Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 6

Vol. 14 No.

2 Tahun 2006

Kebiasaan Makan Ikan Biawan

Kebiasaan Makan Ikan Biawan (Helostoma teminckii) di Danau Sababila DAS Barito Kalimantan Tengah Food Habit of Biawan Fish (Helostoma teminckii) at Sababila, Barito South Kalimantan
Eko Prianto, Husnah, Syarifah Nurdawaty dan Asyari Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang Jl. Bringin 308 Marina Palembang, Sumatera Selatan, 30763. PO.BOX 1125. Telp. (0711)537194,537205 email : ekopesisir@yahoo.com
Abstact Background: Biawan (Helostoma teminckii) fish ,grouped of black fish, is one of freshwater fish that have high economic value. This fish common in land water of Kalimantan and is a main captured of local fishermen because of its price (Rp.12.000/kg). Observation of food habit of is one of method to find out the feed kind of Biawan. A food habit research to observe the feed stuf of Biawan was done in Sababila Lake from May until September 2005. Methods: Research was conducted by field survey, sample is taken purposively. Food habits is study based on occurent frequency. Fish sample was captured by various catching gears like net and gillnet. To observe food habit, fish then was dissected. Digestive tract was separated form the other organ for conservating in 4% formaline solution and observed under microscope in Hydrobiology, Public Fishery Research, Palembang. Result: Biawan fish in Sababila tend to herbivore with plankton as the main feed. From occurent frequency analysis it could be concluded that percentage of feed stuf of Biawan is Diatom (89,47 %), Closterium (78,95 %), Ulotrix (73,68 %) dan Mougetia (63.16 %). Kata kunci: food habit, plankton, biawan fish Abstrak Latar Belakang: Ikan Biawan (Helostoma teminckii) termasuk kedalam golongan black fish, merupakan salah satu ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Ikan ini banyak dijumpai diperairan rawa Kalimantan dan merupakan tangkapan utama bagi nelayan setempat karena harga jual yang cukup tinggi (Rp 12.000/kg). Pengamatan kebiasaan makan ikan (food habit) merupakan salah satu cara untuk mengetahui jenis makanan yang dikonsumsi. Untuk mengetahui kebiasaan makan ikan Biawan (Helostema temincki) di Danau Sababila, penelitian kebiasaan makan ikan Biawan (Helostema teminckii) telah dilaksanakan pada bulan Mei dan September 2005. Metode: Riset dilakukan dengan menggunakan metode survey lapangan dan pengambilan sampel dilakukan secara purposive. Metode yang digunakan untuk mengamati kebiasaan makan adalah metode frekuensi kejadian. Ikan sampel ditangkap dengan menggunakan berbagai macam alat tangkap seperti jala dan jaring insang (gillnet). Selanjutnya untuk penelaahan kebiasaan makanan, ikan dibedah. Saluran pencernaan dipisahkan dari organ dalam lainnya kemudian diukur panjangnya dan diawetkan dengan larutan formalin 4%. Sampel saluran pencernaan diamati secara langsung dengan menggunakan mikroskop di laboratorium Hidrobiologi Balai Riset Perikanan Perairan Umum, Palembang. Hasil: Hasil riset menunjukkan bahwa ikan Biawan di Danau Sababila cenderung bersifat herbivora dengan makanan utamanya plankton. Hasil analisis dengan metode frekuensi kejadian diperoleh persentase makanan yang tertinggi adalah jenis Diatom (89,47 %), Closterium (78,95 %), Ulotrix (73,68 %) dan Mougetia (63.16 %). Kata kunci: kebiasaan makan, plankton dan ikan biawan

PENDAHULUAN Luas lahan rawa di Kalimantan Tengah diperkirakan 4,3 juta ha yang terdiri dari 0,7 juta

ha rawa pasang surut dan 3,6 juta ha rawa non pasang surut. Lokasi lahan rawa tersebut berada diantara Sampit-Palangkaraya ke arah timur hulu Sungai Kapuas dan termasuk kedalam Kabupaten

161

Prianto,

Jurnal PROTEIN

Kapuas, Barito Selatan dan sebagian kecil Kotamadya Palangkaraya. Tanah dilokasi ini merupakan lahan rawa yang didominasi gambut dengan ketebalan 0,5-2 m dan tanah sulfat masam (Kartamihardja, 2002). Kottelat et al dalam Kartamihardja (2002) menyatakan perairan umum di Kalimantan mempunyai keanekaragaman jenis ikan yang tertinggi di Indonesia. Di perairan tersebut telah berhasil diidentifikasi tidak kurang dari 394 jenis ikan yang sebagian besar dari padanya termasuk kedalam ordo Ostariophysi dan Labyrinthici. Sedangkan di perairan tawar Kalimantan Tengah, diperkirakan terdapat tidak kurang dari 100 jenis ikan yang didominasi oleh jenis ikan gabus (Channa spp), sepat (Trichogaster spp), jelawat (Leptobarbus hoeveni), kelabau (Osteochilus spp), pipih (Notopterus spp), patin (Pangasius spp), betutu (Oxyeleotris marmorata), pepuyu (Anabas testudineus), baung (Mystus nemurus) dan lele (Clarias spp) (Hamid dalam Kartamihardja, 2002)). Jenis ikan tersebut sebagian besar termasuk ikan penghuni rawa yang bernilai ekonomis penting. Ikan-ikan ini secara periodik melakukan migrasi dari rawa ke sungai atau sebaliknya. Pada waktu air sungai meluap menggenangi hutan rawa di sekitarnya, beberapa jenis ikan melakukan migrasi ke hutan rawa tersebut dan memijah di lokasi tersebut. Lokasi ini juga merupakan lokasi bagi pembesaran anakan ikan (nursery ground) (Welcomme, 1985 dalam Kartamihardja, 2002). Jenis-jenis ikan yang dominan di Danau Sababilah adalah ikan Kapar (Belontia hasselti), Haruan (Channa striata), Kihung (Channa Bankanensis), Biawan (Helostoma temminckii), Mihau (Channa lucius), Kerandang (Channa pleuropthalmus), Sasapat Siam (Trichogaster pectoralis), Patung (Pristolepis grootii), Pentet Panjang (Clarias nieuhofii), Pentet Pendek (Clarias batrachus) dan Papuyu (Anabas testudineus). Di samping sebagai penghasil ikan, Danau Sababilah memiliki beberapa jenis ikan yang unik dan merupakan ikan hias. Beberapa jenis ikan hias yang hidup di Danau Sababila yaitu ikan Selunjungan Buaya (Luciocephalus pulcher), Selunjungan Martil (Hemirhampodhon tengah) dan Ugum (Nandus nebulosus ) dan beberapa jenis yang merupakan

endemik Danau Sababilah yaitu ikan Papuntin (Mystus Olyroides) dan ikan Lais Nipis (Ompok weberi) dengan ukuran tubuh yang kecil. Ikan Biawan (Helostoma temminckii) merupakan hasil tangkapan utama nelayan di Danau Sababila. Dalam dunia perikanan ikan ini memiliki nilai komersial sehingga di khawatirkan tingkat eksploitasi terhadap ikan ini akan tinggi. Nilai jual ikan ini dapat mencapai + Rp. 12.000/kg. Jika penangkapan Biawan (Helostoma temminckii) tidak mempertimbangkan kaidah-kaidah kelestarian, maka kondisi ini dapat mengakibatkan penurunan populasi ikan tersebut di Danau Sabbila sehingga perlu upaya pengelolaan untuk memelihara kelestarian sumberdaya ikan ini agar potensinya tetap lestari. Untuk mendukung kegiatan pengelolaan Biawan (Helostoma temminckii), diperlukan informasi yang meliputi aspek-aspek biologi dan ekologinya. Salah satu aspek biologi yang perlu dikaji adalah kebiasaan makanan Biawan (Helostoma temminckii), yang mencakup kualitas dan kuantitas makanan serta kaitannya dengan perubahan waktu. Hal ini sesuai dengan pendapat Lagler et al. (1977), yang menyatakan bahwa beberapa jenis ikan kebiasaan makanannya dapat berubah karena musim dan ketersediaan makanan di dalam perairan. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai kebiasaan makanan ikan Biawan (Helostoma temminckii) di Danau Sababila dengan melihat komposisi jenis makanannya. MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei dan September 2006 di Danau Sababila, Kalimantan Tengah. Stasiun pengambilan contoh ikan ditentukan berdasarkan lokasi penangkapan ikan oleh nelayan setempat secara acak, di Danau Sababila DAS Barito. Analisis ikan sampel dilaksanakan di Laboratorium Hidrobiologi Balai Riset Perikanan Perairan Umum, Palembang. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

162

Vol. 14 No. 2 Tahun 2006

Kebiasaan Makan Ikan Biawan

Tabel 1. Alat dan bahan yang Digunakan Dalam Penelitian.


Alat dan Bahan Alat Ember Plastik Penggaris Alat bedah Botol film Gelas objek, gelas Penutup, cawan petri, pipet tetes, Tube Chambers Mikroskop Bahan Ikan Biawan Formalin 4% Ketelitian/ Satuan liter 0.1 cm ekor Kegunaan Untuk menampung ikan sampel Untuk mengukur panjang ikan sampel Untuk membedah ikan contoh Untuk menyimpan isi saluran pencernaan Untuk mengamati organisme makanan dari ikan sampel yang akan dilihat di mikroskop Untuk melihat organisme makanan ikan sampel Sebagai objek penelitian Untuk mengawetkan saluran pencernaan sampel ikan

Metode Kerja Pengambilan Ikan Contoh Pengambilan ikan sampel dilakukan pada bulan Mei dan September yang langsung diperoleh dari nelayan pengumpul. Ikan Biawan sampel yang ditangkap dengan menggunakan berbagai macam alat tangkap seperti jala dan jaring insang (gillnet). Selanjutnya untuk penelaahan kebiasaan makanan, ikan dibedah dengan menggunakan gunting bedah, dimulai dari anus menuju bagian dorsal di bawah LL dan menyusuri garis tersebut sampai ke bagian belakang operculum kemudian ke arah ventral hingga ke dasar perut. Saluran pencernaan dipisahkan dari organ dalam lainnya kemudian diukur panjangnya, lalu dimasukkan ke dalam botol film untuk kemudian diawetkan dengan larutan formalin 4%. Saluran pencernaan ini selanjutnya akan diamati di laboratorium Hidrobiologi Balai Riset Perikanan Perairan Umum, Palembang. Jenis makanan ikan sampel diketahui dengan pengamatan secara langsung terhadap saluran pencernaan, menggunakan mikroskop merk Olympus CK 2 dengan pembesaran 20X dan identifikasinya berdasarkan Needham, Bellinger dan Pennak. Analisis Data Evaluasi jenis makanan dengan menggunakan metode frekuensi kejadian. Dasar dari metode ini sama dengan metode jumlah. Tiap-tiap isi alat pencernaan ikan dicatat masing-masing organisme yang terdapat sebagai bahan makanannya, demikian juga alat

pencernaan yang sama sekali kosong harus dicatat pula. Jadi seluruh contoh yang diteliti dibagi menjadi dua golongan yaitu yang berisi dan yang kosong. Masing-masing organisme yang terdapat di dalam sejumlah alat pencernaan yang berisi dinyatakan keadaannya dalam persen dari seluruh alat pencernaan yang diteliti, tidak meliputi alat pencernaan yang tidak berisi. Dengan demikian akan dapat diketahui frekuensi kejadian suatu organisme yang dimakan oleh ikan contoh yang diteliti dalam persen. Jadi dengan menggunakan metode ini didapatkan macam organisme apa yang dimakan, tetapi tidak serta memperlihatkan kuantitas atau jumlah organisme yang dimakan dan juga tidak memperlihatkan serta tidak diperhitungkan makanan yang tidak dicerna (Effendie, 1992). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis isi alat pencernaan ikan Biawan dengan menggunakan metode frekuensi kejadian diperoleh macam organisme yang dimakan. Frekuensi kejadian yang tertinggi ditemukan pada jenis Diatom (89,47 %), Closterium (78,95 %), Ulotrix (73,68 %) dan Mougetia (63.16 %) (Gambar 1). Berdasarkan hasil pengamatan tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar makanan yang dimakan ikan Biawan merupakan phytoplankton namun hanya sebagian kecil ikan yang memakan zooplankton.

163

Prianto,

Jurnal PROTEIN

Kebiasaan Makan (Food Habit) Ikan Biawan

Ulotrix Triobonema Nitszhia Palmela Closterium M icrospora Zygnema Euglena Spyrogira Oscilatoria Pinnularia

Cacing Rotifera Cyclotela V olvox Hydrodictyon Oocystis Potongan Tumbuhan Rivularia Omphosphaenea Frustulia

Neidium Diatom M ougetia Phormidium Sphaerocystis Fragilaria Phacus Oedogonium Euastrum Chrysococcus

Gleotrichiapicum Schenedesmus M ytilina Gomphosphaeria Coelastrum Synedra Protozoa Navicula A nacystis M elosira

Gambar 1. Kebiasaan Makan Ikan Biawan (Helostema teminckii) di Danau Sababila DAS Barito Kalimantan Tengah. Pada Gambar 1 di atas dapat ditelaah secara keseluruhan makanan ikan Biawan adalah fitoplankton dan zooplankton, sedangkan makanan tambahannya tumbuhan air. Menurut Utomo (1994), ikan Biawan merupakan jenis ikan pemakan plankton, periphyton dan organisme kecil lainnya. Selanjutnya dinyatakan pula, urutan kebiasaan makanan ikan dibedakan ke dalam empat kategori berdasarkan persentase indeks bagian terbesar, yaitu makanan utama, makanan pelengkap, makanan tambahan, dan makanan pengganti. Makanan utama adalah makanan yang dimakan ikan dalam jumlah yang besar. Makanan pelengkap adalah makanan yang ditemukan dalam saluran pencernaan ikan dalam jumlah yang lebih sedikit. Makanan tambahan adalah makanan yang terdapat dalam saluran pencernaan ikan dalam jumlah yang sangat sedikit. Makanan pengganti adalah makanan yang hanya dimakan jika makanan utama tidak tersedia. Kondisi Kualitas Perairan di Lokasi Studi pH, Suhu dan Kecerahan Kondisi kualitas perairan terutama pH, oksigen dan suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme perairan terutama ikan, sehingga pH, oksigen dan suhu dapat dijadikan sebagai faktor pembatas terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme di suatu perairan. pH perairan di lokasi studi sekitar 4.5 dengan air berwarna hitam. Rendahnya pH perairan di propinsi ini disebabkan karena tingginya kandungan bahan organik akibat proses pembusukan vegetasi yang hidup disekitar perairan tersebut. Hasil pengukuran temperatur di lokasi penelitian diperoleh kisaran suhu di Danau Sababila sekitar 30o C, sedangkan kecerahan perairan yang dicapai sebesar 85 cm (Tabel 2). Tabel 2. Parameter Kualitas Perairan di Danau Sababila Kalimantan Tengah No Parameter Nilai 1. Suhu (o C) 30 2. pH 4.5 3. Kecerahan (m) 0.85 4. Kedalaman (m) 1.3 3 5. Chlorophil (mg/m ) 0,80-2.46 6. Bahan organik (ml) 4.78-6.31 7. Phosphat (ppm) 0.06-0.11 8. Tot. N (ppm) 0.04-7.04 9. Sulfat (ppm) 0.42-0.96

164

Vol. 14 No. 2 Tahun 2006

Kebiasaan Makan Ikan Biawan

TOM, Fosfat dan Sulfat Bahan organik total atau total organic matter (TOM) menggambarkan jumlah bahan organik suatu perairan yang terdiri dari bahan organik terlarut, bahan organik tersuspensi dan koloid. Berdasarkan hasil analisis laboratorium diperoleh nilai bahan organik total perairan rawa asam di Danau Sababila berkisar antara 4.78-6.31 ml. Kadar fosfat yang dicapai berkisar antara 0.06-0.11 ppm. Kadar fosfat ini lebih besar dari 0,201 ppm, tergolong perairan yang memiliki tingkat kesuburan yang sangat baik Keadaan perairan dengan kadar fosfat kurang dari 0,010 ppm tergolong perairan dengan tingkat kesuburan rendah (Alaerts, 1984). Sedangkan menurut SEPA (1991) dalam Sulastri (2004), untuk parameter TP > 0,05 mg/l termasuk kategori perairan yang sangat kaya nutrien. Jika dilihat dari kadar fosfat, perairan di lokasi studi tergolong perairan dengan tingkat kesuburan sedang. Menurut Sihotang (1996), nilai-nilai fosfat yang tinggi mencerminkan produksi organik yang tinggi, baik yang berasal dari dasar perairan maupun permukaan perairan. Berdasarkan hasil analisis laboratorium, kadar sulfat berkisar 0.42-0.96 ppm. Menurut Adriani et al (2003), baku mutu air untuk kegiatan perikanan, dimana kadar senyawa sulfat di perairan tidak boleh melebihi 0,002 ppm. Di dalam perairan, sulfat dapat berasal dari batuan dasar perairan (autochthonous) ataupun dari kegiatan pemukiman, wisata, perikanan dan pertanian. Menurut Ryding dan Rast (1989) dalam Adriani et al (2003), kegiatan-kegiatan tersebut merupakan sumber unsur N, P dan S. Produktivitas Perairan Guna menggambarkan tingkat kesuburan perairan atau produktifitas primer suatu perairan perlu dilakukan analisis chlorophil. Produktifitas primer suatu perairan sangat dipengaruhi oleh fitoplankton. Begitu pentingnya arti fitoplankton dalam suatu perairan banyak pengamatan tentang produktifitas fitoplankton dilakukan oleh pakar ekologi perairan dan pakar limnologi. (Sihotang, 1996).

Nilai khlorofil C yang terdapat di Danau Sababila berkisar antara 0,08-2,46. Berdasarkan data diatas dapat ditelah bahwa semakin tinggi nilai khlorofil maka perairan tersebut semakin subur. Begitu pula sebaliknya semakin rendah nilai/kandungan khlorofil dalam suatu perairan maka perairan tersebut semakin kurang subur. Walaupun demikian produktifitas atau kesuburan perairan di lokasi studi cukup rendah. Rendahnya kesuburan di perairan asam dapat disebabkan karena perairan rawa yang cenderung berwarna coklat tua sehingga menghalangi penetrasi cahaya matahari menembus badan air. Akibatnya proses fotosintesisi fitoplankton didalam perairan semakin berkurang. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan kebiasaan makan ikan Biawan di Danau Sababila adalah fitotoplankton dan zooplankton, sedangkan makanan tambahannya berupa tumbuhan air. Hasil analisis isi alat pencernaan ikan Biawan dengan menggunakan metode frekuensi kejadian diperoleh macam organisme yang dimakan. Frekuensi kejadian yang tertinggi ditemukan pada jenis Diatom (89,47 %), Closterium (78,95 %), Ulotrix (73,68 %) dan Mougetia (63.16 %). DAFTAR PUSTAKA Adriani, S. N. Krismono dan Sarnita, A. S. 2003. Penilaian Ulang Lima Lokasi Suaka Perikanan di Danau Toba Berdasarkan Kualitas Air dan Parameter Perikanan Lainnya. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Edisi Sumberdaya dan Penangkapan Vol. 9 No. 3. Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan. Effendie, M. I. 1992. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Agromedia. Bogor. 111 hal. http://www.nakertrans.go.id, 2006. Pemanfaatan Lahan Rawa Untuk

165

Prianto,

Jurnal PROTEIN

Pemenuhan Kebutuhan Pangan Di Pemukiman Transmigrasi. Kartamihardja, E. S. 2002. Pembukaan Lahan Gambut Di Kalimantan Tengah: Mega Proyek Pemusnahan Sumber Daya Perikanan?. Makalah Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Needham, J. G. Needham, P. R. 1962. A Guide To The Study of Fresh Water Biology. Holder-Day. Inc. San Francisco. 108 p. Nikolsky, G. V. 1963. The Ecology of fishes. Academic Press. New York. 352 p Pennak, R. W. 1978. Fresh Water Invertebrates of The United Stated. A Wiley Interscience Publication. 438 p. Sistem Untuk

Pemanfaatan Secara Lestari Sumberdaya Pesisir dan Laut. Pusat Penelitian Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 70 hal. Utomo, A. D dan S. Adjie. 1994. Pendugaan Parameter Pertumbuhan, Mortalitas dan Laju Penangkapan Ikan Tambakan (Helostoma temicki) di Perairan Lubuk Lampam, Sumatera Selatan. Buletin Penelitian Perikanan Darat Vol 12. No. 2 Desember 1994. Palembang. Utomo, A.D dan Z, Nasution 1995. Alternatif Perbaikan Sumberdaya Perikanan Melalui Lelang Lebang Lebung di Sumatera Selatan. Kumpulan Makalah Seminar Pengkomunikasian Hasil Penelitian Perikanan Perairan Umum di Sumatera Selatan. Lolitkanwar Palembang. 2431.

Sulastri, 2004. Pengembangan Konservasi Biota Muara

166

You might also like