Pemerintah Perbaiki
Perbedaan Klasifikasi
Anggaran LKPP 2009
JAKARTA — Pemerintah berupaya terus
memperbaiki keakuratan laporan keuang-
an pemerintah pusat (LKPP). Hal ini dila-
kukan guna menanggapi temuan BPK me-
ngenai ketidaksesuaian antara klasifikasi
anggaran dan realisasi penggunaan mini-
mal, sebesar Rp 27,51 triliun dalam audit
LKPP 2009.
Demikian salah satu topik pembicaraan
dalam dialog Dialog LKPP bertema Trans-
paransi dan Akuntabilitas Keuangan Ne- -
gara, di Kantor Kemenkeu, Jakarta, akhir
pekan lalu.
Dialog menghadirkan Menteri Keuang-
an Agus Martowardojo, Ketua Badan Ang-
garan DPR Melchias Markus Mekeng, Au-
ditor IT BPK Bidang Keuangan Negara Sya-
fri Adnan Baharudin, dan Dirjen Perben-
daharaan Kemenkeu Herry Purnomo,
Herry mengatakan, temuan audit BPK
memang merupakan masalah yang perlu
diperbaiki. “Ini adalah temuan BPK yang
mempertanyakan klasifikasi akuntansi da-
lam belanja modal, sosial, dan barang.
Uangnya tidak hilang hanya masalah
klasifikasi akuntansi,” Kata dia.
Selain itu, selisih dalam klasifikasi itu ter-
jadi karena penyusunan berjenjang dan
pemahaman kementerian/lembaga (K/L)
belum jelas. Menurut dia, pemerintah su-
dah melakukan perbaikan dan perencana-
an, sehingga diharapkan tahun depan,
LKPP bisa mendapat opini Wajar Tanpa Pe-
ngecualian (WTP).
Syarat utama meningkatkan opini LKPP
adalah kualitas SDM dan sistem akuntansi
negara. Masyarakat bisa ikut mengawasi
aset pemerintah yang terus berkembang.
Berdasarkan LKPP 2009 aset negara
sebesar Rp 2.122 triliun, kewajiban Rp 1.681
triliun, dan ekuitas dana Rp 441 triliun.
Angka tersebut meningkat dibandingkan
2008, yakni aset Rp 2.071 triliun, kewajiban
Rp 1.693 triliun, dan ekuitas Rp 378 triliun.
Syafri mengatakan, temuan audit BPK
tersebut sifatnya administratif. “Ini catatan
bagi pemerintah, karena tiap tahun keti-
daksesuaian itu semakin besar, Ketidakse-
suaian klasifikasi senilai Rp 27 triliun itu
‘an tidak sedikit. Harapannya tahun depan
bisa baik. Informasi dalam LKPP harus te-
pat,” ujar dia.
Sebelumnya, terdapat tiga masalah LKPP
2009 masih mendapat opini Wajar Dengan
Pengecualian (WDP). Salah satunya adalah
ketidaksesuaian antara klasifikasi ang-
garan dan realisasi penggunaan minimal,
sebesar Rp 27,51 triliun. Hal ini di antaranya
terlihat pada belanja subsidi dan belanja
lainnya atau bagian anggaran 999,06 pada
Bendahara Umum Negara. Terdapat ang-
garan_belanja lain-lain minimal Rp 26,61 tn-
liun yang digunakan untuk belanja pega-
wai, barang, dan modal yang tidak meme-
nuhi kriteria sebagai belanja lain-lain.
~ Terdapat pula prosedur penganggaran
dan alokasi belanja lain-lain tersebut tidak
sesuai ketentuan, Karena di antaranya se-
nilai Rp 7,08 triliun tidak sesuai usulan K/L.
Agus Martowardojo dalam paparannya
mengatakan, pemerintah sejak 2005 berha-
sil menyusul LKPP. Saat ini bagi K/L yang
belum mendapat predikat opini baik akan
menjadi tantangan agar bekera lebih baik.
“Agar LKPP mencapai WTP, harus me-
lakukan sosialisasi. Pada Selasa, 27 Juli
2010, kami akan mengadakan rakernas
LKPP mengundang stakeholders. Komit-
men kami yang utama adalah harus di level
atas agar LKPP semakin transparan, harus
ada cek and balance,” ujar dia.
Menkeu menambahkan, pemerintah ju-
ga berkomitmen transparan dengan me-
nerbitkan daftar aset dan kewajiban ne-
gara di media massa.
Melchias mengatakan, sejak era reformasi,
baru ada pengelolaan keuangan negara.
“Salah satu yang ingin dicapai adalah pe-
ngelolaan terbuka sesuai UUD 1945, ada asas
manfaat, Karena uangnya dari pajak rakyat.
Kalau masa lalu, pénerimaan banyak dari
penjualan minyak. Dulu pengelolaan seperti
pengelolaan keuangan di warung. Tapi se-
karang sudah tidak cocok, negara harus di-
kelola dengan benar,” ujar dia. (teh)