Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 6

ISSN 1410-1939

PENGARUH OLAH TANAH KONSERVASI DAN POLA TANAM TERHADAP


SIFAT FISIKA TANAH ULTISOL DAN HASIL JAGUNG
[THE EFFECT OF CONSERVATION TILLAGE AND CROPPING SYSTEM
ON PHYSICAL SOIL PROPERTIES AND MAIZE YIELD]
Arsyad A. R.1
Abstract
A study on the effect of conservation tillage and cropping systems on the physical properties of soil has been
carried out at the Mendalo Research Farm, Faculty of Agriculture, University of Jambi, from January
through to July 2001. A Split-split plot with randomised block design with three replicates was used in this
investigation. The main plots were crop rotations (with or without) cover crops, the sub plots were tillage
systems (zero tillage, minimum tillage, conventional tillage), and the sub-sub plots were cropping systems
(monoculture or intercropping of maize and peanut). Data obtained from the experiment were analysed using
analysis of variance, followed by Duncans Multiple Range Test at 5% protection level. The results of the
study indicated that the application of conservation tillage (zero tillage and minimum tillage) along with
intercropping or monoculture system could control the physical properties of soil and increase the production
of maize and peanut crops.
Key words: soil conservation, tillage, Ultisol, Zea mays
Kata kunci: konservasi tanah, pengolahan tanah, Ultisol, Zea mays

PENDAHULUAN
Ultisol
merupakan
ordo
tanah
yang
mendominasi lahan kering di Indonesia, termasuk
di Propinsi Jambi. Usaha tani tanaman semusim
pada lahan kering Ultisol dapat mempercepat
degradasi lahan terutama akibat curah hujan yang
tinggi dan erosi serta pengelolaan tanah yang tidak
sesuai dengan kaidah konservasi tanah dan air.
Sebagian besar Ultisol tersebar di wilayah berlereng dan mempunyai lapisan olah yang tipis dengan sifat fisika yang buruk, sehingga mudah tererosi. Kandungan hara Ultisol umumnya rendah
sampai sedang akibat rendahnya pH dan kandungan bahan organik tanah. Selain itu, adanya lapisan
padat (penumpukan liat) di bawah lapisan olah menyebabkan perakaran tanaman sulit menembus tanah, sehingga menggangu pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh karena itu, agar tercapai sistem pertanian berkelanjutan, maka peningkatan kesuburan dan tindakan konservasi tanah merupakan
upaya yang perlu dilakukan dalam memanfaatkan
lahan kering untuk usaha pertanian.
Konservasi tanah mencakup banyak segi, bukan hanya sekedar pekerjaan fisik mengendalikan
erosi. Konservasi tanah merupakan hampiran serba

cakup (comprehensive approach) terhadap pengelolaan tanah, air dan usaha tani yang sasarannya
adalah memperbaiki dan memelihara hubungan tanahair-tanaman untuk mencapai hasil panen yang
tinggi secara berkelanjutan (Euroconsult, 1989
sebagaimana dikutip oleh Notohadiprawiro, 1999).
Dalam suatu kegiatan usaha tani, pengelolaan
tanah mutlak dibutuhkan agar diperoleh aerase tanah yang baik untuk perkembangan akar dan pertumbuhan tanaman. Pada umumnya dalam usaha
tani tanaman pangan di lahan kering dilakukan
olah tanah intensif sejak awal tanam tanpa
memanfatkan sisa tanaman, yang disebut juga
pengolahan tanah konvensional. Disamping itu,
intensitas penanaman di lahan kering umumnya
satu kali dalam setahun yaitu saat hujan relatif
banyak. Setelah itu tanah relatif tidak diusahakan,
akibatnya lahan ditutupi oleh alang-alang atau
semak belukar.
Selain membutuhkan waktu dan tenaga yang
besar, pengolahan tanah konvensional mempercepat kerusakan struktur dan komposisi bahan organik tanah, yang pada gilirannya akan meningkatkan laju erosi, terutama di lahan berlereng. Erosi
menyebabkan berkurang atau hilangnya lapisan
olah yang relatif lebih subur dan menurunnya pro-

1 Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Jambi.


Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi 36361.

111

Jurnal Agronomi 8(2): 111-116

duktivitas tanah akibat buruknya sifat fisika tanah


dan hilangnya hara bersama erosi (Arsyad, 1989).
Dampak dari kondisi ini di lapangan dapat dilihat
terutama dengan memburuknya kualitas fisik tanah
antara lain meningkatnya kepadatan tanah dan
terganggunya pertumbuhan tanaman.
Dalam rangka konservasi lahan kering Ulltisol,
maka perlu penerapan sistem olah tanah konservasi sekaligus pola atau sistem pertanaman (pola
tanam) yang dapat melindungi tanah sepanjang
tahun sesuai dengan kondisi tanah dan iklim
setempat.
Pengolahan tanah konservasi relatif tidak merusak tanah karena dilakukan sesedikit mungkin
tergantung pada kondisi tanah dan kebutuhan tanaman. Adanya mulsa dapat melindungi tanah dari
tumbukan butiran hujan, sehingga dapat mengendalikan aliran permukaan dan erosi (Mannering
dan Fenster, 1983). Efektivitas sistem olah tanah
konservasi dalam konservasi tanah dan air tergantung pada topografi, kepekaan tanah terhadap erosi, lingkungan setempat (misalnya iklim), dan pengaruhnya terhadap kondisi permukaan tanah yang
dihasilkan, seperti kekasaran permukaan tanah dan
guludan-guludan kecil yang terbentuk, sisa tanaman atau gulma yang terbenam serta persentase penutupan permukaan tanah oleh tanaman dan sisa
tanaman (Sinukaban, 1989).
Pola tanam dua kali panen dan sekali reklamasi
dengan tanaman penutup tanah (rotasi tanaman dengan penutup tanah) yang hijauannya dikembalikan ke bidang olah merupakan alternatif yang dapat dipertimbangkan untuk lahan kering Ultisol
(Wigena et al., 1994). Rotasi tanaman dengan penutup tanah dari jenis kacang-kacangan dapat
memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah. Guna
meningkatkan ketersediaan bahan untuk mulsa dan
meningkatkan efisiensi penggunaan lahan sekaligus diversifikasi tanaman dan meningkatkan pendapatan petani, olah tanah konservasi dapat dikombinasikan dengan pola usaha tani campuran (multiple cropping).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
penanaman yang intensif dengan pola rotasi dan
sistem olah tanah konservasi dapat mengendalikan
kerusakan tanah (Bowman et al., 1999; Schomberg
dan Jones, 1999; Vyn et al., 2000). Sistem tersebut
sekaligus dapat mengendalikan erosi dan meningkatkan hasil tanaman (Sutrisno dan Nurida, 1995;
Hussain et al., 1999).
Sistem olah tanah konservasi belum banyak diterapkan dan informasi yang tersedia untuk lahan
kering di Jambi relatif terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari sistem
olah tanah dan pola tanam yang sesuai dengan

112

kondisi tanah dan iklim di Jambi serta pengaruhnya terhadap hasil jagung dan kacang tanah pada
Ultisol.
BAHAN DAN METODA
Penelitian dilaksanakan pada tanah Ultisol di
Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas
Jambi di Mendalo (kemiringan lereng 11%) dari
bulan Januari sampai Juli 2001. Sebelum
perlakuan, tanah lapisan atas mempunyai tekstur
lempung berdebu, BV 1,29 g cm-3, porositas
49,80% dengan C-organik 2,35%.
Percobaan ini menggunakan rancangan splitsplit plot dalam pola acak kelompok dengan tiga
ulangan (kelompok). Petak utama adalah tanpa rotasi (C0) dan rotasi dengan penutup tanah (C1),
anak petak adalah tanpa olah tanah (O0), olah tanah minimum (O1) dan olah tanah konvensional
(O2), sementara anak-anak petak adalah monokultur jagung (M) dan tumpangsari jagung-kacang tanah (Ts). Penanaman penutup tanah (C1) dilakukan 4 bulan sebelum tanaman utama dan hijauannya digunakan sebagai mulsa untuk perlakuan olah
tanah konservasi. Pada perlakuan C0 lahan dibiarkan ditumbuhi alang-alang atau semak belukar. Pada perlakuan O0 tanah diolah hanya sekedar membuat lubang tanam dan pada O1 tanah diolah dengan pencangkulan satu kali, masing-masing
menggunakan mulsa, sedangkan pada olah tanah
konvensional (O2) tidak digunakan mulsa.
Penanaman jagung dan kacang tanah secara tugal dengan jarak tanam 100 cm x 25 cm untuk jagung dan 25 cm x 25 cm untuk kacang tanah. Pupuk diberikan secara tugal sesuai dengan kebutuhan tanaman, yaitu 200 kg Urea, 200 kg SP-36
dan 100 kg KCl per hektar untuk jagung, dan 50
kg Urea, 200 kg SP-36 dan 100 kg KCl per hektar
untuk kacang tanah. Data yang dihimpun meliputi
BV, TRP, pori drainase cepat dan pori air tersedia,
kandungan C-organik dan N-total tanah serta hasil
panen. Data dianalisis dengan analisis ragam dan
dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf = 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bobot isi dan total ruang pori tanah
Bobot isi (BV) dan total ruang pori (TRP) tanah penting artinya dalam penilaian kepadatan atau
kesarangan tanah. Pada umumnya perkembangan
akar tanaman mulai terganggu bila BV tanah > 1,2
g cm-3. Untuk mendapatkan media perakaran yang
baik diperlukan pengolahan tanah.

Arsyad A. R.: Olah Tanah Konservasi dan Pola Tanam.

Pengaruh masing-masing sistem olah tanah dan


pola tanam terhadap BV dan TRP tanah disajikan
pada Tabel 1, sedangkan pengaruhnya terhadap
pori aerase atau drainase cepat dan pori air tersedia
disajikan pada Tabel 2. Tabel 1 menunjukkan bahwa BV dan TRP tanah tidak berbeda nyata antar
perlakuan sistem olah tanah dan pola tanam. Hal
ini disebabkan kandungan bahan organik tanah (Corganik) yang tidak berbeda nyata antar perlakuan
(Tabel 3) dan diduga akibat perbedaan waktu
penanaman penutup tanah dan perlakuan lainnya
yang hanya 4 bulan. Perbaikan sifat fisika tanah
relatif sulit dan umumnya membutuhkan waktu
yang lama kecuali dengan pemberian bahan
organik dalam jumlah besar.
Nilai BV paling tinggi dan TRP paling rendah
diperoleh pada kombinasi perlakuan tanpa rotasi
dengan penutup tanah dan olah tanah konvensional
dengan pertanaman monokultur jagung (C0O2M).
Nilai BV dan TRP tanah pada kombinasi perlakuan tersebut berbeda nyata dengan BV dan TRP
yang paling rendah yaitu pada kombinasi perlakuan tanpa rotasi dengan penutup tanah dan olah tanah minimum dengan pertanaman tumpangsari jagung-kacang tanah (C0O1Ts). Hal ini disebabkan
pada olah tanah minimum kerusakan tanah akibat
pengolahan tanah dan tumbukan butir hujan lebih
kecil karena adanya mulsa dan sistem tumpangsari
dengan populasi tanaman lebih banyak, sehingga
memberikan perlindungan lebih baik terhadap tanah. Pengolahan tanah intensif menyebabkan tanah
menjadi gembur untuk sementara waktu, tetapi karena tanpa mulsa maka tanah mudah mengalami
pemadatan akibat rusaknya struktur atau agregat
tanah dan terjadinya penyumbatan pori oleh partikel tanah.
Tabel 1 menunjukkan bahwa BV tanah pada
sistem olah tanah minimum (1,29 g cm-3) tidak
berbeda dengan BV sebelum perlakuan (1,29 g cm3
) dan lebih kecil dibandingkan dengan BV tanah
yang diolah intensif (1,38 g cm-3) maupun tanpa
olah tanah (1,37 g cm-3). Hal ini berarti bahwa tanpa olah tanah menyebabkan BV tanah meningkat,
karena tanah semakin padat; sedangkan pengolahan tanah intensif menyebabkan tanah gembur sementara dan tanpa mulsa menyebabkan tanah mudah mengalami pemadatan akibat rusaknya struktur tanah dan terjadinya penyumbatan pori. Hal ini
berarti pengolahan tanah satu kali pencangkulan
disertai mulsa di permukaan tanah (sistem olah minimum) dapat memelihara kondisi fisik tanah.
Pori aerase dan pori air tersedia
Total ruang pori menunjukkan jumlah semua
pori yang ada di dalam tanah. Dalam hubungannya

dengan tanaman terdapat dua macam pori tanah


yang penting yaitu pori aerase dan pori air tersedia.
Pengolahan tanah dan sistem pertanaman dapat
mempengaruhi distribusi pori tersebut di dalam tanah.
Tabel 2 menunjukan, bahwa pada tanah dengan
kombinasi perlakuan olah tanah minimum dan pertanaman tumpangasari (C0O1Ts) pori aerase tanah
nyata lebih besar dibandingkan dengan kombinasi
perlakuan olah tanah konvensional dan pertanaman
monokultur (C0O2M) maupun pertanian tumpangsari (C0O2Ts). Hal ini disebabkan dengan olah tanah minimum kerusakan agregat tanah lebih
sedikit, dan adanya mulsa dapat melindungi
permukaan tanah dan tanaman lebih baik, sesuai
dengan data pada Tabel 1 yang menunjukkan
bahwa perlakuan olah tanah minimum dan sistem
tumpangsari menghasilkan BV lebih rendah dan
TRP lebih tinggi. Variabel tersebut menunjukkan
bahwa kondisi tanah lebih sarang, sehingga pori
aerase juga lebih banyak. Pori air tersedia nyata
lebih kecil pada tanah yang diolah intensif
dibandingkan dengan tanpa olah tanah, tetapi tidak
berbeda nyata dengan olah tanah minimum;
kombinasinya dengan sistem pertanaman tidak
nyata mempengaruhi pori air tersedia.
Kandungan bahan organik dan N-total tanah
Tabel 3 menunjukkan bawa C-organik dan Ntotal tanah dengan kombinasi perlakuan tanpa olah
tanah dan sistem tumpangsari (C0O0Ts, C1O0Ts)
nyata lebih besar dibandingkan dengan perlakuan
olah tanah minimum dan pertanaman monokultur
(C1O1M, C1O1Ts). Terlihat bahwa C-organik dan
N-total tanah tanpa diolah lebih besar
dibandingkan dengan tanah yang diolah secara
intensif maupun minimum. Kondisi ini
dikarenakan pada tanah yang diolah, dekomposisi
bahan organik berjalan lebih cepat akibat
perubahan aerase tanah dibandingkan dengan
tanah yang tidak diolah.
Bila dibandingkan dengan kandungan Corganik dan N-total tanah sebelum perlakuan yang
masing-masing 2,5 dan 0,6%, pengolahan tanah
konservasi (tanpa olah tanah) dengan sistem
pertanaman tumpangsari dapat memelihara
kandungan C-organik dan N-total tanah
dibandingkan dengan olah tanah konvensional. Hal
ini disebabkan pada sistem olah tanah konservasi
tidak terjadi peningkatan aerase tanah yang dapat
meningkatkan proses dekomposisi bahan organik.
Kemudian, tanaman kacang tanah sebagai
leguminosa dapat menyumbangkan nitrogen ke
dalam tanah melalui fiksasi nitrogen bebas oleh
bakteri Rhizobium yang terdapat pada bintil akar.

113

Jurnal Agronomi 8(2): 111-116

Tabel 1. pengaruh sistem olah tanah konservasi dan pola tanam terhadap BV dan TRP tanah Ultisol
Kebun Percobaan Unja Mendalo.
Perlakuan
O0
O1
O2
Rata-rata
O0
O1
O2
Rata-rata

M
C0

Ts
C1

-3

C0

Rata-rata

C1

BV (g cm )
1,40 ab
1,36 ab
1,39 ab
1,30 ab
1,21 b
1,33 ab
1,40 ab
1,39 ab
1,28 b
1,37 x (M)
1,33 x (Ts)
TRP (%)
48,36abc
45,41 bc
47,00 bc
46,05 bc
48,23 abc
50,13 ab
52,85 a
48,72 abc
44,03 c
45,92 bc
46,21 bc
50,54 ab
47,01 x (M)
48,56 x (Ts)
1,33 ab
1,33 ab
1,45 a

1,37 p
1,29 p
1,38 p

46,70 p
49,98 p
46,69 p

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% menurut DMRT.

Tabel 2. pengaruh sistem olah tanah konservasi dan pola tanam terhadap pori aerase dan pori air tersedia
tanah Ultisol Kebun Percobaan Unja Mendalo.
Perlakuan
O0
O1
O2
Rata-rata
O0
O1
O2
Rata-rata

Ts
C1
C0
C1
Pori aerase (%)
7,67 d
8,95 cd
9,36 cd
8,13 cd
11,57 bcd
12,67 abcd
16,45 a
12,17 abcd
9,14 cd
12,88 abc
9,40 cd
15,19 ab
10,48 x (M)
11,78 x (Ts)
Pori air tersedia (%)
19,40 a
13,70 a
18,25 a
16,65 a
17,67 a
15,95 a
11,87 a
15,95 a
12,98 a
12,24 a
13,93 a
13,99 a
15,32 x (M)
15,11 x (Ts)
C0

Rata-rata
8,53 p
13,21 p
11,65 p

17,00 p
15,36 pq
13,28 q

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% menurut DMRT.

Tabel 3. pengaruh sistem olah tanah konservasi dan pola tanam terhadap C-organik dan N-toal tanah
Ultisol Kebun Percobaan Unja Mendalo.
Perlakuan

M
C0

O0
O1
O2
Rata-rata
N-total (%)
O0
O1
O2
Rata-rata

2,38 ab
2,37 ab
1,90 ab

Rata-rata

Ts
C1
C0
C-organik (%)
2,30 ab
2,61 a
1,48 b
2,22 ab
1,96 ab
1,74 ab

C1
2,10 ab
1,66 ab
2,01 ab

2,35 p
1,94 p
1,90 p

2,07 (M)

2,05 (Ts)

0,19 ab
0,16 ab
0,16 ab
0,15 bc
0,15 bc
0,14 bc
0,16 x (M)

0,16 bc
0,21 a
0,15 bc
0,11 c
0,14 bc
0,15 bc
0,15 x (Ts)

0,18 p
0,14 p
0,14 p

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% menurut DMRT.

114

Arsyad A. R.: Olah Tanah Konservasi dan Pola Tanam.

Tabel 4. Pengaruh sistem olah tanah dan pola tanam terhadap hasil panen pada Ultisol Kebun Percobaan
UNJA Mendalo.
Perlakuan

Ts
C1
C0
C1
Jagung (kg per petak)
4,39 c
7,10 a
6,33 ab
5,90 abc
6,45 ab
6,44 ab
5,84 abc
6,36 ab
5,55 abc
6,54 ab
5,06 bc
5,94 abc
6,08 x (M)
5,91 x (Ts)
Kacang tanah (kg per petak)
3,73
3,70
3,37
3,98
3,60
3,83
3,70

Rata-rata

C0

O0
O1
O2
Rata-rata
O0
O1
O2
Rata-rata

5,93 p
6,27 p
5,77 p

3,71
3,68
3,71

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% menurut DMRT.

Selain itu, adanya mulsa dapat melindungi permukaan tanah, sehinga terhindar dari kerusakan
akibat tumbukan butiran air hujan, aliran permukaan maupun erosi. Mulsa juga merupakan sumber
bahan organik dan berperanan penting dalam mengurangi laju dekomposisi bahan organik tanah,
karena mulsa dapat menurunkan suhu tanah
sebesar 11, 7 dan 5 oC pada kedalaman 5, 10 dan
12 cm. Menurunnya suhu tanah dapat
memperlambat dekomposisi bahan organik,
sehingga tidak cepat berkurang di dalam tanah.

tanaman, menaikkan hasil panen dan total sisa


tanaman (karena ada dua jenis tanaman),
meningkatkan efisiensi penggunaan lahan yang
berarti meningkatkan penutupan permukaan tanah
oleh tanaman. Tingginya penutupan permukaan
tanah oleh tanaman berarti meningkatkan
perlindungan tanah dari kerusakan, baik oleh erosi
maupun kehilangan bahan organik dan unsur hara.

Hasil panen
Hasil panen sangat ditentukan oleh pertumbuhan tanaman. Pada umumnya, semakin baik pertumbuhan vegetatif tanaman, akan semakin baik pula
pertumbuhan generatifnya, yang dinilai dari hasil
penen. Sebagaimana diketahui, selain faktor iklim,
pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat
dipengaruhi oleh sifat fisika dan sifat kimia tanah.
Perbaikan sifat fisika tanah relatif lebih sulit dan
memakan waktu lebih lama dibandingkan dengan
perbaikan sifat kimia. Tindakan mengolah tanah
dapat memperbaiki sifat fisika tanah yang pada
gilirannya akan memperbaiki pertumbuhan dan
hasil tanaman. Oleh karena perubahan sifat fisika
tanah dalam penelitian ini relatif tidak nyata, maka
hasil panenpun tidak berbeda nyata antar
perlakuan olah tanah dan pola tanam (Tabel 4).
Tabel 4 juga menunjukkan bahwa hasil panen
jagung pada pertanaman monokultur tidak berbeda
nyata dengan pertanaman tumpangsari. Hal ini berarti tanaman kacang tanah yang ditumpangsarikan
dengan tanaman jagung tidak menganggu pertumbuhan dan hasil tanaman jagung. Dengan
demikian, pertanaman tumpangsari mempunyai
beberapa keuntungan, antara lain diversifikasi

Sistem olah tanah konservasi (no tillage, minimum tillage) dengan pertanaman tumpangsari
maupun monokultur dapat mengendalikan
penurunan kualitas sifat fisika tanah dan hasil
panen. Namun, minimum tillage dengan sistem
tumpangsari relatif lebih baik. Kacang tanah pada
pertanaman jagung (tumpangsari jagung-kacang
tanah) tidak mengganggu pertumbuhan dan hasil
hasil tanaman jagung. Untuk mengetahui sistem
olah tanah konservasi yang paling sesuai dengan
kondisi tanah dan pola tanam yang lebih baik
dalam rangka konservasi tanah, sebaiknya
dilakukan penelitian dalam beberapa musim
tanam.

KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press,
Bogor.
Bowman, R. A., M. F. Figil, D. C. Nielsen dan R. L.
Anderson. 1999. Soil organic matter changes in
intensively cropped dryland systems. Soil Science
Society of America Journal 63: 186-191.

115

Jurnal Agronomi 8(2): 111-116

Hussain, I. K., R. Olson dan S. A. Ebelhar. 1999. Longterm tillage effects on soil chemical properties and
organic matter fraction. Soil Science Society of
America Journal 63: 1335-1341.
Mannering, J. P. dan C. R. Fenster. 1983. What
conservation tillage is? Journal of Soil and Water
Conservation 38: 140-143.
Notohadiprawiro, T. 1999. Memanfaatkan Tanah Selaras
dengan Alam, Prosiding Kongres Nasional VII HITI
di Bandung, tanggal 2 - 4 November 1999,
Himpunan Ilmu Tanah Indonesia.
Schomberg, H. H. dan O. R. Jones. 1999. Carbon and
nitrogen conservation in dryland tillage and
cropping systems. Soil Science Society of America
Journal 63: 1359-1366.
Sinukaban, N. 1989. Konservasi Tanah dan Air di
Daerah Transmigrasi. P. T. INDECO Duta Utama BCEOM, Jakarta.

116

Sutrisno, N. dan L. N. Nurida. 1995. Penanganan


Perladangan Berpindah melalui Usaha tani
Konservasi, Kongres Nasional VI Himpunan Ilmu
Tanah Indonesia, tanggal 12 - 15 Desember 1995 di
Jakarta, Himpunan Ilmu Tanah Indonesia.
Vyn, T. J., J. G. Faber, K. J. Janovicj dan E. G.
Beauchamp. 2000. Cover crop effects on nitrogen
availability to corn following wheat. Agronomy
Journal 92: 915-924.
Wigena, I. G. P., W. Sugeng dan P. Joko. 1994. Kendala
dan
Kemungkinan
Pemecahannya
dalam
Mempertahankan dan Meningkatkan Kesuburan
Lahan Kering Marginal, pp. 9-24. Prosiding
Seminar Penanganan Lahan Kering Marginal
melalui Pola Usaha tani Terpadu tanggal 2 Juli 1994
di Jambi, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat,
Badan Litbang Pertanian Depertemen Pertanian.

You might also like