Hukum Adat

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

66

Telaah Terhadap Hasil Istimbat Hukum tentang Perkawinan dan Perceraian dalam Kompilasi Hukum Islam
Syarif Zubaidah Dosen Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Abstract This research with title: Study of Law Decision Method Result about Marriaga and Farewell in Islamic law compilation, explored a problem how is law decision method about marriage and farewell which used in Islamic Law Compilation? For discoursing the problem above, the researcher used several methods, like normative, juridical and social-cultural methods. While for collecting data, the researcher used literature method, its a method of collecting data from scientifically books literatures which have relevancy with this research. Then for analyzing data, the researcher used content analysis. This research purposes to get clear description about law decision method that used in Islamic law compilation and to explore Islamic Law Compilation as foundation in law decision of rised all problems in Indonesian Islamic society. With the method above, the researcher discourses compilation of Islamic law about marriage and farewell. Several methods of law decision that are used, if looked from Islamic authorized argumentation (nas-nas syari) and the resources of its decision law argumentation which agreed and disputed by Islamic scholars, then used, first, bayani method, its a method to know certain meaning with using linguistic approach related with the limitation of a word meaning. Second, talili method, its a derivation method of law conclusion to decide certain meaning based on disadvantage of the law. Third, istislahi, its a derivation method of law decision based on the advantage aspect. The method of law decision (bayani and ta 7/7;) used as a approach method for deciding the meaning of a word from the aspect of wadit al-lafdi li al-mana (word production for certain meaning), istimal al-lafdi fi al-mana (word utilization in certain meaning), dilalah al-lafdi ala al-mana (word induction toward certain meaning) and kaifiyah dilalah al-lafdi ala al-ma na (induction way of word toward certain meaning). From the result of discourse got a conclusion that law decision method which used in Islamic Law Compilation are bayani, ta lili, and istislahi methods. Key-words: Marriaga, Farewell, KHI. Latar Belakang Masalah Kompilasi Hukum Islam yang memuat tiga bagian, yaitu bagian pertama tentang hukum perkawinan, bagian kedua tentang hukum perwarisan dan bagian ketiga tentang hukum perwakafan merupakan abstraksi ajaran agama Islam yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk menyelesaikan masalah di bidang tersebut di atas. Oleh karena luasnya materi pembahasan maka peneliti dalam hal ini hanya akan membahas buku pertama yaitu tentang
Fenomena: Vol. 4 No. 1 Maret 2006 ISSN : 1693-4296

67

hukum perkawinan. Kompilasi Hukum Islam merupakan hasil lokakarya para ulama Indonesia yang diadakan di Jakarta pada tanggal 2 s/d 5 Februari 1988 sebagai hasil ijtihad jamai dalam bentuk fiqih yang sistimatik dituangkan dalam bentuk perundang-undangan. Oleh karena Kompilasi Hukum Islam tersebut merupakan fiqih yang dirumuskan dalam bentuk undang-undang maka sudah barang tentu uraian pasal demi pasal banyak memakai istilah fiqih, seperti kata mahar pasal 30, talik talak pasal 40, qabla al-dukhul pasal 153 ayat 1 sampai dengan 3, mumayyiz pasal 156 poin a, mutah pasal 158, bada al-dukhul pasal 58 poin a, khuluk pasal 161 dan lian pasal 162, dan masih banyak lagi istilah-istilah lain. Istilah-istilah tersebut dipakai dalam Kompilasi Hukum Islam masih dalam bahasa aslinya, yaitu bahasa arab sehingga memerlukan penafsiran makna terhadapa istilah-istilah tersebut di atas. Untuk menjelaskan makna yang dimaksud tentu harus diketahui terlebih dahulu asal-asul kata (lafal) dengan memperhatikan kaidah kebahasaan, kaidah usuliyah dan kaidah fiqhiyah. Memahami kata (lafal) dengan makna tertentu seperti tersebut di atas dinamakan istimbat hukum. Para pemikir Islam di Indonesia telah berusaha merumuskan fiqih Islam menjadi perundangundangan yang sesuai dengan kondisi masyarakat di Indonesia, sehingga ada keseragaman dalam penetapan hukum. Banyak rumusan-rumusan hukum oleh Indonesia dengan mengkompromikan antara hukum Islam dengan hukum adat yang berlaku dan itu dibenarkan sesuai kaidah: Artinya adat itu dapat menjadi hukum. (Ibnu Nujaim, Zainal Abidin ibn Ibrahim, 1993) Di dalam Kompilasi Hukum Islam banyak pemikiran-pemikiran baru dengan memasukkan unsur adat dalam konstruksi hukum sebagai unsur undang-undang dan itu dibenarkan selagi dapat memberikan kemaslahatan dan mencegah kerusakan dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. (Thahir Azhari, 1993; 138) Sebagai contoh pasal 160 tentang pemberian mutah oleh bekas suami kepada bekas isterinya yang diceraikan bahwa besarnya mutah disesuiakan dengan kepatutan dan kemampuan bekas suami. Mengukur kepatutan harus memperhatikan adat yang berlaku di masyarakat. Untuk mengetahui bagaimana metode istimbat hukum tentang perkawinan dan perceraian dalam kompilasi hukum Islam maka hal itu merupakan masalah yang menarik dan penting untuk diadakan penelitian. Rumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang permasalahan tersebut di atas, dapat dirumuskan pokok masalah yaitu bagaimana metode istimbat hukum tentang perkawinan dan perceraian yang dipakai dalam Kompilasi Hukum Islam ? Tujuan Penelitian Penelitian dengan judul Telaah terhadap Metode Istimbat Hukum tentang Perkawinan dan Perceraian dalam Kompilasi Hukum Islam bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang jelas tentang metode istimbat hukum yang dipakai dalam Kompilasi Hukum Islam. Manfaat Penelitian 1. Secara Akademis, Penelitian ini akan bermanfaat untuk perkembangan pembangunan hukum Islam di Indonesia dimasa mendatang. 2. Secara Fragmatis, Penelitian ini berguna sebagai sumbangsi dan kontribusi terhadap semua usaha dalam pembaharuan hukum Islam Kontemporer.
Fenomena: Vol. 4 No. 1 Maret 2006 ISSN : 1693-4296

68

3. Untuk mengeksplorasi Kompilasi Hukum Islam sebagai acuan dalam penetapan hukum berbagai perkara yang muncul dalam masyarakat Islam di Indonesia 4. Untuk menambah Khazanah pemikiran dalam Kajian Keislaman di bidang Hukum Islam. Tinjauan Pustaka Penelitian-penelitian terdahulu tentang Kompilasi Hukum Islam telah banyak dilakukan, akan tetapi telaah metodologi perumusan hukum masih sangat sedikit dilakukan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengkaji akar permasalahan tentang hukum Islam di Indonesia, pembentukan hukum Islam di Indonesia khususnya dalam masalah perkawinan dan perceraian yang tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam. Tulisan dengan judul Kompilasi Hukum Islam Ditinjau dari Sudut Teori Hukum di Indonesia karya Prof. Dr. Ismail Suni, (Ismail Suni, 1993; 111.) membahas KHI dalam sudut pandang teori hukum yang populer saat ini, dan menerangkan dasar hukum dari keabsahan Kompilasi. Kumpulan karya tulis yang mengkaji tentang kompilasi sebagai salah satu bentuk pengembangan hukum Islam di Indonesia dapat dilihat dalam berbagai pandangan terhadap kompilasi hukum Islam dan buku Peradilan Agama dan kompilasi hukum Islam dalam tata hukum di Indonesia. Beberapa pembahasan tersebut, diantaranya: sejarah penyusunan kompilasi hukum Islam, Pemasyarakatan Kompilasi Hukum Islam melaluai jalur Pendidikan Non Formal oleh Ahmad Azhar Basyir, Sosialisasi Inpres No 1 tahun 1991 tentang Pemasyarakatan Kompilasi Hukum Islam, oleh Syechul Hadi Permana. Senada dengan judul itu dibahas juga oleh Abdul Gani Abdullahyang berbicara tentang Kompilasi Hukum Islam dalam terapan kemasyarakatan. (Tim Ditminbapera & Zarkowi Soejoeti, 1993) Dari beberapa hasil penelitian terdahulu sebagaimana tersebut di atas, penelitian ini menampilkan pokok masalah yang berbeda dengan penelitian yang terdahulu sehungga akan saling melengkapi satu sama lain. Oleh karena itu masalah ini menarik dan penting untuk diadakan penelitian. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan (Library research) dengan rujukan utama Kepres No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam yang selanjutnya disebut dan disingkat dengan istilah KHI 2. Metode Pendekatan Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode pendekatan sebagai berikut: a. Pendekatan Normatif, yaitu penelitian dalam mengkaji semua permasalahan di dalam penelitian ini dengan mengacu pada ketentuan-ketentuan norma hukum Islam, termasuk di dalamnya pendapat ulama yang ada relevansinya dengan pokok bahasan ini. b. Pendekatan Yuridis, yaitu penelitian dalam membahas masalah yang diteliti dengan mendasarkan pada hukum positif yang berlaku di Indonesia yang berkenaan dengan Kompilasi Hukum Islam seperti UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan PP No. 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No.1 tahun1974 tentang Perkawinan. c. Pendekatan sosio kultural, yaitu pendekatan yang dipakai peneliti dalam menjelaskan konteks sosial budaya yang melingkupi dan melatarbelakangi kehidupan sosial bangsa Indonesia dan pemikiran hukum dalam konteks hukum nasional. 3. Sifat Penelitian Penelitian ini menekankan pada metode kualitatif diskriptif, yaitu suatu metode yang mempelajari hukum-hukum yang ada dalam kompilasi hukum Islam, yang meliputi tata
Fenomena: Vol. 4 No. 1 Maret 2006 ISSN : 1693-4296

69

hukum yang berlaku dan situasi-situasi tertentu tentang hubungan, kegiatan, sikap, pandangan, proses-proses yang berlangsung dan pengaruhnya dari suatu fenomena. 4. Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh data, peneliti memakai metode literair, yaitu suatu metode dengan cara mengumpulkan data dari buku-buku atau bacaan-bacaan, yang ada hubungannya dengan penelitian ini. 5. Metode Analisa Data Untuk menganalisa data yang diperoleh dari lapangan, peneliti memakai metode konten, yaitu suatu metode sistematik untuk menganalisis data yang diperoleh dari lapangan. Krippendorff (1980) mendefinisikan sebagai teknik penelitian untuk membuat referensi yang valid sehingga data dapat diteliti ulang sesuai dengan konteksnya. (Krippendorff, 1980; 21) 6. Sistematika Pembahasan Sistematika Pembahasan Penelitian dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu: a. Bagian Pertama: Pendahuluan, meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tujuan penelitian. b. Bagian kedua: isi, meliputi: 1) Bab II tinjauan pustaka 2) Bab III landasan teori yang memuat pengertian Istimbat hukum, macam-macam metode istimbat hukum dan sistimatika metode istimbat hukum. 3) Bab IV metode penelitian, yang memuat jenis penelitian metode pendekatan, sifat penelitian, metode pengumpulan data, metode analisa data, dan sistimatika pembahasan 4) Bab V hasil penelitian yang memuat tentang pengertian kompilasi hukum Islam, dan tujuannya, hukum perkawinan dan hukum perceraian. 5) Bab VI hasil dan pembahasan yang memuat tentang metode istimbat hukum dari segi nas-nas syari, metode istimbat hukum dari segi sumber penetapan yang telah disepakati ulama, dan metode istimbat hukum dari segi sumber hukum yang diperselisihkan ulama. 6) Bagian akhir: penutup yang memuat tentang kesimpulan dan saran. Hasil Penelitian Metode Istimbat Hukum dari Nas-nas Syari Metode Istimbat Hukum yang tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam yang berkenaan dengan masalah perkawinan dan perceraian, jika dilihat dari segi dilalah (petunjuk) nas-nas syari maka dipakai dua metode istimbat. Pertama: istimbat bayani, yaitu suatu metode untuk mengetahui makna tertentu dengan menggunakan pendekatan kebahasaan. Kedua: Istimbat talili yaitu suatu metode pengambilan kesimpulan hukum untuk menentukan makna tertentu yang didasarkan pada illat hukum. Metode ini dipakai untuk beberapa aspek sebagai berikut: 1. Metode istimbat

yaitu metode istimbat hukum dari segi

pembuatan kata untuk makna tertentu, dapat dibedakan menjadi sebagai berikut: a. Khas, yaitu setiap kata yang dibuat untuk satu makna tertentu atau banyak tetapi jumlahnya tertentu seperti bilangan. Pemaknaan khas , berlaku untuk perorangan, macam, atau jenis. (Mustafa Ibrahim al-Zulmi, 1976; 64) Khas di dalamnya dibedakan lagi menjadi beberapa makna, yaitu: 1) Mutlaq, yaitu suatu kata yang menunjukkan kepada satuan makna atau sejumlah makna yang bersifat umum. (Mustafa Ibrahim al-Zulmi, 1976; 119)
Fenomena: Vol. 4 No. 1 Maret 2006 ISSN : 1693-4296

70

Dalam KHI kata mutlaq, didapatkan misalnya dalam beberapa hal diantaranya sebagai berikut: a) Ps. 14 KHI menyebutkan bahwa untuk melaksanakan perkawinan harus ada calon suami, calon isteri, wali nikah, dua orang saksi dan ijab dan qabul. Kata calon suami, calon isteri wali nikah, dua orang saksi itu semuanya menunjukkan makna khas yang bersifat mutlaq. Dikatakan khas karena kata tersebut telah menunjukkan pada makna tertentu dan mutlaq karena kata tersebut menunjukkan pada makna yang dikehendaki secara umum tanpa ada batasan, misalnya, calon suami yang bagaimana, wali nikah yang bagaimana, wali nasab atau wali hakim, saksi yang adil atau tidak, tanpa ada batasan dengan sifat tertentu. b) Ps. 32 KHI, tentang mahar dikatakan bahwa mahar diberikan langsung kepada calon mempelai wanita dan sejak itu menjadi hak pribadinya. Kata mahar pada Ps. 31 disebutkan secara mutlak, tanpa ada batasan sifat tertentu seperti apakah yang dimaksud itu mahar misil atau mahar musamma. 2) Muqayyad, yaitu suatu kata yang khusus menunjukkan pada satuan yang bersifat umum tetapi dibatasi dengan sifat tertentu, seperti kata orang laki-laki yang beriman. (Wahbah al-Zuhaili, 1986; 209) Ps. 56 KHI, menyatakan bahwa suami yang hendak beristeri lebih dari satu orang harus mendapat ijin dari Pengadilan Agama. Kata suami pada Ps. 56 dimaksud, merupakan kata muqayyad karena telah dibatasi kata sifat (yang) sehingga menjadi . Kata muqayyad harus diamalkan sesuai apa adanya muqayyad selama tidak ada hal-hal yang memalingkan dari pemakaian muqayyad tersebut. 3) Al-Amr (perintah), yaitu suatu kata yang menunjukkan tuntutan untuk mengerjakan suatu perbuatan, dengan memakai sigat tertentu. Sigat yang dimaksud di sini bisa berbentuk fiil al-amar seperti kata: dan bisa berbentuk fiil al-mudarik seperti atau bisa juga berbentuk jumlah
khabariyah, seperti:

Di dalam KHI, perintah tidak berupa sigat al-amr dan tidak pula memakai sigat almudarik, tetapi memakai jumlah khabariyah, seperti disebutkan pada Ps. 24 ayat 1 tentang saksi nikah dikatakan bahwa saksi dalam perkawinan merupakan rukun pelaksanaan akad nikah. Ps. 106 ayat 1 KHI, tentang pemeliharaan harta dikatakan bahwa orang tua berkewajiban merawat dan mengembangkan harta anak yang belum dewasa. Ps. 24 ayat 1 dan Ps. 106 ayat 1 KHI, tersebut di atas, tidak hanya memberitahukan saja, tetapi juga perintah yang berarti harus dilaksanakan. 4) Al-Nahyu (larangan) yaitu suatu kata yang menunjukkan atas tuntutan untuk meninggalkan perbuatan, seperti Q.S. al-Baqarah ayat 188:


Artinya: Janganlah kalian memakan hartamu diantara kamu dengan cara tidak benar dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada para hakim supaya
Fenomena: Vol. 4 No. 1 Maret 2006 ISSN : 1693-4296

71

kamu dapat memakan sebagian dari pada harta orang banyak dengan jalan berbuat dosa sedangkan kalian mengetahui. (Departeman Agama RI, 46) Adapun kegunaan nahyu sebagaimana dijelaskan Imam al-Gazali dan al-Amidi adalah sebagai berikut: Pertama : al-Takhrim (mengharamkan) Kedua : al-Karahah (membenci) Ketiga : al-Dua (permohonan) Keempat : al-Irsyad (Petunjuk) Kelima : al-Tahqir (menghina) Keenam : Bayan al-Aqibat (menerangkan akibat) Ketujuh : al-Yas (putus asa) (Wahbah, 1972; 233& Mustafa Said al-Khimmi 1972; 332) Larangan pada prinsipnya memberikan kegunaan Tahrim (mengharamkan) selagi tidak ada dalil-dalil yang memalingkan dari arti asal. Di dalam KHI, tentang larangan kawin disebutkan dalam beberapa pasal, antara lain: a) Ps. 39 tentang larangan melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita karena ada pertalian nasab, kerabat semenda dan susuan. b) Ps. 40 tentang larangan melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita karena wanita tersebut : (a) masih terikat perkawinan dengan orang lain (b) masih dalam iddah (c) tidak beragama Islam c) Ps. 41 tentang larangan memadu isterinya dengan seorang wanita yang mempunyai hubungan nasab atau susuan dengan isterinya. Metode istimbat

yaitu metode istimbat hukum dari segi pemakaian

kata dalam makna tertentu. Metode Istimbat jika dilihat dari segi pemakaian kata dalam makna tertentu, maka dapat dibedakan sebagai berikut: 1) al-Haqiqat, yaitu setiap kata yang dipergunakan dalam makna tertentu sesuai dengan tujuan yang dibuat secara syari , seperti pemakaian kata salat di dalam ibadah meliputi perkataan-perkataan dan perbuatan tertentu yang sudah dimaklumi. (Wahbah al-Zzuhaili, 292) al-Haqiqat dibedakan menjadi empat macam, yaitu: a) al-Haqiqat al-Lughawiyah, seperti kata al-Insan, dipergunakan untuk hayawan al-Natiq. b) al-Haqiqat al-Syariyah, seperi kata salat dipergunakan untuk ibadah yang mengandung perkataan perbuatan tertentu yang sudah dimaklumi. c) al-Haqiqat al-Urfiyah al-Khassah, seperti pemakaian kata Istihsan dan akad menurut ulama fiqh. d) al-Haqiqat al-Urfiyah al-Ammah, seperti pemakaian kata al-dabbah untuk hewan berkaki empat. 2) al-Majaz, yaitu setiap kata yang dipinjam untuk dipergunakan menyebut sesuatu yang lain karena ada kesesuaian, seperti kata al-Asad dipakai untuk orang yang pemberani. Sebagaimana al-Haqiqat dibedakan menjadi empat macam, demikian pula al-Majaz
Fenomena: Vol. 4 No. 1 Maret 2006 ISSN : 1693-4296

72

dibedakan menjadi empat macam, yaitu: a) al-Majaz al-Lugawi, seperti kata al-Asad dipakai untuk orang yang pemberani. b) al-Majaz al-Syari, seperti kata salat dipakai untuk doa. c) al-Majaz al-Urfi al-Khas, seperti kata al-Hal dipakai untuk keadaan seseorang, misalnya orang bertanya :

lalu dijawab: d). al-Majaz al-Urfi al-Am, seperti

kata hewan dipakai untuk menyebut orang bodoh.1 Di dalam KHI, al-Haqiqat dan al-Majaz dipakai dalam beberapa istilah, diantaranya: a) Kata: perkawinan sebagaimana disebutkan pada Ps. 2,3,4 dan pasal-pasal lainnya, jika dilihat dari segi pemakaian kata secara syari, maka kata perkawinan dapat dimaknai sebagai berikut: (1) Menurut ulama Hanafi: Kawin (nikah) pada hakekatnya wata (sex) dan majaznya al-Aqdu yang berarti akad. (2) Menurut ulama Syafii dan Maliki: Kawin (nikah) hakekatnya akad dan majaznya wata kebalikan pengertian pertama. (3) Menurut Abi al-Qasim dan Yahya dari kalangan ulama Hanafi, adalah bersekutu antara akad dan wata, kadangkala dipakai istilah akad kadangkala dipakai istilah wata, karena al-Quran dan al-Hadis memakai kedua-duanya. (Muhammad Asyaf, 1985; 293) Metode Istimbat dilihat dari segi penunjukan lafad atau

dapat dibedakan menjadi sebagai berikut:


1. wadih al-Dilalah, yaitu suatu lafad yang menunjukkan kepada suatu makna yang dikehendaki tidak memerlukan tafsir atau takwil lain karena sudah jelas makna yang dikehendaki. Ulama Hanafi dalam hal ini beliau membedakan menjadi empat macam yaitu: a) Zahir, yaitu suatu lafad yang menunjukkan kepada suatu maknanya dengan jelas tanpa tergantung pada faktor-faktor atau takwil tertentu. Di dalam KHI, makna Zahir didapatkan di antaranya ps.55 ayat 1 bahwa beristeri lebih dari satu orang pada waktu bersamaan terbatas hanya sampai empat orang isteri. Ps. 55 ayat 1 tersebut di atas mengandung pengertian bahwa kebolehan menikah tidak hanya terbatas satu orang isteri. b) al-Nas, yaitu suatu lafad yang menunjukkan kepada makna yang dikehendaki dengan jelas (lebih jelas dari pada zahir) Di dalam KHI, al-Nas itu didapatkan di antaranya pada ps. 55 ayat 1-3 yang berarti bahwa kebolehan beristeri lebih dari satu orang dalam waktu bersamaan terbatas pada empat orang saja, itupun dengan syarat suami mampu berlaku adil jika suami tidak mampu berlaku adil maka tidak diperbolehkan beristeri lebih dari satu. c) Al-Mufassar,yaitu lafad yang menunjukkan maknanya dengan lebih jelas dari pada alNas dan al-Zahir, tanpa takwil dan takhsis Di dalam KHI, al-Mufassar dapat dilihat pada ps. 56 ayat 3 bahwa perkawinan yang dilakukan tanpa izin dari Penagdilan Agama tidak mempunyai kekuatan hukum. Kata kedua, ketiga atau keempat itu merupakan suatu kata bilangan yang menunjukkan pada suatu makna yang jelas tanpa memerlukan takwil dan takhsis. d) Al-Muhkam, yaitu suatu lafad yang menunjukkan kepada maknanya dengan jelas dan pasti sehingga tidak memerlukan takwil dan takhsis.
Fenomena: Vol. 4 No. 1 Maret 2006 ISSN : 1693-4296

73

Di dalam KHI, makna al-Muhkam tidak didapatkan 2) Khafi al-Dilalah, yaitu suatu lafad yang untuk memahami maknanya itu tidak jelas sehingga memerlukan faktor-faktor lain seperti takwil, takhsis ayau lainnya. Khafi al-Dilalah, ulama Hanafi membagi menjadi empat macam, yaitu: a) Al-Khafi b) Al-Musykil c) Al-Mujmal d) Al-Mutasybih. Khafi al-Dilalah, dengan macam-macamnya tersebut di atas di dalam KHI tidak didapatkan metode istimbat ini Metode Istimbat dari segi cara penunjukan lafad terhadap makna atau

menurut jumhur ulama dibedakan :


1. al-Mantuq, yaitu suatu lafad yang menunjukkan kepada maknanya dengan lafad itu sendiri. Menurut ulama Hanafi mantuq itu dibedakan menjadi empat macam yaitu: a) Ibarah al-Nas b) Isyarah al-Nas c) Dilalah al-Nas d) Iqtida al-Nas. Sedangkan menurut jumhur ulama mantuq itu dibedakan menjadi dua macam yaitu: 2. Mantuq Sarikh, yaitu suatu lafad yang dibuat untuk menunjukkan makna sehingga antara makna dan lafadnya sesuai. Dalam KHI, mantuq sarikh ini didapatkan antara lain pada ps. 44 menyebutkan bahwa seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam. Ps. 44 tersebut di atas antara susunan lafad dan maknanya sama, dilarang mengadakan perkawinan antara wanita Islam dengan pria non Islam. Ps.44 tersebut di atas hanya memberikan satu pengertian makna. 3. Mantuk tidak sarikh, yaitu suatu lafad yang menunjukkan makna, tetapi makna itu tidak sesuai dengan lafadnya, di dalam KHI misalnya didapatkan pada ps.53 ayat 2 berbunyi: Perkawinan dengan wanita hamil yang tersebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa mengganggu lebih dulu kelahiran anaknya. Ps. 53 ayat 2 tersebut di atas, memberikan pengertian bahwa anak yang dilahirkan oleh wanita hamil itu diakui sebagai anak sah dan bernasab kepada pria yang menikahi wanita hamil tersebut. Pengakuan nasab oleh pria yang menikahi wanita hamil tersebut tidak diucapkan dalam lafadnya, tetapi termasuk di dalamnya sebagai konsekuensi akibat. Metode Istimbat Hukum dari Sumber Penetapan yang Disepakati Ulama Sekurang-kurangnya ada empat macam sumber hukum yang dapat dijadikan sebagai dasar penetapan hukum yang telah disepakati ulama, yaitu al-Quran, al-Sunnah, al-Ijma dan al-Qiyas. Metode Istimbat yang terdapat di dalam KHI dapat dikatakan bahwa sebagian besar ketentuan-ketentuan hukum yang terdapat di dalamnya, ditetapkan berdasarkan dalil-dalil yang diperoleh dari sumber-sumber hukum yang telah disepakati ulama. Beberapa ketentuan hukum di dalam KHI, yang ditetapkan berdasarkan al-Quran antara lain: a. Ps. 24 ayat 1 tentang saksi merupakan rukun akad nikah dan ayat 2 tentang perkawinan harus disaksikan oleh kedua orang saksi.
Fenomena: Vol. 4 No. 1 Maret 2006 ISSN : 1693-4296

74

b. Ps. 19 tentang wali sebagai rukun nikah Ketentuan ps 24 tersebut di atas, tidak saja didasarkan atas ayat-ayat juga al-Hadis, sebagaimana disebutkan:

al-Quran, tetapi

....
Artinya: .....Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu. Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai. Ulama telah sepakat bahwa kesaksian dalam akad nikah didasarkan ayat tersebut di atas, tetapi mereka hanya berbeda pendapat tentang kesaksian orang perempuan. Ulama Syafii dan Hanafilah yang telah sepakat bahwa kesaksian akad nikah itu disyaratkan orang laki-laki. (Sayyid Sabiq, 1983; ) Tentang keharusan adanya saksi dan wali dalam akad nikah disebutkan dalam hadis:

) (
Artinya: Tidak sah nikah tanpa wali dan kedua saksi yang adil. Menurut ulama Syafii ,sekalipun hadis riwayat Ahamad tersebut di atas dipandang daif, tetapi karena ada hadis lain yang sejenis yang diriwayatkan oleh Darul-Qutni dari Ibnu Abbas Ra. Secara marfu maka dapat saling menguatkan antara hadis yang satu dengan hadis yang lainnya. Hadis yang kedua itu berbunyi:

) (
Artinya: Tidak sah nikah kecuali dengan dua saksi dan wali orang yang dewasa. (Syarif Zubaidah, 1996; 18) Karena hadis kedua ini sejalan dengan hadis pertama maka dapat saling menguatkan, sehingga gadis pertama meningkat menjadi hadis sahih lantaran didukung oleh hadis kedua. (Ibnu Rusyd, 13) Metode Istimbat Hukum dari Sumber Hukum yang Diperselisihkan Ulama Setidaknya ada beberapa dalil yang dapat dijadikan dasar penetapan hukum yang diperoleh dari sumber hukum yang diperselisihkan di antara para ulama, di antaranya al-Istihsan, alMaslahah al-Munsalah, al-Urf, al-Istishab dan saddu al-Zariah. Maslahah al-Munsalah, yaitu memelihara tujuan syara dengan prinsip menolak kerusakan dan menarik kebaikan. Tujuan syara itu ada lima, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Abu Zahrah mendefinisikan bahwa maslahah mursalah itu merupakan maslahah yang sesuai dengan tujuan syara, tetapi tidak ada dalil khusus yang menentukannya. Dikatakan maslahah jika memenuhi tiga syarat: 1) Ada kesesuaian antara maslahah dan tujuan syara dengan kata lain tidak saling bertentangan antara satu dengan lainnya. 2) Kemaslahatan itu dapat diterima secara akal dan rasional. 3) Kemaslahatan itu benar-benar dapat menghilangkan madarat. (Muhammad Abu Zahrah, 1958; 379)
Fenomena: Vol. 4 No. 1 Maret 2006 ISSN : 1693-4296

75

Di dalam KHI, metode istimbat hukum dengan memakai maslahat mursalah dapat dilihat pada: 1) Ps. 5 ayat 1, tentang perintah mengadakan pencatatan nikah sebagaimana dikatakan: Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat. Perintah mengadakan pencatatan perkawinan sebenarnya tidak ada dalil khusus yang mengaturnya, tetapi hanya ada dalil yang bersifat umum, sebagaimana disebutkan di dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 282:


Artinya: Hai orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu tertentu hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya. Atas dasar ayat tersebut di atas, sebenarnya perintah mengadakan pencatatan itu meliputi jual beli, hutang piutang, sewa menyewa dan lain sebagainya, sehingga ayat tersebut di atas mencakup semua pencatatan dalam hal apa saja yang berhubungan dengan muamalah. Dengan demkian perintah mengadakan pencatatan dalam perkawinan merupakan pemahaman yang bersifat umum, yang mengandung makna kemaslahatan yang bersifat umum disebut dengan istilah maslahah mursalah. 2) Ps. 115, tentang perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Simpulan Dari uraian pembahasan tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa metode istimbat hukum tentang perkawinan dan perceraian yang dipakai dalam Kompilasi Hukum Islam adalah sebagai berikut: 1. Jika dilihat dari nas-nas syari maka dipakai: a. Metode istimbat bayani, yaitu suatu metode untuk mengetahui makna tertentu dengan menggunakan pendekatan kebahasaan dalam hal yang berhubungan dengan batasan makna suatu kata. b. Metode istimbat talili, yaitu suatu metode pengambilan kesimpulan hukum untuk menentukan makan tertentu yang didasarkan pada illat hukum. Metode istimbat ini (bayani dan talili) ditempuh sebagai metode pendekatan guna menentukan makna suatu kata dari aspek wadu al-lafdi li al-mana (pembuatan kata untuk makna tertentu), istimal al-lafdi fi al-mana (pemakaian kata dalam makna tertentu), dilalah al-lafdi ala al-mana (penunjukan kata terhadap makna tertentu) dan kaifiyah dilalah al-lafdi ala al-mana (cara penunjukan kata terhadap makna tertentu). 2. Jika dilihat dari segi dalil-dalil penetapan hukum maka dipakai metode istimbat istislahi, yaitu suatu metode pengambilan kesimpulan hukum yang didasarkan pada unsur maslahat. Rekomendasi Berkenaan dengan hasil penelitian ini, disampaikan saran sebagai berikut: pertama,
Fenomena: Vol. 4 No. 1 Maret 2006 ISSN : 1693-4296

76

Kompilasi Hukum Islam memerlukan jaminan keamanan dari pihak pemerintah agar tidak dikonter oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Kedua, Kompilasi Hukum Islam perlu ditingkatkan statusnya menjadi undang-undang agar mempunyai kekuatan hukum yang lebih kuat. Pustaka Acuan Abdul Wahab Khalaf, 1978. Ilmu Usul Fiqh. Mesir: Dar al-Qalam Abi abdillah Ibn Muhammad al-Qazwaini, 1995. Sunan Abu Daud. Beirut: Dar al-Fikr Abi al-Husain Muslim Ibn al-Hajjaj, 1997. Sahih Muslim. Beirut: Dar al-Kutub, jilid II Abu Abdillah Ibn Muhammad Ibn Ismail, tt. Matan al-Bukhari. Beirut: Dar al-Fikr, jilid III Abu al-Ainan Badran, tt. Al-Zawaj wa al-Talaq. Mesir: al-Babi al-Halafi Abu al-Ainain Badran, 1982. Bayan al-Nusus al-Tasyriiyat Turuquhu wa Anwauhu.Mesir: Muassasah Syabab al-Jamiyah. Abu Muhammad Ali Ibnu Hazm tt. Al-Ihkam fi usul Al-Ahkam. Beirut: Dar Al-Kutub al-Ihniyah, jilid I Abu Zahrah, Muhammad, 1958. Ilmu Usul Fiqh. Beirut: Dar al-Fikr Ali al-Sabuni, Muhammad, tt. Rawai al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam. Beirut: Dar al-Fikr jilid I Ali al-Sabuni, Muhammad, tt. Mukhtasar Tafsir Ibn Kasir. Beirut: Dar al-Fikr. Jilid I Anonim, 1979. Mujam alfad al-Quran al-Karim, Mesir: Al-Haiah al-Musyriyah al-Ammah,jilid II

Cik Hasan Basri, dkk, 1999. Kompilasi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta:Logos Wacana Ilmu. Departemen Agama RI, 1411 H. Al-Quran dan Tejemahnya.Saudi Arabia Khadim al-Haramain Ibnu Rusyd,tt. Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid. Beirut: Dar al-Fikr,jilid II Ismail Suni, 1993. Kompilasi Hukum Islam Ditinjau dari Sudut Hukum di Indonesia dalam Tim Ditminbapera Berbagai Pandangan Terhadap Kompilasi.Jakarta, yayasan Al-Hidayah. Jalaludin Muhammad Ibn Mansur,tt. Lisan al-Arab, Mesir:Dar al-Misriyah, Kamal Muchtar, dkk, 1995. Usul Fiqh. Jakarta: Dana Bhakti Wakaf. Krippendorff,1988. Content Analysis An Introduction to Its methodology. Beverly Hill California Sage Publication. Mahfud, MD Muhammad, dkk, 1993. Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia. Yogyakarta: UII Press. Muhammad Asyaf, 1985. Al-Ahkam al-Fiqhiyah. Beirut: Dar Ihya al-Ulum. Muhammad Khalid Masud, 1977. Islamic Legal Philosophi a studi at Abu Ishaq al-Syatibis Life and Thought. Islamabad: Islamic Research Institute.
Fenomena: Vol. 4 No. 1 Maret 2006 ISSN : 1693-4296

jilid IX.

77

Muhammad Maruf al-Dawalifi, 1965. Al-Madhal ila usul al-Fiqh. Damaskus: Dar al-Kutub alJadidah. Muhammad Said Ramadan al-Buti, 1982. Dawabit al-Maslahat fi al-Syariah al-Islamiyah. Beirut: Muassasah al-Ihmiyah. Mustafa al-Maragi, 1988. Tafsir al-Maragi. Kairo: tp.jilid V Mustafa Ibrahim al-Zuhmi, 1976. Asbabu Ihtilaf al-Fuqaha fi Ahkam al-Syariah. Bagdad: al-Dar al-Arabiyah. Mustafa Said al-Khimmi, 1985. Asar al-Ihtilaf fi al-Qawaid al-Usuliyah fi Ihtilaf al-Fuqaha. Bairut: Muassasah al-Rasalah. Sayyid Sabiq, 1983. Fiqh al-Sunnah. Bairut: Dar al-Fikr jilid II. Syaban Muhammad Ismail, 1968. Dirasat Haula al-Ijma wa al-Qiyas. Kairo: Maktabah alNahdiyah al-Musriyah Syarif Ali Ibn Muhammad al-Jurjani, 1988. Kitab al-Tarif. Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah Syarif Zubaidah, 1996. al-Akhwal al-Syakhsiyyah. Yogyakarta.tp Syatibi, al-, tt. Al-Muwafaqat fi Usul al-Syariah. Kairo: al-Rahmaniyah, jilid II. Syaukani, al-,tt. Irsyad al-Fukhul. Bairut: Dar al-Fikr. Thoha Abdurrahman, 2000. Tinjauan Terhadap Hukum Kewarisan dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Yogyakarta. Proyek PT. IAIN Sunan Kalijaga. Wahbah al-Zuhaili, 1986. Usul al-Fiqh al-Islami. Beirut: Dar al-Fikr. Jilid I Yahya Harahap,1993.Materi KompilasiHukum Islam dalam Mahfud,dkk, Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia,Yogyakarta: Fakultas Hukum UII.

Fenomena: Vol. 4 No. 1 Maret 2006

ISSN : 1693-4296

You might also like