Professional Documents
Culture Documents
Penggunaan Anti Emetik
Penggunaan Anti Emetik
Penggunaan Anti Emetik
Oleh:
Diniyah Siti Rahmah
NIM. 104102003240
SURAT PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN
TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
ABSTRACT
Cancer is a disease that able to infect all circle of children till adult and can
grow in all body tissue. Retinoblastoma is a cancer at eye retina and
sometime at gland pineal which is 95% attacking children before age 5 year
old. So it will be needing of medication generate many effect which harming
and the among others is nausea and vomiting which is very bother the
childrens, which ought to at this age they should to earn to play. For that
reason, it need existence of prevention and medication of vomiting with usage
of antiemetic. The aim of this research is to know a compatibility to election
of antiemetic, compatibility of dose, rule of consumption and also used
effectivity of antiemetic in Dharmais Cancer Hospital at January 2003Februari 2008. Resource was got from sheet of chemotherapy in medical
record by prospective and analized with descriptive method is non analytic
chi-square test. From this research is got a matter at a patient that accepting
antiemetic before appropriate chemotherapy pursuant to its potential
emetogenic of chemotherapy agent got equal to 23.81%. Patient which still
experience of vomiting equal to 61.54%, each other got with value 15.39% for
acute emesis and 46.15% for delayed emesis, respectively. Compatibility of
dose is 100% and compatibility of consumption rule is 84.62% and also
effectivity of given antiemetic equal to 38.46% or 38.5% with chi-square test
that means there is a significant relationship among the antiemetic with
experience of vomiting, that is giving of combination antiemetic among
ondansetron and dexamethasone, so the patient of child do not experience of
vomiting at all.
Keyword
ABSTRAK
Kata Kunci
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi ALLAH SWT tuhan semesta alam, yang menguasai
kerajaan langit dan bumi, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Berkuasa atas
segala sesuatu, yang telah muncurahkan rahmat, berkah, dan karunia-Nya
sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam penulis
panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya
yang senantiasa berjuang untuk membawa perubahan pada seluruh umat manusia
dari kegelapan menuju jalan yang terang, jalan yang di-ridhai ALLAH SWT.
Skripsi yang berjudul Evaluasi Penggunaan Obat Anti Muntah Pada
Pasien Retinoblastoma Anak yang Menjalani Kemoterapi di Rumah Sakit
Kanker Dharmais diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selama proses penyelesaian skripsi ini, penulis memperoleh banyak
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan
terimakasih kepada :
1. Prof. DR (hc). dr. M. K. Tadjudin, SpAnd selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan yang telah mengesahkan karya tulis ini
sebagai skripsi.
2. Drs. M. Yanis Musdja, Msc. Apt selaku ketua jurusan Program Studi
Farmasi yang telah memberikan masukan-masukan yang membangun
kepada penulis.
3. Kedua pembimbing terbaik Ibu Azrifitria, Msi. Apt dan dr. Edi Setiawan
Tehuteru, SpA. MHA yang telah mencurahkan tenaga, meluangkan waktu,
dan berbagi ilmu dengan penulis ditengah-tengah kegiatan mereka yang
sangat padat demi kelancaran dan terselesaikannya skripsi ini. Mudahmudahan ALLAH SWT menggatinya dengan limpahan rahmat dan kasih
sayangNya.
4. Drs. M. Yanis Musdja, Msc. Apt, Ibu Nurmeilis, Msi. Apt dan Ibu
Zilhadia Msi. Apt selaku penguji yang telah banyak memberikan saran
kepada penulis demi kesempurnaan skripsi ini.
5. Seluruh dosen dan staff program studi farmasi UIN yang sangat membantu
penulis dalam kesehariannya.
6. dr. Yanto, Ibu Luki beserta paramedis onkologi anak Rumah Sakit Kanker
Dharmais yang telah banyak membantu penulis menyediakan dan
menerangkan berbagai macam hal yang penulis butuhkan demi
terselesaikannya skripsi ini.
7. Kedua orang tua penulis Mama dan Abah yang selalu memberi kasih
sayang, semangat, dorongan, dan segala bantuannya baik moril maupun
materiil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
semangat.
8. Teh Melly, Kang Boyke, Teh Nita, Gatot, Ratih, Nia yang sudah banyak
mengajarkan dan membantu penulis menyempurnakan skripsi, Dinda,
Shafa, Fathia, Rio, Daisy yang mengisi hari-hari penulis menjadi lebih
berwarna.
9. Purnama Dwi Tistianto yang telah banyak menemani dan membantu
penulis, Tuti Albariyah teman seperjuangan di Dharmais, Astri yang
kadang-kadang lemot, Rakhmawati yang selalu dan senantiasa lemot dan
Nanda iseng sering ngerjain. Teman-teman angkatan 2004 yang lucu-lucu,
iseng, aneh, tapi sangat baik, selalu menolong dan menghibur Ill be
there for u, coz u there for me too.
Seluruh pihak-pihak yang telah memberikan semangat dan masukan
kepada penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu karena keterbatasan
tempat. Penulis mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya bila terdapat kesalahan
dalam penulisan nama dan gelar pada pihak-pihak tersebut. Akhirnya hanya
kepada Allah SWT semua itu diserahkan. Semoga amal baik mereka diterima oleh
Allah SWT. Aamiin.
Wassalaamualaikum, Wr, Wb.
Jakarta, September 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ix
xii
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ..................................................................
...................................................................
.............................................................................
2.3. Kanker
2.3.1. Definisi
.................................................................
11
..........................................
11
..................................................................
12
2.4.1. Tujuan
Terapi
......................................................
12
2.4.1.1.Kuratif
....................................
..............
12
2.4.1.2.Paliatif
....................................
..............
2.5. Pengobatan Kanker
.........................................................
13
13
2.5.1. Operasi/Pembedahan
...........................................
13
2.5.2. Radioterapi
..........................................................
14
2.5.3. Kemoterapi
..........................................................
14
2.5.4. Imunoterapi
...........................................................
14
2.5.5. Terapi
Gen
...........................................................
15
2.5.6. Hormon
Terapi
....................................................
15
2.5.7. Bioterapi
..............................................................
15
2.6. Retinoblastoma
...............................................................
2.6.1. Tanda-tanda
dan
16
Gejala
......................................
16
2.6.2. Diagnosa
..............................................................
17
2.6.3. Pengobatan
..........................................................
17
2.6.3.1.Pembedahan
....................................
.....
17
2.6.3.2.EBR
....................................
..................
18
2.6.3.3.Plaque Radiotherapy
............................ 18
2.6.3.4.Cyto
dan
Fotokoagulasi
.......................
18
2.6.3.5.Kemoterapi
....................................
.......
2.7. Kemoterapi Kanker
18
.........................................................
2.7.1. Tujuan
Penggunaan
.........................
2.7.2. Cara
Kerja
.......................................
19
Kemoterapi
19
Kemoterapi
20
................................................
22
..............................................................
25
................................................................
39
40
40
..............................................................
.........................................................
40
41
41
.........................................................
41
...................................................................
42
.....................................
.......................
44
45
....................................................
.......................................................................
45
46
47
48
50
60
61
62
LAMPIRAN .............................................................................................
64
DAFTAR TABEL
11
Halaman
Tabel 1.
Karakteristik Subyek
...........................................................
Tabel 2.
Tabel 3.
44
........................................................... 44
Tabel 4.
.............................................................................
45
Tabel 5.
..
...........................
Tabel 6.
Tabel 7.
Tabel 8.
46
... 46
..
47
Tabel 9.
45
....
48
..
48
...............
...... 49
49
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.
Protokol Retinoblastoma
.....................................
Lampiran 2.
Lampiran 3.
66
Lampiran 4.
67
Lampiran 5.
............
.....................................
.....................
64
65
82
13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kanker atau karsinoma adalah pembentukan jaringan baru yang abnormal
dan bersifat ganas (maligne). Suatu kelompok sel dengan mendadak menjadi liar
dan memperbanyak diri secara pesat dan terus-menerus (proliferasi). Akibatnya
adalah pembengkakan atau benjolan yang disebut tumor atau neoplasma. Sel-sel
kanker ini menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan memusnahkannya. Tumor primer
setempat itu sering kali menyebarkan sel-selnya melalui saluran darah dan limfe
ke tempat lain di tubuh (metastase), untuk selanjutnya berkembang menjadi tumor
sekunder (Tjay, Rahardja, 2007). Dinegara yang telah maju dan telah berhasil
membasmi penyakit infeksi, kanker merupakan penyebab utama kematian kedua
setelah penyakit kardiovaskular. Di Amerika Serikat kanker merupakan penyebab
utama kematian pada wanita antara 30 54 tahun dan anak-anak antara 3-14
tahun (Ganiswara, 2003).
Kanker dapat tumbuh disemua jaringan tubuh, seperti sel kulit, sel hati, sel
darah, sel otak, sel lambung, sel usus, sel paru, dan berbagai macam sel tubuh
lainnya. Oleh karena itu, dikenal bermacam-macam jenis kanker menurut sel atau
jaringan asalnya (Diananda, 2007).
Retinoblastoma adalah kanker pada anak-anak yang timbul pada retina mata
dan jarang pada kelenjar pineal. Insiden terjadinya retinoblastoma selama periode
1975-1995 terjadi pada sekitar 3,8 juta orang. Terhitung 11% kanker
retinoblastoma terjadi pada anak pada umur tahun pertama, tetapi hanya 3%
kanker ini berkembang pada anak yang lebih muda umurnya dibandingkan pada
anak dengan umur 15 tahun .
Di Amerika, tiap tahunnya sekitar 300 anak dan remaja yang didiagnosa
retinoblastoma dengan umur lebih muda dari 20 tahun. Mayoritas dari kasus
retinoblastoma tejadi pada anak-anak muda, dengan hampir dua pertiga (63%)
diantara semua retinoblastomas terjadi sebelum umur 2 tahun dan 95% terjadi
sebelum 5 tahun (NCI, 2000).
Terapi kanker dapat dilakukan dengan cara operasi, kemoterapi, radioterapi
dan kombinasinya. Efek samping yang berat sering timbul pada pasien pasca
kemoterapi, sering kali tidak dapat ditoleransi oleh pasien, dan bahkan
menimbulkan kematian. Efek samping frekuensi terbesar adalah gangguan mual
15
dan muntah. Gangguan ini bervariasi tingkatannya dari yang ringan sampai pada
kematian akibat dehidrasi dan kekurangan zat makanan (Suhadi, 2005).
Pada anak-anak penderita kanker, obat-obat kemoterapi menyebabkan selsel di usus melepaskan serotonin yang kemudian sensasi ini diteruskan dan
mengaktivasi pusat muntah di otak, yaitu medula oblongata. Akhir dari proses
yang kompleks ini ditandai dengan ilorus yang mengalami relaksasi, yang
memungkinkan isi duodenum dan proksimal yeyunum bergerak menuju lambung
akibat gerakan peristaltik yang kuat untuk kemudian terjadi regurgitasi isi
lambung melalui esofagus dan faring.
Sebelum menentukan obat anti muntah yang digunakan, penting untuk
megetahui obat kemoterapi yang digunakan termasuk dalam kelompok yang mana
menurut kemampuannya dalam menimbulkan muntah (bersifat emetogenik),
dibagi menjadi 3 kelompok yaitu ringan, sedang dan berat. Disebut ringan bila
kurang dari 10% pasien yang endapat obat kemoterapi tertentu mengalami
muntah; Sedang, bila 50% pasien yang mendapat obat kemoterapi tertentu
mengalami muntah; dan berat bila semua pasien yang mendapat obat kemoterapi
tertentu mengalami muntah.
Penatalaksanaan mual dan muntah yang tidak tepat dapat menghambat
proses
kemoterapi
ini;
menurunkan
tingkat
kesembuhan
kanker,
serta
menimbulkan mual dan muntah tipe antisipatori yang berat (Tehuteru, 2007).
Kejadian mual dan muntah sangat bervariasi pada kasus kemoterapi
sehingga peran farmasis sangat dibutuhkan dalam penatalaksanaan gangguan ini
untuk terwujudnya terapi yang rasional (appropiate, effective, safe & convenient)
serta meningkatkan kualitas dan umur harapan hidup pasien kanker (Suhadi,
2005).
Retinoblastoma merupakan kanker pada anak dengan insiden tertinggi kedua
di Rumah Sakit Kanker Dharmais setelah leukimia. Berdasarkan perihal diatas
maka perlu dilakukan penelitian tentang efektifitas obat anti muntah pada pasien
anak dengan retinoblastoma yang menerima kemoterapi. Penelitian ini juga
dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana obat-obatan tersebut dapat
mentolerir efek samping terbesar dari kemoterapi pada pasien ini.
1.2.Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah efektifitas obat anti muntah paska kemoterapi yang
diberikan terhadap anak dengan retinoblastoma ?
2. Apakah obat anti muntah yang diberikan tersebut sesuai dengan
tingkatan obat kemoterapi yang diberikan ?
3. Apakah dosis obat anti muntah yang diberikan sudah sesuai untuk
mengatasi muntah sebagai efek samping paska kemoterapi ?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui jenis obat anti muntah
yang digunakan untuk mengatasi mual dan
muntah pasca kemoterapi retinoblastoma
2. Mengetahui efektivitas penggunaan obat anti
muntah dalam mengatasi mual dan muntah
pada pasien anak dengan retinoblastoma
pasca kemoterapi
17
satu
sumber
untuk
pengobatan
dalam
kasus
mual
dan
retinoblastoma
pasca kemoterapi
2. Salah
satu
bahan
pertimbangan ataupun
acuan
pemberian
peningkatan
pelayanan
dalam
dan
mutu
medik
terutama pengobatan
dalam
hal
penatalaksanaan kasus
mual dan muntah pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Rumah Sakit Kanker Dharmais
Rumah Sakit Kanker Dharmais (RSKD) adalah rumah sakit pemerintah
yang ditetapkan sebagai pusat kanker nasional, yang telah diresmikan oleh mantan
presiden Republik Indonesia Bapak Jendral Soeharto pada tanggal 30 Oktober
1993. RSKD merupakan rumah sakit rujukan tertinggi jaringan pelayanan
penyakit kanker di Indonesia, yang kini berubah status menjadi perusahaan
jawatan (perjan) sejak Januari 2002 (Hadianty, 2005).
2.1.1. Visi dan Misi RSKD
Visi RSKD adalah menjadi pusat rujukan tertinggi kanker di Indonesia dan
mampu menyelenggarakan pelayanan berkualitas serta menjadi pusat
pendidikan dan penelitian kanker.
Misi RSKD adalah :
1) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi penderita kanker,
meliputi pelayanan penyembuhan pasien kanker, pemulihan dan
peningkatan kesehatan penderita kanker, pencegahan penyakit serta
pelyanan rujukan.
19
yang
diterima
oleh
pasien,
termasuk
urutan
masa
pelayanan/perawatan yang terjadi. Rekam medis dibuat untuk semua pasien dalam
unit pelayanan.
2)
3)
4)
5)
6)
21
4) Aspek Keuangan
Rekam medis mempunyai nilai keuangan karena isinya dapat dijadikan
sebagai bahan untuk menetapkan biaya pelayanan di rumah sakit,
tanpa adanya bukti catatan pelayanan maka pembayaran pelayanan
tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan.
5) Aspek Penelitian
Rekam medis mempunyai nilai-nilai penelitian karena isinya
mengandung data atau informasi yang dapat digunakan sebagai aspek
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.
6) Aspek Pendidikan
Rekam medis mempunyai nilai pendidikan karena isinya menyangkut
data atau informasi tentang perkembangan kronologis dari kegiatan
pelayanan medis yang diberikan kepada pasien.
7) Aspek Dokumentasi
Rekam medis mempunyai nilai dokumentasi karena isinya menjadi
sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai
Definisi
Kanker adalah suatu kondisi di mana sel telah kehilangan pengendalian dan
23
sebuah
penelitian
epidemiologik
tentang
penyakit
kanker,
diperkirakan akan terjadi peningkatan 99% penderita pada tahun 2010 di negara
berkembang dibandingkan pada tahun 1985. Sedangkan di negara maju,
peningkatan jumlah penderita diperkirakan hanya 38%, hal ini menunjukkan
bahwa penyakit kanker menjadi masalah yang serius di negara berkembang di
masa mendatang.
Di dunia, diperkirakan 7,6 juta orang meninggal akibat kanker pada tahun
2005 (WHO, 2005) dan 84 juta orang akan meninggal hingga 10 tahun ke depan.
Di Indonesia, kanker merupakan penyebab kematian nomor 6 (Depkes, 2003), dan
diperkirakan terdapat 100 penderita kanker baru untuk setiap 100.000 penduduk
per tahunnya.
Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi angka kejadian kanker adalah
geografis (misal kanker serviks lebih banyak di negara Asia), suku bangsa, variasi
genetik, jenis kelamin (misal kanker payudara lebih banyak pada wanita), dan
pengaruh lingkungan (makanan, pola hidup) (Diananda, 2007).
25
Merupakan
sebagian
besar
penyebab
kanker
-
Penyebaran kanker ke kelenjar getah bening dan atau organ lain yang
letaknya jauh (misal kanker usus besar menyebar ke hati). Penyebaran ini
dapat melalui aliran darah, aliran getah bening, atau langsung dari tumor.
2.4. Terapi Kanker
2.4.1. Tujuan Terapi
Tujuan terapi kanker dapat :
2.4.1.1.Kuratif : Penyembuhan
Terapi kuratif adalah tindakan untuk menyembuhkan penderita yaitu
membebaskan penderita dari kanker yang dideritanya untuk selama-lamanya.
Umumnya untuk sebagian besar kanker penyembuhan hanya mungkin pada
kanker dini yaitu kanker lokoregional, masih kecil, operabel atau radiosensitif dan
pada kanker yang sistemik yang khemosensitif seperti leukimia, limfoma maligna,
choriokarsinoma dan kanker testis dan beberapa kanker yang terdapat pada anak.
Kurang lebih 70% kanker yang solid dapat disembuhkan dengan pembedahan.
2.4.1.2.Paliatif : meringankan
Terapi paliatif ialah semua tindakan aktif guna meringankan beban
penderita kanker terutama bagi yang tidak mungkin disembuhkan lagi.
Tujuan paliatif ialah untuk :
1) Memperbaiki kulaitas hidup
27
an. Diberikan sebelum operasi untuk memperkecil ukuran kanker yang akan
dioperasi, atau sesudah operasi untuk membersihkan sisa-sisa sel kanker. Kadang
dikombinasi dengan terapi radiasi, kadang tidak. Kemoterapi merupakan terapi
untuk membunuh sel-sel kanker dengan obat-obat anti-kanker yang disebut
sitostatika. Obat penghancur sel kanker ini diberikan dalam tablet/pil, suntikan,
atau infus. Lamanya kemoterapi yang dijalani dan ada atau tidaknya efek samping
tergantung pada jenis kanker dan jenis kemoterapi yang diberikan.
2.5.4. Immunoterapi
Immunoterapi yang disebut juga terapi merupakan jenis pengobatan
kanker yang relatif baru yang merupakan terapi untuk menguatkan daya tahan
tubuh dan memperbesar kemampuan tubuh menghancurkan sel-sel kanker.
Kemampuan immunoterapi menghancurkan sel-sel kanker terbatas. Diperkirakan
sampai sejumlah 105-107 sel kanker.
Ada tiga macam immunoterapi, yaitu aktif (vaksin kanker), pasif, dan terapi
adjuvan.
2.5.5. Terapi Gen
Terapi gen dilakukan dengan beberapa cara : (1) mengganti gen yang
rusak atau hilang, (2) menghentikan kerja gen yang bertanggung jawab tehadap
pembentukan sel kanker, (3) menambahkan gen yang membuat sel kanker lebih
mudah dideteksi dan dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh, kemoterapi,
maupun radioterapi, dan (4) menghentikan kerja gen yang memicu pembuatan
29
oleh
hormon
(hormondependent),
seperti
kanker
mamae,
dengan satu atau beberapa tanda-tanda ini, strabismus, merah, rasa sakit pada
mata yang sering kali disertai oleh glukoma, dan penglihatan yang buruk. Tandatanda yang jarang terjadi yaitu rubeosis iridis (iris berwarna kemerahan), orbital
cellulitis, heterochromia iridis (perubahan warna pada sebagian iris), nystagmus.
Kejadian tumor awal pada penglihatan yaitu adanya refleks putih yang diketahui
sebagai refleks mata kucing atau leukocoria. Hal ini mengindikasikan adanya
sebuah tumor besar yang biasanya tumbuh dari periferi.
Manifestasi klinis lain yaitu merah, mata nyeri, kadang-kadang disertai
dengan glukoma. Kebutaan merupakan tanda akhir.
Cara lain mendiagnosa penyakit ini secara dini yaitu dengan mengivestigasi anak
dengan riwayat keluarga yang memiliki retinoblastoma.
2.6.2. Diagnosis
Langkah penting dalam mendiagnosa yaitu dengan pemeriksaan mata
dengan anastesi melalui seluruh pupil yang terdilatasi, dengan opthalmoscopy
langsung dan penekanan sklera oleh ophtalmologis yang berpengalaman.
Ultrasonography (US) dapat sangat membantu dalam membedakan diagnosis
pada anak dengan leukoria.
Computed Tomography (CT) dan magnetic resonance imaging (MRI)
berguna untuk mengevaluasi saraf-optik, orbital, keterlibatan susunan saraf pusat,
dan adanya kalsifikasi intraokular.
2.6.3. Pengobatan
Dua aspek dalam pengobatan retinoblastoma harus diperhatikan; yang
pertama terapi lokal untuk mengobati penyakit intraokular, dan yang kedua terapi
31
2.6.3.1.Pembedahan
Enukleasi adalah terapi yang mudah dan aman untuk retinoblastoma.
Enukleasi merupakan pengobatan bila terdapat glaukoma, invasi anterior
chamber, atau andanya rubeosis iridis, dan bila terapi lokal tidak dapat dilakukan
karena katarak atau gagalnya pendekatan pasien.
2.6.3.2.External Beam Radiotherapy (EBR)
Retinoblastoma adalah tumor yang radiossensitif dan radioterapi
merupakan terapi yang terpilih untuk retinoblastoma. EBRT biasanya dikirim
melalui linear akselerator dengan dosis 40-45 Gy, dengan fraksinasi konvensional
meliputi seluruh retina.tingkat keberhasilan penyembuhan dengan terapi ini tidak
haya bergantung kepada besarnya tumor, tetapi juga bergantung pada lokasinya.
2.6.3.3.Plaque Radiotherapy
Logam radioaktif episkleral menggunakan 60Co, 106Ru, atau 125I yang secara
meningkat digunakan dalam pengobatan retinoblastoma. Pengobatan ini biasanya
digunakan untuk tumor tunggal dengan ukuran kecil dan sedang.
Kemoterapi Kanker
Kemoterapi adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker. Tidak
seperti radiasi atau operasi yang bersifat lokal, kemoterapi merupakan terapi
sistemik, yang berarti obat menyebar ke seluruh tubuh dan dapat mencapai sel
kanker yang telah menyebar jauh atau metastase ke tempat lain.
2.7.1. Tujuan penggunaan kemoterapi :
a. Terapi adjuvan
Kemoterapi yang diberikan sesudah operasi, dapat sendiri atau
bersamaan dengan radiasi, dan bertujuan untuk membunuh sel yang
telah bermetastase.
b. Terapi neoadjuvan
33
c. Kemoterapi primer
Digunakan sendiri dalam penatalaksanaan tumor, yang kemungkinan
kecil uantuk diobati, dan kemoterapi digunakan hanya untk mengontrol
gejalanya.
d. Kemoterapi kombinasi
Menggunakan 2 atau lebih agen kemoterapi
e. Kemoterapi induksi
Digunakan sebagai terapi pertama dari beberapa terapi berikutnya
(Diananda, 2007).
2.7.2. Cara Kerja Kemoterapi
Suatu sel normal akan berkembang mengikuti siklus pembelahan sel yang
teratur. Beberapa sel akan membelah diri dan membentuk sel baru dan sel yang
lain akan mati. Sel yang abormal akan membelah diri dan berkembang secara
tidak terkontrol, yang pada akhirnya akan terjadi suatu massa yang dikenal
sebagai tumor.
Siklus sel secara sederhana dibagi menjadi 5 tahap yaitu:
a. Fase G0, dikenal juga sebagai fase
istirahat. Ketika ada sinyal untuk
protein
penting
untuk
G2,
sintesis
protein
terus
35
2.7.3.6.Golongan Antibiotik
Golongan ini bekerja menurut bebrapa cara. Yang termasuk dalam
golongan ini antara lain Doxorubicin, Actinomycin D, vinca alkaloid, golongan
podophillotoksin, Mitomycin C (Rasjidi, 2007).
2.8. Efek Samping Kemoterapi
Efek samping dapat muncul ketika sedang dilakukan pengobatan atau
beberapa waktu setelah pengobatan. Efek samping yang bisa timbul adalah:
2.8.1. Lemas
Efek samping yang umum timbul. Timbulnya dapat mendadak atau
perlahan.
Tidak
langsung
menghilang
dengan
istirahat,
kadang
37
39
Selain itu, mual juga didefinisikan sebagai perasaan tidak enek berhubungan
dengan saluran makan bagian atas dan biasanya diikuti dengan rasa ingin muntah
dan pucat, berkeringat, salivasi, dan tachikardi. Muntah adalah keluarnya isi
lambung melalui mulut. Ditemukan pada 40-70% penderita kanker stadium lanjut
(Diananda, Rama. 2007).
Penyebabnya antara lain:
Iritasi faring dan obstruksi parsial atau komplet saluran cerna (akibat
41
43
45
Ondansetron
Kategori farmakologi :
Antiemetik; selektif 5-HT3-reseptor antagonis
Penggunaan :
Pencegahan mual dan muntah yang berhubungan dengan kemoterapi
kanker level emetogenik sedang sampai menengah; radioterapi pada
pasien yang menerima fraksi iradiasi total tubuh untuk perut; pencegahan
dan pengobatan mual dan muntah setelah operasi.
Secara umum tidak direkomendasikan untuk pencegahan mual dari
agen kemoterapi dengan potensial emetogenik rendah.
Mekanisme Kerja :
Selektif 5-HT3-reseptor antagonis, menghambat serotonin, secara
periferal pada saraf vagal terminalis dan secara sentral di chemoreceptor
trigger zone (CTZ).
Perhatian :
Ondansetron harus digunakan sesuai jadwal, bukan bila diperlukan,
karena berdasarkan data pendukung penggunaan obat ini hanya dalam
: ~ 30 menit
Absorbsi
Distribusi
Pengikatan protein
: plasma : 70-76%
Metabolisme
Bioavailabilitas
Waktu paruh
Eliminasi
Klirens
Dosis
47
: 1 mg 3x/hari
0.3-0.6 m2
: 2 mg 3x/hari
0.6-1 m2
: 3 mg 3x/hari
>1 m2
: 4 mg 3x/hari
Atau
4-11 tahun
: 4 mg 3x/hari
menerima
kemoterapi
dengan
potensial
muntah
rendah.
49
Deksametason
Kategori farmakologi :
Antiemetik, kortikosteroid, anti-inflamasi
Penggunaan :
Secara sistemik dan lokal digunakan untuk bengkak yang kronik; alergi,
hematologik, neoplastik, dan penyakit autoimun, antiemetik tambahan
dalam pengobatan muntah yang diinduksi oleh kemoterapi.
Mekanisme kerja :
Mengurangi peradangan dengan cara menekan perpindahan leukosit
polimorfonuklear dan pemutaran pada peningkatan kapiler permeabiliti;
menekan respon imun normal.
Mekanisme aktivitas deksametason sebagai antiemetik tidak diketahui.
Potensial emetik :
Sangat rendah (<10%); dapat menimbulkan mual/gangguan pencernaan
bila digunakan secara oral pada perut kosong.
Farmakodinamik :
Durasi : efek metabolik sampai 72 jam
Farmakokinetik :
Metabolisme : di hati
Waktu paruh : anak umur 3-16 tahun : 4.3 jam
Konsentrasi puncak serum : oral : 1-2 jam; IM : 8 jam
Eliminasi
: urin
Dosis :
Anak-anak :
Antiemetik (diinduksi oleh kemoterapi) : awal : 10 mg/m 2/dosis (dosis
maksimal 20 mg) kemudian 5 mg/m2/dosis tiap 6 jam. Diberikan dalam
bentuk sodium phosohate. Diberikan 15-30 menit sebelum kemoterapi.
Pemberian :
Oral
samping gastrointestinal.
IV
Sediaan :
IV
larutan, oral
51
Mual
Tingkat 1
Hilang
Tingkat 2
Tingkat 3
Tingkat 4
Asupan makan Asupan kalori dan Mengancam
selera
berkurang
cairan
makan,
tanpa
memadai;
kebiasaan
penurunan BB Cairan
Cairan
atau
Muntah
oral
i.v.
tak nyawa
tube
TPN
perlu 24 jam
episode 2-5 episode/ 6episode/24jam
dalam 24jam
24jam
Cairan
Tingkat 5
Kematian
Cairan
i.v.
Mengancam
Kematian
atau nyawa
2. Versi ASCO (Cit NCI, 2006 and Grunberg et.al., 2004): mual dan muntah
frekuensi tinggi; antagonis serotonin plus dexametason 12 mg iv plus
aprepitant 125 mg sesaat sebelum kemoterapi, dilanjutkan aprepitant sampai
dengan 2-3 hari; mual dan muntah frekuensi sedang seperti standar
konvensional; mual dan muntah frekuensi rendah terapi anti mual dan muntah
tunggal yaitu antagonis serotonin atau kortikosteroid.
3. Versi Adeleide Royal Hospital (2004): mual dan muntah frekuensi sangat
tinggi (>90%): antagonis serotonin po (bila muntah iv) dan dexametason 20
mg iv, bila sangat berat atau terjadi muntah antisipatori misalnya pada
kemoterapi dengan cisplatin ditambahkan benzodiazepin (lorazepam); mual
dan muntah frekuensi sedang memilih salah satu berikut metoklopramid,
domperidon, atau dexametason po; mual dan muntah frekuensi rendah
pemberian anti mual dan muntah hanya bila perlu.
53
BAB III
ALUR PENELITIAN
0100090000032a0200000200a20100000000a201000026060f003a03574d464301
000000000001004484000000000100000018030000000000001803000001000000
Protokol A6c0000000000000000000000350000006f00000000000000000000003e010000f60
Protokol B
Obat kemoterapi +
Obat anti muntah +
Obat anti4000020454d4600000100180300001200000002000000000000000000000000000
muntah
Obat kemoterapi
000c01200008a180000cb00000009010000000000000000000000000000f818030
0280b0400160000000c000000180000000a0000001000000000000000000000000
9000000100000004b0000002c010000250000000c0000000e000080250000000c0
000000e000080120000000c00000001000000520000007001000001000000a4fffff
f000000000000000000000000900100000000000004400022430061006c0069006
200720069000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000001100b0b3110010000
00014b7110094b411005251603214b711000cb41100100000007cb51100f8b6110
02451603214b711000cb411002000000049642f310cb4110014b7110020000000ff
ffffff1c38d200d0642f31ffffffffffff0180ffff01800fff0180ffffffff000007000008000
000080000d4fb320801000000000000005802000025000000632e90010008020f0
502020204030204ef0200a07b20004000000000000000009f000000000000004300
61006c006900620072000000000041007200690061006c00200052006f0075006e
0040b411009c38273104000000010000007cb411007cb41100e878253104000000
0100090000032a0200000200a20100000000a201000026060f003a03574d464301
000000000001004484000000000100000018030000000000001803000001000000
6c0000000000000000000000350000006f00000000000000000000003e010000f60
4000020454d4600000100180300001200000002000000000000000000000000000
000c01200008a180000cb00000009010000000000000000000000000000f818030
0280b0400160000000c000000180000000a0000001000000000000000000000000
9000000100000004b0000002c010000250000000c0000000e000080250000000c0
000000e000080120000000c00000001000000520000007001000001000000a4fffff
muntah
tidak
55
f000000000000000000000000900100000000000004400022430061006c0069006
200720069000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
00000000000000000000000000000000000000000000000001100b0b3110010000
00014b7110094b411005251603214b711000cb41100100000007cb51100f8b6110
02451603214b711000cb411002000000049642f310cb4110014b7110020000000ff
ffffff1c38d200d0642f31ffffffffffff0180ffff01800fff0180ffffffff000007000008000
000080000d4fb320801000000000000005802000025000000632e90010008020f0
502020204030204ef0200a07b20004000000000000000009f000000000000004300
61006c006900620072000000000041007200690061006c00200052006f0075006e
0040b411009c38273104000000010000007cb411007cb41100e878253104000000
a4b411001c38d2006476000800000000250000000c00000001000000250000000c
00000001000000250000000c00000001000000180000000c000000000000025400
0000540000000000000000000000350000006f000000010000005555874026fd86
400000000057000000010000004c0000000400000000000000000000004b000000
2c01000050000000200036003600000046000000280000001c0000004744494302
000000ffffffffffffffff4c0000002d010000000000004600000014000000080000004
744494303000000250000000c0000000e000080250000000c0000000e0000800e0
00000140000000000000010000000140000000400000003010800050000000b020
0000000050000000c0233000d00040000002e0118001c000000fb0203000100000
00000bc02000000000102022253797374656d00000000000000000000000000000
00000000000000000000000040000002d010000040000002d01000004000000020
101001c000000fb02f0ff0000000000009001000000000440002243616c69627269
00000000000000000000000000000000000000000000000000040000002d010100
040000002d010100040000002d010100050000000902000000020d000000320a0f
00000001000400000000000d00330020840900040000002d010000040000002d01
0000030000000000
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Kanker Dharmais.
2. Waktu Penelitian
Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah cross-sectional dan bersifat
retrospektif. Penelitian dilakukan berdasarkan data sekunder (rekam medis
pasien) dari Januari 2003 - Februari 2008.
4.3 Populasi dan Sampel
1. Populasi target adalah pasien anak yang
didiagnosa menderita retinoblastoma.
2. Populasi terjangkau adalah pasien anak yang
didiagnosa
menderita
retinoblastoma
yang
57
Kriteria ekslusi adalah pasien anak pria dan wanita yang menderita
retinoblastoma yang tidak dikemoterapi dengan data rekam medis yang
tidak lengkap dan tidak jelas.
4.5 Cara Pengumpulan Data
1. Dilakukan pengumpulan
informasi tentang jumlah
kasus
retinoblastoma
yang
menjalani
dan
efek
samping
yang
ditimbulkan
dari
pengobatan tersebut.
2. Data diambil dari rekam
medis pasien. Data yang
dikumpulkan
nama,
adalah
umur,
kelamin,
kemoterapi,
jenis
siklus
obat
dipindahkan
ke
59
obat
kemoterapi
yang
meliputi
level
emetogenisitas obat
b. Penggunaan obat anti muntah yang meliputi jenis obat anti
muntah
yang
digunakan,
dosis
dan
regimen
pemakaian/aturan pakai.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.
Hasil
Dari penelitian yang dilakukan terhadap 22 kasus pasien anak yang
Subyek
34 pasien
Usia Pasien
Keterangan
Hanya terdapat 22
pasien retinoblastoma
anak yang menjalani
kemoterapi dan
memenuhi kriteria
inklusi
61
Stadium Penyakit
I :II : III : 2
IV : 4
V :1
Jumlah Pasien
Persentase (%)
9.09
II
13.64
III
18.18
IV
9.09
18.18
VI
13.64
VII
9.09
VIII
IX
XI
XII
XIII
4.545
XIV
XV
XVI
4.545
Total
22
100 %
5.1.3
Persentase
12
54.545 %
10
45.455
22
100 %
5.1.3.1.Jenis Antiemetik
Tabel 4. Frekuensi Penggunaan Jenis, Golongan dan Bentuk Sediaan Pemakaian
Antiemetik Kasus Pasca Kemoterapi Retinoblastoma Pada Anak di RS.
Kanker Dharmais
Golongan
Jenis
Antiemetik
Antagonis Histamin H2
Antagonis Serotonin
Kortikosteroid
Ranitidine
Ondansetron
Deksametason
Intravena
(i.v)
5
16
4
Antagonis Dopamin
Metoklopramid
Per oral
(p.o)
6
2
3 obat
4 obat
Ondansetron
Metoklopramid
Ondansetron+Deksametason
Ondansetron+Metoklopramid
Ondansetron+Ranitidin
Deksametason+Metoklopramid
Ondansetron+Deksametason+
Ranitidin
Ondansetron+Metoklopramid+
Deksametason+Ranitidin
Jumlah Kesesuaian
8
Persentase
(%)
38,09
5
4
23,81
19,05
14,28
4,77
63
Total
Keterangan : x : tidak sesuai, : sesuai
21
100
5.1.3.2.Dosis Antiemetik
Seluruh
pasien
yang
menerima
antiemetik
pre-kemoterapi
telah
mendapatkan dosis yang sesuai dengan standard yang berlaku. Sehingga pasien
menerima kesesuaian dosis sebesar 100%. Dosis yang harus digunakan menurut
standard pengobatan di RS. Kanker Dharmais dapat dilihat pada tabel 6 berikut.
Tabel 6. Pilihan Antiemetik dan Dosis Yang Digunakan
Kelompok
obat
kemoterapi
Ringan
Sedang
Berat
Obat antiemetik
Tidak diperlukan, atau
Domperidone (oral),
atau Promethazine (oral)
Ondansetron (iv)
Ondansetron (iv kontinu)
Ondansetron/Granisetron
dan Deksametason
Keterangan
Berdasarkan
standard
pengobatan
di RSKD
5.1.3.3.Aturan Pemakaian
Tidak seluruh pasien menerima antiemetik pre-kemoterapi. Terdapat dua
orang atau sekitar 15,38 % pasien yang tidak mendapatkan antiemetik sebelum
menjalani kemoterapi. Jadi, kesesuaian aturan pemakaian antiemetik hanya
berkisar 84,62 %.
Jenis pemakaian antiemetik yang diterima oleh pasien yang menjalani
kemoterapi dan keluhan emesis [acute emesis (<24 jam) dan delayed emesis (>24
jam)] dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Macam Antiemetik Yang Didapat Oleh Pasien dan Keluhan Emetiknya
4
4
Keluhan
Emesis
(<24 jam)
3
Keluhan
Emesis
(>24 jam)
4
1
O+D
O+M
O+R
D+M
O+D+R
O+D+R+M
21
10
Antiemetik
yang Didapat
Pasien
O
M
Jumlah Pasien
Total
Tidak
Emesis
-
Keterangan :
O : Ondasetron, M : Metoklopramide, D : Deksametason, R : Ranitidine
Golongan
Kemoterapi
VA-PD-AA
VA-AA-AA
VA-AA-PD
VA-PD-AA
Level
Emetogenitas
R-S-B
R-S-B
R-B-B
R-S-B
R-B-B
R-S-B
R-S-B
R-S-B
Golongan
Antiemetik
Kejadian Emesis
SA
Ada
2
Tidak
-
DA
K-AH-SA
SA-K
65
VA-AA-AA
VA-PD-AA
R-S-B
R-S-B
R-S-B
R-S-B
R-B-B
R-B-B
R-S-B
VA-AA-AA
R-B-B
DA-K
VA-AA-AA
SA
VA-AA-AA
R-B-B
R-B-B
R-B-B
SA-AH
VA-PD-AA
R-S-B
DA
VA-AA-AA
R-B-B
SA-DA-K-AH
DA-SA
SA-K-AH
Keterangan :
VA : Vinca Alkaloid, AA : Alkylating Agent, PD : Podophyllotoxin Derivate
K : Kortikosteroid, SA : Serotonin Antagonist, AH : Antagonis Histamin H2,
DA : Dopamin Antagonist, R : Ringan, S : Sedang, B : Berat
5.1.4. Tipe Emesis
Tabel 9. Perbandingan Kasus Emesis Pada Protokol A Dengan Kasus Emesis
Pada Protokol B Periode 2003-2008
Jenis
Protokol
Jumlah
Pasien
Kejadian Emesis
Tipe Akut
Protokol A
Protokol B
7
15
5
2
Tipe
Tertunda
2
8
Tidak Emesis
0
5
% emesis
100
66.67%
Keterangan :
Protokol A (protokol lama/sebelum pertengahan November 2006)
:
Tanpa pemberian antiemetik sebelum kemoterapi
Protokol B (protokol baru/setelah pertengahan November 2006)
:
Dengan pemberian antiemetik sebelum kemoterapi
Tabel 10. Persentase Pasien Dengan/Tanpa Keluhan Emesis (Protokol B)
Kejadian Emesis
Pasien mengalami emesis
Pasien
emesis
tidak
Total
Keterangan
mengalami
Jumlah
8
Persentase (%)
61.54
5
13*
38.46
100
Keluhan
Ada
Tidak
Ya
Total
n
9
8
17
%
100
61.5
77.3
Tidak Ada
n
%
0
0
5
38.5
5
22.7
Keterangan :
Pv (Probabilitas Value) 0.05
Pv (Probabilitas Value) 0.05
Total
n
9
13
22
%
100
100
100
Nilai
Probabilitas
0.054
signifikan
tidak signifikan
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai dengan probabilitas 0.054, jadi pada : 5%
dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara antiemetik
dengan keluhan yang ditimbulkan.
5.2.
Pembahasan
Tidak seluruh pasien retinoblastoma anak yang dirawat di RS. Kanker
67
pasien meninggal dan 1 pasien dengan data rekam medik yang tidak jelas,
sehingga hanya terdapat 22 pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Jumlah pasien
anak-anak antara laki-laki dan perempuan secara esensial tidak berbeda (NCI,
2000).
Seluruh pasien pasien retinoblastoma anak menjalani pengobatan dengan
kemoterapi dalam berbagai macam siklus dari siklus I sampai siklus XVI. Obatobat kemoterapi diberikan selama beberapa hari dan diseling dengan istirahat
beberapa minggu untuk memberikan kesempatan bagi jaringan normal untuk
tumbuh kembali. Demikian ada satu jarak di antara siklus kemoterapi untuk
resortasi jaringan normal/sehat (Tjay, Rahardja, 2007). Seluruh pasien yang
menjalani kemoterapi dikelompokkan berdasarkan siklus kemoterapi yang mereka
jalani. Siklus kemoterapi dapat dilihat pada tabel 2.
Siklus kemoterapi dapat digunakan untuk melihat apakah pada saat pasien
menjalankan kemoterapi dalam kondisi kesehatan yang baik atau tidak, dan
apakah antiemetik yang diberikan kepada pasien tersebut efektif atau tidak.
Pada penelitian, terdapat 2 jenis protokol yang berbeda yaitu protokol A
(protokol lama) yang berlaku sampai pertengahan november 2006 dan protokol B
(protokol lama) yang berlaku dari pertengahan november 2006. Dimana pada
protokol A tidak menggunakan antiemetik sebagai pencegahan mual dan muntah
sebelum menjalankan kemoterapi, sedangkan pada protokol B telah digunakan
antiemetik pre-kemoterapi. Pada pasien nomor 11, 19, dan 20 dengan
menggunakan protokol A (protokol lama) mengalami emetik tipe akut (acute
emesis) sejak pertama kali mendapatkan kemoterapi. Hal ini selain dimungkinkan
karena kondisi kesehatan pasien yang kurang baik pada saat itu, juga dikarenakan
69
71
kemoterapi. Dan hasilnya dapat terlihat jelas pada pasien nomor 24, 26 dan 29
yang sama sekali tidak mengalami muntah. Hal ini dikarenakan pasien-pasien
tersebut menerima antiemetik Ondansetron dan Deksametason dimana antiemetik
tersebut sesuai dengan regimen kemoterapi yang mereka dapatkan dengan resiko
muntah berat. Faktor lain yang mendukung pengobatan yaitu dari kondisi
kesehatan mereka yang sangat baik sehingga dapat menunjang pengobatan
menjadi lebih baik dan efektif. Dengan tidak adanya muntah atau emesis dengan
pemberian obat tersebut, maka dapat dikatakan bahwa antiemetik yang mereka
dapatkan sangat efektif mencegah timbulnya muntah paska kemoterapi.
Meskipun pasien-pasien dengan protokol baru lain masih mengalami
emesis, tetapi dengan pemberian antiemetik pre-kemoterapi hal tersebut dapat
dicegah atau dikurangi. Misalnya pada pasien nomor 22 yang menjalani
kemoterapi sebanyak 5 siklus. Pasien tersebut mengalami muntah pada siklus 1
hari ke-8 dan siklus 2 hari ke-2 saja, pada siklus lain pasien tidak mengalami mual
ataupun muntah. Juga pada beberapa pasien lain yang menggunakan protokol ini,
mereka hanya muntah 1 kali saja (muntah ringan) dan itu dapat dinilai tidak
berarti. Hal tersebut membuktikan bahwa protokol baru (pemberian antiemetik
sebelum kemoterapi) lebih baik dan efektif untuk mencegah atau megurangi
resiko timbulnya muntah.
Keadaan yang berbeda dialami oleh pasien nomor 2 (3 thn) yang
mendapatkan regimen kemoterapi Vincristine 0,9 mg dengan level emetogenik
rendah, Ifosfamide 900 mg (level emetogenik berat) dan Actinomycin D (level
emetogenik berat). Antiemetik yang didapat yaitu Zofran (Ondansetron),
Primperan (Metoklopramid), Deksametason dan Ranitidin. Meskipun keempat
antiemetik tersebut telah diberikan, tetapi tetap saja pasien mengalami keluhan
emesis dalam kurun waktu <24 jam (acute emesis). Hal ini dimungkinkan karena
kondisi kesehatan fisik pasien yang kurang baik sehingga menyebabkan
pengobatan juga menjadi kurang efektif.
Pasien nomor 22 (3 thn) yang mendapatkan agen kemoterapi Vincristine
0.9mg (level emetogenik rendah), Etoposide 90 mg (level emetogenik sedang) dan
Carboplatin 335 mg (level emetogenik berat) telah menerima antiemetik sesuai
satandard yaitu Deksametason dan Insetron (Ondansetron) meskipun masih
mengalami keluhan emesis, tetapi hanya 1 kali saja dan hal tersebut dikarenakan
pasien mengalami batuk-batuk yang berdahak sehingga pasien muntah
mengeluarkan lendir.
Pada pasien yang menerima kemoterapi, telah diidentifikasi masalah
tentang muntah. Permasalahan yang sering terjadi yaitu muntah tipe akut dan tipe
tertunda. Muntah tipe akut (acute emesis) didefinisikan sebagai mual dan muntah
yang terjadi dalam kurun waktu 24 jam setelah pemberian regimen kemoterapi.
Waktu yang paling beresiko timbulnya muntah yaitu dari jam pertama hingga jam
ke-enam setelah kemoterapi dengan berbagai macam agen kemoterapi.
Sedangkan muntah tipe tertunda (delayed emesis) yaitu muntah yang timbul pada
24 jam setelah kemoterapi. Delayed emesis ini lebih sering terjadi pada pasien
yang menerima cisplatin, carboplatin (Paraplatin), atau cyclophosphamide
(Cytoxan, Neosar). Pada beberapa pasien delayed emesis muncul lebih awal
dalam waktu kurang dari 24 jam.
Pada tabel 9 diatas menunjukkan perbandingan kasus emesis yang terjadi
antara penggunaan protokol A (protokol lama) dengan protokol B (protokol baru).
73
Perbandingan ini digunakan untuk melihat protokol mana yang lebih efektif dalam
pengobatan pasien, juga untuk mengetahui jumlah pasien yang mengalami muntah
tipe akut maupun tipe tertunda untuk pengobatan lebih lanjut. Ternyata protokol
yang lebih efektif untuk pencegahan mual dan muntah karena induksi dari agen
kemoteapi yang diberikan yaitu protokol baru (protokol B) dengan efektivitas
antiemetik sebesar 38.46% hanya untuk pasien menerima antiemetik sebelum
kemoterapi. Kesesuaian dalam aturan pakai antiemetik sebesar 84.62%
dikarenakan masih ada dokter senior yang belum memakai obat tersebut sesuai
aturan/protokol.
Pada tipe muntah akut untuk regimen kemoterapi yang biasanya
menimbulkan resiko muntah sedang sampai tinggi, dianjurkan untuk penggunaan
antiemetik kombinasi seperti antagonis serotonin + deksametason + aprepitant
untuk resiko muntah tinggi dan antagonis serotonin dan deksametason untuk
resiko sedang. Untuk regimen kemoterapi dengan resiko muntah rendah dapat
digunakan antiemetik tunggal seperti kortikosteroid atau antagonis serotonin
ataupun tidak diperlukan antiemetik bila resiko muntah sangat rendah.
Persentase pasien yang masih mengalami muntah pada tabel 10 baik tipe
akut maupun tipe tertunda dengan protokol B yaitu 61.54% dengan nilai masingmasing 46.15% dengan tipe tertunda yang salah satu akibatnya karena lupa
memberi obat saat pasien pulang dan 15.39% dengan tipe akut karena
ketidaksesuaian dalam pemilihan antiemetik. Sedangkan ke-efektifitasan obat
yang ditandai dengan tidak adanya muntah sama sekali ataupun muntah ringan
sebesar 38.46% atau sebesar 38.5% dengan menggunakan chi-square tests dengan
nilai probabilitas 0.054 pada : 5% yang dapat disimpulkan ada hubungan yang
signifikan antara antiemetik dengan keluhan muntah yang ditimbulkan. Hal ini
menunjukkan bahwa masih ada kekurangsesuaian dalam pemilihan antiemetik
untuk pencegahan maupun pengobatan muntah tipe akut dan tipe tertunda, yang
seharusnya pemilihan antiemetik tersebut didasarkan pada resiko muntah yang
ditimbulkan oleh pemberian regimen kemoterapi terutama dalam penggunaan
regimen kombinasi kemoterapi dimana kombinasi ini akan menyebabkan mual
dan muntah sebagai efek yang saling menguatkan dari kombinasi kemoterapi
tersebut.
Delayed emesis biasanya terjadi setelah pemberian dosis tinggi dari agen
kemoterapi
Cisplatin
600
mg/m2),
Carboplatin
300
mg/m2),
tunggal
pre-kemoterapi
antara
golongan
5-HT3
Antagonis
dan
75
P450 isoenzim CYP 3A4, dan dapat meningkatkan level kortikosteroid ini dalam
waktu yang pendek dengan menghambat metabolismenya melalui CYP 3A4. Jadi
apabila memakai regimen ini dianjurkan agar dosis pemakaian deksametason
harus dikurangi sekitar 50% bila dipakai bersama aprepitant. Dianjurkan
penggunaan deksametason dengan dosis 12mg pada hari 1 dan 8mg pada hari 2-4.
Menurut pengobatan emesis karena agen kemoterapi yang dilakukan di
UK Hospital menyebutkan bahwa kombinasi metoklopramid dan deksametason
merupakan pengobatan yang sangat efektif untuk muntah tipe tertunda. Dan
deksametason atau lorazepam (hanya untuk anak >5 tahun) atau promethazine
dapat digunakan untuk mengobati emesis (Chandler Medical Center, 2002).
Penelitian yang dilakukan terhadap obat-obat kemoterapi yang memiliki
potensial emetogenik tinggi dengan membandingkan 3 kombinasi antiemetik yaitu
ondansetron, deksametason, dan aprepitant, semuanya diberikan sebelum
kemoterapi dengan penggunaan ondansetron dan deksametason
sendiri.
Dilaporkan bahwa grup yang menerima aprepitant lebih baik dalam mengontrol
muntah. Besarnya manfaat (kira-kira 50% mengurangi resiko muntah atau berupa
medikasi untuk pertolongan) menunjukkan bahwa aprepitant sebagai komponen
penting dalam strategi manajemen antiemetik untuk kemoterapi dengan level
emetogenik tinggi.
Dilakukan juga penelitian dengan penggunaan aprepitant pada kemoterapi
dengan level emetogenik sedang pada 866 pasien yang menderita kanker
payudara. Pasien-pasien tersebut menerima pengobatan dengan antrasiklin dan
siklofosfamid dan juga menerima kombinasi aprepitant, deksametason, dan
ondansetron diberikan sebelum kemoterapi hari 1, diikuti dengan pemakaian
aprepitant saja pada hari 2 dan 3, atau kombinasi ondansetron dan deksametason
pada hari 1, diikuti dengan pemakaian ondansetron saja pada hari ke 2 dan 3.
Respon yang dihasilkan sangat signifikan (tidak muntah atau memerlukan
antiemetik) selama waktu 5 hari studi pada grup dengan aprepitant dibandingkan
kontrol grup (51% vs 42%).
Dalam tahun 2008 ini, di Eropa dan Amerika Serikat telah disetujui
pemakaian neurokinin-1-reseptor melalui intravena. Fosaprepitant (Emend,Merck)
yang merupakan prodrug phosphoryl larut air untuk aprepitant yang kemudian
akan diubah menjadi aprepitant dalam 30 menit setelah pemberian secara
intravena (Hesketh, 2008).
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
77
6.2.
Saran
1. Perlu
adanya
ketepatan
dalam
pemilihan
menjalani kemoterapi pada seluruh pasien anakanak tanpa terkecuali sesuai dengan protokol
yang berlaku guna mencegah timbulnya muntah
agar tidak menimbulkan trauma pada anak-anak.
3. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai aktivitas
antiemetik
berdasarkan
jenis
terapi
yang
berbeda.
4. Perlu
penelitian
lebih
lanjut
mengenai
wawancara
dengan
orang
tua/keluarga pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Adelaide Royal Hospital. 2004. Medical Oncology Treatment Policy Guidelines
79
2004
8th
Ed.
Diakses
dari
situs
http://www.rah.sa.gov.au/download/chemotherapy_guidelines.pdf. tanggal
20 Juni 2008.
Buck, Marcia L. 1997. Pediatric Pharmacotherapy A Monthly Newsletter for
Health Care Professionals Childrens Medical Center at the University of
Virginia
Volume
3
Number
9.
Diakses
dari
situs
http://www.pediatrik.com/buletin/20060220-hw0gpy-buletin.pdf tanggal 4
September 2008.
Cancer Consultant. 2005. Managing Side Effect Treatment and Prevention
Nausea
and
Vomiting.
Diakses
dari
situs
hhtp://patient.cancerconsultants.com/supportive
treatment.aspx?id=992
tanggal 20 Juni 2008.
Chandler Medical Center.2002.Chemotherapy-Inducted Nausea and Vomiting
Guidelines for Adult and Pediatric Patients at UK Hospital. Diakses dari
situs
http://www.hosp.uky.edu/pharmacy/formulary/criteria/chemoinduced_NV.pdf tanggal 4 September 2008.
Diananda, Rama. 2007. Mengenal Seluk Beluk Kanker. Jogjakarta; Kata Hati.
Hal 15-36; 224-225. Grunberg, Steven M, et all. 2004. Management of
Nausea
and
Vomiting.
Diakses
dari
situs
http://i.cmpnet.com/cancernetwork/handbook/pdf/38nausea.pdf. tanggal 5
Mei 2008.
Hadianty, Mira. 2005. Pemeriksaan Pendahuluan Kadar Amikasin Dalam Darah
Pada Paisen: Studi Kasus di RSKD Jakarta Periode Maret-November
2004. Jakarta; Fakultas Farmasi Universitas Pancasila (Skripsi).
Hesketh, Paul J. 2008. Drug Therapy; Chemotherapy-Induced Nausea and
Vomiting.
Diakses
dari
situs
http://content.nejm.org/cgi/reprint/358/23/2482.pdf tanggal 4 September
2008.
National Cancer Institute (NCI). 2006. Supportive Care Statement for Health
Professional,
Nausea
and
Vomiting.
Diakses
dari
situs
http://www.meb.unibonn.de/cancer.gov/CDR0000062747.html tanggal 19
Juli 2008.
Rasjidi, Imam. 2007. Kemoterapi Kanker Ginekologi Dalam Praktik SehariHari. Jakarta; Sagung Seto. Hal 1-12.
Septyaningrum, Dian P. 2007. Efektivitas Penggunaan Antiemetik Pada Pasien
Kanker Payudara Yang Menjalani Kemoterapi di Instalasi Kanker Terpadu
TULIP RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Bulan Maret-April 2006 (Skripsi)
Solimando, Dominic A. 2004. Drug Information Handbook For Oncolgy 4th
Edition. Ohio; Lexi-comp, Inc. Hal 265-270; 443; 625-628; 825.