Review Denias

You might also like

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 10

Home | Login

Sastra-Indonesia.com

 About

Search


 Archives
o May 2010
o April 2010
o March 2010
o February 2010
o January 2010
o December 2009
o November 2009
o October 2009
o September 2009
o August 2009
o July 2009
o June 2009
o May 2009
o April 2009
o March 2009
o February 2009
o January 2009
o December 2008
o November 2008
o October 2008
o September 2008
o August 2008
o July 2008
 Blogroll
o Media Dunia Sastra
o Media Sastra Indonesia
o Media Sastra Jatim
o Media Sastra Nusantara
o Pembebasan Sastra
o Puisi-Puisi Indonesia
o PUstakapuJAngga.com
o Sajak-Sajak Pertiwi
o Sastra Gerilyawan
o Sastra Pemberontak
o Sastra Perlawanan
o Sastra Tanah Air
o World Letters
 Recent Comments
o yoga on Misteri di Ujung Alam Semesta
o nulani sapiie on TAFSIR SEJARAH DALAM NOVEL SALAH
ASUHAN
o Maman S Mahayana on TAFSIR SEJARAH DALAM NOVEL SALAH
ASUHAN
o anto on Tips Segar Menulis Cerpen
o nulani sapiie on TAFSIR SEJARAH DALAM NOVEL SALAH
ASUHAN
 Tags
A. Qorib Hidayatullah A.S. Laksana AS Sumbawi Bandung Mawardi Beni Setia Binhad Nurrohmat Budaya Cangel
Canting Caping Cerpen D. Zawawi Imron Edisi Khusus Esai Fahrudin Nasrulloh Goenawan Mohamad Grathia
Pitaloka Haris del Hakim Hudan Hidayat Imamuddin SA Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mashuri
Nurel Javissyarqi Prosa Puisi Putu Wijaya Rakhmat Giryadi Raudal Tanjung Banua Resensi Revolusi S. Jai Sajak

Sastra-Indonesia.com Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Seni Sihar Ramses


Simatupang Sunaryono Basuki Ks Sungatno Suryanto Sastroatmodjo Sutejo S Yoga Wawancara

 Since Sep-03 '09


 widget

 Live traffic

Live Traffic Feed

See your face here: Sign in with Twitter or Facebook.


  Jakarta, Jakarta Raya arrived from google.co.id on "Sastra-Indonesia.com »
PERIBAHASA DAN BUDI-PEKERTI BANGSA" 1 min ago.
  Surabaya, Jawa Timur arrived from google.co.id on "Sastra-Indonesia.com »
LINGKUNGAN HIDUP DALAM SASTRA" 2 mins ago.
  Jakarta, Jakarta Raya arrived from yasiralkaf.wordpress.com on "Sastra-
Indonesia.com » SINOPSIS FILM Denias; Senandung Di Atas Awan" 2 mins
ago.
  Australia arrived from google.co.id on "Sastra-Indonesia.com » Memihak,
Ciri Sastra Banyumas" 3 mins ago.
  Seri Kembangan, Negeri Sembilan arrived from google.com.my on "Sastra-
Indonesia.com » Sastra dan Bahasa Ibu, di Mana Kau?" 7 mins ago.
  Oslo arrived on "Sastra-Indonesia.com » Fragmen Cinta; Rumi – Rabia" 10
mins ago.
  Jakarta, Jakarta Raya arrived from google.co.id on "Sastra-Indonesia.com »
Tema Maut dalam Puisi" 13 mins ago.
  Seoul, Seoul-tukpyolsi arrived from google.co.id on "Sastra-Indonesia.com »
Ironi Sastra Bugis yang Terkikis" 14 mins ago.
  Surabaya, Jawa Timur arrived from google.co.id on "Sastra-Indonesia.com »
Senjakala Kritik Sastra Indonesia" 16 mins ago.
  Jakarta, Jakarta Raya arrived from google.co.id on "Sastra-Indonesia.com »
SEJUMLAH MASALAH DALAM APRESIASI PUISI" 16 mins ago.
Visits in Real-Time · Menu

SINOPSIS FILM Denias; Senandung Di Atas Awan


Posted by PuJa on January 1, 2009

Imamuddin SA
http://forum-sastra-lamongan.blogspot.com/

Film ini mengisahkan sebuah perjalanan hidup seorang anak kecil dalam menggapai cita-
cita dan impiannya. Usia anak itu adalah usia anak Sekolah Dasar. Kira-kira sembilan
sampai dua belas tahunan. Ia hidup dalam lingkungan masyarakat suku Boneo. Tepatnya
di daerah Papua, Irian Jaya.

Nama anak itu adalah Denias. Ia tergolong seorang anak dari keluarga miskin. Meskipun
demikian, ia memiliki cita-cita dan impian yang tinggi, yaitu bersekolah. Di daerahnya
tida ada lembaga sekolah secara resmi dan layak dijadikan sarana belajar dan
pembelajaran. Selama itu, ia dan anak-anak kampung yang lain bersekolah di sebuah
Honei. Yaitu sebuah bangunan rumah yang saat itu dijadikan tempat belajar darurat yang
kondisinya sangat memprihatinkan.

Denias merupakan seorang anak yang pandai, cekatan, berbakti kepada orang tua, serta
berobsesi tinggi. Di sekolah dan di lingkungan bermain, ia memiliki seorang teman yang
selalu mencuranginya dan berbuat tidak baik kepadanya. Dia adalah Noel. Suatu ketika,
saat di sekolah,mereka sempat berkelahi. Hal itu disebabkan oleh Noel yang bersikap
curang dan culas saat bermain.

Sebagai anak orang yang miskin, Denias berani melawan siapapun demi kebenaran, tak
perduli dengan siapa ia berhadapan. Hal itu ia tunjukan kepada Noel yang notabenenya
adalah anak seorang Kepala Suku yang bermartabat tinggi dan diyakini memiliki
kekuatan supranatural di kampungnya.
Pada mulannya Denias dan teman-temannya di Honei tersebut diajar oleh seorang guru
yang berasal dari Jawa. Ia terlihat cerdas dibanding dengan teman-temannya yang lain. Ia
rajin dalam bersekolah. Bersekolahnya Denias itu tidak cukup lama. Karena Istru guru
tersebut sakit keras di Jawa, ia akhirnya pulang ke Jawa. Honei itupun sekarang sepi.
Sesepi hati Denias. Tidak ada yang bersekolah lagi.

Denias bingung. Harus kemana lagi ia akan bersekolah. Ia kemudian menemui seorang
tentara RI yang bernama Pak Leo. Itu panggilan yang dilakukan oleh Denias kepada
tentara itu. Sebenarnya namanya bukan Pak Leo. Yang benar adalah Maleo. Yaitu suatu
nama untuk satu korps pasukan khusus TNI yang di tugaskan di kepulauan Irian Jaya.
Pasukan itu terdiri dari cukup banyak orang. Namun yang di tugaskan di daerah Denias
hanya satu orang itu saja. Denis kemudian mencurahkan isi hatinya yang merasa kalut
sebab tidak dapat bersekolah lagi. Mendengar keluhan tersebut, Pak Leo pun hatinya
tersentuh. Ia kemudian memutuskan diri untuk mengajar Denias dan teman-temannya di
Honei itu.

Denias memang anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya. Hal itu dilakukannya
sehari-hari. Suatu ketika ibunya terjatuh sebab kondisi kesehatannya yang kurang
membaik. Melihat hal itu, Denias langsung sigap menghampirinya dan menolongnya. Ia
berteriak histeris. Kebaktiannya terlihat sangat mendalam saat ia berkenan merawat
ibunya. Dengan tulus dan ikhlas ia merawatnya.

Beberapa saat kemudian ibunya pun tertidur. Saat itu Denias tiba-tiba dipanggil oleh
beberapa orang temannya. Yang namannya pasti pernah melakukan kesalahan dan
keteledoran. Apalagi seorang anak kecil seusia Denias. Denias dipanggil dan
rencanannya diajak berburu ke hutan. Ia dipaksa ikut oleh teman-temannya. Ia bingung.
Ia berada dalam sebuah dilema antara merawat ibunya dengan paksaan teman-temannya.

Melihat ibunya yang sedang tidur pulas, rasa solidaritasnya muncul. Ia kemudian
bersedia berburu ke hutan bersama teman-temannya. Namun sungguh naas, ia lupa
bahwa sebelum berangkat berburu, ia menggantungkan bajunya di atas perapian dekat
ibunya yang sedang tidur pulas. Baju tersebut kemudian terjatuh ke perapian. Api yang
tadinya kecil kini menjadi besar oleh baju itu. ibunya tidak menyadari hal itu sebab
sedang tidur. Kobaran api itu semakin membesar dan membakar rumah begitu juga
ibunya. Denias melihat dari kejauhan ada rumah yang terbakar. Ia memastikan bahwa
arah rumah tersebut adalah rumahnya. Ia lalu berlari dari hutan untuk pulang.
Sesampainya di rumah, ia dikejutkan oleh kondisi fisik ibunya. Ibunya meninggal sebab
terbakar api. Tubuhnya hangus. Derai air mata tak sanggup tertahan. Ia mengalami sok
berat selama beberapa hari. Ia hanya bisa bermurung durja, meski ayahnya kerap
menasehati dan memotivasinya. Pak Leo pun juga menasehatinya dan memberi semangat
hidup yang baru kepada Denias. Akhirnya ia pun dapat menikmati hari-harinya dengan
ceria lagi. Dan bersekolah lagi.

Denias kembali belajar bersama-sama dengan temannya. Ia bersemangat. Tapi


semangatnya itu tidak didukung oleh orang tuanya. Ia kerap dilarang untuk bersekolah. Ia
disuruh membantu bapaknya di rumah. Dalam kondisi semacam itu, semangatnya tidak
kunjung padam. Ia bersekolah dengan sembunyi-sembunyi dari bapaknya.

Tidak lama kemudian, honei itu roboh dan hancur oleh gempa bumi. Denias dan teman-
temannya tidak punya tempat sekolah lagi. Pak Leo lalu berinisiatif untuk membangun
tempat sekolah yang sangat sederhana. Yang penting dapat dijadikan tempat belajar dan
pembelajaran.

Pembangunan tempat itu ternyata mendapat hujatan dari beberapa warga dan kepala
suku. Tempat itu dilarang berdiri di sana. Tidak lama dari kejadian itu, Pak Leo pun
dipindahtugaskan dari kampung enias. Kini Denias kembali dirundung duka sebab tidak
dapat belajar dan bersekolah lagi.

Dalam kondisi semacam itu, Denias terobsesi oleh kata-kata Pak Leo bahwa di balik
gunung ada tempat sekolah. Tepatnya di kota. Denias hatinya merasa terpanggil. Ia
kemudian memutuskan diri untuk meningalkan kampung halamannya dan juga orang
tuanya. Ia pergi dengan sembunyi-sembunyi. Ia melewati gunung dan lembah untuk
sampai ke kota. Ia berlari kencang untuk segera sampai di kota. Sungguh jauh tempat
yang ditempuh Denias, namun tidak menyurutkan api semangatnya untuk bersekolah.

Sesampainya di kota, mendapat seorang teman yang bernama Enos. Ia adalah


gelandangan. Untuk sementara waktu, Denias tinggal bersama Enos di pingguran jalan. Ia
kemudian pergi kesekolah yang dimaksud. Di sana ia bertemu dengan Bu Sam. Seorang
wanita cantik dan berbudi luhur. Bu Sam meanyakan tujuan Denias datang ke sekolah itu.
setelah panjang lebar dijelaskan, Bu Sam pun tahu maksid dan tujuan Denias ke tempat
itu. yaitu tidak lain untuk bersekolah.

Bu Sam dalam dilema. Berdasarkan aturan sekolah yang ada, Denias tidak dapat masuk
di sekolah tersebut. Hal itu disebabkan Denias tidak punya cukup uang untuk biaya
sekolah. Lebih dari itu, Denias tidak memiliki buku raport.

Bu Sam berusaha keras untuk bisa memasukkan Denias ke sekolah tersebut. Ia


mensosialisasikannya kepada semua guru dan pengurus sekolah. Dan untuk sementara
waktu, Denias tinggal di rumah Bu Sam. Namun tidak lama. Ia kemudian tinggal di
asrama sekolah.

Bu Sam berjanji kepada Denias bahwa ia akan dapat masuk di sekolah itu. Selama berada
di lingkungan sekolah, denias bertemu dengan seorang anak gadis yang berama Angel. Ia
baik hati. Ia berteman akrab dengan Denias. Hal itu menyebabkan hati Noel sakit. Dan
saat itulah Denias tahu bahwa Noel juga sekolah di tempat itu.

Denias mendapat syarat dari Bu Sam, bahwa jika ia ingin diterima bersekolah di tempat
itu, ia tidak boleh nakal dan membuat ulah. Meski ia mendapat perlakuan kurang baik
dari teman-temannya, ia harus dapat menahan emosinya. Ia harus mengalah jika ingin
diterima.
Saat inilah perjuangan keras Denias diuji. Di sekolah dan di asramah itu, ia masih tetap
sama seperti di kampungnya. Ia masih mendapat perlakukan yang tidak baik dan culas
dari Noel. Kini ia harus sabar dan tidak menanggapi segala perlakuan Noel. Ia bahkan
sempat dihajar habis-habisan oleh Noel dan teman-temannya tanpa ada alasan yang jelas.
Demi bisa diterima sekolah di tempat itu, ia rela dipukuli dan tidak membalasnya.
Bukanya dia tidak berani dengan Noel dan teman-temannya. Demi impian dan cita-
citanya, ia harus besabar.

Saat di asrama, Noel juga bersikap sama. Ia bahkan lebih kejam. Ia membuat peraturan
sendiri untuk tidak memperkenankan teman-temannya memberi tempat tidur pada
Denias. Tempat tidur yang semestinya diperuntukkan Denias ia ambil alih. Sedangkan
tempat tidurnya dibiarkan kosong. Denias dalam setiap malamnya selalu tidur di lantai
tanpa alas suatu apapun. Dengan kondisi seperti itu, denias akhirnya jatuh sakit. Tapi
tidak lama kemudian dia sembuh.

Di sekolah itu Denias masih belum diterima sebagai murid. Ia di sana difungsikan
sebagai pelayan kantin. Melayani seluruh siswa yang sedang makan dan berjajan di sana.
Suatu ketika, saat jam istirahat dan makan, denias mengantarkan hidangan kepada siswa-
siswa tersebut. Denias dalam menjalankan tugasnya kembali mendapat perlakuan yang
kurang baik dari Noel. Denias dijatuhkan oleh Noel, denias tidak menghiraukannya, tapi
Noel malah mengajaknya berkelahi. Denias maunya dipukul oleh Noel, tapi kali ini ia
sedikit membela diri. Piring yang masih ada di genggaman tangannya, ia jadikan alat
untuk menangkis pukulan Noel. Tangan Noel pun patah dan berdarah sebab menghantam
piring.

Denias merasa bersalah. Dalam hatinya, terbersit rasa salah yang begitu besar. Ia
beranggapan bahwa telah melanggar nasehat Bu Sam. Dan ia pasti tidak akan diterima
bersekolah di tempat itu. ia kemudian berlari kencang keluar. Entah kemana ia pergi.
Sungguh jauh ia berlari.

Bu Sam mencarinya kesana-kemari, namun tidak kunjung menemukannya. Denias pada


saat itu berencana untuk kembali ke kampung halamannya. Ia putus asa. Ia merasa bahwa
impian dan cita-citanya untuk bersekolah kini telah pupus oleh satu kesalahan yang
dilakukannya, yaitu dengan melukai Noel.

Denias adalah anak yang berbudi baik. Ia tidak lupa dengan orang yang menolongnya.
Dalam kepedihan hati dan keputusasaannya, ia masih menyempatkan diri berpamitan
kepada Bu Sam. Ia berpamit untuk pulang ke kampung halamannya. Saat itulah, Denias
mendapat kabar gembira dari Bu Sam, bahwa ia diterima bersekolah di tempat itu. Hati
Denias berbunga-bunga. Impian dan cita-citanya kini tercapai juga. Ia pun mengurungkan
niatnya untuk pulang ke kampung halamannya. Ia bersekolah dan mulai mengukir masa
depannya. Denias menari di atas awan.

Filed under: Canting

One Response to “SINOPSIS FILM Denias; Senandung Di Atas Awan”


1. Film ‘King’ Terpengaruh ‘Denias, Senandung di atas Awan’ «
Yasir Alkaf, on June 27th, 2009 at 6:27 am Said:

[...] Nb: Bagi yang lupa cerita film Denias, bisa baca di sini. [...]

Leave a Reply

Name (required)

Mail (will not be published) (required)

Website

Submit Comment

«Dan Atau Teater Jatim, Seperti Gelas di Bibir Meja »

©2008-2009. Sastra-Indonesia.com. By PUstakapuJAngga.com. All rights Reserved

Category: Movies
Genre: Horror
Spesial karena Menggugah
Ada dua sebab yang bisa membuat sebuah film layak mendapatkan pujian tersendiri.
Pertama, pencapaian kualitas sinemateknya, termasuk akting para pemain. Dan kedua,
spirit serta “niat baik” yang melatarbelakangi pembuatannya. Denias: Senandung di Atas
Awan berhak masuk kategori yang kedua.
Sebab, menyaksikan satu judul film yang tak semata-mata berjualan kegemerlapan dan
kemewahan Kota Jakarta adalah sebuah kenyamanan tersendiri. Setidaknya, sebagai
warga negara Indonesia, kita sadar kembali bahwa negara kita tak hanya seluas peta DKI
Jakarta. Masih ada Papua, Sulawesi, Kalimantan, dan, sebagaimana kata salah seorang
murid dalam film ini, “Pulau Bromo”!
Denias mengambil setting lokasi yang sangat tidak lazim. Tak hanya keluar dari Ibukota,
film ini juga keluar dari Jawa dan menuju satu tempat jauh di timur sana yang hampir-
hampir tak pernah “masuk” film apalagi sinetron: Papua.
Kita tak ingat lagi kapan terakhir kali Kota Jayapura, Wamena, Manokwari, dan
pemandangan alam spektakuler Papua hadir di layar. Nanti dulu, kelihatannya memang
belum pernah. Ajaib, kan?
Film ini mengikuti perjalanan dan petualangan seorang anak biasa dari suku Hony,
Denias (Albert Fakdawer). Ia punya hobi berburu kuskus, takut suatu saat akan ditelan
gunung, dan memiliki obsesi yang pasti akan membuat anak-anak seusianya di Jakarta
melongo heran, yaitu sekolah!
Betul. Bagi Denias, bisa bersekolah dan memakai seragam putih-merah adalah sama
monumental dengan impian kita menang kuis Rp 3 miliar atau lolos audisi Indonesian
Idol. Sayang satu-satunya bangunan yang bisa disebut sekolah di desa Denias adalah
sebuah bangunan reot tak berdinding dan rawan rubuh bila gempa datang.
Guru Darurat
Impian Denias makin menguap ketika Pak Guru (Mathias Muchus) pulang ke Jawa
karena isterinya sakit parah. Tugas sebagai guru darurat kemudian diambil alih seorang
anggota TNI bernama Sersan Mayor Hartawan (Ari Sihasale) yang oleh penduduk
setempat biasa dipanggil Maleo.
Maleo bilang, di kota ada satu sekolah fasilitas yang amat bagus dan lengkap. Sayang
jarak ke sana jauh, dan anak Papua biasa seperti Denias mungkin tak akan diperbolehkan
memasuki sekolah itu.
Serentetan tragedi kemudian mengubah jalan hidup Denias. Mamanya (Audrey Papilaya)
tewas dalam insiden kebakaran honai, sekolahnya benar-benar rubuh oleh gempa
berkekuatan 5,8 skala Richter, dan Maleo pergi karena memenuhi panggilan tugas
sebagai anggota Kopassus. Merasa tak memiliki harapan lagi tinggal di kampungnya, ia
lantas minggat dan menuju kota untuk satu impian sederhana: bisa sekolah.
Setelah menempuh perjalanan berhari-hari, Denias sampai di kota. Di sana ia bertemu
dengan Enos (Manos Karibu), gelandangan putus sekolah yang luntang-lantung di
jalanan kota dengan menjadi pencuri. Berkat Enos, Denias bisa mendekati lokasi sekolah
fasilitas seperti yang dikatakan Maleo.
Di sana, kepolosan (dan juga ketampanan) Denias menarik perhatian Ibu Guru Sam
(Marcella Zalianty) dan Angel (Pevita Eileen Pearce), gadis tercantik di sekolah. Melalui
keduanyalah Denias berjuang untuk dapat mewujudkan impian terbesarnya untuk
bersekolah dan mengenakan seragam putih-merah.
Denias: Senandung di Atas Awan dibesut oleh sutradara spesialis sinetron, John De
Rantau. Sebelumnya John dikenal saat menggarap serial Ali Topan Anak Jalanan dan
Dara Manisku. Studio produksinya sendiri adalah Alenia Productions, rumah produksi
baru milik pasangan suami isteri Ari Sihasale dan Nia Sihasale Zulkarnaen.
Yang membuat Denias menarik sekali lagi adalah semangat yang dibawanya. Tak seperti
film-film lain yang hanya menyuguhkan tema “tanpa guna” macam cinta roman usang,
sex & love serba bebas ala metropolitan, atau hantu yang tidak jelas ujung pangkalnya,
Denias mengingatkan kembali bahwa perjuangan, persahabatan, dan sekolah masihlah
tetap penting.
Mengambil Rapor
Tengok adegan saat Denias menangis terharu sesudah menerima pemberian seragam
sekolah dari Maleo. Atau saat Enos berlarian pulang ke kampungnya yang berjarak,
bukan kilometer tapi “sekian hari perjalanan”, hanya untuk mengambil buku rapor agar ia
bisa kembali bersekolah.
Kapan terakhir kali kita melihat gambaran perjuangan yang setulus itu di layar lebar dan
layar kaca kita? Yap, memang belum pernah. Kedua jenis layar kita itu selama ini hanya
dipenuhi sosok figur-figur warga Ibukota yang tak jelas memperjuangkan dan menggapai
impian apa.
Sayang Denias terjebak dalam kebiasaan baru film kita masa kini, yaitu dengan semena-
mena mendeklarasikan diri sebagai film yang diangkat (atau terinspirasi) kejadian nyata.
Konsekuensi dari pernyataan itu adalah, sebuah film harus dengan gamblang
menunjukkan tempat dan waktu saat peristiwa yang dipaparkannya terjadi.
Denias tidak memberi penjelasan itu. Tak ada penunjuk waktu (tanggal, bulan, tahun)
saat film ini dimulai dan lokasi yang lebih eksak ketimbang hanya “Desa Denias” atau
“kota”. Padahal film ini diangkat dari kehidupan nyata Janias, anak Papua pedalaman
yang bisa sekolah dan kini tengah kuliah di Australia.
Selain itu, sebagaimana umumnya kebiasaan film Indonesia lain, tak ada ruang untuk
membuat tiap tokoh berdiri sendiri-sendiri sebagai karakter yang unik dan “berguna”.
Kita tak tahu siapa itu sebenarnya Pak Guru, Maleo, Bu Sam, Angel, Noel si bandel, atau
Enos.
Mereka hanya sekadar alat untuk mengiringi perjalanan sang tokoh utama. Selebihnya,
mereka statis saja seperti patung dan tinggal “melaksanakan” tugas masing-masing, lalu
hilang dan tak pernah dibahas lagi kecuali pada denoument (tulisan di akhir film yang
menerangkan peristiwa terkini yang tengah dijalani semua tokoh).
Selain itu banyak unsur yang tak tergarap maksimal. Petualangan Denias saat berjalan
menjelajahi hutan, gunung, dan sungai untuk menuju kota hanya dibeberkan setengah
hati. Padahal bagian itu bisa sangat menggigit jika dipaparkan secara detail dan agak
panjang sebagaimana dalam, katakanlah misalnya, Homeward Bound.
Tapi di atas itu semua, meski masih banyak bolong di sana-sini, Denias adalah sebuah
tontonan yang spesial karena menggugah. Tak setiap hari kita menyaksikan sebuah film
tempat orang rela melakukan dan mengorbankan apa saja hanya agar dapat memakai
seragam, berdiri tegak saat upacara bendera, dan menghormat serta menyanyikan lagu
Indonesia Raya sepenuh hati, bukan hanya sekadar kewajiban mingguan yang berat dan
membosankan.
Denias: Senandung di Atas Awan pun mirip seorang anak kecil yang belum lancar
mengendarai sepeda roda tiga tapi sudah bulat bercita-cita untuk menjadi pembalap jika
besar nanti. Untuk keteguhan seperti itu, kita layak mengacungkan jempol. Bukan hanya
satu, tapi dua…

You might also like