Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 5

ANALISIS PERSEPSI MUSTAHIK

PENERIMA PROGRAM ZAKAT UNTUK USAHA PRODUKTIF I.


PENDAHULUAN
(STUDI KASUS PROGRAM IKHTIAR DI INDONESIA)
Zakat adalah
ibadah maaliyaah
ijtima’iyyah yang
Abstract  
memiliki posisi
Perception Analysis of Mustahiq’s Micro Entrepreneurs sangat penting,
(A Case Study of Ikhtiar Program in Indonesia) strategis, dan
menentukan baik
Rahmat Pramulya*1 dilihat dari sisi
ajaran Islam
maupun dari sisi
Zakah, infaq and sadaqah occupy a central position in the Islamic economy that have
pembangunan
significant implications for human welfare. Use of these institutions of Islamic charity for
poverty alleviation however, involves some major challenges arising out of differences in kesejahteraan umat.
Shariah rules governing their management. This is the focus of the present paper that is based Pengumpulan zakat,
on a case study of Ikhtiar Program in Bogor region of Indonesia. The Program uses an infak, dan sedekah
“additive” approach by involving multiple institutions - Organization Pengelola Zakat and masyarakat
Baytul Maal Bogor to mobilize and distribute amanah funds (zakah) and non-amanah funds Indonesia oleh
(infaq, sadaqah and other forms of donations and grants) respectively for the economic lembaga pengelola
empowerment of communities through the provision of Shariah-compliant microfinance zakat sudah
services.  Program Ikhtiar also involves other organizations, such as, Peramu Foundation as berlangsung lama
the empowerment organization and Baytul Ikhtiar as the cooperative organization. The sebelum disahkan
strategic role of each institution is uniquely different, but is influenced by the expectation and
UU No 38 tahun
perception of the beneficiaries of the Program. Results based on Importance Performance
(IPA) Matrix Analysis shows that provision of financial services along with skill-development 1999 tentang
of poor women is expected to enhance the probability of success and achieving desired Pengelolaan Zakat.
outcomes. The study also highlights specific strategic responses on the part of the Muzakki, Sejak
Amil Zakat and Mustahiq for the program to be successful. berlakunya UU No
38 tahun 1999,
Keywords : Zakah, Multiple Institution, IPA Matrix Analysis pada tingkat
nasional terdapat
*1 Lecturer at Islamic Colleage of Teuku Dirundeng, Meulaboh – Province of Aceh
BAZNAS (Badan
Email : rahmat.pramulya@gmail.com
Amil Zakat
Nasional) dan di
seluruh propinsi
terdapat Badan
Amil Zakat tingkat
Propinsi dan hampir
sebagian besar kota
dan kabupaten telah
memiliki Badan
Amil Zakat Daerah.
Selain itu terdapat
18 Lembaga Amil
Zakat Nasional
yang beroperasi di
seluruh Indonesia
dan Lembaga Amil
Zakat Daerah yang
dikukuhkan oleh
Walikota atau
Bupati setempat.
Pada tahun 2009
potensi zakat nasional diperkirakan mencapai 12,3 - 12,7 trilyun rupiah. Dari jumlah
tersebut, potensi penghimpunan dana zakat oleh BAZ dan LAZ adalah 911 milyar dan 884
milyar (Wibisono, 2009).
Pendayagunaan zakat menghadapi tantangan ke depan mengingat angka kemiskinan
meningkat Survei statistik BPS (Badan Pusat Statistik) pada bulan Maret 2006 menyebutkan
bahwa terdapat 39,30 juta jiwa atau sekitar 17,75 % dari total penduduk Indonesia dalam
kategori miskin. Penanggulangan kemiskinan telah banyak dilakukan oleh pemerintah dan
masyarakat namun cenderung menggunakan pendekatan karitatif seperti P2KP, BLT Raskin,
Program bantuan seperti ini memiliki kelemahan yaitu membuat mereka tergantung dan
menumpulkan semangat swadaya. Pendekatan penanggulangan kemiskinan perlu diubah
dengan pendekatan pemberdayaan melalui proses pendampingan. Pendekatan ini dilakukan
oleh Komunitas Peramu. Pendekatan yang telah dilakukan Yayasan Peramu selama kurun
waktu (1980 – 2009) menggunakan sistem BMT yang melibatkan tiga model lembaga yaitu
organisasi pengelola zakat, BM Bogor; organisasi qiradh atau komersial, KBMT dan BPRS;
dan organisasi penjamin resiko pembiayaan, Baytut Ta’min.
Baytul Maal Bogor sendiri merupakan bagian dari Komunitas Peramu yang
merupakan komunitas lembaga keuangan mikro syariah yang terdiri dari Koperasi BMT,
BPRS, Koperasi dan Agency Takaful Mikro Indonesia. Peran strategis Baytul Maal Bogor
adalah memobilisasi dan mendistribusikan dana-dana amanah zakat dan non zakat
(infak/sedekah, wakaf, hibah dan lainnya) untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat. Hal ini
dilatar belakangi atas keterbatasan pendekatan kelembagaan BMT dalam menghimpun dana
amanah sedangkan sebagian besar mustahik tidak dapat mengakses lembaga keuangan mikro
syariah lainnya (BMT dan BPRS).
Makalah ini bertujuan menjawab pertanyaan penelitian yang berkaitan dengan
bagaimana persepsi mustahik dalam posisi mereka sebagai penerima manfaat layanan
Program Ikhtiar. Selanjutnya pembahasan dilakukan untuk menganalisa atribut yang dinilai
oleh penerima manfaat sebagai atribut yang berpengaruh terhadap kualitas pelayanan
Program Ikhtiar.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Al Qur’an dan Hadits telah menjelaskan secara terperinci tentang pihak-pihak (asnaf)
yang berhak menerima zakat. Allah SWT berfirman dalam Surat At Taubah ayat ke-60 :
”Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan)
budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang
dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Hafidhuddin (2007) menyatakan bahwa zakat yang diberikan kepada asnaf fakir dan
miskin dapat bersifat konsumtif, yaitu untuk memenuhi keperluan konsumsi sehari-hari
mereka dan bersifat produktif yaitu untuk menambah modal usaha.

Menurut Karim dan Syarief (2008), keberadaan pengelolaan zakat tidak terlepas dari
kedua fenomena yang terdiri dari faktor penarik (pull factor) berupa semangat menyadarkan
umat, semangat melayani secara profesional, semangat berinovasi membantu mustahik dan
semangat memberdayakan masyarakat, dan faktor pendorong (push factor) berupa potensi
penghimpunan dana zakat yang besar, regulasi yang mulai mendukung, infrastruktur IT yang
mendukung dan tingkat kesadaran masyarakat yang meningkat. Pengelolaan Zakat terkait
dengan kebijakan pemerintah berarti kegiatan pengumpulan dan penyaluran untuk mencapai
sangat kompleks dan harus didekatkan secara sistematik (Muhammad, 2008).
Baytul Maal Bogor (BM Bogor) adalah Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang didirikan
pada 1 Muharram 1420 H atau 17 april 1999 dengan status sebagai lembaga otonom di
bawah Yayasan Peramu. Pada 18 Agustus 2003 Baytul Maal Bogor berubah menjadi
Yayasan Baytul Maal Bogor menjadi lembaga independen terpisah dari Yayasan Peramu.
Visi BM Bogor adalah “terwujudnya masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan
dalam ekonomi, sosial, budaya dan politik, mengedepankan rasa persaudaraan dan kasih
saying serta menguatkan dan membela kaum yang terpinggirkan”. Misi BM Bogor adalah
bekerjasama dengan berbagai institusi dan kelompok masyarakat yang peduli untuk
mengatasi masalah kemiskinan dan pemiskinan melalui optimalisasi pendayagunaan zakat
dan non zakat serta penyadaran aghniya – aqwiya dan pencerahan dhu’afa – mustadh’afiin.
Tujuan didirikan BM Bogor adalah untuk memberdayakan ekonomi rakyat dengan
mengoptimalkan pemanfaatan dana-dana amanah baik zakat maupun non zakat (infaq,
shadaqah, wakaf dan hibah) dengan membentuk kerjasama sinergi dengan berbagai lembaga
sejenis atau yang memiliki sikap dan kepedulian yang sama terhadap realita pengentasan
kemiskinan.
Program Ikhtiar merupakan program pemberdayaan berbasis komunitas (community
based empowerment) melalui pelayanan keuangan mikro (microfinance services) dengan
mekanisme kelompok (parcipatory group) yang ditujukan secara khusus bagi kaum
perempuan dari keluarga berpenghasilan rendah (women of the poor or low income families).
Program Ikhtiar adalah sebuah kerjasama program pendayagunaan ZIS antara BM Bogor dan
jaringannya untuk menjangkau keluarga miskin di perkotaan dan pedesaan (urban and rural
poor). Program ini dimulai pada akhir tahun 1999 di wilayah pedesaan Kecamatan
Tamansari Kabupaten Bogor serta kawasan miskin perkotaan di kota Bogor pada tahun
2002. Program Ikhtiar di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor berkaitan pemberdayaan
berbasis komunitas (community based empowerment) melalui pelayanan keuangan mikro
(microfinance services) dengan mekanisme kelompok (parcipatory group) yang ditujukan
secara khusus bagi kaum perempuan dari keluarga berpenghasilan rendah (women of the
poor or low income families) (Assadullah, 2007).
Pelayanan adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak pada
pihak lain dan pada dasarnya tidak berwujud, serta tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu
(Kotler, 1999). Menurut Parasuraman et al. (1985) ada tiga hal penting yang harus
diperhatikan dalam kualitas layanan, yaitu sebagai berikut:
1. Kualitas layanan sulit dievaluasi oleh pelanggan daripada kualitas barang.
2. Persepsi kualitas layanan dihasilkan dari perbandingan antara kepuasan pelanggan dan
layanan yang diberikan secara nyata.
3. Evaluasi kualitas tidak semata-mata diperoleh dari hasil akhir sebuah layanan, tetapi juga
mengikutsertakan evaluasi dari proses layanan tersebut.
Metode Importance Performance Analysis (IPA) pertama kali diperkenalkan oleh
Martilla dan James (1977) dengan tujuan untuk mengukur hubungan antara persepsi
konsumen dan prioritas peningkatan kualitas produk/jasa yang dikenal pula sebagai
quadrant analysis (Brandt, 2000 dan Latu & Everett, 2000).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Penilaian terhadap Program Ikhtiar yang berkaitan dengan pelayanan keuangan mikro
syariah dapat diamati dari kegiatan yang diperuntukkan kepada penerima manfaat dan
bagaimana harapan mereka terhadap kegiatan tersebut. Sehingga pelaksana program dapat
mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukan dan menyusun prioritas perbaikan kegiatan
pelayanan.

3.1.1 Tingkat Kinerja Atribut Pelayanan


Hasil kuesioner di Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat atribut yang memiliki kinerja
yang paling tinggi yaitu petugas yang ramah (4,57 dalam skala 5) dimana atribut ini
berkaitan dengan petugas lapang yang memberikan pelayanan dengan ramah, sopan dan
akrab.

3.1.2 Tingkat Kepentingan Atribut Pelayanan


Hasil kuesioner di Tabel 1 menunjukkan penerima manfaat memiliki kepentingan
yang paling tinggi terhadap atribut petugas yang ramah (4,74 dalam skala 5) dan ini
berkaitan dengan harapan mereka terhadap pentingnya petugas lapang yang dapat
berkomunikasi sehingga memberikan kemudahan dalam proses pelayanan.

Tabel 1. Tingkat Kinerja dan Tingkat Kepentingan Atribut Pelayanan


Tingkat Tingkat
No Atribut Pelayanan
Kinerja Kepentingan
1 Modal Kerja 4,38 4,40
2 Pertemuan 4,46 4,43
3 Pelatihan 4,13 4,22
4 Pendampingan 3,18 3,89
5 Identitas 4,09 4,51
6 Prosedur 4,31 4,36
7 Petugas Ramah 4,57 4,74
8 Materi Pelatihan 4,26 4,41
9 Terpecaya 4,46 4,59
10 Evaluasi 4,16 4,28
11 Penguatan 4,01 4,21
12 Pendidikan 4,16 4,21
13 Permasalahan 4,40 4,48
14 Penguasaan 3,81 4,14
15 Konsisten 4,13 4,20
16 Kegiatan Sosial 4,38 4,55
17 Rekomendasi 4,28 4,19
18 Kesungguhan 4,53 4,56
4,21 4,35

3.1.3 Analisa terhadap Penilaian Atribut Pelayanan


Penilaian yang dilakukan oleh penerima manfaat program berkaitan dengan tingkat
harapan dan penilaian kinerja atas pelayanan keuangan mikro syariah Program Ikhtiar yang
meliputi variabel-variabel Service Quality yang terdiri dari lima dimensi yaitu tangible (bukti
fisik), reliability (keandalan), responsiveness (ketanggapan), assurance (jaminan) dan
emphaty (empati). Analisa yang dilakukan terhadap penilaian tersebut dilakukan dengan
menggunakan Importance Performance Analysis (IPA) yang dapat diinterpertasikan
melalui analisa diagram kartesius.
Kuadran I Kuadran I I
(Prioritas Utama) (Pertahankan Prestasi)

Kuadran III Kuadran IV


(Prioritas Rendah) (Berlebihan)
Gambar 1. Diagram Kartesius

IV. KESIMPULAN
Penilaian terhadap Program Ikhtiar yang berkaitan dengan pelayanan keuangan mikro
syariah dapat diamati dari kegiatan yang diperuntukkan kepada penerima manfaat dan
bagaimana harapan mereka terhadap kegiatan tersebut. Analisa menunjukkan terdapat atribut
yang memiliki kinerja yang paling tinggi yaitu petugas yang ramah. Pada tingkat
kepentingan penerima manfaat, analisa menunjukkan kepentingan yang paling tinggi yaitu
atribut petugas yang ramah dan ini berkaitan dengan harapan mereka terhadap pentingnya
petugas lapang yang memberikan pelayanan yang komunikatif.
Secara umum berdasarkan analisa Importance Performance Matrix, memperlihatkan
bahwa Program Ikhtiar di dalam proses keuangan mikro dan proses pembelajaran
pengorganisasian perempuan miskin memiliki prestasi.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Assadullah, M., Asy’ari, H., Hasan, M., Laela, A., dan Soleh. 2007. Inovasi
Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Pendekatan Agama di dalam Warta Gubernur,
Jurnal Otonomi dan Pembangunan Daerah Vol. 2 Tahun 1, Februari 2007. Asosiasi
Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia. Jakarta.
[2] Hafidhuddin, D. 2007. Agar Harta Berkah dan Bertambah. Gema Insani Press, Jakarta.
[3] Karim, Adiwarman A dan A. Azhar Syarief. 2008. Fenomena Unik di Balik
Menjamurnya Lembaga Amil Zakat (LAZ) di Indonesia. Jurnal Zakat dan Empowering
Volume 1 – Sya’ban 1429/Agustus 2008. Circle of Information and Development, Jakarta.
[4] Muhammad, Sahri. 2008. Pentingnya Penataan Zakat Demi Perbaikan di Masa
Mendatang. Jurnal Zakat dan Empowering Volume 1 – Sya’ban 1429/Agustus 2008. Circle
of Information and Development, Jakarta.
[5] Parasuraman, A., Zeithaml, V.A., and Berry, L.L. 1985. A conceptual model of service
quality and its implications for future research. Journal of marketing Vol.49, 41-50.
[6] Wibisono, Yusuf. 2009. Indonesia Zakat dan Development Report 2009. Pusat Ekonomi
dan Bisnis Syariah Fakultas Ekonomi UI dan Circle of Information and Development.
Jakarta

You might also like