LK-1-1Piopneumotoraks (J. Patau)

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 6

Laporan Kasus

PIOPNEUMOTORAKS DENGAN FISTULA BRONKOPLEURA


M. Junus Patau1, Syamsuddin Umar1, M. Nuralim Mallapasi2
1
Sub-Bagian Paru Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
2
Sub-Bagian Bedah Toraks Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

SUMMARY
Pyopneumothorax is the presence of both pneumothorax and empyema in one side of the lung. The etiology of the
disease is mainly from any abnormalities in the lung like pneumonia , lung abscess , bronchopleural fistula, bronchiectasis,
lung tuberculosis, lung actinomycosis, as well as abnormalities beyond the lung like trauma of thorax, thorax surgery,
thoracocentesis in pleural effusion, subphrenical abscess and amubiasis abscess. It has been reported 35 years old
man, admitted to the hospital with symptom dyspnea with sputum yellow green cough, left chest pain, fever, shaking with
the presence of smoking and alcohol consumtion history. On physical examination it was found increase fremitus sound
on the left side, dullness of the anterior left lung from ICS IV- VI, bronchial sound is increase and cracle sound in the
middle of the left lung. Chest X Ray showed pneumonia of the left side of the lung. Differensial diagnosis lung abscess.
Laboratory found leucocyt was 12.300/mm3, BSR 18/25 . The working diagnosis pneumonia of the left side of the lung.
Differensial diagnosis lung abscess. During the treatment, the patient suffered pyopnemothorax complication. After water
seal drainage (WSD ), the lung was not inflated therefore the thoracotomy surgery with omentum flap. During the surgery,
bronchial fistel was revealed .(J Med Nus. 2005; 26:30-35)

RINGKASAN
Piopneumotoraks adalah terdapatnya pneumotoraks disertai empiema secara bersamaan pada satu sisi paru.
Etiologi piopneumotoraks biasanya berasal dari paru seperti pneumonia, abses paru, adanya fistula bronkopleura,
bronkiektasis, tuberkulosis paru, aktinomikosis paru, dan dari luar paru seperti trauma toraks, pembedahan toraks,
torakosentesis pada efusi pleura, abses sub phrenik dan abses hati amuba. Dilaporkan seorang laki-laki, umur
35 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan sesak napas disertai batuk berdahak,kental, warna kuning kehijauan,
nyeri dada kiri, demam, menggigil, dan ada riwayat merokok dan minum alkohol. Pada pemeriksaan fisis didapatkan
vokal fremitus kiri meningkat, perkusi dada kiri redup dari interkostal IV-VI depan, bunyi pernapasan bronkial dan
ronki basah nyaring bagian tengah paru kiri. Pada pemeriksaan foto toraks didapatkan kesan pneumonia kiri, DD/
abses paru kiri. Hasil pemeriksaan leukosit darah 12.300/mm3 dan LED 18/25 mm. Dengan demikian diagnosis
kerja adalah pneumonia kiri DD/ abses paru kiri. Selama perawatan penderita mengalami komplikasi
piopneumotaraks. Setelah dilakukan drainase dengan pemasangan WSD, paru-paru tetap tidak mau mengembang,
sehingga dilakukan torakotomi disertai flap omentum. Pada waktu operasi ditemukan adanya fistula bronkopleura.(J
Med Nus. 2005; 26:30-35)

PENDAHULUAN
Piopneumotoraks adalah terdapatnya pneumotoraks hanya 62% pneumonia disebabkan oleh kuman
disertai empiema secara bersamaan pada satu sisi pneumokokus. Dulu kuman Gram negatif seperti
paru.1 Infeksinya berasal dari mikroorganisme yang klebsiela jarang menyebabkan pneumonia, tetapi
membentuk gas atau dari robekan septik jaringan paru sekarang Gram negatif menyebabkan pneumonia
atau esofagus ke arah rongga pleura. Kebanyakan sebanyak 20% dari seluruh penderita pneumonia.
adalah dari robekan abses subpleura dan sering Pneumonia sebab Gram negatif mempunyai angka
membuat fistula bronkopleura. Jenis kuman yang sering kematian yang tinggi yaitu 79%.3
terdapat adalah Stafilokokus aureus, Klebsiela,
Etiologi piopneumotoraks biasanya berasal dari paru
Mikobakterium tuberkulosis dan lain-lain.2
dan luar paru. Etiologi yang berasal dari paru seperti
Pneumonia adalah suatu peradangan parenkim pneumonia, abses paru, adanya fistula bronkopleura,
paru dengan eksudasi dan konsolidasi yang disebabkan bronkiektasis, tuberkulosis paru, dan aktinomikosis paru,
oleh mikroorganisme. Pada jaman sebelum ditemukan sedangkan yang berasal dari luar paru adalah trauma
antibiotik, pneumokokus merupakan penyebab toraks, pembedahan toraks, torakosentesis pada efusi
pneumonia paling sering, yaitu 95% sampai 98% dari pleura, abses subphrenik dan abses hati amuba.1 Chen
semua pneumonia yang dirawat di rumah sakit. Kini dkk (2000) melaporkan adanya peningkatan insidens

30 J Med Nus Vol. 26 No. 1 Januari-Maret 2005


piopneumotoraks yang disebabkan oleh basil Gram didapatkan bunyi pernapasan bronkial dan ronki basah
negatif, khususnya Klebsiela pneumonia.4 nyaring bagian tengah paru kiri. Pemeriksaan jantung:
iktus kordis tidak tampak dan tidak teraba, batas jantung
Komplikasi pneumonia menjadi piopneumotoraks
kesan normal, bunyi jantung I/II murni, bising tidak ada.
terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada infeksi
Pemerisaan abdomen: tampak datar ikut gerak napas,
bakteri akut berupa efusi parapneumonik, Klebsiela
hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan tidak ada, perkusi
pneumonia sebesar 60%, Stafilokokus aureus 50%,
bunyi timpani, auskultasi peristaltik kesan normal. Pada
Streptokokus pneumonia 40-60%, dan Mikoplasma
pemeriksaan ekstremitas tidak ada kelainan.
pneumonia sebesar 20%.5
Hasil pemeriksaan yang sudah ada yaitu
Faktor prognosis buruk adalah usia lanjut, drainase
pemeriksaan foto toraks (25 Februari 2003) didapatkan
yang terlambat, lingkungan nosokomial, penyakit
perselubungan homogen parakardial kiri dengan tanda-
penyerta yang parah, isolasi organisme multipel, dan
tanda pembentukan kavitas, jantung, kedua sinus dan
infeksi bakteri Gram negatif, tetapi menurut berbagai
diafragma baik. Kesan: pneumonia kiri DD/ abses paru
laporan pengaruh relatifnya adalah berbeda-beda.6
kiri (Gbr. 1). Pemeriksaan laboratorium (25 Februari
Berikut ini akan dilaporkan seorang penderita 2003) Haemoglobin 14,1 gr/dl, leukosit 12.300/mm 3,
piopneumotoraks yang merupakan komplikasi dari limfosit 16,7%, monosit 3,1%, granulosit 80,2%, laju
pneumonia, yang setelah dilakukan pemasangan Water endap darah 18/25 mm, urine sedimen: leukosit 2-3/
Seal Drainage (WSD), paru-paru tidak mau lpb, eritrosit 0-1/lpb, sel epitel (+). Pemeriksaan EKG
mengembang dengan sempurna. Setelah dilakukan (25 Februari 2003) : sinus takikardi, heart rate (HR) 115
operasi ditemukan adanya fistula bronkopleura dan x/menit.
selanjutnya dilakukan dekortikasi dan flap omentum
Berdasarkan anamnesis, pemerisaan fisis,
pada paru.
laboratorium dan foto toraks yang ada maka diagnosis
kerja pada saat itu adalah pneumonia kiri DD/ abses
LAPORAN KASUS paru kiri. Terapi: Oksigen 2-4 liter/menit, infus RL :
Seorang laki-laki Tn. S, umur 35 tahun, suku Dekstrose 5% = 1 : 1 = 32 tetes/menit, injeksi Ceftriaxon
Makassar, pekerjaan petani, masuk rumah sakit 1 gr/hari/IV, Mucopect sirup 3 x CI, Provital 1x 1,
Labuang Baji (No. rekam medik 066046) tanggal 25 Parasetamol 3 x 500 mg.
Februari 2003 dengan keluhan sesak napas. Dari Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 27
anamnesis diketahui bahwa sesak napas ini dialami Februari 2003 yaitu GDS 108 mg/dl, SGOT 34 u/l, SGPT
sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak tidak 39 u/l, ureum 48,5 mg/dl, kreatinin 0,9 mg/dl.
dipengaruhi oleh cuaca dan kegiatan, disertai batuk Pemeriksaan sputum (2 Maret 2003) : tidak ditemukan
berdahak, kental, warna kuning kehijauan, tidak ada kuman BTA (3 kali), ditemukan basil Gram negatif dan
darah. Demam ada disertai menggigil dialami sejak 10 tidak ditemukan jamur.
hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada kiri terutama
bila penderita batuk dan tarik napas, tidak tembus ke Pada tanggal 4 Maret 2003, penderita masih demam,
belakang dan tidak menjalar ke lengan dan leher. Tidak sesak napas, batuk berdahak, kental, warna kuning
ada mual, tidak ada muntah. Buang air besar biasa, kehijauan, tanda vital : tekanan darah 110/70 mmHg,
buang air kecil lancar. Penderita merokok rata-rata 12 nadi 108 x/menit, pernapasan 32 x/menit, suhu 38,9 0C.
batang perhari sejak 10 tahun terakhir. Riwayat minum Terapi : Oksigen 2-4 liter/menit, infus RL : Dekstrose 5% =
alkohol ada. Tidak ada riwayat batuk lama, dan tidak 1 : 1 = 32 tetes/menit, Ciprofloksasin 2 x 500 mg, Mucopect
ada riwayat kontak dengan penderita sakit paru-paru. sirup 3 x CI, Provital 1x 1, Parasetamol 3 x 500 mg.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan penderita sakit Pada tanggal 11 Maret 2003 pasien tiba-tiba
berat, gizi kurang dan kesadaran baik. Berat badan 46 mengeluh tambah sesak, dada kiri terasa berat dan
kg, tinggi badan 160 cm. Tanda vital: tekanan darah 110/ nyeri. Pada palpasai vokal fremitus dada kiri menurun
80 mmHg, denyut nadi 116 kali/menit, pernapasan 40 dibanding kanan, perkusi dada kiri hipersonor dari
kali/menit, suhu 39,0 0C. interkostal I-IV dan pekak setinggi interkostal V depan.
Bunyi pernapasan menghilang pada paru kiri, kemudian
Pemeriksaan kepala: konjungtiva tidak anemis, dilakukan kontrol foto toraks. Hasil foto toraks kesan
sklera tidak ikterus, bibir tidak sianosis. Pemeriksaan hidropneumotoraks sinistra dengan pergeseran jantung
leher: desakan vena sentralis R-4 cmH 2 O, tidak dan trakea ke kanan (Gbr. 2).
ditemukan pembesaran kelenjar dan massa tumor,
deviasi trakea tidak ada. Pemeriksaan dada: tampak Pada tanggal 12 Maret 2003 dilakukan pungsi cairan
dada simetris, vokal fremitus kiri meningkat dibanding pleura, yang keluar pus sebanyak 150 cc, kemudian
kanan, perkusi dada kiri redup dari interkostal IV-VI depan, dilakukan analisa cairan pleura, pemeriksaan patologi
sedangkan dada kanan sonor. Pada auskultasi anatomi (PA) dan kultur mikroorganisme.

J Med Nus Vol. 26 No. 1 Januari-Maret 2005 31


Gbr. 1 Foto toraks saat penderita masuk rumah sakit Gbr. 2 Foto toraks setelah 15 hari perawatan

Hasil konsultasi dengan sub bagian paru, kesan


Pemeriksaan kultur dan sensitivitas dari cairan pleura
piopneumotoraks kiri, terapi oksigen 2-4 liter/menit, infus
(20 Maret 2003) :
RL : Dekstrose 5% = 1 : 1 = 28 tetes/menit, Ciprofloksasin
2 x 500 mg, Metronidasol 3 x 500 mg, Mukopect sirup 3 x Biakan aerob : Klebsiela pneumonia dengan hasil uji
CI, Provital 1 x 1, usul konsul bedah. kepekaan tertinggi gentamisin, tidak peka terhadap
amoksisilin, ceftriakson, cefotaksin, dan eritromisin.
Pada tanggal 13 Maret 2003 dilakukan pemasangan
WSD di linea aksilaris medialis interkostal VI kiri, cairan Tanggal 21 Maret 2003 sesak sudah mulai berkurang
yang keluar adalah pus sebanyak 1000 cc. cairan WSD dibuang 500 cc berupa pus campur betadin,
hasil laboratorium : Haemoglobin 12,3 gr/dl, leukosit
Hasil pemeriksaan penunjang lain : 12.200/mm 3 , LED 35/50 mm, ureum 16,7 mg/dl,
Analisa cairan pleura ( 12 Maret 2003 ) : kreatinin 0,79 mg/dl, SGOT 31 u/l, SGPT 22 u/l. Terapi :
injeksi Gentamisin 80 mg 1 ampul/8 jam/IV, Mucopect
Rivalta positif, protein 3,71 gr/dl, LDH 3810 u/l, glukosa
sirup 3 x CI, Provital 1 x 1.
16 mg/dl, hitung jenis leukosit : PMN 90%, limfosit 10%.
Tanggal 25 Maret 2003 cairan WSD dibuang 400 cc
Pemeriksaan PA cairan pleura ( 12 Maret 2003 ) :
berupa pus campur betadin, kontrol ureum 24,9 mg/dl,
Mikroskopik : hapusan dari endapan sentrifugasi padat kreatinin 0,9 mg/dl.
dengan sel-sel radang yang terdiri dari leukosit PMN Tanggal 1 April 2003 dilakukan pemeriksaan foto
dan histiosit. Kesimpulan : pleuritis supuratif. toraks (kontrol), kesan : hidropneumotoraks kiri dengan
Pemeriksaan CT scan toraks ( 19 Maret 2003) : tanda-tanda kolaps paru kiri, dibandingkan foto
sebelumnya ada perbaikan (Gbr. 3).
* Tampak densitas cairan di basal rongga pleura
kiri dengan densitas udara di atasnya. Pada tanggal 3 April 2003 penderita dirujuk ke rumah
* Tampak kolaps paru kiri ke arah medial dengan sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo (RSWS). Diterima di
jaringan paru kiri masih tampak. RSWS dengan nomor rekam medik 101753.
* Tak tampak pendorongan trakea maupun Hasil laboratorium di RSWS ( 3 April 2003 ) :
tanda-tanda massa tumor intrapulmoner. Haemoglobin 11,5 gr/dl, leukosit 11.400/mm3, trombosit
* Paru kanan tampak baik. 301. 000/mm3,, waktu bekuan 9 menit, waktu perdarahan
Kesan : Hidropneumotoraks kiri dengan kolaps paru kiri (Gbr.4). 2 menit, GDS 116 mg/dl, ureum 22,9 mg/dl, kreatinin
Pemeriksaan bronkoskopi (19 Maret 2003) : 0,97 mg/dl, SGOT 31 u/l, SGPT 23 mg/dl. Hasil EKG :
Kesan : peradangan di bronkus utama kiri, lobus atas dalam batas normal.
kiri dan lobus bawah kiri. Tanggal 7 April 2003 dilakukan operasi torakotomi
Pemeriksaan PA bilasan bronkus (20 maret 2003) : dan flap omentum pada paru. Pada waktu operasi
Mikroskopik : hapusan dari endapan sentrifugasi terdiri ditemukan adanya fistula bronkopleura. Setelah
dari sel-sel epitel squamous. Kesan : Tidak ditemukan dilakukan dekortikasi, paru kemudian ditutup dengan
sel-sel ganas. omentum.

32 J Med Nus Vol. 26 No. 1 Januari-Maret 2005


Gbr. 3 Foto toraks setelah pasang WSD Gbr. 4 CT scan toraks

Dengan demikian diagnosis akhir penderita ini Pemeriksaan fisis pada pneumonia menunjukkan
adalah piopneumotoraks dengan fistula bronkopleura penderita tampak sakit berat dengan takipnea dan tanda-
dan kolaps paru kiri. tanda konsolidasi, yaitu fremitus yang meningkat, perkusi
Keadan umum pasien setelah operasi baik, tanda yang redup, suara napas bronkial, suara napas
vital : tensi 110/70 mmHg, denyut nadi 80 kali/menit melemah kalau ada sekret kental yang menyumbat
reguler, pernapasan 20 kali/menit torakoabdominal dan saluran napas, dan adanya ronki basah nyaring, kadang-
suhu 36,5 oC. Pasien di rawat di ICU selama 3 hari dan kadang terdapat penurunan volume paru.3,5,7 Pada kasus
mendapat terapi : infus RL : Dekstrose 5% = 1 : 1 = 28 ini ditemukan adanya peningkatan vokal fremitus kiri
tetes/menit, injeksi Ceftriakson 1 gr/12 jam/IV, Elysol 500 dibanding kanan, perkusi dada kiri redup dari interkostal
mg/12 jam/infus, injeksi Antrain 1 ampul/8 jam/IV. IV-VI depan, bunyi pernapasan bronkial, dan ronki basah
nyaring bagian tengah paru kiri.
Tanggal 10 April 2003 pasien dipindahkan ke ruang Pada penderita pneumonia biasanya terdapat
perawatan lontara, setelah infus dilepas dan terapi : leukositosis, tetapi kadang-kadang leukosit jumlahnya
Ciprofloksasin 3 x 500 mg, Metronidasol 3 x 500 mg, normal (pada seperempat penderita) atau leukopenia
Asam mefenamat 3 x 500 mg, Zegavit 1 x 1. yang menunjukkan prognosis yang jelek. Pemeriksaan
Tanggal 12 April 2003 pasien minta pulang. Penderita sputum menunjukkan banyak leukosit PMN dan basil
pulang dengan keadaan umum baik dan dianjurkan batang Gram negatif yang berpasangan, tebal, pendek,
kontrol di poliklinik. dan berkapsul. 3,5 Pada kasus ini ditemukan adanya
leukositosis dan pada pemeriksaan sputum, ditemukan
PEMBAHASAN basil Gram negatif dan tidak ditemukan kuman BTA dan
jamur.
Pneumonia klebsiela dapat menyebabkan Pada umumnya gambaran radiologis pneumonia
pneumonia yang letal dengan predileksi umur yaitu adanya konsolidasi alveolar dengan bronkogram
menengah atau tua dan mempunyai faktor predisposisi, udara3, sedangkan pada abses paru terdapat kavitas
antara lain kebiasaan merokok, peminum alkohol, pasca besarnya biasanya sekitar 4-5 cm yang di dalamnya
infeksi virus, penyakit jantung kronik, diabetes melitus, tampak batas permukaan udara-cairan.8 Pada kasus ini
keadaan imonudefisiensi, kelainan atau kelemahan gambaran radiologis didapatkan perselubungan
struktur organ dada dan penurunan kesadaran.7 Pada homogen parakardial kiri dengan tanda-tanda
kasus ini penderita berusia 35 tahun yang mempunyai pembentukan kavitas.
kebiasaan merokok dan minum alkohol.
Abses paru adalah suatu lesi nekrotik dalam
Gambaran klinis biasanya muncul secara tiba-tiba parenkim paru yang berisi pus.6 Dalam fase dini tidak
dengan demam yang tinggi (90%), menggigil hebat dapat dibedakan dengan pneumonia yang terlokalisasi.9
(60%), nyeri pleura (80%), sianosis, batuk dengan Penyebaran hematogen klebsiela dan stafilokokus atau
sputum kental kehijauan (90%) dan kadang-kadang ada kuman lain yang mempunyai kemampuan untuk
bercak darah, sesak napas dan lemah.3 Pada kasus ini membuat nekrosis jaringan dapat menyebabkan abses
penderita mengalami demam tinggi, menggigil, nyeri paru, terutama kalau keadaan umum penderita buruk
dada, sesak napas dan batuk dengan sputum kental atau menderita penyakit menahun, seperti sirosis hati,
warna kuning kehijauan. malnutrisi dan lain-lain.6

J Med Nus Vol. 26 No. 1 Januari-Maret 2005 33


Gambaran radiologis abses paru pada fase pleura yang hebat. Vokal fremitus yang menurun dan
permulaan biasanya terlihat gambaran pneumonia dan bunyi pernapasan melemah atau menghilang pada sisi
kemudian akan tampak daerah radiolusen dalam paru yang sakit.12,13 Keadaan ini ditemukan pada kasus
bayangan infiltrat yang padat dengan batas permukaan ini, di mana setelah 15 hari dirawat dengan pneumonia,
udara-cairan di dalamnya, yang menunjukkan adanya tiba-tiba penderita tambah sesak, dada kiri terasa berat
drainase yang tidak sempurna.2 Dengan demikian pada dan nyeri, vokal fremitus dada kiri menurun dan bunyi
kasus ini gambaran foto toraks pneumonia didiagnosis pernapasan menghilang. Pada foto toraks (kontrol)
banding dengan abses paru, akan tetapi kemungkinan kesan hidropneumotoraks sinistra dengan pergeseran
gambaran pneumonia yang ada merupakan fase awal jantung dan trakea ke kanan.
terjadinya abses paru, sehingga pada kasus ini
Pemeriksaan foto toraks merupakan pemeriksaan
kemungkinan pada awalnya terjadi pneumonia,
awal yang penting dalam menentukan keberadaan,
kemudian terbentuk abses paru dan akhirnya terjadi
ukuran dan mobilitas cairan. Belakangan ini, tomografi
piopneumotoraks. komputer (CT) toraks terbukti sangat berguna dalam
Klasifikasi abses paru berdasarkan etiologinya diagnosis dan penatalaksanaan empiema atau
yakni6: a) Akibat pneumonia; streptokokus, stafikokus, piopneumotoraks. Aplikasi CT scan pada keadaan ini
pneumokokus, klebsiela, atau anaerob, b) Akibat untuk membedakan penyakit parenkim dari
obstruksi bronkus ; karsinoma, karsinoid atau tumor jinak pengumpulan cairan di ruang pleura, sehingga dapat
yang lain, benda asing, c) Infeksi kronis saluran ditentukan lokulasi dan keadekuatan drainase.14 Pada
pernapasan bagian atas ; sinusitis, tonsillitis, atau infeksi pemeriksaan CT scan penderita ini ditemukan
pada gigi, d) septikemia. Pemeriksaan bronkoskopi pada hidropneumotoraks kiri dengan kolaps paru kiri.
kasus ini, tidak ditemukan adanya obstruksi bronkus Diagnosis pasti empiema (piotoraks) adalah
dan pada hasil PA bilasan bronkus, tidak ditemukan sel- ditemukannya pus dari rongga pleura, baik melalui
sel ganas. aspirasi maupun drainase. 15 Keadaan ini ditemukan
Pengobatan pneumonia dilakukan secara empiris, pada pasien ini di mana pada waktu dilakukan aspirasi
karena untuk mendapatkan hasil kultur harus menunggu maupun drainase didapatkan cairan berupa pus.
beberapa hari dan kuman penyebab hanya ditemukan Empiema adalah terjadinya proses supurasi pada
50%. Pemberian pengobatan secara empiris ini rongga pleura. 15 Empiema akut terjadinya sekunder
berdasarkan pengetahuan mengenai pola kuman akibat infeksi di tempat lain, bukan dari pleura. Pada
beserta sensitivitinya dari penelitian-penelitian permulaan gejalanya mirip dengan gejala pneumonia,
sebelumnya serta sifat-sifat farmakologi obat. Selain panas tinggi, sesak napas, dan nyeri pleuritik. 16
pengobatan kausal juga diperlukan pengobatan secara Empiema dapat terjadi karena adanya infeksi primer atau
umum, sepertii perbaikan keadaan umum.10 Pada kasus sekunder pada cairan pleura yang patologis. Akibat invasi
ini sebagai terapi empiris diberikan ceftriakson, selain basil piogenik ke pleura, timbul peradangan akut yang
itu juga diberikan pengobatan secara umum, yaitu cairan diikuti dengan pembentukan eksudat serous. Dengan
ringer laktat dan dekstrose, oksigen, mucopect, banyak sel-sel PMN baik yang hidup atau mati dan
parasetamol, dan provital untuk memperbaiki keadaan meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh
umum pasien, namun hasilnya tidak memuaskan. dan kental.17 Hal ini sesuai dengan hasil pemerisaan
analisa cairan pleura yang memberi kesan eksudat
Untuk mendapatkan penyebab pneumonia dapat
dengan leukosit PMN dominan (90%), serta hasil
dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : a) Diagnosis
pemeriksaan PA di mana ditemukan endapan
pasti bila dilakukan dengan cara yang steril, bahan
sentrifugasi padat dengan sel-sel radang yang terdiri
didapatkan dari darah, cairan pleura, aspirasi
dari leukosit PMN dan histiosit, kesan pleuritis supuratif.
transtrakeal atau aspirasi transtorakal. b) Diagnosis
tidak pasti (kemungkinan) : sputum, bahan yang Adanya endapan-endapan fibrin akan membentuk
didapatkan melalui bronkoskopi (sikatan, bilasan kantong-kantong yang melokalisasi pus. Apabila pus
bronkus dll).10 Pada kasus ini bahan kultur didapatkan menembus bronkus timbul fistula bronkopleura.
dari cairan pleura dan ditemukan adanya pertumbuhan Keadaan ini memungkinkan udara masuk ke dalam
klebsiela sebagai penyebab pneumonia. ruang antara paru dan dinding dada sehingga terjadi
pneumotoraks pada sisi paru yang mengalami empiema
Klebsiela adalah kuman Gram negatif, berkapsul
yang disebut piopneumotoraks.18
dan tidak bergerak, yang dapat tumbuh baik pada
keadaan aerob maupun anaerob. Pneumonia akibat Terjadinya piopneumotoraks pada penderita ini
klebsiela mempunyai kecenderungan menjadi abses kemungkinan akibat infeksi basil klebsiela yang pada
paru, meluas ke rongga pleura, sehingga menimbulkan mulanya terjadi pneumonia klebsiela kemudian terjadi
empiema, fistula bronkopleura dan piopneumotoraks.11 abses paru yang pecah dan adanya fistula bronkopleura.
Pada waktu terjadi piopneumotoraks, keadaan umum Kolaps paru kiri terjadi akibat komplikasi dari
penderita menjadi jelek dengan sesak napas dan nyeri piopneumotoraks.

34 J Med Nus Vol. 26 No. 1 Januari-Maret 2005


Dasar penatalaksanaan yang dianut pada empiema 7. Levison ME : Pneumonia, Including Necrotizing Pulmonary
adalah drainase pus, pengembangan paru, dan Infections (Lung Abscess). In Harrison’s Principles of
antibiotik. Hal ini bertujuan mengeliminasi infeksi, Internal Medicine, 15th Ed, Braunwald E, Fauci AS, Kasper
DL, et al. (Eds), McGraw-Hill, New York, 2001 : 1475-85.
evaluasi bahan-bahan terinfeksi, mengembalikan fungsi
normal dari paru, dinding dada dan diafragma.19 WSD 8. Peek GJ, Morcos S, Cooper G : The Pleural Cavity. BMJ
hanya berguna bila belum terjadi lokulasi. Dekortikasi 320 : 1318-21, 2000.
dini dengan Video Assisted Thoracoscopic Surgery 9. Bahar A : Abses Paru. Dalam Pedoman Diagnosis dan
(VATS) atau mini torakotomi lebih efektif.20,21 Pada kasus Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam, Simadibrata M, Setiati
S, Alwi I, dkk (Eds), Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian
ini drainase pus dilakukan dengan pemasangan WSD
Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta, 2001, 203-4.
dan diberikan antibiotik sesuai hasil kultur dan
10. Priyanti ZS : Penatalaksanaan Mutakhir Pneumonia
sensitivitas tertinggi yaitu gentamisin, namun produksi
Komuniti. Dalam Proceeding Book Pertemuan Ilmiah Paru
pus tetap ada dan paru-paru tetap tidak mau Milenium, Margono BP, Widjaja A, Amin M, dkk (Eds),
mengembang. Surabaya, 2002 : S-22.
Pada kasus ini akhirnya dilakukan torakotomi dan 11. Antony VB : Pathophysiology and Diagnosis of Pleural
pemasangan flap omentum pada paru setelah gagal Diseases. In Baum’s Textbook of Pulmonary Diseases, 7th
dengan WSD. Pengobatan yang diberikan setelah Ed, Crapo JD, Glassroth J, Karlinsky JB, et al. (Eds),
Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2004 : 1357-65.
operasi adalah ciprofloksasin, metronidasol, asam
12. Light RW : Disorders of the Pleura, Mediastinum, and
mefenamat, dan zegavit. Diaphragm. In Harrison’s Principles of Internal Medicine,
15th Ed, Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, et al. (Eds),
McGraw-Hill, New York, 2001 : 1513-6.
DAFTAR RUJUKAN 13. Nurbi A, Bahar A : Thoracic Empyema. Act Med Ind XXXIII:
67-73, 2001.
1. Reid DW, Wilsdon J, Griffin SM, et al. : Lower Lobe 14. Lemense GP, Strange C, Sahn SA : Empyema Thoracis,
Consolidation and Pyopneumothorax. Chest 112 : 1117-9, therapeutic Management and Outcome. Chest 107 : 1532-
1997. 6, 1995.
15. Ko SC, Chen KY, Hsueh PR, et al. : Fungal Empyema
2. King TC, Smith CR : Chest Wall, Pleura, Lung, and Thoracis. Chest 117 : 1672-8, 2000.
Mediastinum. In Principles of Surgery, 6th Ed, Schwartz
SI, Shires GT, Spencer FC (Eds), McGraw-Hill, New York, 16. Lukitto P, Rachmad KB : Dinding Toraks, Pleura, dan
Payudara. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Sjamsuhidajat R,
1994 : 659-778.
Jong WD (Eds), EGC, Jakarta, 1997 : 530-4.
3. Niederman MS : Pneumonia, Including Community- 17. Halim H : Penyakit-Penyakit Pleura. Dalam Buku Ajar Ilmu
Acquired and Nosocomial Pneumonia. In Baum’s Textbook Penyakit Dalam, Ed 3, Jil II, Suyono S, Waspadji S, Lesmana
of Pulmonary Diseases, 7th Ed, Crapo JD, Glassroth J, L, dkk (Eds), Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2001 : 927-38.
Karlinsky JB, et al. (Eds), Lippincott Williams & Wilkins, 18. Sahn SA, Heffner JE : Spontaneous Pneumothorax. N
Philadelphia, 2004 : 425-50. Engl J Med 342 : 868-74, 2000.
4. Chen KY, Hsueh PR, Liaw YS, et al. : A 10-Year Experience 19. Sahn SA, Heffner JE : Management of Pleural Diseases.
with Bacteriology of Acuta Thoracic. Chest 117 : 1685-9, In Baum’s Textbook of Pulmonary Diseases, 7th Ed, Crapo
2000. JD, Glassroth J, Karlinsky JB, et al. (Eds), Lippincott
Williams & Wilkins, Philadelphia, 2004 : 1369-95.
5. Dahlan Z : Pneumonia. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
20. Banjer AH, Alamri S, Siddiqui MA, et al. : Bilateral Empyema
Dalam, Ed 3, Jil II, Suyono S, Waspadji S, Lesmana L, dkk
Thoracis Treated by Staged Thoracotomies. http://
(Eds), Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2001 : 801-10. www.Kfshrc.edu.sa/annals/194/98-182.html.28/7/2003.
6. Mann CV, Russell RCG : The Thorax. In A Short Practice 21. Yim APC : Paradigm Shift in Empyema Management. Chest
of Surgery, 21st Ed, Chapman & Hall, London, 1998 : 822- 115 : 611-2, 1999.
53.

J Med Nus Vol. 26 No. 1 Januari-Maret 2005 35

You might also like