Professional Documents
Culture Documents
Jurnal Bahan Draf
Jurnal Bahan Draf
PENDAHULUAN
Ultisol
merupakan
ordo
tanah
yang
mendominasi lahan kering di Indonesia, termasuk
di Propinsi Jambi. Usaha tani tanaman semusim
pada lahan kering Ultisol dapat mempercepat
degradasi lahan terutama akibat curah hujan yang
tinggi dan erosi serta pengelolaan tanah yang tidak
sesuai dengan kaidah konservasi tanah dan air.
Sebagian besar Ultisol tersebar di wilayah berlereng dan mempunyai lapisan olah yang tipis dengan sifat fisika yang buruk, sehingga mudah tererosi. Kandungan hara Ultisol umumnya rendah
sampai sedang akibat rendahnya pH dan kandungan bahan organik tanah. Selain itu, adanya lapisan
padat (penumpukan liat) di bawah lapisan olah menyebabkan perakaran tanaman sulit menembus tanah, sehingga menggangu pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh karena itu, agar tercapai sistem pertanian berkelanjutan, maka peningkatan kesuburan dan tindakan konservasi tanah merupakan
upaya yang perlu dilakukan dalam memanfaatkan
lahan kering untuk usaha pertanian.
Konservasi tanah mencakup banyak segi, bukan hanya sekedar pekerjaan fisik mengendalikan
erosi. Konservasi tanah merupakan hampiran serba
cakup (comprehensive approach) terhadap pengelolaan tanah, air dan usaha tani yang sasarannya
adalah memperbaiki dan memelihara hubungan tanahair-tanaman untuk mencapai hasil panen yang
tinggi secara berkelanjutan (Euroconsult, 1989
sebagaimana dikutip oleh Notohadiprawiro, 1999).
Dalam suatu kegiatan usaha tani, pengelolaan
tanah mutlak dibutuhkan agar diperoleh aerase tanah yang baik untuk perkembangan akar dan pertumbuhan tanaman. Pada umumnya dalam usaha
tani tanaman pangan di lahan kering dilakukan
olah tanah intensif sejak awal tanam tanpa
memanfatkan sisa tanaman, yang disebut juga
pengolahan tanah konvensional. Disamping itu,
intensitas penanaman di lahan kering umumnya
satu kali dalam setahun yaitu saat hujan relatif
banyak. Setelah itu tanah relatif tidak diusahakan,
akibatnya lahan ditutupi oleh alang-alang atau
semak belukar.
Selain membutuhkan waktu dan tenaga yang
besar, pengolahan tanah konvensional mempercepat kerusakan struktur dan komposisi bahan organik tanah, yang pada gilirannya akan meningkatkan laju erosi, terutama di lahan berlereng. Erosi
menyebabkan berkurang atau hilangnya lapisan
olah yang relatif lebih subur dan menurunnya pro-
111
112
kondisi tanah dan iklim di Jambi serta pengaruhnya terhadap hasil jagung dan kacang tanah pada
Ultisol.
BAHAN DAN METODA
Penelitian dilaksanakan pada tanah Ultisol di
Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas
Jambi di Mendalo (kemiringan lereng 11%) dari
bulan Januari sampai Juli 2001. Sebelum
perlakuan, tanah lapisan atas mempunyai tekstur
lempung berdebu, BV 1,29 g cm-3, porositas
49,80% dengan C-organik 2,35%.
Percobaan ini menggunakan rancangan splitsplit plot dalam pola acak kelompok dengan tiga
ulangan (kelompok). Petak utama adalah tanpa rotasi (C0) dan rotasi dengan penutup tanah (C1),
anak petak adalah tanpa olah tanah (O0), olah tanah minimum (O1) dan olah tanah konvensional
(O2), sementara anak-anak petak adalah monokultur jagung (M) dan tumpangsari jagung-kacang tanah (Ts). Penanaman penutup tanah (C1) dilakukan 4 bulan sebelum tanaman utama dan hijauannya digunakan sebagai mulsa untuk perlakuan olah
tanah konservasi. Pada perlakuan C0 lahan dibiarkan ditumbuhi alang-alang atau semak belukar. Pada perlakuan O0 tanah diolah hanya sekedar membuat lubang tanam dan pada O1 tanah diolah dengan pencangkulan satu kali, masing-masing
menggunakan mulsa, sedangkan pada olah tanah
konvensional (O2) tidak digunakan mulsa.
Penanaman jagung dan kacang tanah secara tugal dengan jarak tanam 100 cm x 25 cm untuk jagung dan 25 cm x 25 cm untuk kacang tanah. Pupuk diberikan secara tugal sesuai dengan kebutuhan tanaman, yaitu 200 kg Urea, 200 kg SP-36
dan 100 kg KCl per hektar untuk jagung, dan 50
kg Urea, 200 kg SP-36 dan 100 kg KCl per hektar
untuk kacang tanah. Data yang dihimpun meliputi
BV, TRP, pori drainase cepat dan pori air tersedia,
kandungan C-organik dan N-total tanah serta hasil
panen. Data dianalisis dengan analisis ragam dan
dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf = 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bobot isi dan total ruang pori tanah
Bobot isi (BV) dan total ruang pori (TRP) tanah penting artinya dalam penilaian kepadatan atau
kesarangan tanah. Pada umumnya perkembangan
akar tanaman mulai terganggu bila BV tanah > 1,2
g cm-3. Untuk mendapatkan media perakaran yang
baik diperlukan pengolahan tanah.
113
Tabel 1. pengaruh sistem olah tanah konservasi dan pola tanam terhadap BV dan TRP tanah Ultisol
Kebun Percobaan Unja Mendalo.
Perlakuan
O0
O1
O2
Rata-rata
O0
O1
O2
Rata-rata
M
C0
Ts
C1
-3
C0
Rata-rata
C1
BV (g cm )
1,40 ab
1,36 ab
1,39 ab
1,30 ab
1,21 b
1,33 ab
1,40 ab
1,39 ab
1,28 b
1,37 x (M)
1,33 x (Ts)
TRP (%)
48,36abc
45,41 bc
47,00 bc
46,05 bc
48,23 abc
50,13 ab
52,85 a
48,72 abc
44,03 c
45,92 bc
46,21 bc
50,54 ab
47,01 x (M)
48,56 x (Ts)
1,33 ab
1,33 ab
1,45 a
1,37 p
1,29 p
1,38 p
46,70 p
49,98 p
46,69 p
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% menurut DMRT.
Tabel 2. pengaruh sistem olah tanah konservasi dan pola tanam terhadap pori aerase dan pori air tersedia
tanah Ultisol Kebun Percobaan Unja Mendalo.
Perlakuan
O0
O1
O2
Rata-rata
O0
O1
O2
Rata-rata
Ts
C1
C0
C1
Pori aerase (%)
7,67 d
8,95 cd
9,36 cd
8,13 cd
11,57 bcd
12,67 abcd
16,45 a
12,17 abcd
9,14 cd
12,88 abc
9,40 cd
15,19 ab
10,48 x (M)
11,78 x (Ts)
Pori air tersedia (%)
19,40 a
13,70 a
18,25 a
16,65 a
17,67 a
15,95 a
11,87 a
15,95 a
12,98 a
12,24 a
13,93 a
13,99 a
15,32 x (M)
15,11 x (Ts)
C0
Rata-rata
8,53 p
13,21 p
11,65 p
17,00 p
15,36 pq
13,28 q
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% menurut DMRT.
Tabel 3. pengaruh sistem olah tanah konservasi dan pola tanam terhadap C-organik dan N-toal tanah
Ultisol Kebun Percobaan Unja Mendalo.
Perlakuan
M
C0
O0
O1
O2
Rata-rata
N-total (%)
O0
O1
O2
Rata-rata
2,38 ab
2,37 ab
1,90 ab
Rata-rata
Ts
C1
C0
C-organik (%)
2,30 ab
2,61 a
1,48 b
2,22 ab
1,96 ab
1,74 ab
C1
2,10 ab
1,66 ab
2,01 ab
2,35 p
1,94 p
1,90 p
2,07 (M)
2,05 (Ts)
0,19 ab
0,16 ab
0,16 ab
0,15 bc
0,15 bc
0,14 bc
0,16 x (M)
0,16 bc
0,21 a
0,15 bc
0,11 c
0,14 bc
0,15 bc
0,15 x (Ts)
0,18 p
0,14 p
0,14 p
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% menurut DMRT.
114
Tabel 4. Pengaruh sistem olah tanah dan pola tanam terhadap hasil panen pada Ultisol Kebun Percobaan
UNJA Mendalo.
Perlakuan
Ts
C1
C0
C1
Jagung (kg per petak)
4,39 c
7,10 a
6,33 ab
5,90 abc
6,45 ab
6,44 ab
5,84 abc
6,36 ab
5,55 abc
6,54 ab
5,06 bc
5,94 abc
6,08 x (M)
5,91 x (Ts)
Kacang tanah (kg per petak)
3,73
3,70
3,37
3,98
3,60
3,83
3,70
Rata-rata
C0
O0
O1
O2
Rata-rata
O0
O1
O2
Rata-rata
5,93 p
6,27 p
5,77 p
3,71
3,68
3,71
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% menurut DMRT.
Selain itu, adanya mulsa dapat melindungi permukaan tanah, sehinga terhindar dari kerusakan
akibat tumbukan butiran air hujan, aliran permukaan maupun erosi. Mulsa juga merupakan sumber
bahan organik dan berperanan penting dalam mengurangi laju dekomposisi bahan organik tanah,
karena mulsa dapat menurunkan suhu tanah
sebesar 11, 7 dan 5 oC pada kedalaman 5, 10 dan
12 cm. Menurunnya suhu tanah dapat
memperlambat dekomposisi bahan organik,
sehingga tidak cepat berkurang di dalam tanah.
Hasil panen
Hasil panen sangat ditentukan oleh pertumbuhan tanaman. Pada umumnya, semakin baik pertumbuhan vegetatif tanaman, akan semakin baik pula
pertumbuhan generatifnya, yang dinilai dari hasil
penen. Sebagaimana diketahui, selain faktor iklim,
pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat
dipengaruhi oleh sifat fisika dan sifat kimia tanah.
Perbaikan sifat fisika tanah relatif lebih sulit dan
memakan waktu lebih lama dibandingkan dengan
perbaikan sifat kimia. Tindakan mengolah tanah
dapat memperbaiki sifat fisika tanah yang pada
gilirannya akan memperbaiki pertumbuhan dan
hasil tanaman. Oleh karena perubahan sifat fisika
tanah dalam penelitian ini relatif tidak nyata, maka
hasil panenpun tidak berbeda nyata antar
perlakuan olah tanah dan pola tanam (Tabel 4).
Tabel 4 juga menunjukkan bahwa hasil panen
jagung pada pertanaman monokultur tidak berbeda
nyata dengan pertanaman tumpangsari. Hal ini berarti tanaman kacang tanah yang ditumpangsarikan
dengan tanaman jagung tidak menganggu pertumbuhan dan hasil tanaman jagung. Dengan
demikian, pertanaman tumpangsari mempunyai
beberapa keuntungan, antara lain diversifikasi
Sistem olah tanah konservasi (no tillage, minimum tillage) dengan pertanaman tumpangsari
maupun monokultur dapat mengendalikan
penurunan kualitas sifat fisika tanah dan hasil
panen. Namun, minimum tillage dengan sistem
tumpangsari relatif lebih baik. Kacang tanah pada
pertanaman jagung (tumpangsari jagung-kacang
tanah) tidak mengganggu pertumbuhan dan hasil
hasil tanaman jagung. Untuk mengetahui sistem
olah tanah konservasi yang paling sesuai dengan
kondisi tanah dan pola tanam yang lebih baik
dalam rangka konservasi tanah, sebaiknya
dilakukan penelitian dalam beberapa musim
tanam.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press,
Bogor.
Bowman, R. A., M. F. Figil, D. C. Nielsen dan R. L.
Anderson. 1999. Soil organic matter changes in
intensively cropped dryland systems. Soil Science
Society of America Journal 63: 186-191.
115
Hussain, I. K., R. Olson dan S. A. Ebelhar. 1999. Longterm tillage effects on soil chemical properties and
organic matter fraction. Soil Science Society of
America Journal 63: 1335-1341.
Mannering, J. P. dan C. R. Fenster. 1983. What
conservation tillage is? Journal of Soil and Water
Conservation 38: 140-143.
Notohadiprawiro, T. 1999. Memanfaatkan Tanah Selaras
dengan Alam, Prosiding Kongres Nasional VII HITI
di Bandung, tanggal 2 - 4 November 1999,
Himpunan Ilmu Tanah Indonesia.
Schomberg, H. H. dan O. R. Jones. 1999. Carbon and
nitrogen conservation in dryland tillage and
cropping systems. Soil Science Society of America
Journal 63: 1359-1366.
Sinukaban, N. 1989. Konservasi Tanah dan Air di
Daerah Transmigrasi. P. T. INDECO Duta Utama BCEOM, Jakarta.
116