Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 16

VIABILITY and MOTILITY of SPERMATOZOA of MUSCOVY DUCK (Cairina moschata) in DILUTER EXTRACT BANANA and EXTRACT PAPAYA Serly

Kadu Amah 1) Masud Hariadi 2) Emy Koestanti Sabdoningrum 3) Mahasiswa, 2)Departeman Reproduksi Veteriner , 3)Departemen Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga ABSTRACT The aim of this research was to determine the viability and motility of spermatozoa of muscovy duck (Cairina moschata) in diluter extract banana and extract papaya. Samples that have been used in this research were muscovy duck (Cairina moschata) wich age are 1,5 years old. The semen was divided into three treatments. The control treatment (P0) were semen with NaCl 1%. The first treatments (P1) were semen with extract banana. The second treatments (P2) were semen with extract papaya. The data of three treatments, each consisted of six repetition were analyzed using Analytic of Variance (ANOVA). The differences between each treatment were analyzed with Tukey HSD 5%. The research result were showed significant differences (p<0,05) on motility and viability spermatozoa. Tukey HSD 5% test showed on 0, 2, 4, and 6 hours which motility and viability semen on first and second treatment (P1, P2) was higher and significant different with the control (P0) treatment. The result showed viability and motility were increased in diluter extract banana and extract papaya, and semen can be hold until sixth hours. Key word : diluter, extract banana, extract papaya, muscovy duck Surabaya, 30 Oktober 2009 Mahasiswa: Pembimbing II (Serly kadu Amah) S.,M.Kes, Drh) NIM.060513537 Menyetujui Dosen Terkait I (Prof. Masud .H.,M.Phil, Drh) NIP.130 531 810 Menyetujui Dosen Terkait II III (Emy Koestanti NIP.132 240 300 Menyetujui Dosen Terkait Menyetujui Dosen Pembimbing I Menyetujui Dosen

1)

(Dr. Suherni. S.,M.Kes,Drh) (Husni Anwar., Drh) M.Si.,Drh) NIP.131 653 734 NIP. 130 687 551 459

(Tatik Hernawati, NIP. 131 653

VIABILITY and MOTILITY of SPERMATOZOA of MUSCOVY DUCK (Cairina moschata) in DILUTER EXTRACT BANANA and EXTRACT PAPAYA Serly Kadu Amah 1) Masud Hariadi 2) Emy Koestanti Sabdoningrum 3) Mahasiswa, 2)Departeman Reproduksi , 3)Departemen Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga ABSTRACT The aim of this research was to determine the viability and motility of spermatozoa of muscovy duck (Cairina moschata) in diluter extract banana and extract papaya. Samples that have been used in this research were muscovy duck (Cairina moschata) wich age are 1,5 years old. The semen was divided into three treatments. The control treatment (P0) were semen with NaCl 1%. The first treatments (P1) were semen with extract banana. The second treatments (P2) were semen with extract papaya. The data of three treatments, each consisted of six repetition were analyzed using Analytic of Variance (ANOVA). The differences between each treatment were analyzed with Tukey HSD 5%. The research result were showed significant differences (p<0,05) on motility and viability spermatozoa. Tukey HSD 5% test showed on 0, 2, 4, and 6 hours which motility and viability semen on first and second treatment (P1, P2) was higher and significant different with the control (P0) treatment. The result showed viability and motility were increased in diluter extract banana and extract papaya, and semen can be hold until sixth hours. Key word : diluter, extract banana, extract papaya, muscovy duck ---------------------------------------Pendahuluan Tantangan di bidang peternakan sampai saat ini adalah belum

1)

terpenuhinya kebutuhan nasional protein hewani karena produksi lebih rendah dibanding kebutuhan. Salah satu upaya untuk memenuhi gizi masyarakat bidang pangan hewani adalah dengan memanfaatkan itik lokal. Selama ini itik lokal hanya dimanfaatkan untuk produksi telur, padahal daging itik pun dapat

menjadi bagian dari menu sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Potensi untuk mengembangkan produksi daging itik lokal sangat besar salah satunya dengan melakukan perkawinan silang antara itik manila (entok) dengan itik betina. Itik manila (entok) diharapkan memperoleh bobot badan yang relatif besar dan itik betina diharapkan menghasilkan jumlah anak yang dihasilkan lebih banyak. Hasil persilangan tersebut dikenal dengan serati, mandalung atau tiktok. Serati merupakan itik pedaging berkualitas tinggi protein,lemak rendah, dagingnya lebih enak dan empuk (Susanti dkk, 2006). Itik merupakan salah satu bahan makanan asal hewan yang dikenal oleh masyarakat luas setelah daging ayam. Hal ini sering ditemui di rumah makan atau warung yang sering menjual makanan berupa daging itik untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Mengingat semakin banyaknya permintaan pasar maka diperlukan bibit unggul dengan jumlah banyak dalam waktu singkat yaitu dengan teknologi baru dalam pengembangan ternak dengan cara meningkatkan pemakaian pejantan dalam menghasilkan semen untuk

perkawinan. Ternak tiktok dihasilkan dari inseminasi buatan pada itik betina alabio(Anas platyrynchos), dengan pejantan entok(Cairina moschata) (Abidin , 2002). Fertilitas telur hasil perkawinan alami antara entok jantan dan itik betina relatif rendah, untuk itu diperlukan teknologi reproduksi yang dapat

meningkatkan produksi ternak. Cara praktis yang sering dipergunakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan teknik Inseminasi Buatan (Artificial Insemination) atau lebih dikenal dengan sebutan IB yaitu dengan cara memindahkan semen pejantan yang sudah diencerkan dengan pengencer tertentu ke dalam saluran reproduksi betina yang sedang birahi secara buatan.

Teknik ini sangat ekonomis dan menguntungkan karena dapat dikerjakan sendiri sehingga lebih menghemat biaya. Semen pejantan yang sudah diencerkan tersebut bisa untuk membuahi lebih banyak betina (Anonimus, 2008). Keberhasilan IB pada unggas dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kualitas dan kuantitas semen yang digunakan, kebersihan semen yang di tampung, keterampilan petugas inseminasi buatan dan tercampurnya semen dengan cairan urin yang keluar dari saluran reproduksi jantan serta dapat menghambat dalam menentukan fertilitas telur yang di hasilkan betina. Diantara faktor tersebut yang memegang peran penting dalam menentukan fertilitas telur yang dihasilkan betina adalah kualitas dan kuantitas semen (Isnaini,2000). Keberhasilan IB juga dipengaruhi oleh kualitas sperma dan bahan pengencer yang digunakan untuk penyimpanannya. Bahan pengencer

digunakan untuk meningkatkan volume semen dalam satu kali ejakulasi dapat digunakan untuk IB beberapa ekor betina. Bahan pengencer juga dapat berfungsi sebagai penyimpanan untuk beberapa waktu dengan tujuan mempertahankan kualitas spermatozoa agar tetap baik (Hardijanto dan Hardjopranoto, 1994; Hafez, 2000). Bahan pengencer yang di gunakan adalah sari buah pisang dan sari buah pepaya dimana terdapat komposisi yang lengkap seperti protetin, lemak, zat hidrat arang yang cukup dan juga mengandung beberapa vitamin yang merupakan unsur Penting bagi kehidupan spermatozoa. Menurut Toelihere (1979), zat hidrat arang yang sederhana dapat dipakai sebagai sumber energi bagi spermatozoa.

Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kandang hewan coba dan laboratorium Inseminasi Buatan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

Penelitian ini dimulai pada bulan Juli sampai Oktober 2008. Sampel penelitian yang digunakan adalah semen itik manila dengan penampilan bentuk tubuh ideal, sehat (tidak cacat genetik), lincah, alat kelamin normal dan libido seksual baik, yaitu pejantan mempunyai keinginan secara aktif untuk mengawini betina. Hal ini menandakan bahwa pejantan tersebut merupakan penghasil semen terbaik (Sastrodihardjo & Resnawati, 1999). Pengambilan air mani dilakukan satu kali dalam satu minggu. Alat alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari gelas ukur, tabung reaksi, cawan petri, pH meter atau kertas lakmus, kertas saring, spuit 1 ml, spuit 20 ml, objek glass, cover glass, beker glass, pipet Pasteur, pinset, batang pengaduk, pembakar bunsen, kertas label, aluminium foil, seperangkat gelas skala penampung sperma, dan mikroskop cahaya. Bahan yang

digunakan dalam penelitian ini terdiri dari semen entok, sari buah pisang, sari buah pepaya, air hangat, NaCl, Natrium sitrat, sulfanilamide, aquadest, 1 vial Penicillin 1000 IU, 1 vial Streptomycin 1 g dan larutan pewarna Eosin Negrosin Penelitian ini diawali dengan pengamatan fisik entok jantan yang digunakan untuk penelitian. Bila pejantan memenuhi syarat yaitu besar dan bentuk tubuhnya sedang, tampak sehat, lincah, bulu ekor yang bagus, dan disekitar kloaka berwarna merah, maka dilakukan pengambilan semen dengan menggunakan sebuah tabung berskala untuk menampung semen. Pakan yang diberikan adalah pellet dan konsentrat dan air minum secara ad libitum.

Pengambilan air mani dilakukan sebanyak 6 kali ulangan selama 10 minggu. Dalam satu minggu dilakukan pengambilan semen sebanyak satu kali setiap pagi hari pukul 06.30 WIB. Semen yang layak dan memenuhi syarat pemeriksaan di atas dibagi menjadi 3 perlakuan, kemudian dicampur dengan bahan pengencer

menggunakan perbandingan 1 : 5. Ketiga perlakuan tersebut terdiri dari : 1. Kontrol (P0) : NaCL 1%

2. Perlakuan I (P1) : Sari buah pisang + natrium sitrat 3. Perlakuan II(PII) : Sari buah papaya + Natrium sitrat Pada masing masing (enam) kali. Untuk melihat perlakuan dilakukan ulangan sebanyak 6

persentase viabilitas spermatozoa, persentase

motilitas spermatozoa, dan pH semen itik manila/entok. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Data hasil pengukuran terhadap persentase viabilitas dan persentase motilitas spermatozoa yang terdiri dari tiga perlakuan dengan masing-masing enam ulangan dianalisis menggunakan metode Analysis of Variance (Anova), dan apabila terdapat perbedaan pada masing-masing perlakuan, dilanjutkan dengan Uji Tukey HSD (Honestly Significant Difference) 5%.(Kusriningrum, 2008).

Hasil dan Pembahasan Semen itik manila sebelum perlakuan terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan makroskopis yang meliputi : volume(ml), warna, bau, konsistensi, pH dan pemeriksaan mikroskopis: gerakan individu, gerakan masa, persentase motilitas, konsentrasi, persentase viabilitas (persentsae sperma yang hidup).

Evaluasi terhadap semen itik manila baik secara makroskopis maupun mikroskopis dilakukan segera setelah proses penampungan semen itik manila. Penilaian semen sangat penting artinya sebelum melakukan proses lebih lanjut terhadap semen tersebut. Hasil pemeriksaan semen itik manila sebelum perlakuan

selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut


Makroskopis Mikroskopis

Ulangan

Volume ( ml )

Warna

Bau

Konsistensi

pH

K (Rusia)

viabilitas (%) 80 84 70 80 74 80

GI

M (%)

GM +++ +++ +++ +++ +++ +++

1 2 3 4 5 6

1,2 1,0 0,8 0,8 1.0 1.2

PS PS PS PS PS PS

Khas Khas Khas Khas Khas Khas

Pekat Pekat Pekat Pekat Pekat Pekat

7 7 7 7 7 7

D D D D D D

P P P P P P

80 84 68 76 72 78

GI PS

: Gerakan Individu : Putih Susu D K P : Densum : Konsentrasi : Progresif GM : Gerakan Masa M : Motil +++ : Sangat Baik

Hasil pemeriksaan viabilitas itik manila setelah diberi perlakuan selama 0, 2, 4, dan 6 jam dapat dilihat pada tabel 4.2.1 berikut ini Jam ke-satu(0) Perlakuan Rata-Rata SD P0 P1 P2 72,17b 5,71 82,67 a 4,72 82.17 a 3,60 Jam kedua(2) Rata-Rata SD 62,83 b 6,49 73 a 3,52 74,64 a 4,41 Jam ketiga(4) Rata-Rata SD 47,83 b 5,15 60,33 a 4,41 61,83 a 4,45 Jam ke empat(6) Rata-Rata SD 41,67 b 2,73 46,50 a b 4,59 47,50 a 2,51

Keterangan : Superskrip dengan notasi yang berbeda berarti berbeda nyata (p<0,05) P0 : Kontrol NaCl 1%; P1 : Sari Buah Pisang; P2 : Sari Buah Pepaya

Tabel

4.2.1

menunjukkan

Rataan

viabilitas

spermatozoa

setelah

diberikan perlakuan menghasilkan viabilitas spermatozoa yang berbeda. Perlakuan jam ke-satu ( 0 jam) menunjukkan bahwa viabilitas tertinggi 82,67 % pada P1 dan terendah 72,17 % pada P0, pada jam Ke-2( 2 jam), menunjukan bahwa viabilitas tertinggi 74,64 % pada P2 dan terendah 62,83 % pada P0, Pada jam Ke-3(4 jam), jam Ke-4(6 jam) viabilitas tertinggi terdapat pada P2 dan terendah pada P0. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan yang perlakuan terhadap viabilitas spermatozoa. Hasil uji Tukey HSD 5 % diperoleh hasil bahwa pada jam ke-satu 0 jam dan jam ke dua, 2 jam, dan ke tiga 4 jam terdapat perbedaan yang nyata pada P1, P2 terhadap P0, tetapi tidak terdapat perbedaan yang nyata pada P1 terhadap P2. perlakuan jam ke-empat( 6 jam) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada P2 terhadap P0 tetapi tidak terdapat perbedaan yang nyata pada P1 terhadap P2 dan P0 . nyata (p<0,05) pada

Hasil pemeriksaan motilitas itik manila setelah diberi perlakuan selama 0, 2, 4, dan 6 jam dapat dilihat pada tabel 4.2.2 berikut ini Jam ke-satu(0) Perlakuan Rata-Rata SD P0 P1 P2 67,67 b 6,62 78,67 a 4,13 78,33a 3,67 Jam kedua(2) Rata-Rata SD 56b 5,22 67 a 3,52 67a 3,52 Jam ketiga(4) Rata-Rata SD 44b 55a 3,79 4,55 52,33 a 6,12 Jam ke empat(6) Rata-Rata SD 34,8 b 2,99 41,33 a 4,68 40,83a 1,60

Keterangan : Superskrip dengan notasi yang berbeda berarti berbeda nyata (p<0,05) P0 : Kontrol NaCl 1%; P1 : Sari Buah Pisang; P2 : Sari Buah Pepaya

Tabel

4.2.2

menunjukkan

Rataan

motilitas

spermatozoa

setelah

diberikan perlakuan menghasilkan motilitas spermatozoa yang berbeda nyata.

Perlakuan jam pertama hasil percobaan menunjukan motilitas tertinggi 78,67 %, terlihat pada P1 dan hasil terendah 67,67 % didapatkan pada P0. Perlakuan jam ke dua hasil percobaan hasil tertinggi, 67 % terlihat pada P1 dan P2, dan hasil terendah 56 % pada P0. perlakuan jam ketiga hasil percobaan, hasil tertinggi 55 % terlihat pada P2, hasil terendah 44 % pada P0. Jam keempat, P1 memberikan hasil tertinggi 41,33 % dan hasil terendah 34,8 % didapatkan pada P0. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) pada perlakuan terhadap motilitas spermatozoa. Hasil uji Tukey HSD 5 % diperoleh pada perlakuan jam ke satu P1 dan P2 berbeda terhadap P0, P1 berbeda terhadap P0, P1 tidak berbeda dengan P2 berbeda dengan P0 tetapi P2 sama dengan P1. Perlakuan jam ke dua P1 dan P2 berbeda terhadap P0, P1 tidak berbeda nyata dengan P2. Perlakuan jam ke tiga P0 berbeda terhadap P1,P2. P1 berbeda terhadap P0 tetapi tidak berbeda dengan P2. perlakuan jam ke empat P0 berbeda terhadap P1 dan P2, P1 berbeda terhadap P0 tetapi tidak berbeda dengan P2.

Evaluasi kualitas semen itik manila sebelum perlakuan Volume semen segar yang dihasilkan oleh seekor itik jantan dalam satu kali ejakulasi sangat bervariasi.Volume air mani yang berbeda dipengaruhi oleh umur, besar tubuh, status kesehatan, kondisi reproduksi kualitas pakan dan frekuensi penampungan (Toelihere,1993). Volume semen unggas dalam satu kali ejakulasi adalah 0,5 2,0 ml (Simanjuntak, 2002) hasil pemeriksaan volume semen perejakulasi dari 6 kali penampungan memberikan gambaran yang cukup baik, yaitu berkisar antara 0,8 ml sampai 1,2 ml.

Warna

dan

konsistensi

semen

dapat

dijadikan

indikator

untuk

memprediksi konsentrasi spermatozoa yang berbeda dalam semen secara cepat. Kondisi awal dapat dikatakan bahwa semakin kental dan warna mendekati putih susu atau keruh, maka konsentrasi spermatozoa yang terkandung dalam semen tersebut semakin tinggi. Semen yang diperoleh dalam penelitian ini adalah putih susu, konsistensi pekat. Baik warna dan konsistensi semen yang diperoleh tergolong baik. Warna semen yang normal pada itik manila adalah putih susu. Jika semen berwarna krem keputihan, maka dapat dikatakan semen tersebut kental dengan jumlah spermatozoa yang tinggi (Partodiharjo, 1992). Pemeriksaan mikroskopis yaitu motilitas berkisar antara 72% - 84 % yang berarti banyak spermatozoa yang bergerak progresif. Motilitas semen yang baik memungkinkan sel spermatozoa dapat mencapai sel telur di dalam saluran oviduct dalam waktu yang relatif singkat, sehingga memungkinkan terjadinya pembuahan yang sempurna (Nugroho, 2006). Pemeriksaan motilitas spermatozoa segar yang baru ditampung dan belum diencerkan meliputi pemeriksaan motilitas massa dan motilitas individu (Toelihere, 1993). Motilitas semen itik manila segar yang diperoleh dari penelitian ini adalah (+++). Motilitas massa ini tergolong sangat baik, menurut Hardijanto dkk. (2008) . Spermatozoa hidup yang diamati dengan pewarnaan eosin negrosin akan tetap berwarna jernih, sedangkan spermatozoa mati akan menyerap zat warna eosin nigrosin sehingga spermatozoa akan berwarna merah muda. ( Sopiyana, dkk 2006)

Persentase viabilitas itik manila yang diperoleh dari penelitian ini berkisar antara 70 % - 80 %. Semen yang baik adalah semen yang setelah dilakukan penafsiran mikroskopis berdasarkan kemampuan menyerap zat warna eosin negrosin oleh spermatozoa mempunyai persentase hidup minimum 50 % (Toelihere, 1993). Evaluasi kualitas semen itik manila setelah perlakuan Viabilitas Spermatozoa Itik Manila Rataan tertinggi pada setiap pengamatan terdapat pada jam ke-1 P1, akan tetapi pada jam ke-2 sampai jam ke-4 rataan tertinggi terdapat pada P2. Perlakuan Jam Ke-1 hinga jam ke-4 menunjukkan bahwa viabilitas

spermatozoa P1, P2 lebih tinggi dibandingkan dengan P0, Pada jam Ke-1 hingga jam ke-4 terdapat perbedaan antara P2, P1 terhadap P0 hal ini

disebabkan karena P0 tekanan osmotiknya lebih hipotonis daripada P2 dan P1 tekanan osmotiknya lebih hipertonis. P1 dan P2 merupakan pengencer yang optimal untuk mempertahankan persentase hidup spermatozoa itik manila.

Semen yang di encerkan menggunakan sari buah pisang dan sari buah pepaya menunjukan hasil yang lebih tinggi dari kontrol yaitu NaCl 1%. Hal ini disebabkan terkandungnya zat-zat seperti glukosa dan zat hidrat arang yang dibutuhkan untuk menunjang kehidupan spermatozoa. Penilaian jumlah sel spermatozoa yang hidup berdasarkan banyaknya jumlah sel spermatozoa yang tidak menyerap zat warna eosin negrosin. Spermatozoa yang mati permeabilitas membran selnya meningkat, terutama pada daerah post nuclear caps sehingga sel spermatozoa yang mati akan menyerap zat warna eosin negrosin. Sedangkan sel spermatozoa yang hidup mempunyai kondisi membran yang baik sehingga zat warna kesulitan untuk

menembus membran, akibatnya sel spermatozoa tetap berwarna jernih (Hardijanto dkk, 2002). Persentase spermatozoa hidup secara keseluruhan pada setiap

perlakuan juga mengalami penurunan jika dibandingkan dengan semen segar. Penurunan ini kemungkinan disebabkan oleh adanya kerusakan membran sel yang menyebabkan kematian sel. Maxell dan Watson (1996) menyatakan bahwa proses berlangsungnya pengenceran semen dapat merusak membran sel Spermatozoa sehingga mengakibatkan spermatozoa akan mati. Persentase motilitas spermatozoa Motilitas spermatozoa yang baik dinilai dengan melihat gerakan progresif dari spermatozoa tersebut. Kemampuan spermatozoa mendorong dirinya sendiri menuju kedepan karena adanya substansi kontrakatil pada bagian tengah spermatozoa diteruskan ke seluruh bagian ekor. Motilitas spermatozoa normal memperlihatkan gerakan-gerakan maju kedepan secara serempak disebabkan oleh gerakan ekor yang mengarah ke kiri dan kanan. Gerakan ekor yang cepat dan kuat mampu mendorong spermatozoa masuk kedalam ovum (Salisbury dan Van Demark, 1985). Menurut Garner dan Hafez(2000) dimana motilitas pada unggas berkisar antar 60-80%. Banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi motilitas spermatozoa baik yang bersifat endogen maupun eksogen. Faktor endogen merupakan keadaan individu spermatozoa itu sendiri yang erat kaitannya dengan umur spermatozoa, tingkat maturasi spermatozoa meliputi morfologi, faali dan sifatsifat biokimia, juga faktor yang menyangkut pengadaan energi misalnya transport melalui membran spermatozoa. Faktor eksogen adalah faktor lingkungan yang berbeda diluar membran spermatozoa, antara lain faktor

biofisika dan faali meliputi viskositas, pH, temperatur, dan komposisi ion dalam media yang ada disekelilingnya(Hernawati, 1998). Motilitas spermatozoa pada perlakuan jam Ke-1 hingga jam Ke-4 menunjukkan penurunan. Penurunan ini disebabkan karena gerakan individu spermatozoa secara progresif pada semen yang telah diencerkan kecepatan geraknya telah diperlambat karena spermatozoa akan kehabisan tenaga (Salisbury and Van Denmark, 1995). Rataan tertinggi pada setiap pengamatan terdapat pada P1. Perlakuan Jam Ke-1 hinga jam ke-4 menunjukkan bahwa motilitas spermatozoa P1, P2 lebih tinggi dibandingkan dengan P0, hal tersebut disebabkan karena pada P0 hanya terdapat NaCl yang hanya berfungsi sebagai penambahan volume sedangkan pada P1, terdapat sari buah pisang dan P2 terdapat sari buah pepaya, yang mengandung protein dan lemak yang mencukupi sehingga memungkinkan membentuk lipoprotein(Suherni dan Tatik, 1993). Lemak yang terkandung dalam sari buah pisang dan sari buah pepaya dapat membatasi gerak sel spermatozoa sehingga dapat menekan

proses pemecahan energi. Lipoprotein yang terkandung dalam sari buah pisang dan sari buah pepaya berfungsi sebagai lapisan pelindung (protecting layer) sehingga dapat melindungi sel spermatozoa dari beberapa gangguan yang berasal dari luar. Zat hidrat arang yang sederhana seperti glukosa dapat dipakai sebagai sumber energi bagi sel mani, Pada jam Ke-1, P1 lebih tinggi dibadingkan dengan P2, jam ke-2 P1 sama dengan P2, jam ke-3 P1 lebih rendah dari P2 walaupun secara uji statistik menunjukkan hasil yang tidak berbeda, pada jam ke-4 P1 menunjukkan hasil yang lebih tinggi hal ini disebabkan karena pada awal pengamatan spermatozoa beradaptasi dengan pengencer. P1 hingga jam ke-4 menunjukkan hasil tertinggi tertinggi dan

berbeda dengan P0, hal ini menunjukkan bahwa sari buah pisang merupakan pengencer yang optimal untuk meningkatkan motilitas spermatozoa. Penyimpanan spermatozoa setelah pengenceran dilakukan pada suhu 50C, hal ini dimaksudkan agar metabolisme spermatozoa dapat diminimalkan sehingga menghemat glukosa. Tujuannya agar ketika hendak digunakan spermatozoa tersebut masih memiliki cukup energi untuk mendukung selama perjalanannya didalam saluran reproduksi hewan betina (Hermawanti, 2005).

Kesimpulan dan Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Terdapat peningkatan viabilitas spermatozoa Itik Manila pada pengencer sari buah pisang dan sari buah pepaya 2. Terdapat peningkatan motilitas spermatozoa Itik Manila pada

pengencer sari buah pisang dan sari buah pepaya Pengencer sari buah pisang dan sari buah pepaya dapat digunakan sebagai bahan pengencer semen Itik Manila karena selain mudah didapat, murah, dan memenuhi syarat sebagai bahan pengencer.

Daftar Pustaka Anonimus. 2008. Mengenal Lebih Dekat. Beternak Tiktok. Balai Pembibitan Ternak Dan Hijauan Makanan Ternak Branggahan. Kediri. Garner, D. L. and E. S.E. Hafez. 2000.Spermatozoa and Seminal Plasma. IN: Reproduction in Farm Animal. 7 th ed. Lea and Febiger. Philadelphia. Hafez, E. S. E. dan B. Hafez. 2000. Reproduction in Farm Animal 7th Eddition. Lippincott Williami and Wilkins. South Carolina.

Hardijanto, T. Sardjito, T. Hernawati, S. Susilowati, T. W. Suprayogi. 2007. Penuntun Praktikum Inseminasi Buatan. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya. Hardijanto, T. Sardjito, T. Hernawati, S. Susilowati, T. W. Suprayogi. 2008. Diktat Ilmu Inseminasi Buatan. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya. Hardijanto, S. Hardjopranjoto. 1994. Ilmu Inseminasi Buatan. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya. Hal : 47 51. Hardjopranjoto, S. 1981. Ilmu Inseminasi Buatan. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya. Hal : 5-10. Hermawanti, M. 2005. Pengaruh Kuning Telur Ayam Buras dan Air Kelapa Muda dengan Konsentrasi yang Berbeda Terhadap Daya Hidup dan Motilitas Spermatozoa Domba. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga Surabaya Hernawati, T. 1998. Peranan Heparin dan Hipotaurin dalam Media Kapasitasi terhadap Persentase Hidup dan Motilitas Spermatozoa dan Pembuahan Invitro pada Sapi Perah [Tesis]. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya. Isnaini, N. 2000. Kualitas Semen Ayam Arab dalam Pengencer NaCl Fisiologis dan Ringers pada Suhu Kamar. Habitat Vol 11 No 113. Kusriningrum, RS. 2008. Perancangan Percobaan. Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga. Surabaya: Airlangga University Press Maxwell, W.M.C and Watson. 1996. Recent Progress in The Preservation of Ram Semen. Animal Reproduction Research and Practice. 13rd International Congress on Animal Reproduction. Stone and Elan (Eds). Elsevier. Sydney. Australia Nugroho, A. W. 2006. Kualitas Air Mani Itik Manila (Cairina Moschata) Pada Berbagai Perbandingan Pengencer Air Kelapa Muda Plus Kuning Telur.( Skripsi) Partodiharjo, S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. PT. Mutiara Sumber Widya. Jakarta. Hal : 42-45

Salisbury, G. W and N. L. Van Demark. 1985. Fisiologi dan Inseminasi Buatan Pada Sapi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hal : 530-550, 612. Sastrodihardjo, S dan Resnawati, H.1999. Inseminasi Buatan Ayam Buras. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal : 22 Simanjuntak, L. 2002. Tiktok. Hasil Persilangan Itik dan Entok. Argo Media Pusataka. Jakarta. Hal : 1; 21-23

Sopiyana, S., S. Iskandar., T. Susanti., dan D. Y. Ogaswara. 2006. Pengaruh Krioprotektan DMA, DMF dan GLYCEROL pada Proses Pembekuan Semen Ayam Kampung. Seminar nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor Srigandono, B.1997. Ilmu Unggas Air. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta Susanti, T., S. Sopiyana, E. Gustiani. 2006. Daging Serati Sumber Protein yang Menjanjikan. Warta Pengembangan Penelitian dan Pertanian Vol. 28 No. 2. Ciawi, Bogor. Susilowati, ; Tatik H. dan Suhartojo.H. 1989. Sari buah sebagai diluter air mani domba. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga.Surabaya Toelihere. 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Penerbit Angkasa. Bandung. Hal : 75-77; 84-85; 120-128; 266267.

You might also like