Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 126

INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK DENGAN

LIPASE PADACAMPURAN MINYAK SAWIT MERAH


DAN MINYAK KELAPA UNTUK MENGHASILKAN
BAHAN BAKU SPREADS KAYA -KAROTEN

RENO FITRI HASRINI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

48

PERNYATAAN MENGENAI TESIS


DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Interesterifikasi Enzimatik dengan
Lipase pada Campuran Minyak Sawit Merah dan Minyak Kelapa untuk
Menghasilkan Bahan Baku Spreads Kaya -Karoten adalah karya saya sendiri
dengan arahan dan bimbingan Komisi Pembimbing serta belum pernah diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2008
Reno Fitri Hasrini
NIM F251040201

49

ABSTRACT
RENO FITRI HASRINI. Lipase Catalyzed Interesterification of Red Palm
Oil and Coconut Oil Blends to Produce -Carotene Riched Raw Spreads.
Dibimbing oleh SUGIYONO, PURWIYATNO HARIYADI dan NURI
ANDARWULAN.
Red palm oil have several characteristics which are very suitable for raw
spreads, especially their carotenoid contents which have many advantages for
health. Enzymatic interesterification (IE) with saturated and middle-long chain
fatty acid (coconut oil) is the effective way to improve their physical properties.
The objectives of this study were to study the effect of red palm oil on
characteristics of raw spreads through enzymatic interesterification and obtain
formulations of red palm oil and coconut oil blends which have the most similar
characteristics to commercial raw spreads and have high -carotene content. The
study consisted of (1) Characterization of neutralized red palm oil (NRPO), red
palm olein (Rpo), red palm stearin/red palm olein 50:50 b/b (Rps/Rpo) and
coconut oil (CNO), (2) Determination of red palm oil and coconut oil blends ratio
for enzymatic interesterification under optimum condition (enzyme dosage 10%
w/w; temperature 60 C; agitation of 200 rpm; and four hour periods), (3)
Physicochemical characterization of enzymatic interesterification product from
selected raw materials (red palm oil and coconut oil blends). The results showed
that water content, iod value, carotenoid contents, and fatty acid composition of
NRPO, Rpo, Rps/Rpo and CNO were suitable for enzymatic interesterification
except free fatty acid and peroxide value were still high. Enzymatic
interesterification increased SMP and SFC profile. Enzymatic interesterification
significantly changed physicohemical characteristics for NRPO and Rpo.
Formulation of red palm stearin/red palm olein 50:50 b/b (Rps/Rpo) and coconut
oil blends with ratio of 75:25; 77,5:12,5 dan 82,5:17,5 w/w had suitable physical
characteristics as raw materials for commercial spreads.
Keywords:

red palm oil, coconut oil,


interesterification, spreads

-carotene,

lipase-catalyzed

50

RINGKASAN
RENO FITRI HASRINI. Interesterifikasi Enzimatik dengan Lipase pada
Campuran Minyak Sawit Merah dan Minyak Kelapa untuk Menghasilkan
Bahan Baku Spreads Kaya -Karoten. Dibimbing oleh SUGIYONO,
PURWIYATNO HARIYADI dan NURI ANDARWULAN.
Untuk memperbaiki sifat fisik produk spreads minyak sawit merah,
diperlukan campuran dengan minyak kelapa yang mempunyai asam lemak jenuh
dan berantai sedang melalui proses interesterifikasi enzimatik. Penelitian ini
bertujuan mendapatkan formulasi sawit merah dan minyak kelapa hasil
interesterifikasi enzimatik yang memiliki karakter yang paling mendekati profil
spreads komersial dan kandungan karoten yang tinggi.
Tahapan penelitian yang dilakukan adalah (1) Karakteristik kimia bahan
baku (minyak sawit merah dan minyak kelapa) meliputi analisis kadar air, kadar
asam lemak bebas, bilangan peroksida, bilangan iod, total karotenoid, dan
komposisi asam lemak, (2) Penentuan rasio campuran bahan baku minyak sawit
merah yaitu: neutralized red palm oil (NRPO); red palm olein (Rpo); dan red
palm stearin/red palm olein 50:50 b/b (Rps/Rpo) dan minyak kelapa(CNO) pada
interesterifikasi enzimatik dengan kondisi reaksi optimal (dosis enzim 10% b/b,
suhu 60 C, kecepatan agitasi 200 rpm, dan waktu empat jam), (3) Karakterisasi
sifat fisikokimia produk interesterifikasi enzimatik dari bahan baku terpilih,
meliputi kadar air, asam lemak bebas, slip melting point (SMP), total karotenoid,
solid fat content (SFC), dan sifat kristalisasi lemak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter kadar air, bilangan iod, total
karotenoid, dan komposisi asam lemak bahan baku NRPO, Rpo, Rps/Rpo dan
CNO sesuai untuk proses interesterifikasi enzimatik, kecuali karakter asam lemak
bebas dan bilangan peroksida yang masih agak tinggi. Interesterifikasi enzimatik
cenderung menghasilkan produk dengan nilai SMP dan profil SFC lebih tinggi,
perubahan total karotenoid yang tidak signifikan, serta ukuran kristal menjadi
lebih besar. Interesterifikasi enzimatik mengakibatkan perubahan yang sangat
signifikan pada sifat fisik perlakuan dari bahan baku NRPO dan Rpo, serta kedua
bahan baku ini mempunyai total karotenoid cukup tinggi.
Formulasi (Rps/Rpo)/CNO dengan rasio 75:25, 77,5:12,5 dan 82,5:17,5
b/b memiliki karakter fisik yang paling mendekati bahan baku margarin IE ritel
dan industri, dengan nilai SMP sudah termasuk ke dalam kisaran SMP spreads
komersial yaitu 32,63; 33,60 dan 34,86 C. Setelah proses interesterifikasi
enzimatik total karotenoid hanya turun 1,85; 2,97 dan 2,93% (363,16; 378,21 dan
392,81 ppm menjadi 356,43; 366,72 dan 381,32 ppm), dan profil SFC pada suhu
20, 30 dan 40 C mirip dengan profil SFC bahan baku margarin IE ritel dan
industri.

51

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008


Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

52

INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK DENGAN


LIPASE PADACAMPURAN MINYAK SAWIT MERAH
DAN MINYAK KELAPA UNTUK MENGHASILKAN
BAHAN BAKU SPREADS KAYA -KAROTEN

RENO FITRI HASRINI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

53

Judul Tesis
Nama
NIM
Program Studi

: Interesterifikasi Enzimatik dengan Lipase pada Campuran


Minyak Sawit Merah dan Minyak Kelapa untuk
Menghasilkan Bahan Baku Spreads Kaya -Karoten
: Reno Fitri Hasrini
: F251040201
: Ilmu Pangan

Disetujui,
Komisi Pembimbing:

Dr.Ir. Sugiyono, M.App.Sc


Ketua

Dr.Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc


Anggota

Dr.Ir. Nuri Andarwulan, M.Si


Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Ilmu Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr.Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc

Prof.Dr.Ir. Khairil A.Notodiputro, M.S

Tanggal Ujian : 20 Juni 2008

Tanggal Lulus :

54

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
tesis ini. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc selaku pembimbing yang telah banyak
memberikan dukungan, bimbingan, saran dan arahan selama penelitian.
2. Bapak Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc. selaku pembimbing dan juga
selaku Direktur Southeast Asia Food and Agricultural Science and
Technology Center (SEAFAST Center) yang telah banyak membimbing,
mengarahkan dan memberikan dukungan dana bagi pelaksanaan penelitian
ini.
3. Ibu Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si, selaku pembimbing dan juga selaku
Sekretaris Eksekutif Southeast Asia Food and Agricultural Science and
Technology Center (SEAFAST Center) yang telah memberikan dukungan
dana bagi pelaksanaan penelitian ini. Perhatian, bimbingan, saran serta arahan
beliau sangat membantu penulis dalam menyelesaikan semua pekerjaan ini.
4. Staf Laboratorium SEAFAST Center IPB: Pak Karna, Mba Ari, Arif, Ria,
dan Mansyah atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian
5. Staf Laboratorium ITP IPB : Mba Yane atas arahan dan bantuannya selama
penelitian
6. Rekan-rekan di SEAFAST Center IPB: Pak Soenar, Mba Fajri, Yuli, Anggi,
Danang dan Rai atas bantuan, kebersamaan dan kerjasamanya.
7. Keluarga di Bukittinggi: Mama Asniar, Papa H.M. Nur Said, kakak-kakak
ipar Uni Elvi, Uni Eka, Da Efri, Uni Novita, Da Malin, Uni Mayenti, Da
Meiyeldi dan Bang Rahmat yang senantiasa memberikan doa demi
keberhasilan penulis.
8. Penghargaan dan terimakasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepadaIbunda Rita, Ayahanda Dr. Ir. Darman M. Arsyad M.S., dan adikku Harris
Darmawan atas dorongan moril materiil, pengorbanan dan kesabarannya
dalam menemani penulis menyelesaikan pendidikan.
9. Secara khusus dan terimakasih yang sedalam-dalamnya tak lupa penulis
haturkan kepada suami tercinta Dedi Noviendri S.Si. M.Si. dan ananda
tersayang Rafid Shidqi Noviendri, atas kasih sayang, motivasi, pengorbanan,
kesabaran dan hiburannya dalam menemani penulis menyelesaikan
pendidikan.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam melaksanakan
pendidikan dan penelitian ini penulis menyampaikan terimakasih yang tak
terhingga, semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal.
Bogor, Juni 2008
Reno Fitri Hasrini

55

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 12 Agustus
1980 dari ayah Dr. Ir. Darman M. Arsyad M.S., dan ibu
Yuhasrita. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Kebon
Pedes I Bogor pada tahun 1992, pendidikan menengah pertama
di SMP Negeri 4 Bogor tahun 1995 dan pendidikan menengah
atas di SMU Negeri 2 Bogor pada tahun 1998. Selanjutnya pada
tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Hortikultura Jurusan
Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, melalui undangan
seleksi masuk IPB (USMI), dan menyelesaikan studi pada tahun 2002. Selama
studi S1 penulis aktif sebagai pengurus di Himpunan Mahasiswa Agronomi
(HIMAGRON) sebagai Staf Divisi Kemahasiswaan dan Staf Divisi Administrasi
dan Kesekretariatan. Setelah lulus S1 selama setahun penulis sempat bekerja
sebagai peneliti di Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB).
Pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Ilmu
Pangan Program Pascasarjana IPB.
Pada tahun 2006 penulis menikah dengan Dedi Noviendri S.Si, M.Si dan
telah dikaruniai seorang putera bernama Rafid Shidqi Noviendri.

56

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................

xi

DAFTAR GAMBAR ...............................................................................

xiii

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................

xv

PENDAHULUAN
Latar Belakang ...............................................................................
Tujuan Penelitian ..........................................................................
Manfaat Penelitian ........................................................................

1
3
4

TINJAUAN PUSTAKA
Minyak Kelapa Sawit .....................................................................
Pengolahan Minyak Sawit Merah ....................................................
Karotenoid .....................................................................................
Minyak Kelapa ..............................................................................
Interesterifikasi Enzimatik ...............................................................
Enzim Lipase .................................................................................
Spreads ..........................................................................................
Slip Melting Point (SMP) dan Solid Fat Content (SFC) ..................

5
10
15
20
22
25
27
30

BAHAN DAN METODE


Waktu dan Tempat Penelitian .........................................................
Bahan dan Alat ................................................................................
Metode Penelitian ...........................................................................
Rancangan Percobaan ....................................................................
Metode Analisis .............................................................................

34
34
34
40
41

HASIL DAN PEMBAHASAN


Karakteristik Kimia Bahan Baku untuk Interesterifikasi Enzimatik..
Komposisi Asam Lemak ............................................................
Kadar Air, Asam Lemak Bebas, Bilangan Peroksida dan
Bilangan Iod .............................................................................
Total Karotenoid .......................................................................
Komposisi Mono dan Diasilgliserol ...........................................
Penentuan Rasio Campuran Bahan Baku pada Interesterifikasi
Enzimatik ..........................................................................................
Karakterisasi Sifat Fisikokimia Produk Interesterifikasi Enzimatik
dari Bahan Baku Terpilih ................................................................
Kadar Air dan Asam Lemak Bebas .............................................
Komposisi Mono dan Diasilgliserol ...........................................
Slip Melting Point (SMP) ...........................................................
Total Karotenoid .......................................................................
Profil Solid Fat Content (SFC) ..................................................
Sifat Kristalisasi Lemak ..............................................................

53
53
54
55
58
59
65

SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................

71

47
47
48
50
51
52

57

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................

72

LAMPIRAN .............................................................................................

81

58

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Komposisi trigliserida dari minyak sawit ...........................................

2. Komposisi asam lemak dari minyak sawit, olein dan stearin sawit ....

3. Komponen minor dalam CPO ..............................................................

4. Karakteristik RBD minyak sawit dan fraksi-fraksinya .......................

5. Spesifikasi standar PORAM untuk minyak kelapa sawit yang telah


diproses ................................................................................................

6. Sifat kelapa sawit mentah dan yang telah dimurnikan, dipucatkan


dan dideodorisasi (RBD) . .....................................................................

11

7. Komposisi karotenoid pada CPO .........................................................

17

8. Persentase kehilangan -karoten di dalam kondisi tersimulasi.............

19

9. Spesifikasi produk minyak kelapa (CNO) . .........................................

22

10. Tipe-tipe komposisi spreads .............................................................. .

29

11. Perlakuan rasio campuran bahan baku (minyak sawit merah dan
minyak kelapa) pada interesterifikasi enzimatik ..................................

38

12. Komposisi asam lemak (g asam lemak/100 g lemak terekstrak (%))


dari empat macam bahan baku interesterifikasi enzimatik ..................

47

13. Analisis kadar air (%), kadar asam lemak bebas (%), bilangan
peroksida (mg oksigen/100 gram minyak) dan bilangan iod (mg/g)
pada bahan baku interesterifikasi enzimatik ........................................

49

14. Nilai total karotenoid (ppm) pada CPO dan tiga macam bahan baku
interesterifikasi enzimatik ....................................................................

51

15. Nilai slip melting point (SMP) campuran setelah interesterifikasi


enzimatik (IE) ......................................................................................

53

16. Analisis kadar air (%) dan kadar asam lemak bebas (%) campuran
setelah interesterifikasi enzimatik .......................................................

54

17. Rata-rata hasil pengukuran slip melting point (SMP) campuran


sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik (IE) dan kontrol ........

55

18. Rata-rata total karotenoid pada campuran sebelum dan setelah


interesterifikasi enzimatik (IE) ...........................................................

58

19. Rata-rata SFC (%) campuran sebelum interesterifikasi enzimatik

60

20. Rata-rata SFC (%) campuran setelah interesterifikasi enzimatik.

60

21. Data SFC bahan baku margarin hasil interesterifikasi enzimatik (IE)
yang memenuhi target margarin ritel dan industri ...............................

63

59

22. Rata-rata distribusi ukuran kristal lemak pada campuran sebelum


dan setelah interesterifikasi enzimatik (IE) ..........................................

69

60

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Struktur kimia beberapa karotenoid (Klaui dan Bauernfeind 1981).......

16

2. Prosedur proses degumming minyak sawit (Masud 2007) ...................

35

3. Prosedur proses netralisasi minyak sawit (Masud 2007) ......................

36

4. Prosedur proses fraksinasi (modifikasi Aini et al. 2005) .......................

37

5. Prosedur interesterifikasi enzimatik (modifikasi Zhang et al. 2001) .....

39

6. Komposisi asam lemak dari empat macam bahan baku interesterifikasi


enzimatik ............................ .....................................................................

48

7. Hasil elusi M-DAG CPO, NRPO, Rpo, Rps/Rpo dan CNO pada lempeng
KLT (a) hasil pewarnaan plat KLT dengan larutan fluoresens;
(b) gambar spot pada kertas pemetaan...................................................... 52
8. Hasil elusi tujuh produk interesterifikasi enzimatik pada lempeng KLT
(a) hasil pewarnaan plat KLT dengan larutan fluoresens; (b) gambar
spot pada kertas pemetaan (1)NC82, (2)NC81, (3)OC82, (4)OC81,
(5)SOC72, (6)SOC71, (7)SOC81 ...........................................................

55

9. Nilai slip melting point pada campuran sebelum dan setelah


interesterifikasi enzimatik .......................................................................

56

10. Rata-rata total karotenoid pada campuran sebelum dan setelah


interesterifikasi enzimatik .......................................................................

59

11. Profil solid fat content dari campuran sebelum dan setelah
interesterifikasi enzimatik pada perlakuan (A) NC82, (B) NC81,
(C) OC82, (D) OC81, (E) SOC72, (F) SOC71, (G) SOC81 ....................

61

12. Sampel di tabung pengukuran NMR pada suhu ruang ; (A) Campuran
sebelum IE (B) Campuran setelah IE; Perlakuan (1) NC82, (2) NC81,
(3) OC82, (4) OC81, (5) SOC72, (6) SOC71, (7) SOC81 ......................

62

13. Perbandingan profil solid fat content semua perlakuan dengan bahan
baku margarin IE ritel dan industri (Pandiangan 2008) ..........................

64

14. Kristalisasi isotermal dari minyak sawit yang diamati dengan


mikroskop polarisasi, kristal berbentuk (A) spherical (bola) , (B) jarum
(Chen et al. 2002).....................................................................................

65

15. Morfologi kristal lemak campuran sebelum (b) dan setelah (p)
interesterifikasi enzimatik perlakuan NC82 dan NC81 (perbesaran
400X) ......................................................................................................

66

16. Morfologi kristal lemak campuran sebelum (b) dan setelah (p)
interesterifikasi enzimatik perlakuan OC82 dan OC81 (perbesaran
400X) ......................................................................................................

67

61

17. Morfologi kristal lemak campuran sebelum (b) dan setelah (p)
interesterifikasi enzimatik perlakuan SOC72, SOC71 dan SOC81
(perbesaran 400X) ....................................................................................

68

18. Rata-rata ukuran kristal lemak campuran sebelum dan setelah


interesterifikasi enzimatik (IE)................................................................

69

62

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Karakteristik kimia bahan baku untuk interesterifikasi enzimatik .........

82

2 Nilai slip melting point (SMP) pada penentuan rasio campuran bahan
baku pada interesterifikasi enzimatik .....................................................

85

3. Data kadar air (%) dan asam lemak bebas (ALB) (%) dari
karakterisasi sifat fisikokimia produk interesterifikasi enzimatik dari
bahan baku terpilih ..................................................................................

86

4. Nilai slip melting point (SMP) dari karakterisasi sifat fisikokimia


produk interesterifikasi enzimatik dari bahan baku terpilih ....................

87

5. Nilai total karotenoid dari karakterisasi sifat fisikokimia produk


interesterifikasi enzimatik dari bahan baku terpilih ................................

88

6. Nilai SFC (%) campuran sebelum dan setelah interesterifikasi


enzimatik dari karakterisasi sifat fisikokimia produk interesterifikasi
enzimatik dari bahan baku terpilih..........................................................

89

7. Perhitungan analisis ragam dan uji lanjut DMRT pada karakter


SMP......................................................... ................................................

91

8. Perhitungan analisis ragam dan uji lanjut DMRT pada karakter total
karotenoid ................................................................................................

94

9. Perhitungan analisis ragam dan uji lanjut DMRT pada karakter solid
fat content (SFC) ............................................ .........................................

96

63

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Dede R.Adawiyah, M.Si

64

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan yang memberikan
kontribusi penting pada pembangunan ekonomi Indonesia, khususnya pada
pembangunan agroindustri. Perkebunan kelapa sawit Indonesia pada tahun 2007
dengan luas 6,78 hektar, memproduksi CPO sebesar 17,37 juta ton. Devisa yang
didapat dari ekspor minyak kelapa sawit dan produk turunannya pada tahun 2007
mencapai US$ 6,2 miliar (Apriyantono 2008).
Saat ini industri pengolahan kelapa sawit di Indonesia didominasi oleh
industri kilang CPO dan industri pemurnian minyak makan. Pemanfaatan minyak
sawit menjadi produk turunan dengan nilai tambah yang tinggi merupakan upaya
yang strategis. Nilai tambah yang dapat diperoleh dalam minyak sawit merah
dibandingkan dengan minyak lain adalah kandungan karotennya yang berwarna
merah antara 500 sampai 700 ppm (Unnithan dan Foo 2001). Dengan
mempertimbangkan nilai nutrisi -karoten yang potensial dalam minyak sawit,
perlu diupayakan untuk dapat mempertahankan atau memanfaatkannya sebanyakbanyaknya. Minyak sawit ini juga mengandung tokoferol atau vitamin E yang
sangat berperan sebagai antioksidan (Muchtadi 1996).
Manfaat kesehatan dan nutrisi dari kandungan karoten dalam minyak sawit
merah telah diteliti oleh banyak ahli. Salah satunya dapat menggulangi defisiensi
vitamin A dan zat besi pada anak-anak (Lam et al. 2001; Manorama et al. 1996),
pemberian suplementasi -karoten dari minyak sawit merah pada ibu menyusui
dapat memperbaiki status vitamin A pada bayi (Canfield et al. 1996), dapat
meningkatkan pengaruh anti kanker dan tumor pada sel NK (natural killer) yang
berkontribusi pada kekebalan tubuh melawan infeksi dan penyakit berbahaya pada
tubuh manusia (Ashfaq et al. 2001), mempunyai potensi melawan kardiovaskular
dan karsinogenesis kanker payudara (Arumughan et al. 1996), dan dapat
mengurangi resiko artherosklerosis (Kritchevsky et al. 2001; Kooyenga et al.
1996).

65

Selain itu minyak sawit juga mempunyai beberapa sifat yang bermanfaat,
seperti stabilitas terhadap oksidasi dan termal yang tinggi, serta plastisitas pada
suhu ruang yaitu cenderung mengandung trigliserida bertitik leleh tinggi (dengan
kandungan lemak padat relatif lebih rendah pada suhu 10 C) (Lida et al. 2002).
Sifat fisik dan kandungan karotenoidnya inilah yang membuat minyak sawit
merah sangat cocok dijadikan ingredient campuran formulasi dan meningkatkan
nilai gizi pada produk spreads.
Untuk membuat produk spreads minyak sawit harus dicampur dengan
minyak lain karena karakteristik kandungan lemak padat (solid fat content)
minyak sawit tidak menghasilkan produk yang cepat meleleh di mulut. Sifat
kristalisasi minyak sawit yang lambat menghasilkan struktur yang agak rapuh.
Pembentukan granula kristal yang rapuh dapat dieliminasi dengan menurunkan
kandungan trigliserida simetris terutama palmitat-oleat-palmitat (POP) melalui
transesterifikasi dengan minyak lain yang mengandung asam lemak berantai
panjang jenuh. Oleh sebab itu, untuk memperbaiki sifat leleh dan kristalisasi,
minyak sawit dapat dicampur dan diinteresterifikasi enzimatik dengan minyak
kelapa (CNO), yang mengandung asam lemak berantai sedang dan pendek (Lida
et al. 2002).
Interesterifikasi enzimatik telah dikenal sebagai cara yang efektif untuk
memodifikasi sifat kimia dan fisik dari minyak dan lemak. Interesterifikasi
dilakukan untuk mengubah susunan asam lemak. Kelebihan interesterifikasi
enzimatik ini adalah tidak adanya produk samping merugikan seperti asam lemak
trans, kondisi reaksi yang lunak serta kontrol reaksi yang lebih mudah untuk
memproduksi produk dengan sifat fisik yang diinginkan.
Enzim yang digunakan dalam penelitian ini adalah Lipozyme TL IM, yang
merupakan lipase terimobilisasi dari Thermomyces lanuginosa. Lipozyme TL IM
ini mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan enzim lainnya, yaitu mudah
dipisahkan dari substrat, dapat digunakan berulang-ulang sehingga lebih
ekonomis, lebih murah dari lipase komersial Lipozyme IM (lipase dari
Rhizomucor miehei), sehingga menawarkan kesempatan pada industri untuk
mengurangi biaya produksi dan memproduksi lemak plastis yang berbiaya rendah
(Zhang et al. 2001).

66

Spreads (produk olesan) adalah produk berbentuk semi padat, plastis,


mempunyai tekstur yang lembut dan viskositas yang cukup rendah sehingga dapat
dengan mudah dioleskan ke suatu permukaan bahan makanan lain seperti roti dan
mampu menyebar (spreadable) (Kristanti 1989). Untuk memperoleh sifat
spreadable umumnya digunakan lemak nabati. Spreads merupakan produk yang
menyerupai margarin (lemak minimal 80%) tetapi mengandung kurang dari 80%
lemak (Chrysam 1996). Sedangkan spreads rendah lemak yang bukan merupakan
margarin tetapi dibuat dengan cara yang sama dengan margarin, mengandung
lemak lebih rendah (sekitar 40%) dan mengandung kadar air lebih tinggi (sekitar
60%). Karena kurang mengandung lemak, nilai energi spreads sangat rendah
(Gaman dan Sherington 1992).
Dalam penelitian ini dilakukan interesterifikasi enzimatik antara minyak
sawit merah dengan minyak kelapa (CNO) untuk memproduksi bahan baku
spreads kaya -karoten. Kondisi reaksi disesuaikan agar tidak merusak kandungan
-karoten di dalam minyak sawit tetapi tetap optimum bagi enzim untuk
keberhasilan reaksi. Minyak kelapa sawit yang dijadikan bahan baku utama
interesterifikasi enzimatik digunakan dalam tiga bentuk yaitu neutralized red palm
oil (NRPO), red palm olein (Rpo), red palm stearin/red palm olein 50:50 b/b
(Rps/Rpo). Interesterifikasi enzimatik diharapkan dapat memperbaiki karakteristik
fisik minyak sawit agar dapat dijadikan bahan dasar dalam pembuatan produk
spreads kaya -karoten. Spreads menjadi pilihan karena selain penggunaan
spreads ini sangat luas, kandungan -karoten dapat memperbaiki nilai gizi
spreads, dapat langsung diserap ke dalam tubuh, tidak rusak oleh proses
pemanasan, sehingga dapat dimanfaatkan oleh tubuh seoptimal mungkin.

Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mempelajari pengaruh bahan baku sawit merah yang diinteresterifikasi
enzimatik dengan CNO terhadap kadar air, kadar asam lemak bebas, slip
melting point (SMP), total karotenoid, solid fat content (SFC), dan sifat
kristalisasi lemak,

67

2. Untuk mendapatkan formulasi sawit merah dan minyak kelapa hasil


interesterifikasi enzimatik dengan karakter yang paling mendekati profil bahan
baku spreads komersial dengan kandungan -karoten yang tinggi.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi nilai tambah minyak sawit
merah.

68

TINJAUAN PUSTAKA
Minyak Kelapa Sawit
Minyak kelapa sawit diperoleh dari buah tanaman kelapa sawit (Elaeis
guineensis Jacq) dengan cara mengekstraksi buah tersebut. Kelapa sawit
menghasilkan dua jenis macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu
minyak yang berasal dari sabut (mesokarp) dan minyak yang berasal dari inti
(kernel) (Ketaren 2005). Perbedaan minyak sawit dengan minyak inti sawit adalah
pigmen karotenoid yang berwarna kuning merah pada minyak sawit yang berasal
dari bagian mesokarpnya. Pada minyak inti sawit, karotenoid yang terdeteksi
terdiri dari -karoten, -karoten, dan -karoten serta likopen dalam jumlah yang
sedikit sekali. Perbedaan lainnya adalah dalam kandungan asam kaproat dan asam
kaprilat yang tidak terdapat dalam minyak sawit (Muchtadi, 1992).
Umumnya minyak kelapa sawit yang dihasilkan dari perkebunan adalah
minyak kelapa sawit kasar (crude palm oil), yang merupakan hasil ekstraksi dari
bagian mesokarp buah sawit. Sedangkan minyak inti sawit diperoleh dengan cara
mengekstrak inti kelapa sawit (palm kernel oil). Minyak sawit yang berasal dari
minyak sawit kasar terdiri dari minyak, sedikit air, dan serat halus. Minyak
tersebut belum digunakan langsung sebagai bahan pangan maupun non pangan
karena perlu dilakukan proses pengolahan lanjutan (Ketaren 2005).
Minyak kelapa sawit terdiri dari fraksi padat dan cair. Fraksi padat disusun
oleh asam-asam lemak jenuh sedangkan fraksi cair disusun oleh asam-asam lemak
tidak jenuh. Fraksi cair mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi
dibandingkan dengan fraksi padat, karena pada fraksi cair terdapat asam-asam
lemak esensial. Selain itu minyak sawit cair lebih mudah difraksinasi dan diubah
menjadi produk pangan dan non pangan (Muchtadi, 1992).
Komponen utama minyak sawit adalah trigliserida (94%), selain itu juga
mengandung asam-asam lemak (3-5%) dan komponen minor dalam jumlah sangat
kecil (1%) (Wan 2000). Komponen terbesar merupakan trigliserida dan bagian
terbesar material gliseridik ada di minyak sawit dengan sejumlah kecil
monogliserida dan digliserida yang merupakan hasil proses ekstraksi. Komposisi
trigliserida dapat dilihat pada Tabel 1. Rantai asam lemak dapat bervariasi jumlah

69

karbonnya, terlihat pada rantainya (panjang rantai) dan dalam struktur (ikatan
ganda).
Tabel 1. Komposisi trigliserida dari minyak sawit
Jenuh
1 ikatan
2 ikatan
ganda
ganda
[wt%]

MPP
PMP
PPP
PPS
PSP

0,29
0,22
6,91
1,21
0,12

[wt%]

MOP
MPO
POP
POS
PMO
PPO
PSO
SOS
SPO

0,83
0,15
20,02
3,50
0,22
7,16
0,68
0,15
0,63

3 ikatan
ganda

[wt%]

MLP
MOO
PLP
PLS
PPL
SPL
POO
SOO
SPO
OSO

0,26 MLO
0,43 PLO
6,36 POL
1,11 SLO
1,17 SOL
0,10 OSL
20,54 OOO
1,81 OPL
1,86
0,18
Lainnya
0,16
0,34
0,19
Total
9,15
33,68
34,01
M: asam miristat; P: asam palmitat; S: asam stearat; O:
linoleat
Sumber: Gee (2007)

4 ikatan
ganda
[wt%]

[wt%]

0,14
6,59
3,39
0,60
0,30
0,11
5,38
0,61

PLL
OLO
OOL
OLL
LOL

1,08
1,71
1,76
0,56
0,14

0,15
0,22
17,27
5,47
asam oleat; L: asam

Variasi struktur dan jumlah karbon dalam rantai asam lemak ini sangat
menentukan sifat fisik dan kimiawi minyak sawit. Panjang rantai asam lemak
berkisar antara 12 sampai 20 karbon (Tabel 2).
Tabel 2. Komposisi asam lemak dari minyak sawit, olein dan stearin sawit
Minyak sawit [wt%]
Stearin Sawit [wt%]
Olein Sawit [wt%]
Asam Lemak
0,10-0,40 (0,24)
0,20-0,40 (0,27)
0,10-0,30 (0,18)
C12:0 laurat
1,00-1,40 (1,11)
0,90-1,20 (1,09)
1,10-1,70 (1,27)
C14:0 miristat
40,90-47,50
(44,14)
36,80-43,20
(40,93)
49,80-68,10
(56,79)
C16:0 palmitat
3,80-4,80 (4,44)
3,70-4,80 (4,18)
3,90-5,60 (4,93)
C18:0 stearat
36,40-41,20 (39,04) 39,80-44,60 (41,51) 20,40-34,40 (29,00)
C18:1 oleat
9,20-11,60 (10,57) 10,40-12,90 (11,64)
5,00-8,90 (7,23)
C18:2 linoleat
0,05-0,60
(0,37)
1,10-0,60
(0,40)
0,00-0,50
(0,09)
C18:3 linolenat
0,20-0,70 (0,38)
0,30-0,50 (0,37)
0,00-0,50 (0,24)
C20:0 arakidat
Nilai dalam tanda kurung adalah nilai tengah
Sumber: Gee (2007)
Sebanyak 50% asam lemak minyak sawit adalah asam lemak jenuh dan 50%
lainnya adalah tidak jenuh. Keseimbangan antara jenuh dan tidak jenuh
menentukan bilangan iodin minyak dan memberikan stabilitas terhadap oksidasi

70

minyak dibandingkan minyak nabati lainnya. Penempatan berbeda dari asam


lemak dapat mengikat molekul gliserol yang mengakibatkan banyaknya
trigliserida yang berbeda (Basiron 1996).
Komponen minor minyak sawit terdiri dari karotenoid, tokoferol,
tokotrienol, fosfatida, sterol, triterpen, alkohol, fosfolipid, glikolipid, hidrokarbon
terpen, hidrokarbon alifatik, lilin dan impurities (Tabel 3). Walaupun jumlahnya
kurang dari 1 persen, tetapi berperan penting dalam stabilitas dan kemurnian
minyak, dan juga dapat meningkatkan nilai nutrisi minyak (Basiron 1996).
Minyak sawit kasar (CPO) mengandung 500-700 ppm karoten. Saat ini karoten
telah dibuat konsentrat dari minyak sawit, dimana konsentrat ini kaya pro-vitamin
A yang selama ini rusak selama proses pengolahan.
Tabel 3. Komponen minor dalam CPO
Komponen Minor
Karotenoid
Skualen
Hidrokarbon non-terpenoid
-tokoferol + tokotrienol
Sterol
Alkohol triterpenik
Metilsterol
Dolikol + poliprenol
Ubikuinon
Fosfolipid
Glikolipid
Sumber: Gee (2007)

Total dalam CPO [mg/kg]


500-700
200-500
30-50
600-1000
362-627
40-80
40-80
81
10-80
5-130
1033-3780

Kandungan utama dalam konsentrat karoten adalah dan -karoten. Kedua


jenis karoten ini dapat dibuat ke dalam berbagai konsentrasi, mulai dari 1 sampai
30% untuk aplikasi komersial seperti produk pangan, pewarna pangan,
nutrasetikal, farmasetikal, aplikasi nutrisional dan kesehatan. Kandungan vitamin
E dalam minyak kelapa sawit adalah sekitar 600-1000 ppm. Sekitar 70% dalam
bentuk tokotrienol dan 30% dalam bentuk tokoferol. Hal ini yang menyebabkan
minyak kelapa sawit mempunyai kestabilan alami terhadap oksidasi dan umur
simpan yang lebih panjang sama baiknya dengan kemampuannya mengurangi
kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL) dan sifat anti-kanker. Minyak sawit
juga mengandung 250-620 ppm sterol. Alfa sitosterol merupakan komponen
terbesar yang mempunyai sifat hipokolesterolemik (Basiron dan Weng 2004).

71

Sifat fisik minyak sawit penting untuk ditentukan seperti densitas, panas
spesifik, viskositas, melting point, dan solid fat content (SFC). Dua metode yang
yang paling sering digunakan adalah slip melting point (SMP) dan Wiley melting
point (WMP). Metode SMP telah diadopsi Malaysia sebagai metode yang paling
disukai untuk minyak sawit dan minyak dari inti sawit. Nilai SMP minyak sawit
meningkat setelah proses pemurnian dimana kisaran melting point RBD (Refined
Bleached Deodorized) minyak sawit adalah 34-39 C. Kisaran suhu melting point
untuk olein sawit relatif sempit, sedangkan pada stearin kisarannya lebih luas
(Ong et al. 1995). Karakteristik RBD (Refined Bleached Deodorized) minyak
sawit yang diteliti oleh Gee (2007) dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Karakteristik RBD minyak sawit dan fraksi-fraksinya
Minyak Kelapa
Olein Sawit
Parameter
Sawit
50,09-54,91(52,07)
55,57-61,87(56,75)
Bilangan Iodin
Slip Melting Point [C] 33,00-39,00 (36,72)
1,45-1,45(1,45)
Indeks Refraksi
0,88-0,89(0,88)
Apparent Density
[g/mL]
Solid fat content [%]
pada
46,1-60,8(53,7)
5 C
33,4-50,8(39,1)
15 C
21,6-31,3(26,1)
20 C
12,1-20,7(16,3)
25 C
6,1-14,3(10,5)
30 C
3,5-11,7(7,9)
35 C
0,0-8,3(4,6)
40 C
45 C
50 C
55 C
Nilai dalam tanda kurung adalah nilai tengah
Sumber : Gee (2007)

19,20-23,60(21,45)
1,45-1,45(1,45)
0,89-0,89(0,89)

23,9-45,5(38,3)
23,9-45,5(38,3)
10,7-25,9(19,9)
0,0-9,0(5,7)
0,0-4,3(2,1)

Stearin Sawit
27,8445,13(37,74)
46,6053,80(51,44)
1,44-1,45(1,44)
0,88-0,88(0,88)

49,5-84,1(76,0)
37,2-79,0(68,9)
25,2-71,2(60,2)
15,8-63,5(50,6)
11,2-55,0(40,4)
7,2-46,6(34,3)
6,1-38,0(28,1)
1,0-32,2(22,4)
0,0-21,3(12,5)
0,0-9,1(0,6)

Nilai SFC pada minyak merupakan nilai pengukuran (dalam persen) jumlah
minyak padat yang terkandung dalam minyak pada suhu tertentu. Alat untuk
mengukur nilai SFC adalah Nuclear Magnetic Resonance (NMR). Bentuk padat
dalam minyak pada suhu tertentu adalah akibat proses kristalisasi yang terjadi
pada minyak. Struktur molekul trigliserida yang berbeda dengan dengan sifat

72

kimiawi yang berbeda menjelaskan keadaaan fisik minyak pada suhu yang
berbeda, memberikan sifat kristalisasi dan melting tertentu pada minyak (Basiron
1996). Profil SFC pada lemak menentukan aplikasinya pada akhir penggunaan
(Ong et al. 1995). Tabel 5 menyajikan beberapa standar minyak sawit yang
dikeluarkan oleh PORAM (Palm Oil Refiners Association of Malaysia).
Tabel 5. Spesifikasi standar PORAM untuk minyak kelapa sawit yang telah
diproses
Titik Leleh
Bilangan
Produk
Asam Lemak
Kelembaban
Iod
Bebas [%]
dan Kotoran
[C]
[mg/g]
[%]
RBD Minyak
0,1 maks
0,1 maks
50-55
33-39
sawit
Olein
sawit
5 maks
0,25 maks
56 min
24 maks
kasar
RBD
Olein
0,1 maks
0,1 maks
56 min
24 maks
sawit
Stearin sawit
5 maks
0,25 maks
48 maks
44 min
kasar
RBD Stearin
0,2 maks
0,15 maks
48 maks
44 min
sawit
Sumber: Gee (2007)
Sekitar 80% minyak kelapa sawit digunakan untuk produk pangan dan 20%
untuk produk non pangan (oleokimia). Menurut Basiron dan Weng (2004), produk
tradisional untuk pangan adalah minyak goreng, shortening, margarin, vanaspati,
produk bakery, konfeksioneri, reduced fat spreads, es krim, whip krim, mayones,
salad dressings, formulasi bebas asam lemak trans, keju berbahan dasar sawit,
bubuk santan, mikroenkapsulasi dan minyak sawit merah/olein. Olein sawit
mempunyai beberapa manfaat antara lain, resisten terhadap kerusakan oksidatif,
mempunyai vitamin E sebagai antioksidan alami, dan dapat dicampur minyak
nabati lain agar sesuai di iklim yang lebih dingin. Sedangkan untuk aplikasi nonpangan walau hanya 20% tetapi mempunyai nilai tambah yang tinggi. Minyak
kelapa sawit yang dapat digunakan langsung adalah sabun, poliol, poliuretan,
pelapis poliakrilamid, tinta printer, termoplastik teknik, bahan bakar (pengganti
diesel), pelumas bor (pengganti non-toksik untuk diesel),

sedangkan sebagai

oleokimia adalah asam lemak, ester lemak, alkohol lemak dan nitrogen lemak
serta gliserol.

73

Sedangkan minyak sawit merah (red palm oil:RPO) yang tidak dihilangkan
kandungan karotennya selama pengolahan dapat digunakan sebagai (1) pewarna
alami, (2) pangan fungsional, minyak sawit merah berperan sebagai carrier provitamin A dan vitamin E untuk konsumen, (3) substrat untuk nutrasetikal, minyak
sawit merah kaya komponen minor seperti karoten, tokoferol, tokotrienol,
skualan, sterol dan koenzim Q10, (4) pengganti lemak hewani, lemak minyak
sawit lebih sedikit membawa cemaran mikroba dan lebih aman untuk dikonsumsi,
dan juga menurunkan kandungan kolesterol dari produk daging, (5) Produk
kosmetik, campuran alami antioksidan dalam minyak sawit merah merupakan
bahan ideal sebagai ingredient aktif dalam produk perawatan tubuh. Karoten dan
vitamin E alami dalam minyak sawit merah merupakan antioksidan yang kuat.
Tokotrienol mempunyai pengaruh yang bermanfaat dalam melindungi kulit dari
sinar ultraviolet yang mengakibatkan kerusakan kulit dan penuaan dini.
Kandungan ini juga berperan sebagai stabiliser yang baik dalam formulasi
kosmetik yang meningkatkan umur simpan produk dengan mengurangi
penggunaan pengawet buatan
Banyak juga aplikasi minyak kelapa sawit sebagai produk baru yang
berbahan dasar oleokimia. Pada industri pangan digunakan monogliserida dalam
emulsi produk pangan seperti margarin, spreads dan salad dressing, trigliserida
berantai sedang dari palm kernel oil (PKO) untuk industri kosmetik, makanan
kesehatan dan balita, pembungkus makanan, pelumas dan agrokimia. Kemudian
surfaktan yang diturunkan dari oleokimia berbahan dasar minyak sawit yang dapat
digunakan sebagai inert ingredient dalam formulasi pestisida, agen pendispersi,
emulsifier, pelarut, carrier dan diluents (Basiron dan Weng 2004).

Pengolahan Minyak Sawit Merah


Untuk mendapatkan minyak atau lemak bermutu tinggi yang sesuai dengan
kegunaannya, maka perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut atau pemurnian yang
spesifik terhadap minyak kasar (crude oil) sesuai dengan sifat-sifat alami dari
komponen-komponen dalam minyak atau lemak tersebut dan hasil akhir yang
dikehendaki harus disesuaikan dengan kebutuhan konsumen (Allen 1997). Proses
pemurnian minyak terdiri dari beberapa tahap yaitu pemisahan gum (degumming),

74

netralisasi (deasidifikasi), pemucatan (bleaching) dan deodorisasi. (Allen 1997).


Istilah minyak RBD dimaksudkan untuk minyak yang telah dimurnikan dengan
alkali (refining), dipucatkan (bleached), dan dideodorisasi (Johnson 2002). Hal ini
dilakukan tergantung dari keadaan minyak kasar yang dihasilkan, konstituen yang
tidak dikehendaki dalam minyak dan tujuan serta jenis minyak yang dikehendaki
(Djatmiko dan Ketaren 1985).
Penelitian ini bertujuan menghasilkan minyak sawit merah dengan
kandungan karotenoid yang tinggi. Oleh karena itu proses bleaching dan
deodorisasi tidak dilakukan karena komponen minor seperti karotenoid akan
terserap oleh bleaching earth (tanah pemucat) dan rusak oleh suhu tinggi (260280 C) dan tekanan vakum rendah pada proses deodorisasi (Ariana et al. 1996).
Menurut Rossi et al. (2001) bleaching earth dapat menyerap sekitar 20-50%
karotenoid dari degummed oil. Selanjutnya sifat CPO dan RBD sawit dapat dilihat
pada Tabel 6 di bawah ini.
Tabel 6. Sifat kelapa sawit mentah dan yang telah dimurnikan, dipucatkan dan
dideodorisasi (RBD)
Minyak Kelapa Sawit
Sifat
Mentah
RBD
Trigliserida (%)
>99
Fosfatida (%)
0.006-0.013
0.012
Bahan tidak tersabunkan (%)
Sterol nabati
0.036-0.062
0.011-0.016
Tokoferol
0.06-0.10
0.04-0.06
Hidrokarbon (skualan)
0.02-0.05
Asam lemak bebas (%)
2.0-5.0
<0.10
Metal
Besi (ppm)
5-10
0.12
Tembaga (ppm)
0.05
0.05
Sumber: Johnson (2002)
Kotoran atau bahan asing dalam minyak terdiri dari :
1) Komponen-komponen yang tidak larut dalam minyak atau lemak dan
terdispersi dalam minyak. Kotoran ini terdiri dari jaringan-jaringan, serat, abu,
mineral seperti Fe, Cu, dan Ca, getah, lendir dan air. Kotoran ini dapat
dipisahkan dengan cara mekanis seperti penyaringan, pengendapan, dan
pemusingan.

75

2) Komponen-komponen yang berbentuk suspensi koloid dalam minyak atau


lemak. Kotoran ini terdiri dari fosfatida, karbohidrat, senyawa yang
mengandung nitrogen dan senyawa kompleks lainnya. Kotoran ini dapat
dihilangkan dengan menggunakan uap panas, elektrolisis disusul dengan
proses pengendapan, pemusingan, atau penyaringan dengan menggunakan
adsorben.
3) Komponen-komponen yang dapat larut dalam minyak atau lemak. Kotoran ini
terdiri dari asam lemak bebas, sterol, hidrokarbon, turunan dari mono- dan
digliserida yang dihasilkan dari hidrolisa trigliserida, zat warna yang terdiri
dari karotenoid, klorofil, dan zat warna lainnya yang dihasilkan dari proses
oksidasi dan dekomposisi minyak yang terdiri dari keton, aldehid, resin serta
zat lainnya yang belum dapat diidentifikasi (Djatmiko dan Ketaren 1985).
Degumming
Pemisahan gum (degumming) merupakan suatu proses pemisahan getah atau
lendir-lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, dan resin tanpa mengurangi
jumlah asam lemak bebas dalam minyak (Allen 1997). Degumming dilakukan
untuk produk minyak makan. Tujuan perlakuan degumming pada minyak dan
lemak adalah menghilangkan kotoran dan memperbaiki stabilitas minyak dengan
mengurangi jumlah ion logam terutama Fe dan Cu dan untuk memudahkan proses
pemurnian selanjutnya serta mengurangi minyak yang hilang selama proses
pemurnian, terutama pada proses netralisasi dengan menggunakan kaustik soda
(Djatmiko dan Ketaren 1985).
Proses degumming cukup penting karena sabun yang terbentuk dari hasil
reaksi antara asam lemak bebas dengan kaustik soda yang digunakan pada proses
netralisasi akan menyerap gum (getah dan lendir) sehingga menghambat proses
pemisahan sabun (soap stock) dari minyak, dan netralisasi minyak yang masih
mengandung lendir akan mengurangi jumlah trigliserida yang dihasilkan karena
terjadi penambahan partikel emulsi dalam minyak (Djatmiko dan Ketaren 1985).
Proses degumming dilakukan pada suhu sekitar 80 C selama 30 menit. Selama
proses berlangsung dilakukan penambahan asam mineral pekat seperti H3PO4 atau
NaCl, kemudian didiamkan dan kotoran dipisahkan dengan menyaring minyak
dengan pompa vakum (Masud 2007).

76

Netralisasi
Netralisasi atau deasidifikasi merupakan suatu proses untuk menghilangkan
asam lemak bebas dalam minyak atau lemak dengan penambahan alkali atau
pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock). Sabun yang terbentuk
ini dapat juga menyerap kotoran-kotoran lain yang terdapat dalam minyak atau
lemak, misalnya menyerap sedikit zat warna minyak, sehingga minyak yang
dihasilkan lebih jernih dari crude oil-nya (Djatmiko dan Ketaren 1985).
Netralisasi merupakan proses paling penting dalam pemurnian minyak makan.
Proses netralisasi yang tidak benar akan menimbulkan masalah pada tahap
pemucatan dan deodorisasi, dan pada tahap hidrogenasi atau interesterifikasi
(Johnson 2002).
Netralisasi dicapai dengan mereaksikan asam lemak bebas dengan soda
kaustik (NaOH) untuk membentuk sabun (soap stock). Saponifikasi merupakan
reaksi antara gliserida asam lemak bebas dan NaOH juga untuk membentuk soap
stock (Johnson 2002). Reaksinya sebagai berikut :
RCOOH
Asam lemak
bebas

+ NaOH
alkali

RCOONa + H2O
sabun

air

Netralisasi harus dilakukan dengan benar atau beberapa trigliserida akan


tersaponifikasi sehingga akan meningkatkan refining loss. Minyak yang rendah
bilangan asamnya disebut minyak netral. Menghilangkan soap stock juga harus
dilakukan hati-hati untuk mencegah kehilangan yang tinggi dari minyak netral
atau meningkatkan refining loss (Johnson 2002). Variabel-variabel yang
menentukan penurunan kandungan asam lemak bebas dengan kehilangan yang
dapat diterima dari minyak yang telah dinetralisasi (Allen 1997) adalah:
1. Tipe alkali yang digunakan seperti NaOH, Na2CO3, sodium silikat, dan
NH4OH.
2. Kekuatan larutan alkali
3. Kelebihan (excess) larutan alkali diatas kuantitas stoikiometri dibutuhkan
untuk menetralisasi asam lemak bebas dan asam fosfat (dihitung dari
persamaan kimia)

77

4. Suhu dimana reaksi berlangsung


5. Tipe dan derajat agitasi selama dan sesudah penambahan alkali
6. Waktu antara penambahan alkali dan pemisahan soapstock (sabun)
Soda kaustik (NaOH) merupakan alkali yang paling sering digunakan untuk
netralisasi. Selain dapat membersihkan minyak NaOH juga dapat mempengaruhi
sedikit dekolorisasi. Untuk mereduksi saponification losses, kadang Na2CO3
digunakan bersama NaOH. Sodium karbonat (Na2CO3) merupakan alkali yang
lebih ringan, menghasilkan sedikit saponifikasi yang tidak diinginkan tetapi juga
lebih sedikit mengakibatkan dekolorisasi (Allen 1997).
Pemilihan jumlah dan kekuatan soda kaustik untuk netralisasi sangat penting
karena akan menentukan dasar kandungan asam lemak bebas dalam minyak.
Biasanya untuk mengukur kekuatan larutan soda kaustik untuk netralisasi
berdasarkan berat spesifiknya yang disebut derajat Baum yang berkisar dari 10
sampai 30 B. Minyak yang berkualitas bagus biasanya dinetralisasi dengan
kaustik 12, 14, atau 16 B (Hodgson 1996). Proses netralisasi untuk minyak
sawit merah terdiri dari pengadukan kontinyu degummed red palm oil (DRPO)
dengan larutan (kaustik) NaOH yang konsentrasinya telah ditentukan, sampai
terbentuk emulsi dengan koagulasi dari sabun pada suhu 60 C dan dilakukan
pemisahan fase air (soap stock) dan fase minyak (NPO) dengan sentrifugasi
(Masud 2007).
Fraksinasi
Setelah kedua proses di atas dilakukan, maka dilakukan fraksinasi.
Fraksinasi dilakukan untuk memisahkan fraksi padat (stearin) dan fraksi cair
(olein) dari minyak. Fraksinasi adalah proses pemisahan berbagai trigliserida
menjadi satu atau lebih fraksi dengan menggunakan perbedaan kelarutan
trigliserida, yang tergantung pada berat molekul dan derajat ketidakjenuhan
(Timms 1997).
Menurut Krishnamurthy dan Kellens (1996), secara umum terdapat empat
cara proses fraksinasi minyak sawit yaitu:
1. Fraksinasi pelarut, kristalisasi dilakukan dalam larutan pelarut, untuk
mengurangi viskositas. Pelarut yang sering digunakan adalah aseton atau

78

heksan. Proses ini dikarakterisasi dengan waktu kristalisasi yang singkat dan
penyaringan yang mudah.
2. Fraksinasi deterjen, dikembangkan untuk memperbaiki pemisahan fase
kristalisasi dari sisa cairan dengan menambahkan larutan deterjen pada
minyak yang terkristalisasi.
3. Proses fraksinasi kering, teknik ini adalah teknik pemisahan paling mudah dan
murah serta tidak memerlukan posttreatment pada produk akhir.
4. Winterisasi, proses ini mirip dengan proses fraksinasi kering dan digunakan
untuk membuang sejumlah kecil padatan dari minyak yang secara normal
menyebabkan cloudiness pada minyak bila disimpan pada suhu refrigerasi.
Prinsip dari proses fraksinasi ini adalah pendinginan secara bertahap. Fraksi
stearin atau fraksi minyak jenuh yang mempunyai titik cair lebih tinggi akan
membentuk kristal terlebih dahulu. Sedangkan fraksi olein atau fraksi minyak
yang tidak jenuh dengan titik cair yang lebih rendah masih dalam bentuk cair
(Timms 1997).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kristal dan pemisahan
stearin dengan olein adalah suhu awal dari minyak, suhu akhir fraksinasi,
kecepatan pendinginan, kecepatan agitasi dan metode preparasi. Variabel ini
mempengaruhi ukuran dan bentuk kristal, kecepatan filtrasi, perolehan olein dan
stearin, kandungan lemak padat, titik leleh, profil asam lemak dari lelehan dan
fraksi kristalin (Kellens dan Hendrix 2000).

Karotenoid
Karotenoid adalah suatu zat warna kuning sampai merah yang mempunyai
struktur alifatik, alifatik-alisiklik, atau aromatik yang pada umumnya disusun oleh
delapan unit isoprena, dimana kedua gugus metil yang dekat pada molekul pusat
terletak pada posisi C-1 dan C-6, sedangkan gugus metil lainnya terletak pada
posisi C-1 dan C-5, serta diantaranya terdapat ikatan ganda terkonyugasi (Klaui
dan Bauernfeind 1981). Sedangkan menurut Winarno (1997) dan Sylvester
(2005), karotenoid merupakan pigmen yang berwarna kuning, jingga, merah
jingga serta larut dalam minyak. Karotenoid terdapat dalam kloroplas (0,5%)
bersama-sama dengan klorofil (9,3%) terutama pada bagian permukaan atas daun,

79

dekat dengan dinding sel. Karotenoid tersebar luas dan secara alami terdapat
dalam jumlah besar di alam, menyebabkan warna kuning dan merah selain pada
tanaman juga pada ganggang, mikrorganisme dan hewan.
Struktur dasar karoten terdiri dari ikatan hidrokarbon tidak jenuh terbentuk
dari 40 atom C atau 8 unit isoprena dan memiliki 2 buah gugus cincin. Perbedaan
struktur antara berbagai karoten terletak pada letak dan jumlah ikatan rangkap,
serta jenis gugus pada cincin yang mempengaruhi aktivitas biologisnya sebagai
provitamin A (Klaui dan Bauernfeind 1981). Struktur kimia beberapa karoten
dapat dilihat pada Gambar 1.

-karoten

-karoten

-karoten
Gambar 1. Struktur kimia beberapa karotenoid (Klaui dan Bauernfeind
1981)
Menurut Winarno (1997), karoten merupakan campuran dari beberapa
senyawa yaitu , , dan -karoten. Karoten merupakan molekul yang simetrik,
artinya separuh bagian kiri merupakan bayangan cermin dari bagian kanannya.

80

Walaupun karoten adalah molekul yang simetrik, namun tidak semua karoten
benar-benar simetrik, misalnya dan -karoten mempunyai terminal yang tidak
sama.
Berdasarkan fungsinya karotenoid dapat dibagi atas dua golongan yaitu yang
bersifat nutrisi aktif seperti -karoten dan non nutrisi aktif seperti fukosantin,
neosantin dan violasantin. Berdasarkan unsur-unsur penyusunannya karotenoid
dibagi menjadi dua golongan utama yaitu 1) golongan karoten yang tersusun dari
unsur-unsur atom C dan H, seperti -karoten, -karoten, dan -karoten, serta
likopen, 2) golongan oksikaroten atau xantofil yang tersusun oleh unsur-unsur C,
H, dan OH seperti lutein, violasantin, neosantin, zeasantin, kriptosantin,
kapsantin, dan torulahordin (Klaui dan Bauernfeind 1981).
CPO merupakan sumber yang kaya dari karoten alami yaitu sekitar 500
sampai 700 ppm (Unnithan dan Foo 2001). Kadar karotenoid tersebut bervariasi
menurut tingkat kematangan dan genotip dari buah. Secara umum minyak yang
berasal dari buah sawit yang berwarna merah lebih banyak mengandung
karotenoid daripada buah yang berwarna oranye (Winarno 1999). Komposisi
karotenoid pada CPO dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Komposisi karotenoid pada CPO
Karoten
Phytoene
Phytofluene
Cis--karoten
-karoten
-karoten
Cis--karoten
-karoten
-karoten
-karoten
Neurosporene
-Zeakaroten
Likopen
Sumber : Gee (2007)

Komposisi [%]
1,27
0,06
0,68
56,02
35,16
2,49
0,69
0,33
0,83
0,29
0,23
1,30

Karotenoid berkristalisasi dalam berbagai bentuk, warna kristal bervariasi


dari merah sampai ungu hampir hitam. Ukuran kristal mempengaruhi warna dari
karotenoid spesifik. Titik leleh hampir tinggi dan cenderung meningkat dengan

81

meningkatnya berat molekul dan gugus fungsional. Titik leleh -apo-8-karotenal,


-karoten, dan canthaxanthin adalah 136 -140 C, 176 -182 C dan 208 -210
C, berturut-turut (Klaui dan Bauernfeind 1981).
Struktur ikatan ganda terkonjugasi dalam molekul membuat material
kristalin karotenoid menjadi sangat sensitif pada dekomposisi oksidatif jika
terekspos udara. Kristal harus disimpan dalam kontainer dan di seal di dalam
vakum atau gas inert pada suhu rendah. Jika termikronisasi dan terlarut dalam
minyak nabati, stabilitasnya cukup memadai untuk penggunaan praktis dalam
pewarna lemak berbasis pangan. Mengurangi derajat tidak jenuh minyak dengan
hidrogenisasi meningkatkan keefektifan dalam stabilisasi karoten. Penggunaan
antioksidan yang sudah food grade semakin memperbaiki stabilitas. Stabilitas
karoten dapat ditingkatkan sampai 20 kali lipat jika ditambahkan antioksidan pada
carrier minyak nabati (Klaui dan Bauernfeind 1981).
Karotenoid yang berbentuk cair lebih cepat mengalami kerusakan akibat
penyinaran dibandingkan dengan berbentuk padat. Karotenoid yang mengalami
perlakuan panas disertai kehadiran oksigen akan mempercepat jalannya reaksi
oksidasi. Oksidasi terjadi secara acak pada rantai karbon yang mengandung ikatan
ganda (Chichester dan McFeeters 1970).
Meyer (1982) telah menjelaskan bahwa karotenoid memiliki beberapa sifat
fisika dan kimia yaitu:
1. Larut dalam minyak dan tidak larut dalam air
2. Larut dalam kloroform, benzen, karbon disulfida, dan petroleum eter
3. Tidak larut dalam etanol dan metanol dingin
4. Tahan terhadap panas apabila dalam keadaaan tanpa udara
5. Peka terhadap oksidasi, autooksidasi, dan cahaya
6. Mempunyai ciri khas absorpsi cahaya, ini tergantung pada pelarut yang
digunakan.
Selama proses pengolahan pangan, bentuk trans karotenoid yang terdapat
dalam bahan pangan dapat mengalami isomerisasi menjadi bentuk cis karotenoid
yang menyebabkan turunnya aktivitas provitamin A karena aktivitas prtovitamin
A dari cis karotenoid lebih rendah dari bentuk trans karotenoid (de Ritter dan
Purcell 1981). Manorama et al. (1999) telah melakukan penelitian terhadap -

82

karoten yang dimurnikan, 10 miligram -karoten dilarutkan dalam 7 ml kloroform


grade HPLC. Sampel tersebut disimpan dalam berbagai kemasan, kondisi dan
waktu yang berbeda. Persentase kehilangan -karoten pada berbagai kondisi
tersebut dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Persentase kehilangan -karoten di dalam kondisi tersimulasi
15
1
3
6
Hari
Bulan Bulan
Bulan
SUHU
18,3
28,3
29,5
50
Freezer
25,9
38,9
55,7
64,8
Refrigerator
44,8
64,1
83,2
100
Ambient
CAHAYA DAN SUHU
Botol Transparan
(refrigerator)
33,5
66
82,6
100
Botol transparan (ambient)
60,5
83,8
93,5
100
Botol gelap (refrigerator)
15,6
24,4
36,7
39,5
Botol gelap (ambient)
24,7
38,8
58,4
89,2
ANTIOKSIDAN
[Refrigerator]
Tokoferol
30,2
82
100
BHT
31,2
72,2
100
Asam Askorbat
20,3
55,6
100
[Ambient]
Tokoferol
26,8
55
84,1
100
BHT
27,7
34,1
49,4
84,6
Asam Askorbat
9,4
38,9
73,8
100
INKUBATOR
48
72
216
430
Jam
Jam
Jam
Jam
23,3
36,8
42,8
100
Inkubator (37 C)
Sumber: Manorama et al. (1999)

9
Bulan
62,8
66,9
100
100
100
53,3
92,2

100
100
100

Minyak sawit merah jika dijadikan minyak goreng, ternyata mengalami


kerusakan yang lebih kecil pada parameter suhu yang sama dibanding minyak
goreng sawit biasa karena adanya aktivitas antioksidan dari karotenoid.
Kandungan karotenoid pada produk yang digoreng dengan minyak sawit merah
nilainya berkisar antara 0,700-7,198 Retino Equivalent (RE) vitamin A, sangat
kecil dibanding kebutuhan vitamin A per hari per orang yaitu sebesar 350-600 RE
vitamin A. Produk yang digoreng dengan minyak sawit merah mempunyai umur
simpan yang lebih lama oleh adanya karotenoid dalam minyak yang terserap ke
dalam bahan makanan (Nurdini 1997).

83

Manfaat kesehatan dan nutrisi dari kandungan karoten dalam minyak sawit
merah telah diteliti oleh banyak ahli. Salah satunya dapat menggulangi defisiensi
vitamin A dan zat besi pada anak-anak (Lam et al. 2001; Manorama et al. 1996),
pemberian suplementasi -karoten dari minyak sawit merah pada ibu menyusui
dapat memperbaiki status vitamin A pada bayi (Canfield et al. 1996), dapat
meningkatkan pengaruh anti kanker dan tumor pada sel NK (natural killer) yang
berkontribusi pada kekebalan tubuh melawan infeksi dan penyakit berbahaya pada
tubuh manusia (Ashfaq et al. 2001), mempunyai potensi melawan kardiovaskular
dan karsinogenesis kanker payudara (Arumughan et al. 1996), dan dapat
mengurangi resiko artherosklerosis (Kritchevsky et al. 2001; Kooyenga et al.
1996).

Minyak Kelapa
Minyak kelapa merupakan salah satu minyak nabati yang dapat memenuhi
berbagai kebutuhan manusia. Minyak kelapa dapat digunakan sebagai bahan baku
untuk industri pangan seperti untuk produk-produk permen, cookies, produkproduk roti, minyak goreng, campuran shortening, mentega, dan lain-lain.
Kemudian untuk industri-industri non pangan seperti sabun, deterjen, minyak
rambut, lipstik, produk-produk kosmetik lainnya, minyak pelumas, minyak gosok,
dan lain-lain (Woodroof 1979).
Minyak kelapa merupakan senyawa organik yang merupakan campuran
ester dari gliserol dan asam lemak yang disebut gliserida, serta larut dalam pelarut
minyak atau lemak (Meyer 1982). Minyak kelapa mengandung 84% trigliserida
yang ketiga asam lemaknya jenuh, 12% trigliserida dengan dua asam lemak jenuh
dan 4% trigliserida yang mempunyai satu asam lemak jenuh. Trigliserida terdiri
dari 96% asam lemak dan berdasarkan komposisi tersebut, maka sifat fisikokimia
minyak dapat ditentukan dari sifat fisikokimia asam lemaknya. Asam lemak yang
menyusun minyak kelapa terdiri dari 86% asam lemak jenuh dan 20% asam lemak
tidak jenuh. Hal ini menyebabkan minyak kelapa lebih tahan terhadap kerusakan
oksidatif dibandingkan minyak lainnya oleh karena asam lemak jenuh yang
terkandung di dalamnya lebih sedikit (Canapi et al. 1996).

84

Berdasarkan kandungan asam lemak, minyak kelapa digolongkan ke dalam


minyak asam laurat, karena kandungan asam lauratnya paling besar jika
dibandingkan dengan asam lemak lainnya, yakni antara 45,4 sampai 46,4%,
sehingga sifat fisik dan kimia minyak kelapa ditentukan oleh sifat fisik dan kimia
dari asam laurat. Berdasarkan tingkat ketidakjenuhannya yang dinyatakan dengan
bilangan Iod, maka minyak kelapa dapat dimasukkan ke dalam golongan non
drying oil, karena bilangan iod minyak tersebut berkisar antara 7,5-10,5 (Ketaren
2005).
Sifat-sifat minyak, terutama titik lelehnya tergantung dari susunan asam
lemaknya. Tidak seperti minyak lainnya, minyak kelapa mempunyai titik leleh
yang tajam yaitu pada 24,4-25,5 C, karena kandungan asam lemak berberat
molekul rendah yang tinggi dibandingkan panjang rantainya (Lawson 1995).
Semakin besar derajat ketidakjenuhan asam lemak, maka semakin rendah titik
leleh minyak yang bersangkutan (Swern 1979). Karena titik lelehnya yang tajam,
minyak kelapa digunakan dalam konfesioneri dan pengisi kue. Titik leleh yang
tajam di bawah suhu tubuh, berkontribusi pada efek cooling dalam mulut
(Lawson 1995)
Minyak kelapa yang belum dimurnikan mengandung sejumlah kecil
komponen bukan minyak, misalnya fosfatida, gum, sterol (0,06-0,08%), tokoferol
(0,003%) dan asam lemak bebas (kurang dari 5%). Sterol yang terdapat dalam
minyak nabati disebut fitosterol dan mempunyai dua isomer, yaitu sitosterol
(C29H50O) dan stigmasterol (C29H48O). Sterol tidak berwarna, tidak berbau, stabil
dan berfungsi sebagai stabilizer dalam minyak.
Tokoferol mempunyai dua isomer, yaitu -tokoferol dan -tokoferol. Sifat
dari tokoferol antara lain tidak dapat disabunkan, dapat teroksidasi dan berfungsi
sebagai antioksidan yang baik (Djatmiko et al. 1976). Menurut Eckey (1954),
fungsi tokoferol sebagai antioksidan adalah dengan cara memperpanjang periode
induksi atau periode jangka waktu mulai terjadinya proses oksidasi sampai timbul
bau tengik. Beberapa sifat fisik dan kimia minyak kelapa dapat dilihat pada Tabel
9.

85

Tabel 9. Spesifikasi produk minyak kelapa (CNO)


Sifat fisikokimia
CNO kasar
Kelembaban dan kotoran (% maks)
1,0
Asam lemak bebas (sbg laurat) (% maks)
3,0
Warna (Lovibond R/Y)
12/75
Bilangan penyabunan
Bahan tidak tersabunkan (% maks)
0,4
Bilangan Iod
Bilangan peroksida, maks
2,0
Slip melting point ( C)
Indeks refraksi pada 40 C
Flavor/bau
Sumber: Canapi et al. (1996)

CNO RBD
0,03
0,04
1/10
250-264
0,1
7-12
0,5
24-26
1,448-1,450
Bersih/tidak berbau

Zat warna (pigmen karotenoid) hampir tidak ada dalam minyak kelapa.
Warna coklat pada minyak yang mengandung protein dan karbohidrat bukan
disebabkan oleh zat warna, tetapi oleh reaksi browning. Warna ini merupakan
hasil reaksi dari karbonil (berasal dari pemecahan peroksida) dengan asam amino
dari protein dan suhu sangat berpengaruh pada reaksi tersebut (Djatmiko et al.
1976).

Interesterifikasi Enzimatik
Reaksi interesterifikasi adalah suatu cara untuk mengubah struktur dan
komposisi minyak dan lemak melalui penukaran gugus radikal asil diantara
trigliserida dan asam alkohol (alkoholisis), lemak (asidolisis), atau ester
(transesterifikasi). Interesterifikasi tidak mempengaruhi derajat kejenuhan asam
lemak atau menyebabkan terjadinya isomerisasi asam lemak yang memiliki ikatan
ganda. Jadi dapat dikatakan bahwa reaksi interesterifikasi tidak akan mengubah
sifat dan profil asam lemak yang ada, tetapi mengubah profil lemak dan minyak
karena memiliki susunan trigliserida yang berbeda dari trigliserida awalnya
(Tombs 1995).
Reaksi interesterifikasi melibatkan pergantian dan pendistribusian ulang
gugus asil di dalam trigliserida. Proses pergantian asam lemak itu sendiri dapat
melalui tiga tipe reaksi yaitu reaksi alkoholisis, asidolisis, dan transteresterifikasi.
Reaksi alkoholisis merupakan reaksi antara lemak dan alkohol untuk
menghasilkan ester. Pada asidolisis, perpindahan gugus asil antara asam dan ester,

86

adalah cara efektif menggabungkan asam lemak bebas baru dalam trigliserida
(Willis dan Marangoni 2002). Reaksi pertukaran ester (transesterifikasi)
merupakan reaksi utama dalam penelitian ini. Transesterifikasi merupakan
pertukaran gugus asil antara dua ester (Willis dan Marangoni 2002), dapat terjadi
pada trigliserida yang berbeda atau diantara trigliserida itu sendiri. Pertukaran
ester dapat meningkatkan sifat fisik lemak (misalnya titik leleh) karena terjadi
perubahan susunan gugus asil pada trigliserida tersebut. Reaksi ini banyak
digunakan untuk produk lemak seperti margarin, mentega dan shortening.
Interesterifikasi secara kimia memiliki kekurangan karena tidak memiliki
selektivitas, atau dengan kata lain proses interesterifikasi dapat terjadi pada posisi
mana saja dari kerangka trigliserida. Proses ini dapat mencegah atau mempersulit
terbentuknya produk yang memiliki sifat fisikokimia yang diinginkan (Woolley
dan Petersen 1994). Penggunaan enzim yang memiliki sifat spesifik seperti lipase
sn-1,3 akan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam memodifikasi lemak.
Lipase sn- 1,3 memiliki banyak keuntungan teknologi antara lain (Graille, 1993):
1. Asam lemak pada posisi 2 tetap pada tempatnya, sehingga dapat diarahkan
pada produksi lemak yang memiliki nilai yang lebih tinggi jika asam lemak
pada posisi 1 dan 3 diganti dengan asam lemak lainnya.
2. Pembentukan trigliserida yang memiliki titik leleh tinggi dapat dicegah atau
dibatasi.
3. Reaksi enzimatik berlangsung dengan perlahan, sehingga lebih mudah
mengendalikan reaksi.
4. Reaksi enzimatik lipase 1,3 berlangsung pada suhu yang relatif rendah antara
35-60 C. Semakin tinggi suhu, kualitas reaksi akan semakin baik.
5. Menghemat energi, karena dalam kenyataannya bahan baku mentah dapat
dijadikan sebagai substrat dalam reaksi esterifikasi.
Siew et al. (2007) mempelajari perubahan sifat fisik campuran stearin sawit
dan minyak kanola (hPS/CO) yang diinteresterifikasi enzimatik dengan lipase
terimobilisasi

Thermomyces

lanuginosa

(Lipozyme

TL

IM).

Hasilnya

menunjukkan campuran setelah interesterifikasi enzimatik mempunyai SMP dan


SFC lebih rendah daripada campuran hPS/CO sebelum reaksi. Hasil SMP
campuran hPS/CO setelah interesterifikasi enzimatik dengan rasio 40:60, 50:50,

87

dan 60:40 dapat digunakan untuk aplikasi margarin batang (stick margarine) dan
shortening. Dari analisis SFC, campuran hPS/CO terinteresterifikasi dengan rasio
40:60 mempunyai kurva SFC mirip dengan vanaspati sedangkan rasio 50:50 dan
60:40 mempunyai kurva SFC serupa dengan margarin, puff pastry margarine dan
shortening.
Zhang et al. (2006) membandingkan stabilitas penyimpanan hardstock
margarin dari campuran stearin sawit dan minyak kelapa (70:30) yang dibuat
dengan tiga cara yaitu dengan cara blending secara fisik, diinteresterifikasi secara
kimiawi dan diinteresterifikasi enzimatik dengan Lipozyme TL IM. Setelah
disimpan pada suhu 25 C selama 12 minggu , ternyata margarin dari lemak hasil
interesterifikasi enzimatik mempunyai bilangan peroksida hampir sama dengan
dicampur secara fisik, dan kedua perlakuan tersebut mempunyai bilangan
peroksida lebih rendah daripada margarin dari lemak hasil interesterifikasi secara
kimiawi.
Amri dan Xu (2005) mencampur stearin sawit, kernel sawit dan minyak
ikan (POS/PKO/FO) dalam berbagai rasio komposisi dan diinteresterifikasi
enzimatik dengan lipase Lipozyme TL IM (Thermomyces lanuginosa)
menggunakan packed bed reactor. Walaupun interesterifikasi enzimatik
meningkatkan SFC produk pada 5 sampai 35 C, pada suhu 35 C SFC produk
lebih rendah daripada substrat. Ini adalah karakterisitik yang bagus karena dapat
menurunkan SFC pada suhu tubuh. Campuran POS/PKO/FO (0,55/0,15/0,30,
w/w/w%) diprediksikan mempunyai profil SFC mirip dengan margarin meja
komersial.
Zainal dan Yusoff (1999) juga melakukan interesterifikasi enzimatik pada
stearin sawit dan olein kernel sawit. Pada suhu 60 C interesterifikasi dengan
lipase dari Rhizomucor miehei dapat seelesai dalam 5 jam. Hasil menunjukkan
bahwa interesterifikasi efektif dalam memproduksi lemak padat dengan kurang
dari 0,5% kandungan trans dan SMP turun dari 40 C sebelum interesterifikasi
menjadi 29,9 C setelah interesterifikasi.
Alpaslan dan Karaali (1997) melakukan reaksi interesterifikasi enzimatik
dengan katalis enzim terimobilisasi Lypozym IM60 pada campuran minyak zaitun

88

dan minyak sawit dihidrogenasi sebagian. Hasilnya, produk dengan rasio 30:70
memiliki sifat sangat mirip dengan Turkish package margarine.

Enzim Lipase
Lipase didefinisikan sebagai gliserol ester hidrolase (EC 3.1.1.3) karena
mengakatalisis hidrolisis ikatan karboksil ester dalam asilgliserol. Tergantung
derajat hidrolisis, asam lemak bebas, monoasilgliserol, diasilgliserol, dan gliserol
diproduksi. Manfaat utama dari lipase dalam interesterifikasi enzimatik
dibandingkan interesterifikasi kimia adalah kespesifikannya. Spesifisitas asam
lemak dari lipase yang telah dieksploitasi untuk memproduksi lemak terstruktur
untuk makanan kesehatan dan untuk memperkaya lemak dengan asam lemak
tertentu untuk memperbaiki nilai nutrisi minyak dan lemak. Adapun tipe-tipe
spesifisitas lipase adalah substrat, posisional, asam lemak, stereo/struktur dan
kombinasinya (Rnne et al. 2005).
Menurut Macrae (1983), lipase akan mengkatalisis hidrolisis substrat yang
terdapat dalam bentuk misel, agregat kecil atau partikel emulsi. Cara kerjanya
berbeda-beda, tergantung dari jenis mikroorganisme dan sumber penghasilnya.
Spesifisitas kerja lipase tergantung pada posisi atau lokasi ester, asam lemak dan
asilgliserol parsial.
Enzim mempunyai beberapa kelemahan yaitu: ketidakstabilan enzim,
tingginya biaya isolasi dan pemurnian serta mahalnya biaya penggunaan enzim
karena enzim yang telah dipakai di dalam larutan tidak dapat atau sulit dipisahkan
dan dipergunakan lagi sehingga dikembangkannya teknik imobilisasi enzim.
Selama enzim belum mengalami kerusakan struktur, enzim masih dapat dipakai
secara berulang-ulang (Suhartono 1989).
Oleh karena itu imobilisasi lipase menjadi sangat populer karena manfaatnya
dibandingkan sistem enzim bebas adalah reusabilitas, penghentian yang cepat dari
reaksi, biaya yang lebih rendah, pembentukan produk yang terkontrol, dan
kemudahan enzim untuk dipisahkan dari reaktan dan produk. Sebagai tambahan,
imobilisasi lipase yang berbeda dapat mempengaruhi selektivitasnya dan sifat
fisikokimianya. Imobilisasi juga menyediakan kemungkinan mendapatkan lipase
murni dari ekstrak yang kotor dan imobilisasi secara simultan, dengan inaktivasi

89

minimal dari lipase. Metode untuk imobilisasi untuk enzim termasuk bentuk
kimiawi, seperti ikatan kovalen, dan bentuk fisik, seperti adsorpsi dan
pemerangkapan dalam matriks gel atau mikrokapsul (Willis dan Marangoni
2002).
Lipozyme TL IM merupakan enzim komersial terimobilisasi yang berasal
dari lipase mikrobial Thermomyces lanuginosa yang mempunyai kespesifitasan
posisional molekul trigliserida yaitu pada posisi primer (sn-1 dan atau sn-3).
Lipozyme TL IM ini terimobilisasi dalam bentuk metode penjebakan, yaitu enzim
dijebak di dalam matriks silika gel atau dibungkus di dalam membran
semipermeabel dengan erat sehingga enzim menjadi tidak bebas dan menjalankan
fungsi katalitiknya di dalam kisi-kisi polimer tersebut. Disini enzim diperangkap
secara fisik dan tidak diikat secara kimiawi, sehingga kemungkinan penurunan
aktivitasnya pun lebih kecil dibandingkan dengan metode pengikatan kimiawi.
Sarana penempatan enzim dapat berbentuk gel, suatu bentuk serabut kapiler atau
suatu mikrokapsul (Suhartono 1989).
Aktivitas lipase dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pH, kadar air, suhu,
komposisi substrat, konsentrasi produk, dan kandungan lipase. pH optimum untuk
lipase biasanya di antara 7 dan 9. Suhu optimum untuk kebanyakan lipase imobil
berkisar di antara 30-62 C. Kadar air optimal untuk interesterifikasi oleh lipase
berkisar di antara 0,04% sampai 11% (w/v), walaupun kebanyakan reaksi
membutuhkan kadar air kurang dari 1% untuk interesterifikasi yang efektif (Willis
dan Marangoni 2002).
Huei et al. (2003) membandingkan lima tipe lipase berbeda yaitu Amano
FAP 15 (Amano Enzyme Inc.), Lipozyme TL IM (Novozymes A/S), PLC, PLG
dan QLC (Meito Sangyo Co., LTD). Produk interesterifikasi enzimatik dianalisis
profil trgliseridanya, dan dibandingkan

keefektifan lipase dalam mereduksi

kandungan PPP (palmitat-palmitat-palmitat). Di antara semua lipase, Amano FAP


15 memperlihatkan reaksi yang tidak signifikan terhadap reaktan. Keempat lipase
dapat meningkatkan total PLO (palmitat-linoleat-oleat) dan POO (palmitat-oleatoleat) dari kisaran rendah yaitu 1,58-2,81% sampai berkisar 8,85-39,57% dimana
PPP menurun dari kisaran 27,05-40,82% sampai berkisar 4,41-40,69%. Proses
seleksi mengindikasikan bahwa PLG dan TL IM lebih efektif daripada PLC dan

90

QLC. Konsentrasi enzim optimum untuk semua lipase adalah 10% dan suhu
optimum untuk reaksi adalah 55 C.
Zhang et al. (2001) mencoba menguji kestabilan enzim murah Lipozyme TL
IM untuk produksi lemak margarin skala besar (300 kg) dalam sistem bebas
pelarut. Mereka menemukan bahwa Lipozyme TL IM mempunyai aktivitas serupa
dengan Lipozyme RM IM untuk interesterifikasi antara stearin sawit dan minyak
kelapa. Lipozyme TL IM stabil dalam reaktor skala 300 kg paling sedikit pada
sembilan batches.
Ming et al. (1998) mempelajari sifat beberapa enzim untuk memperbaiki
sifat fisik atau karakter leleh dari hasil interesterifikasi enzimatik campuran
stearin sawit-olein kernel sawit (40:60). Enzim yang digunakan adalah lipase
spesifik sn-1,3 seperti Aspergillus niger, Alcaligenes sp. dan lipase non spesifik
seperti Pseudomonas sp., dan Candida rugosa, serta lipase terimobilisasi
komersial dari Rhizomucor miehei (Lipozyme IM60) juga digunakan . Hasil
menunjukkan transesterifikasi mampu memproduksi campuran lemak dengan
titik leleh lebih rendah dengan mengubah posisi asam lemak dalam trigliserida
dengan kisaran titik leleh tinggi menjadi bentuk komponen bertitik leleh sedang
atau rendah. Persentase asam lemak bebas paling tinggi dilepaskan oleh reaksi
campuran yang dikatalisasi oleh lipase Pseudomonas (2,90%) dan R.miehei
(2,54%). Penurunan SMP

(12,0 C) paling besar juga dimiliki campuran

dikalatalisasi Pseudomonas, dan SFC meleleh sempurna pada suhu 35 C.

Spreads
Spreads adalah produk berbentuk semi padat, plastis, mempunyai tekstur
yang lembut dan viskositas yang cukup rendah sehingga dapat dengan mudah
dioleskan ke suatu permukaan bahan makanan lain seperti roti dan mampu
menyebar (spreadable) (Kristanti 1989). Untuk memperoleh sifat spreadable
umumnya digunakan lemak nabati.
Spreads merupakan produk yang menyerupai margarin tetapi mengandung
kurang dari 80% lemak (Chrysam 1996). Sedangkan produk olesan (spreads)
rendah lemak bukan merupakan margarin tetapi dibuat dengan cara yang sama
dengan margarin, mengandung lemak lebih rendah (sekitar 40%) dan

91

mengandung kadar air lebih tinggi (sekitar 60%), karena kurang mengandung
lemak, nilai energinya sangat rendah (Gaman dan Sherington 1992).
Margarin dan table spreads adalah emulsi air dalam minyak. Fase
mengandung air terdiri dari air, garam, dan pengawet. Table spreads adalah
sistem koloidal multifase yang terdiri dari fase mengandung air terdispersi sebagai
droplet (berukuran 1-20 m) dalam fase minyak kontinyu dan jaringan kristal
lemak (Rousseau et al. 2003). Sebagian besar spreads merupakan tipe lemak
kontinyu dengan droplet fase mengandung air berukuran 2-4 m (margarin)
sampai 4-80 m (untuk spreads rendah lemak) (Moran 1994). Kristal-kristal
lemak membentuk jaringan tiga dimensi yang memberikan struktur semi padat
pada produk dan menahan bagian cair lemak. Struktur yang terintegritas ini
terbentuk terutama karena adanya ikatan kimia (ikatan primer) yang sangat kuat
antara kristal-kristal lemak yang berdekatan dan ikatan sekunder Van der Waals
yang lemah di antara kristal-kristal yang berkelompok. Ikatan primer bersifat
irreversible, dimana ikatan tidak dapat dibangun kembali apabila ikatan ini putus
akibat adanya kerja mekanik pada unit crystallizer, sedangkan ikatan sekunder
bersifat reversible (deMan 1999).
Produk-produk olesan meja (table spreads) yang telah diperkenalkan di
Amerika sejak 1950 adalah sebagai berikut: margarine stick spreadable (1952),
whipped margarine (1957), margarin minyak jagung (asam lemak tidak jenuh
tinggi) (1958), margarin lunak (1962), margarin cair (1963), margarine diet (40%
lemak) (1964), produk olesan/spreads (60% lemak) (1975), whipped spreads
(1978), butter blends (1981), improved 40% fat spreads (mengandung bahan
pembuat gel) (1986), lower fat spreads (20% lemak)(1989), dan non-fat spread
(1993) (Chrysam 1996).
Menurut Aini et al. (2001), margarin sendiri juga mempunyai banyak tipe,
yang diformulasi untuk memenuhi keinginan konsumen. Tipe yang paling populer
adalah margarin meja, bakery margarine, dan puff pastry margarine. Baru-baru
ini dikembangkan margarin rendah kalori atau reduced fat spreads (RFS), yang
mengandung kadar lemak lebih rendah daripada margarin. RFS mengandung 41
sampai 60% lemak dan digunakan untuk dioleskan pada roti. Minyak sawit dan
minyak kernel sawit merupakan komponen yang sangat cocok untuk margarin

92

yang berbagai tipe di atas. Sedangkan menurut Bumbalough (1992), tipe-tipe


margarin dan spreads yang diklasifikasikan berdasarkan bentuk fisiknya adalah
produk padat, brick margarine, stick margarine, soft products, whipped product,
dan liquid margarine.
Menurut Moran (1994), banyak tipe spreads yang sekarang tersedia secara
komersial, yaitu mulai yang terdiri dari campuran lemak hewani dan lemak nabati,
produk dengan kandungan lemak bervariasi lebih dari 80% sampai kurang dari
5%, spreads dari fase air kontinyu alami, hingga produk mengandung protein
susu dan agen penstabil emulsi hidrokoloid dalam tingkat yang nyata. Kategori
utama spreads dengan tipe-tipe ingredientnya dapat dilihat pada Tabel 10 berikut
ini.
Tabel 10. Tipe-tipe komposisi spreads
Tipe Spread
Lemak Protein Ditambah
emulsifier
(%)
(%)

atau garam
pengemulsi

Mentega
>80
0,3
Margarin
>80
0,2
60-75 0,3
Reduced fat
Rendah lemak
38-40 0,2-6,5
Sangat rendah 20-25 0-8,3
lemak
Air kontinyu
5-12
12-20
Keterangan : = merupakan pilihan

Penstabil Pengawet Pewarna,


flavour,
vitamin

+
+
+
+

=
=

+
+

+
+
+
+
+

Fungsi lemak spreads adalah meningkatkan palatabilitas produk roti dan kue
seperti

meminyaki (lubrication) roti ketika dimakan, sebagai sumber energi,

memberikan flavour pangan, mengandung vitamin, sumber asam lemak esensial,


berkontribusi pada rasa atau coolness ketika dimakan, dan membentuk struktur
produk (Moran 1994). Karakteristik produk spreads menurut Chrysam (1996)
dilihat dari spreadibilitas, oiliness, dan sifat lelehnya :
1. Spreadibilitas adalah salah satu sifat paling penting pada spreads, mungkin
kedua setelah flavor.
2. Pengeluaran minyak (oiliness) pada margarin terjadi jika matriks kristal lemak
berubah ukuran atau karakter untuk memerangkap semua minyak cair. Ini

93

masalah yang serius untuk produk batangan, minyak dapat bocor keluar dari
kemasan.
3. Margarin meja berkualitas tinggi meleleh dengan cepat dengan sensasi dingin
pada langit-langit mulut. Komponen flavor dan garam pada fase mengandung
air dengan cepat diterima oleh indra perasa, dan tidak meninggalkan rasa
berminyak atau berlilin. Faktor yang mempengaruhi kualitas ini adalah sifat
meleleh dari lemak, kekuatan emulsi, dan kondisi penyimpanan produk akhir.
Agar margarin dapat meleleh dengan bersih tanpa terasa bergetah atau berlilin,
harus dapat meleleh semuanya pada suhu tubuh dan mengandung kurang dari
3,5% lemak padat pada 33,3 C (92 F).
Stabilitas table spreads tergantung dari dua mekanisme, yaitu stabilisasi
pengikatan dimana partikel koloidal diserap secara interfasial yang dapat
menstabilkan droplet terdispersi, dan jaringan kristal lemak yang secara fisik
mengunci droplet air tetap ditempatnya, sehingga mencegah droplet untuk
berpindah, berflokulasi, coalescing, dan kadang-kadang berkrim (Rousseau et al.
2003).
Spreads harus bersifat plastis sehingga mempunyai kemampuan untuk dioles
dan membentuk krim. Lemak bersifat plastis pada suhu tertentu, lunak dan dapat
dioleskan. Plastisitas lemak disebabkan karena lemak merupakan campuran
trigliserida yang masing-masing mempunyai titik leleh sendiri-sendiri, hal ini
berarti pada suhu tertentu sebagian lemak akan mencair dan sebagian lagi dalam
bentuk kristal padat (Gaman dan Sherrington 1992). Rasio antara fase dan
karakter kristalin dari fase padat menentukan konsistensi dan kekuatan produk.
Kandungan padat dan kristalinitas tergantung komposisi campuran lemak dan
kondisi proses (Gunstone et al. 1994).

Slip Melting Point (SMP) dan Solid Fat Content (SFC)


Slip melting point (SMP) adalah temperatur pada saat lemak dalam pipa
kapiler yang berada dalam air menjadi cukup leleh untuk naik dalam pipa kapiler.
Titik cair lemak merupakan karakteristik nyata yang berkaitan dengan metode
penentuan dari eksperimen, dan bukan merupakan karakteristik fisik dasar seperti
oada senyawa murni (Timms 1994). Tiap asam lemak murni mempunyai titik

94

leleh spesifik. Minyak dan lemak merupakan campuran esensial dari berbagai
asam lemak sebagai trigliserida (seperti stearat, oleat dan linolenat), sehingga
tidak memiliki titik cair yang tajam (sharp)(Lawson 1995).
Menurut Lawson (1995), faktor-faktor yang penting dalam menentukan titik
cair dan melting behaviour dari suatu produk antara lain adalah:
1.

Rata-rata panjang rantai dari asam lemak. Semakin panjang rantai maka titik
cairnya semakin tinggi.

2.

Posisi asam lemak pada molekul gliserol juga mempengaruhi titik cair.

3.

Proporsi relatif dari asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Semakin
tinggi proporsi asam lemak tidak jenuh, maka titik cairnya akan semakin
rendah.

4.

Teknik pengolahan, seperti derajat hidrogenasi dan winterisasi


Pada reduced fat spreads (RFS), minyak atau lemak sangat besar

pengaruhnya walaupun jumlahnya sangat sedikit dalam emulsi. Hal ini dapat
mempengaruhi sifat sensori dan penerimaan konsumen dengan menambah
kelezatan, tekstur dan nilai nutrisi. Tekstur seperti konsistensi, plastisitas, dan
struktur, merupakan karakteristik penting dari RFS dan ditentukan oleh sifat fisik
minyak

dan lemak yang digunakan. Pengukuran fisik yang digunakan yaitu

kandungan lemak padat. Solid fat content (SFC) menggambarkan jumlah kristal
lemak dalam campuran, berperan pada banyak karakteristik produk seperti
penampilan umum, memudahkan kemasan, sifat organoleptik, memudahkan
penyebaran (spreading), dan pengeluaran minyak. SFC antara 4 dan 10 C
menentukan kemudahan penyebaran pada produk pada suhu refrigerator. SFC
tidak lebih dari 32% pada suhu 10 C penting untuk spreadibilitas yang bagus
pada suhu refrigerator. SFC pada suhu 20 dan 22 C menentukan stabilitas produk
dan tahan terhadap pengeluaran minyak pada suhu kamar. SFC antara 35 dan 37
C menentukan kekentalan dan sifat pelepasan flavor RFS dalam mulut (Lida dan
Ali 1998). SFC dari minyak sawit merupakan konstituen utama dalam margarin,
shortening dan spreads, dimana stearin digunakan sebagai hardstock (Berger dan
Idris 2005).
Pada industri komersial, parameter solid fat content untuk bahan baku
minyak dan produk akhir margarin ditetapkan pada lima tingkat suhu, yaitu 20-40

95

C dengan interval suhu 5C. Parameter tersebut ditetapkan oleh bagian research
and development perusahaan pusat untuk digunakan oleh perusahaan cabang di
berbagai negara, sehingga beberapa parameter menjadi kurang siginifikan
ditetapkan di Indonesia. Misalnya SFC pada suhu 20 dan 25 C merupakan
parameter yang ditetapkan untuk kestabilan produk selama distribusi di negara
subtropis, sehingga nilainya akan menjadi kurang signifikan untuk diterapkan di
Indonesia. Nilai SFC pada suhu 30 C ditujukan untuk kestabilan produk selama
transportas/distribusi di negara tropis dan berperan sebagai aplikasi bakery,
sedangkan SFC pada suhu 35 C ditujukan untuk penerimaan konsumen dari segi
organoleptik (oral melting) atau palatability (Setiawan 2007).
Konsistensi dan stabilitas emulsi margarin dan table spreads lainnya
tergantung pada kristalisasi. Patahan beku dari minyak margarin yang diamati
melalui mikroskop elektron memperlihatkan kristalin alami dari droplet air
sebagai fase kontinyu dari matriks lemak yang terlihat seperti jaringan struktur
yang terkoneksi, terdiri dari kristal tunggal dan seperti lembaran agregat-agregat
kristal. Dua faktor yang paling menentukan pengaruh minyak margarin pada sifat
tekstur produk akhir adalah jumlah lemak padat dan kondisi dimana margarin
diproduksi (Chrysam 1996). Penentuan jumlah padatan lemak merupakan salah
satu prosedur analisis yang paling penting dalam industri minyak, lemak dan
produk turunannya (Setiawan 2007).
Stabilitas struktur margarin dipengaruhi oleh sifat kisi-kisi kristal dan oleh
jumlah lemak padat yang ada. Banyak senyawa organik atau campuran seperti
lemak dapat memadat menjadi lebih dari satu pola kristalin (polimorfisme).
Bentuk kristal primer dari trigliserida adalah , dan , merupakan tiga macam
pengaturan potongan dan silangan rantai asam lemak (Chrysam 1996). Bentuk ,
dan merupakan hasil interaksi komponen asam lemak dari campuran
trigliserida dan dari kecepatan perubahan fase dari bentuk cair ke padat. Bentuk
adalah yang paling kurang stabil dan titik leleh kristalnya paling rendah, terbentuk
jika kondisi pendinginan yang cepat sewaktu proses pembuatan. Struktur relatif
lebih stabil, terdiri dari jaringan yang halus, karena karena luas permukaannya
yang besar, maka mampu me-imobilisasi sejumlah besar minyak cair dan droplet
fase mengandung air. Sedangkan bentuk merupakan bentuk kristal yang paling

96

stabil dan titik leleh kristalnya paling tinggi, biasanya disertai dengan tesktur
kasar dan berpasir terdiri dari banyak kristal (Bumbalough 2000).
Bentuk kristal paling dikehendaki dalam pembuatan shortening, margarin
maupun produk-produk bakery karena bentuk kristal yang tidak terlalu padat ini
dapat membantu pemasukan gelembung-gelembung udara berukuran kecil
sehingga menghasilkan produk-produk bersifat lebih plastis dan berkrim (creamy)
(Orthoefer 1997). Ukuran kristal lemak biasanya 1-10 m. Bentuk merupakan
transparan yang mudah pecah sekitar 5 m. Bentuk berupa jarum tipis kira-kira
1 m panjangnya. Kristal lebih besar, berukuran 25-50 m. Bentuk peralihan
dikatakan berukuran 3-5 m (Lawson 1995).

97

BAHAN DAN METODE


Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan dari bulan Mei 2007 sampai Maret 2008, di
Laboratorium Southeast Asian Food & Agriculture Science and Technology
(SEAFAST) Center IPB dan Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Bahan dan Alat


Bahan baku yang digunakan adalah minyak sawit kasar (CPO) merah,
minyak kelapa (coconut oil) merk BARCO dan Lipozyme TL IM (Lipase
Thermomyces lanuginosa imobil) yang merupakan produk Novo Nordisk
Bioindustrial Ltd, Denmark. Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah heksan
p.a., aseton teknis, alkohol 90%, NaOH, asam asetat glasial, kloroform, petroleum
eter, dietil eter, Rhodamine 6G, 2, 7-dichlorofluorescein, KI, CCl4, indikator
larutan pati, larutan Wijs, HCl, fenolftalein, akuades, standar internal (asam
margarat), metanol, NaCl 0,88%, NaOH metanolik 0,5 N, BF3-metanol, NaCl, dan
Na2SO4 anhidrat.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan, oilbath, hot
plate, pompa vakum, termometer, cawan, oven, gelas piala, pipa kapiler, tabung
reaksi, pipet tetes, kertas saring, corong kaca, buret, labu takar, erlenmeyer, plat
Kromatografi

Lapis

Tipis,

bejana

pengembang,

refrigerator,

sentrifuge,

spektrofotometer, mikroskop polarisasi, Nuclear Magnetic Resonance (NMR) dan


Gas Chromatography (GC).

Metode Penelitian
Karakteristik Kimia Bahan Baku (Minyak
Minyak Kelapa) untuk Interesterifikasi Enzimatik

Sawit

Merah

dan

Pertama dilakukan proses pemurnian CPO yang terdiri dari degumming,


netralisasi dan fraksinasi pada CPO. Proses netralisasi dan fraksinasi
menghasilkan tiga macam bahan baku interesterifikasi enzimatik yaitu neutralized
red palm oil (NRPO), red palm olein (Rpo), dan red palm stearin/red palm olein

98

50:50 b/b (Rps/Rpo). Lalu dilakukan analisis kimia pada NRPO, Rpo, Rps/Rpo
dan coconut oil (CNO). Analisis kimia yang dilakukan adalah kadar air, kadar
asam lemak bebas, bilangan peroksida, bilangan iod, total karotenoid, komposisi
mono dan diasilgliserol (M-DAG) dan komposisi asam lemak.
Proses Degumming
Degumming dilakukan dengan menambahkan 1,5 ml asam fosfat (H3PO4)
85% pada 1 liter CPO. Pemanasan dilakukan dengan hot plate hingga suhu 80 C
sambil diaduk. Setelah mencapai suhu 80 C, dipertahankan selama 15 menit,
selanjutnya minyak disaring untuk memisahkan gum yang terbentuk. Proses
penyaringan dilakukan dengan pompa vakum dan kertas saring dalam keadaan
panas. Proses degumming dapat dilihat pada Gambar 2.

1 liter CPO

1,5 ml H3PO4 85%

Pemanasan
(T = 80 C, 15)

Penyaringan

DRPO
Gambar 2. Prosedur proses degumming minyak sawit (Masud 2007)
Proses Netralisasi
Proses netralisasi dilakukan pada minyak sawit yang telah di-degumming
(degummed red palm oil/DRPO). Pemanasan dilakukan pada 1 liter DRPO sampai
suhu 59 C, lalu ditambahkan NaOH 16 B yang jumlahnya telah ditentukan
berdasarkan kadar asam lemak bebas CPO. Suhu tersebut tetap dipertahankan
selama 25 menit sambil terus diaduk. Sabun yang terbentuk dipisahkan dengan

99

sentrifugasi pada 2500 rpm selama 20 menit dan didapat neutralized red palm oil
(NRPO) sebagai bahan baku I. Tahapan netralisasi dapat dilihat pada Gambar 3.

1 liter DRPO

Pemanasan
(T = 59 C, 25)

Sentrifugasi
V= 2500 rpm , 25

Penambahan
NaOH 16 B

Sabun

NRPO
Gambar 3. Prosedur proses netralisasi minyak sawit (Masud 2007)
Proses Fraksinasi
Proses fraksinasi dalam penelitian ini menggunakan metode Aini et al.
(2001) yang dimodifikasi, dimana metode Aini et al. (2001) adalah minyak
dipanaskan pada suhu 70 C untuk menghancurkan kristal-kristal yang ada.
Minyak diagitasi dengan kecepatan 12 rpm untuk menjaga tetap homogen dan
untuk mencegah pengendapan. Kristal terbentuk pada saat sampel didinginkan.
Proses fraksinasi dihentikan ketika suhu mencapai 21 C. Dua fraksi didapat yaitu
stearin (padat) dan olein (cair). Kedua fraksi dipisahkan dengan penyaringan
vakum.
Modifikasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah NRPO dipanaskan
pada suhu 60 C untuk meminimalisasi kerusakan karoten, lalu proses fraksinasi
dihentikan pada suhu ruang lab ( 25C). NRPO dipindahkan ke dalam tabung
sentrifus 50 ml dan diendapkan/didiamkan semalam. Pemisahan fraksi padat
merah (red palm stearin) dan fraksi cair merah (red palm olein) dilakukan dengan
sentrifugasi pada kecepatan 2500 rpm selama 25 menit. Red palm olein (Rpo)

100

merupakan bahan baku II dalam proses interesterifikasi enzimatik. Kemudian red


palm stearin dan red palm olein yang sudah dipisah dicampur kembali dengan
rasio 50:50 %b/b (Rps/Rpo) dan menjadi bahan baku III. Proses fraksinasi dapat
dilihat pada Gambar 4.
NRPO

Pemanasan
(T= 60 C, 30)

Pemindahan ke tabung sentrifus 50 ml

Penyimpanan di tempat gelap


semalam, T ruang

Pemisahan fraksi padat dan cair


Sentrifugasi
(V=2500 rpm, 25)

Fraksi padat merah (red palm stearin)

Fraksi cair merah (red palm olein)

Gambar 4. Prosedur proses fraksinasi (modifikasi Aini et al. 2005)


Penentuan Rasio Campuran Bahan Baku (Minyak Sawit Merah dan
Minyak Kelapa) pada Interesterifikasi Enzimatik
Pada tahap ini dilakukan proses interesterifikasi enzimatik dari tiga macam
bahan baku sawit (NRPO, Rpo dan Rps/Rpo) dengan CNO. Masing-masing bahan
baku dicampur dengan dengan enam rasio. Rasio pencampuran antara tiga bahan
baku dengan CNO dapat dilihat pada Tabel 11. Kemudian ditentukan rasio yang
mempunyai slip melting point (SMP) paling mendekati kisaran SMP spreads dan
margarin komersial. Pengukuran SMP merupakan karakter awal untuk menyeleksi
rasio terbaik.

101

Tabel 11. Perlakuan rasio campuran bahan baku (minyak sawit merah dan
minyak kelapa) pada interesterifikasi enzimatik
Ratio tiga jenis bahan baku sawit dengan CNO

Kode

NRPO/CNO b/b
60:40
NC64
70:30
NC73
75:25
NC72
77,5:12,5
NC71
80:20
NC82
82,5:17,5
NC81
Rpo/CNO b/b
60:40
OC64
70:30
OC73
75:25
OC72
77,5:12,5
OC71
80:20
OC82
82,5:17,5
OC81
(Rps/Rpo)/CNO b/b
60:40
SOC64
70:30
SOC73
75:25
SOC72
77,5:12,5
SOC71
80:20
SOC82
82,5:17,5
SOC81
NRPO : Neutralized Red Palm Oil, Rpo: Red palm olein, Rps: Red palm stearin,
CNO: Coconut Oil
Prosedur interesterifikasi enzimatik dilakukan dengan modifikasi metode
Zhang et al. (2001), dimana Zhang et al. (2001) melakukan dengan reaktor dan
pengadukan dengan stirrer impeller. Kondisi yang digunakan adalah suhu 60 C,
stirring 700 rpm, dosis enzim 10% b/b dan waktu reaksi 6 jam. Sedangkan dalam
penelitian ini modifikasi yang dilakukan adalah alat yang digunakan adalah rotary
shaker bath, kecepatan agitasi 200 rpm dan waktu reaksi yang digunakan 4
jam.
Prosedur lengkapnya yaitu NRPO, Rpo dan Rps/Rpo ditambahkan CNO
masing-masing dengan rasio sesuai perlakuan sebanyak 10 g. Lalu sampel
perlakuan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 25 ml. Kemudian sampel diagitasi
dengan rotary shaker bath pada kecepatan 200 rpm dan suhu 60 C. Setelah
mencapai suhu 60 C dan sampel minyak telah meleleh sempurna, dilakukan
pengambilan sampel pengukuran slip melting point (SMP) campuran sebelum

102

interesterifikasi enzimatik, baru kemudian dimasukkan enzim Lipozyme TL IM


sebanyak 10% b/b dan di-shaker kembali selama 4 jam. Semua perlakuan dibuat
dua ulangan. Pada tahap ini juga dibuat kontrol (bahan yang sama dengan kondisi
yang sama namun tanpa enzim). Hasil interesterifikasi tersebut diangkat dan
Lipozyme TL IM disaring. Pada sampel minyak hasil interesterifikasi yang telah
disaring, dilakukan pengambilan sampel pengukuran SMP campuran setelah
interesterifikasi enzimatik. Kemudian sampel minyak disimpan ke dalam botol
kaca gelap, dihembus gas N2, di-seal dengan parafilm dan disimpan dalam
refrigerator. Tahapan kerja interesterifikasi enzimatik dapat dilihat pada Gambar
5.
NRPO

Rpo

Rps/Rpo

Penambahan CNO sesuai perlakuan

Pemasukkan ke dalam erlenmeyer

Shaker sampai suhu mencapai 60 C


(V=200 rpm)

Pengambilan sampel SMP bahan baku, ditambah enzim 10% b/b

Shaker selama 4 jam


(V=200 rpm, T=60 C)

Penyaringan enzim dan pengambilan sampel SMP produk

Hasil interesterifikasi enzimatik disimpan


Gambar 5. Prosedur interesterifikasi enzimatik (modifikasi Zhang et al. 2001)

103

Selanjutnya dilakukan pengukuran slip melting point (SMP) produk


interesterifikasi enzimatik. Jika nilai SMP produk berada dalam kisaran SMP
spreads komersial, maka produk tersebut akan dianalisis lebih lanjut pada
penelitian utama.
Karakterisasi Sifat Fisikokimia Produk Interesterifikasi Enzimatik dari
Bahan Baku Terpilih
Karakter yang dianalisis adalah kadar air dan asam lemak bebas, komposisi
mono dan diasilgliserol (M-DAG), slip melting point (SMP), total karotenoid,
solid fat content (SFC), serta sifat kristalisasi lemak.

Rancangan Percobaan
Pada penelitian ini digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial
dengan 1 faktor. Respon pengamatan yang diolah yaitu slip melting point (SMP)
bahan baku, produk dan kontrol, total karotenoid bahan baku dan produk, dan
solid fat content (SFC) pada bahan baku dan produk pada 6 suhu pengamatan.
Setiap perlakuan mempunyai 4 ulangan. Model matematis dari rancangan acak
lengkap faktorial adalah sebagai berikut :
Yij =

+ i + ij

Keterangan: Yijk = Respon pengamatan

= Pengaruh rataan umum (nilai tengah umum)

= Pengaruh perlakuan

ij

= Pengaruh galat percobaan

Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Varians (Anova) pada


RAL. Selanjutnya data hasil Anova yang berpengaruh nyata diuji lanjut dengan
uji Duncan's Multiple Range Test (DMRT). Semua kegiatan pengolahan data
dilakukan dengan menggunakan software SAS. Angka yang diikuti huruf yang
sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.

104

Metode Analisis
Kadar Air (AOAC, 1995)
Sejumlah 5,0 g sampel dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui
beratnya. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 100 C hingga
diperoleh berat yang konstan. Perhitungan kadar air dilakukan dengan
menggunakan rumus:
c-(a-b)
KA =

x 100%
c

Keterangan : a = Berat cawan dan sampel (g)


b = Berat cawan dan sampel akhir (g)
c = Berat sampel awal (g)
Kadar Asam Lemak Bebas (AOCS Official Method Ca 5a-40 1993)
Sampel sebanyak 7,05 0,05 g dilarutkan dalam 75 ml alkohol 95% netral,
dipanaskan selama 10 menit dalam hot plate sambil diaduk, lalu ditambahkan 3-5
tetes indikator PP 1%. Setelah itu dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,25 N
hingga warna merah muda tetap. Asam lemak bebas dinyatakan sebagai persen
asam lemak, dihitung sampai dua desimal dengan menggunakan rumus:
MxVxT
Kadar ALB =
10 m
Keterangan : M = Bobot molekul asam lemak (256 untuk minyak sawit
dan 205 untuk CNO)
V = Volume NaOH yang diperlukan dalam peniteran (ml)
T = Normalitas NaOH
m = Bobot contoh (gram)

Bilangan Peroksida (AOCS Official Method Cd 8-53 1993)


Sampel sebanyak 5 0,05 g dilarutkan dalam 30 ml campuran larutan dari
asam asetat glasial dan kloroform (2:3). Lalu dilakukan penambahan larutan KI
jenuh sebanyak 0,5 ml sambil dikocok dan 30 ml akuades. Selanjutnya titrasi
dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N dengan indikator pati

105

sehingga warna kebiruan berubah menjadi jernih. Blanko dibuat dengan cara yang
sama. Bilangan peroksida dihitung dengan rumus:
Miligram oksigen per 100 gram =

(V1 V0) x N x 8x 1000


m

Keterangan : V1 = Volume larutan natrium tiosulfat untuk minyak (ml)


V0 = Volume larutan natrium tiosulfat untuk blanko (ml)
N = Normalitas larutan standar natrium tiosulfat yang
digunakan
m = Bobot minyak (g)
8 = Setengah dari berat atom oksigen

Bilangan Iod (AOCS Official Method Cd 1-25 1993)


Sampel minyak sebanyak 0,5 g dalam erlenmeyer 500 ml, ditambahkan 20
ml larutan CCl4 dan 25 ml larutan Wijs, kemudian dicampur merata dan disimpan
dalam ruang gelap selama 30 menit pada suhu 25 C. Selajutnya ditambahkan 20
ml larutan KI 15% dan 100 ml akuades, lalu dititrasi dengan larutan Na2S2O3
0,1N sampai larutan berwarna kekuningan. Setelah itu ditambahkan indikator pati
dan dititrasi kembali sampai warna biru hilang. Blanko dibuat dengan cara yang
sama tanpa menggunakan minyak. Bilangan iod dinyatakan sebagai gram iod
yang diserap per 100 gram dihitung sampai dua desimal dengan menggunakan
rumus:

Bilangan Iod =

12,69 x T (V3 V4)


m

Keterangan: T

= Normalitas larutan standar natrium tiosulfat 0,1 N

V3

=Volume larutan natio 0,1 N blanko (ml)

V4

=Volume larutan natio 0,1 N sampel (ml)

12,69 = Berat atom iod


m

= Berat sampel (g)

106

Komposisi M-DAG (modifikasi Gunstone et al. 1994)


Analisis komposisi M-DAG dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis
(KLT) atau Thin Layer Chromatography (TLC). Sebanyak 100 mg sampel
dilarutkan dalam 0,1 ml kloroform. Sebanyak 1 m larutan diaplikasikan pada
lempeng TLC dalam bentuk spot bulat dengan jarak antar spot adalah 2 cm.
Lempeng TLC dielusi menggunakan campuran pelarut petroleum eter : dietil eter
: asam asetat glasial yang telah dijenuhkan sebelumnya. Setelah elusi dilakukan
selama 1,5 jam, lempeng dikeluarkan dari bejana pengembang dan dibiarkan
beberapa menit sampai uap yang masih tertinggal hilang.
Identifikasi yang dilakukan adalah pewarnaan dengan larutan fluoresens
seperti Rhodamine 6G atau 2, 7-dichlorofluorescein yang disemprotkan pada
lempeng kemudian spot yang terbentuk dilihat di bawah sinar UV dengan panjang
gelombang 256 nm. Spot yang telah terbentuk diberi tanda kemudian diplotkan ke
dalam kertas pemetaan (kalkir).

Slip Melting Point (SMP) (AOCS Official Method Cc 3-25 1993)


Pipa kapiler yang berdiameter 1 mm dan panjang 10 cm dicelupkan ke
dalam sampel minyak yang sudah dipanaskan setinggi 1 cm, lalu bagian luar
pipa kapiler dibersihkan dengan tisu. Pipa kapiler disimpan di dalam refrigerator
(suhu 4-10 C) selama 16 jam (semalaman). Kemudian dipasangkan pada
termometer dengan diikat karet sejajar dengan ujung termometer. Termometer
dicelupkan ke dalam gelas piala diatas hot plate berisi air dengan suhu 8-10 C
dibawah SMP sampel. Hot plate dinyalakan dengan kenaikan suhu 1 C per
menit. Air dalam gelas piala akan naik suhunya, pada suhu tertentu sampel
minyak dalam kapiler akan mencair ditandai dengan meluncur naiknya sampel.
Selang suhu termometer saat sampel minyak mulai naik sampai sampel minyak
berada diatas batas 1 cm dicatat.

Total Karotenoid (PORIM p2.6 1995)


Sampel dilelehkan dan dihomogenisasi. Kemudian sampel sebanyak 0,1 g
dilarutkan dengan heksan p.a. ke dalam labu takar 25 ml sampai tanda tera, lalu
dikocok hingga benar-benar homogen. Selanjutnya absorbansi diukur dengan

107

spektrofotometer pada panjang gelombang 446 nm. Total karotenoid dihitung


dengan menggunakan rumus:
25 x 383 x absorbansi
Total karotenoid (ppm) =
Berat sampel (g) x 100
Sifat Kristalisasi Lemak (Narine dan Marangoni 1999)
Sifat kristalisasi lemak campuran sebelum dan setelah interesterifikasi
enzimatik diamati dengan mikroskop polarisasi cahaya (Olympus BH-2). Sampel
dipreparasi dengan dilelehkan pada suhu 80 C dan diteteskan pada gelas objek
lalu ditutup dengan cover glass yang sebelumnya juga telah dipanaskan pada suhu
80 C. Lalu sampel disimpan di refrigerator bersuhu 4 C selama 1 jam. Hal ini
dilakukan agar sampel telah mengalami kristalisasi yang baik saat diamati.
Kemudian rata-rata ukuran kristal lemak diukur dengan cara menjumlahkan
diameter semua kristal lemak dalam satu bidang pandang lalu dibagi jumlah
kristal. Satu perlakuan diamati dengan 10 kali bidang pandang. Fotomikrograf
diambil pada perbesaran 400 kali.

Solid Fat Content (SFC) (Anonymous 1999)


Pengukuran SFC dilakukan menggunakan alat nuclear magnetic resonance
(NMR) Bruker Minispec PC 100 NMR Analyzer. Pre-treatment atau prosedur
stabilisasi sangat menentukan jumlah dan tipe kristal lemak yang terbentuk, dan
konsekuensinya terhadap kandungan solid (solid content) yang diukur dengan
NMR. Prosedur stabilisasi dan tempering untuk pengukuran SFC margarin, sesuai
dengan yang dikeluarkan oleh Bruker (Typical Applications for Food Industry:
Minispec Application Note 8).
Sampel diisikan ke dalam tabung NMR setinggi 2,5 cm. Sebelum
dianalisis, sampel dipanaskan pada suhu 80 C agar meleleh sempurna untuk
meyakinkan

homogenitasnya.

Kemudian

sampel

yang

telah

meleleh

dipertahankan pada suhu 60 C selama 5 menit. Selanjutnya sampel disimpan


pada suhu 0 C selama 60 menit. Sebelum analisis SFC, sampel dipertahankan

108

dulu pada masing-masing suhu pengukuran yaitu 10, 20, 25, 30, 35, 40 C selama
30-35 menit.
Analisis Komposisi Asam Lemak (AOCS Official Method Ce 1-62 1993)
Semua sampel kecuali CNO diekstraksi lemaknya terlebih dahulu dengan
menggunakan metode Folsch. Sampel ditimbang 0,5 g dalam erlenmeyer 100
ml. Kemudian ditambahkan larutan standar internal asam margarat (1,0 mg asam
margarat dalam 1,0 ml heksan) sebanyak 8 sampai 10 mg. Ditambahkan
kloroform dan metanol (2:1) sebanyak 20 ml, kemudian distirrer minimal 1 jam.
Sampel disaring dengan kertas Whatman lalu ditambahkan NaCl 0,88% sebanyak
4 ml ke dalam filtrat lalu di vorteks. Setelah terbentuk 2 fase dimana fase atas
adalah fase air dan protein, sedangkan fase bawah merupakan lemaknya, fase atas
dibuang dengan pipet. Fase bawah disaring lagi dengan natrium tiosulfat untuk
menyerap air yang masih tersisa dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup ulir.
Kemudian sampel dihembus atau dipekatkan dengan gas N2 untuk menguapkan
pelarutnya.
Setelah sampel diekstrak, dilakukan preparasi metil ester asam lemak
menggunakan metode BF3-metanol. Pada prinsipnya trigliserida disabunkan untuk
membebaskan asam-asam lemak, yang kemudian diesterifikasi dengan metanol
menggunakan bantuan katalisator BF3 (boron trifluoroda). Untuk kuantifikasi
digunakan standar internal asam margarat (C17).
Sampel hasil ekstraksi dalam tabung reaksi bertutup ulir, ditambahkan 1,5
ml NaOH 0,5 N dalam metanol, dihembus dengan gas N2, selanjutnya dipanaskan
dalam penangas air pada suhu 100 C selama 5 menit untuk melarutkan lemak
agar tercampur lebih merata dalam larutan, kemudian didinginkan dengan air
mengalir.
Ditambahkan 2 ml BF3-metanol 14% b/v dan dihembus dengan gas N2,
dipanaskan dalam penangas air pada suhu 100 C selama 30 menit, kemudian
didinginkan pada suhu 30-40 C. Ditambahkan 1 ml heksan, dihembus gas N2
lalu divorteks selama 30 detik. Selajutnya ditambahkan 15 ml NaCl jenuh guna
menyempurnakan pencampuran metil ester dalam metanol dan heksan, divorteks
kemudian dibiarkan sehingga terpisah menjadi dua fase. Lapisan atas (asam lemak

109

dalam heksan) diambil dengan pipet kemudian dimasukkan dalam tabung vial
berisi Na2SO4 anhidrat.
Metil ester siap diinjeksi pada Gas Chromatography (GC). Identifikasi
Asam Lemak (AL) menggunakan alat kromatografi (GC-9AM) dengan kolom
kapiler DB.23P/N 122-2332 (30 m, diameter dalam 0,25 mm). Temperatur
terprogram (120 C selama 6 menit dengan kenaikan 30 C/menit sampai 230 C),
Flame Ionization Detector (FID) dengan gas pembawa Helium 1 mmHg.
Perhitungan Response Factor (RF) dengan menggunakan standar eksternal
yang disuntik yaitu Standar FAME (Fatty Acid Metil Ester), dengan
menggunakan rumus:

RF =

Area C17 x mg Al
Area AL x mg C17

mg AL/100 g bahan =

Area AL x mg C17 x RF
Area C17 x g sampel

110

HASIL DAN PEMBAHASAN


Karakteristik Kimia Bahan Baku (Minyak Sawit Merah dan
Minyak Kelapa) untuk Interesterifikasi Enzimatik
Komposisi Asam Lemak
Minyak sawit merah yang telah dimurnikan yaitu neutralized red palm oil
(NRPO), red palm olein (Rpo), dan red palm stearin/red palm olein 50:50 b/b
(Rps/Rpo) serta CNO dianalisis terlebih dahulu sebelum digunakan dalam
interesterifikasi enzimatik ini. Karakter yang dianalisis adalah komposisi asam
lemak, kadar air, bilangan peroksida, bilangan iod, dan total karotenoid.
Komposisi asam lemak bahan baku interesterifikasi enzimatik dapat dilihat pada
Tabel 12.
Tabel 12. Komposisi asam lemak (g asam lemak/100 g lemak terekstrak (%)) dari
empat macam bahan baku interesterifikasi enzimatik
Asam Lemak
NRPO
Rpo
Rps/Rpo
CNO
Asam Lemak Jenuh
C8:0
oktanoat
9,50 0,16
C10:0 kaprat
5,81 0,16
C12:0 laurat
0,21 0,01 0,23 0,02
2,85 0,26 42,02 0,96
C14:0 miristat
0,83 0,08 0,80 0,05
1,88 0,09 16,38 0,17
C16:0 palmitat 36,34 1,11 34,33 0,66
37,98 1,05 9,80 0,38
C18:0 stearat
3,76 0,24 3,75 0,13
4,18 0,17 3,27 0,32
C20:0 arakidat
0,39 0,01 0,40 0,02
0,42 0,04 0,12 0,01
Asam Lemak Tidak Jenuh
C18:1 oleat
35,00 0,96 36,96 0,53
35,97 0,64 8,03 0,65
C18:2 linoleat 12,66 0,05 13,50 0,13
12,96 0,24 2,74 0,22
C18:3 linolenat 0,48 0,03 0,52 0,02
0,50 0,03
NRPO : Neutralized Red Palm Oil, Rpo: Red palm olein, Rps: Red palm stearin,
CNO: Coconut Oil
Minyak dan lemak merupakan campuran dari gliserida-gliserida dengan
susunan asam-asam lemak yang tidak sama. Pemisahan asam lemak dilakukan
berdasarkan berat molekul dan ketidakjenuhannya (Meyer 1982). Gambar 6
memperlihatkan bahwa jenis asam lemak NRPO, Rpo, dan Rps/Rpo hampir sama,
hanya pada NRPO didominasi oleh asam palmitat sebesar 36,34%, Rpo
mengandung asam oleat sebesar 36,96%, serta Rps/Rpo mengandung asam
palmitat sebesar 37,98%. Komposisi asam lemak minyak sawit juga dianalisis

111

oleh Gee (2007) yaitu NPO disusun oleh asam palmitat sebesar 44,14% lalu
diikuti oleh asam oleat sebesar 39,04%. Sedangkan olein disusun oleh asam oleat
sebesar 41,51% diikuti oleh asam palmitat sebesar 40,93%. Perbedaan persentase
asam lemak disebabkan oleh perbedaan dalam proses pemurnian dan fraksinasi
minyak.

g AL/100 g lemak terekstrak (%)

100
C20:0
C18:3
C18:2
C18:1
C18:0
C16:0
C14:0
C12:0
C10:0
C8:0

80
60
40
20
0
NRPO

Rpo

Rps/Rpo

CNO

Bahan Baku

Gambar 6. Komposisi asam lemak dari empat macam bahan baku interesterifikasi
enzimatik
Jenis asam lemak terbesar yang dikandung oleh CNO adalah asam laurat
sebesar 42,02% yang diikuti oleh asam miristat sebesar 16,38%. Hal ini
mendekati hasil analisis Min (1992) bahwa CNO mempunyai asam lemak terbesar
adalah asam laurat (45,88%) dan miristat (18,9%).

Kadar Air, Asam Lemak Bebas, Bilangan Peroksida dan Bilangan Iod
Hasil analisis kadar air, asam lemak bebas, bilangan peroksida, dan bilangan
iod pada CPO dan empat macam bahan baku interesterifikasi enzimatik dapat
dilihat pada Tabel 13. Kadar air paling tinggi dimiliki oleh CPO (0,043%), disusul
oleh NRPO (0,035%), lalu Rps/Rpo (0,016%), Rpo (0,015%) dan yang paling
kecil adalah CNO sebesar 0,002%.
Menurut Willis dan Marangoni (2002), kadar air optimal untuk
interesterifikasi oleh lipase berkisar di antara 0,04% sampai 11% (w/v), walaupun

112

kebanyakan reaksi membutuhkan kadar air kurang dari 1% untuk interesterifikasi


yang efektif. Oleh karena itu kadar air bahan baku masih termasuk ke dalam
kisaran kadar air yang baik untuk interesterifikasi enzimatik.
Dengan adanya asam lemak bebas (ALB) maka diperkirakan terjadi
hidrolisis. Air dapat menghidrolisis minyak menjadi gliserol dan asam lemak
bebas. Oleh karena itu semakin tinggi kadar air maka semakin tinggi pula kadar
asam lemak bebasnya. Proses hidrolisis ini dibantu oleh adanya asam, alkali, uap
air, panas dan enzim lipolitik (lipase) dan berupa logam katalis seperti Cu dan Fe
(Ketaren 2005).
Hal ini sesuai dengan data kadar asam lemak bebas pada Tabel 13 yaitu
kandungan ALB terbesar dimiliki oleh CPO (3,88%) diikuti Rps/Rpo (0,79%),
NRPO (0,64%), Rpo (0,51%) dan CNO (0,13%). Adanya diasilgliserol (DAG)
pada plat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) (Gambar 51) menunjukkan telah terjadi
hidrolisis pada bahan baku yang menghasilkan DAG dan ALB. Menurut Hartley
(1977), asam lemak bebas sudah terdapat di dalam minyak sejak bahan tersebut
mulai dipanen dan jumlahnya terus bertambah selama proses pengolahan dan
penyimpanan. Sulit untuk menurunkan kadar air dalam penelitian ini karena
dengan pengovenan diduga kandungan karoten akan rusak.
Tabel 13. Analisis kadar air (%), kadar asam lemak bebas (%), bilangan peroksida
(mg oksigen/100 gram minyak) dan bilangan iod (mg/g) pada bahan
baku interesterifikasi enzimatik
Sampel
Kadar Air (%)
ALB (%)
Bil. Peroksida
Bilangan Iod
CPO
0,043 0,0025
3,88 0,073
2,14 0,025
50,61 2,098
NRPO
0,035 0,0030
0,64 0,038
2,32 0,066
51,24 0,382
Rpo
0,015 0,0012
0,51 0,022
4,16 0,042
52,49 0,165
Rps/Rpo 0,016 0,0010
0,79 0,026
4,22 0,021
49,51 0,333
CNO
0,002 0,0001
0,13 0,010
0,73 0,024
10,36 0,287
*CPO: Crude Palm Oil, NRPO : Neutralized Red Palm Oil, Rpo: Red palm olein,
Rps: Red palm stearin, CNO: Coconut Oil
*Data Standar Deviasi.
Bilangan peroksida mengambarkan minyak telah mengalami oksidasi akibat
kontak dengan oksigen. Oksidasi mengakibatkan pembentukan peroksida dan
hidroperoksida. Tingkat selanjutnya adalah terurainya asam-asam lemak disertai
dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam

113

lemak bebas. Kenaikan bilangan peroksida hanya indikator bahwa minyak


sebentar lagi akan berbau tengik (Ketaren 2005).
Rpo dan Rps/Rpo mempunyai bilangan peroksida paling tinggi yaitu 4,16
dan 4,22 mg oksigen/100 gram minyak. Hal ini karena dari Tabel 12. bahan baku
Rpo dan Rps/Rpo mempunyai asam lemak tidak jenuh yang tinggi yaitu asam
oleat (C18:1) sebesar 36,96% dan 35,97% serta telah mengalami proses
pemurnian yang cukup panjang dengan beberapa kali pemanasan. Menurut
Ketaren (2005) konstituen yang mudah mengalami oksidasi spontan adalah asam
lemak tidak jenuh yaitu pada ikatan rangkapnya. Menurut Ketaren (2005) salah
satu faktor yang mempercepat oksidasi adalah suhu tinggi, sinar (UV dan biru)
serta ionisasi radiasi (, , dan x). CNO mempunyai bilangan peroksida sangat
rendah yaitu 0,73 mg oksigen/100 gram minyak. Hal ini karena lebih dari 90%
asam lemak dalam minyak kelapa adalah jenuh (Tabel 12). Karakter jenuh ini
memberikan resistensi yang kuat terhadap ketengikan oksidatif (Canapi et al.
1996).
Bilangan iod menggambarkan banyaknya ikatan rangkap atau ikatan tidak
jenuh dalam minyak (Ketaren 2005). Hal ini menjelaskan data bilangan iod pada
Tabel 13 bahwa Rpo mempunyai bilangan iod paling tinggi (52,49 mg/g), diikuti
oleh NRPO (51,24 mg/g), CPO (50,61mg/g), Rps/Rpo (49,52 mg/g) serta CNO
yang terendah sebesar 10,36 mg/g. Tabel 12 menunjukkan Rpo memang memiliki
asam lemak tidak jenuh yang tinggi yaitu 50,98%, diikuti NRPO, Rps/Rpo dan
CNO. CNO memang mempunyai bilangan iod yang rendah yaitu sekitar 7-12,
karena kandungan asam lemak tidak jenuh minyak kelapa hanya berkisar antara
6,5-11,8% (Anderson 1996).

Total Karotenoid
Nilai total karotenoid pada CPO disyaratkan harus di atas 500 ppm karena
akan terjadi penurunan selama proses pengolahan. Tabel 14 menunjukkan bahwa
total karotenoid terbesar dimiliki oleh CPO yaitu sebesar 512,74 ppm. Menurut
Gee (2007), CPO merupakan sumber alami terbesar dari karotenoid. Rata-rata
sawit memiliki karotenoid berkisar antara 500-700 ppm, bervariasi menurut
tingkat kematangan dan genotip dari buah (Winarno 1999).

114

Tabel 14. Nilai total karotenoid (ppm) pada CPO dan tiga macam bahan baku
interesterifikasi enzimatik
Sampel
Total Karotenoid (ppm)
CPO
512,74
NRPO
511,31
Rpo
529,74
Rps/Rpo
463,43
CPO: Crude Palm Oil, NRPO : Neutralized Red Palm Oil, Rpo: Red palm olein,
Rps: Red palm stearin
Pada NRPO terjadi sedikit penurunan menjadi 511,31 ppm. Hal ini
disebabkan oleh proses pemanasan selama proses netralisasi. Lalu Rpo
mempunyai kandungan karoten yang cukup besar yaitu 529,74 ppm. Hal ini
karena selama proses fraksinasi, diasilgliserol, skualan, karotenoid dan tokoferol
dan tokotrienol lebih banyak terdistribusi pada olein, sedangkan monoasilgliserol,
sterol dan fosfolipid lebih banyak terdistribusi dalam stearin sawit (Gee 2007).
Hal ini juga menjelaskan Rps/Rpo mempunyai total karotenoid terendah yaitu
463,43 ppm.

Komposisi Mono dan Diasilgliserol (M-DAG)


Analisis komposisi M-DAG dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) atau
Thin Layer Chromatography (TLC) dilakukan pada CPO dan empat macam bahan
baku interesterifikasi enzimatik (Gambar 7). Ternyata pada CPO, NRPO, Rpo,
Rps/Rpo dan CNO selain trigliserida juga terdapat diasilgliserol (DAG).
Besarnya spot DAG pada semua sampel kurang lebih hampir sama. DAG
memiliki dua gugus rantai asam lemak dan sebuah gugus hidroksil (OBrien
1998).
Adanya DAG selain TAG diduga tidak terhindarkan sehubungan dengan
data kadar air dan asam lemak bebas. Telah terjadi hidrolisis pada bahan baku
sehingga menghasilkan diasilgliserol. Hal serupa juga terjadi pada Long et al.
(2003) yang melakukan transesterifikasi enzimatik antara flaxseed oil dengan
stearin dan olein sawit. Campuran bahan baku yang digunakan yaitu stearin
sawit/flaxseed oil dan olein sawit/flaxseed oil mempunyai kandungan DAG
mencapai 2,4 dan 5,2 %.

115

TAG

DAG

(a)

CPO

NRPO

Rpo

(b)

Rps/Rpo

CNO

Gambar 7. Hasil elusi M-DAG CPO, NRPO, Rpo, Rps/Rpo dan CNO pada
lempeng KLT (a) hasil pewarnaan plat KLT dengan larutan fluoresens;
(b) gambar spot pada kertas pemetaan

Penentuan Rasio Campuran Bahan Baku (Minyak Sawit Merah dan Minyak
Kelapa) pada Interesterifikasi Enzimatik
Nilai SMP pada campuran setelah interesterifikasi enzimatik dapat dilihat
pada Tabel 15. Nilai SMP interesterifikasi enzimatik ini menggunakan CPO yang
total karotenoidnya belum memenuhi syarat yaitu masih dibawah 500 ppm. Tetapi
nilai SMP dapat digunakan untuk acuan awal atau menyeleksi SMP yang sesuai
dengan SMP spreads komersial.
Dari semua perlakuan, nilai SMP paling tinggi dimiliki oleh perlakuan
NC81 yaitu sebesar 34,19 C, lalu diikuti perlakuan NC82, OC81, OC82, NC71,
SOC81 dan seterusnya dengan SMP 33,75; 33,59; 32,89; 32,29; 31,88 C dan
seterusnya. Produk dari NRPO mempunyai SMP paling tinggi diikuti produk dari
Rpo dan Rps/Rpo. Kemudian nilai SMP semakin tinggi dengan semakin besarnya
persentase minyak sawit. Hal ini karena SMP sawit lebih tinggi daripada CNO
dimana SMP NRPO 38,65 C, Rpo 24,65 C, serta Rps/Rpo 46,77 C. Sedangkan
SMP CNO 24,35 C. Sawit mempunyai komposisi yang lebih dominan pada
semua perlakuan, sehingga SMP campuran lebih mengikuti SMP sawit.

116

Tabel 15. Nilai slip melting point (SMP) campuran setelah interesterifikasi
enzimatik (IE)
SMP Setelah IE
Rasio tiga jenis bahan baku sawit dengan CNO Kode
(C)
NRPO/CNO b/b
60:40
NC64
28,41
70:30
NC73
29,04
75:25
NC72
31,50
77,5:12,5
NC71
32,29
80:20
NC82
33,75
82,5:17,5
NC81
34,19
Rpo/CNO b/b
60:40
OC64
25,94
70:30
OC73
28,29
75:25
OC72
31,05
77,5:12,5
OC71
31,66
80:20
OC82
32,89
82,5:17,5
OC81
33,59
(Rps/Rpo)/CNO b/b
60:40
SOC64
29,44
70:30
SOC73
30,35
75:25
SOC72
30,58
77,5:12,5
SOC71
31,13
80:20
SOC82
31,29
82,5:17,5
SOC81
31,88
Menurut Lida dan Ali (1998) semua produk komersial reduced fat spreads
(RFS) mempunyai SMP di bawah suhu tubuh yaitu sekitar 36-37 C, untuk tub
RFS mempunyai SMP 26-32 C. Menurut Berger dan Idris (2005), SMP soft tub
margarin mencapai 34-34,4 C dan SMP soft margarin 31,7 C. Mengacu
literatur di atas maka pada tahap ini dipilih perlakuan dengan SMP di atas 30 C
yaitu perlakuan NC82 (SMP 33,75 C), NC81 (SMP 34,19 C), OC82 (SMP
32,89 C), OC81 (SMP 33,59C), SOC71 (SMP 31,13 C), SOC72 (SMP
31,13C), dan SOC81 (SMP 31,88C) untuk dianalisis lebih lanjut.

Karakterisasi Sifat Fisikokimia Produk Interesterifikasi Enzimatik dari


Bahan Baku Terpilih
Kadar Air dan Asam Lemak Bebas
Terjadi peningkatan kadar air dan ALB pada campuran setelah
interesterifikasi enzimatik dibandingkan bahan bakunya (Tabel 16). Kadar air

117

terendah dimiliki oleh OC82 dan OC81 (0,043 dan 0,045%), disusul oleh NC82
dan NC81 (0,045 dan 0,045%) serta kadar air paling tinggi dimiliki oleh SOC72,
SOC71 dan SOC81 (0,053; 0,0057 dan 0,058%). Begitu juga dengan kadar ALB,
perlakuan dengan ALB terendah adalah OC82 dan OC81 (4,54 dan 4,76%),
disusul oleh NC82 dan NC81 (5,22 dan 5,40%) serta ALB paling tinggi dimiliki
oleh SOC72, SOC71 dan SOC81 (5,56; 5,57 dan 5,60%).
Kadar ALB meningkat karena peningkatan kadar air yang dibawa oleh
enzim. Menurut Zhang et al. (2001), Lipozyme TL IM mengandung lebih banyak
air ( 6%) dibandingkan enzim lainnya (Lipozyme IM 3,65%). Untuk lipase
spesifik sn-1,3 yang mengakatalisis interesterifikasi enzimatik, ALB terbentuk
dalam produk oleh proses hidrolisis (Zhang et al. 2001; Long et al. 2003).
Peningkatan kadar ALB setelah transesterifikasi enzimatik juga diamati oleh
Long et al. (2003) dimana kadar ALB bahan baku stearin sawit/flaxseed oil dan
olein sawit/flaxseed oil sebesar 11,3 dan 10,0 mol/mL meningkat menjadi 93,8
dan 75,0 mol/mL setelah transesterifikasi enzimatik.
Tabel 16. Analisis kadar air (%) dan kadar asam lemak bebas (%) campuran
setelah interesterifikasi enzimatik
Perlakuan (%b/b)
Kode
Kadar Air (%)
ALB (%)
NRPO/CNO
80:20 ie
NC82
0,045 0,0025
5,22 0,037
82,5:17,5 ie
NC81
0,045 0,0010
5,40 0,021
Rpo/CNO
80:20 ie
OC82
0,043 0,0026
4,54 0,167
82,5:17,5 ie
OC81
0,045 0,0024
4,76 0,033
(Rps/Rpo)/ (CNO)
75:25 ie
SOC72
0,053 0,0035
5,56 0,190
77,5:12,5 ie
SOC71
0,057 0,0036
5,57 0,139
82,5:17,5 ie
SOC81
0,058 0,0020
5,60 0,045
*Data Standar Deviasi, ie : interesterifikasi enzimatik
Komposisi Mono dan Diasilgliserol (M-DAG)
Hasil elusi campuran setelah interesterifikasi enzimatik secara keseluruhan
diplotkan pada kertas pemetaan (Gambar 8). Gambar spot menunjukkan adanya
monoasilgliserol (MAG), diasilgliserol (DAG), asam lemak bebas (ALB), dan
triasilgliserol (TAG) pada campuran setelah interesterifikasi enzimatik. Hasil KLT
berhubungan dengan Tabel 16 yang menjelaskan adanya kadar air dan ALB pada

118

produk interesterifikasi enzimatik. Komponen MAG, DAG dan ALB terbentuk


dalam produk oleh proses hidrolisis (Zhang et al. 2001; Long et al. 2003).
TAG
ALB
DAG

1
(a)

4 5 6

MAG

(b)

Gambar 8. Hasil elusi tujuh produk interesterifikasi enzimatik pada lempeng KLT
(a) hasil pewarnaan plat KLT dengan larutan fluoresens; (b) gambar
spot pada kertas pemetaan (1)NC82, (2)NC81, (3)OC82, (4)OC81,
(5)SOC72, (6)SOC71, (7)SOC81
Slip Melting Point (SMP)
Uji lanjut DMRT menunjukkan bahwa kode perlakuan NC82, NC81, OC81,
dan SOC72 tidak berbeda nyata satu sama lain. Nilai SMP pada kode perlakuan
OC82, NC81 dan SOC72 juga tidak berbeda nyata. Slip melting point (SMP)
campuran sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik serta kontrol
diperlihatkan pada Tabel 17.
Tabel 17. Rata-rata hasil pengukuran slip melting point (SMP) campuran sebelum
dan setelah interesterifikasi enzimatik (IE) dan kontrol
Perlakuan
SMP (C)
Kode
(%b/b)
Sebelum IE
Setelah IE
Kontrol
NRPO/CNO
80:20
NC82
29,55 0,65 d
32,13 1,36 c 30,24 0,51 c
82,5:17,5
NC81
30,61 0,79 c
33,06 0,52 bc 29,88 1,43 c
Rpo/CNO
80:20
OC82
20,80 1,06 e
30,80 0,47 d 21,31 1,37 e
82,5:17,5
OC81
21,50 0,71 e
32,25 0,73 c 22,80 0,69 d
(Rps/Rpo)/(CNO)
75:25
SOC72
31,15 0,23 c
32,63 0,15 bc 31,05 0,81 c
77,5:12,5
SOC71
33,34 0,78 b
33,60 0,94 b 33,04 0,45 b
82,5:17,5
SOC81
36,19 0,28 a
34,86 0,74 a 36,19 0,24 a
Data Standar Deviasi. Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada taraf uji 5% (DMRT)

119

Campuran setelah interesterifikasi enzimatik memiliki SMP lebih tinggi


dibandingkan campuran sebelum interesterifikasi enzimatik hampir pada semua
perlakuan, kecuali pada perlakuan SOC81. Sedangkan kontrol mempunyai SMP
hampir sama dengan SMP campuran sebelum interesterifikasi enzimatik.
Nilai SMP Tabel 17 berbeda dengan nilai SMP pada Tabel 15 karena telah
dilakukan penggantian bahan baku (CPO) dengan total karotenoid yang lebih
tinggi (>500 ppm). Dengan CPO baru tetapi rasio yang sama didapatkan nilai
SMP hasil interesterifikasi enzimatik sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan
CPO lama. Hal ini diduga karena terjadi sedikit variasi pada karakteristik
komposisi asam lemak CPO.
Bahan baku yang berbeda pada interesterifikasi enzimatik menunjukkan
kecenderungan peningkatan SMP yang berbeda pula (Gambar 9). NRPO dengan
perlakuan NC82 dan NC81 mengalami peningkatan SMP sebesar 2,58 C dan
2,45 C. Sedangkan Rpo dengan perlakuan OC82 dan OC81 meningkat 10 C dan
10,75 C. Peningkatan SMP paling rendah terjadi pada Rps/Rpo. Semakin besar
persentase Rps/Rpo, terjadi penurunan SMP campuran setelah interesterifikasi
enzimatik. Pada perlakuan SOC72 dan SOC71 terjadi kenaikan SMP sebesar 1,48
C dan 0,26 C. Sedangkan pada perlakuan SOC81 terjadi penurunan SMP
sebesar 1,33 C.
40
Sebelum IE

35

Setelah IE

Kontrol

SMP ( (C)

30
25
20
15
10
5
0
80:20

82,5:17,5

NRPO/CNO

80:20

82,5:17,5

Rpo/CNO

75:25

77,5:12,5

82,5:17,5

(Rps/Rpo)/CNO

Gambar 9. Nilai slip melting point pada campuran sebelum dan setelah
interesterifikasi enzimatik (IE)

120

Perbedaan

nilai SMP

campuran

setelah

interesterifikasi

enzimatik

dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu adanya air, asam lemak bebas (ALB), serta
adanya komponen monodiasilgliserol (MAG) dan diasilgliserol (DAG) selain
trigliserida. Berdasarkan nilai kadar air dan ALB bahan baku pada Tabel 13, Rpo
memiliki KA dan ALB terendah, diikuti NRPO, serta nilai tertinggi dimiliki
Rps/Rpo. Selain itu dari Gambar 8 dapat dilihat adanya MAG, DAG dan ALB
pada produk hasil interesterifikasi enzimatik.
Menurut Long et al. (2003), penurunan SMP pada campuran stearin sawit
kemungkinan berhubungan dengan hidrolisis trisaturated TAG tripalmitin yang
dikenal sebagai gliserida bertitik leleh tinggi. Hal ini sesuai dengan kadar air dan
ALB bahan baku III yang tinggi yang mengindikasikan terjadinya hidrolisis. Serta
semakin tinggi kandungan DAG maka semakin rendah nilai SMP (Zhang et al.
2001), karena DAG dapat memperlemah ikatan intermolekuler diantara kristalkristal (Long et al. 2005). Selain itu berdasarkan data komposisi asam lemak pada
bahan baku (Tabel 12), CNO dan Rps/Rpo sama-sama mempunyai asam lemak
jenuh yang tinggi, sehingga interesterifikasi enzimatik dengan kedua bahan
tersebut tidak menghasilkan perubahan SMP yang signifikan.
Peningkatan SMP pada campuran red palm olein sawit dapat berhubungan
dengan peningkatan jumlah gliserida bertitik leleh tinggi dari sintesis tripalmitin
(PPP), 1,3-dipalmitoyl gliserol (PSP) (Long et al. 2003), dan 1,2-dipalmitoylstearoyl gliserol (PPS) (Yassin et al. 2001) yang terbentuk selama
transesterifikasi. Konsentrasi terkombinasi dari polyunsaturates menurun, ketika
full saturates dan monounsaturates meningkat, meningkatkan SMP produk
(Yassin et al. 2001).
Perbedaan SMP ini juga terjadi pada hasil penelitian Long et al. (2003) yang
melakukan transesterifikasi enzimatik antara stearin dan olein sawit dengan
flaxseed oil dengan rasio 90:10 dan dikatalisasi dengan lipase Lipozyme IM. SMP
stearin sawit/flaxseed oil menurun 4,6 C dari 48,3 C menjadi 40,7 C.
Sedangkan SMP produk transesterifikasi olein sawit/flaxseed oil meningkat 5,8 C
dari 14,1 C menjadi 19,9 C.
Peningkatan SMP pada olein sawit hasil interesterifikasi enzimatik juga
terjadi pada penelitian Yassin et al. (2001) serta Osman dan Aini (1999). Lipase

121

terimobilisasi PS-C Amano II digunakan untuk menginteresterifikasi olein sawit


dengan asam stearat dalan n-heksan, hasilnya terjadi peningkatan SMP produk.
(Yassin et al. 2001). Sedangkan pada campuran olein sawit dan tallow setelah
interesterifikasi enzimatik terjadi peningkatan SMP dan SFC (Osman dan Aini
1999).
Interesterifikasi enzimatik dengan Lipozyme TL IM dilaporkan juga
menurunkan SMP campuran hard palm stearin dengan minyak kanola. SMP
campuran dengan rasio 20:80 (b/b) turun dari 51,9 C menjadi 9,4 C, rasio 30:70
(b/b) turun dari 55,3 C menjadi 27,2 C, rasio 40:60 (b/b) turun dari 57,3 C
menjadi 36,0 C, rasio 50:50 (b/b) turun dari 58,7 C menjadi 42,3 C, rasio 60:40
(b/b) turun dari 59,7 C menjadi 46,6 C dan rasio 70:30 (b/b) turun dari 60,9 C
menjadi 51,7 C (Siew et al. 2007).
Total Karotenoid
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada proses interesterifikasi enzimatik
cenderung terjadi penurunan total karotenoid pada semua perlakuan tetapi
penurunan yang berkisar hanya 1,01-3,64 % tidak berbeda nyata (Tabel 18).
Analisis ragam dan uji lanjut DMRT menunjukkan bahwa semua perlakuan yang
diuji berpengaruh nyata terhadap total karotenoid.
Tabel 18. Rata-rata total karotenoid pada campuran sebelum dan setelah
interesterifikasi enzimatik (IE)
Total Karotenoid (ppm)
Penurunan
Perlakuan
Kode
karotenoid
Sebelum IE
Setelah IE
(%)
NRPO/CNO
80:20
NC82
410,53 3,16d
395,93 1,66d
3,56
82,5:17,5
NC81
454,33 2,87b
449,79 3,16
1,01
Rpo/CNO
80:20
OC82
439,49 3,91c
425,37 2,26c
3,21
82,5:17,5
OC81
460,79 3,94
444,51 5,26b
3,64
(Rps/Rpo)/(CNO)
75:25
SOC72 363,13 3,35g
356,43 2,39g
1,85
77,5:12,5
SOC71 378,21 3,03f
366,72 4,06f
2,97
82,5:17,5
SOC81 392,81 2,86e
381,32 3,72e
2,93
Data Standar Deviasi. Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada taraf uji 5% (DMRT)

122

500
Sebelum IE

450

Setelah IE

Total Karotenoid (ppm)

400
350
300
250
200
150
100
50
0
80:20

82,5:17,5

NRPO/CNO

Gambar 10.

80:20

82,5:17,5

Rpo/CNO

75:25

77,5:12,5

82,5:17,5

(Rps/Rpo)/CNO

Rata-rata total karotenoid pada campuran sebelum dan setelah


interesterifikasi enzimatik

Sawit merupakan sumber yang kaya dari karoten alami yaitu sekitar 500
sampai 700 ppm (Unnithan dan Foo 2001). CNO diasumsikan tidak mengandung
karoten, oleh karena itu semakin besar persentase minyak sawit merah, semakin
besar pula kandungan total karotenoid pada campuran sebelum dan sesudah
interesterifikasi

enzimatik.

Penurunan

total

karotenoid

pada

produk

interesterifikasi relatif rendah karena interesterifikasi enzimatik dilakukan pada


suhu 60 C. Menurut

Worker (1957), pemanasan pada suhu 60 C belum

menimbulkan kerusakan terhadap karotenoid. Campuran setelah interesterifikasi


enzimatik dalam penelitian ini memiliki kandungan karotenoid (-karoten) yang
cukup tinggi. Produk ini sangat cocok untuk dijadikan bahan baku dan
meningkatkan nilai gizi pada produk spreads menjadi spreads kaya -karoten.

Profil Solid Fat Content (SFC)


Tabel 19 dan 20 menunjukkan nilai SFC campuran sebelum dan setelah
interesterifikasi enzimatik (IE) pada semua perlakuan. Interesterifikasi enzimatik
cenderung meningkatkan SFC pada perlakuan dari bahan baku NRPO dan Rpo
dan cenderung terjadi penurunan SFC pada perlakuan dari bahan baku Rps/Rpo.

123

Tabel 19. Rata-rata SFC (%) campuran sebelum interesterifikasi enzimatik (IE)
Perlakuan
NRPO/CNO (%b/b)
80:20
82,5:17,5
Rpo/CNO(%b/b)
80:20
82,5:17,5
(Rps/Rpo)/(CNO)
75:25
77,5:12,5
82,5:17,5

Kode

Suhu (C)
10

20

25

30

35

40

NC82
NC81

38,42 1,38c
42,43 0,65b

16,12 1,82c
18,14 0,20bc

12,49 1,07c
13,15 0,47c

8,46 0,81c
8,30 0,27c

7,71 0,30c
5,94 0,30c

5,32 0,19b
4,61 0,17b

OC82
OC81

38,30 0,69c
36,96 0,65c

9,07 0,54d
10,32 1,02d

4,33 0,22e
6,77 0,48d

3,56 0,27e
4,37 0,34d

2,98 0,17d
3,52 0,33d

3,49 0,17c
3,85 0,06bc

SOC72
SOC71
SOC81

45,78 1,28a
46,47 1,39a
46,90 0,65a

23,52 1,46b
23,46 2,10b
41,37 3,43a

20,13 0,60b
20,46 0,49b
22,62 1,19a

14,11 0,88b
14,18 0,42b
16,14 0,34a

11,23 0,14b
11,28 0,55b
12,59 0,53a

8,12 0,73a
8,29 0,30a
9,63 0,74a

35

40

Tabel 20. Rata-rata SFC (%) campuran setelah interesterifikasi enzimatik (IE)
Perlakuan

Kode

Suhu (C)
10

20

25

30

NRPO/CNO (%b/b)
31,64 0,62c
19,76 0,41cd
14,62 0,80c
9,24 0,54c
6,08 0,43b
80:20
NC82
c
c
c
c
31,45 1,56
21,00 0,38
15,03 0,12
9,48 0,58
6,14 0,48b
82,5:17,5
NC81
Ro/CNO(%b/b)
25,66 1,85d
15,67 1,05e
11,33 0,83d
6,40 0,41d
5,06 0,36c
80:20
OC82
25,56 0,49d
16,74 1,07de
12,10 0,44cd
6,99 0,62d
5,05 0,35bc
82,5:17,5
OC81
Rps/Rpo)/(CNO)
SOC72
41,17 2,09a
26,94 1,22b
18,53 1,33b
11,31 0,86b
7,25 0,54b
75:25
b
b
a
b
SOC71
38,25 2,71
28,53 0,67
20,37 0,65
11,40 0,53
8,41 0,21a
77,5:12,5
SOC81 40,28 0,45ab
36,63 8,76a
21,40 0,36ab
13,69 1,36a
9,45 0,66a
82,5:17,5
Data Standar Deviasi. Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT)

5,00 0,34bc
3,40 0,26bc
4,73 0,26c
3,86 0,34bc
5,58 0,45bc
6,07 0,45ab
6,52 0,23a

Kemudian campuran sebelum dan setelah IE pada setiap perlakuan


dibandingkan dengan bahan baku margarin hasil interesterifikasi enzimatik
(BB.marg. IE) yang memenuhi target ritel dan industri. Bahan baku margarin ini
berasal dari hasil interesterifikasi enzimatik palm oil:palm stearin:coconut oil
dengan perbandingan 55:30:15 untuk target ritel dan perbandingan 45:40:15 untuk
target industri (Pandiangan 2008) (Tabel 21).
Tabel 21. Data SFC bahan baku margarin hasil interesterifikasi enzimatik (IE)
yang memenuhi target margarin ritel dan industri
SFC (%) Bahan Baku Margarin IE
Suhu (C)
Ritel
Industri
10
57,7
60,16
20
30,0
32,53
30
12,3
13,98
40
2,1
3,16
Sumber: Pandiangan (2008)
Kurva SFC campuran sebelum IE pada perlakuan NC82, NC81, OC82 dan
OC82 cenderung lebih curam dibandingkan campuran setelah IE. Cenderung
terjadi penurunan SFC pada suhu 10 C, peningkatan SFC pada suhu 20 dan 30
C, dan tidak terjadi perubahan SFC yang siginifikan pada suhu 40 C pada
campuran setelah IE (Gambar 11). Peningkatan SFC pada suhu 20 dan 30 C lebih
signifikan pada perlakuan OC82 dan OC81 daripada NC82 dan NC81.
Fenomena ini juga terjadi pada penelitian Long et al. (2003), yang
menyatakan bahwa SFC olein sawit/flaxseed oil (PO/FS) yang ditransesterifikasi
dengan rasio 90:10 meningkat pada semua suhu pengamatan (10, 20, 30, 40, dan
50 C) dibandingkan sampel PO/FS yang tidak ditransesterifikasi.
Peningkatan SFC berhubungan erat dengan peningkatan SMP (Tabel 17).
Menurut Long et al. (2003) peningkatan SFC berhubungan dengan peningkatan
jumlah gliserida bertitik leleh tinggi dari sintesis tripalmitin (PPP), 1,3dipalmitoyl gliserol (PSP) (Long et al. 2003), dan 1,2-dipalmitoyl-stearoyl
gliserol (PPS) (Yassin et al. 2001) yang terbentuk selama transesterifikasi
enzimatik.

82

70
60

BB marg.IE ritel
(Pandiangan 2008)
BB marg.IE industri
(Pandiangan 2008)

30

Setelah IE

50

BB marg.IE ritel
(Pandiangan 2008)

40

BB marg.IE industri
(Pandiangan 2008)

30
20

10

10

10

20
30
Suhu (C)

40

Sebelum IE

60

20

50

(A)

10

(B)

20
30
Suhu (C)

40

50

70

70

Sebelum IE

Sebelum IE

60

Setelah IE
BB marg.IE ritel
(Pandiangan 2008)
BB marg.IE industri
(Pandiangan 2008)

50
40

SFC (%)

SFC (%)

40

SFC (%)

Setelah IE

50

SFC (%)

70

Sebelum IE

30

60

Setelah IE

50

BB marg.IE ritel
(Pandiangan 2008)

40

BB marg.IE industri
(Pandiangan 2008)

30

20

20

10

10
0

0
0

10

20
30
Suhu (C)

40

50

(C)

10

20
30
Suhu (C)

40

50

(D)

Gambar 11. Profil solid fat content dari campuran sebelum dan setelah
interesterifikasi enzimatik (IE) pada perlakuan (A) NC82, (B)
NC81, (C) OC82 dan (D) OC81 yang dibandingkan dengan profil
solid fat content bahan baku margarin (BB.marg.) IE ritel dan
industri
Gambar 11 menunjukkan rata-rata pada perlakuan NC82, NC81, OC82 dan
OC81 sebelum IE, terjadi penurunan SFC yang tajam pada suhu 10-20 C. Hal ini
menunjukkan adanya interaksi eutektik pada suhu tersebut. Interaksi eutektik
adalah interaksi antar komponen yang mengakibatkan campuran mempunyai titik
leleh lebih rendah daripada tiap-tiap komponennya. Interaksi eutektik terjadi
karena perbedaan ukuran molekuler trigliserida, bentuk atau polimorfisme kristal
diantara dua tipe lemak (Norrizah et al. 2004; Lida et al. 2002). Karakteristik fisik
dari campuran lemak tidak menunjukkan kombinasi linear dari komponennya,

83

yang

mengindikasikan

adanya

beberapa

interaksi

diantara

komponen-

komponennya (Dieffenbacher 1988). Interaksi eutektik paling sering terjadi pada


suhu 10-20 C karena pada suhu ini trigliserida dengan asam lemak berantai
pendek dan sedang, mulai mengkristal sendiri-sendiri dalam campuran (Lida et al.
2002).
Campuran setelah IE pada perlakuan NC82, NC81, OC82 dan OC81
mempunyai SFC lebih tinggi pada suhu diatas 10 C jika dibandingkan dengan
campuran sebelum IE, hal ini karena interaksi eutektik yang terjadi diantara
minyak sawit merah dan CNO dalam campuran minyak sawit merah dan CNO,
yang membuat campuran lebih lunak, tereliminasi setelah interesterifikasi
enzimatik (Lida et al. 2002).
Hal serupa juga dialami Norrizah et al. (2004), terjadi interaksi eutektik
pada campuran stearin sawit dan olein kernel sawit pada suhu 5-20 C. Setelah
interesterifikasi, interaksi eutektik hanya dapat teramati pada suhu 5 C. Begitu
pula pada Lida et al. (2002) yang melakukan interesterifikasi pada campuran palm
oil/palm kernel olein. Interaksi eutektik terjadi pada campuran sebelum
interesterifikasi pada suhu 5-20 C. Sedangkan campuran yang telah
diinteresterifikasi mempunyai nilai SFC lebih tinggi pada suhu di atas 10 C
dibandingkan campuran awalnya.
Profil SFC perlakuan NC82, NC81, OC82 dan OC81 pada suhu 10, 20, dan
30 C masih dibawah profil SFC bahan baku margarin IE ritel dan industri.
Sedangkan pada suhu 40 C, profil SFC keempat perlakuan diatas kurang lebih
hampir menyamai profil SFC bahan baku margarin IE ritel dan industri.
Perbedaan profil SFC perlakuan dengan bahan baku margarin IE ritel dan industri
diduga karena perbedaan formulasi dan kondisi reaksi interesterifikasi enzimatik
yang mempengaruhi sifat kristalisasi dan kepadatan lemak pada suhu-suhu
pengamatan tersebut.
Berdasarkan nilai SFC, bahan baku spreads dari perlakuan NC82, NC81,
OC82 dan OC81 setelah IE mempunyai sifat lebih lunak dan lebih mudah mencair
pada suhu ruang maupun suhu tubuh dibandingkan dengan bahan baku margarin
IE ritel dan industri. SFC antara 4 dan 10 C menentukan kemudahan penyebaran
pada produk pada suhu refrigerator. SFC yang rendah pada suhu 10 C

84

menunjukkan bahwa bahan baku spreads dari perlakuan NC82, NC81, OC82 dan
OC81 lebih spreadable pada suhu refrigerator dibandingkan bahan baku margarin
IE ritel dan industri.
70
60

Sebelum IE

Setelah IE

60

BB marg.IE ritel
(Pandiangan 2008)
BB marg.IE industri
(Pandiangan 2008)

40

Setelah IE
BB marg.IE ritel
(Pandiangan 2008)
BB marg.IE industri
(Pandiangan 2008)

50
SFC (%)

50
SFC (%)

70

Sebelum IE

30

40
30

20

20

10

10

0
0

10

20
30
Suhu (C)

40

50

(A)

10

(B)

20
30
Suhu (C)

40

50

70
Sebelum IE

60

Setelah IE
BB marg.IE ritel
(Pandiangan 2008)
BB marg.IE industri
(Pandiangan 2008)

SFC (%)

50
40
30
20
10
0
0

10

20
30
Suhu (C)

40

50

(C)
Gambar 12. Profil solid fat content dari campuran sebelum dan setelah
interesterifikasi enzimatik (IE) pada perlakuan (A) SOC72, (B)
SOC71, dan (C) SOC81 yang dibandingkan dengan profil solid fat
content bahan baku margarin (BB.marg.) IE ritel dan industri.
Cenderung terjadi penurunan SFC pada suhu 10, 30 dan 40 C dan
peningkatan SFC pada suhu 20 C dari perlakuan SOC72 dan SOC71 setelah IE.
Sedangkan pada perlakuan SOC81 setelah IE cenderung terjadi penurunan SFC
pada semua suhu pengamatan (Gambar 12). Kecenderungan penurunan SFC
campuran setelah interesterifikasi enzimatik pada perlakuan SOC72, SOC71 dan
khususnya SOC81 berhubungan dengan penurunan SMP yang diakibatkan adanya

85

air, ALB dan DAG pada bahan baku ketiga perlakuan tersebut yaitu Rps/Rpo.
Rps/Rpo mempunyai KA dan ALB paling besar (Tabel 13) sehingga dampaknya
terjadi hidrolisis yang mengakibatkan pembentukan ALB dan DAG pada produk
(Gambar 8). SFC menurun jika kandungan DAG dan ALB meningkat (Zhang et
al. 2001). Kemungkinan beberapa molekul DAG diadsorb ke dalam struktur
molekul trigliserida yang dapat memperlemah ikatan intermolekuler diantara
kristal-kristal, sehingga mengakibatkan penurunan SFC (Long et al. 2005).
Sama seperti SMP, berdasarkan data komposisi asam lemak pada bahan
baku (Tabel 12), CNO dan Rps/Rpo sama-sama mempunyai asam lemak jenuh
yang tinggi, sehingga interesterifikasi enzimatik dengan kedua bahan tersebut
tidak menghasilkan perubahan profil SFC yang signifikan. Interaksi eutektik juga
terjadi pada SOC72 dan SOC71 sebelum IE dan IE relatif mereduksi interaksi
tersebut. Namun pada perlakuan SOC81, faktor-faktor air, ALB, DAG, dan asam
lemak jenuh yang sama-sama tinggi lebih dominan sehingga IE tidak terlihat
mereduksi interaksi eutektik.
Zhang et al. (2004) melaporkan SFC campuran stearin sawit dan CNO yang
diinteresterifikasi enzimatik pada rasio 70/30 sedikit meningkat pada suhu 10 dan
20 C dan menurun secara signifikan pada suhu 30, 35 dan 40 C setelah
interesterifikasi. Zhang et al. (2001) juga menemukan penurunan SFC campuran
stearin sawit dan minyak kelapa (75:25, w/w) pada suhu 35-40 C yang
diinteresterifikasi enzimatik dengan Lipozyme TL IM.
Profil SFC campuran setelah IE dari perlakuan SOC72 dan SOC71 sudah
cukup mendekati profil SFC bahan baku margarin IE ritel dan industri, terutama
pada suhu 20, 30 dan 40 C. Sedangkan profil SFC dari perlakuan SOC81 setelah
IE pada suhu 20, 30 dan 40 C di atas profil SFC bahan baku margarin IE ritel dan
industri. Berdasarkan nilai SFC, perlakuan SOC72 dan SOC71 setelah IE
mempunyai sifat fisik hampir menyamai bahan baku margarin IE ritel dan
industri. Sedangkan perlakuan SOC81 setelah IE mempunyai tekstur lebih padat
dibandingkan bahan baku margarin IE ritel dan industri. SFC yang rendah pada
suhu 10 C menunjukkan bahwa bahan baku spreads dari perlakuan SOC72,
SOC71 dan SOC81 lebih spreadable pada suhu refrigerator dibandingkan bahan
baku margarin IE ritel dan industri.

86

Sifat Kristalisasi Lemak


Sifat kristalisasi lemak diamati dengan mikroskop polarisasi. Hasil
pengamatan mikroskopis memperlihatkan adanya bagian terang dan gelap. Bagian
yang terang berwarna kuning dan biru menggambarkan kristal lemak campuran
sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik dalam bentuk padat yang dapat
dilalui oleh sinar dari mikroskop. Warna kuning dan biru mengindikasikan sinar
dapat didefraksikan oleh sampel yang memiliki sifat kristalin. Sedangkan bagian
gelap di sekeliling kristal lemak padat merupakan bagian dari minyak cair yang
tidak dapat meneruskan (membiaskan) sinar sehingga menghasilkan warna gelap.
Trigliserida adalah molekul anisometrik tinggi (ber-birefringence tinggi)
yang menunjukkan bahwa suatu material mempunyai struktur kristalin (Walstra
2003). Chen et al. (2002) mengamati kinetika kristalisasi isotermal pada refined
palm oil, kristal berbentuk spherical (bola) (Gambar 13 a) awalnya terbentuk pada
fraksi pertama pada suhu 10 C sampai 20 C. Diameter kristal bola ini menurun
ketika suhu meningkat. Pada suhu di atas 20 C, kristal berbentuk jarum (Gambar
13 b) terbentuk dari fraksi kedua dan terus tumbuh dari permukaan kristal bola
sampai semua permukaan kristal bola tertutup semua.

(A)
Gambar 13.

(B)

Kristalisasi isotermal dari minyak sawit yang diamati dengan


mikroskop polarisasi, kristal berbentuk (A) spherical (bola) , (B)
jarum (Chen et al. 2002)

Gambar 14 memperlihatkan perlakuan NC82 dan NC81 sebelum


interesterifikasi enzimatik mempunyai kristal lemak berbentuk jarum (NC82) dan
bola/spherical (NC81) dengan kluster-kluster (agregat kristal) yang membentuk
jaringan. Perlakuan NC82 dan NC81 setelah interesterifikasi enzimatik

87

mempunyai kristal berbentuk spherical tunggal, cenderung tidak membentuk


kluster, serta cenderung menyebar.

Gambar 14.

NC82b

NC82p

NC81b

NC81p

Morfologi kristal lemak campuran sebelum (b) dan setelah (p)


interesterifikasi enzimatik perlakuan NC82 dan NC81 (perbesaran
400X)

Kebanyakan

kristal

trigliserida

tumbuh

sebagai

spherulites,

yang

mengimplikasikan nukleasi tiga dimensi pada titik tengah tumbuh keluar secara
radial (lingkaran). Jika kristal tunggal berbentuk seperti jarum, maka spherulitesnya mempunyai bagian tengah yang padat dan jarum panjang melingkar di
sekelilingnya (Hollander et al. 2002).
Gambar 15 memperlihatkan bahwa kristal pada campuran perlakuan OC82
dan OC81 sebelum interesterifikasi enzimatik berbentuk spherical tunggal, tidak
membentuk kluster dan menyebar jarang-jarang. Pada campuran setelah
interesterifikasi enzimatik, kedua perlakuan menunjukkan struktur yang hampir
sama dengan sebelum interesterifikasi enzimatik yaitu kristal berbentuk spherical.

88

OC82b

OC82p

OC81b

OC81p

Gambar 15. Morfologi kristal lemak campuran sebelum (b) dan setelah (p)
interesterifikasi enzimatik perlakuan OC82 dan OC81 (perbesaran
400X)
Kristal perlakuan SOC72, SOC71, dan SOC81 sebelum interesterifikasi
enzimatik menunjukkan bentuk jarum dalam kluster-kluster. Pada Gambar 16
dapat terlihat semakin besar persentase bahan baku III, maka semakin padat
kluster-kluster kristal jarum dan semakin terlihat jaringan yang bercabang dan
rantai yang panjang.
Perlakuan SOC72, SOC71, dan SOC81 setelah interesterifikasi enzimatik
menunjukkan perbedaan dalam susunan dan bentuk kristal. Kristal masih
berbentuk jarum hanya saja berukuran lebih besar dan cenderung tunggal tidak
membentuk kluster dan jaringan bercabang, kristal-kristal tersebar merata dengan
jarak dan ukuran yang hampir sama.

89

Gambar 16.

SOC72b

SOC72p

SOC71b

SOC71p

SOC81b

SOC81p

Morfologi kristal lemak campuran sebelum (b) dan setelah (p)


interesterifikasi enzimatik perlakuan SOC72, SOC71 dan SOC81
(perbesaran 400X)

Interesterifikasi enzimatik cenderung mengubah morfologi kristal. Walau


berasal dari bahan baku yang mempunyai struktur kristal yang berbeda,
interesterifikasi enzimatik menghasilkan struktur kristal yang cenderung seragam
pada semua perlakuan. Struktur kristal produk interesterifikasi enzimatik
cenderung tunggal, tersebar merata serta tidak membentuk kluster, hanya pada
perlakuan OC81 yang sedikit terbentuk kluster.

90

Rata-Rata Ukuran Kristal Lemak


Hasil pengukuran rata-rata ukuran kristal lemak pada campuran sebelum dan
setelah interesterifikasi enzimatik dapat dilihat pada Tabel 22 di bawah ini.
Terjadi kecenderungan peningkatan rata-rata ukuran kristal pada campuran setelah
interesterifikasi enzimatik. Umumnya semakin besar persentase sawit maka
semakin besar rata-rata ukuran kristal pada campuran sebelum dan setelah
interesterifikasi enzimatik (Gambar 17).

Rata-rata ukuran kristal lemak (m)

Tabel 22. Rata-rata ukuran kristal lemak pada campuran sebelum dan setelah
interesterifikasi enzimatik (IE)
Rata-rata ukuran kristal lemak (m)
Perlakuan
Kode
Sebelum IE
Setelah IE
NRPO/CNO
80:20
NC82
40,99 1,75
44,99 2,17
82,5:17,5
NC81
48,58 4,26
57,43 4,03
Rpo/CNO
80:20
OC82
41,92 1,38
49,45 2,20
82,5:17,5
OC81
52,23 2,06
53,04 5,16
(Rps/Rpo)/(CNO)
75:25
SOC72
23,69 1,60
57,20 1,45
77,5:12,5
SOC71
58,00 2,34
65,12 2,57
82,5:17,5
SOC81
63,42 1,82
94,45 3,52
100
Sebelum IE

90

Setelah IE

80
70
60
50
40
30
20
10
0
80:20

82,5:17,5

NRPO/CNO

80:20

82,5:17,5

Rpo/CNO

75:25

77,5:12,5

82,5:17,5

(Rps/Rpo)/CNO

Gambar 17. Rata-rata ukuran kristal lemak campuran sebelum dan setelah
interesterifikasi enzimatik (IE)

91

Rata-rata ukuran kristal terbesar setelah IE dimiliki oleh perlakuan SOC81


(94,45 m), diikuti SOC71 (65,12 m), NC81 (57,43 m), SOC72 (57,20 m),
OC81 (53,04 m), OC82 (49,45 m) dan NC82 (49,45 m). Rata-rata ukuran
dihitung dari jumlah diameter kristal dibagi jumlah kristal, sehingga semakin
banyak kristal maka rata-rata ukuran kristal semakin kecil.
Kebanyakan spreads merupakan tipe lemak kontinyu dengan fase droplet
mengandung air dalam kisaran 2-4 m (margarin) dan 4-80 m (untuk spreads
rendah kalori) (Moran 1994). Berdasarkan literatur diatas, semua perlakuan
kecuali perlakuan SOC81 dapat digunakan sebagai bahan baku spreads.

92

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
1. Bahan baku interesterifikasi enzimatik yaitu NRPO, Rpo, Rps/Rpo dan CNO
mempunyai karakteristik telah sesuai untuk proses interesterifikasi enzimatik,
kecuali nilai asam lemak bebas dan bilangan peroksida yang masih agak
tinggi.
2. Interesterifikasi enzimatik cenderung menghasilkan produk dengan nilai SMP
dan profil SFC lebih tinggi, perubahan total karotenoid yang tidak signifikan,
serta ukuran kristal menjadi lebih besar,
3. Interesterifikasi enzimatik mengakibatkan perubahan yang sangat signifikan
pada sifat fisik perlakuan dari bahan baku NRPO dan Rpo, serta kedua bahan
baku ini mempunyai total karotenoid cukup tinggi.
4. Perlakuan dengan karakter fisik paling mendekati bahan baku margarin IE
ritel dan industri adalah (Rps/Rpo)/CNO dengan rasio 75:25, 77,5:12,5 dan
82,5:17,5 b/b, dengan nilai SMP sudah termasuk ke dalam kisaran SMP
spreads komersial yaitu 32,63; 33,60 dan 34,86 C. Setelah proses
interesterifikasi enzimatik total karotenoid hanya turun 1,85; 2,97 dan 2,93%
(363,16; 378,21 dan 392,81 ppm menjadi 356,43; 366,72 dan 381,32 ppm),
dan profil SFC pada suhu 20, 30 dan 40 C mirip dengan profil SFC bahan
baku margarin IE ritel dan industri.

Saran
1. Disarankan dilakukan pengamatan profil trigliserida dengan HPLC dan
komposisi MDAG dengan GC untuk diketahui dengan pasti profil trigliserida
dan jumlah MDAG secara kuantitatif.
2. Karena kadar asam lemak bebas agak tinggi maka perlu dilakukan
deasidifikasi kembali pada produk interesterifikasi enzimatik.

Ucapan Terimakasih
Terima kasih kepada Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNASRISTEK) Industri Hilir Kelapa Sawit yang telah mendanai penelitian ini.

93

DAFTAR PUSTAKA
Aini IN, Hasmadi M, Mamot S, Radzuan J. 2005. Palm oil and sunflower
oil:effect of blend composition ans stirrer types during fractionation on the
yield and physicochemical properties of the oleins. J. of Food Lipids
(12):48-61.
Aini IN, Razali I, Lida HMDN, Miskandar MS, Radzuan J. 2001. Blending of
palm products with other commercial oil and fats for food applications. Di
dalam: Cutting-Edge Technologies For Sustained Competitiveness Food
Technology and Nutrition Conference. Proceedings 2001 PIPOC
International Palm Oil Congress; Malaysia, 20-22 August 2001. Malaysia:
Malaysian Palm Oil Board.
Allen DA. 1997. Refining. Di dalam: Gunstone FD, Padley FB, editor. Lipid
Technologies and Applications. New York: Marcel Dekker Inc. hlm.199221.
Alpaslan M, Karaali A. 1997. The interesterification-induced changes in olive and
palm oil blends. Food.Chem (61)3.
Amri NI, Xu X. 2005. Physicochemical properties of enzymatically interesterfied
palm oil and fish oil blend. Di dalam: Proceedings of Nutraceutical,
Nutrition and Functional Food Conference. PIPOC 2005 International
OAlm Oil Congress Technological Breakthroughs and Commercialization
The Way Forward; Malaysia, 25-29 September 2005. Malaysia: Malaysian
Palm Oil Board.
Anderson D. 1996. Primer on oil processing. Di dalam: Hui YH, editor. Baileys
Industrial Oil and Fats Products, Fifth Edition Volume 4, Edible Oil and
Fat Products: Processing Technology. A Wiley-Interscience Publication,
John Wiley & Sons, Inc. New York, Chichester, Brisbane, Toronto,
Singapore.
Anonymous. 1999. Bruker Minispec PC 100 Typical Applications Food Industry.
Bangkok: Bruker South East Asia.
[AOAC]. 1984. Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical
Chemists. Virginia, USA.
Apriyantono A. 2008. Keynote Speech Menteri Pertanian. Departemen Pertanian.
Disampaikan pada Seminar Tahunan Masyarakat Perkelapa Sawitan
Indonesia (MAKSI) Penelitian dan Pengembangan Untuk Mendukung
Agribisnis Kelapa Sawit Nasional. Bogor, 31 Januari 2008.

94

Ariana DP, Guritno P, Herawan T. 1996. Modification of crystallizer for red palm
oil production. Di dalam: 1996 PORIM International Palm Oil Congress
Competitiveness for the 21st Century. Proceedings Nutrition Conference;
Malaysia, 23-28 September 1996. Malaysia: Palm Oil Research Institute of
Malaysia.
Arumughan C, Kurup PA, Manoj Kumar V. 1996. Effect of red palm oil and rbd
palm olein on the serum lipid and lipoprotein in humans. Di dalam:
Chandrasekran dan Sundram K, editor. Competitiveness for The 21st Century
Nutrition Conference. Proceedings of the 1996 PORIM International Palm
Oil Congress; Malaysia, 23-28 September 1996. Malaysia: Palm Oil
Research Institute of Malaysia.
Ashfaq MK, Zuberi HS, Waqar MA. 2001. Vitamin-E and -carotene affect anti
cancer immunity:in vitro and in vivo studies. Di dalam: Cutting-Edge
Technologies For Sustained Competitiveness Food Technology and
Nutrition Conference. Proceedings 2001 PIPOC International Palm Oil
Congress; Malaysia, 20-22 August 2001. Malaysia: Malaysian Palm Oil
Board.
Basiron Y, Weng CK. 2004. The oil palm and its sustainability. Journal of Oil
Palm Research Vol.16(1):1-10.
Basiron Y. 1996. Palm Oil. Di dalam: Hui YH, editor. Baileys Industrial Oil and
Fats Products, Fifth Edition Volume 2, Edible Oil and Fat Products: Oil
and Oilseeds. A Wiley-Interscience Publication, John Wiley & Sons, Inc.
New York, Chichester, Brisbane, Toronto, Singapore.
Berger KG dan Idris NA. 2005. Formulation of zero-trans acid shortenings and
margarines and other food fats with products of the oil palm. JAOCS Vol.82
(11):775-782.
Bumbalough J. 2000. Margarine types and preparation technology. Di dalam:
OBrien RD, Farr WE, Wan PJ, editor. Introduction to Fats and Oils
Technology. AOCS Press. Champaign, Illinois.
Bumbalough J. 1992. Margarin. Di dalam: Hui YH, editor. Encyclopedia of Food
Science and Technology. John Wiley and Sons, Inc. New York.
Canapi EC, Agustin YTV, Moro EA, Pedrossa, Jr.E, Bendan ML. 1996. Coconut
oil. Di dalam: Hui YH, editor. Baileys Industrial Oil and Fats Products,
Fifth Edition Volume 2, Edible Oil and Fat Products: Oil and Oilseeds. A
Wiley-Interscience Publication, John Wiley & Sons, Inc. New York,
Chichester, Brisbane, Toronto, Singapore

95

Canfield LM, Liu Y, deKaminsky R, Castillo C, Zavala G, Garner C, Pagoaga E.


1996. Supplementation of mothers with red palm oil increases infant vitamin
a status. Di dalam: Chandrasekran dan Sundram K, editor. Competitiveness
for The 21st Century Nutrition Conference. Proceedings of the 1996 PORIM
International Palm Oil Congress; Malaysia, 23-28 September 1996.
Malaysia: Palm Oil Research Institute of Malaysia
Chen CW, Lai OM, Ghazali HM, Chong CL. 2002. Isothermal crystallization
kinetics of refined palm oil. JAOCS. Vol.79 (4):403-410.
Chrysam MM. 1996. Margarine and spreads. Di dalam: Hui YH, editor. Baileys
Industrial Oil and Fats Products, Fifth Edition Volume 3, Edible Oil and
Fat Products: Products and Application Technology. A Wiley-Interscience
Publication, John Wiley & Sons, Inc. New York, Chichester, Brisbane,
Toronto, Singapore.
deMan JM. 1999. Relationship among chemical, physical, and textural properties
of fats. Di dalam: Widlak N, editor. Physical Properties of Fats, Oils, and
Emulsifiers. AOCS Press. Champaign, Illinois.
de Ritter E, Purcell AE. 1981. Carotenoid analytical methods. Di dalam:
Bauernfeind JC, editor. Carotenoids as Colorants and Vitamin A Precursor.
London: Academic Press.
Dieffenbacher A. 1988. The Optimal Use of Oil and Fats in Foods. Nestec Ltd.
Technical Assistance, Vevey, Switzerland.
Djatmiko B, Ketaren S. 1985. Pemurnian Minyak. Jurusan Teknologi Industri
Pertanian. Bogor: Fateta-IPB.
Djatmiko B, Goutara, dan Irawadi. 1976. Pengolahan Kelapa I. Departemen
Teknologi Hasil Pertanian. Fatemeta. IPB. Bogor.
Eckey, EW. 1954. Vegetable Fats and Oils. Reinhold Publishing Corp. New
York.
Gaman PM, Sherington KB. 1992. Ilmu Pangan: Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi
dan Mikrobiologi. Terjemahan: Gardjito M, Naruki S, Murdiati A,
Dardjono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Gee, PT. 2007. Analytical characterisitics of crude and refined palm oil and
fractions. Eur.J.Lipid. Sci. Technol (109):373-379.
Graille J. 1993. Lipid Technology: Possible Aplication of Acyltransferases in
Oleotechnology. Elsevier Science Publisher Ltd.London.
Gunstone FD, Harwood JL, Fred BP. 1994. The Lipid Handbook. London:
Chapman and Hall Electronic Publishing Division.

96

Hartley CWS. 1977. The Oil Palm. Longman, London.


Hodgson AS. 1996. Refining and bleaching. Di dalam: Hui YH, editor. Baileys
Industrial Oil and Fats Products, Fifth Edition Volume 4, Edible Oil and
Fat Products: Processing Technology. A Wiley-Interscience Publication,
John Wiley & Sons, Inc. New York, Chichester, Brisbane, Toronto,
Singapore.
Hollander FFA, Kaminski D, Duret D, van Enckevort WJP, Meekes H, Bennema
P. 2002. Growth and morphology of thin fat crystals. Food Research
International (35):909-918.
Huei KW, Lin SW, Yoo CK. 2003. Structural modification of palm stearin by
enzymatic interesterfikasi-the selection of lipases. Di dalam: Palm Oil: The
Power-House for The Global Oils & Fats Economy. Proceedings of the
PIPOC 2003 International Palm Oil Congress; Malaysia, 24- 28 August
2003. Malaysia: Malaysian Palm Oil Board.
Johnson LA. 2002. Recovery, refining, converting, and stabilizing edible fats and
oils. Di dalam: Akoh CC, Min DB, editor. Food Lipids, Chemistry,
Nutrition, and Biotechnology. Second edition, revised, and expanded. New
York, Basel. Marcel Dekker, Inc.hlm 223-273.
Kellens M, Hendrix M. 2000. Fractionation. Di dalam: OBrien RD, Farr WE,
Wan PJ, editor. Introduction to Fats and Oils Technology. Illinois: AOCS
Press.hlm. 195-206.
Ketaren, S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).
Klaui H, Bauernfeind JC. 1981. Carotenoid as Food Colour. Di dalam:
Bauernfeind JC, editor. Carotenoids as Colorants and Vitamin A Precursor.
London: Academic Press.
Krishnamurthy R, Kellens M. 1996. Fractionation and Winterization. Di dalam:
Hui YH, editor. Baileys Industrial Oil and Fats Products, Fifth Edition
Volume 4, Edible Oil and Fat Products: Processing Technology. A WileyInterscience Publication, John Wiley & Sons, Inc. New York, Chichester,
Brisbane, Toronto, Singapore.
Kritchevsky D, Tepper SA, Czarnecki SK, Sundram K. 2001. Red palm oil in
experimental atherosclerosis. Di dalam: Cutting-Edge Technologies For
Sustained Competitiveness Food Technology and Nutrition Conference.
Proceedings 2001 PIPOC International Palm Oil Congress; Malaysia, 2022 August 2001.Malaysia: Malaysian Palm Oil Board.

97

Kristanti I. 1989. Mempelajari pendayagunaan RBD stearin sebagai sumber lemak


dalam pembuatan chocolate spread [skripsi]. Bogor. Fakultas tekonlogi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Kooyenga DK, Geller, Watkins TR, Gapor A, Diakoumakis E. Bierenbaum ML.
1996. Antioxidant effects of tocotrienols in patients with hyperlipidemia and
carotid stenosis-2 year experience. Di dalam: Chandrasekran dan Sundram
K, editor. Competitiveness for The 21st Century Nutrition Conference.
Proceedings of the 1996 PORIM International Palm Oil Congress;
Malaysia, 23-28 September 1996. Malaysia: Palm Oil Research Institute of
Malaysia.
Lam NT, Yet HT, Hai LT, Huong PT, Ha NT, Huan TT . 2001. Effects of red
palm oil supplementation on vitamin a and iron status of rural underfive
children in vietnam. Di dalam: Cutting-Edge Technologies For Sustained
Competitiveness Food Technology and Nutrition Conference. Proceedings
2001 PIPOC International Palm Oil Congress; Malaysia, 20-22 August
2001. Malaysia: Malaysian Palm Oil Board.
Lawson H. 1995. Food Oil and Fats Technology, Utilization, and Nutrition.
Chapman and Hall. New York.
Lida HMDN, Sundram K, Siew WL, Aminah A, Mamot S. 2002. TAG
composition and solid fat content of palm oil, sunflower oil, and palm kernel
olein before and after chemical interesterification. JAOCS 79(11):11371144.
Lida HMDN, Ali ARM. 1998. Physicochemical characteristics of palm-based oil
blends for the production of reduced fat spreads. JAOCS 75(11):1625-1631.
Long K, Jamari MA, Ishak A, Danial AM, Yeok LJ, Latif RA, Ahmadilfitri. 2005.
Dry fractionation of low diglyceride RBD olein: effect on yield, nucleation
time, iodine value and solid fat content. Di dalam: PIPOC 2005
International Palm Oil Congress Technological Breakthroughs and
Commercialization-The Way Forward. Proceedings of Chemistry and
Technology Conference; Malaysia, 25-29 September 2005. Malaysia:
Malaysian Palm Oil Board.
Long K, Zubir I, Hussin AB, Idris N, Ghazali HM, Lai OM. 2003. Effect of
enzymatic transesterification with flaxseed oil on the high-melting
glycerides of palm stearin an palm olein. JAOCS 80(2):133-137.
Macrae. 1983. Extracellular Microbial Lipases. Di dalam: Fogarty WM, editor.
Microbial Enzymes and Technology. Applied Science Publ., London.

98

Manorama R, Sreedhar PRS, Radhika N. 1999. Purification of palm carotene


extracts from red palm oil and evaluation of their stability and vitamin a
potency. Di dalam: Emerging Technologies and Opportunities in The Next
Millenium. Proceedings of the 1999 PORIM International Palm Oil
Congress; Malaysia, 1-6 Februari 1999. Malaysia: Palm Oil Research
Institute of Malaysia.
Manorama R, Sarita M, Kavita R, Rukmini C. 1996. Red palm oil for combating
vitamin a defiency. Di dalam: Chandrasekran dan Sundram K, editor.
Competitiveness for The 21st Century Nutrition Conference. Proceedings of
the 1996 PORIM International Palm Oil Congress; Malaysia, 23-28
September 1996. Malaysia: Palm Oil Research Institute of Malaysia
Mas`ud, F. 2007. Kendali proses deasidifikasi untuk meminimalkan kerusakan
karotenoid dalam pemurnian minyak sawit (Elaeis guineensis, Jacq).
[tesis]. Bogor: Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Meyer LH. 1982. Food Chemistry. Reinhold Publ.Co.
Min TT. 1992. Aspek teknologi pengolahan minyak goreng di PT BARCO
Jakarta [Skripsi]. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Ming LO, Ghazali HM, Let CC. 1998. Effect of enzymatic transesterification on
the fluidity of palm stearin-palm kernel olein mixtures. Food Chem
63(2):155-159.
Moran DPJ. 1994. Fats in Spreadable Products. Di dalam: Moran DPJ, Rajah KK,
editor. Fats in Food Products. Blackie Academic & Professional. London,
Glasgow, New York, Tokyo, Melbourne, Madras.
Muchtadi TR. 1992. Karakterisasi komponen intrinsik utama buah sawit (Elaeis
guineensis, Jacq) dalam rangka optimalisasi proses ekstraksi minyak dan
pemanfaatan provitamin A [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Narine SS, Marangoni AG. 1999. Fractal nature of fat crystal networks. Phys.
Rev. Vol.59.
Norrizah AR, Chong CL, Cheow CS, Zaliha O. 2004. Effects of chemical
interesterification on physicochemical properties of palm stearin and palm
kernel olein blends. Food Chem 86:229-235
Nurdini MD. 1997. Mempelajari perubahan fisikokimia minyak sawit merah
untuk penggorengan kerupuk udang dan analisis mutu produk goreng yang
dihasilkan [skripsi]. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.

99

Official Methods and Recommended Practices of the American Oil Chemists


Society, 4th edn. 1993. AOCS Press, Champaign. Methods Ca 5a-40, Cd 853, Cd 1-25, Cc 3-25 dan Ce 1-62.
Ong ASH, Choo YM, Ooi CK. 1995. Development in Palm Oil. Di dalam:
Hamilton RJ, editor. Developments in Oil and Fats. London: Blackie
Academic & Professional.hlm. 153-185.
Orthoefer FT. 1997. Applications of Emulsifiers in Baked Food. Di dalam:
Hasenhuetti GL, Hartel RW, editor. Food Emulsifier and Their Applications.
Chapman and Hall. New York.
Osman A, Aini NI. 1999. Physical and chemical properties of shortenings from
palm oil:tallow and palm olein:tallow blends with and without
interesterification. J.Palm Oil Research (11)1-10.
Otero C, Hernandez AL, Garcia HS, Martin EH, Hill, Jr. CG. 2006. Continuous
enzymatic transesterification of sesame oil and fully hydrogenated fat:effects
of reaction conditions on product characteristics. Biotechnology and
Bioengineering Vol.94(5):877-887.
Pandiangan P. 2008. Studi proses interesterifikasi enzimatik (EIE) campuran
minyak sawit dan minyak kelapa utnuk produksi bahan baku margarin bebas
asam lemak trans [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor
PORIM 1995. PORIM Test Methods. Malaysia: Palm Oil Research Institute of
Malaysia; Ministry of Primary Industries.
Rnne TH, Pedersen LS, Xu X. 2005. Triglyceride selectivity of immobilized
Thermomyces lanuginose lipase in interesterification. JAOCS. Vol. 2 (10):
737-745.
Rossi M, Gianazza M, Alamprese C, Stanga F. 2001. The effect of bleaching and
physical refining on color and minor components of palm oil. JAOCS.
Vol.78 (10) 1051-1055.
Rousseau D, Zilnik L, Khan R, Hodge S. 2003. Dispersed phase destabilization in
table spreads. JAOCS 80(10):957-961.
Setiawan A. 2002. Pengaruh mutu raw material minyak terhadap mutu dan
formulasi produk cake margarin di pabrik SCC&C dan PT Unilever
Indonesia, Tbk., Cikarang [Skripsi]. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Siew WL, Cheah KY, Tang WL. 2007. Physical properties of lipase-catalysed
interesterification of palm stearin with canola oil blends. Eur.J.Lipid
Sci.Technol (109):97-106.

100

Suhartono MT. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Antar Univesitas
Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.
Sylvester PW. 2005. Palm Minor Components and Health with Special Emphasis
on Palm Vitamin E and Carotenoids. Proceeding The 4th Global Oils and
fats Business Forum USA. San Diego.8-9 September 2005.
Timms RE. 1997. Fractionation. Gunstone FD, Padley FB, editor. Lipid
Technologies and Applications. New York: Marcel Dekker Inc. hlm.199221.
Timms RE. 1994. Physical chemistry of fats. Di dalam: Moran DPJ, Rajah KK,
editor. Fats in Food Products. Blackie Academis and Professional,
Glasgow.
Tombs MP. 1995. Enzymes in the processing of fats and oils. Di dalam: Tucker
GA, Woods LFJ, editor. Enzymes in Foods Processing. Blackie Academic
&Professional. London.Glasgow, Weinheim, NewYork, Tokyo, Melbourne,
Madras.
Unnithan UR, Foo SP. 2001. Red Palm Oil: Current Advancements in Our
Knowledge. Di dalam: Cutting-Edge Technologies For Sustained
Competitiveness Food Technology and Nutrition Conference. Proceedings
2001 PIPOC International Palm Oil Congress; Malaysia, 20-22 August
2001. Malaysia: Malaysian Palm Oil Board.
Walstra P. 2003. Physical Chemistry of Foods. Marcel Dekker,Inc. Now York,
Basel.
Wan PJ. 2000. Properties of Fat and Oils. Di dalam: OBrien RD, Farr WE, Wan
PJ, editor. Introduction to Fats and Oils Technology. Illinois: AOCS
Press.hlm. 20-47.
Willis WM, Marangoni AG. 2002. Enzymatic interesterification. Di dalam:
Akoh CC, Min DB, editor. Food Lipids Chemistry, Nutrition, and
Biotechnology, Second Edition, Revise and Expand. New York, Basel.
Winarno FG. 1999. Minyak Goreng dalam Menu Masyarakat. Pusat
Pengembangan Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Woodroof, JG. 1979. Coconuts : Production, Processing, and Products. Second
Edition. AVI Publ., Co., Inc., Westport, Connecticut.
Woolley P, Petersen SB. 1994. Lipases. Cambridge University Press. Great
Britain.

101

Yassin AAA, Ibrahim MN, Ibrahim IO, Yusoff MSA. 2001. Enzymatic
interesterfication of palm olein using immobilized lipase. Di dalam: CuttingEdge Technologies For Sustained Competitiveness Chemistry and
Technology Conference. Proceedings of the 2001 PIPOC International
Palm Oil Congress; Malaysia, 20-22 August 2001. Malaysia: Malaysian
Palm Oil Board.
Zainal Z, Yusoff MSA. 1999. Enzymatic interetserification of palm stearin and
palm kernel olein, production of structured lipid containing oleic and
palmitic acid in organic solvent free system. J.Am. Oil Chem. Soc., Vol.
76,1003-1008.
Zhang H, Jacobsen Cm Pedersen LS, Christensen MW, Adler-Nissen J. 2006.
Storage stability of margarines produced from enzymatically interesterified
fats compared to those prepared by conventional methods-chemical
properties. Eur. J. Lipid. Sci. Technol (108) 227-238.
Zhang H, Smith P. Nissen JA. 2004. Effects of degree of enzymatic
interesterification on the physical properties of margarine fats:solid fat
content, crystallization behaviour, crystal morphology, and crystal network.
J.Agric.Food.Chem (52):4423-4431.
Zhang H, Xu X, Nilsson J, Mu H, Adler-Nissen J, Hy CE. 2001. Production of
margarine fats by enzymatic interesterification with silica-granulated
Thermomyces lanuginosa lipase in a large-scale study. JAOCS Vol.78(1):5764.

102

LAMPIRAN

103

Lampiran 1 Karakteristik kimia bahan baku untuk interesterifikasi enzimatik


A. Data komposisi asam lemak pada NRPO (g AL/100 g lemak terekstrak)
Lemak terekstrak = 90,35%
Lemak terekstrak = 90,70%
Asam
Rerata =90,53%
Lemak
U1-1
U1-2
U2-1
U2-2
C12:0
0,21
0,20
0,22
0,23
0,21 0,01
C14:0
0,78
0,78
0,94
0,80
0,83 0,08
C16:0
36,15
36,95
37,39
34,87
36,34 1,11
C18:0
3,99
3,94
3,50
3,62
3,76 0,24
C18:1
35,22
34,23
34,29
36,27
35,00 0,96
C18:2
12,71
12,69
12,59
12,66
12,66 0,05
C18:3
0,50
0,49
0,48
0,44
0,48 0,03
C20:0
0,40
0,38
0,38
0,39
0,39 0,01
Total
89,97
89,64
89,79
89,28
89,67
B. Data komposisi asam lemak pada red palm olein (g AL/100 g lemak terekstrak)
Lemak terekstrak = 90,69%
Lemak terekstrak = 90,64%
Asam
Rerata =90,66%
Lemak
U1-1
U1-2
U2-1
U2-2
C12:0
0,21
0,21
0,24
0,25
0,23 0,02
C14:0
0,77
0,75
0,85
0,82
0,80 0,05
C16:0
33,72
33,82
35,08
34,70
34,33 0,66
C18:0
3,82
3,90
3,62
3,68
3,75 0,13
C18:1
37,47
37,34
36,40
36,61
36,96 0,53
C18:2
13,65
13,56
13,38
13,39
13,50 0,13
C18:3
0,52
0,55
0,50
0,52
0,52 0,02
C20:0
0,43
0,42
0,38
0,39
0,40 0,02
Total
90,59
90,55
90,44
90,37
90,49
C. Data komposisi asam lemak pada red palm stearin/red palm olein 50:50 (g
AL/100 g lemak terekstrak)
Lemak terekstrak = 96,84%
Lemak terekstrak = 96,71%
Asam
Rerata =96,77%
Lemak
U1-1
U1-2
U2-1
U2-2
C12:0
3,00
3,14
2,61
2,65
2,85 0,26
C14:0
1,89
2,00
1,82
1,80
1,88 0,09
C16:0
36,86
37,35
38,62
39,11
37,98 1,05
C18:0
4,40
4,13
4,00
4,20
4,18 0,17
C18:1
36,45
35,38
35,47
36,58
35,97 0,64
C18:2
13,24
12,80
12,72
13,10
12,96 0,24
C18:3
0,52
0,46
0,50
0,50
0,50 0,03
C20:0
0,38
0,40
0,45
0,47
0,42 0,04
Total
90,59
96,75
95,68
95,57
96,20

104

D. Data komposisi asam lemak pada CNO (g AL/100 g lemak terekstrak)


Asam Lemak terekstrak = 98,06% Lemak terekstrak = 98,85%
Rerata = 98,46%
Lemak
U1-1
U1-2
U2-1
U2-2
C8:0
9,42
9,66
9,61
9,32
9,50 0,16
C10:0
5,71
5,92
5,97
5,64
5,81 0,16
C12:0
41,37
42,82
42,87
41,03
42,02 0,96
C14:0
16,33
16,19
16,59
16,43
16,38 0,17
C16:0
10,01
9,46
9,50
10,22
9,80 0,38
C18:0
3,38
3,11
2,94
3,67
3,27 0,32
C18:1
8,32
7,72
7,30
8,77
8,03 0,65
C18:2
2,86
2,66
2,48
2,97
2,74 0,22
C20:0
0,13
0,12
0,11
0,13
0,12 0,01
Total
97,55
97,63
97,35
98,19
97,68
E. Data kadar air (%)
U1
CPO
0,045
NRPO
0,032
Rpo
0,014
Rps/Rpo
0,016
CNO
0,002

U2
0,043
0,038
0,016
0,015
0,002

F. Data kadar asam lemak bebas (ALB)


U1
U2
CPO
3,84
3,97
NRPO
0,63
0,69
Rpo
0,52
0,48
Rps/Rpo
0,76
0,80
CNO
0,13
0,14

U3
0,040
0,035
0,016
0,017
0,001
U4
3,80
0,6
0,53
0,78
0,12

rerata
3,88 0,073
0,64 0,038
0,51 0,022
0,79 0,026
0,13 0,010

G. Data bilangan peroksida (mg oksigen/100 gram minyak)


U1
U2
U3
U4
CPO
2,11
2,17
2,15
2,14
NRPO
2,24
2,30
2,40
2,32
Rpo
4,20
4,15
4,17
4,10
Rps/Rpo
4,20
4,23
4,24
4,20
CNO
0,76
0,71
0,71
0,74

Rerata
2,14 0,025
2,32 0,066
4,16 0,042
4,22 0,021
0,73 0,024

H. Data bilangan iod (mg/g)


U1
CPO
53,10
NRPO
51,12
Rpo
52,31
Rps/Rpo
49,31
CNO
10,77

Rerata
50,61 2,098
51,24 0,382
52,49 0,165
49,51 0,333
10,36 0,287

U2
51,23
50,96
52,56
49,15
10,33

U3
3,90
0,65
0,5
0,82
0,12

Rerata
0,043 0,0025
0,035 0,0030
0,015 0,0012
0,016 0,0010
0,002 0,0001

U3
48,11
51,06
52,68
49,73
10,13

U4
50,00
51,8
52,4
49,85
10,2

105

I. Nilai total karotenoid (ppm) bahan baku


Absorbansi
Sampel
U1
U2
U3
CPO
0,530
0,537
0,537
NRPO
0,532
0,533
0,534
Rpo
0,554
0,557
0,554
Rps/Rpo
0,390
0,390
0,397
CNO
0,480
0,484
0,489

U4
0,538
0,537
0,548
0,389
0,483

U1
507,48
509,39
530,46
373,43
459,60

Total Karotenoid (ppm)


U2
U3
U4
514,18
514,18
515,13
510,35
511,31
514,18
533,33
530,46
524,71
373,43
380,13
372,47
463,43
468,22
462,47

Rerata
512,74
511,31
529,74
374,86
463,43

106

Lampiran 2 Nilai slip melting point (SMP) pada tahapan penentuan rasio campuran bahan baku pada interesterifikasi enzimatik
Nilai SMP (C)
Kode Sampel
Sebelum interesterifikasi enzimatik
Setelah interesterifikasi enzimatik
Kontrol
U1
U2
U3
U4
Rerata
U1
U2
U3
U4
Rerata
U1
U2
U3
U4
NC64
22,75 23,45 22,70 23,25 23,04 27,50 27,50 29,50 29,15 28,41 23,80 23,15 22,10 23,25
NC73
24,35 25,50 22,45 24,25 24,14 29,40 28,85 28,40 29,50 29,04 24,35 25,75 24,10 24,25
NC72
25,00 26,90 26,05 25,00 25,74 31,65 31,50 31,50 31,35 31,50 25,40 24,60 25,55 26,55
NC71
24,10 24,80 25,45 24,00 24,59 33,00 32,15 31,75 32,25 32,29 24,80 26,00 24,90 24,85
NC82
25,85 25,55 26,85 26,35 26,15 33,65 33,80 33,75 33,80 33,75 25,75 25,15 26,15 25,80
NC81
25,75 26,00 25,90 26,25 25,98 34,25 34,25 34,15 34,10 34,19 25,90 26,65 27,00 27,50
OC64
20,45 21,30 20,55 20,60 20,73 25,85 26,20 25,90 25,80 25,94 21,25 21,00 21,25 22,05
OC73
18,55 20,15 20,85 19,50 19,76 27,75 29,40 28,00 28,00 28,29 21,00 20,55 20,25 20,45
OC72
19,85 19,45 19,75 20,50 19,89 31,70 31,25 30,50 30,75 31,05 20,45 19,50 19,60 19,35
OC71
20,45 19,55 20,20 21,50 20,43 31,70 31,75 31,10 32,10 31,66 19,90 18,05 20,65 21,15
OC82
22,50 21,95 21,85 21,70 22,00 32,40 32,60 33,55 33,00 32,89 20,70 21,10 21,50 21,45
OC81
22,60 22,10 22,00 23,05 22,44 33,75 33,70 33,35 33,55 33,59 22,55 21,90 21,95 22,25
SOC64
29,45 29,55 29,50 29,05 29,39 29,50 29,45 29,75 29,50 29,55 29,55 28,95 29,25 30,00
SOC73
29,00 28,70 30,60 29,55 29,46 30,00 31,10 32,15 31,80 31,26 31,20 28,70 30,35 31,15
SOC72
29,15 28,00 29,90 29,35 29,10 33,05 32,50 32,60 33,15 34,25 31,20 31,50 31,85 29,95
SOC71
28,20 29,25 29,20 28,90 28,89 33,15 34,50 35,00 34,35 34,25 31,20 31,50 31,85 29,95
SOC82
31,95 31,60 31,20 31,45 31,55 34,20 34,20 34,90 34,75 34,51 32,75 31,55 29,95 30,90
SOC81
32,50 32,70 31,15 30,70 31,76 36,20 35,80 35,75 36,15 35,98 32,75 31,60 30,50 32,65
U: Ulangan

Rerata
23,08
24,61
25,53
25,14
25,71
26,76
21,39
20,56
19,73
19,94
21,19
22,16
29,44
30,35
30,58
31,13
31,29
31,88

107

Lampiran 3 Data kadar air (%) dan asam lemak bebas (ALB) (%) dari
karakterisasi sifat fisikokimia produk interesterifikasi enzimatik dari
bahan baku terpilih
A. Data kadar air (%)
U1
NC82 IE
0,048
NC81 IE
0,044
OC82 IE
0,044
OC81 IE
0,045
SOC72 IE
0,053
SOC71 IE
0,054
SOC81 IE
0,056

U2
0,043
0,046
0,045
0,048
0,050
0,061
0,060

B.Data kadar asam lemak bebas (ALB)


U1
U2
U3
NC82 IE
5,18
5,24
5,20
NC81 IE
5,37
5,42
5,39
OC82 IE
4,78
4,40
4,52
OC81 IE
4,80
4,72
4,77
SOC72 IE
5,83
5,46
5,56
SOC71 IE
5,44
5,70
5,46
SOC81 IE
5,53
5,60
5,62
U: ulangan
IE: interesterifikasi enzimatik

U3
0,045
0,045
0,040
0,043
0,057
0,056
0,058
U4
5,26
5,40
4,46
4,76
5,40
5,68
5,63

Rerata
0,045 0,0025
0,045 0,0010
0,043 0,0026
0,045 0,0024
0,053 0,0035
0,057 0,0036
0,058 0,0020
rerata
5,22 0,037
5,40 0,021
4,54 0,167
4,76 0,033
5,56 0,190
5,57 0,139
5,60 0,045

108

Lampiran 4 Nilai slip melting point (SMP) dari karakterisasi sifat fisikokimia produk interesterifikasi enzimatik dari bahan baku terpilih
Kode
Nilai SMP (C)
Sampel
Sebelum interesterifikasi enzimatik
Setelah interesterifikasi enzimatik
Kontrol
U1
U2
U3
U4
Rerata
U1
U2
U3
U4
Rerata
U1
U2
U3
U4
Rerata
NC82 29,20 30,50 29,05 29,45
29,55 32,75 33,75 31,00 31,00
32,13 29,65 30,90 30,20 30,20
30,24
NC81 29,95 30,50 30,25 31,75
30,61 32,50 33,50 33,50 32,75
33,06 28,30 29,50 29,95 31,75
29,88
OC82 21,50 19,25 20,95 21,50
20,80 30,50 30,50 30,70 31,50
30,80 22,50 20,25 20,00 22,50
21,31
OC81 22,50 21,50 21,00 21,00
21,50 32,20 31,50 33,25 32,05
32,25 22,20 22,20 23,50 23,30
22,80
SOC72 31,20 30,95 31,45 31,00
31,15 32,45 32,55 32,75 32,75
32,63 30,00 31,00 31,25 31,95
31,05
SOC71 34,10 33,50 33,50 32,25
33,34 32,85 33,50 33,10 34,95
33,60 33,50 33,60 34,40 34,25
33,94
SOC81 36,00 36,50 36,25 36,00
36,19 35,50 34,35 34,10 35,50
34,86 36,50 36,00 36,25 36,00
36,19
U: Ulangan

109

Lampiran 5 Nilai total karotenoid dari karakterisasi sifat fisikokimia produk interesterifikasi enzimatik dari bahan baku terpilih
A. Nilai total karotenoid campuran sebelum interesterifikasi enzimatik
Kode
Absorbansi
Sampel
U1
U2
U3
U4
U1
NC82
0,424
0,429
0,431
0,431
405,98
NC81
0,472
0,472
0,476
0,478
451,94
OC82
0,462
0,463
0,456
0,455
442,37
OC81
0,476
0,481
0,482
0,486
455,77
SOC72
0,374
0,381
0,381
0,381
358,11
SOC71
0,391
0,394
0,397
0,398
374,38
SOC81
0,407
0,409
0,411
0,414
389,70
U= Ulangan

Total Karotenoid (ppm)


U2
U3
U4
410,77
412,68
412,68
451,94
455,77
457,69
443,32
436,62
435,66
460,56
461,52
465,35
364,81
364,81
364,81
377,26
380,13
381,09
391,62
393,53
396,41

Rerata
410,53
454,33
439,49
460,80
363,13
378,21
392,81

B. Nilai total karotenoid campuran setelah interesterifikasi enzimatik


Kode
Absorbansi
Sampel
U1
U2
U3
U4
U1
NC82
0,412
0,413
0,413
0,416
394,49
NC81
0,465
0,47
0,472
0,472
445,24
OC82
0,446
0,444
0,446
0,441
427,05
OC81
0,460
0,469
0,463
0,463
440,45
SOC72
0,371
0,371
0,371
0,376
355,23
SOC71
0,386
0,387
0,381
0,379
369,60
SOC81
0,395
0,395
0,400
0,403
378,21
U: Ulangan

Total Karotenoid (ppm)


U2
U3
U4
395,45
395,45
398,32
450,03
451,94
451,94
425,13
427,05
422,26
449,07
443,32
443,32
355,23
355,23
360,02
370,55
364,81
362,89
378,21
383,00
385,87

Rerata
395,93
449,79
425,37
444,04
356,43
366,96
381,32

110

Lampiran 6 Nilai SFC (%) campuran sebelum dan setelah interesterifikasi


enzimatik dari karakterisasi sifat fisikokimia produk interesterifikasi
enzimatik dari bahan baku terpilih
A. Nilai SFC (%) campuran sebelum interesterifikasi enzimatik
Kode
Suhu (C)
Sampel
10
20
25
30
35
U1
36,88
18,16
13,59
9,17
7,44
U2
39,32
17,11
13,21
9,10
7,51
NC82
U3
39,81
14,93
11,68
8,06
6,97
U4
37,65
14,27
11,47
7,50
6,93
Rerata
38,42
16,12
12,49
8,46
7,21
43,03
18,41
13,71
8,57
6,22
U1
U2
41,88
18,17
13,30
8,39
6,16
NC81
U3
42,94
18,05
12,99
8,29
5,81
U4
41,85
17,94
12,6
7,94
5,58
Rerata
42,43
18,14
13,15
8,30
5,94
39,18
9,69
4,30
3,49
3,06
U1
U2
38,04
9,31
4,07
3,24
2,83
OC82
U3
38,45
8,48
4,6
3,87
3,18
U4
37,54
8,80
4,36
3,65
2,83
Rerata
38,30
9,07
4,33
3,56
2,98
U1
37,65
11,51
7,32
4,22
3,70
U2
36,33
10,81
6,95
4,04
3,86
OC81
U3
37,37
9,53
6,22
4,83
3,11
U4
36,50
9,41
6,57
4,39
3,41
Rerata
36,96
10,32
6,27
12,10
6,99
U1
45,23
24,87
20,76
13,31
11,32
U2
44,36
24,69
20,53
13,41
11,31
SOC72
U3
47,33
22,48
19,62
15,04
11,28
U4
46,21
22,05
19,62
14,69
11,02
Rerata
45,78
23,52
20,13
14,11
11,31
U1
47,94
25,50
20,94
13,78
11,62
U2
47,14
25,03
20,81
13,87
11,85
SOC71
U3
46,09
21,74
20,03
14,51
10,95
U4
44,72
21,55
20,05
14,57
10,69
Rerata
46,47
23,46
20,46
20,37
11,40
U1
37,65
45,50
23,62
15,72
13,13
U2
36,33
42,88
23,67
16,01
12,74
SOC81
U3
37,37
38,40
21,67
16,47
12,63
U4
36,50
38,70
21,52
16,34
11,87
Rerata
36,96
10,32
36,63
21,40
13,69

40
5,61
5,26
5,22
5,20
5,32
4,72
4,65
4,69
4,36
4,61
3,62
3,62
3,25
3,47
3,49
3,91
3,77
3,88
3,82
5,05
8,66
8,82
7,59
7,40
7,25
8,64
8,42
7,95
8,15
8,41
10,20
10,31
8,85
9,15
9,45

111

B. Nilai SFC (%) campuran setelah interesterifikasi enzimatik


Kode
Suhu (C)
Sampel
10
20
25
30
U1
32,56
20,36
15,44
9,88
U2
31,44
19,58
15,12
9,46
NC82
U3
31,23
19,63
13,73
8,94
U4
31,33
19,45
14,17
8,68
32,91
21,55
15,21
9,14
U1
U2
32,68
20,71
14,95
8,85
NC81
U3
30,1
20,9
14,99
9,85
U4
30,09
20,83
14,95
10,08
Rerata
31,45
21,00
15,03
9,48
27,33
16,9
12,14
6,9
U1
U2
27,19
16,17
11,92
6,56
OC82
U3
24,14
14,65
10,79
6,01
U4
23,97
14,97
10,46
6,11
Rerata
25,66
15,67
11,33
6,40
U1
25,36
17,8
12,52
6,53
U2
24,99
17,51
12,44
6,66
OC81
U3
26,12
15,85
11,79
6,86
U4
25,78
15,78
11,66
7,89
Rerata
25,56
16,74
6,77
4,37
U1
43,22
28,08
19,76
10,65
U2
42,7
27,9
19,59
10,49
SOC72
U3
39,55
25,79
17,45
11,98
U4
39,2
25,99
17,31
12,11
Rerata
41,17
26,94
18,53
11,81
U1
35,88
29,25
21,3
11,72
U2
35,94
28,94
20,09
11,98
SOC71
U3
40,84
28,01
20,3
10,88
U4
40,34
27,9
19,79
11,02
Rerata
38,25
28,53
23,12
14,18
25,36
39,69
21,3
12,42
U1
U2
24,99
39,1
20,96
12,62
SOC81
U3
26,12
33,58
21,55
15,03
U4
25,78
34,15
21,79
14,7
Rerata
25,56
41,37
22,62
16,14

35
6,33
6,55
5,8
5,64
5,48
6,13
6,39
6,57
6,14
5,38
5,37
4,72
4,78
5,06
5,55
5,01
4,84
4,8
3,52
7,56
7,75
6,53
7,15
11,23
8,49
8,67
8,27
8,21
11,28
8,86
8,9
10,13
9,9
12,59

40
4,99
5,13
5,34
4,53
3,78
3,31
3,3
3,21
3,40
4,86
4,86
4,33
4,85
4,73
4,06
4,19
3,74
3,44
3,85
5,81
5,84
5,75
4,9
8,12
6,52
6,37
5,78
5,6
8,29
4,06
4,19
3,74
3,44
9,63

112

Lampiran 7 Perhitungan analisis ragam dan uji lanjut DMRT pada karakter SMP
SMP (bahan baku)
The GLM Procedure
Class Level Information
Class

Levels

perlakuan

Values
NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81

Number of Observations Read


Number of Observations Used

28
28

The GLM Procedure


Dependent Variable: respon
Source
Model
Error
Corrected Total

Source
perlakuan
Source
perlakuan

DF

Squares

6
21
27

805.9460714
10.2106250
816.1566964

Sum of
Mean Square

F Value

134.3243452
0.4862202

276.26

Pr > F
<.0001

R-Square

Coeff Var

Root MSE

respon Mean

0.987489

2.402838

0.697295

29.01964

DF

Type I SS

Mean Square

F Value

Pr > F

805.9460714

134.3243452

276.26

<.0001

DF

Type III SS

Mean Square

F Value

Pr > F

805.9460714

134.3243452

276.26

<.0001

The GLM Procedure


Duncan's Multiple Range Test for respon
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the
experimentwise error
rate.
Alpha
Error Degrees of Freedom
Error Mean Square
Number of Means
Critical Range

2
1.025

3
1.076

4
1.109

0.05
21
0.48622

5
1.132

6
1.149

7
1.162

Means with the same letter are not significantly different.


Duncan Grouping

Mean

perlakuan

36.1875

SOC81

33.3375

SOC71

C
C
C

31.1500

SOC72

30.6125

NC81

29.5500

NC82

E
E
E

21.5000

OC81

20.8000

OC82

113

Lanjutan
SMP (produk)
The GLM Procedure
Class Level Information
Class

Levels

perlakuan

Values

NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81

Number of Observations Read


Number of Observations Used

28
28

The GLM Procedure


Dependent Variable: respon
Source

Sum of
Mean Square

F Value

Pr > F

38.96303571

6.49383929

10.48

<.0001

13.01375000

0.61970238

DF

Squares

Model

Error

21

Corrected Total

27

51.97678571

R-Square

Coeff Var

Root MSE

respon Mean

0.749624

2.402914

0.787212

32.76071

Source

DF

perlakuan

Source

DF

perlakuan

Type I SS
38.96303571
Type III SS
38.96303571

Mean Square

F Value

6.49383929

10.48

Mean Square

F Value

6.49383929

10.48

Pr > F
<.0001
Pr > F
<.0001

The GLM Procedure


Duncan's Multiple Range Test for respon
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the
experimentwise error
rate.
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
21
Error Mean Square
0.619702
Number of Means
Critical Range

2
1.158

3
1.215

4
1.252

5
1.278

6
1.297

7
1.312

Means with the same letter are not significantly different.


Duncan Grouping

Mean

perlakuan

34.8625

SOC81

B
B
B
B
B

33.6000

SOC71

C
C
C
C
C
C
C

33.0625

NC81

32.6250

SOC72

32.2500

OC81

32.1250

NC82

30.8000

OC82

114

Lanjutan
SMP (kontrol)
The GLM Procedure
Class Level Information
Class

Levels

perlakuan

Values

NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81

Number of Observations Read


Number of Observations Used

28
28

The GLM Procedure


Dependent Variable: respon
Source

DF

Model

Error

21

16.8050000

Corrected Total

27

733.8185714

Source
perlakuan
Source
perlakuan

Sum of
Mean Square

Squares
717.0135714

119.5022619

F Value
149.33

Pr > F
<.0001

0.8002381

R-Square

Coeff Var

Root MSE

respon Mean

0.977099

3.048647

0.894560

29.34286

DF

Type I SS

Mean Square

F Value

Pr > F

717.0135714

119.5022619

149.33

<.0001

DF

Type III SS

Mean Square

F Value

Pr > F

717.0135714

119.5022619

149.33

<.0001

The GLM Procedure


Duncan's Multiple Range Test for respon
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the
experimentwise error
rate.
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
21
Error Mean Square
0.800238
Number of Means
Critical Range

2
1.315

3
1.381

4
1.423

5
1.452

6
1.474

7
1.490

Means with the same letter are not significantly different.


Duncan Grouping

Mean

perlakuan

36.1875

SOC81

33.9375

SOC71

C
C
C
C
C

31.0500

SOC72

30.2375

NC82

29.8750

NC81

22.8000

OC81

21.3125

OC82

115

Lampiran 8 Perhitungan analisis ragam dan uji lanjut DMRT pada karakter total
karotenoid
Total Karotenoid (bahan baku)
The GLM Procedure
Class Level Information
Class

Levels

perlakuan

Values

NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81

Number of Observations Read


Number of Observations Used

28
28

The GLM Procedure


Dependent Variable: respon
Squares

Sum of
Mean Square

F Value

Pr > F

35182.30887

5863.71815

528.79

<.0001

Error

21

232.86879

11.08899

Corrected Total

27

35415.17766

Source

DF

Model

Source
perlakuan
Source
perlakuan

R-Square

Coeff Var

Root MSE

respon Mean

0.993425

0.803988

3.330013

414.1871

DF

Type I SS

Mean Square

F Value

Pr > F

35182.30887

5863.71815

528.79

<.0001

DF

Type III SS

Mean Square

F Value

Pr > F

35182.30887

5863.71815

528.79

<.0001

The GLM Procedure


Duncan's Multiple Range Test for respon
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the
experimentwise error
rate.
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
21
Error Mean Square
11.08899
Number of Means
Critical Range

2
4.897

3
5.141

4
5.297

5
5.406

6
5.486

7
5.548

Means with the same letter are not significantly different.


Duncan Grouping

Mean

perlakuan

460.797

OC81

454.334

NC81

439.493

OC82

410.528

NC82

392.814

SOC81

378.213

SOC71

363.132

SOC72

116

Lanjutan
Total Karotenoid (produk)
The GLM Procedure
Class Level Information
Class

Levels

perlakuan

Values

NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81

Number of Observations Read


Number of Observations Used

28
28

The GLM Procedure


Dependent Variable: respon
Squares

Sum of
Mean Square

F Value

Pr > F

33443.45485

5573.90914

603.66

<.0001

193.90452

9.23355

Source

DF

Model

Error

21

Corrected Total

27

33637.35937

Source
perlakuan
Source
perlakuan

R-Square

Coeff Var

Root MSE

respon Mean

0.994235

0.754325

3.038675

402.8339

DF

Type I SS

Mean Square

F Value

Pr > F

33443.45485

5573.90914

603.66

<.0001

DF

Type III SS

Mean Square

F Value

Pr > F

33443.45485

5573.90914

603.66

<.0001

The GLM Procedure


Duncan's Multiple Range Test for respon
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the
experimentwise error
rate.
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
21
Error Mean Square
9.233549
Number of Means
Critical Range

2
4.468

3
4.691

4
4.833

5
4.933

6
5.006

7
5.063

Means with the same letter are not significantly different.


Duncan Grouping

Mean

perlakuan

449.786

NC81

444.041

OC81

425.369

OC82

395.926

NC82

381.324

SOC81

366.962

SOC71

356.429

SOC72

117

Lampiran 9 Perhitungan analisis ragam dan uji lanjut DMRT pada karakter solid
fat content (SFC)
SFC suhu 10 C (bahan baku)
The GLM Procedure
Class Level Information
Class

Levels

perlakuan

Values

NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81

Number of Observations Read


Number of Observations Used

28
28

The GLM Procedure


Dependent Variable: respon
Squares

Sum of
Mean Square

F Value

Pr > F

440.6037214

73.4339536

71.29

<.0001

21

21.6317750

1.0300845

27

462.2354964

Source

DF

Model

Error
Corrected Total

R-Square

Coeff Var

Root MSE

respon Mean

0.953202

2.406210

1.014931

42.17964

Source

DF

perlakuan

Source

DF
6

perlakuan

Type I SS

Mean Square

F Value

73.4339536

71.29

Type III SS

Mean Square

F Value

Pr > F

440.6037214

73.4339536

71.29

<.0001

440.6037214

Pr > F
<.0001

suhu 10(b)
The GLM Procedure
Duncan's Multiple Range Test for respon
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the
experimentwise error
rate.
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
21
Error Mean Square
1.030085
Number of Means
Critical Range

2
1.492

3
1.567

4
1.614

5
1.648

6
1.672

7
1.691

Means with the same letter are not significantly different.


Duncan Grouping

Mean

perlakuan

A
A
A
A
A

46.8975

SOC81

46.4725

SOC71

45.7825

SOC72

42.4250

NC81

C
C
C
C
C

38.4150

NC82

38.3025

OC82

36.9625

OC81

118

Lanjutan
SFC suhu 10 C (produk)
The GLM Procedure
Class Level Information
Class

Levels

perlakuan

Values

NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81

Number of Observations Read


Number of Observations Used

28
28

The GLM Procedure


Dependent Variable: respon
Source

DF

Model

Error

21

55.183200

Corrected Total

27

1092.955943

Source
perlakuan
Source
perlakuan

Squares
1037.772743

Sum of
Mean Square

F Value

172.962124

65.82

Pr > F
<.0001

2.627771

R-Square

Coeff Var

Root MSE

respon Mean

0.949510

4.849266

1.621040

33.42857

DF

Type I SS

Mean Square

F Value

Pr > F

1037.772743

172.962124

65.82

<.0001

DF

Type III SS

Mean Square

F Value

Pr > F

1037.772743

172.962124

65.82

<.0001

The GLM Procedure


Duncan's Multiple Range Test for respon
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the
experimentwise error
rate.
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
21
Error Mean Square
2.627771
Number of Means
Critical Range

2
2.384

3
2.503

4
2.578

5
2.631

6
2.671

7
2.701

Means with the same letter are not significantly different.


Duncan Grouping

Mean

perlakuan

A
A
A

41.168

SOC72

40.278

SOC81

38.250

SOC71

C
C
C

31.640

NC82

31.445

NC81

D
D
D

25.658

OC82

25.563

OC81

B
B
B

119

Lanjutan
SFC suhu 20 C (bahan baku)
The GLM Procedure
Class Level Information
Class

Levels

perlakuan

Values

NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81

Number of Observations Read


Number of Observations Used

28
28

The GLM Procedure


Dependent Variable: respon
DF

Squares

Sum of
Mean Square

F Value

Pr > F

Model

2134.130643

355.688440

26.25

<.0001

Error

21

284.547025

13.549858

Corrected Total

27

2418.677668

Source

R-Square

Coeff Var

Root MSE

respon Mean

0.882354

18.87803

3.681013

19.49893

Source

DF

perlakuan

Source

DF

Type III SS

Mean Square

F Value

Pr > F

2134.130643

355.688440

26.25

<.0001

perlakuan

Type I SS
2134.130643

Mean Square

F Value

355.688440

26.25

Pr > F
<.0001

suhu 20 (b)
The GLM Procedure
Duncan's Multiple Range Test for respon
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the
experimentwise error
rate.
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
21
Error Mean Square
13.54986
Number of Means
Critical Range

2
5.413

3
5.683

4
5.855

5
5.975

6
6.065

7
6.133

Means with the same letter are not significantly different.


Duncan Grouping

Mean

perlakuan

36.370

SOC81

B
B
B
B
B

23.523

SOC72

23.455

SOC71

18.143

NC81

16.118

NC82

10.315

OC81

8.570

OC82

C
C
C

D
D
D

120

Lanjutan
SFC suhu 20 C (produk)
The GLM Procedure
Class Level Information
Class

Levels

perlakuan

Values

NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81

Number of Observations Read


Number of Observations Used

28
28

The GLM Procedure


Dependent Variable: respon
DF

Squares

Sum of
Mean Square

F Value

Pr > F

Model

1161.160250

193.526708

34.22

<.0001

Error

21

118.771450

5.655783

Source

Corrected Total

Source

27

1279.931700

R-Square

Coeff Var

Root MSE

respon Mean

0.907205

10.24419

2.378189

23.21500

DF

Type I SS

Mean Square

F Value

Pr > F

perlakuan

1161.160250

193.526708

34.22

<.0001

Source

DF

perlakuan

Type III SS
1161.160250

Mean Square

F Value

193.526708

34.22

Pr > F
<.0001

suhu 20 (e)
The GLM Procedure
Duncan's Multiple Range Test for respon
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the
experimentwise error
rate.
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
21
Error Mean Square
5.655783
Number of Means
Critical Range

2
3.497

3
3.671

4
3.783

5
3.860

6
3.918

7
3.962

Means with the same letter are not significantly different.


Duncan Grouping

Mean

perlakuan

34.380

SOC81

B
B
B

28.525

SOC71

26.940

SOC72

C
C
C

20.998

NC81

19.755

NC82

E
E
E

16.735

OC81

15.173

OC82

D
D
D

121

Lanjutan
SFC suhu 25 C (bahan baku)
The GLM Procedure
Class Level Information
Class

Levels

perlakuan

Values

NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81

Number of Observations Read


Number of Observations Used

28
28

The GLM Procedure


Dependent Variable: respon
Squares

Sum of
Mean Square

F Value

Pr > F

1218.922071

203.153679

230.21

<.0001

18.531600

0.882457

Source

DF

Model

Error

21

Corrected Total

27

1237.453671

Source
perlakuan
Source
perlakuan

R-Square

Coeff Var

Root MSE

respon Mean

0.985024

6.595861

0.939392

14.24214

DF

Type I SS

Mean Square

F Value

Pr > F

1218.922071

203.153679

230.21

<.0001

DF

Type III SS

Mean Square

F Value

Pr > F

1218.922071

203.153679

230.21

<.0001

suhu 25 (b)
The GLM Procedure
Duncan's Multiple Range Test for respon
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the
experimentwise error
rate.
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
21
Error Mean Square
0.882457
Number of Means
Critical Range

2
1.381

3
1.450

4
1.494

5
1.525

6
1.548

7
1.565

Means with the same letter are not significantly different.


Duncan Grouping

Mean

perlakuan

22.6200

SOC81

B
B
B

20.4575

SOC71

20.1325

SOC72

C
C
C

13.1500

NC81

12.4875

NC82

6.2650

OC81

4.5825

OC82

122

Lanjutan
SFC suhu 25 C (produk)
The GLM Procedure
Class Level Information
Class

Levels

perlakuan

Values

NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81

Number of Observations Read


Number of Observations Used

28
28

The GLM Procedure


Dependent Variable: respon
DF

Squares

Sum of
Mean Square

F Value

Pr > F

Model

528.3420429

88.0570071

17.99

<.0001

Error

21

102.7770250

4.8941440

Corrected Total

27

631.1190679

Source

Source
perlakuan
Source
perlakuan

R-Square

Coeff Var

Root MSE

respon Mean

0.837151

13.42310

2.212271

16.48107

DF

Type I SS

Mean Square

F Value

Pr > F

528.3420429

88.0570071

17.99

<.0001

DF

Type III SS

Mean Square

F Value

Pr > F

528.3420429

88.0570071

17.99

<.0001

suhu 25 (e)
The GLM Procedure
Duncan's Multiple Range Test for respon
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the
experimentwise error
rate.
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
21
Error Mean Square
4.894144
Number of Means
Critical Range

2
3.253

3
3.415

4
3.519

5
3.591

6
3.645

7
3.686

Means with the same letter are not significantly different.


Duncan Grouping

Mean

perlakuan

A
A
A

23.120

SOC71

21.400

SOC81

18.528

SOC72

C
C
C
C
C

15.025

NC81

14.615

NC82

12.103

OC81

10.578

OC82

B
B
B

D
D
D

123

Lanjutan
SFC suhu 30 C (bahan baku)
The GLM Procedure
Class Level Information
Class

Levels

perlakuan

Values

NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81

Number of Observations Read


Number of Observations Used

28
28

The GLM Procedure


Dependent Variable: respon
DF

Squares

Sum of
Mean Square

F Value

Pr > F

Model

689.4242152

114.9040359

261.12

<.0001

Error

21

9.2410257

0.4400488

Corrected Total

27

698.6652410

Source

Source
perlakuan
Source
perlakuan

R-Square

Coeff Var

Root MSE

respon Mean

0.986773

6.892812

0.663362

9.623964

DF

Type I SS

Mean Square

F Value

Pr > F

689.4242152

114.9040359

261.12

<.0001

DF

Type III SS

Mean Square

F Value

Pr > F

689.4242152

114.9040359

261.12

<.0001

The GLM Procedure


Duncan's Multiple Range Test for respon
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the
experimentwise error
rate.
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
21
Error Mean Square
0.440049
Number of Means
Critical Range

2
0.975

3
1.024

4
1.055

5
1.077

6
1.093

7
1.105

Means with the same letter are not significantly different.


Duncan Grouping

Mean

perlakuan

16.1353

SOC81

B
B
B

14.1825

SOC71

14.1125

SOC72

C
C
C

8.4575

NC82

8.2975

NC81

3.6200

OC81

2.5625

OC82

124

Lanjutan
SFC suhu 30 C (produk)
The GLM Procedure
Class Level Information
Class

Levels

perlakuan

Values

NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81

Number of Observations Read


Number of Observations Used

28
28

The GLM Procedure


Dependent Variable: respon
DF

Squares

Sum of
Mean Square

F Value

Pr > F

Model

175.9305929

29.3217655

32.50

<.0001

Error

21

18.9439500

0.9020929

Corrected Total

27

194.8745429

Source

Source
perlakuan
Source
perlakuan

R-Square

Coeff Var

Root MSE

respon Mean

0.902789

9.670545

0.949786

9.821429

DF

Type I SS

Mean Square

F Value

Pr > F

175.9305929

29.3217655

32.50

<.0001

DF

Type III SS

Mean Square

F Value

Pr > F

175.9305929

29.3217655

32.50

<.0001

The GLM Procedure


Duncan's Multiple Range Test for respon
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the
experimentwise error
rate.
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
21
Error Mean Square
0.902093
Number of Means
Critical Range

2
1.397

3
1.466

4
1.511

5
1.542

6
1.565

7
1.582

Means with the same letter are not significantly different.


Duncan Grouping

Mean

perlakuan

13.6925

SOC81

B
B
B

11.8075

SOC72

11.4000

SOC71

C
C
C

9.4800

NC81

9.2400

NC82

D
D
D

7.2350

OC81

5.8950

OC82

125

Lanjutan
SFC suhu 35 C (bahan baku)
The GLM Procedure
Class Level Information
Class

Levels

perlakuan

Values

NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81

Number of Observations Read


Number of Observations Used

28
28

The GLM Procedure


Dependent Variable: respon
Source

DF

Squares

Sum of
Mean Square

F Value
142.14

Model

431.0699929

71.8449988

Error

21

10.6142750

0.5054417

Corrected Total

27

441.6842679

Source
perlakuan
Source
perlakuan

Pr > F
<.0001

R-Square

Coeff Var

Root MSE

respon Mean

0.975969

9.433884

0.710944

7.536071

DF

Type I SS

Mean Square

F Value

Pr > F

431.0699929

71.8449988

142.14

<.0001

DF

Type III SS

Mean Square

F Value

Pr > F

431.0699929

71.8449988

142.14

<.0001

suhu 35 (b)
The GLM Procedure
Duncan's Multiple Range Test for respon
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the
experimentwise error
rate.
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
21
Error Mean Square
0.505442
Number of Means
Critical Range

2
1.045

3
1.098

4
1.131

5
1.154

6
1.171

7
1.184

Means with the same letter are not significantly different.


Duncan Grouping

Mean

perlakuan

12.5925

SOC81

B
B
B

11.2775

SOC71

11.2325

SOC72

C
C
C

6.7125

NC82

5.9425

NC81

D
D
D

3.0200

OC81

1.9750

OC82

126

Lanjutan
SFC suhu 35 C (produk)
The GLM Procedure
Class Level Information
Class

Levels

perlakuan

Values

NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81

Number of Observations Read


Number of Observations Used

28
28

The GLM Procedure


Dependent Variable: respon
DF

Squares

Sum of
Mean Square

F Value

Pr > F

Model

86.2017000

14.3669500

16.22

<.0001

Error

21

18.6027000

0.8858429

Corrected Total

27

104.8044000

Source

Source
perlakuan
Source
perlakuan

R-Square

Coeff Var

Root MSE

respon Mean

0.822501

14.66032

0.941192

6.420000

DF

Type I SS

Mean Square

F Value

Pr > F

86.20170000

14.36695000

16.22

<.0001

DF

Type III SS

Mean Square

F Value

Pr > F

86.20170000

14.36695000

16.22

<.0001

suhu 35(e)
The GLM Procedure
Duncan's Multiple Range Test for respon
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the
experimentwise error
rate.
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
21
Error Mean Square
0.885843
Number of Means
Critical Range

2
1.384

3
1.453

4
1.497

5
1.528

6
1.551

7
1.568

Means with the same letter are not significantly different.


Duncan Grouping

Mean

perlakuan

A
A
A

9.4475

SOC81

8.4100

SOC71

B
B
B
B
B
B
B

6.4975

SOC72

5.8925

NC81

5.5800

NC82

5.0500

OC81

4.0625

OC82

C
C
C

127

Lanjutan
SFC suhu 40 C (bahan baku)
The GLM Procedure
Class Level Information
Class

Levels

perlakuan

Values

NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81

Number of Observations Read


Number of Observations Used

28
28

The GLM Procedure


Dependent Variable: respon
DF

Squares

Sum of
Mean Square

F Value

Pr > F

Model

178.3612714

29.7268786

31.96

<.0001

Error

21

19.5296250

0.9299821

Corrected Total

27

197.8908964

Source

Source
perlakuan
Source
perlakuan

R-Square

Coeff Var

Root MSE

respon Mean

0.901311

16.96210

0.964356

5.685357

DF

Type I SS

Mean Square

F Value

Pr > F

178.3612714

29.7268786

31.96

<.0001

DF

Type III SS

Mean Square

F Value

Pr > F

178.3612714

29.7268786

31.96

<.0001

suhu 40 (b)
The GLM Procedure
Duncan's Multiple Range Test for respon
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the
experimentwise error
rate.
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
21
Error Mean Square
0.929982
Number of Means
Critical Range

2
1.418

3
1.489

4
1.534

5
1.565

6
1.589

7
1.607

Means with the same letter are not significantly different.


Duncan Grouping

Mean

perlakuan

A
A
A
A
A

9.1275

SOC81

8.2900

SOC71

8.1175

SOC72

B
B
B
B
B

4.3225

NC82

4.1050

NC81

3.3450

OC81

2.4900

OC82

C
C
C

128

Lanjutan
SFC suhu 40 C (produk)
The GLM Procedure
Class Level Information
Class

Levels

perlakuan

Values

NC81 NC82 OC81 OC82 SOC71 SOC72 SOC81

Number of Observations Read


Number of Observations Used

28
28

The GLM Procedure


Dependent Variable: respon
Source

Sum of
Mean Square

F Value

Pr > F

30.47314286

5.07885714

3.82

0.0099

27.94692500

1.33080595

DF

Squares

Model

Error

21

Corrected Total

27

58.42006786

Source
perlakuan
Source
perlakuan

R-Square

Coeff Var

Root MSE

respon Mean

0.521621

25.72756

1.153606

4.483929

DF

Type I SS

Mean Square

F Value

Pr > F

30.47314286

5.07885714

3.82

0.0099

DF

Type III SS

Mean Square

F Value

Pr > F

30.47314286

5.07885714

3.82

0.0099

suhu 40 (e)
The GLM Procedure
Duncan's Multiple Range Test for respon
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the
experimentwise error
rate.
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
21
Error Mean Square
1.330806
Number of Means
Critical Range

2
1.696

3
1.781

4
1.835

5
1.873

6
1.901

7
1.922

Means with the same letter are not significantly different.


Duncan Grouping

Mean

perlakuan

A
A
A

6.5150

SOC81

5.5675

SOC71

C
C
C
C
C
C
C
C
C

4.3250

SOC72

3.9000

NC81

3.8575

OC81

3.7475

NC82

3.4750

OC82

B
B
B
B
B
B
B
B
B

129

You might also like