Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 8

Peningkatan kualitas air bersih untuk rumah tangga dengan unit

penyaring air - RUWAP


(Water quality improvement using Residential Use Water Purifier System-
RUWAP)
Elida Novita 1
Email: elida_novita@plasa.com
Lab. Teknik Konservasi dan Pengendalian Lingkungan, FTP - Universitas Jember

ABSTRACT
Population growth and highly dwelling development influence groundwater quality, because
of rising human activity, escalating demand, shrinking supplies without balancing water
pollution prevention. One of the solutions to overcome this problem is using water purifier
system. There are many types of the system. One called “residential-use water purifier” or
RUWAP is designed to increase water quality obtained. Principally, the system consists of
physical and chemical filters. Physical filter could be made from micron filter or silicate, which
uses to strain small particles. Usually, chemical filter consist of activated carbon. This carbon is
used to adsorb dissolved solid. The general objective of this research is to study the groundwater
quality that usually used for residential need. The specific purpose is to test the capability
RUWAP as filtering unit. The water from dense population (Gunung Batu & Mastrip) in Jember
City is sampled for the analysis. These samples then passed through the RUWAP. Then, input
into and output from RUWAP, are tested by: physical, chemical and biological analysis. The
parameters tested are: pH, total solid, Fe, chloride, sulphate, hardness and faecal coliform. The
result showed that sampled water is still appropriated the freshwater quality standard. However,
two parameters of quality (i.e.: total faecal coliform and hardness) are under the recommended
freshwater quality standard. Other results proved that by using RUWAP, those two parameters
could be reducing until 84% for total faecal coliform and 22% for hardness. The system also
reduces chloride and Fe contents in the water by 76% and 38% respectively. Therefore, the study
concludes that RUWAP could be used to help local population to obtain better freshwater with
recommended quality for their everyday life.

Key words: Residential-use water purifier (RUWAP), activated carbon, silicate and coliform

PENDAHULUAN
Sumber air yang utama dipakai oleh penduduk kota Jember berasal dari Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM) serta sumur-sumur yang ada di rumah penduduk. Selain itu ada pula yang
memanfaatkan sumur bor atau artetis. Sumur adalah sumber air utama penduduk terutama bagi
penduduk yang tidak berlangganan air PDAM (Purwa, 1989). Perkembangan penduduk dan
pembangunan perumahan yang cukup pesat saat ini akan mempengaruhi kualitas air tanah yang
digunakan, karena aktivitas manusia yang meningkat, jumlah penduduk yang semakin banyak,
tidak diiringi dengan usaha pencegahan pencemaran air yang seimbang. Pencemaran air terbesar
yang juga dialami kota-kota lain di Indonesia bahkan di sebagian negara berkembang berasal dari
sampah dan kotoran manusia yang merupakan limbah domestik. Limbah domestik ini, apabila
tidak ditangani khusus, dibuang ke tanah atau perairan akan menyebabkan pencemaran terhadap
sumber air tanah. Selanjutnya akan mempengaruhi kualitas air sumur yang digunakan untuk
konsumsi penduduk. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas air sumur sebelum diolah
adalah dengan melewatkan air pada suatu unit penyaring air sederhana (RUWAP) sehingga
selanjutnya dapat diolah sesuai kebutuhan rumah tangga. Unit penjernih air yang digunakan ini
terdiri atas filter fisika dan filter kimia. Jenis filter fisika yang digunakan adalah saringan mikron

1
Staf pengajar Jurusan Teknik Pertanian, FTP-UNEJ
J-TEP, Vol. 1 No.1, April 2004 24

dan silika yang berfungsi untuk menyaring partikel kecil dalam air. Filter kimia yang umum
digunakan adalah karbon aktif berbentuk granular (Eckenfelder,1980).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas air tanah dari sumur yang biasa
digunakan untuk kebutuhan perumahan di Kabupaten Jember, merancang alat penjernih air
sederhana skala rumah tangga (RUWAP) serta mengetahui kemampuannya dalam meningkatkan
kualitas air sumur, kemudian melakukan pembandingan antara air yang belum diolah dan air
yang telah mendapat perlakuan pengolahan melalui unit penjernih air sederhana.

METODOLOGI PENELITIAN
Adapun pelaksanaan penelitian ini sebagai berikut:
(a) Pembuatan satu unit penjernih air sederhana yang terdiri dari 2 tabung yang dilengkapi
masing-masing 2 filter (filter atas dan bawah), ruang adsorben dan pompa pengaliran air
(RUWAP-system).
(b) Penentuan lokasi pengambilan sampel dengan metode stratifikasi. Lokasi pengambilan
sampel dilakukan di daerah yang cukup padat berdasarkan dua kondisi yaitu daerah
perumahan yang tanahnya merupakan bekas gumuk (bukit kecil) dan bekas sawah.
(c) Pengambilan sampel di salah satu sumur penduduk di lokasi perumahan. Pemilihan lokasi
rumah untuk mengambil air sumur dilakukan secara acak.
(d) Analisa kualitas air sampel sebelum dimasukkan ke unit penjernih air. Pengukuran pH
dengan pH meter. Pengukuran total padatan tersuspensi dan total padatan terlarut dengan
metode gravimetri. Pengukuran tingkat kesadahan dengan metode titrimetri. Kandungan
sulfat, kandungan klorida dan kadar besi dengan kolorimetri. Pengujian koliform tinja
dengan uji mikrobiologis.
(e) Pengambilan sampel air setelah penyaringan.
(f) Analisa kualitas air setelah mengalami penyaringan
(g) Membandingkan nilai kualitas air sebelum dan sesudah perlakuan.
(h) Membandingkan hasil analisa dengan baku mutu air bersih.

Analisa data dilakukan berdasarkan persentase penurunan nilai analisa masing-masing


parameter kualitas air. Besarnya persentase penurunan menunjukkan kemampuan unit penyaring
air dalam mengurangi pencemaran dalam air sumur. Kemudian dibandingkan hasil analisa
kualitas air tersebut dengan baku mutu untuk air bersih sesuai dengan PERMENKES RI No.
416/MenKes/Per/IX/1990.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Unit Penyaring Air Skala Rumah Tangga (RUWAP-System)
Unit penyaring air ini terdiri dari 2 buah tabung filter. Setiap tabung diisi dengan pasir silika
dan karbon aktif. Skema unit penyaring air dapat dilihat pada gambar 1. Tabung penyaring
dibuat dari pipa paralon yang dilengkapi dengan filter fisika berukuran 0.5-1.0 m di bagian atas
dan bagian bawah. Filter fisika ini dibuat dari kertas parafil dan digulungkan pada pipa yang
telah dilubangi sehingga polutan yang terdapat pada air diserap oleh filter. Tabung pertama
berdiameter 16 cm dan tinggi 73 cm lebih besar daripada tabung kedua yang merupakan
penyaringan tahap pertama menggunakan silika. Tabung kedua memiliki diameter 8 cm dengan
tinggi 60 cm merupakan tabung penyaringan akhir yang memanfaatkan karbon aktif sebagai
media penyerap polutan. Jumlah silika di dalam tabung penyaring sekitar 10 kg, sementara
karbon aktif 500 gr.
25 Peningkatan kualitas air bersih untuk rumah tangga dengan unit penyaring air-RUWAP

F ilte r A ta s

OUTPUT INPUT
AIR Karbon
Silika AIR
Aktif

F ilte r B a w a h

Gambar 1. Skema RUWAP.

Air yang masuk dialirkan memasuki tabung pertama yang berisi media penyaring silika
dengan bantuan pompa, kemudian keluar dan masuk tabung kedua yang berisi adsorben karbon
aktif. Kapasitas maksimum pompa 36 liter/detik sementara debit keluaran 0.6 liter/detik. Daya
pompa 125 watt dengan 2900 rpm dan total head 28 m. Silika bekerja menyaring polutan secara
fisika sementara karbon aktif secara kimia dengan menjerap polutan. Perbedaan antara filter
fisika dan filter kimia adalah ukuran partikel yang ditangkap. Silika sebagai filter fisika bekerja
dengan menangkap suspensi, sementara karbon aktif secara kimia bekerja dengan menangkap
bahan terlarut, seperti gas, bahan organik terlarut dan sejenisnya. Karbon aktif yang digunakan
pada tabung kedua merupakan adsorben yang lebih selektif dibandingkan silika. Karbon aktif
sebagai filter kimia dapat melakukan fungsinya dengan serapan (absorpsi) dan jerapan (adsorpsi).
Menurut Eckenfelder (1980), absorpsi merupakan suatu proses dimana suatu partikel
terperangkap ke dalam struktur suatu media dan seolah-olah menjadi bagian dari keseluruhan
media tersebut. Karbon aktif memiliki ruang pori sangat banyak dengan ukuran tertentu. Pori-
pori ini dapat menangkap partikel-partikel sangat halus (molekul) dan menjebaknya.
Penggunaan unit penyaring air skala rumah tangga (RUWAP-system) merupakan langkah
harapan untuk memperoleh kondisi air yang lebih baik. Air hasil saringan tidak dapat langsung
diminum namun harus dimasak terlebih dahulu. Walaupun media penyaring yang digunakan
memiliki pori-pori lebih kecil (0.0001m) dari ukuran mikroorganisme terutama bakteri (0.01-
0.1m), tetapi tidak menjamin mikroorganisme dapat terserap seluruhnya. Oleh karena itu air
sumur yang telah melalui penyaring ini harus dimasak terlebih dahulu karena unit ini tidak
dilengkapi dengan tabung ultraviolet untuk membunuh kuman.

Hasil Analisa Kualitas Air Sumur


Pengambilan sampel dilakukan di dua kompleks perumahan yaitu di Perumahan Gunung Batu
dan Perumahan Mastrip, Kelurahan Sumbersari, Kecamatan Sumbersari, Kabupaten Jember.
Pemilihan lokasi perumahan untuk pengambilan sampel berdasarkan waktu, lokasi serta
pemanfaatan lahan sebelum perumahan itu dibangun. Perumahan tersebut haruslah perumahan
yang berada di lokasi yang cukup padat penduduknya serta telah lama dibangun (lebih dari 20
tahun), untuk mengetahui sejauh mana pengaruh aktifitas penduduk terhadap kualitas air sumur
mereka. Pemanfaatan lahan didasarkan pada kondisi Kabupaten Jember yang sebagian besar
tanahnya adalah gumuk dan lahan sawah. Perumahan Gunung Batu dipilih karena merupakan
J-TEP, Vol. 1 No.1, April 2004 26

perumahan yang dibangun di atas tanah bekas gumuk. Perumahan Mastrip merupakan
perumahan yang dibangun di atas tanah bekas persawahan.
Pengambilan sampel dilakukan di salah satu rumah penduduk yang berada di lokasi dimana
mereka memanfaatkan air sumur untuk kebutuhan sehari-hari. Sampel air yang diambil untuk
analisa kualitas merupakan air sumur dengan kedalaman 3-10 m. Pada umumnya air dari dalam
tanah dengan kedalaman lebih dari 3 meter cukup bersih. Air sumur yang dipompa tersebut
ditampung dalam galon untuk dilewatkan melalui unit penjernih air. Sementara untuk analisa
sebelum penyaringan, langsung ditempatkan dalam botol film. Langkah ini dilakukan untuk
mengurangi kemungkinan penambahan bahan pencemar dari galon yang dilakukan sehingga
dapat diketahui langsung kualitas air sumur penduduk.
Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 3 kali ulangan analisa
kualitas baik sebelum dan setelah melalui unit penyaring air. Setelah dianalisa dengan tiga kali
ulangan, dirata-ratakan untuk memperoleh gambaran keseluruhan hasil analisa.
Hasil analisa kualitas air sumur sebelum dan setelah melewati unit penyaringan air dapat
dilihat pada Tabel 1.
a)
Tabel 1. Hasil Analisa Kualitas Air Sumur Perumahan

No Parameter Satua Kompleks Gunung Batu Kompleks Mastrip


n
Sebelum Setelah % Sebelum Setelah %
disaring disaring disaring disaring
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 pH - 7.3467 7.2933 0.72 7.4033 7.3033 1.35
2 TDS Mg/L 0.0023 0.0016 30.43 0.0019 0.0014 26.32
3 TSS Mg/L 0.3703 0.2611 29.49 0.2881 0.2541 11.80
4 Fe Mg/L 0.0833 0.0400 51.80 0.0533 0.0400 24.95
5 Klorida Mg/L 0.1533 0.0133 91.32 0.0260 0.010 61.54
6 Sulfat Mg/L 9.6800 8.8933 8.13 9.2867 8.8267 4.95
7 Kesadahan Mg/L 79.3300 78.0000 1.68 70 40.6667 41.90
8 Koliform tinja MPN 1340 150 88.81 116.5 24 79.40
a)
Data kualitas air sumur (2003)

pH
pH menunjukkan intensitas keasaman atau kebasaan dari suatu larutan serta konsentrasi ion
hidrogen yang terdapat dalam larutan tersebut. Keasaman atau kebasaan suatu larutan dapat
terjadi karena disosiasi molekul menjadi hidrogen bebas dan ion hidroksil. Pengukuran pH pada
sampel air sumur menggunakan pH meter. Berdasarkan hasil analisa ternyata pH sampel
sebelum dan sesudah disaring tidak jauh berbeda mendekati netral di atas 7. Berarti air masih
memenuhi persyaratan kualitas air bersih (6.5 – 9.0) maupun air minum (6.5 – 8.5).

TSS dan TDS


Pada analisa air sumur perumahan, tingkat padatan tersuspensi (TSS) lebih besar
dibandingkan padatan terlarut (TDS). Nilai TDS kecil sekali sekitar 0.0023 mg/L dan 0.0019
mg/L. Sementara TSS 0.3703 mg/L dan 0.2881 mg/L. Nilai TDS ini masih lebih kecil daripada
syarat untuk kualitas air bersih (1500 mg/L) dan air minum (1000 mg/L). Apabila nilai TSS
tinggi umumnya akan mempengaruhi estetika yaitu menimbulkan kekeruhan pada air sumur.
Kekeruhan ini umumnya dipengaruhi oleh bahan yang terapung, terurainya zat tertentu dan
benda lain yang melayang serta berukuran sangat kecil. Sementara pada air sumur di kedua
kompleks perumahan di atas, nilai TSS kecil. Hal ini berarti air cukup jernih. Apabila ada
kotoran atau padatan yang merupakan jenis padatan terendapkan maka mudah untuk dihilangkan
melalui pengendapan secara fisika.
Nilai TDS dan TSS setelah air mengalami penyaringan adalah sebesar 0.0016 mg/L dan
0.2611 mg/L untuk Gunung Batu, 0.0014 mg/L dan 0.2541 mg/L untuk Mastrip. Nilai
penurunan tidak jauh berbeda dengan sebelum penyaringan karena kandungan padatan air sampel
27 Peningkatan kualitas air bersih untuk rumah tangga dengan unit penyaring air-RUWAP

pada dasarnya tidak tinggi, sehingga saat disaring tidak akan menghasilkan perbedaan yang
nyata.
Nilai total padatan antara kedua kompleks perumahan juga tidak menunjukkan perbedaan
yang besar. Hal ini berarti tidak ada perbedaan untuk tanah bekas gumuk dan bekas sawah
berdasarkan kandungan padatannya. Serta tidak banyak faktor luar seperti limpasan permukaan
yang memasuki sumur.

Fe
Kadar besi (Fe) pada air sumur hasil analisa di kompleks Gunung Batu berkisar pada nilai
0.0833 mg/L dan di kompleks Mastrip 0.0533 mg/L. Kadar besi di Perumahan Gunung Batu
lebih tinggi daripada Mastrip tetapi nilainya masih di bawah baku mutu air minum (0.3 mg/L)
dan baku mutu air bersih (1.0 mg/L). Nilai kadar besi di kedua kompleks tersebut setelah
mengalami penyaringan sebesar 0.04 mg/L, yang juga jauh di bawah baku mutu air. Persentase
penurunan untuk kandungan besi di daerah Gunung Batu lebih besar mencapai 50% karena
nilainya juga lebih tinggi dari Mastrip (25 %). Kadar Fe yang tinggi pada air sumur akan
mempengaruhi kesehatan dan estetika sepert rasa, bau dan warna air minum yang kecoklatan. Fe
dapat menyebabkan rasa air minum menjadi kurang enak, selain itu dapat merusak warna pakaian
apabila digunakan untuk mencuci. Kadar Fe yang tinggi juga dapat meningkatkan TDS serta
kesadahan air.

Klorida
Klorida merupakan zat terlarut dan tidak menyerap. Garam-garam klorida dapat
menyebabkan kesadahan tetap yang sukar dihilangkan dan akhirnya menyebabkan korosi.
Menurut Mahida (1983), kotoran manusia, urin mengandung sejumlah klorida karena kandungan
garam yang berasal dari makanan dan minuman yang dibuang sebagai limbah tubuh. Tubuh
manusia dapat membuang 8 hingga 15 gram sodium klorida per harinya. Uji klorida pada
dasarnya memiliki batasan untuk digunakan sebagai indikasi konsentrasi limbah rumah tangga,
tetapi dapat digunakan saat ini untuk mendukung uji bakteri koliform dan uji nitrogen. Nilai
maksimum kandungan klorida pada kualitas air minum adalah 250 mg/L dan pada kualitas air
bersih adalah 600 mg/L. Berdasarkan hasil analisa kualitas air sumur di kedua kompleks
perumahan tersebut menghasilkan nilai berturut-turut 0.1533 mg/L untuk Gunung Batu dan 0.010
mg/L untuk Perumahan Mastrip. Hasil analisa tersebut jauh masih memenuhi syarat untuk
digunakan sebagai sumber air minum maupun air bersih. Hal ini berarti air sumur bebas dari
kemungkinan tercemar kotoran manusia dan urin. Walaupun demikian harus dilihat juga uji
bakteri koliform sebagai pendukung uji kandungan klorida, untuk mengetahui bebas tidaknya
dari pencemaran kotoran manusia. Persentase penurunan kandungan klorida menggunakan unit
penyaring air untuk kedua daerah tersebut cukup besar, 91.32 % untuk air dari Gunung Batu dan
61.54% untuk air dari Mastrip. Hal ini berarti unit penyaring air cukup efektif dalam menyerap
kadar klorida pada air sumur.

Sulfat
Hasil analisa kandungan sulfat di Gunung Batu dan Mastrip berturut-turut adalah 9.68 mg/L
dan 9.2867 mg/L. Nilai ini masih jauh di bawah batas maksimum kualitas air bersih dan air
minum (400 mg/L). Hasil analisa setelah air disaring mengandung kadar sulfat yang tidak jauh
berbeda, yaitu 8.8933 mg/L untuk Gunung Batu dan 8.8267 mg/L untuk Mastrip. Hal ini berarti
persentase penyerapan kandungan sulfat dari unit penyaring air kecil karena kadar sulfat yang
rendah sehingga tidak menimbulkan perubahan yang signifikan.

Kesadahan
Berdasarkan tingkat kesadahannya, air dapat dibedakan atas beberapa macam yaitu air lunak,
air agak sadah, air sadah dan air sangat sadah (Tabel 2.)
J-TEP, Vol. 1 No.1, April 2004 28

a)
Tabel 2. Derajat kesadahan air berdasarkan kandungan kalsium karbonat

Derajat Kesadahan CaCO3 (mg/L) Ion Ca-2(mg/L)


Lunak < 50 < 2.9
Agak sadah 50 - 100 2.9 – 5.9
Sadah 100 - 200 5.9 – 11.9
Sangat sadah > 200 > 11.9
a) Fardiaz (1992)

Berdasarkan hasil analisa, air sumur Kompleks Gunung Batu memiliki tingkat kesadahan
79.33 mg/L dan Mastrip sebesar 70 mg/L. Nilai kesadahan ini merupakan nilai kesadahan
sementara berdasarkan kandungan kalsium karbonat pada air sumur. Derajat kesadahan pada
kedua perumahan tersebut memiliki derajat agak sadah yaitu di antara 50 – 100 mg/L. Hal ini
berarti air sumur dapat mempengaruhi penggunaan sabun cuci yaitu agak sulit berbusa. Tetapi
kesadahan ini dapat dihilangkan dengan pemanasan. Reaksi pemanasan ini akan menimbulkan
endapan kalsium karbonat yang mudah dihilangkan. Tingkat penurunan kesadahan pada air
sumur oleh unit penyaring air agak bervariasi, yaitu 1.68% pada sampel air dari Gunung Batu
dan 41.90% dari sampel air di Mastrip. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh perbedaan penyebab
kesadahan antara kedua daerah tersebut, yang dapat diketahui dengan melakukan analisa per
unsur kimia padatan terlarut.

Koliform Tinja
Escherichia coli adalah salah satu bakteri yang tergolong koliform dan hidup secara normal di
dalam kotoran manusia maupun hewan, oleh karena itu disebut juga koliform fekal. Bakteri
koliform lainnya berasal dari hewan dan tanaman mati dan disebut koliform nonfekal. Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan koliform tinja pada air minum tidak boleh ada dalam 100 ml contoh
air, sementara pada air minum maksimum 50 dalam 100 ml contoh air. Berdasarkan hasil analisa,
air sumur di Gunung Batu mengandung koliform tinja yang cukup tinggi 1340 per 100 ml
sementara di Mastrip lebih rendah 116.5 per 100 ml. Setelah mengalami penyaringan nilai
koliform tinja di Gunung Batu mencapai 150 per 100 ml yang berarti belum memenuhi syarat
baku mutu air bersih. Sementara pada perumahan Mastrip setelah disaring mencapai nilai 24 per
100 ml yang berarti telah memenuhi syarat baku mutu air bersih. Air hasil saringan yang telah
memenuhi syarat baku mutu air bersih dapat dimasak terlebih dahulu untuk membunuh
mikroorganisme di dalamnya.

Tingkat Penurunan Kadar Pencemar


Persentase penurunan kadar pencemar dapat ditunjukkan dengan mengetahui nilai kadar
pencemar sebelum memasuki unit penyaring dan setelah melewati unit penyaring air. Dengan
mengetahui tingkat penurunan kadar pencemar dapat diperkirakan efisiensi alat dalam menyerap
pencemar yang mengganggu dari segi kesehatan dan estetika. Persentase penurunan dapat dilihat
pada Tabel 3.
Berdasarkan data persentase penurunan kadar pencemar, terjadi variasi nilai penurunan untuk
masing-masing parameter. Pada dasarnya antara kedua kompleks perumahan tidak terdapat
perbedaan yang nyata dari nilai persentase penurunan pencemar kecuali pada derajat kesadahan.
Perbedaan ini dapat terjadi karena adanya perbedaan penyerapan garam-garam terlarut yang
menimbulkan kesadahan oleh silika maupun karbon aktif pada unit penyaring air. Kesadahan
yang diukur pada analisa ini adalah kesadahan karbonat. Perbedaan persentase penurunan yang
nyata ini mungkin dikarenakan kesadahan non karbonat lebih tinggi konsentrasinya di daerah
Gunung Batu dibanding Mastrip. Selain itu penyerapan garam-garam ini oleh unit penyaring air
terutama sulfat, rendah.
29 Peningkatan kualitas air bersih untuk rumah tangga dengan unit penyaring air-RUWAP

a)
Tabel 3. Persentase Penurunan Kadar Pencemar

No Parameter Satuan % Penurunan % Penurunan Rata-rata


K.Gunung Batu K.Mastrip efisiensi alat
(%)
1 2 3 4 5 6
1 PH - 0.72 1.35 1.035
2 TDS Mg/L 30.43 26.32 28.375
3 TSS Mg/L 29.49 11.80 20.645
4 Fe Mg/L 51.80 24.95 38.375
5 Klorida Mg/L 91.32 61.54 76.430
6 Sulfat Mg/L 8.13 4.95 6.540
7 Kesadahan Mg/L 1.68 41.90 21.790
8 Koliform tinja MPN 88.81 79.40 84.105
a) Data kualitas air sumur (2003)
Bila dilihat rata-rata penurunan kadar pencemar, maka unit penyaring air ini cukup efektif
untuk menghilangkan kadar klorida (76.430 %), koliform tinja (84.105 %) dan kadar besi
(38.375 %). Pada dasarnya efisiensi penurunan kadar pencemar tergantung pada kemampuan
filter fisika, pasir silika dan karbon aktif dalam menyerap pencemar. Filter fisika dapat menahan
padatan terendap dan padatan tersuspensi tertentu kecuali koloid. Garam-garam ataupun padatan
terlarut umumnya lebih efektif diserap ataupun diadsorpsi oleh karbon aktif sementara silika
lebih efektif menyerap padatan tersuspensi maupun mikroorganisme tertentu.
Menurut Jellison, et all., (2000), kemampuan silika dalam menurunkan padatan dan menyerap
mikroorganisme tergantung pada laju alir air, ukuran partikel serta ketebalan lapisan media.
Apabila laju alir tinggi maka mengurangi masa penyerapan (waktu tinggal) partikel oleh media.
Tetapi dengan laju alir yang rendah akan menimbulkan masalah tidak efektifnya pengolahan air.
Media silika yang tebal akan memberikan waktu tinggal yang cukup dan memberikan
kesempatan bagi silika untuk menyerap partikel pencemar. Tetapi media yang terlalu tebal dan
tipis akan menyebabkan tidak efektifnya penyerapan.
Kemampuan adsorpsi dari karbon aktif akan dipengaruhi oleh konsentrasi adsorbat, ukuran
partikel, luasnya permukaan adsorben serta pH larutan. Kemampuan adsorpsi akan meningkat
dengan adanya peningkatan konsentrasi adsorbat, semakin luas permukaan adsorben, dan
semakin besarnya ukuran molekul adsorbat. Karbon aktif memiliki masa jenuh. Seiring waktu
pori-pori karbon aktif akan jenuh dengan partikel-partikel sangat halus sehingga tidak akan
berfungsi lagi. Sampai tahap tertentu dapat direaktivasi kembali, meskipun disarankan untuk
sekali pakai.
Penggunaan unit penyaring air di daerah ini dapat membantu meningkatkan kualitas air sumur
untuk pemakaian sehari-hari terutama menurunkan jumlah koliform tinja dan kesadahan air.
Tetapi unit penyaring air ini masih harus diperbaiki untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
alat. Beberapa faktor yang dapat dianalisa untuk meningkatkan kualitas alat penyaring air ini
adalah; laju alir air, ketebalan dan jumlah adsorben, waktu tinggal di dalam tabung penyaring,
serta ukuran dan jenis adsorben yang digunakan.

KESIMPULAN
1. RUWAP terdiri atas dua tabung penyaring yang memiliki dua buah filter mekanis berukuran
0.5 – 1.0 m dan ruang adsorben. Tabung pertama berisi pasir silika dan tabung kedua berisi
karbon aktif sebagai adsorben yang sering digunakan dalam penanganan air. Tabung
J-TEP, Vol. 1 No.1, April 2004 30

pertama memiliki diameter 16 cm dengan tinggi 73 cm. Tabung penjernih kedua memiliki
diameter 8 cm dengan tinggi 60 cm.
2. Kualitas air tanah yang digunakan sebagai sumber air sumur perumahan di Kabupaten
Jember terutama di Perum Gunung Batu dan Mastrip secara umum masih memenuhi syarat
sebagai sumber air bersih.
3. Parameter yang perlu mendapat perhatian adalah koliform tinja dan derajat kesadahan air.
4. Penggunaan RUWAP mampu menurunkan jumlah koliform tinja hingga 84 %, dan
kesadahan 21.79%. Selain itu kandungan klorida dan kadar besi dapat diturunkan hingga
76.430% dan 38.375 %.
5. Secara umum, RUWAP dapat digunakan untuk membantu masyarakat dalam usaha
memperoleh kualitas air yang lebih baik dalam aktivitas di rumah tangga sehari-hari.
Perlu dilakukan perbaikan terhadap efektifitas alat terutama untuk mengetahui pengaruh
laju alir air, ketebalan dan jumlah adsorben, waktu tinggal larutan, ukuran dan jenis
adsorben yang digunakan terhadap kualitas air keluaran.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terima kasih pada Lembaga Penelitian (Lemlit) Universitas Jember
yang telah memberikan dana untuk penelitian ini melalui dana DIKS.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1990. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 416/MENKES/PER/IX/1990,
Tanggal 3 September 1990, tentang Daftar Persyaratan Kualitas Air Minum dan Daftar
Persyaratan Kualitas Air Bersih.
Jellison, K.L., R.I.Dick, and M.L. Weber-Shirk. 2000. Enhanced Ripening of Slow Sand Filters. Journal of
Environmental Engineering, 126 (12): 1153-1157.
Eckenfelder, W.W.1980. Principles of Water Quality Management. CBI Publishing Company, Inc.:
Boston, Massachusetts.
Mahida, U.N. 1983. Water Pollution and Disposal of Waste Water on Land. Tata McGraw-Hill Publishing
Com.Ltd.: New Delhi.
Purwa, K. 1989. Pengujian Kualitas Air Minum Pada Perum BTN di Kecamatan Sumbersari Wilayah
Kotatif Jember. Laporan Penelitian Universitas Jember : Jember.

You might also like