Professional Documents
Culture Documents
Jurnal Farmasetik
Jurnal Farmasetik
Jurnal Farmasetik
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV tahun 2014
PENDAHULUAN
Pencampuran intravena (intravenous
admixtures) merupakan suatu proses
pencampuran obat steril dengan larutan
intravena steril untuk menghasilkan suatu
sediaan steril yang bertujuan untuk
penggunaan intravena. Ruang lingkup dari
intravenous admixtures adalah pelarutan atau
rekonstitusi serbuk steril, penyiapan suntikan
intravena sederhana, dan penyiapan suntikan
intravena kompleks (Kastango, 2004). Sesuai
Standar Kompetensi Apoteker Indonesia,
apoteker
bertanggung
jawab
untuk
memastikan bahwa pencampuran sediaan
steril di rumah sakit sesuai dengan Praktek
Penyiapan Obat yang Baik (Good
Preparation Practices, GPP) sehingga
terjamin
sterilitas,
kelarutan
dan
kestabilannya. Bila terjadi ketidaktepatan
dalam pencampuran intravena, baik dari segi
prosedur aseptis, teknik pencampuran,
pelarutan, dan penyimpanannya dapat
menyebabkan pengendapan obat yang
beresiko menimbulkan penyumbatan pada
alat injeksi dan membahayakan pasien.
Tempat dan lama penyimpanan juga
berpengaruh pada stabilitas obat. Obat yang
sudah direkonstitusi memiliki batas waktu
kestabilannya sehingga perlu diperhatikan
lama penyimpanannya.
Faktor ketidakstabilan di dalam air
menyebabkan sediaan injeksi antibiotika
turunan
-laktam
seperti
golongan
sefalosporin dan meropenem tersedia dalam
bentuk serbuk yang harus direkonstitusi
dengan pelarut yang sesuai segera sebelum
digunakan. Proses rekonstitusi sediaan
antibiotika yang tidak sesuai GPP dapat
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan gabungan
antara metoda observasi prospektif di rumah
sakit dan pembuktian di laboratorium. Alat
dan bahan yang digunakan di laboratorium
adalah: shaking incubator
(Memmert),
Spektrofotometer UV-Vis (SHIMADZU
1700), sediaan steril meropenem generik
(Dexa Medica), sefotaksim generik (Dexa
173
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV tahun 2014
174
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV tahun 2014
dan
gentamisin
(1,75%).
Proses
pencampuran dilakukan diatas troli pada
ruang perawatan tanpa mempertimbangkan
teknik aseptis. Jenis dan volume pelarut yang
digunakan dapat dilihat pada Tabel I.
Hasil observasi yang dilakukan di
Ruang ICU RSSN Bukittinggi dari bulan Juli
September 2012, jumlah pasien yang
menerima sediaan parenteral berupa injeksi
kering seftriakson dan sefitaksim yang
direkonstitusi adalah 21 orang. Sediaan
direkonstitusi di ruangan perawat tanpa
memperhatikan teknik aseptis; jenis dan
volume pelarut seperti pada Tabel I.
Dari
pengamatan
pencampuran
larutan injeksi fenitoin natrium di Bangsal
Syaraf Rumah Sakit DR. M. Djamil Padang
terdapat ketidak tepatan jenis cairan
intravena pada beberapa kasus yaitu
penggunaan Ringer Laktat meskipun
sebagian besar telah menggunakan NaCl
0,9% sesuai persyaratan literature (Tabel I).
Untuk
mengkonfirmasi
apakah
prosedur pelarutan di rumah sakit telah
menghasilkan sediaan obat yang stabil
dengan dosis yang sesuai, maka perlu
dilakukan analisis kuantitatif zat aktif
terlarut. Hasil validasi metoda analisis secara
spektrofotometri UV-Visibel dapat dilihat
pada Tabel II.
175
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV tahun 2014
Tabel I. Data ketepatan volume pelarut untuk rekonstitusi meropenem sefotaksim dan
seftriakson di 3 rumah sakit yang diamati
Sediaan (dosis)
Injeksi kering
meropenem
(1 gram)a
Injeksi kering
meropenem
(0,5 gram)a
Injeksi kering
seftriakson
(1 gram)b
Injeksi kering
sefotaksim
(1 gram)b
Injeksi kering
seftriakson (1 gram)c
Injeksi kering
sefotaksim (1 gram)c
Larutan injeksi fenitoin
natrium (100mg/2mL)d
Aqua pi;10
mL
Aqua pi; 10
mL
Aqua pi; 10
mL
Aqua pi; 5
mL
Aqua pi; 5
mL
Aqua pi; 5
mL
Aqua pi; 5
mL
Ringer
Laktat
Aqua pi; 10
mL
Aqua pi; 5
mL
NaCl 0,9%,
kadar
<5mg/mL
Tempat
pencampuran
Ruang
perawatan
pasien
Ruang
perawatan
pasien
Ruang
perawatan
pasien
Ruang
perawatan
pasien
Ruang
perawat
Ruang
perawat
Ruang
perawatan
pasien
Teknik
aseptis
Zat Aktif
max (nm)
Persamaan regressi
y=0,0253x 0,0089;
(r = 0,9998)
y=0,0359x 0,0052;
(r = 0,9993)
y=0,0421x + 0,0313;
(r = 0,9997)
1.
Meropenem
298,4
2.
Sefotaksim
233,6
3.
Fenitoin
natrium
218
LOD
(g/mL)
0,29
LOQ
(g/mL)
0,97
0,36
1,19
0,21
0,72
176
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV tahun 2014
Tabel III. Kadar zat aktif di dalam sediaan parenteral setelah direkonstitusi atau dicampur
No. Nama zat aktif
Kadar zat aktif setelah rekonstitusi/pencampuran
Keterangan
(%)
Prosedur sesuai
Prosedur di rumah sakit
literature
1. Meropenem
100,55% (t=0)
78,56% (t=0)
98,95% (t=24 jam)
78,50% (t=24 jam)
91,05% (t=48 jam)
73,32% (t=48 jam)
2.
Sefotaksim
102,07% (t=0)
88,35% (t=0)
Terjadi
96,31% (t=24 jam)
perubahan
93,43% (t=48 jam)
warna setelah
disimpan
3.
Fenitoin natrium
91,76% (t=0)
89,44% (t=0)
Terjadi
80,72% (t=24 jam)
82,96% (t=24 jam)
pengendapan
76,00% (t=48 jam)
76,72% (t=48 jam)
Reaksi inkompatibilitas yang terjadi
diantaranya adalah perubahan warna larutan
sefotaksim setelah direkonstitusi dan
Gambar 1. Pengendapan fenitoin setelah pencampuran dengan NaCl 0,9% (kiri) dan Ringer
laktat (kanan)
Diskusi
Hasil pengamatan pada semua rumah
sakit menunjukkan bahwa proses rekonstitusi
dan pencampuran sediaan parenteral belum
memperhatikan
teknik
aseptis
untuk
mencegah kontaminasi mikroba selama
proses pelarutan/pencampuran berlangsung.
Terdapat 4 faktor yang menentukan apakah
sterilitas sediaan parenteral dapat dijaga
selama proses pencampuran yaitu ruangan
yang memiliki tingkat kontaminasi mikroba
minimal, bahan dan alat steril, perawat
terlatih dan penerapan teknik aseptis. Oleh
sebab itu melarutkan sediaan injeksi di atas
troli pada ruang perawatan bukan merupakan
pilihan yang tepat, karena di ruangan tersebut
177
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV tahun 2014
terlarut
dengan
sempurna
sebelum
diinjeksikan kepada pasien.
Sediaan injeksi seftriakson di RSUD
Dr. M. Zein Painan disiapkan dengan cara
melarutkan 1 g serbuk kering dalam vial
dengan 10 ml aqua pro injeksi (sesuai dengan
literatur dan instruksi pabrik). Untuk
pemberian 2 g tetap di larutkan masingmasing 1 gram dan untuk pemberian 500 mg
tetap dilarutkan 1 gram dalam vial 10 ml
kemudian diambil 5 ml, dan sisanya hanya
dibuang saja. Untuk kasus seperti ini,
sebaiknya jika pasien yang mendapat dosis
500 mg lebih dari satu orang maka
penyiapannya dapat dilakukan secara
bergantian. Maksud secara bergantian adalah
10 ml diambil 5 ml untuk pasien A dan 5 ml
lagi untuk pasien B, begitu seterusnya untuk
pasien dengan regimen yang sama.
Cara rekonstitusi di atas sudah benar,
seftriakson 250 mg, 500 mg, 1 g, atau 2 g
masing-masing dapat direkonstitusi dengan
2,4; 4,8; 9,6; atau 19,2 ml larutan IV
kompatibel untuk mendapatkan larutan
dengan konsentrasi sekitar 100 mg/ml
(AHFS, 2011; Trissel, 2009). Seftriakson
yang direkonstitusi dengan aqua pro injeksi
yang menghasilkan konsentrasi 100 mg/ml
hanya boleh disimpan maksimum 6 jam pada
suhu < 250 C atau 24 jam dalam lemari es
(instruksi
pabrik).
Seftriakson
yang
direkonstitusi dengan dekstrosa 5%, SWFI,
atau NaCl 0,9% dengan konsentrasi 100
mg/ml stabil selama 2 hari bila disimpan
pada suhu kamar (250 C) (Association
Pharmacist American, 2010).
Sediaan injeksi sefotaksim disiapkan
dengan melarutkan 1 g serbuk kering
sefotaksim dalam vial dengan 5 ml aqua pro
injeksi (sesuai dengan literatur dan instruksi
pabrik), dan untuk pemberian 2 g tetap
dilarutkan 1 gram dalam 5 ml aqua pro
injection sebanyak dua kali. Sefotaksim 500
mg, 1 g, 2 g masing-masing dapat
direkonstitusi dengan 10 ml aqua pro injeksi
untuk
mendapatkan
larutan
dengan
konsentrasi sekitar 50, 95, dan 180 mg/ml
(AHFS, 2011; Trissel, 2009).
Pemberian injeksi antibiotika hasil
rekonstitusi sudah tepat pasien karena pada
178
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV tahun 2014
179
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV tahun 2014
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa prosedur
rekonstitusi dan pencampuran sediaan
parenteral di rumah sakit belum memenuhi
kriteria Good Preparation Practice (GPP)
DAFTAR PUSTAKA
Association Pharmacist American. 20092010. Drug Information Handbook 18th
edition. USA: Lexi-Comp.
Astrazeneca. 2007. Product monograph of
Merrem. Ontario: Astrazeneca Canada
Inc.
American
Society
of
Health-System
Pharmacists
Customer
Service
Department. 2011. AHFS Drug
Information Essentials. American
Society of Health-System Pharmacists
Customer Service Department, inc.
7272 Wisconsin Avenue Bethesda.
Kastango, E.S., Bradshaw, B.D. 2004. USP
chapter 79: Establishing a practice
standard for compounding sterile
preparations in pharmacy. Am J
Health-Syst Pharm, 6, 1928-1938.
KEMENKES RI. 2011. Pedoman Pelayanan
Kefarmasian
Untuk
Terapi
Antibiotik.Jakarta: KEMENKES RI.
Kumar, C.H.A., Kumar, T.A., Gurupadayya,
B.M., Sloka, S.N., M.B Rahul Reddy.
2010.
Novel
spectrophotometric
determination of Valacyclovir and
Cefotaxime using 1, 2 napthaquinone4-sulfonic acid sodium in bulk and
180