PERAN PESANTREN DALAM PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
Oleh: Ali Anas
Abstrak
Pondok pesantren di samping berfungsi sebagai lembaga pendidikan
Islam juga memiliki peran sebagai motor penggerak pembangunan dan
perubahan masyarakat. Mencermati fenomena tumbuh suburnya lembaga
pesaniren terutama di wilayah pedesaan secara nyata mampu berperan sebagai
people's movement serta empowering people. Aktivitas nyata pondok pesantren
dalam memberdayakan kehidupan masyarakat dapat dilihat dari kemampuannya
dalam kegiatan vocational yang bertujuan menggali, merangsang dan
meningkatkan sosial ekonomi masyarakat, pengembangan usaha produktif serta
mengupayakan kesempatan bagi masyarakat memperoleh kehidupan yang layak
dengan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia. Dalam konteks inilah pondok
pesantren memainkan peran sebagai “cultural brokers” (pialang budaya) dalam
pengertian seluas-luasnya.
Kata Kunci : pondok pesantren, pembangunan, pemberdayann rasyarakat,
Islam dan masyarakat Islam
Pendahuluan
Salah satu lembaga yang berperan aktif dalam menopang
pembangunan nasional terutama dalam bidang pendidikan agama
adalah pondok pesantren. Dinamika perkembangan pendidikan Islam
melalui pondok pesantren pada beberapa dekade belakangan ini
mendapat perhatian intens di kalangan masyarakat Muslim. Fenomena
aktivitas lulusan pondok pesantren yang concern berkiprah di tengah
masyarakat cukup menjadi gambaran. Dengan bekal pengetahuan,
pemahaman serta pengamalan agama yang dimilikinya, para tulusan
pondok pesantren beradaptasi cepat serta mampu mengambil posisi yang
tepat dalam proses perubahan sosial yang tengah berlangsung.
92.93
Lembaga pondok pesantren memiliki potensi besar untuk ikut
mendukung pembangunan agama dan akhlak generasi bangsa
(Steenbrink, 1986:44). Sehingga tidak berlebihan apabila dikatakan
pondok pesantren memiliki dua peran sekaligus, yakni pengembangan
pendidikan dan peran pemberdayaan masyarakat (Zuhri, 1999:13). Peran
sebagai pengembangan pendidikan dilihat dari missi utama pondok
pesantren, yakni untuk menyebarluaskan ajaran dan universalitas Islam
ke seluruh pelosok Nusantara yang berwatak pluralis, baik dalam
dimensi kepercayaan, budaya maupun kondisi sosial ekonomi
masyarakat. Peran tersebut dalam konteks kekinian telah menempatkan
lembaga pesantren sebagai penerjemah dan penyebar ajaran-ajaran Islam.
di tengah kehidupan masyarakat. Peran sebagai pemberdayaan
masyarakat dilihat dari transformasi nilai yang ditawarkannya (amr
ma’ruf nahy munkar). Dalam hal ini segenap potensi pondok pesantren
telah berhasil membawa perubahan serta transformasi kehidupan
masyarakat dari kekafiran kepada ketakwaan, dari kefakiran menuju
kepada kesejahteraan. Kehadiran pondok pesantren menjadi suatu
keniscayaan untuk menjawab kebutuhan masyarakat.
Kedua potensi di atas selanjumya melahirkan peluang kerjasama
antara pondok pesantren dengan masyarakat yang bersifat simbiosis
mutualism. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan
agama masyarakat agar memiliki bekal pengetahuan agama Islam yang
lebih luas serta akhlak al-karimah. Dengan begitu generasi muda yang
ditempa melalui lembaga pendidikan pesantren dapat diandalkan
sebagai agen of change dalam proses pendidikan dan pemberdayaan
masyarakat.
Akar Sejarah dan Perkembangan Pesantren di Indonesia
Istilah pesantren berasal dari kata ‘santri’, berawalan pe dan
berakhiran an, yang berarti tempat tinggal para santri. Istilah santri
berasal dari bahasa Tamil yang berarti “guru mengaji”. Menurut Madjid
(1997:19-20), asal-usul kata ‘santri’ itu sekurang-kurangnya terdiri dari
dua pendapat. Pertama, kata ‘santri’ berasal dari perkataan ‘sastri’
(Sansekerta), artinya melek huruf. Kedua, kata ‘santri’ berasal dari bahasa94
Jawa, yaitu ‘cantrik’, artinya seseorang yang selalu mengikuti seorang
guru ke mana guru itu pergi atau menetap.
Pesantren atau pondok adalah lembaga yang bisa dikatakan
merupakan wujud proses wajar perkembangan sistem pendidikan
nasional. Dari segi historis pesantren tidak hanya identik dengan makna
keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian’ Indonesia
(indigenous). Sebab, lembaga yang serupa pesaniren ini sebenarnya sudah
ada sejak pada masa kekuasaan Hindu-Budha. Sehingga Islam tinggal
meneruskan dan mengislamkan lembaga pendidikan yang sudah ada.
Tentunya ini tidak berarti mengecilkan peranan Islam dalam memelopori
pendidikan di Indonesia (Madjid, 1997:20).
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional yang
sejatah perkembangannya dimulai dari Pulau Jawa dan Madura.
Menurut tradisinya, pengetahuan seorang santri diukur dengan jumlah
buku-buku yang pernah dipelajarinya dan dari ‘ulama’ mana ia telah
berguru. Sejumlah buku-buku standar dalam tulisan Arab yang dikarang
oleh ‘ulama’ terkenal, harus dibaca dan ditentukan oleh lembaga-
lembaga pesantren bersangkutan. Kemudian masing-masing kiyai dari
berbagai pesantren biasanya mengembangkan diri untuk memiliki
keahlian dalam cabang pengetahuan tertentu, kitab-kitab yang dibaca
juga cukup dikenal. Dengan demikian homogenitas pandangan hidup
keagamaan terbina dengan baik, tapi di ‘samping itu sifat kekhususan
seorang kiyai juga dapat tersalur.
Dasar pikiran bahwa pendidikan merupakan sarana bagi
pengembangan kepercayaan Islam, dan khususnya untuk mengembang-
kan kemampuan menafsirkan inti ajaran Islam, merupakan tradisi yang
sangat tua bagi orang-orang Islam. Hal ini jelas merupakan watak dan
tradisi pesantren di Jawa sejak Islam mulai menarik banyak penganut.
Bukti-bukti menunjukkan bahwa manuskrip-manuskrip di abad ke-15,
16, dan 17, yang merupakan produk pesantren, kebanyakan ditulis
dengan tulisan dan bahasa Jawa, baik yang isinya merupakan terjemahan
karya-karya asli dari bahasa Arab, maupun karya-karya tulisan (Dhofier,
1984:23).