga higiene oral.
3) Alasan rujukan:
a) bila tonsilitiskronis yang diindikasikan untuk dilakukan
tonsilektomi
346
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
97. TRAKOMA
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 40
ICD X : A71
a. Definisi
Trakoma merupakan infeksi mata yang berlangsung lama yang
menyebabkan inflamasi dan jaringan parut pada konjungtiva dan
kelopak mata serta kebutaan.
b. Penyebab
Trakoma terjadi akibat infeksi oleh bakteri Chlamydia
trachomatis. Masa inkubasi berlangsung selama 512 hari.
c. Gambaran Klinis
1) Kedua mata tampak merah dan berair. Pasien sukar melihat
cahaya terang (silau) dan merasa gatal di matanya.
iritasi
serta
mengeluarkan
kotoran
e. Penatalaksanaan
348
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
f. KIE
1) Tujuan pengobatan: untuk penyembuhan dan pencegahan
komplikasi
: 4
: 0201
ICD X : H16. 2
a. Definisi
Tuberkulosis adalah suatu infeksi menular dan menahun dan
bisa berakibat fatal, yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, Mycobacterium bovis atau Mycobacterium
africanum. Tuberkulosis paru kini bukan penyakit yang
menakutkan sampai penerita harus dikucilkan, tetapi penyakit
kronik ini dapat menyebabkan cacat fisik atau kematian.
Penularan TB paru hanya terjadi dari pasien tuberkulosis
terbuka.
b. Penyebab
Mycobacterium tuberculosis.
c. Gambaran Klinis
1) Pada awalnya pasien hanya merasakan tidak sehat atau
batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau
lebih.
6) Sesak
d. Diagnosis
1) Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA) melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis.
350
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
e. Penatalaksanaan
1) Pencegahan
a) Sinar ultraviolet pembasmi bakteri, sinar ini bisa
membunuh bakteri yang terdapat di dalam udara.
b) Isoniazid sangat efektif jika diberikan kepada orangorang dengan risiko tinggi tuberkulosis, misalnya
petugas kesehatan dengan hasil tes tuberkulin positif,
tetapi hasil rontgen tidak menunjukkan adanya penyakit.
Isoniazid diminum tiap hari selama 69 bulan.
2) Pengobatan: DOTS
Pengobatan TB paru memerlukan panduan antituberkulosis
untuk memperoleh hasil terapi yang baik dan
mencegah/memperkecil kemungkinan timbulnya resistensi.
(1) Panduan
352
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
i) Buku-buku
10
mg/kgBB/hari,
INH
10
mg/kgBB/hari, pirazinamid 15 mg/kgBB/hari
selama 2 bulan pertama.
(2) Dilanjutkan dengan rifampisin dan INH dengan
dosis yang sama selama 4 bulan berikutnya.
f. KIE
Sesuai dengan program P2TB.
100. URTIKARIA
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 2002
ICD X : L20-L30
a. Definisi
Merupakan suatu reaksi (alergi) pada kulit yang umumnya
dalam bentuk edema lokal dan bersifat self-limited atau dapat
sembuh sendiri dalam waktu singkat, meskipun beberapa dapat
berkembang menjadi kronik. Urtikaria disebut akut jika
berlangsung kurang dari 6 minggu, sedangkan urtikaria kronik
biasanya keberlangsungannya lebih dari 6 minggu.
b. Penyebab
Sebagian besar penyebab urtikaria telah diketahui, diantaranya:
354
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
e. Penatalaksanaan
1) Terapi yang ideal adalah identifikasi dan menghilangkan
penyebab (bila ditemukan).
2) Pengobatan sistemik
356
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
101. VARISELA
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 0406
ICD X : B01
a. Definisi
Varisela atau cacar air yang ditandai dengan vesikel di kulit dan
selaput lendir ini sangat mudah menular melalui percikan ludah
dan kontak. Penularan sudah dapat terjadi sejak 24 jam sebelum
timbul kelainan kulit sampai 6 7 hari kemudian.
b. Penyebab
Virus Varicella zoster.
c. Gambaran Klinis
1) Masa inkubasi 13 17 hari.
2) Gejala awal berupa pusing, sakit kepala, dan demam yang
tidak begitu tinggi. Gejala ini tidak begitu jelas pada anak
balita, tetapi menonjol pada anak usia diatas 10 tahun.
d. Diagnosis
Berdasarkan gambaran klinis dengan bentuk rash yang
karakteristik (fluorosensi yang sifatnya papulo vesikuler yang
multiforme dan proses penjalarannya sentrifugal).
e. Penatalaksanaan
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
357
7) Dosis asiklovir:
dewasa: 5 x 800 mg sehari selama 7 hari.
bayi dan anak: 4 x 20-40 mg/kgBB (maksimal 800 mg/hari)
f. KIE
1) Tujuan pengobatan: simtomatik (mengurangi gejala).
2) Pencegahan: hindari kontak dengan pasien, menjaga
personal higiene.
358
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
102. XEROFTALMIA
Kompetensi
Laporan Penyakit
: 3B
: 1005
ICD X : H00-H01
a. Definisi
Xeroftalmia adalah kelainan mata akibat kekurangan vitamin A,
terutama pada anak balita dan sering ditemukan pada pasien gizi
buruk dan gizi kurang.
b. Penyebab
Faktor yang menjadi penyebab tingginya kasus Xeroftalmia di
Indonesia:
e. Penatalaksanaan
1) Berikan vitamin A 200.000 UI per oral atau vitamin A
100.000 UI injeksi.
f. KIE
1) Tujuan pengobatan: untuk menyembuhkan dan mencegah
kebutaan.
MENTERI KESEHATAN,
NAFSIAH MBOI
DAFTAR PUSTAKA
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
362
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011
17. Departemen
Kesehatan
RI,
Pedoman
&
Protap
Penatalaksanaan Antrak di Indonesia, DitJen P2PL, Jakarta,
2004.
18. Departemen
20. Departemen
21. Departemen
Kesehatan
RI,
Penanggulangan
Kegawatdaruratan Sehari-hari & Bencana, Jakarta, 2006.
364
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2011