Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

Jurnal lokus kuantitatif sifat ketahanan penyakit blas ... AnalisisBioteknologi Pertanian, Vol. 10, No. 1, 2005, pp.

7-14

Analisis lokus kuantitatif sifat ketahanan penyakit blas pada populasi antarspesies IR64 dan Oryza rufipogon
QTL analysis of blast resistance trait in interspecific population between IR64 and Oryza rufipogon Dwinita W. Utami1, S. Moeljopawiro2, H. Aswidinnoor3, A. Setiawan3, dan E. Guhardja4
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Jalan Tentara Pelajar Nomor 3A Bogor 16111, Indonesia 2 Pusat Perlindungan Varietas, Departemen Pertanian, Kanpus Deptan Gedung E Lantai II Jalan Harsono R.M. Nomor 3 Jakarta 12550, Indonesia 3 Program Studi Agronomi, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Indonesia 4 Program Studi Biologi, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Indonesia
1

ABSTRACT
An interspecific population from backcrossing between a wild rice species (Oryza rufipogon) and a cultivated rice (IR64) were used for blast QTL mapping. The objective of this research was to map QTL for blast resistance using population derived from selected individual plants. Twenty subset lines from BC 2F 3 population were multiplied individually to generate a population and used for blast QTL mapping based on statistical approach single point analysis (SPA), interval mapping (IM), and composite interval mapping (CIM). Results of this study showed that the blast QTL Pirf2-1(t) and Pir2-3(t) were identified on chromosome 2. Pirf2-1(t) originated from O. rufipogon and resistant to race 001, while Pir2-3(t) originated from IR64 and resistant to race 173. These QTL were mapped between two molecular markers separated by the distance of 3.8 cM and 6.3 cM, respectively, on chromosome 2. The location of these QTL closed to the two known blast resistant genes Pitq-5 and Pib. Pirf2-1(t) was mapped on 172.3 cM linked with RM206RM266 and Pir2-3(t) on 141.7 cM linked with RM263RM250. Result of the phenotypic analysis confirmed that those lines, containing introgressed fragments at the location of Pir2-3(t), were resistant to the three races of blast pathogen used in this study. These lines may be further fixed as isogenic lines. The two other QTL with lower precision were found on chromosomes 9 and 12. These QTL were originated from IR64 and resistant to race 033. [Keywords: Oryza sativa, Oryza rufipogon, blast, disease resistance, genetic markers]

analisis markah interval, dan analisis markah komposit interval. Hasil penelitian menunjukkan adanya dua QTL tahan blas pada kromosom 2, yang diberi nama Pirf2-1(t) dan Pir2-3(t) yang berdekatan dengan posisi Pitq-5 dan Pi-b. Pirf2-1(t) terdapat pada posisi 172,3 cM, terpaut pada markah RM206-RM266, merupakan QTL tahan blas ras 001 dari tanaman donor O. rufipogon. Pir2-3(t) terdapat pada posisi 141,7 cM, terpaut pada markah RM263-RM250, merupakan QTL tahan blas ras 173 dari tanaman pemulih IR64. Hasil uji konfirmasi fenotipik menunjukkan bahwa galur dengan fragmen introgresi pada posisi QTL Pir2-3(t) bersifat tahan terhadap ketiga ras uji yang digunakan. Galur ini dapat difiksasi lebih lanjut menjadi galur isogenik. Dua QTL lain dengan presisi yang lebih rendah diperoleh pada kromosom 9 dan 12. QTL tersebut merupakan QTL tahan blas untuk ras 033 dari tetua berulang IR64. [Kata kunci: Oryza sativa, Oryza rufipogon, blas, ketahanan terhadap penyakit, markah genetik]

PENDAHULUAN Penyakit blas merupakan satu penyakit penting pada tanaman padi. Penyakit ini telah menyebabkan gagal panen di Asia Tenggara dan Amerika Selatan sebesar 30-50% (Baker et al. 1997; Scardaci et al. 1997) dengan kerugian mencapai jutaan dolar Amerika (Shimamoto et al. 2001). Di Indonesia, luas serangan penyakit blas mencapai 1.285 juta ha atau sekitar 12% dari total luas areal pertanaman padi di Indonesia (Badan Pusat Pengolahan Statistik 2004). Spesies padi liar merupakan salah satu alternatif sumber keragaman genetik yang dapat dimanfaatkan dalam perakitan varietas tahan penyakit blas. Salah satu spesies padi liar, Oryza rufipogon (IRGC # 105491), memiliki gen ketahanan terhadap tiga ras penting dari patogen blas (Utami et al. 2001). Hal itu menunjukkan bahwa O. rufipogon berpotensi sebagai sumber gen tahan penyakit blas yang bersifat

ABSTRAK
Populasi silang balik antara spesies padi liar Oryza rufipogon dan padi budi daya IR64 digunakan sebagai materi genetik untuk penelitian pemetaan QTL ketahanan terhadap penyakit blas. Tujuan penelitian ini adalah memetakan posisi QTL tahan blas dengan menggunakan populasi dari individu beberapa galur yang terseleksi sebelumnya. Dua puluh galur terseleksi dari populasi B 2F3 dibiarkan menyerbuk sendiri, yang selanjutnya digunakan sebagai populasi untuk analisis pemetaan QTL tahan blas, yang meliputi analisis markah tunggal,

8 horizontal. Oleh karena itu, galur-galur tahan yang dikembangkan dari O. rufipogon diharapkan dapat mengatasi berbagai ras penyakit blas yang mungkin berkembang di lapangan (Parlievliet dan Zadoks 1977; Jeanguyot 1994). Untuk menganalisis lokus kuantitatif (QTL) sifat ketahanan terhadap penyakit blas pada O. rufipogon, maka dilakukan analisis pemetaan QTL pada populasi BC2F3 (IR64/O. rufipogon //IR64). BAHAN DAN METODE Analisis QTL memerlukan data fenotipik dan genotipik dari populasi silang balik. Analisis fenotipik sifat tahan blas pada galur terseleksi dari populasi BC2F 3 dilakukan di rumah kaca Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi-Subang, sedangkan analisis genotipik dan analisis dengan software komputer dilaksanakan di laboratorium biologi molekuler, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2002 sampai Juni 2003. Bahan Dua puluh nomor tanaman dari populasi BC2F 3 yang telah terseleksi dari kegiatan penelitian sebelumnya, ditanam dan dibiarkan menyerbuk sendiri. Benih yang diperoleh, diambil 16-25 butir secara bulk untuk ditanam secara individu. Total tanaman yang digunakan dalam analisis sebanyak 331 nomor tanaman. Populasi tanaman ini selanjutnya digunakan untuk analisis fenotipik ketahanan terhadap patogen blas serta analisis genotipik dengan beberapa markah molekuler yang telah terpetakan pada kromosom 2. Metode Uji fenotipik ketahanan terhadap penyakit blas Evaluasi tingkat ketahanan terhadap penyakit blas ras 001, 033, dan 173 dilakukan dengan rancangan acak lengkap. Masing-masing tanaman dievaluasi sifat ketahanannya dalam lima ulangan. Penyiapan inokulum hingga evaluasi tingkat ketahanannya dilaksanakan menurut Utami et al. (2001), sedangkan standar skor serangan blas mengikuti skala IRRI (1996) seperti pada Gambar 1. Analisis keterpautan Benih tanaman yang akan dianalisis ditumbuhkan dalam pot plastik. DNA diisolasi dari daun padi yang berumur kurang lebih 2 minggu, menggunakan proSkor/Score : 1 Luas bercak: 0 , 5 Spot area (%) 2 1 3 2 4 5

Dwinita W. Utami et al.

5 6 10 25

7 50

8 9 75 100

Gambar 1. Skala skor standar luas serangan patogen blas pada daun padi (IRRI 1996). Fig. 1. Standar score for rice leaf attacked by blast (IRRI 1996).

tokol isolasi DNA miniprep dengan metode potassium acetate (Dellaporta et al. 1983). Untuk mengetahui kualitas DNA dilakukan elektroforesis. Gel dielektroforesis kemudian direndam dalam etidium bromida dan dipotret. DNA yang berkualitas baik memiliki gumpalan besar di dekat sumur gel. Untuk menguji kuantitas DNA, diambil 10 l DNA lalu dilarutkan dalam 2.490 ml TE, kemudian diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang () 260 dan 280. Dari data tersebut dapat dihitung kemurnian dan jumlah DNA. Kemurnian DNA = 260/ 280; bila didapatkan angka kurang dari 1,8 ditambahkan protease, bila lebih besar ditambah RNAse. Jumlah DNA = 260 x 250 x 50/1.000 (g/ml). DNA yang terekstrak kemudian digunakan untuk analisis PCR menggunakan primer simple sequence repeat (SSR) dengan komposisi campuran PCR (satu kali reaksi) sebagai berikut: 2 l bufer PCR (10 mM TrisHCl, pH 8,3; 50 mM KCl; 1,5 mM MgCl2; 0,01% gelatin) (10x); 2 l, dNTPmix (1 mM); 2 l primer (F+R) (masingmasing 5 M); 0,5 l Taq polymerase 5 unit/l; 2 l DNA 25 ng/l. Program PCR yang digunakan adalah 5 menit pada suhu 94oC untuk denaturasi awal, dilanjutkan dengan 35 siklus yang terdiri atas 1 menit pada suhu 94oC untuk proses denaturasi, 1 menit pada suhu 55 oC untuk proses annealing, dan 2 menit pada suhu 72oC untuk proses primer extention. Extention step yang terakhir dilakukan pada suhu 72 oC selama 7 menit. Sampel diberi loading buffer kemudian didenaturasi menggunakan mesin PCR pada suhu 94oC

Analisis lokus kuantitatif sifat ketahanan penyakit blas ...

9 Penampilan tanaman dengan serangan blas skor 1-9 dapat dilihat pada Gambar 3. Distribusi fenotipik menunjukkan adanya segregasi transgresif pada populasi BC2 F3 yang diuji. Hal ini terlihat dari beberapa nomor tanaman yang mempunyai tingkat ketahanan yang lebih tinggi dibanding kedua tetuanya.

selama 5 menit dan secepat mungkin dimasukkan ke dalam kotak berisi es. Sampel dielektroforesis pada 5% gel poliakrilamid pada suhu 45oC dengan daya 100 watt selama 3 jam. Pewarnaan DNA dilakukan dengan metode silver staining. Plat kaca yang mengandung gel berisi DNA direndam dalam baki berisi 10% asam asetat glasial (larutan fiksasi) dan digoyang selama 20 menit, atau sampai warna loading buffer pada gel hilang. Selanjutnya, plat dicuci tiga kali dalam air super murni (air yang disuling dua kali) masing-masing 1 menit, kemudian direndam dalam larutan pewarna (silver staining) di atas alat penggoyang selama 1 jam, dan dibilas dalam air super murni selama 10 detik. Plat kemudian direndam dalam larutan pengembang sehingga muncul pita-pita, setelah itu secepatnya direndam dalam larutan asam asetat selama 5 menit, dibilas dengan air super murni lagi, dan dikeringanginkan. Analisis data Data dianalisis dengan MAPMAKER/EXP V3.0 untuk membuat peta keterpautan dari markah-markah molekuler pada kromosom 2, 9, dan 12. Keterpautan antara data fenotipik sifat ketahanan terhadap penyakit blas dengan peta keterpautan selanjutnya dianalisis dengan MAPMAKER/QTL V1.1. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan program QGene (1997) untuk analisis markah tunggal dan interval serta Win QTL Cartographer V2.0 (2003) untuk analisis markah komposit interval. HASIL DAN PEMBAHASAN Uji fenotipik pada populasi uji Secara fenotipik, penampilan populasi tanaman BC2F3 menyebar dari skor 1 dengan luas serangan 0,5% hingga skor tertinggi 9 dengan luas serangan lebih dari 75% meskipun dalam jumlah yang rendah (Gambar 2).
Jumlah tanaman Plant Or n umber t 50 IR 25
t

Gambar 3. Luas bercak serangan patogen blas dengan skor 1-9 pada beberapa galur padi populasi BC 2F 3 (IR64/Oryza rufipogon//IR64). Fig. 3. Area of rice leaf attacked by blast with score 1-9 on BC 2 F 3 population (IR64/Oryza rufipogon//IR64). Jumlah tanaman Plant Or n u m b er t IR 75 50 25
t

Jumlah tanaman Plant IR n u mb e r t 50 25 2,3 4,5 6,6 Intensitas serangan R-001 8,8 0,6

Or
t

0,2

2,6 4,7 6,7 Intensitas serangan R-033

8,8

0,2

2,6 5,0 7,4 Intensitas serangan R-173

9,8

Gambar 2. Distribusi fenotipik populasi BC 2F 3 (IR64/Oryza rufipogon//IR64) berdasarkan skor luas serangan blas. Fig. 2. Phenotypic distribution of BC 2F 3 population (IR64/Oryza rufipogon//IR64) based on standard score for blast.

10 Survei primer dan pembuatan peta keterpautan Peta keterpautan beberapa markah molekuler pada populasi hasil persilangan antara IR64 dan O. rufipogon diperoleh dari penelitian Septiningsih et al. (2002). Untuk mendapatkan peta keterpautan yang lebih rapat maka dalam penelitian ini telah disurvei tujuh primer SSR lain yang dapat memperkecil jarak antarmarkah pada peta keterpautan sebelumnya. Dari 7 primer yang diteliti, hanya 3 yang polimorfis, yaitu RM5300, RM6288, dan RM8214, sedangkan RM19 adalah cek primer positif polimorfis dan sudah terpetakan pada kromosom 12 (Gambar 4). Selanjutnya, primer yang polimorfis tersebut bersama primer yang telah terpetakan pada kromosom 2, 9, dan 12 digunakan untuk analisis amplifikasi dengan PCR. Gambar 5 menunjukkan hasil amplifikasi primer RM250 dan RM205 pada sebagian DNA genotipe nomor 374 dan 79. RM250 merupakan salah satu primer yang terdapat pada kromosom 2, sedangkan primer RM205 terdapat pada kromosom 9. Dengan primer RM250 pada genotipe 374 terlihat adanya segregasi antara tipe tetua IR64 (skor 1) dan O. rufipogon (skor 3). Sebagian besar genotipe nomor 374 telah mengikuti tipe tetua berulangnya yaitu IR64. Demikian juga dengan primer RM205, hampir semua individu tanaman dari genotipe nomor 374 telah sama dengan tetua berulangnya IR64. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh primer RM205 pada genotipe nomor 79. Hanya sebagian kecil individu tanaman dari genotipe ini yang mempunyai skor 3 atau sesuai dengan tetua donornya yaitu O. rufipogon. Hasil analisis genotipik dengan primer RM205 dan RM250 menunjukkan bahwa genotipe nomor 374 dan 79 pada populasi BC2F 3 sebagian besar telah sama dengan tipe tetua berulangnya IR64. Hasil analisis fenotipik dan genotipik

Dwinita W. Utami et al.

tersebut selanjutnya digunakan untuk analisis keterpautan beberapa markah molekuler yang terdapat pada kromosom 2, 9, dan 12. Untuk membandingkan posisi keterpautan masing-masing markah molekuler digunakan peta keterpautan yang telah dihasilkan oleh Septiningsih et al. (2002). Peta keterpautan tersebut digunakan sebagai acuan dalam pembuatan peta keterpautan kromosom 2, 9, dan 12. Hasil analisis menunjukkan bahwa ketiga primer baru yang ditambahkan memiliki posisi keterpautan pada bagian ujung dari kromosom 2 (RM5300) dan kromosom 12 (RM8214 dan RM6288). Pada peta keterpautan sebelumnya, jarak antara RM250 dan RM208 adalah 17,4 cM (Septiningsih et al. 2002). Pada Gambar 6 terlihat bahwa RM5300 dapat mengurangi jarak antara primer RM250 dan RM208 menjadi 5,6 cM dan 7,5 cM. Pada kromosom 12, penambahan primer RM8214 dan RM6288 dapat mengurangi jarak antara primer tersebut. Peta keterpautan sebelumnya menunjukkan bahwa jarak antara RM4A dengan RM19 adalah 16,7 cM, sedangkan dengan penambahan primer, jarak ini dapat dipecah menjadi lebih kecil yaitu 10,8 cM, 3,3 cM, dan 5,9 cM. Dengan peta keterpautan yang lebih rapat ini diharapkan lokasi QTL tahan blas dapat diperoleh lebih tepat. Hal ini sesuai dengan Frisch et al. (1999), bahwa untuk mendapatkan presisi QTL yang optimal, selain diperlukan populasi yang tertentu dalam ukuran dan seleksi, juga perlu ditambahkan markah molekuler untuk mendapatkan peta pautan yang rapat. Jansen et al. (2001) juga menyebutkan bahwa peta pautan berkerapatan tinggi (high density/saturated map) pada populasi silang balik dapat diperoleh dengan menambah jumlah markah molekuler yang mempunyai tingkat polimorfisme tinggi, antara lain markah SSR.

Gambar 4. Survei primer pada tetua IR64 (A) dan Oryza rufipogon (B). Fig. 4. Primer survey on IR64 (A) and Oryza rufipogon (B).

Analisis lokus kuantitatif sifat ketahanan penyakit blas ...

11

Gambar 5. Hasil amplifikasi primer mikrosatelit RM250 pada genotipe nomor 374 (A) dan RM205 pada genotipe nomor 374 dan 79 (B). A : Hasil PAGE dengan satu kali loading; B: Hasil PAGE dengan dua kali loading. Skor 1: sesuai dengan tetua pemulih IR64 dan skor 3: sesuai dengan tetua donor Oryza rufipogon. Fig. 5. Amplification result with microsatelite primer RM250 on genotype no. 374 (A) and RM205 on genotype no. 374 and 79 (B). A: PAGE result with 1 x loading; B = PAGE result with 2 x loading, Score 1: suitable with IR64, score 3: suitable with Oryza rufipogon.

Gambar 6. Peta keterpautan markah molekuler pada kromosom 2, 9, dan 12 dengan tambahan markah molekuler (dalam kotak merah). Fig. 6. Linkage map of molecular marker on chromosome 2, 9, and 12 with added marker (in the red box).

Analisis QTL tahan blas pada kromosom 2, 9, dan 12 Analisis statistik untuk beberapa lokasi QTL dilakukan berdasarkan analisis markah tunggal, analisis markah interval, dan analisis markah komposit interval. Hasil

analisis (Tabel 1) menunjukkan bahwa pada kromosom 2 terdapat dua kelompok gen. Kelompok pertama diberi nama sementara Pirf2-1(t), terletak pada posisi 172,31 cM dan terpaut pada interval markah RM208 sampai RM266. Kedua adalah Pir2-9(t), terdapat pada posisi

12
Tabel 1. Analisis statistik QTL tahan blas pada kromosom 2, 9, dan 12. Table 1. Statistical analysis on QTL resistant to blast on chromosoms 2, 9, and 12. QTL RM208-RM266 (Pirf2-1(t)) RM221-RM263 (Pir2-3(t)) RM105-RM434 (Pir9-2(t)) RM6288-RM19 (Pir12-2(t)) Kromosom Chromosome Posisi Position (cM) 72,31 41,7 49,3 21,9 Ras blas Blast race Asal F-SPA Origin LOD-IM LOD-CIM R2

Dwinita W. Utami et al.

Ragam Variance (%) 58,73 42,63 15,10 32,61

Efek Effect

2 2 9 12

R-001 R-173 R-033 R-033

O. ruf. IR64 IR64 IR64

11,05 14,61 12,68 13,15

3 3,59 3 3,39

10,3 15,8 2,38 2,79

0,59 0,43 0,1 0,26

Dominan Aditif Aditif Aditif

141,7 cM dan terpaut pada interval markah RM263 sampai RM250. Penamaan sementara ini dilakukan untuk mempermudah dalam menunjuk kelompok gen tahan blas berdasarkan sumbernya, kromosom dan ketahanannya terhadap ras 1, 2 atau 3 yang digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan analisis markah tunggal, markah RM266 pada Pirf2-1(t) terpaut dengan sifat ketahanan terhadap ras 001 dengan nilai F yang signifikan (11,05*). Pada Pir2-3(t), markah RM221 mempunyai nilai F paling besar yaitu 14,61**. Berdasarkan analisis markah interval, Pir2-3(t) mempunyai signifikansi (LOD) paling besar, yaitu 3,59. Hal ini menunjukkan bahwa presisi posisi Pir2-3(t) lebih tinggi dibandingkan Pirf2-1(t). Ambang batas LOD yang digunakan adalah 3,0, karena menurut Van Ooijen (1999), nilai maksimum LOD 3,0 pada populasi lanjut dengan panjang kromosom terpetakan antara 100, 150, dan 200 cM, mempunyai tingkat signifikansi berturutturut 0,993; 0,989; dan 0,986. Bila nilai LOD di bawah 3,0 maka nilai signifikansi di bawah 5%, yang berarti tidak signifikan. Nilai R2 untuk kedua kelompok gen ini adalah 0,43 untuk Pir2-3(t) dan 0,59 untuk Pirf2-1(t), dengan keragaman 58,73% untuk Pirf2-1(t) dan 42,63% untuk Pir2-3(t). Kedua parameter tersebut menunjukkan bahwa Pirf2-1(t) yang merupakan gen ketahanan terhadap ras 001 berpengaruh lebih besar terhadap keragaman dibandingkan Pir2-3(t) yang merupakan gen ketahanan terhadap ras 173, dan efek dari Pirf21(t) ini bersifat dominan. Hasil ini sesuai dengan pola pewarisan sifat ketahanan terhadap penyakit blas, bahwa berdasarkan analisis heritabilitas, sifat ketahanan terhadap ras 001 (arti luas maupun sempit) cukup besar (Utami et al. 2005). Hal ini mengindikasikan bahwa Pirf2-1(t) adalah gen major yang memberikan efek dominan terhadap keragaman sifat

ketahanan terhadap ras 001. Sebaliknya, gen Pir2-3(t) merupakan gen minor yang memberikan efek aditif terhadap keragaman sifat ketahanan terhadap ras 173. Ras 001 mempunyai tingkat virulensi yang rendah, tetapi menyebar luas di seluruh daerah endemik blas di Indonesia (Amir dan Anggiani 1994). Sering kali ras ini tidak diperhatikan dalam pembentukan varietas tahan blas sehingga tekanan seleksi di lapangan relatif kecil. Oleh karena itu, ras 001 termasuk ras yang tidak sensitif di lapangan (Utami et al. 2000). Tanaman padi, termasuk IR64 dan turunannya, cenderung bersifat tahan. Ditinjau dari tipe epidemiknya, penyakit blas termasuk dalam kelompok penyakit tipe infeksi polisiklus (Shetty 1998). Pada tipe ini, inokulum primer menginfeksi inang rentan, kemudian inokulum sekunder yang dihasilkan digunakan untuk infeksi pada siklus sekunder dan seterusnya (Vale et al. 2001). Karena ras 001 termasuk ras yang persisten di lapangan, ras 001 kemungkinan berperan sebagai inokulum primer patogen blas. Pada lingkungan yang kondusif, inokulum primer ini dapat menginfeksi inang yang lain untuk memproduksi inokulum sekunder. Inokulum sekunder ini diduga sebagai ras yang berbeda dari ras 001. Dua kelompok gen tahan blas lainnya adalah Pir92(t) yang terdapat pada kromosom 9 dan Pir12-2(t) pada kromosom 12. RM105 dan RM6288 mempunyai nila F yang signifikan, masing-masing 12,68* dan 13,15*. Presisi lokasi yang ditentukan dengan analisis markah interval menunjukkan Pir12-1 mempunyai nilai LOD yang lebih tinggi dibandingkan Pir2-3(t). Hal ini dapat disebabkan jarak antarmarkah pada kromosom 12 yang lebih rapat dibandingkan pada kromosom 9. Pir12-2(t) mempunyai nilai R 2 0,26 dan keragaman 32,61%, yang juga lebih tinggi dibanding Pir9-2(t). Parameter tersebut mengindikasikan bahwa gen Pir92(t) dan Pir12-2(t) merupakan gen minor yang mem-

Analisis lokus kuantitatif sifat ketahanan penyakit blas ...

13 Analisis markah komposit interval dilakukan dengan program QTL Cartographer V2.0 (2003) (Gambar 8). Analisis ini menggabungkan metode simple interval mapping dan multiple linear regression (Zeng 1993;

berikan efek aditif terhadap keragaman sifat ketahanan ras 033. Beberapa QTL pada ketiga kromosom tersebut terlihat sebagai puncak QTL sebagaimana ditunjukkan oleh hasil analisis markah interval (Gambar 7).

Gambar 7. Pemetaan interval pada kromosom 2, 9, dan 12 dengan program QGene (Nelson 1997). R-001, R-033, dan R-173 adalah QTL puncak untuk sifat ketahanan terhadap blas masing-masing untuk ras 001, 033, dan 173. Fig. 7. Interval mapping on chromosome 2, 9, and 12 by using QGene program (Nelson 1997). R-001, R-003, and R-173 are peak QTL for blast resistance respectively for race 001, 003, and 173.

Gambar 8. Pemetaan interval menggunakan Win QTL Cartographer V2.0 (2003) dengan LOD sebagai nilai ambang batas. Trait 1, 2, dan 3 merupakan sifat ketahanan terhadap blas berturut-turut untuk ras 001, 003, dan 173. Tanda panah menunjukkan puncak QTL, A, B, dan C secara berturutan menunjukkan kromosom 2, 9, dan 12. Fig. 8. Interval mapping by using WinQTL Cartographer V2.0 (2003) with LOD as threshold level. Trait 1, 2, and 3 are resistance traits for blast race 001, 003, and 173, respectively. Arrows show peak QTL, A, B, dan C are chromosome 2, 9, and 12, respectively.

14 1994). Analisis markah komposit interval dapat mengurangi bias yang muncul bila QTL yang dianalisis terpaut secara repulsion atau coupling. Bila QTL terpaut secara repulsion, maka puncak yang diperoleh dari analisis markah interval lebih kecil, sebaliknya bila QTL terpaut secara coupling maka puncak yang diperoleh akan lebih besar. Dengan analisis markah komposit interval, maka bias yang muncul dari analisis markah interval dapat dikurangi (Liu 1997). Hasil analisis markah komposit interval mendukung hasil sebelumnya, bahwa QTL tahan blas pada kromosom 2 terletak pada posisi 136-153 cM dan terpaut di antara markah RM221 dan RM6. Beberapa gen ketahanan terhadap patogen blas yang telah diidentifikasi, terutama pada kromosom 2, terdapat pada posisi yang berdekatan dengan posisi QTL tahan blas ras 173 seperti hasil di atas adalah Pi-b dan Pitq-5 (Rice Cornell RFLP map set, 2001). Berdasarkan Rice Cornell RFLP map set (2001), Pitq-5 termasuk dalam kelompok pautan kromosom 2 dengan posisi 147,2-163,7 cM. KESIMPULAN Empat QTL ketahanan terhadap blas pada kromosom 2, 9, dan 12 telah diperoleh. Pada kromosom 2 terdapat dua QTL dengan nama sementara Pirf2-1(t) dan Pirf23(t). Pirf2-1(t) terletak pada posisi 172,3 cM, terpaut pada markah RM206-RM266, merupakan QTL tahan blas ras 001. dari tanaman donor Oryza rufipogon. Pir2-3(t) terletak pada posisi 141,7 cM, terpaut dengan markah RM263-RM250, merupakan QTL tahan blas ras 173 dari tanaman pemulih IR64. Di samping itu juga diperoleh genotipe dengan introgresi pada posisi QTL Pir2-3(t) yang bersifat tahan terhadap ketiga ras uji yang digunakan. Genotipe ini dapat difiksasi lebih lanjut menjadi galur isogenik. DAFTAR PUSTAKA
Amir, M. and N. Anggiani. 1994. Monitoring of Magnaporthe grisea races. Research Report. Paper presented at ARBN Workshop on Population Genetic and Rice Disease Management, Central Research Institute for Food Crops, Bogor, 5-8 July 1994. Badan Pusat Pengolahan Statistik. 2004. Luas serangan patogen blas. http://www. deptan.go.id. (3 Agustus 2004). Baker, B., P. Zambryski, B. Staskawicz, and SP. Dinesh-Kumar. 1977. Signaling in plant-microbe interactions. Science 276: 726-733. Dellaporta, S.L., J. Wood, and J.B. Hicks. 1983. A plant DNA minipreparation: version II. Plant. Mol. Biol. Rep. 1(4): 19-21.

Dwinita W. Utami et al. Frisch, M., M. Bohn, and A.E. Melchinger. 1999. Comparison of selection strategies for marker-assisted backcrossing of a gene. Crop Sci. 39: 1295-1301. IRRI. 1996. Standard Evaluation System for Rice. 4th ed. IRRI, Philippines. 52 pp. Jansen, J., A.G. de Jong, and J.W. Van Ooijen. 2001. Constructing dense genetic linkage map. Theor. App. Genet. 102: 11131122. Jeanguyot, M. 1994. Rice blast and its control. Paper Presented at Workshop on Population Genetics and Rice Disease Management, Central Research Institute for Food Crops, Bogor, 5-8 July 1999. Liu, B.H. 1997. Statistical Genomics: Linkage, mapping and QTL analysis. CRC Press, Boca Raton, Florida. Parlievliet, J.E. and J.C. Zadoks. 1977. The integrated concept of disease resistance; A new view including horizontal and vertical resistance in plants. Euphytica 26: 5-21. Scardaci, S.C., R.K. Webster, C.A. Greer, J.E. Hill, J.F. William, R.G. Mutters, D.M. Brandon, K.S. McKenzie, and J.J. Oster. 1997. Rice Blast: a new disease in California. Agronomy Fact Sheet Series. 1997-2. Departement of Agronomy and Range Science, University of California, Davis. Septiningsih, E.M., S. Moeljopawiro, and S.R. McCouch. 2002. An advanced backcross population derived from Oryza sativa variety IR64 and its wild relative, Oryza rufipogon. I. Identification and mapping of quantitative trait loci (QTL) for yield and yield components. Theor. App. Genet. 107: 1419-1432. Shetty, H.S. 1998. The future role of seed health in plant protection in developing countries. ICPP98 Paper Number 4.8.3S [serial online]. http://www.bspp.org.uk/icpp98/4.8/ 3S.html. 6 Oktober 2004. Shimamoto, K., A. Takahashi, and T. Kawasaki. 2001. Molecular signaling in disease resistance of rice. In Rice Genetics IV. IRRI, Manila, Philippines 323-333. Utami, D.W., M. Amir, dan S. Moeljopawiro. 2000. Analisis RFLP kelompok ras dan haplotipe isolat blas dengan DNA pelacak MGR 586. Jurnal Bioteknologi Pertanian 5(1): 28-33. Utami, D.W., S. Moeljopawiro, E.M. Septiningsih, H. Aswidinnoor, dan S. Sujiprihati. 2001. Introgresi sifat ketahanan blas dari spesies padi liar Oryza rufipogon ke dalam IR64. Jurnal Bioteknologi Pertanian 6(2): 51-58. Utami, D.W., H. Aswidinnoor, S. Moeljopawiro, dan I. Hanarida. 2005. Pola pewarisan sifat ketahanan penyakit blas (Pyricularia grisea Sacc) pada populasi persilangan IR64 dengan spesies padi liar Oryza rufipogon Griff. Jurnal Hayati (Submitted), Biologi FMIPA, IPB, Bogor. Vale, F.X.R.D., J.E. Parlievliet, and L. Zambolim. 2001. Concepts in plant disease resistance. Phytopatol. Bras. 26(3): 577589. Van Ooijen, J.W. 1999. LOD significance threshold for QTL analysis in experimental populations of diploid species. Heredity 83: 613-624. Zeng, Z.B. 1993. Theoretical basis of separation of multiple linked gene effects on mapping quantitative trait loci. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 90: 10972-10976. Zeng, Z.B. 1994. Precision mapping of quantitative trait loci. Genetics 136: 1457-1466.

You might also like