Professional Documents
Culture Documents
Peran Terapi Psikososial Pada Skizofrenia: Referat Ilmu Kesehatan Jiwa
Peran Terapi Psikososial Pada Skizofrenia: Referat Ilmu Kesehatan Jiwa
Peran Terapi Psikososial Pada Skizofrenia: Referat Ilmu Kesehatan Jiwa
Abstract
Schizophrenia is a group of disorders in which biological, psychological, and sociocultural
factors interact synergistically during all phases of the disorder to result in impairments in
interpersonal, practical life skills, and vocational functioning. In order to ameliorate the
range of symptoms and functional impairments associated with this diagnosis, comprehensive
treatment programs are necessary that provide an array of continuing services, including
medication management, access to appropriate psychosocial therapies, and assistance with
housing, employment, and sources of financial sustenance. Antipsychotic medications can be
effective in reducing symptoms and risk of relapse. However, many individuals continue to
evidence significant functional and social deficits after acute symptoms have been
ameliorated. Growing concerns about the recurring nature of the disorder as well as the
severity of functional psychosocial deficits have contributed to an increased emphasis on the
importance of empirically validated psychosocial therapies that foster recovery, beyond
symptom remission. Recovery-oriented psychosocial treatment programs ideally are designed
to provide services designed to help participants learn how to more effectively live with
vulnerabilities, reduce interpersonal and social deficits, and promote improved social
adaptation and general life functioning. Progress in achieving recovery is fostered by access
to comprehensive mental health treatment programs that offer an array of services including
access to pharmacological and psychosocial treatments designed to reduce symptoms and
enhance general life functioning.
Abstrak
Skizofrenia adalah sekelompok gangguan di mana faktor-faktor biologis, psikologis, dan
sosial budaya berinteraksi secara sinergis selama semua fase gangguan untuk menghasilkan
gangguan dalam hubungan interpersonal, keterampilan hidup, dan fungsi kejuruan. Dalam
rangka untuk memperbaiki berbagai gejala dan gangguan fungsional yang berhubungan
dengan diagnosis ini, program perawatan yang komprehensif diperlukan yang menyediakan
berbagai layanan, termasuk manajemen pengobatan, akses ke terapi psikososial yang tepat,
dan bantuan dengan perumahan, pekerjaan, dan sumber penghasilan. Obat antipsikotik efektif
dalam mengurangi gejala dan risiko kekambuhan. Namun, banyak individu mengalami defisit
fungsional dan sosial yang signifikan setelah gejala akut telah diperbaiki. Keprihatinan
tentang berulangnya gangguan serta keparahan defisit psikososial fungsional telah
memberikan kontribusi akan pentingnya terapi psikososial dalam pemulihan asuh, di luar
gejala remisi. Program-recovery berorientasi pengobatan psikososial idealnya dirancang
untuk memberikan pelayanan yang dirancang untuk membantu peserta belajar bagaimana
lebih efektif hidup dengan kerentanan, mengurangi defisit interpersonal dan sosial, dan
meningkatkan adaptasi sosial dan fungsi kehidupan umum. Kemajuan dalam mencapai
pemulihan didukung oleh adanya program perawatan kesehatan mental yang komprehensif
yang menawarkan berbagai layanan termasuk akses perawatan farmakologis dan psikososial
yang dirancang untuk mengurangi gejala dan meningkatkan fungsi kehidupan umum.
Definisi Skizofrenia
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindroma dengan variasi penyebab
(banyak yang belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan
pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Menurut Eugene Bleuler (1857-1938)
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, Schizein yang berarti Terpisah atau
Pecah, dan Phren yang artinya Jiwa. Skizofrenia adalah suatu gambaran jiwa
yang terpecah belah adanya keretakan atau disharmoni antara proses pikir, perasaan,
dan perbuatan.1 Skizofrenia adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan adanya
kelainan psikopatologi yang bervariasi, yang mempengaruhi pikiran, persepsi, emosi,
gerakan dan perilaku. Merupakan gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri
hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan
antar pribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (waham/keyakinan yang salah)
dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra).
Skizofrenia tidak hanya menjadi gangguan yang banyak dialami, gangguan ini
adalah salah satu gangguan jiwa dengan output kesembuhan yang kurang begitu baik
(Unger, 2009). Skizofrenia ditandai dengan munculnya dua simptom, simptom positif
dan simptom negatif. Simptom positif adalah adanya distorsi dari fungsi normal yang
melingkupi distorsi dalam pola pikir (delusi), distorsi persepsi (halusinasi),
disorganisasi dalam berbicara, dan self-monitoring perilaku (disorganisasi secara
2
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, prevalensi seumur hidup skizofrenia sekitar 1 persen,
yang berarti bahwa kurang lebih 1 dari 1000 orang akan mengalami skizofrenia
selama masa hidupnya. Studi epidemiologic Catchment Area (ECA) yang diseponsori
National Institute of Mental Health (NIMH) melaporkan prevalensi seumur hidup
sebesar 0,6 sampai 0,9 persen. Menurut DSM-IV-TR, insiden tahunan skizofrenia
berkisar antara 0,5 sampai 5,0 per 10.000 dengan beberapa variasi geografik (cth,
insidens lebih tinggi pada orang yang lahir di daerah perkotaan di negara maju).
Skizofrenia ditemukan pada semua masyarakat dan srea geografis dan angka insidens
serta prevalensinya secara kasar merata diseluruh dunia. Di A.S kurang lebih 0,05
persen populasi total menjalani pengobatan untuk skizofrenia setiap tahun dan hanya
sekitar setengah dari semua pasien skizofrenia mendapatkan pengobatan, meskipun
penyakit ini temasuk berat.3
Etiopatologi
1. Stress Diathesis Model
Merupakan integrasi faktor biologis, faktor psikososial, faktor lingkungan.
Model ini mendalilkan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan
spesifik (diathesis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang
menimbulkan stress, memungkinkan perkembangan skizofrenia. Semakin
besar kerentanan seseorang, maka stressor kecilpun dapat menyebabkan
menjadi skizofrenia. Semakin kecil kerentanan, maka butuh stressor yang
besar untuk membuatnya menjadi penderita skizofrenia. Sehingga secara
ada
satu
area
mungkin
melibatkan proses patologis primer pada area yang lain. 2 hal yang menjadi
sasaran penelitian, waktu dimana kerusakan neuropatologis muncul pada otak,
dan interaksi pada kerusakan tersebut dengan stressor lingkungan dan sosial.3
3. Hypothesis Dopamin
Menurut hipotesa ini, Schizophrenia terjadi akibat dari peningkatan aktifitas
neurotransmitter dopaminergik. Peningkatan ini mungkin merupakan akibat
dari meningkatnya pelepasan dopamin, terlalu banyaknya reseptor dopamin,
turunnya nilai ambang, atau hipersensitifitas reseptor dopamin, atau kombinasi
dari faktor-faktor tersebut. Munculnya hipotesa ini berdasarkan observasi
bahwa ada korelasi antara efektivitaas dan potensi suatu obat antipsikotik
dengan kemampuannya bertindak sebagai antagonis reseptor dopamin D2.
Obat yang meningkatkan aktifitas dopaminergik seperti amfetamin dapat
menimbulkan gejala psikotik pada siapapun.3
4. Neurotransmitter
-
Serotonin
Serotonin telah banyak perhatian dalam penelitian skizofrenia sejak penelitian
yang membuat bahwa serotonin-dopamin antagonists (SDA) contohnya:
clozopine, risperidone, sertindole mempunyai hubungan aktivitas serotonin
yang poten. Secara khusus antagonis dari serotonin 5-HT2 reseptor telah
dianggap penting dalam mengurangi gejalah-gejala psikotik dan mengurangi
pertumbuhan kelainan-kelainan yang berhubungan dengan D2 antagonis.
Norepinephrine
GABA
Beberapa data secara konsisten dengan hipotesis bahwa beberapa pasien dengan
skizofrenia mempunyai kekurangan neuron GABA pada hipokampus.
Glutamate
Memproduksi sindrom akut yang mirip dengan skizofrenia.
Neuropeptida
Dua neuropeptida, cholecystokinin dan neurotensin ditemukan didaerah otak
yang berimplikasi pada skizofrenia. 3
Pedoman diagnostik
Berikut ini merupakan pedoman diagnostik untuk skizofrenia:4
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
(a)
- Thought echo : isi pikiran diri sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama,
namun kualitasnya berbeda.
- Thought insertion or withdrawal : isi pikiran yang asing dari luar masuk ke
dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu
dari luar dirinya (withdrawal); dan
- Thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya.
(e)
Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ide-ide berlebihan (overvalued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus berulang.
(f)
(g)
(h)
Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
depresi atau medikasi neuroleptika;
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek kehidupan perilaku pribadi
(personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendir (self absorbed
atitude), dan penarikan diri secara sosial.
Gejala positif
-
halusinasi
waham
- neologisme
thought withdrawal
- clang asosiasi
thought insertion
- thought broadcasting
Gejala negatif
-
autistic
abulia
anhedonia
- blocking
social withdrawal
Gejala afek
-
- datar
tumpul
- inappropriate
dengan gejala negatif. Waspadai penggunaan dosis berlebihan dalam jangka lama
karena secara kronis dapat menggangu fungsi pasien. Standar emas baru adalah
klozapin (Clozaril), yaitu antipsikotik yang mahal, berbahaya(tidak dapat diprediksi,
berpotensi terjadi agranulositosis letal) tetapi efektif, yang secara klinis memperbaiki
gejala dan diterima lebih baik (karena efek samping lebih ringan) oleh 1/3 atau lebih
pasien kronis refrakter. Dapat digunakan dengan aman tanpa interupsi pemantauan
jumlah sel darah putih setiap minggu. Gunakan antipsikotik ini setelah gagal
menggunakan antipsikotik lain (tidak sebagai obat pertama), tetapi anda harus
memantaunya secara ketat.5
Terapi Elektro-konvulsi (TEK)
Seperti juga terapi konvulsi yang lain, cara kerja elektrokonvulsi belum
diketahui dengan jelas. Dapat dikatakan bahwa terapi konvulsi dapat memperpendek
serangan skizofrenia dan mempermudah kontak dengan penderita. Akan tetapi terapi
ini tidak dapat mencegah serangan yang akan datang. Bila dibandingkan dengan terapi
koma insulin, maka dengan TEK lebih sering terjadi serangan ulang. Akan tetapi TEK
lebih mudah diberikan, dapat dilakukan secara ambulant, bahaya lebih sedikit, lebih
murah dan tidak memerlukan tenaga yang khusus seperti pada terapi koma insulin.
TEK baik hasilnya pada jenis katatonik terutama stopor. Terhadap skizofrenia simplex
efeknya mengecewakan: bila gejala hanya ringan lantas diberi TEK, kadang-kadang
gejala menjadi lebih berat.1
Terapi Psikososial
Penatalaksanaan skizofrenia yang berhasil membutuhkan perhatian yang lebih
besar daripada sekedar penatalaksanaan farmakologis. Hal yang penting dilakukan
adalah intervensi psikososial. Hal ini dilakukan dengan menurunkan stresor
lingkungan atau mempertinggi kemampuan penderita untuk mengatasinya, dan
adanya dukungan sosial. Intervensi psikososial diyakini berdampak baik pada angka
relaps dan kualitas hidup penderita. Skizofrenia adalah khas sebuah handicapping
multiply, gangguan kronis yang melibatkan gangguan yang ditandai dalam peran
sosial berfungsi (misalnya, sebagai pasangan atau pekerja), tingkat kelebihan penyakit
medis, dan kualitas hidup yang buruk. Obat umumnya merupakan komponen penting
10
Terapi keluarga
Berbagai terapi berorientasi keluarga berguna dalam pengobatan skizofrenia.
Karena pasien skizofrenia selalu dipulangkan dalam keadaan remisi parsial. Keluarga
seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat dan intensif.
Pemusatan perhatian terapi adalah situasi yang segera serta mengidentifikasi dan
menghindari situasi yang kemungkinan menimbulkan kesulitan. Jika masalah
memang berasal dari dalam keluarga maka pusat terapi harus pada pemecahan
masalah secara tepat. Setelah pemulangan pasien dari rumah sakit, topik penting yang
dibahas di dalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan
kecepatannnya. Sering kali anggota keluarga, mendorong keluarganya yang menderita
skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu
optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia ataupun dari
penyangkalan tentang keparahan penyakit. Ahli terapi harus membantu keluarga dan
pasien mengerti dengan penyakit skizofrenia tanpa harus merasa kecil hati. Ahli terapi
dapat menerangkan episode psikotik itu sendiri dan peristiwa-peristiwa yang memicu
terjadinya episode tersebut. Tetapi dalam prakteknya ahli terapi sering tidak
memperdulikan episode psikotik, sehingga seringkali menambah rasa malu penderita
terhadap peristiwa tersebut dan tidak dapat mengambil manfaat dari peristiwa tersebut
sebagai bahan diskusi, pendidikan dan pengertian. Bagi anggota keluarga seringkali
ditakuti oleh gejala psikotik. Terapi keluarga selanjutnya diarahkan kepada berbagai
macam strategi penurunan stres dan penyelesaian masalah serta melibatkan kembali
pasien dalam aktivitas. 7,8
Tujuan terapi keluarga adalah:
11
PORT
Schizophrenia
Patient
Outcomes
Research
Team
12
pengurangan stres dan strategi koping. CBT berfokus pada mendorong individu untuk
menaksir keyakinan delusional untuk mengurangi tekanan, mengurangi skema
negatif, lebih efektif mengelola lingkungan stres, mengubah bias penalaran dengan
penerapan strategi disconfirmation terapi yang dibantu, dan pertimbangan rinci dari
berbagai bukti. Studi menunjukkan bahwa CBT bisa efektif dalam mengatasi gejala
positif seperti delusi dan halusinasi dan meningkatkan fungsi sosial, meskipun
efeknya sederhana. Namun, CBT belum ditemukan secara konsisten efektif dalam
menargetkan gejala negatif.9
Cognitive behavioral therapy (CBT) mencakup berbagai intervensi. Pada
intinya adalah gagasan bahwa jika pasien dapat tampil dengan model kognitif dari
gejala-gejala mereka, mereka akan dapat mengembangkan strategi coping yang lebih
adaptif, sehingga dapat mengurangi distres, meningkatkan fungsi sosial, dan bahkan
mungkin menurunnya gejala. CBT, melibatkan pertemuan regular antara terapis dan
pasien, kemudian yang sering (namun tidak selalu) psikolog klinis (profesi lain
termasuk perawat psikiatri komunitas dan psikiater yang menjadi lebih terlibat
sebagai terapis terlatih).9
Paket terapi ini menekankan terhadap agenda perjanjian terapeutik yang
umum, dan perhatian yang sungguh-sungguh. Elemen yang relatif tidak spesifik
membentuk suatu komponen penting dalam semua paket terapi, termasuk informasi
dasar tentang skizofrenia dan terapi farmakologisnya, strategi untuk menangani
kecemasan dan depresi, dan intervensi untuk menangkal gejala negatif dan disfungsi
sosial. Strategi yang lebih spesifik untuk memenuhi target gejala positif termasuk
memformulasikan, bersama dengan pasien, alternatif, model penjelasan yang lebih
adaptif untuk delusi dan halusinasi. Bagaimanapun juga terdapat perbedaan penting
pada detil antara penelitian yang telah dipublikasikan, contohnya sehubungan dengan
memperhatikan lamanya intervensi atau kerjasama dengan keluarga. Perbedaan juga
dibuat antara CBT pada skizofrenia akut dan kronis, walaupun hasilnya disajikan
dalam kedua tersebut.9
Terapi Kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi
13
secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi
kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan
meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan
cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi
pasien skizofrenia. Jika dibandingkan dengan terapi individual, dua kekuatan utama
dari terapi kelompok ini adalah kesempatan untuk mendapatkan umpan balik dengan
segera dari teman sebaya pasien dan kesempatan bagi masing-masing pasien dan ahli
terapi untuk mengobservasi respon psikologis, emosional, dan perilaku pasien
terhadap orang-orang yang memperoleh transferensi yang bervariasi. Baik persoalan
individu dan interpersonal dapat diselesaikan dengan psikoterapi kelompok.
Prinsip memilih pasien untuk terapi aktifitas kelompok adalah homogenitas
yang dijabarkan antara lain:7,8,9
a.
Gejala sama
Setiap terapi aktifitas kelompok memiliki tujuan spesifik bagi anggotanya,
bisa untuk sosialisasi, kerjasama ataupun mengungkapkan isi halusinasi. Setiap tujuan
spesifik tersebut akan dapat dicapai bila pasien memiliki masalah atau gejala yang
sama, sehingga mereka dapat bekerjasama atau berbagi dalam proses terapi.
Jika sekelompok orang yang sedang mempunyai masalah mau menceritakan
pengalamannya, dan mencurahkan emosinya kepada orang lain, maka akan tercipta
perasaan empati satu sama lain. Lewat terapi ini mereka diajak berkumpul, dan saling
membagikan cerita maupun perasaan yang sedang dialaminya terutama mengenai
masalah yang sedang dihadapinya. Tanpa sadar momen ini akan memancing inisiatif
dan pemikiran terpendam dari masing-masing anggota untuk keluar.
b. Kategori sama
Dalam artian pasien memiliki nilai skor hampir sama dari hasil kategorisasi.
Pasien yang dapat diikutkan dalam terapi aktifitas kelompok adalah pasien akut skor
rendah sampai pasien tahap promotion. Bila dalam satu terapi pasien memiliki skor
yang hampir sama maka tujuan terapi akan lebih mudah tercapai.
c. Jenis kelamin sama
14
15
mengganjal dikeluarkan secara lugas dan ini membuat pertahanan diri manusia mulai
terbuka sehingga orientasi ke arah diri sendiri atau ego-nya berkurang.
Untuk membantu orang dengan kepribadian yang benar-benar tertutup, bisa
juga diberi sesi khusus sebelum diskusi dimulai. Yakni mempersilahkan menggambar
pengalaman yang paling traumatis dalam hidupnya pada suatu kertas besar kemudian
saling menceritakan pengalamannya. Ini sangat membantu, khususnya untuk yang
bertipe introvert agar mencurahkan emosi yang belum terselesaikan dan
mempersiapkan masuk dalam topik pembicaraan. Ada beberapa macam kegiatan
pengganti selain menggambar. Misalnya menggunakan tanah liat dibentuk menjadi
semacam benda yang mewakili perasaannya. Dengan cara yang sama mereka akan
mengungkapkan apa yang dialami saat itu. Setelah tahapan ini berhasil, kelompok
terapi tersebut diharapkan membentuk satu grass root yang kokoh, kemudian dibuat
jaringan yang tersusun dari tim-tim diskusi dengan tilikannya masing-masing yang
menjadi komponen dan elemen inti dari wadah ini.
Intervensi Krisis (crisis support)
Suatu krisis adalah respon terhadap peristiwa yang berbahaya dan dialami
sebagai keadaan yang menyakitkan. Sebagai akibatnya, krisis cendrung memobilisasi
reaksi yang kuat untuk membantu orang menghilangkan gangguan dan kembali ke
keadaan keseimbangan emosional yang ada sebelum onset krisis. Jika hal tersebut
terjadi, krisis dapat diatasi tetapi disamping itu, orang belajar bagaimana
menggunakan reaksi adaptif. Selain itu, dengan memecahkan krisis pasien mungkin
berada dalam keadaan pikiran yang lebih baik, lebih unggul dibandingkan onset
kesulitan psikologis. Tetapi jika pasien menggunakan reaksi maladaptif, keadaan
menyakitkan akan menjadi kuat, krisis akan mendalam dan perburukan regresif akan
terjadi yang menghasilkan gejala psikiatrik. Gejala tersebut, selanjutnya akan
berkristalisasi ke dalam pola perilaku neurotik yang membatasi kemampuan pasien
untuk berfungsi secara bebas. Tetapi, kadang-kadang situasi tidak dapat distabilkan;
reaksi maladaptif baru diperkenalkan; dan akibatnya dapat dalam roporsi yang
membahayakan yang menyebabkan kematian oleh bunuh diri. Dalam hal tersebut,
krisis psikologis adalah menyakitkan dan mungkin dipandang sebagai titik
percabangan untuk menjadi lebih baik atau lebih buruk. Hasil akhir terapi terletak
pada kemampuan pasien untuk menjadi lebih siap untuk menghindari atau jika perlu
untuk menghadapi bahaya di masa depan. Disamping itu, berdasarkan beberapa
16
Terapi Psikomotor
Terapi psikomotorik ialah suatu bentuk terapi yang mempergunakan gerakan
tubuh sebagai salah satu cara untuk melakukan analisa berbagai gejala yang
mendasari suatu bentuk gangguan jiwa dan sekaligus sebagai terapi. Analisa yang
diperoleh dapat dipakai sebagai bahan diskusi dinamika dari perilaku serta responnya
dalam perubahan perilaku dengan tujuan mendapatkan perilaku yang paling sesuai
dengan dirinya.
Terapi Rekreasi
Terapi reakreasi ialah suatu bentuk terapi yang mempergunakan media rekresi
(bermain, berolahraga, berdarmawisata, menonton TV, dan sebagainnya) dengan
tujuan mengurangi keterganguan emosional dan memperbaiki prilaku melalui diskusi
tentang kegiatan reakresi yang telah dilakukan, sehingga perilaku yang baik diulang
dan yang buruk dihilangkan.
17
Perawat jiwa yang selalu dekat dengan pasien diharapkan dapat memberikan
berbagai kegiatan yang terarah dan berguna bagi pasien dalam berbagai terapi
tersebut.
18
hasil positif lainnya, termasuk perbaikan perumahan dan pengurangan rawat inap.
ACT baru-baru ini telah diadaptasi untuk populasi forensik dengan tujuan mengurangi
residivisme dan mempromosikan keterlibatan dalam perawatan. 7
Kerja didukung (Supported Employment)
Setiap orang dengan skizofrenia yang memiliki tujuan kerja yang ditawari
pekerjaan untuk membantu mereka di kedua memperoleh dan mempertahankan
pekerjaan yang kompetitif didukung. Elemen-elemen kunci dari program SE yang
efektif meliputi disesuaikan secara individual pengembangan pekerjaan, mencari
pekerjaan yang cepat, ketersediaan pekerjaan yang sedang berlangsung mendukung,
dan integrasi dengan kejuruan yang ada dan layanan kesehatan mental. Survei
menunjukkan bahwa sekitar 60% persen dari orang didiagnosis dengan penyakit
mental yang serius mampu kerja, dan 70% mengatakan mereka ingin menjadi bekerja,
tetapi kurang dari 15% yang bekerja bahkan sementara, dan kurang dari 25%
menerima segala bentuk kejuruan Bantuan. Beberapa faktor intrinsik dan ekstrinsik
membuat sulit bagi individu didiagnosis dengan skizofrenia untuk menemukan dan
mempertahankan pekerjaan yang cocok. Faktor intrinsik meliputi peningkatan
kerentanan terhadap stres, sifat episodik dari gangguan, mungkin defisit
neurokognitif, kehadiran perilaku aneh dan keyakinan, kecemasan sosial, keyakinan
self-efficacy yang rendah, dan kurangnya keterampilan kejuruan dan sosial. Faktor
ekstrinsik meliputi stigma pada bagian dari majikan potensial, mempekerjakan praktik
yang secara otomatis menghilangkan pelamar dengan sejarah kerja jerawatan,
program kecacatan pemerintah yang mencegah kerja, dan kurangnya akses kepada
layanan yang tepat SE. Bukti menunjukkan bahwa layanan SE yang paling efektif bila
dikombinasikan dengan layanan tambahan termasuk akses ke obat-obatan dan
berbagai terapi psikososial. Tingkat lapangan kerja jangka pendek secara signifikan
meningkat selama pendekatan penempatan tradisional kejuruan, dan programprogram
yang
mengintegrasikan
SE
dengan
remediasi
kognitif,
pelatihan
keterampilan, dan terapi perilaku kognitif yang dilakukan untuk meningkatkan hasil
jangka panjang. Sementara studi terkontrol menunjukkan bahwa program SE efektif,
adalah penting untuk menyadari bahwa banyak peserta tidak mencapai pekerjaan
penuh-waktu sehingga dari sekitar satu-setengah dari semua orang yang didiagnosis
dengan skizofrenia yang masuk layanan SE, hanya sekitar 30 persen mungkin transisi
19
untuk fase aktif pengobatan. Dari mereka peserta SE ditempatkan dalam pekerjaan
kompetitif, paling bekerja kurang dari 40 jam seminggu dengan penghasilan di bawah
tingkat subsistensi. Efektivitas SE berkaitan dengan kesetiaan pelaksanaan program.7,8
Pelatihan keterampilan (Skills Training)
Komisi PORT merekomendasikan bahwa pasien dengan defisit dalam
keterampilan yang dibutuhkan untuk kegiatan sehari-hari harus ditawarkan
kesempatan untuk berpartisipasi dalam pelatihan keterampilan untuk meningkatkan
interaksi sosial dan keterampilan lainnya yang diperlukan untuk hidup mandiri.
Program pelatihan keterampilan bervariasi, namun elemen kunci termasuk instruksi
berdasarkan perilaku, pemodelan peran, latihan, umpan balik korektif, dan penguatan
positif. Sesi pelatihan berbasis klinik harus dilengkapi dengan kesempatan untuk
praktek dalam menerapkan keterampilan dalam lingkungan sehari-hari. Ada tubuh
besar bukti yang menunjukkan bahwa orang-orang yang didiagnosis dengan
skizofrenia mampu belajar keterampilan hidup interpersonal dan sehari-hari ketika
diberikan pelatihan perilaku terstruktur yang berfokus pada kegiatan yang jelas,
situasi, dan masalah. Keterampilan hasil pelatihan efek yang signifikan terhadap
tindakan proksimal keterampilan. Namun, bukti kurang jelas mengenai efek jangka
panjang dan efek tidak langsung dari pelatihan keterampilan di peringkat tingkat
psikopatologi atau kambuh. Program yang memfasilitasi penerapan keterampilan
dalam lingkungan sehari-hari lebih mungkin untuk menggeneralisasi untuk
pengaturan lain yang relevan dengan kehidupan sehari-hari pasien yang tinggal di
komunitas. Sebuah meta-analisis dari 22 studi termasuk 1.521 peserta dalam
percobaan terkontrol acak dari pelatihan keterampilan sosial menyimpulkan bahwa
hasil menunjukkan efek ukuran besar untuk ujian penguasaan konten, efek moderat
untuk langkah-langkah berbasis kinerja keterampilan hidup sosial dan harian, fungsi
masyarakat dan gejala negatif , dan efek ukuran kecil untuk gejala lain dan tingkat
kambuh. Pelatihan keterampilan harus dilaksanakan dalam konteks program
pengobatan multielement yang mencakup manajemen obat, manajemen kasus intensif,
jasa krisis, psikoedukasi keluarga, SE pembinaan kerja dan pelatihan, dan akses ke
perumahan didukung. Ada beberapa pertanyaan dan jalan untuk studi lebih lanjut dari
pelatihan keterampilan. Pertama, tidak jelas untuk apa gelar individu dengan tingkat
keterampilan premorbid baik dan onset kemudian penyakit manfaat dari pelatihan
20
keterampilan sosial standar, dibandingkan mereka dengan onset awal dan penyesuaian
premorbid yang buruk, juga merupakan dampak dari adanya defisit neurokognitif
pada efektivitas pelatihan keterampilan dipahami dengan baik.7,8
Kesimpulan
Relatif sederhana, terapi keluarga psychoeducational jangka panjang harus
tersedia untuk sebagian besar orang yang menderita skizofrenia. Program pelatihan
masyarakat tegas harus ditawarkan kepada pasien dengan sering kambuh dan dirawat
di rumah sakit, terutama jika mereka telah membatasi dukungan keluarga. Pasien
dengan skizofrenia jelas dapat meningkatkan kompetensi sosial mereka dengan
pelatihan keterampilan sosial, yang dapat diterjemahkan ke dalam fungsi yang lebih
adaptif di masyarakat. Untuk pasien yang tertarik pada kerja, penempatan cepat
dengan dukungan yang berkelanjutan menawarkan kesempatan terbaik untuk menjaga
pekerjaan tetap di masyarakat. Terapi perilaku kognitif dapat bermanfaat bagi
sejumlah besar pasien yang terus mengalami menonaktifkan gejala psikotik meskipun
pengobatan farmakologis yang optimal. Penatalaksanaan skizofrenia yang berhasil
membutuhkan perhatian yang lebih besar daripada sekedar penatalaksanaan
farmakologis. Hal yang penting dilakukan adalah intervensi psikososial. Hal ini
dilakukan dengan menurunkan stressor lingkungan atau mempertinggi kemampuan
penderita untuk mengatasinya, dan adanya dukungan sosial.
Daftar Pustaka
1. Maramis WF, Maramis AA. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Edisi ke-2.
Surabaya: Airlangga University Press; 2009.h. 260-278.
2. Putri PK, Ambarini. Makna hidup penderita skizofrenia pasca rawat inap. Vol.
1 No. 02. Last update June 2012. Taken on June 28, 2015.
3. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & sadock buku ajar psikiatri klinis. Edisi ke-2.
Jakarta: EGC; 2010.h. 147-168.
4. Maslim Rusdi. Buku saku Diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari
PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya;
2003.h. 46_7.
5. Tomb DA. Buku saku psikiatri. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2003.h. 35_7
6. Bellack AS. Psychosocial treatment in schizophrenia. Last update June 2001;
3(2): 136-137. Available from:
21
22