Peran Terapi Psikososial Pada Skizofrenia: Referat Ilmu Kesehatan Jiwa

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 22

Referat Ilmu Kesehatan Jiwa

Peran Terapi Psikososial pada Skizofrenia


Imania Lidya Pratiwi
112014200

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
No. Telp (021) 5694-2061, email: imanialidyapratiwi@rocketmail.com

Abstract
Schizophrenia is a group of disorders in which biological, psychological, and sociocultural
factors interact synergistically during all phases of the disorder to result in impairments in
interpersonal, practical life skills, and vocational functioning. In order to ameliorate the
range of symptoms and functional impairments associated with this diagnosis, comprehensive
treatment programs are necessary that provide an array of continuing services, including
medication management, access to appropriate psychosocial therapies, and assistance with
housing, employment, and sources of financial sustenance. Antipsychotic medications can be
effective in reducing symptoms and risk of relapse. However, many individuals continue to
evidence significant functional and social deficits after acute symptoms have been
ameliorated. Growing concerns about the recurring nature of the disorder as well as the
severity of functional psychosocial deficits have contributed to an increased emphasis on the
importance of empirically validated psychosocial therapies that foster recovery, beyond
symptom remission. Recovery-oriented psychosocial treatment programs ideally are designed
to provide services designed to help participants learn how to more effectively live with
vulnerabilities, reduce interpersonal and social deficits, and promote improved social
adaptation and general life functioning. Progress in achieving recovery is fostered by access
to comprehensive mental health treatment programs that offer an array of services including
access to pharmacological and psychosocial treatments designed to reduce symptoms and
enhance general life functioning.

Keywords: Schizophrenia, psychosocial therapy

Abstrak
Skizofrenia adalah sekelompok gangguan di mana faktor-faktor biologis, psikologis, dan
sosial budaya berinteraksi secara sinergis selama semua fase gangguan untuk menghasilkan
gangguan dalam hubungan interpersonal, keterampilan hidup, dan fungsi kejuruan. Dalam
rangka untuk memperbaiki berbagai gejala dan gangguan fungsional yang berhubungan

dengan diagnosis ini, program perawatan yang komprehensif diperlukan yang menyediakan
berbagai layanan, termasuk manajemen pengobatan, akses ke terapi psikososial yang tepat,
dan bantuan dengan perumahan, pekerjaan, dan sumber penghasilan. Obat antipsikotik efektif
dalam mengurangi gejala dan risiko kekambuhan. Namun, banyak individu mengalami defisit
fungsional dan sosial yang signifikan setelah gejala akut telah diperbaiki. Keprihatinan
tentang berulangnya gangguan serta keparahan defisit psikososial fungsional telah
memberikan kontribusi akan pentingnya terapi psikososial dalam pemulihan asuh, di luar
gejala remisi. Program-recovery berorientasi pengobatan psikososial idealnya dirancang
untuk memberikan pelayanan yang dirancang untuk membantu peserta belajar bagaimana
lebih efektif hidup dengan kerentanan, mengurangi defisit interpersonal dan sosial, dan
meningkatkan adaptasi sosial dan fungsi kehidupan umum. Kemajuan dalam mencapai
pemulihan didukung oleh adanya program perawatan kesehatan mental yang komprehensif
yang menawarkan berbagai layanan termasuk akses perawatan farmakologis dan psikososial
yang dirancang untuk mengurangi gejala dan meningkatkan fungsi kehidupan umum.

Kata kunci: skizofrenia, terapi psikososial

Definisi Skizofrenia
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindroma dengan variasi penyebab
(banyak yang belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan
pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Menurut Eugene Bleuler (1857-1938)
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, Schizein yang berarti Terpisah atau
Pecah, dan Phren yang artinya Jiwa. Skizofrenia adalah suatu gambaran jiwa
yang terpecah belah adanya keretakan atau disharmoni antara proses pikir, perasaan,
dan perbuatan.1 Skizofrenia adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan adanya
kelainan psikopatologi yang bervariasi, yang mempengaruhi pikiran, persepsi, emosi,
gerakan dan perilaku. Merupakan gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri
hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan
antar pribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (waham/keyakinan yang salah)
dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra).
Skizofrenia tidak hanya menjadi gangguan yang banyak dialami, gangguan ini
adalah salah satu gangguan jiwa dengan output kesembuhan yang kurang begitu baik
(Unger, 2009). Skizofrenia ditandai dengan munculnya dua simptom, simptom positif
dan simptom negatif. Simptom positif adalah adanya distorsi dari fungsi normal yang
melingkupi distorsi dalam pola pikir (delusi), distorsi persepsi (halusinasi),
disorganisasi dalam berbicara, dan self-monitoring perilaku (disorganisasi secara
2

keseluruhan atau katatonik). Sedangkan simptom negatif menunjukkan berkurang


atau menghilangnya fungsi normal. Simpton negatif adalah bagian yang substansial
bagi keabnormalan penderita skizofrenia. Tiga simptom negatif antara lain munculnya
afek datar, tidak dapat membedakan antara kenyataan dan khayalan, serta adanya
volisi (DSM-IV TR, 2000). 2

Epidemiologi
Di Amerika Serikat, prevalensi seumur hidup skizofrenia sekitar 1 persen,
yang berarti bahwa kurang lebih 1 dari 1000 orang akan mengalami skizofrenia
selama masa hidupnya. Studi epidemiologic Catchment Area (ECA) yang diseponsori
National Institute of Mental Health (NIMH) melaporkan prevalensi seumur hidup
sebesar 0,6 sampai 0,9 persen. Menurut DSM-IV-TR, insiden tahunan skizofrenia
berkisar antara 0,5 sampai 5,0 per 10.000 dengan beberapa variasi geografik (cth,
insidens lebih tinggi pada orang yang lahir di daerah perkotaan di negara maju).
Skizofrenia ditemukan pada semua masyarakat dan srea geografis dan angka insidens
serta prevalensinya secara kasar merata diseluruh dunia. Di A.S kurang lebih 0,05
persen populasi total menjalani pengobatan untuk skizofrenia setiap tahun dan hanya
sekitar setengah dari semua pasien skizofrenia mendapatkan pengobatan, meskipun
penyakit ini temasuk berat.3

Etiopatologi
1. Stress Diathesis Model
Merupakan integrasi faktor biologis, faktor psikososial, faktor lingkungan.
Model ini mendalilkan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan
spesifik (diathesis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang
menimbulkan stress, memungkinkan perkembangan skizofrenia. Semakin
besar kerentanan seseorang, maka stressor kecilpun dapat menyebabkan
menjadi skizofrenia. Semakin kecil kerentanan, maka butuh stressor yang
besar untuk membuatnya menjadi penderita skizofrenia. Sehingga secara

teoritis, seseorang tanpa diathesis tidak akan berkembang menjadi skizofrenia,


walaupun sebesar apapun stressornya. 3
2. Neurobiologi
Penelitian menunjukan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya
kerusakan pada bagian otak tertentu. Namun, sampai kini belum diketahui
bagaimana hubungan antara kerusakan pada bagian otak tertentu dengan
munculnya symptomp skizofrenia. Terdapat beberapa area tertentu dalam otak,
yang berperan dalam membuat seseorang menjadi patologis, yaitu: sistem
limbik, korteks frontal, cerebellum, dan ganglia basalis. Keempat area tersebut
saling berhubungan, sehingga disfungsi p

ada

satu

area

mungkin

melibatkan proses patologis primer pada area yang lain. 2 hal yang menjadi
sasaran penelitian, waktu dimana kerusakan neuropatologis muncul pada otak,
dan interaksi pada kerusakan tersebut dengan stressor lingkungan dan sosial.3
3. Hypothesis Dopamin
Menurut hipotesa ini, Schizophrenia terjadi akibat dari peningkatan aktifitas
neurotransmitter dopaminergik. Peningkatan ini mungkin merupakan akibat
dari meningkatnya pelepasan dopamin, terlalu banyaknya reseptor dopamin,
turunnya nilai ambang, atau hipersensitifitas reseptor dopamin, atau kombinasi
dari faktor-faktor tersebut. Munculnya hipotesa ini berdasarkan observasi
bahwa ada korelasi antara efektivitaas dan potensi suatu obat antipsikotik
dengan kemampuannya bertindak sebagai antagonis reseptor dopamin D2.
Obat yang meningkatkan aktifitas dopaminergik seperti amfetamin dapat
menimbulkan gejala psikotik pada siapapun.3
4. Neurotransmitter
-

Serotonin
Serotonin telah banyak perhatian dalam penelitian skizofrenia sejak penelitian
yang membuat bahwa serotonin-dopamin antagonists (SDA) contohnya:
clozopine, risperidone, sertindole mempunyai hubungan aktivitas serotonin
yang poten. Secara khusus antagonis dari serotonin 5-HT2 reseptor telah
dianggap penting dalam mengurangi gejalah-gejala psikotik dan mengurangi
pertumbuhan kelainan-kelainan yang berhubungan dengan D2 antagonis.

Norepinephrine

Peningkatan jumlah data mengatakan bahwa sistem noradrenegic memodulasi


sistem dopaminegik dengan cara sistem noradrenegic yang abnormal
mempredisposisikan pasien untuk relaps lebih sering.
-

GABA
Beberapa data secara konsisten dengan hipotesis bahwa beberapa pasien dengan
skizofrenia mempunyai kekurangan neuron GABA pada hipokampus.

Glutamate
Memproduksi sindrom akut yang mirip dengan skizofrenia.

Neuropeptida
Dua neuropeptida, cholecystokinin dan neurotensin ditemukan didaerah otak
yang berimplikasi pada skizofrenia. 3

Pedoman diagnostik
Berikut ini merupakan pedoman diagnostik untuk skizofrenia:4
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua

gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
(a)

- Thought echo : isi pikiran diri sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama,
namun kualitasnya berbeda.
- Thought insertion or withdrawal : isi pikiran yang asing dari luar masuk ke
dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu
dari luar dirinya (withdrawal); dan
- Thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya.

(b) - Delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu


kekuatan tertentu dari luar; atau

- Delusion of influence : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu


kekuatan tertentu dari luar; atau
- Delusion of passivity : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap sesuatu kekuatan dari luar.
- Delusional perception : pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
(c) Halusinasi auditorik:
- suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien, atau
- mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai
suara yang berbicara).
- jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagi tubuh
(d) Waham - waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dam kemampuan diatas manusia
biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau komunikasi dengan
makhluk asing dari dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:

(e)

Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ide-ide berlebihan (overvalued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus berulang.

(f)

Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan (interpolation),


yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau
neologisme;

(g)

Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh


tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan
stupor;

(h)

Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
depresi atau medikasi neuroleptika;

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun


waktu satu bulan atau lebih.

Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek kehidupan perilaku pribadi
(personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendir (self absorbed
atitude), dan penarikan diri secara sosial.

Gejala dan tanda


Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi cara otak menerima dan
menafsirkan informasi. Gejala psikotik ditandai oleh abnormalitas bentuk dan isi
pikiran, persepsi, dan emosi serta perilaku. Berikut ini beberapa gejala yang dapat
diamati pada skizofrenia: 1
Gejala-gejalanya dapat dibagi menjadi tiga kompleks gejala, yaitu:
a. Khayalan atau halusinasi seperti mendengar atau melihat sesuatu yang tidak
didengar atau dilihat oleh orang lain, walaupun tanpa sesuatu atau siapa
disekelilingnya
b. Pemikiran yang kacau, tidak terarah dan tidak menentu, menyebabkan
percakapan sukar difahami, termasuk perilaku aneh dan afek yang tidak serasi
c. Gejala negatif, termasuk ekspresi dan pengalaman afek yang terbatas, miskin
ide, hilangnya pengendalian diri.
7

Gejala positif
-

halusinasi

- asosiasi longgar hingga inkoherensia

perilaku yang aneh katatonik

- sirkumtansial atau tangensialitas

waham

- neologisme

thought withdrawal

- clang asosiasi

thought insertion

- thought broadcasting

Gejala negatif
-

autistic

- perawatan diri yang buruk

abulia

- kemiskinan isi pikir

anhedonia

- blocking

social withdrawal

Gejala afek
-

afek yang terbatas

- datar

tumpul

- inappropriate

Gejala disfungsi kognitif


-

ketidakmampuan dalam memusatkan perhatian

ketidakmampuan dalam mengingat informasi baru, mempelajari hal-hal baru


dan mengingat kembali informasi yang telah mereka dapat sebelumnya

ketidakmampuan dalam memproses informasi dan merespons berbagai


informasi dengan baik

ketidakmampuan dalam berpikir secara kritis, merencanakan,


mengorganisasikan, mengurutkan, berpikir secara abstrak, dan memecahkan
suatu masalah dengan baik (fungsi eksekutif)

ketidakmampuan untuk memulai suatu pembicaraan

Diantara gejala positif, negatif, afek dan disfungsi kognitif, sesungguhnya


disfungsi kognitif merupakan bagian dari gejala utama skizofrenia. Kurang lebih 85%
pada penderita skizofrenia mempunyai masalah dalam fungsi kognitifnya. Salah satu
gejala kognitif awal pada skizofrenia adalah kesulitan memusatkan perhatian,
kesulitan dalam mengingat informasi dan mempelajari hal-hal baru, serta perlambatan
motorik visual yang terjadi sebelum onset gejala psikotik. Perkembangan lebih lanjut,
penderita skizofernia mungkin tidak mampu memilah hal-hal apa yang relevan dan
yang tidak relevan untuk dikemukakan pada suatu situasi dan kondisi.
Mereka juga tidak dapat menghubungkan isi pikirannya ke dalam suatu
kerangka berpikir yang logik dan koheren, akibatnya pikiran-pikiran mereka menjadi
terdisorganisasi dan terpecah-pecah. Hal ini sering disebut sebagai thought
disorder. Sebuah percakapan dapat menjadi begitu sulit untuk dimengerti dan
dipahami. Dalam perjalanan gangguan skizofrenia selanjutnya, fungsi eksekutif akan
terganggu, akibatnya mereka sering terisolasi dari masyarakat yang menganggap hal
ini sebagai sesuatu yang tidak wajar atau aneh-aneh.
Penatalaksanaan Skizofrenia
Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat psikosis akut dengan obat antipsikotik, lebih disukai dengan antipsikotik
atipikal baru (kisaran dosis ekuivalen=klorpromazin 300-600 mg/hari; kadangkadang lebih). Rumatan dengan dosis rendah antipsikotik diperlukan, setelah
kekambuhan pertama. Dosis rumatan sebaiknya diteruskan untuk beberapa tahun.
Ketidakpatuhan lazim terjadi (terutama pada subjek dengan penyalahgunaan zat),
sehingga depo flufenazin atau haloperidol kerja-lama merupakan obat terpilih.
Antipsikotik tradisional terutama berguna untuk mengendalikan gejala-gejala positif,
sedangkan beberapa antipsiikotik atipikal baru, sangat membantu pasien-pasien

dengan gejala negatif. Waspadai penggunaan dosis berlebihan dalam jangka lama
karena secara kronis dapat menggangu fungsi pasien. Standar emas baru adalah
klozapin (Clozaril), yaitu antipsikotik yang mahal, berbahaya(tidak dapat diprediksi,
berpotensi terjadi agranulositosis letal) tetapi efektif, yang secara klinis memperbaiki
gejala dan diterima lebih baik (karena efek samping lebih ringan) oleh 1/3 atau lebih
pasien kronis refrakter. Dapat digunakan dengan aman tanpa interupsi pemantauan
jumlah sel darah putih setiap minggu. Gunakan antipsikotik ini setelah gagal
menggunakan antipsikotik lain (tidak sebagai obat pertama), tetapi anda harus
memantaunya secara ketat.5
Terapi Elektro-konvulsi (TEK)
Seperti juga terapi konvulsi yang lain, cara kerja elektrokonvulsi belum
diketahui dengan jelas. Dapat dikatakan bahwa terapi konvulsi dapat memperpendek
serangan skizofrenia dan mempermudah kontak dengan penderita. Akan tetapi terapi
ini tidak dapat mencegah serangan yang akan datang. Bila dibandingkan dengan terapi
koma insulin, maka dengan TEK lebih sering terjadi serangan ulang. Akan tetapi TEK
lebih mudah diberikan, dapat dilakukan secara ambulant, bahaya lebih sedikit, lebih
murah dan tidak memerlukan tenaga yang khusus seperti pada terapi koma insulin.
TEK baik hasilnya pada jenis katatonik terutama stopor. Terhadap skizofrenia simplex
efeknya mengecewakan: bila gejala hanya ringan lantas diberi TEK, kadang-kadang
gejala menjadi lebih berat.1

Terapi Psikososial
Penatalaksanaan skizofrenia yang berhasil membutuhkan perhatian yang lebih
besar daripada sekedar penatalaksanaan farmakologis. Hal yang penting dilakukan
adalah intervensi psikososial. Hal ini dilakukan dengan menurunkan stresor
lingkungan atau mempertinggi kemampuan penderita untuk mengatasinya, dan
adanya dukungan sosial. Intervensi psikososial diyakini berdampak baik pada angka
relaps dan kualitas hidup penderita. Skizofrenia adalah khas sebuah handicapping
multiply, gangguan kronis yang melibatkan gangguan yang ditandai dalam peran
sosial berfungsi (misalnya, sebagai pasangan atau pekerja), tingkat kelebihan penyakit
medis, dan kualitas hidup yang buruk. Obat umumnya merupakan komponen penting
10

dari pengobatan, tetapi jarang cukup mengingat sifat menyebar penurunan


neurokognitif residu dan sejarah kegagalan sosial dan fungsional yang menandai
perkembangan remaja dan dewasa. Intervensi psikososial dapat memainkan peran
penting dalam program intervensi yang komprehensif, dan mungkin komponen yang
diperlukan jika pengobatan dilihat dalam konteks keseluruhan tingkat pasien fungsi,
kualitas hidup, dan kepatuhan dengan perawatan yang ditentukan.6
Ada beberapa macam metode yang dapat dilakukan antara lain :

Terapi keluarga
Berbagai terapi berorientasi keluarga berguna dalam pengobatan skizofrenia.
Karena pasien skizofrenia selalu dipulangkan dalam keadaan remisi parsial. Keluarga
seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat dan intensif.
Pemusatan perhatian terapi adalah situasi yang segera serta mengidentifikasi dan
menghindari situasi yang kemungkinan menimbulkan kesulitan. Jika masalah
memang berasal dari dalam keluarga maka pusat terapi harus pada pemecahan
masalah secara tepat. Setelah pemulangan pasien dari rumah sakit, topik penting yang
dibahas di dalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan
kecepatannnya. Sering kali anggota keluarga, mendorong keluarganya yang menderita
skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu
optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia ataupun dari
penyangkalan tentang keparahan penyakit. Ahli terapi harus membantu keluarga dan
pasien mengerti dengan penyakit skizofrenia tanpa harus merasa kecil hati. Ahli terapi
dapat menerangkan episode psikotik itu sendiri dan peristiwa-peristiwa yang memicu
terjadinya episode tersebut. Tetapi dalam prakteknya ahli terapi sering tidak
memperdulikan episode psikotik, sehingga seringkali menambah rasa malu penderita
terhadap peristiwa tersebut dan tidak dapat mengambil manfaat dari peristiwa tersebut
sebagai bahan diskusi, pendidikan dan pengertian. Bagi anggota keluarga seringkali
ditakuti oleh gejala psikotik. Terapi keluarga selanjutnya diarahkan kepada berbagai
macam strategi penurunan stres dan penyelesaian masalah serta melibatkan kembali
pasien dalam aktivitas. 7,8
Tujuan terapi keluarga adalah:
11

1. Pendidikan pasien dan keluarga tentang sifat-sifat gangguan skizofrenia.


2. Mengurangi rasa bersalah penderita atas timbulnya penyakit ini. Bantu penderita
memandang bahwa skizofrenia adalah gangguan jiwa.
3. Mempertinggi toleransi keluarga akan perilaku disfungsional yang tidak
berbahaya. Kecaman dari keluarga dapat berkaitan erat dengan relaps.
4. Mengurangi keterlibatan orang tua dalam kehidupan emosional penderita.
Keterlibatan yang berlebihan juga dapat meningkatkan resiko relaps.
5. Mengidentifikasi perilaku problematik pada penderita dan anggota keluarga
lainnya dan memperjelas pedoman bagi penderita dan keluarga.
Sejumlah studi terkontrol hati-hati telah menunjukkan bahwa pasien dalam
keluarga yang menerima jenis terapi keluarga memiliki hasil yang lebih baik
dibandingkan pasien dengan keluarga yang tidak menerima terapi, dan bahwa
familymembers melaporkan kurang tertekan juga.6 Sejumlah penelitian menunjukkan
bahwa terapi keluarga efektif dalam menurunkan relaps. Angka relaps tahunan tanpa
terapi keluarga 25-50% sedangkan dengan terapi keluarga 5-10%.
Terapi perilaku-kognitif (Cognitive behavioural therapy)
Panitia

PORT

Schizophrenia

Patient

Outcomes

Research

Team

merekomendasikan bahwa orang didiagnosis dengan skizofrenia dengan gejala


psikotik saat menerima farmakoterapi yang memadai dapat mengambil manfaat dari
ajuvan psikoterapi berorientasi kognitif, secara individu atau dalam format kelompok
untuk 4-9 bulan, untuk mengurangi keparahan gejala. Kognitif psikoterapi
berorientasi perilaku (CBT) mencoba untuk mengurangi gejala tertentu dan
meningkatkan fungsi dengan memasukkan ke dalam dialog yang memberikan
perspektif alternatif rasional untuk pengalaman pasien, dengan tujuan membantu
individu untuk lebih memahami dan mengatasi masalah dan pengalaman yang sangat
bermasalah bagi individu. Elemen-elemen kunci dari CBT meliputi identifikasi
kolaboratif masalah target dan pengembangan strategi kognitif dan perilaku khusus
untuk mengatasi masalah ini. Tujuan CBT umum dan strategi termasuk membantu
individu mengenali pikiran delusi, tanda-tanda awal kekambuhan dan belajar alat

12

pengurangan stres dan strategi koping. CBT berfokus pada mendorong individu untuk
menaksir keyakinan delusional untuk mengurangi tekanan, mengurangi skema
negatif, lebih efektif mengelola lingkungan stres, mengubah bias penalaran dengan
penerapan strategi disconfirmation terapi yang dibantu, dan pertimbangan rinci dari
berbagai bukti. Studi menunjukkan bahwa CBT bisa efektif dalam mengatasi gejala
positif seperti delusi dan halusinasi dan meningkatkan fungsi sosial, meskipun
efeknya sederhana. Namun, CBT belum ditemukan secara konsisten efektif dalam
menargetkan gejala negatif.9
Cognitive behavioral therapy (CBT) mencakup berbagai intervensi. Pada
intinya adalah gagasan bahwa jika pasien dapat tampil dengan model kognitif dari
gejala-gejala mereka, mereka akan dapat mengembangkan strategi coping yang lebih
adaptif, sehingga dapat mengurangi distres, meningkatkan fungsi sosial, dan bahkan
mungkin menurunnya gejala. CBT, melibatkan pertemuan regular antara terapis dan
pasien, kemudian yang sering (namun tidak selalu) psikolog klinis (profesi lain
termasuk perawat psikiatri komunitas dan psikiater yang menjadi lebih terlibat
sebagai terapis terlatih).9
Paket terapi ini menekankan terhadap agenda perjanjian terapeutik yang
umum, dan perhatian yang sungguh-sungguh. Elemen yang relatif tidak spesifik
membentuk suatu komponen penting dalam semua paket terapi, termasuk informasi
dasar tentang skizofrenia dan terapi farmakologisnya, strategi untuk menangani
kecemasan dan depresi, dan intervensi untuk menangkal gejala negatif dan disfungsi
sosial. Strategi yang lebih spesifik untuk memenuhi target gejala positif termasuk
memformulasikan, bersama dengan pasien, alternatif, model penjelasan yang lebih
adaptif untuk delusi dan halusinasi. Bagaimanapun juga terdapat perbedaan penting
pada detil antara penelitian yang telah dipublikasikan, contohnya sehubungan dengan
memperhatikan lamanya intervensi atau kerjasama dengan keluarga. Perbedaan juga
dibuat antara CBT pada skizofrenia akut dan kronis, walaupun hasilnya disajikan
dalam kedua tersebut.9

Terapi Kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi

13

secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi
kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan
meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan
cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi
pasien skizofrenia. Jika dibandingkan dengan terapi individual, dua kekuatan utama
dari terapi kelompok ini adalah kesempatan untuk mendapatkan umpan balik dengan
segera dari teman sebaya pasien dan kesempatan bagi masing-masing pasien dan ahli
terapi untuk mengobservasi respon psikologis, emosional, dan perilaku pasien
terhadap orang-orang yang memperoleh transferensi yang bervariasi. Baik persoalan
individu dan interpersonal dapat diselesaikan dengan psikoterapi kelompok.
Prinsip memilih pasien untuk terapi aktifitas kelompok adalah homogenitas
yang dijabarkan antara lain:7,8,9
a.

Gejala sama
Setiap terapi aktifitas kelompok memiliki tujuan spesifik bagi anggotanya,

bisa untuk sosialisasi, kerjasama ataupun mengungkapkan isi halusinasi. Setiap tujuan
spesifik tersebut akan dapat dicapai bila pasien memiliki masalah atau gejala yang
sama, sehingga mereka dapat bekerjasama atau berbagi dalam proses terapi.
Jika sekelompok orang yang sedang mempunyai masalah mau menceritakan
pengalamannya, dan mencurahkan emosinya kepada orang lain, maka akan tercipta
perasaan empati satu sama lain. Lewat terapi ini mereka diajak berkumpul, dan saling
membagikan cerita maupun perasaan yang sedang dialaminya terutama mengenai
masalah yang sedang dihadapinya. Tanpa sadar momen ini akan memancing inisiatif
dan pemikiran terpendam dari masing-masing anggota untuk keluar.
b. Kategori sama
Dalam artian pasien memiliki nilai skor hampir sama dari hasil kategorisasi.
Pasien yang dapat diikutkan dalam terapi aktifitas kelompok adalah pasien akut skor
rendah sampai pasien tahap promotion. Bila dalam satu terapi pasien memiliki skor
yang hampir sama maka tujuan terapi akan lebih mudah tercapai.
c. Jenis kelamin sama
14

Pengalaman terapi aktifitas kelompok yang dilakukan pada pasien dengan


gejala sama, biasanya laki-laki akan lebih mendominasi dari pada perempuan. Maka
lebih baik dibedakan.
d. Kelompok umur hampir sama
Tingkat perkembangan yang sama akan memudahkan interaksi antar pasien.
e. Jumlah efektif 7-10 orang per-kelompok terapi
Terlalu banyak peserta maka tujuan terapi akan sulit tercapai karena akan
terlalu ramai dan kurang perhatian terapis pada pasien. Bila terlalu sedikitpun, terapi
akan terasa sepi interaksi dan tujuanya sulit tercapai. Kelebihan dari cara ini adalah
bisa diterapkan dalam kondisi apa pun. Disamping itu, juga melatih seseorang untuk
sedikit demi sedikit memunculkan pemikiran-pemikiran kreatifnya sehingga tidak
mudah menyerah dengan keadaan. Di sini, berbagai ide sangat dihargai dan pasti
didengarkan terutama ketika perasaan sebagai satu saudara sudah didapat. Orang yang
memiliki tipe introvert akan terpancing untuk mencurahkan dan mengeluarkan
pendapatnya dalam diskusi kelompok.
Tahapan yang sebaiknya dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Buatlah satu kelompok kecil yang terdiri dari kurang lebih lima orang atau lebih
dan mereka telah saling mengenal .
2. Bukalah seluruh kesulitan, beban hidup yang dialami berkaitan dengan fokus
perkara yang akan dibahas.
3. Dengarkanlah dan hormatilah lawan bicara untuk mencurahkan semua
perasaannya satu-persatu sampai tuntas, bahkan sampai menangis-pun boleh
justru itu sangat efektif dan bagus untuk mengeluarkan emosi.
4. Bukalah sesi di mana seluruh individu bebas untuk menimpali dan memotong
lawan bicaranya dengan tujuan utama memberikan satu solusi yang berguna.
Arahkan bersama untuk memikirkan apa yang terbaik bagi kelompok dan
masyarakat.
Kekuatan utama terletak pada kemampuan verbal dan curhat dari anggota,
karena proses penyembuhan terjadi di sini. Segala luka-luka batin dan beban yang

15

mengganjal dikeluarkan secara lugas dan ini membuat pertahanan diri manusia mulai
terbuka sehingga orientasi ke arah diri sendiri atau ego-nya berkurang.
Untuk membantu orang dengan kepribadian yang benar-benar tertutup, bisa
juga diberi sesi khusus sebelum diskusi dimulai. Yakni mempersilahkan menggambar
pengalaman yang paling traumatis dalam hidupnya pada suatu kertas besar kemudian
saling menceritakan pengalamannya. Ini sangat membantu, khususnya untuk yang
bertipe introvert agar mencurahkan emosi yang belum terselesaikan dan
mempersiapkan masuk dalam topik pembicaraan. Ada beberapa macam kegiatan
pengganti selain menggambar. Misalnya menggunakan tanah liat dibentuk menjadi
semacam benda yang mewakili perasaannya. Dengan cara yang sama mereka akan
mengungkapkan apa yang dialami saat itu. Setelah tahapan ini berhasil, kelompok
terapi tersebut diharapkan membentuk satu grass root yang kokoh, kemudian dibuat
jaringan yang tersusun dari tim-tim diskusi dengan tilikannya masing-masing yang
menjadi komponen dan elemen inti dari wadah ini.
Intervensi Krisis (crisis support)
Suatu krisis adalah respon terhadap peristiwa yang berbahaya dan dialami
sebagai keadaan yang menyakitkan. Sebagai akibatnya, krisis cendrung memobilisasi
reaksi yang kuat untuk membantu orang menghilangkan gangguan dan kembali ke
keadaan keseimbangan emosional yang ada sebelum onset krisis. Jika hal tersebut
terjadi, krisis dapat diatasi tetapi disamping itu, orang belajar bagaimana
menggunakan reaksi adaptif. Selain itu, dengan memecahkan krisis pasien mungkin
berada dalam keadaan pikiran yang lebih baik, lebih unggul dibandingkan onset
kesulitan psikologis. Tetapi jika pasien menggunakan reaksi maladaptif, keadaan
menyakitkan akan menjadi kuat, krisis akan mendalam dan perburukan regresif akan
terjadi yang menghasilkan gejala psikiatrik. Gejala tersebut, selanjutnya akan
berkristalisasi ke dalam pola perilaku neurotik yang membatasi kemampuan pasien
untuk berfungsi secara bebas. Tetapi, kadang-kadang situasi tidak dapat distabilkan;
reaksi maladaptif baru diperkenalkan; dan akibatnya dapat dalam roporsi yang
membahayakan yang menyebabkan kematian oleh bunuh diri. Dalam hal tersebut,
krisis psikologis adalah menyakitkan dan mungkin dipandang sebagai titik
percabangan untuk menjadi lebih baik atau lebih buruk. Hasil akhir terapi terletak
pada kemampuan pasien untuk menjadi lebih siap untuk menghindari atau jika perlu
untuk menghadapi bahaya di masa depan. Disamping itu, berdasarkan beberapa
16

pengamatan objektif pasien, pengalaman terapetik telah memungkinkan mereka


mendapatkan tingkat fungsi emosional yang lebih tinggi dari sebelum krisis. Dengan
demikian, intervensi krisis bukan hanya terapetik tetapi juga preventif. 7,8

Terapi Psikomotor
Terapi psikomotorik ialah suatu bentuk terapi yang mempergunakan gerakan
tubuh sebagai salah satu cara untuk melakukan analisa berbagai gejala yang
mendasari suatu bentuk gangguan jiwa dan sekaligus sebagai terapi. Analisa yang
diperoleh dapat dipakai sebagai bahan diskusi dinamika dari perilaku serta responnya
dalam perubahan perilaku dengan tujuan mendapatkan perilaku yang paling sesuai
dengan dirinya.

Terapi Rekreasi
Terapi reakreasi ialah suatu bentuk terapi yang mempergunakan media rekresi
(bermain, berolahraga, berdarmawisata, menonton TV, dan sebagainnya) dengan
tujuan mengurangi keterganguan emosional dan memperbaiki prilaku melalui diskusi
tentang kegiatan reakresi yang telah dilakukan, sehingga perilaku yang baik diulang
dan yang buruk dihilangkan.

Terapi Seni (Art therapy)


Terapi seni ialah suatu bentuk yang menggunakan media seni ( tari, lukisan,
musik,pahat, dan lain-lain) untuk mengekspresikan ketegangan-ketegangan pskis,
keinginan yang terhalang sehingga mendapatkan berbagai bentuk hasil seni dan
menyalurkan dorongan-dorongan yang terpendam dalam jiwa seseorang. Hasil seni
yang dibuat selain dapat dinikmati orang lain dan dirinya juga akan meningkatkan
harga diri seseorang.

17

Perawat jiwa yang selalu dekat dengan pasien diharapkan dapat memberikan
berbagai kegiatan yang terarah dan berguna bagi pasien dalam berbagai terapi
tersebut.

Pengobatan masyarakat asertif (Assertive Community Treatment)


Sistem perawatan yang melayani orang dengan skizofrenia harus mencakup
program pengobatan masyarakat asertif (ACT). Intervensi ini harus disediakan untuk
individu yang berisiko untuk rawat inap berulang atau tunawisma baru-baru ini.
Elemen-elemen kunci dari ACT termasuk tim multidisiplin termasuk prescriber obat,
beban kasus bersama di antara anggota tim, penyediaan layanan langsung oleh
anggota tim, frekuensi tinggi kontak dengan pasien, rasio pasien-to-staf yang rendah,
dan menjangkau pasien di masyarakat. ACT telah terbukti secara signifikan
mengurangi rawat inap dan tunawisma di antara individu dengan skizofrenia. ACT
bukanlah strategi terapi spesifik begitu banyak sebagai cara atau mengatur layanan
untuk lebih mengintegrasikan individu dengan penyakit mental yang berat ke dalam
kehidupan di masyarakat. Program ACT dirancang dan dimaksudkan untuk
meningkatkan koordinasi, integrasi, dan kontinuitas layanan antara penyedia selama
jangka waktu dan telah terbukti efektif dalam mengurangi keparahan gejala,
meningkatkan kepatuhan pengobatan, mengurangi rawat inap dan biaya capitated, dan
meningkatkan kepuasan antara kedua pasien dan keluarga. Ketika program ACT
diimplementasikan dengan kesetiaan yang tinggi untuk model, pendekatan ini berhasil
mengurangi tunawisma dan meningkatkan stabilitas perumahan. Program ACT juga
telah terbukti efektif dalam mempromosikan pilihan klien, meningkatkan perspektif
pemulihan, dan meningkatkan masyarakat yang berarti integrasi. Penting untuk
dicatat bahwa program ACT dapat dan harus terintegrasi dengan dan ditawarkan
sebagai bagian dari sebuah array pendekatan pengobatan psikososial, termasuk kerja
didukung, pelatihan keterampilan, dan program pengobatan penyalahgunaan zat.
Khususnya, Essock et al menemukan ACT yang unggul manajemen kasus intensif
dalam mengurangi rawat inap pada 1 dari 2 situs yang memiliki tingkat lebih tinggi
dari pelembagaan sebelum penelitian. Kekhasan ACT untuk mengurangi penggunaan
zat, bahkan ketika dilengkapi dengan keahlian diagnosis ganda, tidak jelas relatif
terhadap jenis lain dari perawatan terpadu. Namun, ACT dapat berkontribusi untuk

18

hasil positif lainnya, termasuk perbaikan perumahan dan pengurangan rawat inap.
ACT baru-baru ini telah diadaptasi untuk populasi forensik dengan tujuan mengurangi
residivisme dan mempromosikan keterlibatan dalam perawatan. 7
Kerja didukung (Supported Employment)
Setiap orang dengan skizofrenia yang memiliki tujuan kerja yang ditawari
pekerjaan untuk membantu mereka di kedua memperoleh dan mempertahankan
pekerjaan yang kompetitif didukung. Elemen-elemen kunci dari program SE yang
efektif meliputi disesuaikan secara individual pengembangan pekerjaan, mencari
pekerjaan yang cepat, ketersediaan pekerjaan yang sedang berlangsung mendukung,
dan integrasi dengan kejuruan yang ada dan layanan kesehatan mental. Survei
menunjukkan bahwa sekitar 60% persen dari orang didiagnosis dengan penyakit
mental yang serius mampu kerja, dan 70% mengatakan mereka ingin menjadi bekerja,
tetapi kurang dari 15% yang bekerja bahkan sementara, dan kurang dari 25%
menerima segala bentuk kejuruan Bantuan. Beberapa faktor intrinsik dan ekstrinsik
membuat sulit bagi individu didiagnosis dengan skizofrenia untuk menemukan dan
mempertahankan pekerjaan yang cocok. Faktor intrinsik meliputi peningkatan
kerentanan terhadap stres, sifat episodik dari gangguan, mungkin defisit
neurokognitif, kehadiran perilaku aneh dan keyakinan, kecemasan sosial, keyakinan
self-efficacy yang rendah, dan kurangnya keterampilan kejuruan dan sosial. Faktor
ekstrinsik meliputi stigma pada bagian dari majikan potensial, mempekerjakan praktik
yang secara otomatis menghilangkan pelamar dengan sejarah kerja jerawatan,
program kecacatan pemerintah yang mencegah kerja, dan kurangnya akses kepada
layanan yang tepat SE. Bukti menunjukkan bahwa layanan SE yang paling efektif bila
dikombinasikan dengan layanan tambahan termasuk akses ke obat-obatan dan
berbagai terapi psikososial. Tingkat lapangan kerja jangka pendek secara signifikan
meningkat selama pendekatan penempatan tradisional kejuruan, dan programprogram

yang

mengintegrasikan

SE

dengan

remediasi

kognitif,

pelatihan

keterampilan, dan terapi perilaku kognitif yang dilakukan untuk meningkatkan hasil
jangka panjang. Sementara studi terkontrol menunjukkan bahwa program SE efektif,
adalah penting untuk menyadari bahwa banyak peserta tidak mencapai pekerjaan
penuh-waktu sehingga dari sekitar satu-setengah dari semua orang yang didiagnosis
dengan skizofrenia yang masuk layanan SE, hanya sekitar 30 persen mungkin transisi

19

untuk fase aktif pengobatan. Dari mereka peserta SE ditempatkan dalam pekerjaan
kompetitif, paling bekerja kurang dari 40 jam seminggu dengan penghasilan di bawah
tingkat subsistensi. Efektivitas SE berkaitan dengan kesetiaan pelaksanaan program.7,8
Pelatihan keterampilan (Skills Training)
Komisi PORT merekomendasikan bahwa pasien dengan defisit dalam
keterampilan yang dibutuhkan untuk kegiatan sehari-hari harus ditawarkan
kesempatan untuk berpartisipasi dalam pelatihan keterampilan untuk meningkatkan
interaksi sosial dan keterampilan lainnya yang diperlukan untuk hidup mandiri.
Program pelatihan keterampilan bervariasi, namun elemen kunci termasuk instruksi
berdasarkan perilaku, pemodelan peran, latihan, umpan balik korektif, dan penguatan
positif. Sesi pelatihan berbasis klinik harus dilengkapi dengan kesempatan untuk
praktek dalam menerapkan keterampilan dalam lingkungan sehari-hari. Ada tubuh
besar bukti yang menunjukkan bahwa orang-orang yang didiagnosis dengan
skizofrenia mampu belajar keterampilan hidup interpersonal dan sehari-hari ketika
diberikan pelatihan perilaku terstruktur yang berfokus pada kegiatan yang jelas,
situasi, dan masalah. Keterampilan hasil pelatihan efek yang signifikan terhadap
tindakan proksimal keterampilan. Namun, bukti kurang jelas mengenai efek jangka
panjang dan efek tidak langsung dari pelatihan keterampilan di peringkat tingkat
psikopatologi atau kambuh. Program yang memfasilitasi penerapan keterampilan
dalam lingkungan sehari-hari lebih mungkin untuk menggeneralisasi untuk
pengaturan lain yang relevan dengan kehidupan sehari-hari pasien yang tinggal di
komunitas. Sebuah meta-analisis dari 22 studi termasuk 1.521 peserta dalam
percobaan terkontrol acak dari pelatihan keterampilan sosial menyimpulkan bahwa
hasil menunjukkan efek ukuran besar untuk ujian penguasaan konten, efek moderat
untuk langkah-langkah berbasis kinerja keterampilan hidup sosial dan harian, fungsi
masyarakat dan gejala negatif , dan efek ukuran kecil untuk gejala lain dan tingkat
kambuh. Pelatihan keterampilan harus dilaksanakan dalam konteks program
pengobatan multielement yang mencakup manajemen obat, manajemen kasus intensif,
jasa krisis, psikoedukasi keluarga, SE pembinaan kerja dan pelatihan, dan akses ke
perumahan didukung. Ada beberapa pertanyaan dan jalan untuk studi lebih lanjut dari
pelatihan keterampilan. Pertama, tidak jelas untuk apa gelar individu dengan tingkat
keterampilan premorbid baik dan onset kemudian penyakit manfaat dari pelatihan

20

keterampilan sosial standar, dibandingkan mereka dengan onset awal dan penyesuaian
premorbid yang buruk, juga merupakan dampak dari adanya defisit neurokognitif
pada efektivitas pelatihan keterampilan dipahami dengan baik.7,8
Kesimpulan
Relatif sederhana, terapi keluarga psychoeducational jangka panjang harus
tersedia untuk sebagian besar orang yang menderita skizofrenia. Program pelatihan
masyarakat tegas harus ditawarkan kepada pasien dengan sering kambuh dan dirawat
di rumah sakit, terutama jika mereka telah membatasi dukungan keluarga. Pasien
dengan skizofrenia jelas dapat meningkatkan kompetensi sosial mereka dengan
pelatihan keterampilan sosial, yang dapat diterjemahkan ke dalam fungsi yang lebih
adaptif di masyarakat. Untuk pasien yang tertarik pada kerja, penempatan cepat
dengan dukungan yang berkelanjutan menawarkan kesempatan terbaik untuk menjaga
pekerjaan tetap di masyarakat. Terapi perilaku kognitif dapat bermanfaat bagi
sejumlah besar pasien yang terus mengalami menonaktifkan gejala psikotik meskipun
pengobatan farmakologis yang optimal. Penatalaksanaan skizofrenia yang berhasil
membutuhkan perhatian yang lebih besar daripada sekedar penatalaksanaan
farmakologis. Hal yang penting dilakukan adalah intervensi psikososial. Hal ini
dilakukan dengan menurunkan stressor lingkungan atau mempertinggi kemampuan
penderita untuk mengatasinya, dan adanya dukungan sosial.
Daftar Pustaka

1. Maramis WF, Maramis AA. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Edisi ke-2.
Surabaya: Airlangga University Press; 2009.h. 260-278.
2. Putri PK, Ambarini. Makna hidup penderita skizofrenia pasca rawat inap. Vol.
1 No. 02. Last update June 2012. Taken on June 28, 2015.
3. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & sadock buku ajar psikiatri klinis. Edisi ke-2.
Jakarta: EGC; 2010.h. 147-168.
4. Maslim Rusdi. Buku saku Diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari
PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya;
2003.h. 46_7.
5. Tomb DA. Buku saku psikiatri. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2003.h. 35_7
6. Bellack AS. Psychosocial treatment in schizophrenia. Last update June 2001;
3(2): 136-137. Available from:

21

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3181651/. Taken on June 28,


2015.
7. Dixon LB, Dickerson F, Bellack AS, et. The 2009 schizophrenia PORT
psychosocial treatment recommenndations an summary statements. Vol. 36
Issue 1. Available from:
http://schizophreniabulletin.oxfordjournals.org/content/36/1/48.long. Taken on
June 28, 2015.
8. Bustillo JR, Lauriello J, Horan WP, et. The psychosoocial treatment of
schizophrenia: an update. Last update February 2, 2001 Vol. 158 Issue 2.
Available from:
http://ajp.psychiatryonline.org/doi/full/10.1176/appi.ajp.158.2.163. Taken on
June 28, 2015.
9. Shean GD. Empirically based psychosocial therapies for schizophrenia: the
disconnection between science and practice. Last update April 5, 2013.
Available from: http://www.hindawi.com/journals/schizort/2013/792769/.
Taken on June 28, 2015.

22

You might also like