Artikel 2

You might also like

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 8

MKM Vol. 03 No.

02 Desember 2008

KAJIAN FAKTOR SOSIAL BUDAYA DAN PERILAKU MASYARAKAT DESA


FOHOEKA KECAMATAN TASIFETO BARAT DALAM KAITANNYA DENGAN
KASUS HIV/AIDS DI KABUPATEN BELU TAHUN 2008
Mustakim Sahdan1, Rohana Karim2
Abstract: Research about The Study About Social Culture Factor and Societys
Behavior in Fohoeka Village Tasifeto Barat Subdistrict correlation with Hiv/AIDS
Cases In Belu Regency was conducted from November 2007 until Juni 2008.
Fohoeka village was selected as research location because we still found Suhu and
Hasai Naran tradition in there. The aim of this research is to analyze social culture
factor and societys behavior in Fohoeka village Tasifeto Barat Subdistrict correlation
with HIV/AIDS Cases in Belu Regency. The type of research is qualitative research
with the ethnography study. The informants of the research are people who have
done the Suhu and Hasai Naran tradition obtained by snow ball effect amount 13
people. The research result indicated that 15-45 ages of informants have done Suhu
and Hasai Naran tradition, that is counted as age group with high risk of HIV/AIDS.
The result indicated that Suhu and Hasai Naran tradition in one of media potential to
spread out the HIV/AIDS. Beside that the societys behavior who has correlation
with Suhu tradition that relevancy with transmitting of HIV/AIDS, which are obligation
for men who circumcised to get sex when the injury not yet healed, while for the
Hasai Naran tradition, after the tradition have been done by women they became
free to get sex with every man they like.
Keywords: Social culture, Behavior, HIV/AIDS
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Penyakit AIDS
merupakan
masalah global yang mulai melanda
dunia sejak awal dekade tahun 1980.
AIDS pertama kali dilaporkan di
Amerika Serikat pada pertengahan
tahun 1981 dan terus menyebar
dengan cepat. Menurut laporan WHO
(World Health Organization) tahun
1990, seluruh wilayah di dunia
terancam oleh penyakit ini dan
diperkirakan 5 sampai 10 juta orang
telah terpapar virus HIV (Muninjaya,
1999).
Kasus HIV/AIDS di Indonesia
pertama kali diidentifikasi di Bali pada
seorang laki-laki asing yang kemudian
meninggal pada April 1987. Secara
kumulatif jumlah kasus HIV/AIDS di
Indonesia tiap tahun meningkat
seperti terlihat dalam data empat
tahun terakhir yakni, pada tahun 2004
sebanyak 6.050 kasus, tahun 2005
sebanyak 9.565 kasus, tahun 2006
sebanyak 13.422 kasus, dan data

72

terakhir sampai dengan 30 Juni 2007


sebanyak
15.502
kasus
(Spiritia,2007).
Kasus HIV/AIDS di wilayah
Nusa
Tenggara
Timur
(NTT)
ditemukan pertama kali pada tahun
1997.
jumlah
kasus
HIV/AIDS
meningkat dalam empat tahun
terakhir. Jumlah kasus HIV/AIDS di
Nusa Tenggara Timur (NTT) tahun
2004 sebanyak 77 kasus, tahun 2005
meningkat menjadi 138 kasus, tahun
2006 sebanyak 203 kasus dan data
terakhir sampai 25 Agustus 2007
sebanyak 258 kasus. Kota Kupang
memiliki jumlah penderita terbanyak
yakni 95 kasus, disusul Kabupaten
Belu yang berbatasan dengan Timor
Leste sebanyak 48 kasus, Kabupaten
Sikka 44 kasus, Kabupaten Ngada 18
kasus dan Kabupaten lainnya ratarata di bawah 13 kasus (Dinkes Prop.
NTT,2007).
Kasus HIV/AIDS di Kabupaten
Belu juga meningkat tiap tahunnya
seperti terlihat pada empat tahun

MKM Vol. 03 No. 02 Desember 2008

terakhir yakni tahun 2004 sebanyak


15 kasus, tahun 2005 sebanyak 33
kasus dan tahun 2006 sebanyak 57
kasus. Data per Juni 2007, jumlah
kasus HIV/AIDS di Kabupaten Belu
sebanyak 71 kasus Berdasarkan data
yang
dihimpun
oleh
Komisi
Penanggulangan
AIDS
Daerah
(KPAD) kabupaten Belu, pada tahun
2006 HIV/AIDS paling banyak diderita
oleh masyarakat yang berusia 15-25
tahun yaitu sebanyak 32 kasus.
(KPAD Kab Belu,2007).
HIV/AIDS dapat terjadi karena
factor perilaku dan sosial budaya.
Factor sosial budaya yang terjadi di
Desa Fohoeka Kecamatan Tasifeto
Barat adalah keterikatan mereka
terhadap
tradisi
Suhu
atau
penyunatan pria yang mewajibkan
pasien sunat melakukan hubungan
seks pasca sunat dimana penisnya
masih luka dan Hasai Naran atau
belis perawan.
Berdasarkan hasil penelitian
dari Komisi Penanggulangan AIDS
Daerah (KPAD) Kabupaten Belu, ada
dua hal dari penyunatan yang relevan
dengan penularan Infeksi Menular
Seksual (IMS) dan HIV/AIDS, yaitu
penggunaan alat sunat yang sama
dan tidak steril (pisau, penjepit,
bantalan
bedah)
dan
adanya
kewajiban
bagi
pasien
untuk
berhubungan
seks
ketika
luka
sunatnya belum sembuh (Suhu)
dengan perempuan yang bukan
pasangan tetapnya. Serta Hasai
Naran yang berarti belis perawan.
Dimana ketika si gadis menyerahkan
keperawanannya kepada seorang pria
dan pria tersebut tidak menikahinya
maka pria tersebut harus membayar
denda kepada orang tua si gadis.
Setelah itu gadis tersebut sebagai
perempuan dewasa, ia bebas mencari
hidupnya, ia bebas melayani pria
mana saja yang menginginkannya
untuk berhubungan seks dengan
pembayaran, termasuk ia boleh
melayani hubungan seks di rumahnya
sendiri
(rumah
orang
tuanya)
(Lake,dkk. 2005).
73

Selain faktor sosial budaya,


adanya kasus HIV/AIDS di Kabupaten
Belu
juga berhubungan dengan
perilaku masyarakat seperti rendahnya pengetahuan masyarakat tentang
HIV/AIDS yang berpengaruh terhadap
sikap dan praktik mereka dalam
merespon berbagai permasalahan
HIV/AIDS.
Dari hasil penelitian KPAD
Kabupaten Belu, Desa Fohoeka
merupakan salah satu desa yang
dimana masih ditemukan tradisi Hasai
Naran dan Suhu. Berdasarkan uraian
diatas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang Kajian
Faktor Sosial Budaya dan Perilaku
Masyarakat
Desa
Fohoeka
Kecamatan Tasifeto Barat dalam
Kaitannya dengan Kasus HIV/AIDS di
Kabupaten Belu Tahun 2008.
Tujuan Umum penelitian ini
adalah Untuk mengkaji faktor sosial
budaya dan perilaku masyarakat Desa
Fohoeka Kecamatan Tasifeto Barat
dalam kaitannya dengan kasus
HIV/AIDS. Sedangkan tujuan khususnya adalah untuk mengkaji faktor
umur, tradisi masyarakat dan perilaku
masyarakat
di
desa
Fohoeka
Kecamatan Tasifeto Barat dalam
kaitannya dengan kasus HIV/AIDS.
Penelitian ini mengkaji faktorfaktor yang berkaitan dengan kasus
HIV/AIDS, yaitu faktor sosial budaya
dan perilaku. Untuk faktor sosial
budaya konsep yang diteliti adalah
umur dan tradisi, sedangkan nilai,
sosial ekonomi, pekerjaan, jenis
kelamin,
sifat
fatalisme
dan
ethnocentrisme serta faktor keturunan
dan pelayanan kesehatan tidak turut
diteliti karena adanya keterbatasan
waktu, tenaga dan biaya.
METODE PENELITIAN
Jenis
penelitian
yang
digunakan adalah penelitian kualitatif
dengan studi etnografi, yaitu pelukisan
yang sistematis dan analisis suatu
kebudayaan kelompok, masyarakat
atau suku bangsa yang dihimpun dari

KAJIAN FAKTOR SOSIAL BUDAYA DAN PERILAKU MASYARAKAT DESA FOHOEKA


KECAMATAN TASIFETO BARAT DALAM KAITANNYA DENGAN KASUS HIV/AIDS DI
KABUPATEN BELU

lapangan dalam kurun waktu yang


sama (Bungin,2003).
PENGELOLAAN PERAN PENELITI
Kehadiran
peneliti
dalam
penelitian
ini sebagai partisipasi
penuh dimana peneliti sendiri yang
melakukan wawancara dengan para
informan.
WAKTU dan LOKASI PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Desa
Fohoeka Kecamatan Tasifeto Barat
Kabupaten Belu Propinsi Nusa
Tenggara Timur pada bulan Februari Maret Tahun 2008.
INFORMAN PENELITIAN
Penentuan informan dilakukan
dengan system bola salju (snow ball
effect), dimulai dengan satu informan
dan dengan keterangan informan
pertama berpindah ke informan kedua
dan seterusnya. Adapun kriteria yang
dipakai
untuk memilih informan
adalah
mereka
yang
pernah
melakukan Suhu dan Hasai Naran.
Informan kunci dari penelitian ini yaitu
Kepala Desa dan Bidan Desa.
HASIL
Umur Informan Ketika Melakukan
Tradisi Suhu dan Hasai Naran
Tradisi
Suhu
biasanya
dilakukan pada saat usia para pria
tersebut menginjak waktu dewasa dan
belum menikah. Rata rata usia pria
untuk melakukan Suhu adalah 15 - 22
tahun, seperti jawaban informan
dibawah ini ketika ditanya pada umur
berapa mereka melakukan tradisi
Suhu.
....waktu SMP, kira-kira 15
tahun.... (YL)
.... sekitar umur 20-an....(AB,
AM, YT, YM)
....21 tahun.... (BF)
....22 tahun.... (PK)
....24 tahun.... (BM)
....25 tahun.... (MK)

Hasai

Selain Suhu ada juga tradisi


Naran. Para perempuan

melakukan Hasai Naran


pada umur 18 - 23 tahun.

berkisar

....18 tahun....(MS)
....19 tahun,....(MD)
....waktu itu umur 21....(AN)
....sekitar 22 atau 23....(VB)

Tradisi
Masyarakat
berkaitan
dengan Suhu
Pendapat
para
informan
tentang
tradisi
Suhu
adalah
merupakan tradisi dari nenek moyang,
sudah turun temurun, dan tidak bisa
dihilangkan. Seperti yang diutarakan
beberapa informan dibawah ini:
....sudah tradisi..... (BF, BM, YM,
AM, YL)
....tradisi
dari
nenek
moyang....(MK, YT, PK,)
....sampai sekarang masih ada
dan tidak bisa dihilangkan(AB)

Pelaksanaan
Suhu
harus
dilakukan sebelum menikah, seperti
yang diutaran semua informan di
bawah ini
....sebelum menikah... (BF, AB,
PK, MK, AM, YT, BM, YM, YL)

Suhu diartikan masyarakat


berbeda-beda, ada yang mengatakan
Suhu merupakan proses pendinginan
melalui pemanasan, dan ada juga
mengatakan Suhu harus dilakukan
setelah luka sunat sudah mulai
sembuh.
....pendinginan
melalui
pemanasan....(YL)
....setelah sunat, luka masih
sedikit....(YT)
....luka
sudah
mulai
agak
sembuh.... (BM, BF, PK, MK,
AM,YM)
....dua minggu baru Suhu.... (AB)

Penyunatan dilakukan oleh


para tukang sunat tradisional yang
biasanya dilaksanakan di kali atau di
kebun yang ada sumur atau air.
Seperti jawaban informan di bawah
ini.
....sunat di kali, ada tukang
sunat....(BF, PK, MK, AM, YT, BM,
YM, YL)
....di kebun, tukang sunat....(AB)

Setelah melakukan penyunatan, penis direndam di air agar darah


pada penis cepat berhenti. Setelah itu

74

MKM Vol. 03 No. 02 Desember 2008

akan ditetesi dan dibalurkan obat


kampung pada penis,
...setelah
sunat
pake
obat
kampung air pohon kada dan
serbuk kayu rame...(BF, AB, PK,
MK, AM, YT, BM, YM, YL)

Selanjutnya dua sampai tiga


minggu kemudian sebelum lukanya
kering
orang
tersebut
harus
melakukan hubungan seks dengan
wanita atau janda yang sudah pernah
melahirkan.
Perempuan yang dijadikan
mitra seks Suhu haruslah sudah
pernah melahirkan anak. Perempuan
dengan kriteria seperti ini dianggap
bervagina cukup lebar sehingga
memudahkan penetrasi penis. Hal ini
dikarenakan ketika hubungan seks
berlangsung, penis masih dalam
kedaan luka dan bengkak. Seperti
yang diungkapkan oleh para informan
di bawah ini.
....berhubungan
dengan
perempuan yang sudah punya
anak....(BF, AB, PK, MK, AM, YT,
BM, YM, YL)

Sedangkan manfaat yang


dirasakan oleh para informan setelah
melakukan Suhu yaitu untuk menjaga
kebersihan alat kelamin, supaya sehat
dan luka sunat cepat sembuh.
....untuk
menjaga
kebersihan....(AB)
....supaya sehat....(AM, YT, BM,
YM, YL)
....supaya bersih dan lebih
sehat.... (BF, PK)
....supaya luka sunat cepat
sembuh....(MK)

Selain
itu
mereka
juga
mengatakan
bahwa
jika
tidak
dilakukan Suhu, wajah akan kelihatan
pucat dan atau tidak cerah
....kalo
tidak
Suhu,
muka
kelihatan pucat....(M,K, BF, AB,
AM, BM, YM, YL)
....harus Suhu kalo tidak muka
tidak cerah....(YT)
....Supaya muka cerah kalo tidak
muka pucat....(PK)

Selain itu ada juga yang


mengatakan manfaat dari Suhu
supaya penisnya tidak mati.

75

....semua laki-laki yang belum


menikah harus Suhu kalo tidak
nanti mati.(BM)

Tradisi
Masyarakat
berkaitan
dengan Hasai Naran
Tradisi
Hasai
Naran
merupakan sebuah tradisi yang terjadi
ketika usia si gadis menginjak
dewasa. Hasai Naran berarti belis
perawan, dimana ketika si gadis
menyerahkan keperawanannya kepada seorang pria dan pria tersebut
tidak menikahinya maka pria tersebut
harus membayar uang pengganti
kepada orang tua si gadis.
Semua informan mengatakan
bahwa Hasai Naran tidak baik, karena
kalau sudah hasai naran tidak ada
yang mau dengan kita lagi atau tidak
bisa menikah.
... Sebenarnya tidak baik, karena
tidak ada yang mau dengan kita
lagi...(VB, MD, MS, AN)

Informan yang melakukan


Hasai Naran, ada merasa menyesal
dan malu terhadap perbuatannya
namun ada juga yang merasa biasa
saja.
....Menyesal juga, tapi su mau
bagaimana lai. (VB)
....Biasa sa, ko su begini....(MD,
AN)
....Pertama malu, tapi lama-lama
su biasa sa....(MS)

Semua informan mengatakan


bahwa Hasai Naran tidak mempunyai
manfaat, hanya orang tua yang
mendapat pembayaran denda dari si
pria, setelah itu mereka tidak bisa
menikah dan menjadi perempuan
bebas.
....tidak ada manfaat, hanya
waktu itu orang tua dapat bayar
denda.... (VB)
....tidak ada..hanya kita jadi
perempuan bebas sa...orang su
tidak
mau
nikah
dengan
kita....(MD)
....tidak ada manfaat..karena kita
yang sudah Hasai Naran susah
dapat suami....(MS)

KAJIAN FAKTOR SOSIAL BUDAYA DAN PERILAKU MASYARAKAT DESA FOHOEKA


KECAMATAN TASIFETO BARAT DALAM KAITANNYA DENGAN KASUS HIV/AIDS DI
KABUPATEN BELU

....tidak ada manfaat..orang tua


dapat bayar denda dan kita jadi
perempuan bebas..(AN)

....orang yang sudah kena AIDS,


kalo tangan luka atau kaki luka
kena
kita
berarti
sudah
jangkit....(YM)

Perilaku
Masyarakat
Berkaitan
dengan HIV/AIDS
Perilaku masyarakat Desa
Fohoeka yang berkaitan dengan
kasus HIV/AIDS berhubungan dengan
pengetahuan, sikap dan tindakan
masyarakat.
Berdasarkan
hasil
wawancara dengan ke-13 informan,
semua informan pernah mendengar
tentang
HIV/AIDS.
Mereka
mendengar
informasi
tentang
HIV/AIDS dari bidan, mantri, petugas
penyuluhan dan pengarahan dari
KPA.

Terdapat dua informan yang


tidak mengetahui bagaimana cara
penularan HIV/AIDS.

....Petugas kesehatan...(BF, PK,


MK, AM, YT, YM,)
....Ibu bidan dan pak mantri....
(AB, BM,)
....Pengarahan dari KPA.... (YL)
.Ibu Bidan....(VB, MD, MS, AN)

Pengetahuan mereka tentang


HIV/AIDS adalah merupakan penyakit
berbahaya yang menyerang alat
kelamin dan mematikan.
....penyakit... (BF, VB, MD, AN)
....penyakit berbahaya dan bikin
mati.... (AB, MK)
...penyakit
yang
paling
berbahaya...(PK)
....penyakit yang tidak baik...
(AM, YT)
....penyakit yang menular dan
menyerang alat kelamin....(BM,
YL, MS, YM)

Selain mengetahui bahwa


HIV/AIDS
merupakan
penyakit
kelamin
yang
menular
dan
mematikan, sebanyak 9 informan
yang menyatakan bahwa HIV/AIDS
bisa menular melalui hubungan seks.
....Melalui
hubungan
seks
bebas.(BF, AB, MK, AM, YL,
VB, MD, MS, AN)

Terdapat satu informan yang


mengatakan HIV/AIDS bisa terjangkit
lewat luka, dimana ketika tangan atau
kaki kita ada yang luka dan kita
bersentuhan
dengan
penderita
HIV/AIDS maka kita bisa menderita
HIV/AIDS.

....Tidak tahu . (AM, YT)

Terdapat satu informan yang


mengatakan cara penularan HIV/AIDS
melalui kemaluan.
....Kemaluan.(PK)

Sedangkan untuk pencegahan


HIV/AIDS, terdapat delapan informan
tidak
mengetahui
cara
untuk
mencegah penularan HIV/AIDS.
.tidak tahu.(PK, MK, AM,
YT, BM, MD, MS, AN)

Terdapat dua informan yang


tahu cara pencegahan HIV/AIDS
yakni tidak ada obatnya.
.... tidak ada obat....( BF, AB)

Terdapat satu informan yang


mengatakan
cara
pencegahan
HIV/AIDS yakni pake kondom.
....tidak
ada
kondom....(YL)

obat,

pake

Terdapat satu informan yang


mengatakan
cara
pencegahan
HIV/AIDS yakni tidak seks bebas.
....tidak seks bebas....(VB)

PEMBAHASAN
Umur Informan Ketika Melakukan
Tradisi Suhu dan Hasai Naran.
Berdasarkan hasil wawancara
dengan ke-13 informan, terdapat 9
informan yang melakukan tradisi
Suhu dan 4 informan yang melakukan
tradisi Hasai Naran. usia informan
ketika mereka melakukan Suhu dan
Hasai Naran bervariasi. Para informan
yang melakukan Suhu pada usia 1522 tahun dan Hasai Naran pada usia
18-23 tahun. Umur tersebut termasuk
dalam kelompok umur risiko tinggi
HIV/AIDS yaitu usia 15 sampai
dengan 45 tahun
(Saniambara,
2006).
Jadi ketika mereka pertama
kali melakukan Suhu maupun Hasai
Naran mereka sudah berisiko untuk
tertular HIV/AIDS. Perempuan yang
telah melakukan Hasai Naran akan

76

MKM Vol. 03 No. 02 Desember 2008

menjadi perempuan bebas untuk


mencari uang dengan melakukan
hubungan
seks.
Jika
mereka
melakukannya terus menerus dan
ketika berhubungan seks mereka
tidak menggunakan kondom, maka
perempuan yang Hasai Naran sangat
rentan dengan HIV/AIDS.
Tradisi
Masyarakat
Kaitannya
dengan Penularan HIV/AIDS
Tradisi merupakan kegiatan
yang dilakukan secara turun-temurun
yang ada di suatu daerah. Menurut
masyarakat, tradisi yang ada harus
terus dijalankan, agar tradisi tersebut
dapat diturunkan pada anak cucu
mereka. Selain itu mereka juga
menganggap tradisi merupakan suatu
hal yang wajib untuk dilaksanakan
dan jika tidak mereka akan dikucilkan
oleh masyarakat yang lain.
Tradisi penyunatan pria yang
mewajibkan pria sunat melakukan
Suhu atau berhubungan seks pasca
sunat ketika penis masih luka sangat
rentan terhadap penularan HIV/AIDS
bagi laki-laki maupun perempuan
yang melakukannya. Hasil penelitian
ini
sesuai
dengan
apa
yang
dikemukakan Purek dan Lewar (2006)
bahwa praktek sunat yang diikuti
dengan melakukan hubungan seks
sangatlah
membuka
peluang
penularan infeksi menular seksual
(IMS), terutama bagi perempuan.
Kerentanan perempuan terhadap IMS,
pada umumnya disebabkan karena
laki-laki yang menjalani sunat telah
lebih dari satu kali berhubungan seks
dengan perempuan yang sudah
terbiasa melakukan hubungan seks.
Apalagi
hubungan
seksual
itu
dilakukan ketika alat kelamin dalam
keadaan luka atau terinfeksi sehingga
pelaku tradisi itu berpotensi tertular
infeksi menular seksual. Sedangkan
untuk
perempuan
yang
sudah
melakukan Hasai Naran mereka
diposisikan sebagai perempuan bebas
yaitu perempuan dewasa yang bebas
mencari hidup. Mereka bisa mencari
hidup dengan cara menjual seks.
77

Tradisi ini membuat para perempuan


yang melakukan Hasai Naran berada
pada posisi yang sangat rentan
terhadap penularan HIV/AIDS
Tradisi Suhu dan Hasai Naran
ini juga mendorong berkembangkanya
pelacuran, meskipun masyarakat
setempat menolak bahwa Hasai
Naran merupakan sejenis pelacuran.
Hal ini disebabkan karena mereka
menganggap bahwa Hasai Naran
merupakan tradisi adat. Padahal
perempuan yang sudah Hasai Naran
akan menjadi perempuan bebas, yang
mencari uang dengan menjual seks.
Perilaku
Masyarakat
Berkaitan
dengan HIV/AIDS
Berdasarkan hasil wawancara
dengan para informan, rara-rata
pengetahuan para informan berkaitan
dengan HIV/AIDS masih rendah.
Mereka pernah mendengar tentang
HIV/AIDS dan tahu bahwa HIV/AIDS
adalah penyakit kelamin menular yang
berbahaya. Walaupun ada juga yang
tidak tahu bagaimana cara penularan
HIV/AIDS.
Berkaitan dengan pencegahan
sebagian
besar
informan
tidak
mengetahui
bagaimana
cara
mencegah
penularan
HIV/AIDS.
Mereka hanya tahu bahwa HIV/AIDS
merupakan penyakit berbahaya yang
mematikan. Meskipun kebanyakan
informan
menganggap
HIV/AIDS
sebagai penyakit berbahaya, tetapi
mereka merasa diri mereka tidak
berisiko tertular HIV.
Rendahnya
pengetahuan
masyarakat
tentang
HIV/AIDS
berpengaruh
terhadap
perilaku
masyarakat dalam merespon pelbagai
masalah HIV/AIDS. Hal ini juga
berkorelasi
dengan
tingkat
penerimaan masyarakat yang cukup
tinggi terhadap berbagai mitos yang
tidak
menguntungkan,
seperti
keterikatan mereka terhadap tradisi
Suhu dan Hasai Naran yang
merupakan
media
penularan
HIV/AIDS (Lake,2005).

KAJIAN FAKTOR SOSIAL BUDAYA DAN PERILAKU MASYARAKAT DESA FOHOEKA


KECAMATAN TASIFETO BARAT DALAM KAITANNYA DENGAN KASUS HIV/AIDS DI
KABUPATEN BELU

Perilaku masyarakat yang


berhubungan dengan tradisi Suhu
yang relevan dengan penularan
HIV/AIDS, yaitu adanya kewajiban
bagi para pria yang sudah disunat
untuk berhubungan seks ketika luka
sunatnya belum sembuh. Perempuan
yang telah melakukan tradisi Hasai
Naran akan menjadi perempuan yang
bebas melakukan hubungan seks
dengan pria manapun.

DAFTAR PUSTAKA
Adoe, Vince Mathelda. 2006. Perilaku
Seksual Remaja Penderita Infeksi
Menular
Seksual, Kasus Klinik
Venecia Yayasan Tanpa Batas Kota
Kupang. Skripsi. Kupang: Unversitas
Nusa Cendana

SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian
dan pembahasan, dapat disimpulkan
bahwa (1) Umur para informan ketika
melakukan Suhu dan Hasai Naran
adalah usia 15 sampai dengan 25
tahun. Umur tersebut termasuk dalam
kelompok
umur
resiko
tinggi
HIV/AIDS; (2) Tradisi Suhu dan Hasai
Naran
berpotensi
menularkan
HIV/AIDS; (3) Perilaku masyarakat
yang berhubungan dengan tradisi
Suhu dan Hasai Naran yang relevan
dengan penularan HIV/AIDS, yaitu
adanya kewajiban untuk berhubungan
seks ketika luka sunatnya belum
sembuh dan setelah Hasai Naran
perempuan tersebut bebas melakukan
hubungan seks dengan pria manapun.

Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data


Penelitian Kualitatif, Pemahaman
Filosofis dan Metodologis ke Arah
Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta:
RajaGrafindo Persada

SARAN
Saran yang dapat peneliti berikan
sehubungan dengan hasil penelitian
adalah (1) Bagi pemerintah, LSM dan
lembaga terkait lainnya, agar lebih
meningkatkan
lagi
program
penyuluhan tentang media penyakit
HIV/AIDS dan cara pencegahan
HIV/AIDS yang terorganisir sehingga
dapat mengurangi kasus HIV/AIDS;
(2) Bagi para orang tua, agar lebih
memperhatikan
dan
mengawasi
kehidupan anak perempuannya yang
masih remaja, agar tidak terjadi
kehamilan diluar nikah sehingga
tradisi Hasai Naran yang dapat
dikurangi.

BPS
Kabupaten
Belu.
2007.
Kabupaten Belu Dalam Angka. Belu:
BPS Kabupaten Belu

Departemen Pendidikan Nasional .


2004. HIV/AIDS dan Pendidikan,
Pedoman
Advokasi
untuk
Departemen Pendidikan. Jakarta :
Departemen Pendidikan Nasional
Pusat
Pengembangan
Kualitas
Jasmani.
Dinas Kesehatan Propinsi NTT. 2007 .
Laporan Perkembangan HIV/AIDS di
NTT. Kupang : Dinas Kesehatan
Propinsi NTT
KPAD
Kabupaten
Belu.
2006.
Kaleidoskop KPA Kabupaten Belu.
Belu : KPAD.
KPA Kabupaten Belu. 2007. Selayang
Pandang Kegiatan Penanggulangan
HIV/AIDS di Kabupaten Belu.
KPA. 2006.. HIV/AIDS Updates. KPA
News edisi 03/1
KPA
Nasional.
Mengenal
Menanggulangi HIV/AIDS.

dan

Lake, Primus, dkk. 2005. Analisis


Situasi dan Respons Terhadap
HIV/AIDS di Kabupaten Belu. Belu:
KPAD Kabupaten Belu bekerjasama
dengan IHPCP-AusAID

78

MKM Vol. 03 No. 02 Desember 2008

Muninjaya, A.A.Gde. 1999. AIDS,


Dikenali Untuk Dihindari. Jakarta:
Arcan
Notoatmodjo,
Soekidjo
.
2003.
Promosi Kesehatan . Jakarta : Rineka
Cipta
.
.2003.
Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.
Jakarta: Rineka Cipta
Purek, Lambert D. dan Lewar, Kanis.
2006. Bayang-bayang keperkasaan
seksual pria (Refleksi Hari AIDS
Sedunia). http://www.indomedia.com.
Diakses 6 April 2008
Purwanto, Erwan. dan Sulistyastuti,
Dyah. 2007. Metode Penelitian
Kuantitatif. Yogyakarta: Gaya Media
Saniambara, Nyoman. dan Nahak,
Petrus.
2006.
Laporan
Penanggulangan PMS dan HIV/AIDS
Provinsi NTT Tahun 2006. Buletin
Epidemiologi
Edisi
Oktober

Desember 2006. Kupang: Dinas


Kesehatan Propinsi NTT

79

Siregar, Fazidah A. 2004. AIDS dan


Upaya
Penanggulangannya
di
Indonesia. Medan: FKM Universitas
Sumatra Utara
Spiritia.
2007.
www.spiritia.or.id.
November 2007

Sejarah
AIDS.
Diakses
20

UNICEF, UNAIDS, WHO. 2002.


Generasi Muda dan HIV/AIDS,
Peluang Dalam Krisis.
Wicaksono,
Bambang.
2001.
Mengenal
Penyakit
Hubungan
Seksual. Bandung: Pionir Jaya
Widjajanti, dkk. 2000. Pedoman
Pelatihan Modul Pendidikan Sebaya
(Peer Education) Dalam Pendidikan
Pencegahan HIV/AIDS di SLTA.
Jakarta : Departemen Pendidikan
Nasional
Pusat
Pengembangan
Kualitas Jasmani.
Yatim, Danny Irawan. 2006. Dialog
Seputar AIDS. Jakarta : Grasindo

You might also like