Professional Documents
Culture Documents
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa waktu aplikasi urea yang diberikan secara bertahap hanya dapat meningkatkan tinggi tanaman. Pemberian urea 3 dan 4 kali lebih baik dibandingkan pemberian 2 kali. Pemberian dosis 285 kg urea/ha mampu meningkatkan bobot kering berangkasan. Pemberian dosis 100 kg urea/ha dengan aplikasi 2 kali (1 MST dan awal berbunga) sudah meningkatkan hasil jagung sebesar 10,65 t ha-1.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa waktu aplikasi urea yang diberikan secara bertahap hanya dapat meningkatkan tinggi tanaman. Pemberian urea 3 dan 4 kali lebih baik dibandingkan pemberian 2 kali. Pemberian dosis 285 kg urea/ha mampu meningkatkan bobot kering berangkasan. Pemberian dosis 100 kg urea/ha dengan aplikasi 2 kali (1 MST dan awal berbunga) sudah meningkatkan hasil jagung sebesar 10,65 t ha-1.
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Gunawan Pasaribu
NRP E251070071
ABSTRACT
GUNAWAN TRISANDI PASARIBU. The Wood Extractives of Raru and Its
Influences on Reducing Blood Sugar Level by In Vitro Testing. Under direction
of WASRIN SYAFII and LATIFAH K. DARUSMAN
Raru stem barks are widely used as additional materials of nira (sugar palm) in
order to make them more durable and to enrich the taste of toddy traditional
beverages such as tuak (Bataks beverages). The traditional knowledge from
Sumatra reported that raru could reduce the blood sugar level. The aim of this
research is to acquire the effectiveness of raru stem bark extractives on reducing
blood sugar level by evaluated the inhibition of alpha glucosidase activity. Then
isolated and identified compounds of raru stem barks extract which has
antidiabetic properties by in vitro testing. There are four species of raru founded
from exploration in five locations in Sumatra i.e. Cotylelobium melanoxylon
Pierre, Shorea balanocarpoides Sym, Cotylelobium lanceolatum Craib, and
Vatica perakensis King. All of the raru species contained flavonoid, saponin and
tannin, and the crude extract obtained from reflux and maceration method has
been able to inhibited alpha glucosidase 88 to 97%. From the screening step,
Shorea crude extract had the best performance, equivalent with the inhibition
activity of patented drug -Glucobay- 97%. The maximum spectrum of bioactive
component gained from UV-Vis spectroscopy of Shorea was 288.6 nm. Infra red
spectrum could identified the aromatic functional group were -OH, C-H, C=C, CO and C-H. GCMS spectroscopy showed the molecule weight was 390, and the
molecule formula was C20H22O8. Based on those spectroscopy data and Nuclear
Magnetic Resonance analysis, the plausible compound was 4-Glucosyl-3, 4, 5trihydroxystilbene.
Key words: Raru, stem bark, extractives, antidiabetic, alpha glucosidase
RINGKASAN
GUNAWAN TRISANDI PASARIBU. Zat Ekstraktif Kayu Raru dan
Pengaruhnya Terhadap Penurun Kadar Gula Darah secara In Vitro. Dibimbing
oleh WASRIN SYAFII dan LATIFAH K. DARUSMAN.
Raru merupakan sebutan untuk jenis-jenis kulit kayu yang ditambahkan
pada nira aren yang bertujuan untuk meningkatkan cita rasa dan kadar alkohol
serta mengawetkan minuman tradisional tuak.
Dalam berbagai literatur
disebutkan bahwa ada beberapa jenis kayu yang digolongkan sebagai kayu raru,
antara lain Shorea maxwelliana King, Shorea faguetiana Heim. Cotylelobium
melanoxylon Pierre., Vatica songa V.Sl. dari famili dipterocarpaceae dan Garcinia
sp. dari famili Guttifera. Sebagian masyarakat Tapanuli juga mengenal kulit kayu
raru sebagai obat diabetes.
Diabetes melitus adalah kelainan metabolisme karbohidrat, di mana
glukosa darah tidak dapat digunakan dengan baik, sehingga menyebabkan
keadaan hiperglikemia. Kadar gula darah berhubungan dengan kemampuan
pankreas dalam memproduksi insulin yang berfungsi mengubah glukosa menjadi
glikogen. Diabetes atau kencing manis sering disebut sebagai penyakit akibat
kelainan hormon ini, akibatnya tubuh menjadi tidak dapat menyerap glukosa dari
darah.
Enzim -glukosidase memiliki nama kimia -D-glukosida glukohidrolase
merupakan enzim yang berperan dalam pembentukan glukosa di dalam usus halus
manusia. Enzim ini membantu dalam pemecahan rantai polisakarida pada ikatan
(1-6) pada setiap titik percabangan yang tidak dapat dipecahkan oleh enzim
fosforilase. Produk dari aktivitas enzim ini adalah polimer (1-4) tak bercabang
dan satu glukosa. Reaksi ini terjadi setelah aktivitas glikogen phosporilase dan
glikogen transferase terjadi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui kandungan bioaktif
kulit kayu raru, mengetahui efek farmakologis ekstraktif kulit kayu raru terhadap
penurunan kadar gula darah melalui aktivitas inhibisi alfa glukosidase serta
mengisolasi dan mengidentifikasi komponen bioaktif yang berperan dalam
penurunan kadar gula darah.
Penyelidikan tentang pemanfaatan kulit kayu raru dan teknik pemanenan
di masyarakat sebagai obat dan bentuk pemanfaatan lainnya dilakukan melalui
wawancara mendalam (depth interview) dan diskusi.
Kulit kayu digiling menggunakan hammer mill dan disaring untuk
menghasilkan serbuk 40-60 mesh. Serbuk kulit kayu raru diekstraksi dengan dua
teknik yakni secara maserasi (perendaman) dengan etanol 70% dan refluks
(penggodokan) dengan pelarut air selama 3 jam pada suhu 1000C. Ekstrak
kemudian disaring dan dipekatkan dengan rotary vacum evaporator .
Pengujian enzimatik dilakukan secara in-vitro pada ekstrak kasar dan
fraksi-fraksi hasil pemisahan. Enzim yang digunakan adalah -glucosidase. Uji
inhibisi -glukosidase dilakukan dengan cara larutan enzim dibuat dengan
melarutkan 1.0 mg -glukosidase dalam buffer fosfat (pH 7.0) yang mengandung
bovin serum albumin. Sebelum digunakan, sebanyak 1 mL larutan enzim tersebut
diencerkan 25 kali dengan buffer fosfat (pH 7.0). Campuran reaksi terdiri dari 250
L p-nitrofenil -D-glukopiranosa sebagai substrat, 490 L buffer fosfat (pH 7.0)
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Mayor Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Ervizal Amzu, MS.
Judul Tesis
Nama
NRP
: E 251070071
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Ketua
Anggota
Diketahui
Tanggal lulus:
10
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas
segala berkat dan anugrah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
ilmiah yang berjudul Zat Ekstraktif Kayu Raru dan Pengaruhnya Terhadap
Penurun Kadar Gula Darah secara In Vitro yang merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Mayor Ilmu dan Teknologi
Hasil Hutan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Terimakasih dan penghargaan yang tulus penulis ucapkan kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr., selaku Ketua Komisi Pembimbing dan
Prof.Dr.Ir. Latifah K. Darusman, MS., selaku Anggota Komisi Pembimbing
yang telah banyak memberi bimbingan, masukan dan saran dalam berbagai
kesempatan diskusi yang terkait dengan penelitian ini, dan Dr. Ir. Ervizal
Amzu, MS selaku penguji luar komisi yang ikut menyumbangkan
pemikirannya untuk penyempurnaan karya ilmiah ini.
2. Departemen Kehutanan atas beasiswa yang diberikan sehingga penulis dapat
menjalani pendidikan di Program Mayor Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan,
Sekolah Pacasarjana IPB.
3. Kepala Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli atas bantuan dana penelitian
yang diberikan.
4. Staf Dinas Kehutanan Kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah,
Simalungun, Staf Balai TNBT di Tanah Lakat untuk bantuan eksplorasi bahan
penelitian.
5. Peneliti dan staf di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB yang telah
banyak membantu selama pelaksanaan penelitian, Pak Edy Dj.,MSi, Mba
Salina,S.Si., Pak Rafi, M.Si, Pak Waras, M.Si., Pak Zaim, M.Si., Ibu Nunuk,
Nio, Endi dan Pak Mul.
6. Peneliti dan staf di Laboratorium Pusat Penelitian Kimia - LIPI Serpong yang
telah banyak membantu dalam spektroskopi, Dr. Hanafi, Puspa D.
Lotulung,M.Sc, Sofa, S.Si.
7. Bapak AKBP Jaswanto di Laboratorium Forensik Mabes Polri untuk bantuan
spektroskopi GCMS.
8. Staf di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Fahutan IPB yang telah banyak
membantu dalam preparasi sampel penelitian.
9. Rekan-rekan Pascasarjana ANTECH 2007, [Gerald, Sukma, Yusro, Yetvi,
Loly dan Erna] M.Si., atas segala bantuan dan kebersamaan selama ini.
Kepada teman-teman di PS Charisma HKBP Paledang Bogor untuk dukungan
doa selama ini dan adik-adik di Perwira 10.
10. Keluarga Besar Pasaribu (Siborongborong) dan Keluarga Besar Hutagalung
(Sibolga). Teristimewa buat istri tercinta (Risdawati Hutagalung) dan buah
hati tersayang (Johansen Partogi Pasaribu) atas dukungan, doa dan
pengorbanannya selama penulis menjalani studi.
11. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, untuk semua
dorongan dan bantuan yang diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
terutama dalam bidang kehutanan.
Bogor, Agustus 2009
Gunawan Trisandi Pasaribu
11
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Siborongborong pada tanggal 27 Mei 1977 sebagai
anak kelima dari pasangan S. Pasaribu (alm.) dan M. br. Nababan (alm.).
Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Fakultas
Kehutanan IPB, lulus pada tahun 2000. Kesempatan untuk melanjutkan ke
program magister pada Mayor Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan, Sekolah
Pascasarjana IPB pada tahun 2007. Beasiswa pendidikan diperoleh dari
Departemen Kehutanan Republik Indonesia.
Penulis bekerja sebagai peneliti di Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli,
Badan Litbang Kehutanan, DEPHUT sejak tahun 2002 dan ditempatkan di
Pematang Siantar. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab peneliti ialah
teknologi hasil hutan, khususnya hasil hutan bukan kayu.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Pada
Program Mayor Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan, penulis menyusun tesis dengan
judul Zat Ekstraktif Kayu Raru dan Pengaruhnya Terhadap Penurun Kadar Gula
Darah secara In Vitro di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr.,
sebagai ketua Komisi Pembimbing dan Prof.Dr.Ir. Latifah K. Darusman, MS.,
sebagai anggota Komisi Pembimbing.
Selama mengikuti program S2, penulis aktif sebagai anggota Masyarakat
Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI). Karya ilmiah berjudul Aktivitas Inhibisi
Alfa Glukosidase dari Zat Ekstraktif Kulit Kayu Raru (Vatica perakensis King)
telah dipresentasikan pada Seminar Nasional MAPEKI di Bandung pada tanggal
23-25 Juli 2009. Karya tersebut merupakan bagian dari riset tesis penulis.
12
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL......................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR.................................................................................
xii
xiii
PENDAHULUAN
Latar Belakang................................................................................
Rumusan Masalah...........................................................................
Tujuan Penelitian............................................................................
Hipotesis.........................................................................................
Manfaat Penelitian..........................................................................
TINJAUAN PUSTAKA
Etnobotani.......................................................................................
Ekstraktif.........................................................................................
Pemanfaatan Ekstraktif...................................................................
10
Diabetes..........................................................................................
11
Enzim -Glukosidase......................................................................
13
14
14
Metode Penelitian............................................................................
14
Penyiapan bahan...............................................................................
14
Penelitian Etnobotani.......................................................................
15
Ekstraksi...........................................................................................
15
15
16
17
20
38
39
44
13
DAFTAR TABEL
Halaman
1
16
Hasil eksplorasi............................................................................................. 22
14
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
21
25
Aktivitas inhibisi alfa glukosidase ekstrak kasar raru dengan metode ekstraksi
yang berbeda.......................................................................................... ...
27
28
30
10 Senyawa 4-Glucosyl-3,4',5-trihydroxystilbene............................................. 36
15
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Bagan alir penelitian..................................................................................... 44
2 Rendemen ekstrak beberapa jenis Raru........................................................ 45
3 Aktivitas inhibisi -glukosidase ekstrak kasar Raru..................................... 46
4 Persen inhibisi alfa glukosidase fraksi Shorea.............................................. 47
5 Pergeseran kimia (Chemical shift) H-NMR.................................................
48
49
7 13C NMR......................................................................................................
50
8 1H NMR.......................................................................................................
56
16
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan merupakan sumber daya alam yang mempunyai empat fungsi utama
yaitu sebagai penyangga tanah dan air (fungsi hidrologis), penyangga iklim bumi,
sumber keanekaragaman hayati serta modal atau penunjang pembangunan. Hasil
hutan digolongkan sebagai hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu,
disamping jasa lingkungan dan sumber plasma nutfah. Hasil hutan bukan kayu
dapat dibagi berdasarkan kelompok besar yang meliputi hasil hutan bukan kayu
(HHBK) berbasis biomassa contohnya kayu bakar. Produk HHBK lainya adalah
komoditi rotan dan bambu, buah yang dapat dimakan, tumbuhan obat, resin dan
lateks, hidupan liar dan produk turunannya (Thadani, R. 2001).
Dalam rangka mengurangi tekanan terhadap hutan, dilakukan berbagai
upaya peningkatan efisiensi pemanfaatan hasil hutan. Hal pertama yang dilakukan
adalah dengan peningkatan rendemen pengolahan kayu di hutan maupun di
industri pengolahan. Diharapkan dengan peningkatan rendemen, akan mengurangi
limbah pengolahan dan menurunkan laju degradasi hutan.
dikembangkan berbagai upaya diversifikasi produk dari kayu ke produk non kayu,
misalnya pemanfaatan batang sawit, batang kelapa dan berbagai kelompok palma
lainnya.
limbah sekarang ini tidak masalah lagi karena kemajuan teknologi pengolahan
kayu yang semakin tinggi. Pemanfaatan semua bagian kayu mulai dari daun,
batang dan ranting menjadi pilihan saat ini agar nilai tambah sumber daya hutan
dapat maksimal.
semakin berkembang, dimana tidak hanya sebatas untuk produksi papan, pulp,
kertas saja, akan tetapi akan dikembangkan sebagai sumber bahan kimia alami
seperti sumber etanol, vitamin C, arang aktif, dll.
Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu belum dikembangkan secara maksimal
sebagai bagian dari pengelolaan sumberdaya hutan yang berkelanjutan. Statistik
dan informasi tentang potensi dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dan jasa
lingkungan masih sangat terbatas.
17
18
dilakukan
penelitian
ilmiah
untuk
membuktikan
pernyataan
tersebut.
19
TINJAUAN PUSTAKA
Etnobotani
Etnobotani merupakan ilmu botani mengenai pemanfaatan tumbuhan dalam
keperluan sehari-hari dan adat suku bangsa.
20
jaringan kayu terhadap kerusakan mekanik dan menjaganya dari organismeorganisme perusak kayu, variasi suhu dan kelembaban (Fengel dan Wagener,
1995). Menurut Haygreen dan Bowyer (1999) kulit kayu tersusun oleh bahanbahan kimia diantaranya selulosa 23.7%, hemiselulosa 24.9%, lignin 50.0%,
ekstraktif 13.0% dan abu 0.9%
Raru merupakan sebutan untuk jenis-jenis kulit kayu yang ditambahkan
pada nira aren yang bertujuan untuk meningkatkan cita rasa dan kadar alkohol
(Santiyo, 2006).
disebutkan bahwa ada beberapa jenis kayu yang digolongkan sebagai kayu raru,
antara lain Shorea maxwelliana King, Vatica songa V.Sl. dari famili
dipterocarpaceae dan Garcinia sp. dari famili Guttifera. Penelitian Erika, 2005
menyebutkan bahwa jenis Shorea faguetiana Heim. termasuk juga sumber kulit
raru. Penelitian Pasaribu, et.al. (2007) menemukan bahwa salah satu kulit kayu
raru yang berasal dari Kabupaten Tapanuli Tengah diidentifikasi sebagai
Cotylelobium melanoxylon Pierre.
21
Penambahan kulit raru pada tuak, dimaksudkan agar rasa dan alkoholnya
cocok (Ikegami, 1997). Selanjutnya Soerianegara, (1987) menambahkan bahwa
kulit digunakan oleh masyarakat lokal untuk mencegah buih pada nira aren dan
untuk menghambat peragian pada minuman tuak.
Ekstraktif
Zat ekstraktif atau metabolit sekunder kayu meliputi sejumlah senyawa
besar yang berbeda yang dapat diekstraksi dari kayu dengan pelarut netral baik
yang polar maupun non-polar. Kandungan dan komposisi ekstraktif berbeda-beda
diantara spesies kayu. Variasi ekstraktif juga dipengaruhi oleh tapak geografi dan
musim (Fengel dan Wagener, 1995).
Zat ekstraktif merupakan bahan pengisi pada sel tanaman yang sebagian
besar terdapat pada lumen kayu dan sebagian kecil pada dinding sel.
Keberadaannya tidak merupakan ikatan kimia, hanya secara fisik saja di dalam
dinding sel.
diekstraksi dengan menggunakan bahan pelarut netral atau air, etanol, metanol,
aseton, etil asetat, eter, heksana, benzena dan lainnya.
Sjostrom (1995) dan Achmadi (1989) menyatakan bahwa secara kimiawi,
zat ekstraktif kayu dapat digolongkan dalam tiga bagian, yaitu:
1. Komponen-komponen alifatik (lemak dan lilin)
Berbagai macam senyawa alifatik yang terdapat dalam resin seperti nalkana, alkohol lemak, asam lemak, lemak (ester gliserol), lilin (ester dari
alkohol), suberin (poliestolida). Kelompok alkana dan alkohol relatif sedikit,
bersifat lipofilik dan mantap. Asam lemak umumnya terdapat sebagai ester
dan merupakan komponen utama resin parenkim di dalam kayu daun jarum
maupun kayu daun lebar. Ester dari alkohol lainnya, biasanya berupa alkohol
alifatik atau terpenoid alami yang dikenal sebagai lilin.
2. Terpena dan terpenoid
Terpena merupakan hasil kondensasi dari dua atau beberapa unit isoprena
(2-metilbutadiena) menghasilkan dimer dan oligomer yang lebih tinggi.
Menurut jumlah unit isoprena yang menyusunnya, terpena dapat dibagi
menjadi monoterpena (n=2), seskuiterpena (n=3), diterpena (n=4), triterpena
22
Pemanfaatan Ekstraktif
Pemanfaatan zat ekstraktif sat ini sudah sangat luas yang dapat digolongkan
berdasarkan penggunaannya antara lain:
a. Sumber bahan kimia. Sumber bahan kimia yang melimpah diperoleh dari
proses penyadapan pohon pinus dan jenis konifer lainnya yang akan
menghasilkan rosin, terpentin dan tall oil. Penyadapan pada pohon karet juga
akan menghasilkan lateks yang banyak digunakan dalam industri. Ekstraksi
23
pada kulit dan kayu dengan pelarut akan menghasilkan asam fenolat, terpen,
lignan, lilin dan zat warna.
b. Sebagai bahan perekat. Penggunaan yang paling memberikan harapan saat ini
dan dimasa depan adalah penggantian fenol dalam resin fenol-formaldehida
untuk memproduksi papan komposit. Penggunaan tanin yang diekstraksi dari
kulit kayu mulai berkembang penggunaannya pada industri perekatan. Sumber
ekstrak tanin terutama dari jenis akasia.
c. Sebagai bahan pangan. Ekstraktif dari daun akan menghasilkan minyak atsiri,
klorofil, karotenoid dan protein daun. Bagian dari daun terutama dari famili
Leguminosae dengan proses pengeringan dan pelumatan dapat digunakan
sebagai pakan ternak.
d. Sebagai bahan obat.
kuersetin yang diekstrak dari kulit Douglas fir (Pseudotsuga menziesii) dan
western larch (Larix occidentalis) kemungkinan besar cocok sebagai
antioksidan (Fengel dan Wagner, 1995).
taxol dari
Taxus brevifolia
Taxol merupakan senyawa toxoid yang mempunyai aktivitas antikanker. Selain itu,
taxol juga memberi harapan sebagai antitumor yang lain seperti breast, head, neck, lung, colon
tumours. Taxol dikatakan merupakan antikanker yang lebih unggul dibanding dengan antikanker
lain, karena mempunyai mekanisme memblok pembelahan sel kanker. Saat ini kulit kayu pohon
Taxus brevifolia merupakan bahan baku resmi yang telah disetujui FDA. Taxol terutama
digunakan untuk ovarian cancer juga aktif terhadap platinium-resistant ovarian cancer yang
dalam penelitian memberikan respon 28% dari 28 pasien.
24
Hasil
menunjukkan bahwa minyak atsiri kulit batang mempunyai aktivitas yang kuat
terhadap semua bakteri dan fungi uji sedangkan minyak atsiri daun aktif terhadap
semua bakteri uji tetapi tidak aktif terhadap dua marga fungi yaitu Aspergillus dan
Scedosporium. Aktivitas antibakteri minyak atsiri kulit batang paling kuat
terhadap Bacillus subtilis dengan konsentrasi hambat minimum 0,62% sedangkan
25
antihiperglikemia yang baik. Kulit kayu dikeringkan dengan cara dijemur atau
pemanasan (Dalimartha, 2001).
Agung (1998) telah melakukan telaah fitokimia dan uji efek antidiabetik
ekstrak-ekstrak air, n-heksana, etil asetat dan etanol herba sambiloto (Androgaphis
paniculata Nees.). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak air dan ekstrak
etanol dengan dosis 0,5 g/kg bobot badan memperlihatkan efek antidiabetik pada
tikus putih jantan jantan galur Sprague Dawley, yang diuji dengan metode uji
toleransi glukosa. Dalam ekstrak air dan ekstrak etanol ditemukan senyawa
golongan diterpenoid.
26
6-disphospatase,
aldosa
dan
meningkatkan
aktivitas
kultur
Diabetes
Diabetes melitus (DM) adalah kelainan metabolisme karbohidrat, di mana
glukosa darah tidak dapat digunakan dengan baik, sehingga menyebabkan
keadaan hiperglikemia. Kadar gula darah berhubungan dengan kemampuan
pankreas dalam memproduksi insulin yang berfungsi mengubah glukosa menjadi
glikogen. Diabetes atau kencing manis sering disebut sebagai penyakit akibat
kelainan hormon ini, akibatnya tubuh menjadi tidak dapat menyerap glukosa dari
darah (Hembing, 2005).
DM merupakan kelainan endokrin yang terbanyak dijumpai. Penderita
DM mempunyai risiko untuk menderita komplikasi yang spesifik akibat
perjalanan penyakit ini, yaitu retinopati (bisa menyebabkan kebutaan), gagal
ginjal, neuropati, aterosklerosis (bisa menyebabkan stroke), dan penyakit arteria
koronaria (Coronary artery disease).
27
menjadi diabetes tipe 1, diabetes tipe 2, diabetes dalam kehamilan, dan diabetes
tipe lain (Widijanti A. dan Bernard T.R. 2008).
1. Diabetes Tipe 1, atau yang dulu dikenal dengan nama Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM), terjadi karena kerusakan sel pankreas (reaksi
autoimun). Bila kerusakan sel beta telah mencapai 80-90% maka gejala DM
mulai muncul. Perusakan sel beta ini lebih cepat terjadi pada anak-anak
daripada dewasa. Sebagian besar penderita DM tipe 1 mempunyai antibodi
yang menunjukkan adanya proses autoimun, dan sebagian kecil tidak terjadi
proses autoimun. Kondisi ini digolongkan sebagai type 1 idiopathic. Sebagian
besar (75%) kasus terjadi sebelum usia 30 tahun, tetapi usia tidak termasuk
kriteria untuk klasifikasi.
2. Diabetes tipe 2 merupakan 90% dari kasus DM yang dulu dikenal sebagai non
insulin dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Pada diabetes ini terjadi
penurunan kemampuan insulin bekerja di jaringan perifer (insulin resistance)
dan disfungsi sel beta. Akibatnya, pankreas tidak mampu memproduksi insulin
yang cukup untuk mengkompensasi insulin resistance. Kedua hal ini
menyebabkan terjadinya defisiensi insulin relatif. Gejala minimal dan
kegemukan sering berhubungan dengan kondisi ini, yang umumnya terjadi pada
usia > 40 tahun. Kadar insulin bisa normal, rendah, maupun tinggi, sehingga
penderita tidak tergantung pada pemberian insulin.
3. DM dan kehamilan (Gestational Diabetes Mellitus - GDM) adalah kehamilan
normal yang disertai dengan peningkatan insulin resistance (ibu hamil gagal
mempertahankan euglycemia). Faktor risiko GDM: riwayat keluarga DM,
kegemukan, dan glikosuria. GDM ini meningkatkan morbiditas neonatus,
misalnya hipoglikemia, ikterus, polisitemia, dan makrosomia. Hal ini terjadi
karena bayi dari ibu GDM mensekresi insulin lebih besar sehingga merangsang
pertumbuhan bayi dan makrosomia. Frekuensi GDM kira-kira 3-5% dan para
ibu tersebut meningkat resikonya untuk menjadi DM di masa mendatang.
Enzim -Glukosidase
28
29
Metode Penelitian
Penyiapan bahan
Bahan penelitian kulit kayu diperoleh dengan cara menguliti pohon yang
masih berdiri sebanyak 5 kg.
30
Penelitian Etnobotani
Dilakukan penyelidikan tentang pemanfaatan kulit kayu raru di
masyarakat sebagai obat dan bentuk pemanfaatan lainnya.
Dilakukan juga
Ekstraksi
Kulit kayu digiling menggunakan hammer mill dan disaring untuk
menghasilkan serbuk 40-60 mesh. Serbuk kulit kayu raru diekstraksi dengan dua
teknik yakni secara maserasi (perendaman) dengan etanol 70% dan refluks
(penggodokan) dengan pelarut air selama 3 jam pada suhu 1000C.
Ekstrak
kemudian disaring dan dipekatkan dengan rotary vacum evaporator (Lampiran 1).
Rendemen ekstrak dihitung dengan rumus :
Rendemen =
31
Sampel (l)
10
490
250
250
1000
32
C. Uji flavonoid
Sebanyak 1 g contoh ditambah metanol sampai terendam lalu dipanaskan.
Filtrat diuji pada spot plate.
33
Eluat dipisahkan berdasarkan volume retensi sebesar 5 ml. Dengan bantuan KLT
fraksi-fraksi yang sama akan digabungkan. Fraksi-fraksi tersebut kemudian diuji
aktivitas inhibisinya terhadap alfa glukosidase.
Untuk menjadikan fraksi menjadi satu spot yang terpisah, dilakukan
kromatografi lapis tipis preparatif dengan fasa diam silica gel ukuran 20x20 cm
dan fasa geraknya dengan pelarut metanol:kloroform dengan perbandingan 4:11.
34
13
35
Kegiatan
eksplorasi yang dilakukan di dua propinsi, Sumatera Utara dan Riau meliputi 5
(lima) kabupaten antara lain Kabupaten Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara,
Simalungun, Bengkalis dan Indragiri Hulu yang merupakan sentra penghasil kulit
raru.
Kegiatan eksplorasi pertama dilakukan pada Kawasan Hutan Lindung
Register 13 (Lokasi : Siksikan) Desa Sipan Kecamatan Sarudik Kabupaten
Tapanuli Tengah yang berada pada ketinggian 400 mdpl. Berdasarkan informasi
dari masyarakat (Nababan dan Sianturi 14 Juli 2008, komunikasi pribadi)
diketahui
bahwa
masyarakat
memanfaatkan
kayu
untuk
tiang
rumah,
36
(a)
Gambar 2
(b)
(c)
(d)
(e)
37
raru ini untuk tujuan pemakaian sebagai obat. Dari hasil identifikasi jenis yang
dilakukan di Herbarium Bogoriense, diketahui bahwa jenis kayu raru di daerah ini
adalah Vatica perakensis King.
Penyarian hasil eksplorasi kayu raru berdasarkan sampel herbarium yang
diidentifikasi di Herbarium Bogoriense, LIPI Cibinong dan Bagian Botani Pusat
Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, Litbang Kehutanan disajikan pada Tabel 2
di bawah ini.
Lokasi
(Kab.)
Tapteng
Kegunaan
Kayu Raru
Kayu : bahan
bangunan dan
kulit: bahan
obat
Simalungun
Taput
Bengkalis
Indragiri
Hulu
Kayu : bahan
bangunan dan
kulit: bahan
obat
Kayu : bahan
bangunan dan
kulit: bahan
obat
Kayu : bahan
bangunan dan
kulit: bahan
obat
Kayu : bahan
bangunan dan
kulit: bahan
obat
Cara Penggunaan
Jenis
Cotylelobium
melanoxylon Pierre
Shorea
balanocarpoides
Symington
Cotylelobium
lanceolatum Craib
Cotylelobium
melanoxylon Pierre
Vatica
King
perakensis
38
Banyak diantara
39
Ekstraksi
Dari 5 (lima) jenis raru hasil eksplorasi, difokuskan 3 (tiga) jenis kulit kayu
raru sebagai bahan penelitian yaitu jenis Cotylelobium melanoxylon Pierre, Shorea
balanocarpoides Symington, dan Vatica perakensis King. Penentuan jenis ini
dilakukan berdasarkan perbedaan spesies yang mewakili masing-masing genus.
Metode ekstraksi yang dilakukan adalah dengan metode maserasi dengan
dan metode refluks (Harborne, 1987).
40.00
30.11
Rendemen
(%)
30.00
14.97
12.76
20.00
10.00
4.35
4.35
0.00
Maserasi
2.13
Refluks
Cotylelobium
Vatica
Jenis Raru
Gambar 3
Shorea
Refluks
Maserasi
40
kepolarannya yaitu gugus hidroksil yang bersifat polar dan gugus alkil yang
bersifat non polar. Dengan adanya dua gugus ini diharapkan senyawa-senyawa
dengan tingkat kepolaran yang berbeda akan terestrak ke dalam etanol. Hal ini
menunjukkan bahwa senyawa-senyawa yang terlarut dalam etanol 70% lebih
banyak dari pelarut aquades.
Penapisan Fitokimia
Analisa fitokimia merupakan salah satu cara untuk mengetahui kandungan
kualitatif senyawa metabolit sekunder dari suatu bahan alam. Golongan utama
dari senyawa aktif ekstrak tumbuhan dapat diketahui melalui analisis ini. Dari
masing-masing perlakuan dilakukan pengujian kualitatif fitokimia untuk
mengetahui golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak kasar. Secara
umum menunjukkan bahwa ekstrak mengandung senyawa golongan flavonoid,
tanin dan saponin. Uji kualitatif fitokimia disajikan pada Tabel 3 di bawah ini.
Senyawa golongan flavonoid dan saponin banyak dilaporkan sebagai
antihiperglikemia. Penelitian Studiawan dan Mulya (2005) terhadap daun salam
(Eugenia polyantha) yang mengandung flavonoid dan tanin dapat menurunkan
kadar gula darah mencit yang diinduksi dengan aloksan. Selanjutnya Raju dan
Balaraman (2005) melaporkan bahwa pemberian fraksi saponin pada tikus wistar
menunjukkan penurunan yang signifikan terhadap glukosa darah.
41
Shorea
Maserasi
Refluks
+++
++
+++
++
+++
++
-
Vatica
Maserasi Refluks
++
++
++
++
++
+++
-
Cotylelobium
Maserasi Refluks
++
++
++
++
++
+++
+
+
+
-
Keterangan : (-): tidak terdeteksi; (+): positif ; (++): positif kuat; (+++): positif sangat kuat
Pada
pengujian ini enzim alfa glukosidase akan menghidrolisis substrat p-nitrofenil-D-glukopironosa menjadi p-nitrofenol yang berwarna kuning dan glukosa.
Aktivitas enzim diukur berdasarkan absorbansi p-nitrofenol yang berwarna
kuning. Dengan adanya ekstrak kulit kayu raru yang berperan sebagai inhibitor
alfa glukosidase maka p-nitrofenol yang dihasilkan akan berkurang yang ditandai
oleh berkurangnya intensitas warna kuning.
Data pengujian aktivitas inhibisi alfa glukosidase ketiga jenis dengan dua
macam metode ekstraksi (maserasi dan refluks) ditunjukkan pada Gambar 4 di
bawah ini.
dan metode ekstraksi menunjukkan bahwa semua jenis perlakuan tidak berbeda
nyata. Artinya bahwa semua jenis dan metode ekstraksi memberikan hasil yang
sama baiknya jika dibandingkan dengan kontrol (glucobay). Kecenderungan
persen inhibisi terbesar adalah Shorea balanocarpoides dengan metode maserasi
dengan rata-rata inhibisi sebesar 97.33%. Secara keseluruhan semua jenis raru
yang diujikan memberikan hasil yang sangat baik, artinya tidak jauh berbeda
dengan kontrolnya (glucobay).
42
97.33
94.86
97.05
96.29
88.38
100
% Inhibisi
92.57
90.67
75
50
25
Maserasi
Refluks
0
Glucobay
Cotylelobium
Vatica
Shorea
Jenis Raru
Gambar 4 Aktivitas inhibisi alfa glukosidase ekstrak kasar raru dengan metode
ekstraksi yang berbeda.
Jika dibandingkan dengan jenis inhibitor alfa glukosidase dari tumbuhan
lain menunjukkan perbedaan aktivitas yang cukup signifikan.
Seperti yang
Fraksinasi
Salah satu dari jenis ekstrak kulit kayu raru dipilih sebagai fokus objek
penelitian isolasi senyawa aktif.
dengan metode maserasi dipilih karena beberapa pertimbangan antara lain dari
aktivitas inhibisi alfa glukosidase yang paling tinggi dan dengan metode maserasi
menghasilkan rendemen tertinggi serta kualitatif fitokimianya yang lebih baik.
Untuk mencari eluen terbaik (fasa gerak) yang dapat memisahkan senyawa
yang paling baik, dilakukan pengujian kromatografi lapis tipis (KLT). Pengujian
43
MeOH:CHCl3
1: 11
MeOH:CHCl3
3: 11
MeOH:CHCl3
4: 11
MeOH:CHCl3
MeOH:CHCl3 MeOH:CHCl3
5: 11
5: 12
5: 10
digunakan adalah silica gel yang bersifat polar dan fase gerak yang digunakan
adalah metanol : kloroform dengan perbandingan 4:11. Laju alir yang digunakan
adalah laju alir sedang yaitu 2.5 ml/menit dengan suhu berkisar 27-28oC. Sampel
sebanyak 5 g dilarutkan terlebih dahulu menggunakan etanol 70% kemudian
diinjek sebesar 5 mL. Elusi yang digunakan dalam fraksinasi ini adalah elusi
isokratik. Elusi ini digunakan karena untuk menghemat pelarut dan waktu.
44
Tabung
1-11
12-15
16-24
25-39
40-47
48-55
56-89
90-114
115-120
121-149
150-160
161-179
180-220
221-247
248-260
216-313
Berat (g)
0.0302
0.1067
0.1484
0.4827
0.1902
0.2700
0.9132
0.6351
0.1191
0.3383
0.0922
0.1697
0.2603
0.3006
0.0553
0.1604
Jumlah spot
1
1
2
3
6
6
5
4
4
4
4
3
1
2
2
2
Rf
0.88
0.88
0.67; 0.88
0.34; 0.56; 0.65
0.34; 0.56; 0.65
0.27; 0.36; 0.45; 0.53; 0.65; 0.71
0.05; 0.27; 0.42; 0.59; 0.76; 0.91
0.07; 0.21; 0.40; 0.60; 0.89
0.13; 0.29; 0.36; 0.54
0.15; 0.27; 0.38; 0.52
0.19; 0.44; 0.60; 0.88
0.12; 0.25; 0.32
0.08
0.07; 0.24
0.09; 0.88
0.09; 0.88
Sehingga
memiliki dua spot dengan nilai Rf 0.67 dan 0.87. Fraksi 2 menghasilkan 4 spot
dengan nilai Rf 0.44, 0.54, 0.67 dan 0.87. Fraksi 3 menghasilkan 5 spot dengan
nilai Rf 0.27, 0.33, 0.47, 0.64 dan 0.87. Fraksi 4 menghasilkan 6 spot dengan nilai
45
Rf 0.08, 0.28, 0.40; 0.53, 0.62 dan 0.86. Fraksi 5 menghasilkan 4 spot dengan
nilai Rf 0.08, 0.28, 0.40 dan 0.52.
100
97.05
96.34
99.39
96.14
94.44
83.13
75
50
25
0
Glucobay
Fraksi 1
Fraksi 2
Fraksi 3
Fraksi 4
Fraksi 5
Dari hasil KLTp terhadap Rf target yaitu 0.40, 0.54, 0.67 dan 0.87
dilakukan pengujian aktivitas inhibisi alfa glukosidase. Hasil pengujian aktivitas
inhibisi alfa glukosidase ke 4 sub fraksi tersebut ditunjukkan pada Tabel 6 di
bawah ini.
Rf target
Berat (mg)
Kontrol (Glucobay)
Inhibisi (%)
97.05
0.40
8.2
99.68
0.54
35.4
97.08
0.67
7.7
89.61
0.87
11.9
19.81
46
LINOMAT untuk tiap-tiap fraksi. Setelah dilakukan running tiap fraksi, dilakukan
pengerukan (pemisahan pita) berdasarkan nilai Rf. Diperoleh 4 kelompok
berdasarkan Rf yaitu kelompok Rf 0.40; 0.54; 0.67 dan 0.86. Kemudian hasil
kerukan dilarutkan dalam Etanol 70% dan dipisahkan selanjutnya antara silica
dengan ekstrak. Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan kertas saring untuk
memisahkan filtrat dengan silica. Kemudian filtrat dipekatkan dengan rotavapor
dan dicek kembali Rf masing-masing sub fraksi dengan KLT analitik.
Rf pita
0.40
0.54
0.67
0.87
Jumlah pot
1
1
1
1
Rf KLT
0.40
0.54
0.67
0.87
Berat (mg)
8.2
35.4
7.7
11.9
47
yang diperoleh, dilakukan karekterisasi KLT analitik dua arah. Analisa yang
dilakukan dengan menggunakan larutan pengembang metanol : kloroform (4:11)
pada elusi pertama dan metanol : kloroform (5:12) pada elusi kedua.
Hasil KLT dengan peningkatan kepolaran dari larutan pengembang
menghasilkan spot tunggal. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa yang diisolasi
sudah cukup murni, walaupun masih terlihat spot yang agak besar.
48
Panjang gelombang
49
C-H aromatik
C-O
-OH
C-H alifatik
C=C
C-H
Feni
50
320000
300000
280000
15.76
260000
240000
220000
200000
180000
160000
140000
120000
100000
15.00
15.20
15.40
15.60
15.80
16.00
16.20
16.40
16.60
16.80
17.00
17.20
Abundance
Time-->
Scan 1249 (15.895 m
in): SHOREA.D
183
9000
8000
7000
6000
5000
4000
3000
163
2000
91
1000
51
73
0
20
40
60
80
127
109
147
207
223
255
281
311
339
355 375392
100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340 360 380
m
/ z-->
Abundance
#392814: Cyclopropanecarboxylic acid, 3-(2,2-dichlorovinyl...
183
9000
8000
7000
6000
5000
4000
163
3000
2000
91
1000
0
51
73
27
20
40
60
80
127
109
144
354
390
100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340 360 380
m
/ z-->
Feni
51
Hasil spektrometri
puncak-puncak H (ppm) 3,31 (doblet), 3,79 (quartet), 5,03 (doblet), 6,22 (doblet),
6,4 (doblet), 6,51 (doblet), 6,74 (doblet), 6,94 (doblet), 6,72 (doblet), 7,5 (doblet).
Spektrometri
13
ppm. NMR karbon ini mengindikasikan adanya gugus benzen (aromatik) pada
geseran kimia 156,40 -159,19, gugus C-O pada geseran kimia 71,81-78,09 dan
gugus CH3 pada geseran kimia 48,98.
Hasil spektroskopi
13
390.389.
Struktur
HO
HO
OH
OH
52
(DGTS)
yang
diisolasi dari Morus bombycis Koidzumi pada tikus yang diinduksi streptozotocin.
Pada dosis 200-800 mg/kg, DGTS memperbaiki hiperglikemik pada tikus.
Observasi histologi menunjukkan bahwa DGTS mencegah atrofi pada sel beta
pankreas dan jaringan degenerative berubah dalam pulau langerhans. Penelitian
ini menyarankan bahwa antidiabetes DGTS memiliki keuntungan pada perlakuan
diabetes tipe 1.
53
dengan rumus molekulnya C20H22O8. Dari data ini dan bantuan H dan CNMR, diduga struktur senyawa aktifnya adalah senyawa 4-Glucosyl-3,4',5trihydroxystilbene yang termasuk golongan fenolik.
Saran
1. Perlu dilakukan pemurnian lebih lanjut untuk memperoleh senyawa tunggal.
2. Perlu dilakukan pengujian secara in vivo untuk mengetahui aktivitas
antihiperglikemik pada hewan coba.
54
LAMPIRAN
55
Screening 3 (tiga)
jenis kulit kayu raru
etanol
Maserasi
75 g
Refluks
11.23 g
75 g
1.59 g
Ekstrak kasar
Pilih terbaik
Uji inhibisi
-glukosidase
4g
Fraksinasi
Uji kualitatif
fitokimia
Kromatografi Kolom
Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
Kromatografi Dua Dimensi
Uji inhibisi
-glukosidase
Spektrofotometer UV,
FTIR, GCMS dan NMR
kuantitatif
32 mg
56
Jenis
Shorea balanocarpoides
Vatica perakensis
Cotylelobium melanoxylon
Refluks
Shorea balanocarpoides
Vatica perakensis
Cotylelobium melanoxylon
Ulangan
1
2
3
Rataan
1
2
3
Rataan
1
2
3
Rataan
1
2
3
Rataan
1
2
3
Rataan
1
2
3
Rataan
Berat
Ekstrak (g)
3.2776
3.8895
4.0630
3.7434
Rendemen
(%)
13.1104
15.5580
16.2520
14.9735
3.2508
3.1402
3.1787
3.1899
13.0032
12.5608
12.7148
12.7596
7.8868
7.7837
6.9129
7.5278
31.5472
31.1348
27.6516
30.1112
0.5589
0.5612
0.4743
0.5315
2.2356
2.2448
1.8972
2.1259
1.0428
1.0075
4.1712
4.0300
1.2139
1.0881
4.8556
4.3523
1.0432
1.0075
1.2139
1.0882
4.1728
4.0300
4.8556
4.3528
57
No
Metode
Ekstraksi
Jenis
Kontrol (glucobay)
1 Maserasi
Cotylelobium melanoxylon
Vatica perakesis
Shorea balanocarpoides
4 Refluks
Cotylelobium melanoxylon
Vatica perakensis
Shorea balanocarpoides
Ulangan
1
2
3
Rataan
1
2
3
Rataan
1
2
3
Rataan
1
2
3
Rataan
1
2
3
Rataan
1
2
3
Rataan
1
2
3
Rataan
Inhibisi (%)
96.98
97.08
97.10
97.05
94.86
98.29
91.43
94.86
89.14
96.00
92.57
92.57
96.57
100.00
95.43
97.33
95.43
96.29
97.14
96.29
74.29
92.57
98.29
88.38
85.71
97.71
88.57
90.67
58
absorbansi (400nm)
Fraksi Blanko
0.095
Kontrol
0.587
S0-1
0.432
S1-1
0.450
S0-2
0.464
S1-2
0.483
S0-3
0.178
S1-3
0.261
S0-4
0.323
S1-4
0.326
S0-5
0.209
S1-5
0.210
% Inhibisi
96.34
96.14
83.13
99.39
94.44
59
4 .8 1
OH
OH
4 .81
HO
3.79; 3.31
3.31
3.31
HO
3 .4 9
3 .4 0
OH
3.76
OH
3.79
3.79
3.7 9;3 .5 4
HO
3.79
4 .8 1
HO
4.78
4.96
5.03
9.68
OH
HO
9 .6 8
OH
HO
6 .7 0
OH
6 .5 0
6.50
7 .6 8
6.22
6.74
OH
6.32
6 .7 0
7.50
6 .5 6
6.94
6.40
7 .6 8
H
6 .5 6
6.51
7.50
(a)
(b)
9.43
60
OH
OH
71.30
78.09
83.30
6 2 .2
HO
62.80
HO
7 8 .7
71 .5
7 0 .8
71.3
HO
OH
8 1.1
OH
HO
7 3.2
71.9
1 1 1 .7
113.9
HO
159.15
HO
OH
115.62
OH
1 60 .6
1 6 0 .6
1 1 5 .8
115.63
107.21
115.62
133.34
OH
1 0 5 .6
1 3 0 .6
1 05 .6
1 5 7 .7
1 3 8 .5
130.90
156.41
1 3 0 .1
130.90
115.62
128.10
130.91
(a)
1 1 5 .8
12 7.4
1 2 7 .4
128.10
OH
(b)
13 0.6
61
Lampiran 7.
13
C NMR
62
63
64
65
66
67
Lampiran 8. 1H NMR