Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 18

Pratikno(2007),ManajemenJaringanDalamPerspektifStrukturasiJurnalAdministrasi KebijakanPublik,Volume 12, Nomor 1 (Mei 2008), hal. 1-19, Yogyakarta:MAPUGM. MANAJEMENJARINGAN DALAMPERSPEKTIFSTRUKTURASI Dr.Pratikno,M.Soc.

c.Sc Abstract Horizontal relations in the governance model are inadequately managed by intraorganizational approach. To dealt with these horizontal relations, however,the juridical and hierarchicalinstruments ofintraorganization have apparentlylostitsrelevance,andevenproblematic.Conversely,theserelations need for the more soft and informal instruments in achieving consensus and synergy among relatively autonomous actors. In consequence, the network basedorganizationtheoriesshallbeimmediatelydeveloped. Themostimportanttaskindevelopingthesetheorieslaidonhowtoformulate a set of technical manners in order to establish an institutionalized and sustainablesynergy.Thispaperattemptstoinitiallydevelopanetworktheory and network governance instrumentation in the context of anarchical (non authoritative) relations. By adopting the seminal concept of structureagency duality in the Giddens structuration theory, network management could be strategically defined as a social action of the agency (game management) to (re)constitute the constraining potentials in order to facilitate and enable the processesofsynergybuilding. Kata kunci: relasi horisontal, teori organisasi, manajemen jaringan, teori strukturasi,sinergidankonsensus. Eachmenislockedintoasystemthatcompelhimtoincrease hisherdwithoutlimitinaworldthatislimited. (Hardin,1968:244). Pengantar Sekitarsetengahdekadesebelumreformasipolitikdimulai,relasiantaranegara dan masyarakat, khusunya dengan pelaku bisnis, mulai mengalami perubahan signifikan di awal tahun 1990an. Proses liberalisasi dan globalisasi ekonomi telah 1

Pratikno(2007),ManajemenJaringanDalamPerspektifStrukturasiJurnalAdministrasi KebijakanPublik,Volume 12, Nomor 1 (Mei 2008), hal. 1-19, Yogyakarta:MAPUGM. membuatparapebisnisditingkatglobalsemakinmudahuntukmembawainvestasinya datang dan pergi dari dan ke suatu negara. Tatkala masingmasing negara dipaksa semakin terbuka terhadap investasi asing, maka pelaku bisnis mempunyai pilihan (choices)lebihbesar.Investasibisadenganmudahdipindahkanolehinvestorkenegara yanglebihnyamanbaginya.Disaatinilahpelakubisnismempunyaidayatekanyang lebih besar kepada negara (Mugasejati, 2006; Wibowo, 2003). Akibatnya, kekuatan institusi negara untuk melakukan kontrol dalam pola relasi yang hierarkis semakin memudar. Proses reformasi politik yang dimulai tahun 1998 semakin memperluas pelemahan relasi hierarkis ke arena nonekonomi dan menggesernya menjadi pola relasi yang lebih horisontal. Proses demokratisasi yang memberikan jaminan hakhak politik warga negara telah membuat relasi antara pejabat negara dengan masyarakat sipil tidak lagi sematamata hierarkis (Prajarto, 2004; Lay, 2006; Ricklefs, 2005). Kalau pada era sebelumnya pejabat negara dilengkapi dengan kekuatan kontrol untuk memenjarakanpelakuinsanmediadanbahkanmemberedelmedia,pasca1998pejabat negara tidak lagi dilengkapi dengan kekuatan teror tersebut. Apabila di masa sebelumnya pejabat negara bisa mengancam para aktivis civil society atas tuduhan subversi, pasca 1998 pejabat negara tidak bisa lagi melarang kebebasan warga negara untukberpendapatdanberserikat. Prosesdesentralisasijugamembawaimplikasisignifikanpadahubunganantara pejabat di pemerintah pusat dengan pejabat di daerah maupun dengan entitas politik secara umum di daerah. Gebrakan yang dilakukan oleh kebijakan desentralisasi pada tahun1999telahmeruntuhkan hubunganhierarkiantarapemerintahprovinsidengan pemerintah kabupaten dan kota (Mubarak, dkk, 2006; Haris, 2005). Label Daerah Tingkat,yaituprovinsisebagaiDaerahTingkatIdanKabupaten/KotasebagaiDaerah Tingkat II juga dihapuskan untuk mempertegas model relasi yang lebih horisontal antara provinsi dengan kabupaten. Otonomi dan kekhasan antar desa juga dipertegas sehinggapolarelasiyanglebihhorisontaljugalebihdominandaripadasebelumnya. Tulisan ini berusaha untuk mengembangkan teorisasi tentang mekanisme pengelolaan kepentingan bersama dalam relasi yang horisontal sebagaimana diilustrasikandiatas.Sebenarnyakerangkadasarteoridanpraktikjaringanjugasudah lama dikembangkan, dan instrumentasi teknis juga sudah diinisiasi. Namun, upaya untuk mengembangkan mekanisme pengelolaan jaringan yang melembaga dan berkelanjutan belum banyak dilakukan (Kickert, Klijn dan Koppenjan, 1999). Dengan menggunakan konsepsi dualitas strukturagensi Teori Strukturasi Giddens, tulisan ini akanmemahamiprosesmanajemenjaringansebagairelasiyangkonstitutif, baikagen maupunstrukturterusberdialektikadalammembentukdan menentukanantara yang satudenganyanglain. 2

Pratikno(2007),ManajemenJaringanDalamPerspektifStrukturasiJurnalAdministrasi KebijakanPublik,Volume 12, Nomor 1 (Mei 2008), hal. 1-19, Yogyakarta:MAPUGM. GovernancedanTeoriInterorganisasional Kompleksitas untuk mengelola kepentingan bersama itu muncul dan semakin menyeruak ke permukaan secara konsisten dan terlembaga sejalan dengan berkembangnya pendekatan governance (Pratikno, 2005 & 2007). Sejak pertama kali digulirkanolehBankDuniapadatahun19891,pemaknaan,penggunaandanimplikasi istilah ini menjadi demikian beragam (Weiss, 2000). Akan tetapi, setidaknya definisi yang beragam itu dapat dikelompokkan menjadi dua orientasi. Pertama, definisi governance yang merujuk pada reformasi administrasi, yang mengusulkan untuk mengadopsi prinsip pasar (market mechanism) ke dalam pengelolaan sektorsektor publik (Gaebler dan Orsbone, 1992). Kedua, definisi governance yang merujuk pada dimensipembangunankonsensusdansinergi.Dalampembahasanmengenaijaringan, definisi governance yang kedua ini yang lebih relevan untuk menjadi titik tolak (Klijn danKoppenjan,2000). Sejalan dengan makna yang kedua, kita bisa merujuk pada definisi yang diberikanUNDP.Governanceadalahtheexerciseofeconomic,political,andadministrative authority to manage a countrys affairs at all levels [which] comprises mechanisms, processes, andinstitutionsthroughwhichcitizensandgroupsarticulatetheirinterests,exercisetheirlegal rights, meet their obligations and mediate their differences (Weiss, 2000: 797). Dalam konsepsiini,prinsipprinippartisipasi,transparansi,akuntabilitas,ruleoflaw,responsif, berorientasi pada konsensus, equity serta inclusiveness menjadi fondasi penting bagi tegaknyagovernance(Pratikno,2005). Dengankatalain,katakuncigovernanceadalahconsensusbuldingdanakomodasi kepentingan sebagai basis untuk membangun sinergi. Dalam pengertian ini, selain mengandaikan pada bekerjanya lembaga negara secara baik, definisi ini juga mendorongpadapenguatanlembagalembagapasardancivilsociety.Kondisiiniadalah prasyaratagarfungsifungsiakomodasikepentingandanmembangunkonsensusdari governance bisa berjalan seimbang. Di sini, hubunganhubungan kekuasaan antara negara, pasar dan masyarakat menjadi relatif otonom dan horisontal. Implikasinya, prosesprosesnegosiasikepentingan(bukannyaregulasi)menjadisentraldalamsetiap perumusan,pengambilan,danimplementasikebijakanpublik(PetersdanPierre,1998). Menurut Rhodes (1997), struktur sosial dalam governance tidak lagi berkarakter satu pusat, melainkan tersebar ke banyak pusat. Tidak ada lagi dominasi otoritas, karenamasingmasingpihakdijaminpunyaotoritasdanlegitimasi.Governancemeans thereisnoonecentrebutmultiplecentres;thereisnosovereignauthoritybecausenetworkshave considerable autonomy (Rhodes, 1997: 109). Pekerjaan terbesar dalam governance,
IstilahgovernancedalampengertianbarupertamakalidimunculkandalamlaporanBankDunia(1989), SubSaharan Africa: From Crisis towards Sustainable Growth sebagai rekomendasi dan cara baru pembangunandinegaranegaraAfrikaSubSahara.Penelitianmenarikmengenaipolitikgovernancedan implikasinyadiAfrikaSubSaharalihatAbrahamsen(2004).
1

Pratikno(2007),ManajemenJaringanDalamPerspektifStrukturasiJurnalAdministrasi KebijakanPublik,Volume 12, Nomor 1 (Mei 2008), hal. 1-19, Yogyakarta:MAPUGM. menurut Rhodes, adalah bagaimana mengelola relasi antar aktoraktor yang otonom dan kompleks dalam rangka mengelola kepentingan bersama. Di sinilah kemudian kebutuhan terhadap teori organisasi dan manajemen yang mampu mengcapture kompleksitasdanhorisontalismerelasimenjadisangatdiperlukan2. Dalam teoriteori organisasi tradisional, asumsiasumsi yang dibangun seringkali menempatkan organisasi sebagai unit yang koheren dan mandiri. Menurut asumsi ini, ada hubungan langsung antara bentuk ideal organisasi dengan logika hierarkis. Varianvarian studi yang berkembang kebanyakan berkisar antara proses pembuatan keputusan dalam organisasi (Allison, 1971) dan modelmodel koordinasi melalui mekanisme kontrol (Sharpf, 1985). Oleh karena model ini hanya mengatur dalamtubuhorganisasiitusaja,makamodeliniseringdisebutmodelintraorganisasi. Perbedaan antara model intraorganisasional dengan model interorganisasional bisa dilihatdalamtabel1berikutini. Tabel1.PerbandinganModeldalamTeoriOrganisasi Model Dimensi Pelaku TeoriOrganisasiIntraorganisasi (Rasional) Organisasiadalahunityang koherendanmemilikitujuanyang jelas Proses Rasional,diaturdariatas, berorientasitujuan,instrumentatif; Perencanaan,pengorganisasian, danpengontrolan. Keputusan Hasildariperumusanstrategisdari otoritaspusat; Ditujukanuntukmencapaitujuan yangtelahdirumuskan. Kekuasaan Jelas,adastrukturotoritasyang dan hierarkisdanterpusat; Koordinasi Kontrolmenjadimekanisme
2

TeoriOrganisasiInter organisasional Organisasiadalahbagiandari jaringanorganisasi Pertukaransumberdayadan interaksiinterorganisasional Berdasarkankontrak organisasionalantarlembaga. Hasildarinegosiasiantar organisasi; Ditujukanuntukmelestarikan alursumberdayadanmenjaga interaksi. Tidakadastrukturotoritas; Hubungankekuasaan ditentukanolehkeperluanakan

Kegelisahan akademis untuk merespon fenomena horisontalisme ini bukan hanya datang dari teori organisasi saja, sebagaimana dibahas dalam tulisan ini. Kegelisahan dan upaya pengembangan serupa juga dilakukan dalam disiplim ilmu lainnya, misalnya dalam ilmu politik dan studi kebijakan. Ada kecenderunganmenarikbahwadisiplindisiplinilmutersebutternyatamengarahpadapentingnyastudi jaringan.MengenaitransformasidalamilmupolitiklihatmisalnyaJordan(1990),sementaradalamstudi kebijakan lihat misalnya Sharpf (1985) dan Jennings dan Ewalt (1998). Peta menarik mengenai transformasistudistudiinilihatpadaKickert,KlijndanKoppenjan(1999).

Pratikno(2007),ManajemenJaringanDalamPerspektifStrukturasiJurnalAdministrasi KebijakanPublik,Volume 12, Nomor 1 (Mei 2008), hal. 1-19, Yogyakarta:MAPUGM. Informasi dannilai koordinasi Mencariinformasisecarailmiah; Adatujuandannilaiyangjelas. pertukaransumberdaya. Informasiadalahsumber kekuasaanyangdimilkiaktor yangsecaraberagam; Nilainilainyasering bertentangan

Sumber:DiolahdariKickert,Klijn,danKoppenjan(1999) Model intraorganisasi ini mengalami keterbatasan epistemologis yang serius ketikameresponfenomenahorisontalismeyangmunculdariprosesprosesgovernance. Hal ini terjadi karena obyek studi organisasi kini dituntut untuk berubah. Persoalan persoalan dalam studi organisasi bukan lagi hanya melulu pada hubungan hierarkis vertikal, melainkan sudah berubah menjadi otonomhorisontal. Implikasinya, jika pengelolaanrelasiitumasihtetapmenggunakanpreskripsiteoriintraorganisasi,yang terjadi bukan hanya preskripsi itu tidak sesuai, tetapi bahkan malah menimbulkan persoalanpersoalanbaru(Scharpf,1978;HanfdanScharpf,1978). Oleh karena itu kebutuhan untuk mengembangkan teori yang berbasis pada horisontalisme mutlak segera diperlukan. Meskipun ternyata belum terlalu banyak dilakukan, akan tetapi dengan memahami perubahanperubahan relasional dan keterbatasan teori intraorganisasi, setidaknya trajectory model yang baru bisa lebih jelasdirumuskan. HorisontalismedanFondasiTeoriJaringan Berangkat dari fenomena horisontalisme relasi antar aktor dalam governance, teori jaringan didasarkan pada asumsi bahwa relasi para aktor itu bersifat saling tergantungsatusamalain(interdependence).Dalammaknayanglebihoperasional,bisa dimengerti bahwa para aktor tidak bakal mampu mencapai tujuantujuannya tanpa menggunakan sumberdayasumberdaya yang dimiliki oleh aktor lain. Mekanisme kesalingtergantungan ini berjalan melalui adanya pertukaran (exchange) sumber daya antar aktor (Rhodes dan Marsh, 1992; Rhodes, 1997). Kemudian, interaksi dan mekanismepertukaransumberdayasumberdayadalamjaringanituakanterjadisecara berulangulang dan terusmenerus dalam jangka waktu yang lama dalam kehidupan keseharian(Rhodes,1997;RhodesdanMarsh,1992;KlijndanKoppenjan,2000). Keberulangan(repetitiveness)dankontinuitasprosesprosesitukemudiansecara bertahap akan memunculkan suatu aturan yang mengatur perilaku mereka dalam jaringan, dari yang paling rendah tingkat mengikatnya (binding) sampai pada yang lebih kuat. Dengan demikian, terbangunnya dan diterimanya aturanaturan oleh para 5

Pratikno(2007),ManajemenJaringanDalamPerspektifStrukturasiJurnalAdministrasi KebijakanPublik,Volume 12, Nomor 1 (Mei 2008), hal. 1-19, Yogyakarta:MAPUGM. pelaku jaringan hanya bisa berjalan melalui proses negosiasi yang berlangsung terus menerus,tanpaadakekuatankekuasaan(centrumofpower)yangmemaksakannya(Klijn danKoppenjan,2000). Distribusi sumberdaya antar pelaku jaringan dan tata aturan yang terdapat dalam jaringan itu secara bertahap akan mengubah polapola interaksi para pelaku jaringan. Saling ketergantungan antar pelaku semakin meningkat dan menghasilkan relasi yang interlocking. Akan tetapi, pada saat yang bersamaan tata aturan dan pola distribusi sumberdaya itu juga hanya bisa dikukuhkan dan diubah lewat interaksi interaksi dan prosesnegosisasiantar pelaku jaringan itu sendiri(Jones, Hesterley dan Borgatti,1997). Dalam operasionalisasi analisisnya, rangkaianrangkaian interaksi yang terbangundalamjaringanitukemudiandisebutdenganpermainan(games)antaraktor (Kickert dan Koppenjan, 1999). Dalam suatu jaringan, posisiposisi para aktor3 dan tindakantindakan strategis dalam permainannya akan menentukan polapola hubungan dalam jaringan. Beroperasinya jaringan tidak berada pada ruang yang kosong,melainkansudahadastrukturdengannormanormatertentuyangmembatasi kebebasannyadalammenentukantindakan.Padasaatmenginisiasijaringan,paraaktor itu beroperasi melalukan permainan, dalam serangkaian norma yang telah ada dan dalampolapoladistribusisumberdayayangtelahterbentuk(KlijndanTeisman,1999). Denganserangkaianinteraksikonstitutif,mekanismejaringanjugaberpeluangsebagai cara pengelolaan tindak bersama (collective actions) mengelola sumberdaya, sekaligus mengubah dan mengarahkan (to steer) polapola dalam struktur jaringan (network structuring). Gambar1.Polarelasidualitasdalamjaringan Struktur b d c a e AktoraktorJaringan
Dalamliteraturliteraturmengenaijaringan,terutamadalamdisiplinsosiologi,istilahnodelebihsering digunakan daripada aktor. Barangkali karena pengaruh teori sistem yang demikian kuat, struktur jaringanseringdibayangkansebagaisistem,sementaraaktordimetaforkansebagainodekomponennya, istilahyangbarangkalidiambildalamsistemelektronika.LihatJoelM.PodolnydanKarenL.Page(1998) sertaJones,HesterleydanBorgatti(1997).
3

Pratikno(2007),ManajemenJaringanDalamPerspektifStrukturasiJurnalAdministrasi KebijakanPublik,Volume 12, Nomor 1 (Mei 2008), hal. 1-19, Yogyakarta:MAPUGM. Hal yang bisa diharapkan dalam teori jaringan adalah ia tidak hanyamemadai sebagai cara pandang untuk memahami fenomena kontemporer. Melainkan, teori jaringanjugamerupakanstrategibarubagipengelolaankompleksitasrelasiantaraktor yang bisa dikembangkan. Oleh karena itu, secara teoretis pendekatan jaringan berpotensi untuk diarahkan pada cakupan yang lebih mikro, yaitu untuk dikembangkan menjadi keterampilanketerampilan teknis. Untuk keperluan ini kita perlumeminjambanyakperangkatkeahliandaridisiplindisiplinilmulainnya. TindakBersamadanMetaforTragedyoftheCommons AdalahGarretHardin(1968),melaluiartikelnyadijurnalScience,yangpertama kali memperkenalkan metafor tragedy of the commons untuk mengilustrasikan kemerosotan lingkungan yang semakin parah apabila manusia terusmenerus mengeskplorasisumberdayasumberdayayangterbatas.Tigadekadesetelahpublikasi itu,ElinorOstrom(1990)menerbitkanbukunyayangterkenal,GoverningtheCommons, yang merupakan upaya sistematisnya untuk merumuskan bagaimana tindak bersama (collective actions) bisa dilakukan, bahkan dipostulasikan, menjadi mekanisme pengelolaan, apa yang kemudian ia sebut sebagai Common Pool Resources (Ostrom, 1990). Untuk kepentingan analisisnya, Ostrom et.al (1994) membuat tipologi barang barang(goods)berdasarkanduakarakteristikutama,yaitutingkatexclusiondantingkat substractability. Tingkat exclusion digunakan untuk mengukur seberapa mudah suatu bentukbarangitubisadimiliki(klaim)dantidakdiganggukemanfaatannyaolehpihak lain. Dengan kata lain, apakah barang itu bisa dimiliki secara ekonomi dan dijamin kepemilikannya itu dengan hukum atau tidak. Sedangkan tingkat substractability itu digunakan untuk mengukur apakah barang itu dapat dikonsumsi atau dipakai oleh individuataukelompoklainatautidak.Dengankatalain,apakahbarangitumemiliki kemanfaatan yang luas dan diminati oleh para aktor atau tidak. Dengan dua tingkat pembedaan itu, Ostrom et.al kemudian mengklasifikasi jenisjenis barang itu dalam kuadransebagaimanapadagambar2.

Pratikno(2007),ManajemenJaringanDalamPerspektifStrukturasiJurnalAdministrasi KebijakanPublik,Volume 12, Nomor 1 (Mei 2008), hal. 1-19, Yogyakarta:MAPUGM.


Gambar2.KuadranKlasifikasiBarang
Subtractability

Rendah
Exclusion

Tinggi
CommonPool Resources (CPR) BarangPrivat

Sulit Mudah

BarangPublik TollGoods

Sumber:Ostrom,Gradner,danWalker(1994),hal7

Perbedaan karakteristik barang tersebut ditentukan dengan cara bagaimana barangbarang itu akan lebih efektif dikelola (Ostrom, 1990; Kickert dan Koppenjan, 2000).Barangbarangprivatyangditandaidenganrelatifmudahnyabarangbarangitu untuk dimiliki baik secara ekonomi maupun hukum dan tingginya tingkat subtractabilitas, menjadikannya mudah sekali untuk dikomodifikasikan lewat mekanisme persaingan dan tawarmenawar. Barangbarang privat akan lebih efektif hanya jika dikelola melalui mekanisme pasar. Sebaliknya, barangbarang publik yang dalamkuadranituditandaidenganketidakmungkinanuntukmelakukanexclusiondan rendahnya tingkat subtractabilitas, menjadikannya tidak bisa dengan mudah dimiliki oleh perorangan karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Berkebalikan dengan mekanisme pengelolaan barangbarang privat, barangbarang publik ini hanya akan efektifjikadikelolalewatmekanismehierarkisdenganserangkaianregulasinya.Disini perannegarasangatpenting. Sementaraitu karakteristik barang dalamkuadranCommon Pool Resource(CPR) memiliki karakter yang unik. Pada satu sisi barangbarang (goods) tersebut memiliki tingkatexclusion yang tinggitapi padasisiyang lain ia memiliki tingkat subtractability yang tinggi pula. Artinya, banyak orang yang menginginkannya akan tetapi individu itu tidak mungkin bisa efisien untuk memilikinya. Sebagai misal, bisa saja pantai (common fishing) dikaplingkapling menjadi milikmilik individu (private goods). Bisa juga penggunaan pantai dijaga sepenuhnya oleh institusi negara (public goods). Tetapi kedua pilihan ini tidak efisien. Lebih efisien jika dikelola oleh masyarakat setempat (CPR). Dengan demikian, CPR merupakan sumberdaya yang terbatas keberadaanya namun kemanfaatanya dan signifikansinya sangat luas yang dikelola bersama secara kolektif. Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas, berikut ini perbandingan logika dalam mekanisme pengelolaan barang melalui tiga mekanisme utama, yaitu mekanisme pasar, mekanisme hierarki, dan mekanisme jaringan sebagaimana pada 8

Pratikno(2007),ManajemenJaringanDalamPerspektifStrukturasiJurnalAdministrasi KebijakanPublik,Volume 12, Nomor 1 (Mei 2008), hal. 1-19, Yogyakarta:MAPUGM. tabel2. Tabel2.PerbandinganPengelolaanBarang MelaluiMekanismePasar,Hierarki,danJaringan Pembanding BasisHubungan Pasar Kontrakdanhak milik Hierarki Hubungankerja (employment relationship) Tergantung Jaringan Pertukaran sumberdaya

Tingkat Independen Salingtergantung ketergantungan Mediumpertukaran Harga Otoritas Kepercayaan Sarakoordinasidan Tawarmenawar Aturandan Diplomasi resolusikonflik danpengadilan perintah (negosiasi) Budaya Kompetisi Subordinasi Resiprositas Sumber:DiolahdariPierreandPeter(2000:1520),danRhodesdalamG.Stoker(1999:xviii) Dalam konteks ini, CPR hanya bisa dikelola oleh para pelaku yang secara sukarela dan sadar mau bekerja dan bertindak bersama. Tanpa kerjasama ini mereka akanterperangkapdalamtragedyofthecommons.Konsekuensinya,parapelakudituntut untuk bekerjasama baik untuk memanfaatkan maupun untuk menjaga keberadaan CPR. Dalam konteks ini, mekanisme pengelolaan melalui pendekatan jaringan akan lebih efektif dijalankan dalam mengelola CPR (Ostrom, et.al, 1994: 7; Klijn dan Koppenjan,2000:140).Olehkarenaitu,pendekatanjaringanbisadidefinisikansebagai upayauntuk: a. mengelolarelasiaktoryangotonom(teorigovernance); b. menjagainterdependensidankerjasama(teoriresourceexchange); c. mengelolasumberdayabersama(teoritragedyofthecommons);dan d. memaksimalisasikemanfaatanbersama(teoricollectiveactionsandgain). Empat relevansi manajemen jaringan ini dihadapkan pada karakter yang sama, yaitu problema untuk membangun collective governability dalam relasi antar aktor yang bersifathorisontal. LogikaStrukturasidanManajemenJaringan Oleh karena struktur jaringan dibangun melalui interaksi yang sukarela (voluntaryinteractions)dariparapelakuyangotonom,makastrukturyangdibangunnya bersifatopenendedprocess,tidakpernahselesai,bahkantidakjarangbersifatfluktuatif. Kestabilan suatu struktur jaringan ditentukan oleh tingkat interdependensinya, yakni melalui mekanisme pertukaran sumberdaya yang relatif tetap dan tidak tergantikan 9

Pratikno(2007),ManajemenJaringanDalamPerspektifStrukturasiJurnalAdministrasi KebijakanPublik,Volume 12, Nomor 1 (Mei 2008), hal. 1-19, Yogyakarta:MAPUGM. olehmekanismelaindalamstrukturjejaring(Jones,Hesterly,danBorgatti,1997). Konsekuensinya,relasiyangterbangunantarastrukturjaringandanparapelaku jaringan bersifat konstitutif (lihat gambar 1). Perilaku dan preferensi strategi yang diambilparapelakutidaklahsepenuhnyaditentukanolehstrukturjaringanitu,karena padasaatyangsamastrukturjaringanjugahanyabisaterbentuklewatnegosiasiyang terusmenerusantarpelakujaringan.Modelrelasistrukturdanagensiyangkonstitutif inidikenalsebagaidualitasstruktur(dualityofstructure)dalamepistemologistrukturasi AnthonyGiddens(Giddens,1984)sebagaimanaterlihatpadagambar3. Gambar3.LogikaStrukturasiGiddens SIGNIFIKASI DOMINASI LEGITIMASI GugusStruktur Sarana Interpretasi Fasilitas Norma Komunikasi Kekuasaan Sanksi Interaksi Sumber:Giddens(1984),hal.29. Menurut teori ini, setiap struktur besar memiliki tiga gugus struktur yang membangunnya(Giddens1984:29).Ketigagugusstrukturituadalah: 1. Struktursignifikasiyangberkaitandenganskemasimbolikdanwacana; 2. Struktur dominasi, yang mencakup skema penguasaan atas orang (politik) dan barang(ekonomi);dan 3. Strukturlegitimasiyangberkaitandenganskemaaturannormatifyangtertuang dalamtatahukum/aturanmain. Tingkat kestabilan dan fluktuasi suatu struktur jaringan akan ditentukan oleh keseimbangan relasi dalam tiga gugus tersebut. Tentang terbentuk dan berubahnya suatu struktur jaringan itu, ada tiga pengandaian penting yang diajukan dalam teori strukturasi ini (Giddens, 1984: 1625). Pertama, struktur jaringan diandaikan sebagai medium interaksi sekaligus juga sebagai instrumen bagi para pelaku jaringan. Konsekuensinya, struktur jaringan bukan hanya memiliki dimensi untuk mengekang (constraint)perilakuindividu(aktor)supayasesuaidengannormanormadanregulasi regulasi yang ada di dalamnya. Akan tetapi, karena ia sebagai medium, struktur 10

Pratikno(2007),ManajemenJaringanDalamPerspektifStrukturasiJurnalAdministrasi KebijakanPublik,Volume 12, Nomor 1 (Mei 2008), hal. 1-19, Yogyakarta:MAPUGM. jaringan juga membuka ruang yang luas dan memfasilitasi bagi kemungkinan kemungkinan perubahan baru (enabling) yang dihasilkan lewatnegosiasiantar pelaku jaringan. Kedua,dengantingkatotonomiyangdimilikiparapelakujaringan,baikindividu maupun organisasi, mereka memiliki apa yang disebut sebagai kemampuan mawas diri, selfreflection (Giddens, 1984: 4145). Artinya, para pelaku jaringan dianggap memiliki kapasitas kekuasaan yang kuat (agential power) untuk mengubah dan atau mempertahankan struktur jaringan. Ketiga, adanya interaksiinteraksi yang terjadi berulangulang yang didasari pada kepentingan praksis, yang akan membentuk dan mengubah struktur itu (Giddens, 1984: 162213). Di sini, proses habituasi interaksi, istilahyangdipinjamdarisosiologPerancisPierreBourdieu,merupakangagasanyang sentraldalammanajemenjaringan. Dengantigapengandaiandalamteoristrukturasitersebut,kitabisamemahami bahwa terbentuk dan berubahnya struktur jaringan terjadi lewat hubungan dualitas antara struktur jaringan dan tindakantindakan para pelaku jaringan. Kapasitas melakukan steering akan menjadi kekuatan penting perspektif strukturasi dalam manajemenjaringan.Denganperspektifstrukturasi,manajemenjaringanbukanhanya menjadi metode untuk berelasi dengan para aktor yang otonom, tetapi juga memberi kekuatan arahan pada bagaimana kolektifitas aktor dalam jaringan melakukan kapasitastransformatifnya(restructuring). StrategiMengelolaJaringan:GameManagementdanNetworkStructuring Katakuncidalamstrategimanajemenjaringanadalahbagaimanamembuatpara aktor melakukan kerjasama untuk mencapai hasilhasil yang diharapkan. Akan tetapi hal ini tidak selamanya mudah. Meskipun interdependensi dan pertukaran sumberdaya memungkinkan mereka bersedia bekerjasama, namun dalam praktiknya hal ini tidak serta merta terjadi (OTolle, 1997; Provan dan Sebastian, 1998). Konflik konflik bisa saja terjadi dalam prosesproses sejak perumusan tujuan, pendefinisian masalah, penggunaan instrumen, bahkan sampai pada konflik untungrugi (payoff). Konflik yang muncul dalam jaringan tidak mungkin bisa dikelola melaluimekanisme hierarkis,karenasecarateoretistidakadaaktoryangmempunyaikekuasaanotoritatif terhadapaktorlainnyasecaralegitimate.Dalamkonteksini,strategidalammanajemen jaringanmelaluimekanismepermainan(gamemanagement)menjadisangatdiperlukan. Permainan yang dimaksud adalah upaya politisasi dan negosiasi untuk membentuk danmengubahkonstelasirelasionalantaraktordalamjaringan(Jarillo,1988). Walaupun agent punya peran penting dalam proses interaksi, namun structure juga mempunyai peran yang menentukan. Perilaku para aktor tersebut dikerangkai oleh struktur, bisa berupa struktur signifikansi, struktur dominasi dan struktur 11

Pratikno(2007),ManajemenJaringanDalamPerspektifStrukturasiJurnalAdministrasi KebijakanPublik,Volume 12, Nomor 1 (Mei 2008), hal. 1-19, Yogyakarta:MAPUGM. legitimasi.Caraberpikirparaaktor,aturanmainyangmengkerangkairelasi,sertapola distribusisumberdayasangatmempengaruhipilihanperilakuparaaktoryangterlibat dalam jaringan. Sebagian atau semua struktur ini bisa menghalangi (constraining) ataupunmemberdayakan(enabling)paraaktordalamupayauntukmengelolainteraksi horisontal antar aktor (Giddens, 1984). Oleh karena itu, agar mampu mengelola jaringan dengan baik, para aktor berkepentingan untuk merestrukturasi tiga gugus struktursecaraberkelanjutanagartipestrukturyangconstrainingbisadigesermenjadi enabling.Gambar4berikutiniberusahamemvisulasiasikanhubunganmanajerjaringan denganstrukturdandesainperanperanyangharusdimainkan. Gambar4.ModelPelangiHubunganManajerJaringandanStruktur


Keterangan:A:AksiSosial S+:Strukturyangmemberdayakan(enabling) S:Strukturyangmengkendalai(constraining)

Gambar 4 tersebut berusaha memvisualisasikan bahwa perilaku untuk bekerjasama dan berkolaborasi tidak bisa berjalan dengan sendirinya secara alamiah. Upayasteeringpermainanpermainanyangkompleksmenjadimutlakdiperlukan(Klijn danKopenjan,2000;Kickert,KlijndanKoppenjan,1999).DalamlogikaGiddens(1984), para aktor berkesempatan untuk melakukan aksiaksi sosial (game management) untuk secara gradual mempengaruhi (steering) tiga gugus struktur (network stucturing) sebagaimanatelahdikemukakandiatas.Aksiaksisosialtersebutbisaberupa: 1. Aksi melakukan interpretasi dalam rangka memberi makna terhadap barang, perilaku aktor, dan pola relasi. Melalui pemaknaan baik dan buruk, seorang manajerjaringanbisamendorongparaaktoruntukmemilihperilaku.

12

Pratikno(2007),ManajemenJaringanDalamPerspektifStrukturasiJurnalAdministrasi KebijakanPublik,Volume 12, Nomor 1 (Mei 2008), hal. 1-19, Yogyakarta:MAPUGM. 2. Aksi menyediakan fasilitasi sumber daya. Hal ini dilakukan dengan cara memberikaninsentifataudisinsentifkepadaparaaktoruntukberbuatatautidak berbuatsesuatu. 3. Aksi membangun aturanaturan normatif yang mempunyai kapasitas sanksi. Melaluiaksiini,seorangmanajerjaringanmampumengkerangkaiperilakuaktor dalambatasannormayangtelahdibangunolehmanajerjaringan. Melalui caracara tersebut, seorang manajer jaringan bisa mengubah struktur yang awalnyaconstrainingmenjadienabling. Dalam konstelasi kesalingtergantungan, seorang manajer jaringan bukanlah aktor yang sentral atau direktur, melainkan sebagai mediator dan stimulator. Peran peraninitentusajatidakdimainkanolehsatuaktorsaja,bisasajaadabeberapa.Aktor aktor yang akan menempati posisi ini ditentukan oleh posisi strategisnya, daya pengaruh kepemilikan sumberdayanya dan legitimasinya dalam norma atau aturan yangada4. Dalam bahasa Kickert, Klijn dan Koppenjan (1999), strategistrategi steering jaringaninidikelompokandalamduajenis,yaitugamemanagementyangmemfokuskan pada manajemen relasi antar aktor dan network structuring yang memfokuskan pada rekonstitusiterhadapstrukturdominasi,legitimasidansignifikansi.5GamesManagement (GM) didefinisikan sebagai an ongoing, sequentaial chain of (strategic) actions between different players (actors), governed by the players perceptions and by existing formal and informalrules,whichdeveloparoundissuesordecisionsinwhichtheactorsareinterested(Klijn dan Teisman, 1999: 101). Tujuan terpenting dalam games management adalah untuk menyatukan persepsi para aktor dan menyelesaikan persoalanpersoalan hubungan organisasionalantarpelakujaringan.Strategistrategiyangdikembangkandalamgames managementmengasumsikanbahwastrukturdankonstelasidalamjaringanrelatifgiven (KlijndanKoppenjan,2000:141).Dengandemikian,paraaktorkemudianmemainkan danmengembangkanstrategipermainannyadalamstrukturyangadayangberupatata aturan formal dan informal, komposisi pelaku, dan distribusi sumberdaya yang telah ada.
MenurutOstromet.al(1994)dalammembanguntindakbersama(collectiveactions)hubunganantaraktor dipengaruhi dan ditentukan oleh tiga hal: karakter sumberdayanya, karakter komunitasnya yang berinteraksidanruleinuse.RulesinUseadalahaturanyanghanyaberlakudidalamarenainteraksiyang menentukan games dalam interaksi para aktor. Ostrom et.al mengidentifikasi ada tujuh jenis ruleinuse, yaitu: Position rules, Boundary rules, Authority rules, Aggregation rules, Scope rules, Information rules, dan Payoffrules(Ostrom,at.al,1994:2349).
4

Klijn dan Koppenjan (2000) menggunakan istilah process management dan network constitution untuk merujuk klasifikasi ini. Penggunaan istilah game management dan network structuring dalam tulisan ini dirasa lebih tepat untuk menempatkan strategi jaringan ini pada logika dualitas teori strukturasi. Artinya, penekanan strategisnya bukan hanya pada masingmasing ranah, tetapi juga pada hubungan antarakeduanyayangditujukanuntukrestrukturasijaringan.
5

13

Pratikno(2007),ManajemenJaringanDalamPerspektifStrukturasiJurnalAdministrasi KebijakanPublik,Volume 12, Nomor 1 (Mei 2008), hal. 1-19, Yogyakarta:MAPUGM. Networkstructuring(NS)memfokuskanpadaupayamengubahstrukturjaringan. Asumsi yang dibangun adalah bahwa karakteristik kelembagaan jaringan akan mempengaruhi dan bahkan menentukan peluangpeluang bagi kerjasama antar aktor (Klijn dan Koppenjan, 2000: 141). Dengan demikian, strategistrategi dalam network structuring ditujukan untuk mengubah karakteristik kelembagaan jaringan. Berbeda denganGMyangmengembangkanstrategistrategidalamlevelpembangunaninteraksi antar aktor, strategistrategi dalam NS dimaksudkan untuk membuka ruang dan memfasilitasi berlangsungnya prosesproses kerjasama untuk berjejaring. Bentuk bentuk game management dan network structuring bisa diilustrasikan dalam tabel 3 berikutini. Tabel3.StrategiManajemenJaringandalamLogikaStrukturasi Level/Sarana Persepsi/Interpretasi Aktor/Fasilitas Institusi/Norma Strategi Arranging: Selective(de) Game Covenanting: Membangun, activation: Management Mengeksplorasi menjaga,dan Memobilisasi persamaandan kekuatanaktoryang mengubahformat perbedaanpersepsi miskinsumberdaya relasijangka antaraktor,dan danmendemobilisasi pendekyangbisa menjajagiuntuk mendorong peranaktoryang menselaraskan mendominasisumber interaksidalam tujuanbersama. kelompok. daya. Network Reframing: Network(de)activation: Reconstitutionalism: Structuring Mengubahpersepsi Melibatkanaktor Mengubah paraaktordalam aktorbaruatau kebijakan,aturan jaringanyangakan mengubahposisidari dansumberdaya mengkerangkaiaktor aktoryangada; dalamjaringan dalammenentukan Memobilisasikoalisi secarafundamental. nilaiapayang koalisibaru. dikedepankan. Sumber:DiolahdariKlijnandTeisman(1999)hal.106; Enam varian strategi manajemen jaringan dalam logika strukturasi yang digambarkanpadatabel3diatas,harusdilihatsebagaisebuahkesatuan.Dalamrangka membangun sinergi yang terlembaga dan berkelanjutan dengan kerangka logika strukturasi,pengembanganmanajemanjaringanperludikerangkaidalambeberapahal penting. Pertama, pengembangan strategistrategi baik dalam GM maupun NS 14

Pratikno(2007),ManajemenJaringanDalamPerspektifStrukturasiJurnalAdministrasi KebijakanPublik,Volume 12, Nomor 1 (Mei 2008), hal. 1-19, Yogyakarta:MAPUGM. bukanlah sesuatu yang terpisah, melainkan harus dirancang untuk membangun hubungan dualitas. Ketika kohesivitas antar pelaku jaringan belum terlalu kuat sementara hambatan kelembagaan untuk membangun jaringan demikian kuat, maka strategi yang harus dikembangkan harus dalam dua level sekaligus: memperkuat kohesivitasjaringandanmemperlemahconstrainlembaga.Disini,faktorwaktu(timing) memiliki kedudukan yang sentral dalam pengembangan strategi manajemen jaringan (McGuire, 2002; Provan dan Milward, 2001). Dengan memperhatikan hubungan dualitasnya, terutama hubungan kekuatan dalam arti perimbangan daya constrain strukturdankapasitaspelakujaringan,bisaditentukankapanharusmenggunakandan mengembanganinstrumenstrategimanajemenjaringanyangsepertiapa. Kedua, dengan mengadopsi model tiga gugus struktur dalam teori strukturasi, instrumeninstrumen yang digunakan dalam strategi manajemen jaringan bisa diarahkandalamtigagususitu,yaitugugussignifikasi,dominasidanguguslegitimasi. Dengan demikian, cara ini mampu memetakan pada level mana strategi itu dikembangkan. Faktor ruang (space) menjadi sangat penting diperhatikan. Dengan mengetahuisisisisimanayangkuatdanyanglemah,denganmembandingkanantara dayaconstrainstrukturdankapasitaspelakujaringan,makasaranasaranamanajemen jaringanbisadiformulasikanpadawilayahyangtepat. Penutup Tulisan ini berusaha untuk memanfaatkan teori strukturasi untuk mensistematikasi teoriteori manajemen jaringan. Teori strukturasi terbukti mampu memberikankerangkayangtepatdalamrangkamemahamimanajemenjaringansecara komprehensif dan mampu mempertajam pengembangan strategi dalam manajemen jaringan. Literaturliteratur manajemen jaringan yang berkontribusi memetakan game managementdannetworkstructuringkinibisadipertegasposisistrategisnyamelaluiteori strukturasi. Pada level makro, teori strukturasi mengkerangkai relasi antara strategi pada levelrelasiantaragenindividual(gamemanagement)danstrategipadalevelrekonstitusi struktur (network structuring). Dalam perspektif strukturasi, aksiaksi sosial yang dilakukan oleh aktor, terutama aktor sentral yang melakukan steering, bukan hanya sebagaimediauntukmembangunaksikolektif,tetapijugauntukmerestrukturasitiga gugusstrukturyangada.Prosespengulanganaksisosialyangterulangulang(habitual) inilahyangakanmempengaruhistrukturdanmenjadistrukturbaruyangdiinginkan. Pada level mikro, teori strukturasi juga membantu untuk mensistematisasi pendetailan instrumentasi aksiaksi manajemen jaringan dalam tiga payung gugus struktur.Strategistrategiberwacanabisadikembangkanuntukmempengaruhistruktur signifikansi. Strategi rekonstitusi bisa diarahkan untuk mengubah struktur legitimasi dan dominasi. Teori strukturasi juga mengingatkan bahwa strategistrategi yang 15

Pratikno(2007),ManajemenJaringanDalamPerspektifStrukturasiJurnalAdministrasi KebijakanPublik,Volume 12, Nomor 1 (Mei 2008), hal. 1-19, Yogyakarta:MAPUGM. dikembangkan dalam manajemen jaringan selalu dibatasi oleh ruang dan waktu. Generalisasi strategi sangat sulit untuk dirumuskan, kecuali pengalaman pihak lain dalamkerangkaruangdanwaktutertentudigunakansebagaisumberinspirasidalam merumuskan strategi berjejaring. Hal ini mengingatkan kepada pelaku jaringan agar selalumawasdiri(selfreflection)dalammendefinisikanconstraintdanmengembangkan aksistrategisuntukmembangunstrukturyangenabling. DaftarPustaka Abrahamsen, Rita (2004), Sudut Gelap Kemajuan: Relasi Kuasa dan Pembangunan (Disciplining Democracy: Development Discourse and Good Governance in Africa),Yogyakarta:Lafadl. Agranoff, Robert (2003), A New Look at ValueAdding Functions of Intergovernmental Networks, Paper prepared for Seventh National Public Management Research Conference,GeorgetownUniversity,October911,2003. Allison, Graham T (1971), Essence of Decission: Explaining the Cuban Missile Crises, Boston:LittleBrown. Borgatti, Stephen P, and Pacey C. Foster (2003), The Network Paradigm in Organizational Research: A Review and Typology, Journal of Management, Vol. 29.No.6. Gaebler,TedandDavidOrsbone(1992),ReinventingGovernment:HowtheEntrepreneurial SpiritisTransformingthePublicSector,Reading,MA:AddisonWesley. Giddens,Anthony(1979),CentralProbleminSocialTheory,London:Macmillan. Giddens, Anthony (1984), The Constitutions of Society: Outline of the Theory of Structuration,Berkeley:UniversityofCaliforniaPress. G.Stoker(1999),TheNewManagementofBritishLocalGovernance,MacMillan:Palgrave. Hajer, Martin and Wagenaar (2003), Deliberative Policy Analysis: Understanding GovernanceintheNetworkSociety,Cambridge:CambridgeUniversityPress. Hanpf K.I and F.W. Scharpf (1978), Interorganizational Policy Making: Limits to CoordinationandCentralControl,London:SagePublications. Haris, Syamsuddin (2005), Desentralisasi dan Otonomi Daerah: Desentralisasi, Demokratisasi,&AkuntabilitasPemerintahanDaerah,Jakarta:LIPIPress. Hughes, Owen (1994), Public Management and Administration, New York: St. Martin Press. Jarillo, J. Carlos (1988), On Strategic Networks, Strategic Management Journal, Vol. 9, No.1 Jennings,Jr;JoAnnG.Ewalt(1998),InterorganizationalCoordination,Administrative Consolidations, and Policy Performance, Public Administration Review, Vol. 58, No.5. 16

Pratikno(2007),ManajemenJaringanDalamPerspektifStrukturasiJurnalAdministrasi KebijakanPublik,Volume 12, Nomor 1 (Mei 2008), hal. 1-19, Yogyakarta:MAPUGM. Jones, Candace, William Hesterly and Stephen Borgatti (1997), A General Theory of Network Governance: Exchange Condition and Social Mechanism, Academy of ManagementReview,Vol.22,No.4. Jordan, Grant (1990),SubGovernments, Policy Communities and Networks: Refilling theOldBottles?,JournalofTheoreticalPolitics,Vol.2No.3. Lay, Cornelis (2006), Involusi Politik: EseiEsei Transisi Indonesia, Yogyakarta: S2 PLOD UGM,danJurusanIlmuPemerintahanFisipolUGM. Kickert, Walter J.M and Joop Koppenjan (1999), Public Management and Network Management dalam Kickert, Walter J.M., E.H. Klijn dan Joop F.M. Koppenjan (1999), Managing Complex Networks: Strategies for the Public Sector, London: Sage Publications. Kickert, Walter J.M, E.H. Klijn dan Joop F.M. Koppenjan (1999), Managing Complex Networks:StrategiesforthePublicSector,London:SagePublications. Kjaer,AnneMette(2004),Governance,London:PolityPress. Klijn, EricHans and G.R Teisman (1999), Strategies and Games in Networks dalam Kickert, Walter J.M., E.H. Klijn dan Joop F.M. Koppenjan (1999), Managing ComplexNetworks:StrategiesforthePublicSector,London:SagePublications. Klijn, EricHans and Joop Koppenjan, (2000), Public Management and Policy Networks: Foundations of a Network Approach to Governance, Public Management,Vol.2Issue2,2000. Mubarak,M.Zaki,dkk(2006),BluePrintOtonomiDaerahIndonesia,Jakarta:YBHCenter, PartnershipForGovernanceReformInIndonesia(PGRI),EuropeanUnion(EU). Mugasejati, Nanang Pamuji, dan Ucu Martanto (2006), Kritik Globalisasi dan Neoliberalisme,Yogyakarta:FisipolUGM. McGuire, Michael (2002), Managing Networks: Propositions on What Managers Do andWhyTheydoIt,PublicAdministrationReview,Vol.62,No.5. OTolle,LaurenceJ(1997),TreatingNetworksSeriously:PracticalandResearchBased AgendainPublicAdministration,PublicAdministrationReview,Vol.57,No.1. Ostrom, Elinor (1990), Governing the Common: The Evolution of Institutions for Collective Action,Cambridge:CambridgeUniversityPress. Ostrom,Elinor,&Gradner,danWalker(1994),Rules,Games,andCommonPoolResource, Michigan:UniversityofMichiganPress. PetersGuy(1998),ManagingHorisontalGovernment:ThePoliticsofCoordination,Research PaperNo.21,Canada:CanadianCentreforManagementDevelopment. Peters, Guy and John Pierre (1998), Governance Without Government? Rethinking PublicAdministration,JournalofPublicAdministrationResearchandTheory,Vol.8: 2. Peters,Guy(2001),TheFutureofGoverning:SecondEdition(Revised),Kansas:University PressofKansas. PierreandPeter(2000),Governance,PoliticsandTheState,London:MacMillan. 17

Pratikno(2007),ManajemenJaringanDalamPerspektifStrukturasiJurnalAdministrasi KebijakanPublik,Volume 12, Nomor 1 (Mei 2008), hal. 1-19, Yogyakarta:MAPUGM. Podolny,JoelM.andKarenL.Page(1998),NetworkFormsofOrganizations,Annual ReviewofSociology.Vol.24. Prajarto,Nunung(2004),Komunikasi,Negara,danMasyarakat,Yogyakarta,FisipolUGM. Pratikno (2005), Good Governance dan Governability, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,Vol.VIII,Nomor3,Maret2005,Yogyakarta:FisipolUGM. Pratikno (2007), Governance dan Krisis Teori Organisasi Jurnal Administrasi Kebijakan Publik,November2007,Vol.12,No.2,Yogyakarta:MAPUGM. Provan,KeithGandH.B.Milward(2001),DoNetworksReallyWork:AFramework for Evaluating PublicSector Organizational Networks Public Administration Review,Vol.61.No.4. Provan,KeithGandJulianSebastian(1998),NetworkswithinNetworks:ServiceLink Overlap, Organizational Cliques, and Network Efectiveness, The Academy of ManagementJournal,Vol.41,No.4. Rhodes, R. A. W. dan David Marsh, (1992), New Directions in the Study of Policy Networks,EuropeanJournalofPoliticalResearch,21. Rhodes, R. A. W. (1996), The New Governance: Governing without Government, PoliticalStudies,Vol.XLIV. Rhodes,R.A.W.(1997),UnderstandingGovernance,Buckingham:OpenUniversityPress. Ricklefs,M.C.(2005),SejarahIndonesiaModern12002004,Jakarta:SERAMBI. Scharpf, F.W (1978), Interorganizational Policy Studies: Issues, Concepts, and PerspectivesdalamHanpfK.IandF.W.Scharpf(1978),InterorganizationalPolicy Making:LimitstoCoordinationandCentralControl,London:SagePublications. Sharpf,L.J.(1985),CentralCoordinationandthePolicyNetworks,PoliticalStudies,Vol 33. Thorelly, Hans B. (1986), Networks: Between Markets and Hierarchies, Strategic ManagementJournal,Vol7,No.1. Weiss, Thomas (2000). Governance, Good Governance and Global Governance: Conceptual and Actual Challenges, Third World Quarterly Journal of Emerging Areras,Vol.21No.5Oktober. Wibowo, Idan Francis Wahono (2003), Neoliberalisme, Yogyakarta: Cindelaras Pustaka RakyatCerdas.

18

You might also like