Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

BAB II KAJIAN TEORI

1.
1.1. Kajian Teori Umum 1.1.1. Pengertian Community
Community merupakan sebuah bangunan yang mempunyai fungsi sebagai
tempat berkumpul dari sebuah komunitas, sebagai pusat kegiatan dari sebuah komunitas tertentu. Beberapa definisi lain mengenai community : A community is basically people or segmen of society with common or shared interests Communities are free to use and create A community can be defined by their interaction Community can represent more than locality Community seems to better capture the current ethos of getting together to do something meaningful Identifiable, Distinct group identifiable, distinct group A community can refer to people of a specific physical region or government (the local community)

1.1.2. Pengertian Centre


Centre merupakan sebuah bangunan yang mempunyai fungsi sebagai tempat
berkumpul dari sebuah komunitas, sebagai pusat kegiatan dari sebuah komunitas tertentu. Beberapa definisi lain mengenai centre : A point, pivot, axis, etc., around which anything rotates or revolves The source of an influence, action, force A principal point, place, or object, ex: a shipping center A building or part of a building used as a meeting place for a particular group or having facilities for certain activities: a youth center An office or other facility providing a specific service or dealing with a particular

A store or establishment devoted to a particular subject or hobby, carrying supplies, materials, tools, and books as well as offering guidance and advice: a garden center; a nutrition center.

1.1.3. Pengertian, Fungsi, dan Klasifikasi Community Centre


Community Centre merupakan sebuah bangunan yang mempunyai fungsi
sebagai tempat berkumpul dari sebuah komunitas, sebagai pusat kegiatan dari sebuah komunitas tertentu. Beberapa definisi lain mengenai community centre : Community centers or community center Are public locations where members of a community tend to gather for group activities, social support, public information, and other purposes A meeting place used by members of a community for social, cultural, or recreational purposes Building or group of public buildings for the social, cultural, and educational activities of a neighborhood or entire community Community Center: meeting place offering recreational and educational activities for community Is a term used to describe any center of "public" activity Fungsi dari bangunan Community Centre berkaitan erat dengan latar belakang dan tujuan dari komunitas yang diwadahi didalamnya. Dapat dikatakan bahwa sebuah bangunan community centre yang satu dengan lainnya akan berbeda tergantung pada komunitasnya. Menurut pengelolanya terdapat beberapa macam Community Centre, yaitu:

a) Community Centre yang dibuat pemerintah


Didirikan biasanya oleh pemerintah kota, bersifat umum dan pengelolaan oleh pemerintah

b) Community Centre yang dibuat swadaya oleh masyarakat


Dibuat secara swadaya oleh suatu kelompok tertentu, bersifat lebih tertutup dan dikelola secara swadaya oleh komunitas tertentu Dalam perancangan sebuah Community Centre terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu diantaranya: Lokasi Jenis dan karakteristik komunitas yang diwadahi
2

Latar belakang komunitas dan anggotanya Sifat dan Tujuan Komunitas Kegiatan Komunitas

1.1.4. Community Development sebagai landasan Community

Centre
Dasar Community Development (Com-Dev)
Community Centre berkembang dan dibangun berlandaskan Community Development. Pengembangan masyarakat (Community Development) telah memiliki perjalanan sejarah yang panjang. Menurut pendapat pakar terkait seperti Brokensha dan Hodge, Long, serta Jim Ife, pengembangan masyarakat pada dasarnya adalah gerakan yang dirancang untuk meningkatkan kehidupan seluruh komunitas atas prakarsa komunitas dan partisipasi aktif masyarakat. Pengembangan Masyarakat menerapkan prinsip ekologis dan keadilan sosial.

Prinsip
Prinsip-prinsip yang penting dalam pembangunan komunitas antara lain: (1) Keterpaduan pembangunan aspek sosial, ekonomi, politik, budaya, lingkungan, dan pribadi/ spiritual (2) Mengatasi ketidakberdayaan structural (3) Menjunjung Hak Asasi Manusia (4) Keberlanjutan (5) Pemberdayaan (6) Kaitan masalah individual dan politik (7) Kepemilikan oleh komunitas (8) Kemandirian
3

(9) Ketidaktergantungan pada pihak lain termasuk pemerintah (10) Keterkaitan jangka pendek dan menengah (11) Pembangunan yang bersifat organik dan bukan mekanistik (12) Kecepatan pembangunan ditentukan sendiri oleh masyarakat (13) Pengalaman pihak luar diadaptasi sesuai kondisi local (14) Proses sama pentingnya dengan hasil pembangunan, dan (15) Prinsip lainnya seperti proses tanpa paksaan, partisipatif, inklusif, koperatif, serta pengambilan keputusan secara demokratis, dialogis dan berdasarkan konsensus.

Latar Belakang Perkembangan di Dunia


Gagasan Community Development (Comdev) dapat ditelusuri sejak sekitar tahun 1925. Ketika itu pernah berhasil dipraktekkan oleh Inggris di beberapa negeri jajahannya sampai tahun 1948. Bila ditelusur lebih lanjut ke masa sebelumnya, sebenarnya sejak akhir dekade tahun 1870-an di Amerika Serikat juga telah ada implementasi gagasan senada, yang mengandalkan strategi penyuluhan pertanian, yang bertumpu pada proses difusi inovasi. Selanjutnya lebih berkembang sejak Undang-undang Smith Lever diundangkan tahun 1914. Di Uni Soviet, sesuai dengan asas komunisme, menyelenggarakan pembangunan dengan perencanaan dan pengendalian yang sentralistik, sejak tahun 1920. Setelah perang Dunia II, disadari betapa parahnya kehancuran akibat menjadi ajang peperangan. Di negara-negara Sekutu yang memenangkan Perang Dunia II, dipikirkanlah bagaimana memulihkan, memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan rakyat Negaranegara korban penjajahan dan perang tersebut. Kemudian dikenal Marshall Plan, yang ketika itu, gagasannya banyak disumbangkan oleh Uni Soviet yang menerapkan pembangunan dengan nuansa sentralistik. Di Amerika Serikat dalam pembangunan yang terjadi sejak tahun 1880-an, ketika itu, kapitalisme industrial berkembang pesat. Daerah urban bahkan maju meninggalkan apa yang telah dicapai Eropa. Namun, di tengah kelimpahan kesejahteraan di kota tersebut ternyata terjadi ketidakadilan dalam bentuk kemiskinan dan ketidakmerataan. Pada tahun 1890 terjadilah gejolak reformasi agraria yang radikal. Gejolak ini memperburuk suasana dan terjadi krisis usahatani (farm crisis), lalu muncul Country Life Movement, suatu gerakan kaum Urban yang mengobarkan reformasi sosial, kebudayaan dan moral.
4

Gerakan ini didasari pada keinginan adanya perbaikan kondisi daerah pedesaan di AS.

Latar Belakang Perkembangan di Indonesia


Sejak tahun 1950 terjadilah perkembangan yang pesat di Indonesia sebagai pembangunan berencana. Setelah merdeka dikenalah Plan Kasimo sebagai wujud pembangunan berencana bagi rakyat diteruskan dengan Pembangunan Semesta Delapan Tahun Berencana. Pada awal pemerintahan Orde Baru, awal tahun 1970-an, didukung oleh pakar ekonomi menyusun strategi pembangunan yang dikenal dengan Pembangunan Lima Tahun (PELITA) dan Pembangunan Jangka Panjang (PJP) 25 tahunan dengan pendekatan yang bersifat sentralistis. Pada reformasi pasca 1997, rakyat merasakan kurang terwakili dalam aspirasi pembangunan. Hal ini sejalan dengan banyaknya masalah yang mendera rakyat. Dapat dicatat di sini, pelajaran dari berbagai isu-isu berkembang di kalangan para pakar pembangunan setelah mereka mencermati praktek-praktek pembangunan tersebut, yaitu: (1) pertumbuhan vs pemerataan, yang mengindikasikan perlunya penggunaan sumberdaya, baik manusia maupun material yang tersedia dalam masyarakat secara lebih efektif lagi. Program yang hanya berorientasi meningkatkan keluaran umumnya berakibat mengalirnya kesejumlah kecil orang dan membiarkan massa rakyat tertinggal (2) pembangunan pertanian vs industri, mengingat dunia ketiga masih kekurangan pangan maka seyogyanya pertanian menjadi prioritas (3) pembangunan perkotaan vs pedesaan, dimana konsep pertumbuhan ekonomi dengan urbanisasi dan industrialisasi dinilai merupakan konsep anti-pedesaan, yang berdampak pada meluasnya kemiskinan di kalangan masyarakat desa yang tenaga kerjanya tidak tertampung di sektor industri, bahkan ketika terpaksa juga terlempar dari sektor pertanian (4) teknologi padat modal vs padat karya, mengindikasikan perlunya pengembangan teknologi tepat guna yang lebih sesuai dengan kondisi lokal (5) sentralisasi vs desentralisasi, yang mengindikasikan kecenderungan pentingnya desentralisasi yang diharapkan dapat lebih efektif mengembangkan partisipasi masyarakat dan pendekatan-pendekatan yang lebih manusiawi dan dialogis
5

(6) modern vs tradisional, yang mengindikasikan modernisasi yang sesungguhnya berasal dari tradisi, negara dunia ketiga tidak perlu westernisasi, tetapi bertumpu pada budaya luhur sendiri (7) perencanaan sosial-ekonomi vs fisik, yang mengindikasikan bahwa perlunya para perencana memahami apa yang diperlukan oleh masyarakat, bekerja dengan masyarakat dan bukan bekerja sekedar untuk masyarakat.

1.2.

Kajian Teori Khusus 1.2.1. Perencanaan dan Perancangan Bangunan Community Centre
Pada pekerjaan pembangunan Hotel Pop Harris Yogyakarta ini, tim ahli supervise ditugaskan memiliki spesifikasi sesuai dengan pekerjaan yang akan dilaksanakan dan diawasi di lapangan. Adapun unsur-unsur manajemen proyek adalah sebagai berikut: Persyaratan Bangunan Community Centre Tipologi Studi Ruang Studi Kegiatan Studi Pengguna

1.2.2. Metode Infill Design


Infill design seringkali berkaitan dengan konservasi dan revitalisasi kata konservasi sendiri saat ini sudah mengalami perkembangan dari segi arti. Konservasi yang pada mulanya memiliki arti melestarikan sesuatu yang statis, kini sudah berubah menjadi melestarikan sesuatu yang dinamis dan meliputi banyak aspek mulai dari abiotic, biotik, dan sosial-budaya hingga tangible dan intangible. Kriteria dan motif pelestarian menurut Budihardjo : a) Estetika b) Kejamakan c) Kelangkaan d) Peran Sejarah e) Peran Karakter Kawasan f) Keistimewaan Enam tolak ukur kelayakan suatu bangunan kuno untuk dikonservasi menurut Snyder dan Catanese (1979) : 2. a). Kelangkaan, karya yang sangat langka yang tidak dimiliki daerah lain
6

3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

b). Kesejarahan, lokasi peristiwa bersejarah yang penting c). Estetika, memiliki keindahan bentuk, struktur, ataupun ornament d). Superlativitas, tertua,tertinggi,terpanjang e) Kejamakan, karya yang tipikal, mewakili suatu jenis atau ragam bangunan tertentu f). Kualitas pengaruh, keberadaannya akan meningkatkan citra lingkungan sekitar Selain itu,terdapat juga tiga tolak ukur yang ditambahkan oleh James S. Kerr (1983) yaitu: g). Nilai Sosial, untuk bangunan yang bermakna bagi masyarakat banyak h) Nilai Komersial, sehubungan peluangnya dimanfaatkan bagi kegiatan ekonomis i) Nilai ilmiah, berkaitan dengan perannya untuk pendidikan dan pengembangan ilmu Disamping kesembilan tolok ukur tersebut,terdapat beberapa tambahan yang dapat menunjukkan kekhasan bangunan, antara lain adalah citra dan penampilan, yang meliputi tata ruang luar, bentuk, struktur dan konstruksi, interior, serta ornament. Rasa memiliki dari masyarakat setempat juga dapat ditandai dengan pemberian nama khas bagi bangunan tersebut.Infill design sendiri merupakan bagian dari tipe pembangunan fisik dalam konteks kawasan, yaitu infill development, roedevelopment, dan new development. Teknik pelestarian yang erat kaitannya dengan desain kontekstual, yaitu :

a). Penambahan bangunan baru (addition)


Menambah/menempel bangunan baru pada bangunan lama a)

b). Alterasi
Melakukan adaptasi fasad eksisting lama untuk bangunan baru

b)

c). Infill Building


Menghadirkan bangunan baru dari lingkungan kontekstual, berdialog dengan kelompok bangunan masyarakat

Definisi
Secara harfiah, infill design berarti desain yang mengisi, menambahkan, memasukkan suatu fungsi baru ataupun lama dalam konteks bangunan maupun kawasan. (Roger Trancik, Finding Lost Space,1986) sehingga dalam pelaksanaannya dapat diterjemahkan menjadi usaha mengisi sebuah bangunan atau kawasan dengan desain baru. Kegiatan tersebut merupakan penambahan arsitektur, dimana site lama diberi tambahan berupa suatu desain yang baru. Definisi lain dari Infill Design adalah
7

pembangunan bangunan-bangunan baru multifungsi yang sesuai dengan kebutuhan masa kini dengan kepadatan yang tinggi pada lahan ataupun bangunan dikawasan kota yang padat dan diharapkan dapat menghidupkan kawasan tersebut. (Kwanda,2004).

Latar Belakang
Latar belakang kemunculan infill design dimulai dari munculnya problem perkuatan kota secara horizontal dan sprawling incremental menuju pinggiran dan desadesa. Hal ini mengakibatkan kurangnya densitas pada kota-kota dan memakan lahanlahan hijau dipinggiran. Sedangkan di Kota, perluasan ini menyebabkan munculnya ruangruang hilang atau lost space yang tidak digunakan untuk aktivitas positif dan permanen. Perluasan kota juga menyebabkan bertambahnya beban transportasi dan energy untuk sirkulasi dari pinggiran kota ke pusat kota, dimana masyarakat bekerja dipusat kota dan tinggal dipinggiran kota. Dari sinilah muncul metode infill design dengan tujuan memadatkan ruangruang sisa kota dan memaksimalkan FAR (Floor Area Ratio), beserta metode mix-use maupun superimposisi berbagai fungsi dan aktivitas kedalam sebuah bangunan yang terpadu. Infill design seringkali digunakan pula untuk revitalisasi kawasan dengan cara preservasi bangunan-bangunan bersejarah yang ada, seringkali infill design disebut sebagai the architecture of addition (Byard,1990).

Tujuan
Infill design pada hakekatnya bertujuan untuk memadatkan ruang-ruang kota,
pada kawasan heritage, infill design berkaitan dengan konservasi dan revitalisasi, memberi nyawa baru pada suatu bangunan/kawasan. Pada skala bangunan, infill design memberi fungsi baru dan menyatu dengan bangunan sekitarnta terkadang menjadi sebuah landmark baru ataupun menguatkan landmark yang sudah ada. Dalam praktiknya, infill design terbagi menjadi beberapa tujuan :

a). Menghubungkan dua atau lebih bangunan b) Mengisi lahan antara atau sisa (in between space) c) Melengkapi sebuah bangunan atau kompleks bangunan d) Meneruskan sebuah bangunan

Aplikasi
Infill design dapat dilakukan dengan cara membuat fungsi baru pada bangunan
lama tanpa merubah kondisi bangunan dan site, pengurangan maupun penambahan
8

elemen-elemen tertentu serta membuat bangunan baru dalam area kompleks bangunan lama dengan mempertahankan keberadaan bangunan lama. Infill design juga dapat menciptakan simbiosis antara dua tipe bangunan tersebut. Adapun 3 cara penerapan Infill design, yaitu :

a). Extension
merupakan tindakan menambah bangunan lama dengan suatu desain yang serupa, tipikal sehingga menjadi sesuatu yang terintegrasi. Bagian baru yang ditambahkan ke bagian lama masih memiliki hubungan. Penambahan arsitektur semacam ini paling sederhana karena seolah-olah melanjutkan desain bangunan lama. Contoh: Yale University Art Gallery Allen Memorial Art Museum

a) Derrivation
dalam hal ini, bangunan lama menjadi inspirasi pada bangunan baru, namun desain bangunan baru tidak memiliki keterkaitan dengan bangunan lama. Fungsi dan aktivitas yang berlangsung antara bangunan lama dan baru tidak saling mengganggu atau berpengaruh satu sama lain. Contoh: Maison Carre and The Carre d Art Park Avenue ICRAM

b) Transformation
merupakan penambahan yang didasarkan pada perubahan bentuk secara keseluruhan. Dalam hal ini, bangunan baru memiliki bentuk yang sama sekali berbeda dengan bangunan lama. Desain bangunan baru sama sekali tidak memiliki keterkaitan dengan bangunan lama. Metode ini merupakan metode yang paling radikal dibandingkan dengan yang lain. Contoh: Centre Pompidou Louvre Pyramid, Palais du Louvre Reichstag

Prinsip
Ketika merancang suatu bangunan pengisi, penting sekali untuk mempertimbangkan The Existing Context (Milfrod,2001).

13.1. Studi Kasus 13.1.1. Community Centre


Pada pekerjaan pembangunan Hotel Pop Harris Yogyakarta ini, tim ahli supervise ditugaskan memiliki spesifikasi sesuai dengan pekerjaan yang akan dilaksanakan dan diawasi di lapangan. Adapun unsur-unsur manajemen proyek adalah sebagai berikut:

13.1.2. 1.

Penerapan Infill Design pada Bangunan Heritage


Ripcurl Infill Building, Rundle Mall, Adelaide, South Australia

Sitting between the landmark State Heritage Listed Adelaide Arcade and Regent Arcade buildings, the former Regent Cinema laneway has been adaptively re-used to create a concept store for Rip Curl in Adelaides Rundle Mall. The Woodhead design makes a valid and respectful contemporary contribution to the ongoing heritage of the place. The new buildings transparency and volume allows the conserved and featured adjoining
10

heritage walls to form an intrinsic part of the new building space with dramatic and elegant effect. The challenge was to design a building that was eye catching and unashamedly contemporary to achieve the commercial objectives for both owner and tenant, whilst being considerate and in context with the significant neighbouring heritage buildings. Glass facades unify the competing ornate original faade elements with glass joints creating a subtle rhythm and continuity between old and new facades. The design maximises natural light, uses high performance low emissivity glazing to reduce heat loads and reuses existing adjoining building walls to form the internal walls for the new Rip Curl store. The Rip Curl building design solution achieves an intense visual impact and presence in Adelaides main shopping mall, reinforcing the tenants unique brand and image.

11

You might also like