Professional Documents
Culture Documents
Lap or An
Lap or An
SCENARIO B
BLOK 15
GROUP B8
1. Ervine 54081001001
2. Ressei Amanda P 54081001038
3. May Dianti 54081001060
4. Rahmat Al Kausar 54081001062
5. Tania Amrina 54081001065
6. Excellena 54081001066
7. Sugianto Mukmin 54081001067
8. Rima Zanaria 54081001070
9. Indah Lestarini 54081001085
10. Likoh 54081001099
11. Helda S. S 54081001105
12. Nur Liyana BT. Alias 54081001107
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2010 / 2011
SCENARIO
Ms. Ella, 30 years, working in a Nation Private Bank, came to the clinic with complaints of
headache. This pain was unilateral, throbbing, often repeated. Andsuffered the first time at
age 17 years. This pain accompanied by anorexia, nausea, and vomitting, occur mainly at the
end of the month when the work piled up and have to work overtime. Sometimes
accompanied by hemiparesis. Her mother also suffer the same disease, but disappear when
entering the age of elderly.
I. Term Clarification
1. Headache : pain felt deep within the skull
2. Hemiparesis : paresis in one side of the body
3. Anorexia : loss of appetite
4. Throbbing : a beating of pulsation
5. Unilateral : relating to or affecting one side of the body / one side of an organ /
the part
6. Nausea : sensasi tidak menyenangkan yang secara samar mengacu pada
epigastrium dan abdomen
7. Vomitting : the reflex action of ejecting the content of the stomach through the
mouth
III.Problem Analysis
1. Headache
a. Definisi
b. Etiologi
c. Jenis – jenis
d. Patogenesis
2. Apa hubungan usia, jenis kelamin dan pekerjaan dengan penyakit?
3. Mengapa nyerinya unilateral, berdenyut - denyut, dan sering berulang?
4. Bagaimana hubungan nyerinya unilateral, berdenyut - denyut, dan sering berulang
dengan sakit kepala?
5. Mengapa onset pertama kali saat usia 17 tahun?
6. Mengapa nyerinya disertai anorexia, mual, dan muntah?
7. Mengapa nyeri terjadi terutama pada akhir bulan ketika pekerjaan menumpuk dan saat
lembur?
8. Hemiparesis
a. Definisi
b. Etiologi
c. Jenis – jenis
d. Patogenesis
e. Hubungan dengan sakit kepala
9. Mengapa nyeri kadang – kadang disertai hemiparesis?
10. Bagaimana hubungan riwayat ibunya dengan penyakit Ms. Ella?
11. Mengapa penyakit ibunya menghilang ketika memasuki usia lanjut?
12. Bagaimana cara penegakan diagnosis?
13. Apa diagnosis bandingnya?
14. Apa diagnosis kerjanya?
15. Bagaimana penatalaksanaan untuk kasus ini?
16. Apa komplikasinya?
17. Bagaimana prognosis kasus ini?
18. Apa kompetensi dokter umum kasus ini?
IV. Hypothesis
Ms. Ella, 30 years old with complaint of headache due to migrain with aura.
V. Synthesize
1. Headache
a. Definisi
Sakit kepala yang secara medis dikenal sebagai cephalalgia atau dilafalkan
cephalgia adalah suatu kondisi terdapatnya rasa sakit di dalam kepala: kadang
sakit di belakang leher atau punggung bagian atas, disebut juga sebagai sakit
kepala
b. Etiologi
i Nyeri kepala karena ketegangan
Penyebab yang paling umum dari sakit kepala ini adalah ketidaksamaan tulang
belakang leher bagian atas, terutama atlas (C1), biasanya merupakan
kombinasi dari beberapa titik pemicu dan kejang otot di leher. Ketika atlas
tidak sejajar dan kehilangan pergerakan sendinya, sebuah otot kecil di leher
bagian atas yang disebut rectus capitis posterior minor menjadi kejang. Otot ini
unik karena memiliki urat kecil yang dikaitkan pada sebuah dura tipis dari
sumsum tulang belakang. Karena jaringan otak itu sendiri tidak memiliki
sensor rasa sakit, maka jaringan otak menggunakan membran luar atau bahan
dura, yang sangat responsif terhadap rasa sakit. Jadi, saat kejang otot terjadi
dan menarik tulang belakang dura, dapat menyebabkan rasa sakit yang amat
sangat dan bahkan merujuk pada rasa sakit di sekitar sisi dan belakang kepala
yang menyebabkan sakit kepala.
ii Migren
Stress ( 79,7% )
Hormonal pada wanita ( 65,1% )
Belum makan / puasa( 57,3% )
Cuaca ( 53,2 % )
Gangguan tidur ( 49,8 % )
Parfum atau bau – bauan ( 43,7 % )
Nyeri leher ( 38,4 % )
Cahaya terang ( 38,1 % )
Alcohol ( 37,8 % )
Asap ( 35,7 % )
Terlambat tidur ( 32,0 % )
Panas ( 30,3 % )
Makanan ( 26,9 % ) contohnya keju dan anggur merah
Pekerjaan yang melelahkan ( 22,1 % )
Aktivitas seksual ( 5,2 % )
Aksesoris rambut
Olahraga
Posisi tubuh
Rokok
Kafein
c. Jenis – jenis
Berdasarkan International Headache Society, ada 3 kategori mayor sakit kepala :
i Nyeri kepala primer
Nyeri kepala karena ketegangan
Merupakan jenis nyeri kepala primer yang paling umum. Sampai dengan
90% dewasa memiliki atau akan memiliki nyeri kepala jenis ini. Nyeri
kepala ini lebih sering menyerang wanita dibandingkan pria.
Migren
Merupakan jenis nyeri kepala primer yang paling umum kedua. Sebelum
pubertas, anak laki – laki dan perempuan sama – sama dipengaruhi oleh
migren, tetapi setelah pubertas, wanita lebih rentan terkena migren
dibandingkan laki – laki. Diperkirakan bahwa 6% dari laki-laki dan sampai
dengan 18% wanita akan mengalami sakit kepala migrain dalam hidup
mereka.
Nyeri kepala cluster
adalah jenis sakit kepala primer yang jarang. Hal ini lebih sering dialami
oleh pria berusia akhir 20tahun. Perempuan dan anak – anak juga dapat
mengalami nyeri kepala ini.
ii Nyeri kepala sekunder
Nyeri kepala sekunder disebabkan oleh masalah struktural pada kepala atau
leher. Penyebabnya antara lain perdarahan otak, tumor, meningitis, dan
encephalitis.
iii Cranial Neuralgia, facial pain, dan nyeri kepala lainnya
Cranial neuralgia mendeskripsikan sekelompok nyeri kepala yang timbul
karena saraf di bagian kepala dan leher atas mengalami inflamasi dan akan
menjadi sumber dari nyeri pada kepala.
Facial pain dan berbagai penyebab nyeri kepala termasuk dalam kategori ini.
d. Patogenesis
Ada beberapa teori :
1. Vasodilatasi kranial
2. Aktivasi trigeminal perifer
3. Lokalisasi dan fisiologi second order trigemino vascular neurons
4. Cortical spreading depression
5. Aktivasi rostral brainstem
Tekanan, traksi displacement, proses kimiawi dan inflamasi terhadap nosiseptor
pada struktur yang pain sensitive di kepala pada bagian atas tentorium serebeli
dirangsang menyebabkan nyeri timbul menjalar pada daerah frontotemporal dan
parietal anterior dan kemudia ditansmisi oleh Nervus Trigeminus ke sensori di
otak.
6. Hemiparesis
a. Definisi
Lemah pada satu bagian tubuh.
b. Etiologi
vasokontriksi area motorik
vasokontriksi pembuluh darah otak (kolateral)
stroke
a. Jenis – jenis
i Hemiparatesia
kelemahan otot yang menyerang setengah badan
ii Hipestesia alternans
sebelah tubuh misalnya sebelah kiri ,wajah kanan yang ikut lumpuh.
iii Hipestesia tetraplegik
kelainan seluruh badan tapi muka tidak.
iv Hipestesia paraplegik
kelemahan ekstremitas bawah sampai perut
b. Patogenesis
Vasospasme intrakranial pembuluh darah di otak vasokontriksi( menigkatnya
satu sisi kepala kontriksi pembuluh darah kolateral iskemik jaringan otak
,sereblum) sistem saraf efferen penghantar impuls dari ssp ke effektor teganggu
Anamnesis
a. Identitas pasien : usia, jenis kelamin, pekerjaan
b. Faktor pemicu : makanan, obat – obatan, aktivitas, lingkungan, dan lain – lain
c. Keluhan :
Nyeri kepala
Jenisnya : berdenyut
Frekwensi : episodik & tdk pernah muncul sebagai nyeri kepala harian atau
dalam waktu yg lama.
Puncak dan lamanya nyeri
Puncak nyerinya 1-2 jam pasca awitan & berlangsung selama 6 -36 jam
Lokasi dan evolusi
Unilateral dan biasanya pada daerah frontotemporal.
Waktu nyeri kepala dan factor presipitasi
Dapat muncul setiap saat, tetapi sering kali mulai pada pagi hari
Kualitas dan intensitas nyeri
berdenyut & perasaan nyeri yang terus menerus
Gejala prodromal dan penyerta
sering kali didahului oleh gejala visual, gejala hemisferik, & gangguan berbahasa
Faktor pereda nyeri
Migren berkurang à saat istirahat, menghindari cahaya, dan tidur
Mual
Muntah
Fotofobia
Vertigo
Kilatan cahaya halusinasi visual, auditorik
d. Riwayat keluarga
e. Riwayat pengobatan
f. Riwayat penyakit terdahulu
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada nyeri kepala, bila ditemukan suatu kelainan bisa merupakan
kunci diagnosis.
Kepala & leher harus diperiksa secara seksama.
Inspeksi & palpasi dilakukan secara bersama-sama untuk mengetahui kelainan-
kelainan yang mungkin ada.
Vertebra servikal perlu diperiksa apakah ada kaku kuduk, gangguan mobilitas leher,
nyeri otot-otot leher & gangguan lainnya.
Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan mata, hidung, tengkorak, gigi, fungsi
sensorik dan motorik pasien.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk menyingkirkan diagnosis banding.
a. CT scan dan MRI kepala
CT Scan dapat memberikan gambaran yg jelas tentang proses desak ruang
intrakranial seperti tumor otak, hematoma intraserebral, infark otak, abses otak,
hidrosefalus hematoma epidural dan hematoma subdural serta perdaraha
subarahnoid.
CT Scan juga bermanfaat untuk memeriksa daerah orbita, sinus, tulang wajah,
vertebra servikal & jaringan lunak dileher.
MRI secara selektif digunakan untuk memeriksa isi fosa posterior & foramen
magnum.
b. Pungsi lumbal
8. Diagnosis banding
9. Diagnosis kerja
Migren
a. Definisi
suatu gejala kompleks yang muncul secara periodik dan dengan karakteristik nyeri
di bagian kepala ( umumnya pada satu bagian ), vertigo, mual dan muntah,
photophobia dan penampakan scintillating of light.
b. Klasifikasi
Menurut The International Headache Society (1988), klasifikasi migren
adalah sebagai berikut:
Migren tanpa aura
Migren dengan aura
Migren dengan aura yang khas
Migren dengan aura yang diperpanjang
Migren dengan lumpuh separuh badan ( familial hemiflegic migren )
Migren dengan basilaris
Migren aura tanpa nyeri kepala
Migren dengna awitan aura akut
Migren oftalmoplegik
Migren retinal
Migren yang berhubungan dengan gangguan intrakranial
Migren dengan komplikasi
Status migren (serangan migren dengan sakit kepala lebih dari 72 jam)
Tanpa kelebihan penggunaan obat
Kelebihan penggunaan obat untuk migren
Infark migren
c. Epidemiologi
Prevalensi : 6 – 15% pada dewasa pria dan 14 – 35% pada wanita dewasa
Usia : lebih sering pada 15 – 50 tahun
Gender : wanita : pria = 2:1
Kira – kira 4 – 5% anak – anak usia < 12 tahun terserang migren dengan sedikit
perbedaan antara laki – laki dan perempuan. Insiden meningkat pada anak
perempuan setelah pubertas yang berlanjut selama usia dewasa. Pada usia
pertengahan, sekitar 25% wanita mengalami migren paling sedikit sekali dalam
setahun, dibandingkan dengan pria lebih sedikit 10%.
d. Etiologi
Stress ( 79,7% )
Hormonal pada wanita ( 65,1% )
Perubahan hormonal (estrogen dan progesterone) pada wanita selama siklus
menstruasi (khususnya fase luteal) dapat berpengaruh terhadap serangan
migren. Serangan terjadi pada saat kadar estradiol dan progesterone turun ke
tingkat paling rendah. Diduga ada hubungan antara estrogen dgn
neurotransmitter. Pada saat menopause serangan menurun atau menghilang,
karena kadar estrogen yang menurun relatif stabil kestabilan estrogen
mengurangi migren
Belum makan / puasa( 57,3% )
Cuaca ( 53,2 % )
Gangguan tidur ( 49,8 % )
Parfum atau bau – bauan ( 43,7 % )
Nyeri leher ( 38,4 % )
Cahaya terang ( 38,1 % )
Alcohol ( 37,8 % )
Asap ( 35,7 % )
Terlambat tidur ( 32,0 % )
Panas ( 30,3 % )
Makanan ( 26,9 % )
Pekerjaan yang melelahkan ( 22,1 % )
Kerja keras stress vasokontriksi rileks setelah stress vasodilatasi
migren
Aktivitas seksual ( 5,2 % )
e. Manifestasi Klinis
Secara keseluruhan, manifestasi klinis penderita migren bervariasi padasetiap
individu. Terdapat 4 fase umum yang terjadi pada penderita migren,
tetapisemuanya tidak harus dialami oleh tiap individu. Fase-fase tersebut antara
lain:
Fase Prodormal. Fase ini dialami 40-60% penderita migren. Gejalanyaberupa
perubahan mood, irritable, depresi, atau euphoria, perasaan lemah,letih, lesu,
tidur berlebihan, menginginkan jenis makanan tertentu (seperticoklat) dan
gejala lainnya. Gejala ini muncul beberapa jam atau hari sebelumfase nyeri
kepala. Fase ini member pertanda kepada penderita atau keluargabahwa akan
terjadi serangan migren.
Fase Nyeri Kepala. Nyeri kepala migren biasanya berdenyut, unilateral dan
awalnya berlangsung didaerah frontotemporalis dan ocular, kemudian
setelah1-2 jam menyebar secara difus ke arah posterior. Serangan berlangsung
selama 4-72 jam pada orang dewasa, sedangkan pada anak-aak
berlangsungselama 1-48 jam. Intensitas nyeri bervariasi, dari sedang sampai
berat, dan kadang sangat mengganggu pasien dalam menjalani aktivitas sehari-
hari.
f. Patogenesis
Dikenal dengan teori cortical spreading depression (CSD).
Aura terjadi karena terdapat eksitasi neuron di substansia nigra yang menyebar
dengan kecepatan 2-6 mm/menit. Penyebaran ini diikuti dengan gelombang
supresi neuron dengan pola yang sama sehingga membentuk irama vasodilatasi
yang diikuti dengan vasokonstriksi. Prinsip neurokimia CSD ialah pelepasan
Kalium atau asam amino glutamat eksitatori dari jaringan saraf sehingga terjadi
depolarisasi dan pelepasan neurotransmitter lagi, depresi saraf pun menyebar.
Selain teori CSD : misalkan teori lance forzard- pearce, teori neurogenik. Migren
juga terjadi akibat beberapa mekanisme lain, di antaranya aktivasi batang otak
bagian rostral, stimulasi dopaminergik, dan defisiensi magnesium di otak
menghasilkan pelepasan serotonin/ 5HT (hidroksitripamin) yang bersifat
vasokontriksi menurunkan aliran darah karnial terjadilah iskemia gejala
aura ( salah satunya aura motorik: KELEMAHAN/ hemiparesis).
Iskemia itu sendiri akan berkurang dan diikuti periode vasodilatasi serebral,
Inflamasi neurogenik dan Nyeri kepala.
10. Penatalaksanaan
Analgesic
Ibuprofen : 400 – 800mg PO / 6 jam, dosis maksimal 2,4g / hari
Efek samping :
Walaupun jarang terjadi, tapi timbul efek samping sebagai berikut : gangguan
saluran pencernaan termasuk mual, muntah, gangguan pencernaan, diare,
konstipasi dan nyeri lambung.
Juga pernah dilaporkan terjadi ruam pada kulit, bronchospasme (penyempitan
bronkus), trombositopenia (penurunan sel pembeku darah)
Untuk menghilangkan mual dan muntah
Domperidone : 10 mg PO qid
Obat diminum 15–30 menit sebelum makan dan sebelum tidur malam.
Efek samping :
Jarang dilaporkan : sedasi, reaksi ekstrapiramidal distonik, parkinson, tardive
diskinesia (pada pasien dewasa dan usia lanjut) dan dapat diatasi dengan obat
antiparkinson.
Peningkatan prolaktin serum sehingga menyebabkan galaktorrhoea dan
ginekomastia.
Mulut kering, sakit kepala, diare, ruam kulit, rasa haus, cemas dan gatal.
Vitamin
Vitamin B2 : 100 – 400 mg / hari
Beberapa tahap diperlukan dalam menangani migren. Tahap pertama ialah
menegakkan diagnosis klinis dengan kriteria HIS disertai pemeriksaan neurologis
yang lengkap, dilanjutkan dengan menilai keadaan umum dan hendaya pasien
tersebut. Untuk kasus-kasus ringan, dapat diberikan asetaminofen, NSAIDs,
propoxyphene, atau kombinasi dari obat-obatan tersebut. Sedangkan pasien dengan
hendaya menengah membutuhkan obata-obatan spesifik untuk migren. Terdapat dua
kategori obat tersebut; golongan triptan (sumatriptan, rizatriptan, zolmitriptan,
naratriptan, almotriptan, eletriptan, frovatriptan) dan golongan alkaloid ergot
(ergoramin dan dihidroergotamin). Obatan-obatan ini relatif tok-cer untuk migren,
namun tidak cocok untuk migren dengan komplikasi, karena penyebab sekunder
migren masih belum dapat disingkirkan.
Untuk kasus migren yang sangat berat, pemberian alkaloid ergot dan triptan dapat
dikombinasikan dan sebaiknya diberikan subkutan atau intravena, selain secara oral.
Pasien migren berat dengan mual muntah berlebihan sebaiknya diberikan
proklorperazin, karena membantu mengurangi efek peristaltik. Namun mengingat obat
ini juga menyerap air, pasien kemungkinan akan dehidrasi, sebaiknya diberikan
hidrasi yang cukup. Sebenarnya sekitar 40% serangan tidak lagi respon terhadap
triptan atau substansi lainnya. Kalau serangan sudah mencapai status migrenosus
dengan serangan lebih dari 72 jam, penderita dapat dilarikan ke IGD untuk kemudian
diberikan penenang dan pemantauan yang adekuat. Untuk kasus yang sangat jarang
sekali terjadi, penderita migren bisa jadi membutuhkan rawat inap singkat.
Selain obat-obatan di atas, kunci penanganan migren ialah edukasi yang menyeluruh
pada pasien tersebut. Perlu dijelaskan bahwa migren merupakan penyakit kronik
berulang yang dapat menyerang siapa saja, kemungkinan besar faktor genetik
berperan dalam transmisi penyakit ini. Yang perlu ditegaskan ke pasien ialah hal-hal
yang dapat mencetuskan migren untuk sebisa mungkin dihindari. Pasien sering
mangkir terutama untuk hal-hal yang kelihatannya sepele, seperti kurang tidur,
fatigue, makanan pedas, jeruk, cokelat, kopi, atau bisa jadi penggunaan obat tertentu,
terutama pada geriatri, yang bersifat vasodilator.
Pasien migren tidak boleh ditunggu untuk berkali-kali datang, kecuali kasusnya amat
berat. Sehingga pada pertemuan pertama dengan pasien migren sebaiknya dianjurkan
untuk membuat buku harian yang memuat catatan migren yang dia alami. Cara sangat
murah dan mudah ini sangat membantu menentukan faktor-faktor yang mungkin dapat
menyebabkan migren. Minta pasien untuk menuliskannya ke dalam buku, sehingga
suatu saat dia lupa, catatan itu akan tetap ada. Anjurkan pasien untuk membawa buku
itu ketika kontrol lagi ke dokter, selain itu minta dia untuk menyebutkan ke dokter
manapun yang merawat dia, terutama dokter yang tidak merawat migren, untuk
memberi tahu riwayat penyakit migren yang dia miliki. Hal ini dapat membantu
mencegah pemberian vasodilator berlebih pada pasien yang memiliki riwayat migren.
Seiring bertambahnya usia, pasien yang telah menopause akan mengalami penurunan
frekuensi serangan migren secara signifikan. Sebaliknya, pasien-pasien wanita usia
produktif perlu diterangkan bahwa migren dapat terjadi akibat ketidak seimbangan
kadar hormon, terutama estrogen. Dengan demikian, jika pasien wanita tersebut
mengalami episode migren saat dia mengkonsumsi kontrasepsi hormonal, terutama pil
secara berkala, sebaiknya dicoba untuk dihentikan kontrasepsinya dan alihkan ke
kontrasepsi yang lain, bisa dengan kondom atau kontrasepsi mekanik lainnya. Jika
ternyata membaik, kontrasepsi hormonal memang tidak cocok untuknya, sebaiknya
perlu dipikirkan alat lain yang bekerja secara mekanik.
11. Komplikasi
a. Ischemic stroke may occur as a rare but serious complication of migraine. Risk
factors for stroke include migraine with aura, female sex, cigarette smoking, and
estrogen use.
b. Persistent aura
c. Migraine-related seizure
d. Rebound headache phenomenon
e. Tolerance to the drugs
f. Gastrointestinal problem,related to NSAID using
g. Status Migrainosus
12. Prognosis
Dubia et bonam
13. KDU
3A
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan –
pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan
laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi
pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).