Professional Documents
Culture Documents
Strategi Belajar Bahasa Inggris Berdasarkan Studi Kasus 131023232820 Phpapp01
Strategi Belajar Bahasa Inggris Berdasarkan Studi Kasus 131023232820 Phpapp01
Strategi Belajar Bahasa Inggris Berdasarkan Studi Kasus 131023232820 Phpapp01
OLEH:
BAMBANG SUCIPTO
Abstract
This Class Action Research is conducted due to the students regression in learning
English, especially speaking. In the last semester, semester II, students of Bina Insan Nursing
Academy the academic year 2001/2012 seemed apathetic, unmotivated to learn Englis and
reluctant to speak and less active in the class. Based upon the observation the researcher
conducts in the class or during an informal conversation with them on several occasion , it
is known that their indolence and reluctence of learning English deeply are affaected by
several factors, such as experiences during their Senior High School, not knowing the
importance of English, and less interesting material. This is aggravated by some pameos
among the students that they need not to learn English hard as they do not want to work
abroad.
To such problems, the researcher tries to find out the way to solve this obstacle and
change the students paradigm on English. Based on the condition, the researcher discusses
with other lecturers, especially English lecturers and receives a support from the institution
and also other colleagues to conduct a research in order to solve this problem. Accordingly,
the researcher conductes a
SPEAKING
0.9%. In the cycle 1 it shows that the highest score of speaking is obtained by 1 student or
2%, and 18 students (42%) reach the score between 67.5 and 77.5, 22 students (54%)
receive score between 55.6 and 67.5, while 1 student (2%) receives below the Passing
Grade (NBL). The average score in the cycle 1 is of 66. 5 with a deviation standard of 5.59.
In the cycle 2 there is also a significant increase of 8.27% compared to the early
condition and of 0.9% compared to the cycle 1. The average score in cycle 2 is 72.02 with
the deviation standard of 6.3. The students who reach the score above 78 reach 7 persons
(17%) compared to the cycle 1 who is only 1 student who receives the score above 78 and
the student who does not pass in the cycle 2 is none or 0%.
KATA PENGANTAR
Penelitian tindakan kelas adalah suatu penelitian yang dilakukan oleh pengajar untuk
memperbaiki metode pengajaran atau teknik pembelajaran untuk meningkatkan prestasi
belajar mahasiswa. Berdasarkan kondisi awal mahasiswa yang hasil uji speakingnya rendah
pada semester II lalu, penelitian ini dilakukan untuk mencari akar masalah rendahnya hasil
belajar speaking tersebut. Setelah beberapa permasalah diketahui berdasarkan catatancatatan dan informasi yang dikumpulkan dari beberapa mahasiswa dan rekan pengajar
lainnya, peneliti berusaha menemukan solusi pemecahan masalah belajar mahasiswa
tersebut dengan mengajukan penelitian berjudul STRATEGI BELAJAR BAHASA INGGRIS
BERDASARKAN STUDI KASUS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
SPEAKING
DAFTAR ISI
Abstract
ii
Kata Pengantar
iv
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
........................................................................................
1.1.
1.2.
11
1.3.
Batasan Masalah
.............................................................................
11
1.4.
Tujuan Penelitian
.............................................................................
12
1.5.
Manfaat Penelitian
.............................................................................
12
1.6.
12
................................................................
........................................................................................
2.1.
2.2.
Pengertian Reading
14
....................................................
14
...........................................................................
15
17
2.3.
...............................................................
17
2.4.
Pengertian Speaking
...............................................................
18
...................................................
21
2.5.
Kerangka Berfikir
...........................................................................
22
2.6.
Hipotesis Tindakan
...........................................................................
22
...........................................................................
24
3.1.
24
3.2.
Desain Penelitian
...........................................................................
24
3.3.
Seting Penelitian
...........................................................................
26
3.4.
Indikator Capaian
..........................................................................
26
3.5.
..............................................................
26
3.6.
..............................................................
27
3.7.
30
3.8.
30
3.8.1. Siklus 1
.........................................................................
30
3.8.2. Siklus 2
.........................................................................
33
3.9.
..................................................
34
..................................................
34
35
.............................................................
36
.............................................................
37
.................................................................................................
39
39
40
4.3. Saran
40
BAB IV PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
.................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
pelayanan yang diberikan menjadi lebih optimal. Berdirinya beberapa rumah sakit
bertaraf internasional ini tentu saja memberikan angin segar bagi lulusan
keperawatan. Akan tetapi, keberadaan rumah sakit-rumah sakit tersebut tentu saja
memunculkan persaingan yang sehat baik tenaga keperawatan domestik maupun
asing.
Era perdagangan bebas dan globalisasi telah mendorong berdirinya beberapa
Akademi Keperawatan atau pelayanan kesehatan lainnya. Tercatat di DKI saja ada
sekitar 34 Akademi Keperawatan Swasta dan 16 Perguruan tinggi S-1 Penyelenggara
Prodi Keperawatan Swasta dan di seluruh Indonesia ada sekitar 308 akademi
keperawatan swasta dan 279 Prodi Keperawtan S-1 swasta. Dengan jumlah institusi
keperawatan tersebut, lulusan Poltekes dan Nonpoltekes di Indonesia pada tahun
akademik 2008/2009 sekitar 29.920 untuk jenjang D-3 (sumber: Ditjen Dikti
Kemdikbud 2011). Pada sisi lain, jumlah lapangan pekerjaan di bidang keperawatan
baik negeri maupun swasta memang masih cukup besar, yang sebagian berada di
daerah-daerah terpencil. Akan tetapi, dengan jumlah institusi kesehatan yang
menjamur tersebut, bukan tidak mungkin pada tahun-tahun mendatang Indonesia
kelebihan tenaga kesehatan sehingga formasi lapangan pekerjaan yang ada tidak
sebanding dengan jumlah fresh graduate keperawatan yang dicetak setiap tahunnya.
Dengan demikian, persaingan diantara tenaga keperawatan semakin ketat. Jika kita
hanya menengok peluang ke dalam, dipastikan bahwa tingkat pengangguran di
Indonesia semakin tinggi.
Berbeda dengan peluang kerja di dalam negeri yang relative terbatas,
peluang kerja tenaga keperawatan di luar negeri sangat terbuka luas. Inggris
membutuhkan sekitar 10.000 perawat, Jepang 20.000 perawat, negara-negara timur
tengah membutuhkan ribuan perawat dan Amerika butuh seratus ribu perawat.
Diperkirakan total kebutuhan dunia akan keperawatan mencapai 2 juta per tahun.
(Sumber: Pikiran Rakyat 2006). Dengan demikian, peluang kerja di luar negeri yang
fasilitas pelayanan dan remunerasi pegawainya lebih baik dan lebih besar daripada
peluang kerja di dalam negeri yang fasilitas pelayanan dan remunerasi pegawainya
tergolong masih rendah terbuka luas.
Faktanya adalah dengan peluang kerja luar negeri yang tinggi tersebut
ternyata Indonesia hanya mampu sekitar 2.494 tenaga perawat dari kebutuhan
tenaga kerja perawat luar negeri (Bartels JE, 2005). Hal ini tentu saja sangat
memprihatinkan jika dibandingkan dengan negara-negara Asia seperti Filipina, India,
Thailand, Bangladesh yang lebih banyak mengisi lowongan tersebut. Permasalahannya
bukan pada faktor keahlian ilmu keperawatan kita di bawah rata-rata. Akan tetapi,
hambatan di bidang bahasa menjadi faktor yang menentukan bagi keterserapan
tenaga keperawatan di luar negeri. Kemampuan berkomuniasi dalam bahasa Inggris
tenaga keperawatan kita relatif rendah dibandingkan dengan tenaga keperawatan di
negara-negara yang pemasok tenaga keperawatan, seperti Pilipina dsb.
Untuk menjawab tantangan tersebut Akademi keperawatan dibekali dengan
kemampuan penguasaan bahasa Inggris bagi mahasiswanya. Akan tetapi, beberapa
pendidikan tinggi kesehatan mengalami masalah dalam pencapaian kualitas proses
belajar. Banyak usaha sudah dilakukan untuk meningkatkan proses belajar-mengajar.
Departmen Pendidikan Tinggi melalui Kopertis terus berusaha memberikan berbagai
pelatihan untuk meningkatkan
kompetensi tenaga
pengajar atau
dosen.
Peningkatan kompetensi pengajaran ini tentu saja sangat bermanfaat bagi dosen dan
juga mahasiswa. Kendatipun demikian, dosen tentu harus berusaha keras untuk
terus mencari bentuk dan model pembelajaran yang sesuai dan tepat bagi
mahasiswanya. Setiap tahun, wajah baru terus bermunculan dengan pikiran,
semangat, motivasi dan juga bekal pengetahuan yang tentu saja berbeda-beda.
Menghadapai mahasiswa baru tersebut tentunya menjadi hal yang menyenangkan
bagi para dosen. Akan tetapi, dengan wajah-wajah baru tersebut para dosen harus
lebih bijaksana untuk memberikan materinya dengan teknik yang pas bagi
mahasiswa baru tersebut. Perlu diketahui bahwa teknik dan metode pangajaran
antara semester satu dengan yang lainnya mungkin berbeda tergantung dari kejelian
dan tingkat kesadaran dosen untuk memberikan yang terbaik bagi anak didiknya.
Oleh karena itu, teknik dan metode yang tepat harus selalu dicari untuk memperoleh
hasil belajar yang terbaik.
Pegajaran bahasa Inggris di Akademi Keperawatan tidak jauh berbeda dengan
pengajaran pada mata ajaran yang lain. Terlebih lagi, bahasa Inggris bukan lah mata
kuliah wajib yang menentukan kelulusan mahasiswa, tetapi sebagai mata kuliah
pelengkap yang nantinya bisa mengantarkan mahasiswa untuk bisa mencapai
profesionalisme di bidang keperawatan.
bahasa Inggris dipersepsikan sebagai hafalan, baik mengenai kosa kata maupun
strukturnya. Sebagai akibatnya, mahasiswa perawat enggan mempelajari bahasa
Inggris karena mereka menganggap bahan ajar dan metode yang akan mereka
terima tidak jauh beda dengan bahan ajar dan metode yang pernah mereka terima
pada saat duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Lebih jauh, bahan ajar
dan materi yang diberikan jauh dari konsep link and match antara dunia pendidikan
yang ia jalani dan dunia kerja tempat mereka akan mengaplikasikan ilmu dan
ketrampilan di masyarakat.
bahasa
inggris
tersebut
masih
perlu
dikembangkan.
Untuk
semester lalu relatif rendah. Penelitian dilakukan pada bulan September sampai
dengan Desember 2012. Teknik ini dipilih karena mahasiswa tidak hanya dituntut
menghafal beberapa kosa kata, tetapi juga memhamai bacaan kasus yang
berhubungan dengan cara-cara mereka berkomuniaksi dengan pasien pada saat
perawat hendak mengukur tanda-tanda vital pasien. Hal ini sangat relevan karena
pada semester III ini mahasiswa telah selesai praktik di lapangan sehingga hal-hal
yang berhubungan dengan pengambilan data diri pasien masih segar dalam ingatan
mereka.
1.2.
Perumusan Masalah
Berdasarkan masalah yang muncul sebagaimana disebutkan di atas, penelitian ini
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah Strategi Belajar Bahasa Inggris berdasarkan Studi Kasus untuk
Meningkatkan Kemampuan Speaking Mahasiswa Akademi Keperawatan Bina
Insan dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa berbahasa Inggris,
khususnya pada saat wawancara dengan pasien di ruang perawatan?
2. Apakah penggunaan strategi belajar tersebut dapat meningkatkan prestasi hasil
belajar mahasiswa Semester III Akademi Keperawatan Bina Insan tahun
akademik 2012/2013?
1.3.
Batasan Masalah
Karena elemen bahasa Inggris memiliki empat elemen kebahasaan, yaitu speaking,
reading, listening dan vocabulary, penelitian ini hanya memfokuskan pada elemen
kebahasaan speaking dengan target pencapaian pada kemampuan mahasiswa
menggali data diri pasien di ruang perawatan.
1.4.
Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini tujuan yang hendak dicapai adalah:
a. Meningkatkan kemampuan speaking mahasiswa dalam menggali data diri pasien
di ruang perawatan melalui teknik Strategi Belajar Bahasa Inggris berdasarkan
Studi Kasus untuk Meningkatkan Kemampuan Speaking Mahasiswa Akademi
Keperawatan Bina Insan.
b. Meningkatkan kompetensi dosen dalam upaya memberikan pembelajaran yang
efektif, atraktif dan demonstratif kepada mahasiswa Akademi Keperawatan Bina
Insan, khususnya semester III tahun akademik 2012/2013.
terselesaikan dan memperoleh perkembangan diri yang baik. (Raharjo & Gudnanto:
2011)
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.
bahasa
mereka,
sebagai
contoh
menebak
pada
saat
Metakognitif,
perilaku
yang
digunakan
untuk
menyusun,
2.2.
Pengertian Reading
Mempelajari bahasa Inggris memerlukan suatu tekad dan kemauan yang kuat
agar mampu menguasainya. Banyak faktor yang melatarbelakangi mengapa
menguasai bahasa Inggris terasa sulit bagi sebagain besar mahasiswa, terutama yang
bukan jurusan sastra Inggris. Faktor internal bisa dalam diri mahasiswa itu sendiri,
seperti rasa malas belajar, perasaan malu jika terjadi kesalahan, tidak ada keinginan
mahasiswa untuk bisa menguasai bahasa Inggris, dan adanya pendapat bahawa
mereka tidak akan bekerja ke luar negeri adalah kendala yang mempengaruhi
mahasiswa sulit menguasai bahasa Inggris.
Dalam konteks pelajaran bahasa Inggris, pemelajar bahasa Inggris yang bukan
penutur asli memiliki sedikit peluang untuk berlatih berbicara. Oleh karena itu,
membaca (reading) mengambil peranan penting dalam meningkatkan kecakapan
bahasa Inggris bagi nonpenutur asli. Reading merupakan sumber pengetahuan untuk
meningkatkan kosa kata, mempelajari struktur bahasa, dan budaya dan juga gaya
bahasa penulis. Sulit dibantah bahwa reading merupakan esensi penting untuk
meningkatkan kebahasaan mahasiswa nonpenutur asli yang mempelajari bahasa
sumber (L2). Yesim dalam Artikel Ilmiahnya yang berjudul Reading Experience of
Nonnative-English-speaking Preservice English Teachers mengatakan:
In an English as a foreign language (EFL) context, in which language learner and
users often lack sufficient opportunities to receive oral input, reading in English
plays a major role in improving nonnative-English-speaking (NNES) preservice
English teachers language proficiency by giving them access to information
recorded exclusively in English. It is impossible to deny the importance of
reading in EFL context.
pengetahuan yang diperoleh pembaca dari sebuah teks. Pengetahuan tersebut adalah
1) pengetahuan tentang dunia (semantic knowledge), pengetahuan struktur bahasa
(syntactic knowledge), dan pengetahuan mengenai hubungan huruf-ujaran (knowledge
of sound-letter).
Membaca juga bisa menghubungkan pengalaman dan pengetahuan pembaca.
Pengalaman mahasiswa di ruang klinik keperawatan bisa membentuk pola pengetahuan
dan kaidah berkomunikasi. Bagaimana mahasiswa berinteraksi dengan pasien,
memintanya minum obat, dan mengukur tanda-tanda vital, seperti tekanan darah,
denyut nadi, dan pernafasan, dapat dituangkan ke dalam bahasa Inggris sebagai
pengetahuan baru. Dengan demikian, tata cara mahasiswa berkomunikasi dengan
pasien di ruang perawatan sebagai pengalaman mereka di saat praktik klinik dapat
dialihkan dengan menggunakan bahasa Inggris. Pauline (2002: 78-79): menyatakan:
Another major contribution to our knowledge of reading comes from schema
theory. Originally, the term was used to explain how the knowledge we have
about the world is organised into interrelated patterns based on our previous
experiences and knowledge. For example, if you go into a restaurant, you have
certain expectation about what will be like. Someone will bring you a menu, as if
you want a drink, and give you a check at the end... Knowing what to expect and
how to behave in this context comes from your previous experiences and from
being part of particular culture and society.
Pengalaman yang diperoleh oleh mahasiswa di ruang praktik, terutama ketika
mengambil data diri pasien, akan dituangkan dalam bahasa Inggris sehingga tata cara
berkomunikasi akan mudah diterapkan di kelas.
Membaca juga merupakan suatu proses befikir baik secara sadar maupun tidak.
Beatrice (2008: 1) menyatakan:
Reading is a conscious and unconscious thinking process. The reader applies
many strategies to reconstruct the meaning that the author is assumed to have
intended. The reader does this by comparing information in the text to his or her
background knowledge and prior experience. (Beatric. Teaching Reading in a
Second Language: 2008:1).
Dengan demikian, membaca merupakan proses memperhatikan bagian-bagian teks dan
membandingkan contoh-contoh yang ia baca dengan pengetahuan yang dimiliki.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa studi kasus adalah sesuatu hal yang
digunakan untuk menggali dan mengetahui keadaan seseorang. Dalam bidang
kesehatan, penggalian pengetahuan ini dimaksudkan untuk mengetahui riwayat
penyakit seseorang. Studi kasus ini adalah laporan tertulis berupa wacana sederhana
yang umumnya ditulis oleh perawat yang bertugas di ruang perawatan yang menangani
pasien.
Contoh bacaan studi kasus adalah sebagai berikut:
Mr. X came to the Port Hospital with complaints of headache, fatigue, and
nausea. He is 29 years old, married with two children. He is a worker of timber
industry in West Jakarta. He lives at Jl. Nyiur Melambai No. 27 North Jakarta. He
was a senior high school graduate and is a moslem. He likes drinking coffee
especially in the morning before breakfast and at the evening. He always sleeps
lately at about 11 to 12 p.m. He also likes consuming fatty and salty food. He can
eat up two dishes of lamb chops in a day. He dislikes sport. His hooby is chatting
with friends to late night.
Akan tetapi, dalam berbagai penelitian upaya untuk dapat berbicara dalam
bahasa asing tersebut cenderung kompleks dan sulit dipraktikkan oleh terutama bagi
mereka yang bukan penutur bahasa asli.
Masalah yang dihadapi pemelajar untuk bisa mempraktikkan speaking terkadang
terkendala oleh beberapa hal, seperti rasa kurang percaya diri, perasaan takut karena
berhadapan langsung, takut salah pengucapan atau takut salah dalam gramatikal. Hal-
hal tersebut pada akhirnya menghambat diri seseorang untuk bisa menguasai bahasa
asing. DR. B. Madhavi Latha (2012: 2) menyatakan bahwa speaking adalah aktivitas
yang melibatkan mata bertemu mata; penyingkapan langsung ini dapat menimbulkan
diri seseorang merasa takut, mereka mungkin khawatir membuat kesalahan, takut
dikritik, merasa malu di depan kelas. Kekhawatiran yang berlebihan tersebut cenderung
bisa menghilangkan kemampuan mereka memproduksi kata-kata meskipun pada
dasarnya seseorang tersebut memiliki pengetahuan yang lebih dibandingkan dengan
yang lain di dalam kelas. Selanjutnya, Madhavi menyebutkan beberapa hambatan yang
bisa menghalangsi seseorang menguasai bahasa asing, diantaranya sebagai berikut:
a. Kurang Motivasi
Tingkat motivasi yang rendah atau motivasi yang kurang untuk belajar menjadi
penghalang seseorang untuk bisa berpartisipasi aktif dalam kegiatan speaking. Hal
ini mendorang seseorang enggan untuk ikut berpartisipasi di dalam kegiatan kelas,
sedikit berlatih atau bahkan tidak berlatih sama sekalai.
b. Kurang Menguasai Bahan
Kurangnya penguasaan materi bisa menghambat mahasiswa untuk ikut
berpartisipasi aktif dalam berbicara di dalam kelas karena mereka tidak mempunyai
bahan yang ingin dibicarakan yang berhubungan dengan topik. Pada kenyataannya,
mereka mungkin bosan atau merasa bahwa topik yang dibicarakan tidak ada
hubunganya sama seklai dengan apa yang mereka ketahui. Jika hal ini terjadi,
mereka kehilangan motivasi dan tidak akan ikut berpartisipasi dalam kegiatan
dalam kelas.
c. Kurangnya Penguasaan Kosa Kata
Masalah yang umumnya dihadapi pemelajar adalah seringkali mereka berusaha
mencari kata-kata yang sesuai untuk diucapkan. Mereka merasa kosa kata yang
mereka miliki tidak ada yang cocok dengan konteks yang sedang dibicarakan. Ini
akan mengakibatkan pembicaraan tersendat-sendat karena sebentar-sebentar
berhenti untuk mencari kata yang sesuai yang akhirnya menghabiskan waktu dan
pernyataan-pernyataannya pun tidak lengkap. Hal ini akan menyebabkan lunturnya
rasa percaya diri dan motivasi berbicara di dalam kelas.
d. Kurangnya Rasa Percaya diri
Rasa kurang percaya diri akan menghambat seseorang berlatih berbicara bahasa
asing meskipun yang bersangkutan memiliki kosa kata yang cukup untuk berbicara.
Latihan yang terus menerus dan sabar bisa meningkatkan rasa percaya diri untuk
bisa berbicara dalam bahasa asing.
e. Kecemasan
Berbicara dengan menggunakan bahasa asing di depan umum, apalagi di depan
penutur bahasa asli sering menimbulkan kecemasan pada diri seseorang tersebut.
Terkadang, kecemasan yang berlebihan bisa mengakibatkan lidah pembicara atau
pemelajar kelu atau kehilangan kata-kata untuk diungkapkan yang pada akhirnya
tidak mampu menangkap arah pembicaraan yang sebenarnya.
Untuk mengatasi hal-hal tersebut, Madhavi memberikan beberapa solusi bagi para
pengajar dan pemelajar bahasa asing:
1. Dosen harus berkompeten dan berkualitas
Dosen harus mampu mengembangkan kemampuan dirinya sendiri melalui
pelatihan-pelatihan, seminar atau konferensi atau workshop, menulis makalah
atau artikel ilmiah.
2. Membangun hubungan yang baik dengan mahasiswanya agar suasana belajar
menjadi menyenangkan dan bersahabat. Dengan demikian, proses belajarmengajar akan menjadi lebih mudah dan efektif yang juga akan memperkuat
ikatan antara dosen dan mahasiswanya sehingga mahasiswa merasa bebas dan
tidak
terbebani
untuk
mengungkapkan
pandangan-pandangannya
dan
Story telling
Mahasiswa diberi tugas untuk membaca suatu cerita atau wacana yang
kemudian diceritakan kembalai di depan kelas.
d.
City Description
Tugas yang diberikan kepada mahasiswa untuk menggambarkan kota favorit
mereka dengan segala kemegahan dan budayanya. Kemudian, mahasiswa
diminta untuk menceritakan kembali di depan kelas.
Dengan memberikan kesempatan dan dorongan kepada mahasiswa untuk
3. Hasil Akhir
Terjadi peningkatan keaktifan mahasiswa dengan partisipasi aktif dalam
pembelajaran di kelas.
Terjadi peningkatan kemampuan speaking dengan kacamata hasil belajar
speaking.
2.6. Hipotesa Tindakan
Dengan kerangka berfikir tersebut di atas, hipotesa tindakan dalam penelitian ini
dapat dinyatakan sebagai berikut:
1. Penerapan model Strategi Belajar Bahasa Inggris Berdasarkan Studi kasus ini dapat
mendorong mahasiswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran speaking di kelas.
2. Penerapan model Strategi Belajar Bahasa Inggris berdasarkan Studi Kasus ini dapat
meningkatkan prestasi belajar Speaking mahasiswa.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
mengembangkan metode dan teknik dari hasil pengamatan di lapangan untuk mengatasi
kelesuan dan ketimpangan dalam proses belajar mengajar. Dengan berlandaskan pada kondisi
awal pembelajaran yang mengalami hambatan dan permasalahan dalam mencapai tujuan
belajar, Penelitian Tindakan Kelas berupaya bagaimana memperbaiki ketimpangan tersebut
dan menggairahkan proses belajar mengajar untuk meningkatkan keberhasilan belajar sehingga
tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Berdasarkan keadaan tersebut, peneliti mulai membuat perencanaan, mengimplementasikan, mengamati dan kemudian melakukan evaluasi
tersebut,
serta refleksi.
akahirnya diperoleh suatu bentuk proses pembelajaran upaya yang paling sesuai
Acting
Planning
Observing
Reflecting
Grammar Range
& Accuracy
Pronunciation
produces
consistently
accurate structures
apart from slips
characteristic of
native speaker
speech
produces a majority
of error-free
sentences with
only very occasional
inappropriacies or
basic/nonsystematic
Band
is easy to
understand
throughout; L1
accent has minimal
effect on intelligibility
errors
2
frequently produces
error-free
sentences, though
some grammatical
mistakes persist
makes numerous
errors except in
memorised
expressions
can generally be
understood
throughout, though
mispronunciation of
individual words or
sounds reduces
clarity at times
mispronunciations
are frequent and
cause some
difficulty for the
listener
apa-apa yang terjadi di saat perkuliahan berlangsung baik saat berada di ruang kelas
maupun di ruang praktik laboratorium keperawatan.
3. wawancara
Wawancara adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pewawancara
(interviewer) dan yang diwawancarai (interviewee) untuk mendapatkan gambaran
yang jelas tentang suatu pendapat atau gagasan dari yang diwawancarai. Jenis
wawancara ada tiga, yaitu wawancara tak terencana, terencana tetapi tidak
terstruktur, dan terstruktur.
Wawancara terencana adalah wawancara yang dilakukan secara informal
oleh peneliti. Wawancara ini dilakukan secara terselubung tanpa diketahui oleh
orang yang akan diwawancarai. Jawaban dari orang yang akan diwawancarai adalah
jawaban langsung yang spontan sehingga ia tidak bisa mempersiapkan jawaban atas
pertanyaan yang diajukan.
Wawancara terencana tetapi tidak terstruktur adalah wawancara yang
dilakukan oleh pewawancara dengan mengajukan satu atau dua pertanyaan kepada
responden, setetlah itu pewawancara memberikan kesempatan kepada responden
untuk memilih apa yang akan dibicarakan. Pewawancara dapat mengajukan
pertanyaan untuk menggali atau memperjalas jawaban responden.
Wawancara terstruktur adalah wawancara yang dilakukan pewawancara
yang sebelumnya serentetan pertanyaan sudah disusun untuk diajukan kepada
responden. Pewawancara berhak mengendalikan percakapan sesuai dengan arah
pertanyaan yang sudah disusun tersebut.
Dalam kegiatan penelitian tindakan kelas ini, peneliti melakukan kegiatan
wawancara tidak resmi yang penulis lakukan pada saat berbincang-bincang di
perpustakaan dengan beberapa mahasiswa tingkat II semester III tahun akademik
2012/2013. Pada saat mahasiswa tengah berdiskusi di ruang perpustakaan, penulis
ikut bergabung dan ada beberapa diantara mereka yang meminta atau menanyakan
mengenai bacaan yang mereka tidakketahui untuk diterjemahkan. Pada kesempatan
tersebut saya membantu mereka sekaligus ingin meminta pendapat mereka secara
langsung.
4. Prognosis
semester berjalan. Penilaian evaluasi ini dilakukan oleh mahasiswa untuk menilai
pengajar, materi dan teknik mengajar yang diberikan.
6. Tes Speaking
Tes adalah serentatan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan
untuk mengukur ketrampilan, kemajuan, kemampuan atau bakat, dan pengetahuan
intelegensi individu atau kelompok. Tes Speaking adalah uji speaking yang dilakukan
untuk mengetahui tingkat kebahasaan mahasiswa melalui tes oral. Dalam hal ini,
peneliti menggunakan tes uji speaking hasil belajar mahasiswa pada semester
sebelumnya untuk membandingkan dengan hasil belajar yang akan dicapai dengan
materi Strategi Belajar Bahasa Inggris berdasarkan Studi Kasus untuk Meningkatkan
Kemampuan Speaking. Uji speaking dilakukan dengan mengundang dosen dari
luar akademi Keperawatan Bina Insan. Para penguji yang terlibat, antara lain,
Samadi, TEFL, MBA (Dosen Sekolah Tinggi Kesehatan Bani Saleh), Drs. Bayu Anggara,
M.Pd (Dosen Universitas Bunda Mulia) dan Bambang Sucipto, S.Pd., S.P1 (Dosen
Akademi Keperawatan Bina Insan.)
3.7. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data
kualitatif dengan model interaktif. Langkah-langkah yang diperlukan adalah sebagai
berikut:
a) Meimilih data (reduksi data)
Peneliti memilih data yang relevan untuk tujuan peningkatan pembelajaran.
b) Medeskripsikan data hasil temuan (memaparkan data)
Peneliti dan rekan sejawat membuat deskripsi langkah-langkah yang akan dilakukan
dalam penelitian ini.
c) Menarik kesimpulan hasil deskripsi
Berdasarkan deskripsi yang telah dibuat, selanjutanya tindakan yang telah
dilakukan dalam penelitian dibuat kesimpulan.
tersebut. Angket memuat hal-hal yang menyangkut diri mahasiswa dan materi
yang diajarkan. Ada sepuluh pernyataan dalam angket dengan jawaban sangat
setuju, setuju, sedang, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Berikut paparan
angket tersebut.
Table 2
Angket Mahasiswa
Jawaban
Sangat Setuju Sedang Tidak
No
Pernyataan
Setuju
Sangat
Setuju Tidak
Setuju
saya
karena
mengaitkan
Saya
merasa
mudah
belajar
Saya
senang
pembelajaran
dengan
model
Strategi
Belajar
inggris,
khususnya
di
bidang keperawatan.
5
Dengan
model
pembelajaran
kemampuan
10
d. Refleksi (Reflecting)
Menurut Prof. Dr. Suwarsih Madya yang dimaksud dengan refleksi adalah
mengingat dan merenungkan kembali suatu tindakan. Oleh karena itu, setelah
melakukan perencanaan, tindakan, dan observasi, penulis perlu melakukan
refleksi atas apa yang telah pengajar sajikan di kelas berkenaan dengan
permasalahan yang dihadapi mahasiswa dalam belajar bahasa Inggris.
Berangkat dari permasalahan tersebut, peneliti membandingkan kondisi awal
pembelajaran dan hasil dari proses pembelajaran dengan Strategi Belajar
Bahasa Inggris berdasarkan Studi Kasus tersebut.
3.8.2. Siklus 2
Dalam siklus dua ini, peneliti melakukan tindakan yang sama sebagaimana
yang dilakukan pada siklus satu. Akan tetapi, siklus dua ini merupakan tindak
lanjut dari siklus satu dan sebagai perbaikan atas metode pembelajaran dan
teknik yang telah diberikan dengan bercermin pada refleksi siklus 1. Perbaikan
dalam tahap perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran meliputi beberapa hal
seperti menampilkan contoh yang lebih banyak dan praktik di ruang laboratorium
keperawatan.
setelah
mahasiswa
melakukan
praktik,
kemudian
mereka
Pada semester II
yang mengisi
2)
3)
4)
6)
Kemudian, dari pernyataan Saya merasa model pembelajaran ini kurang pas
bagi saya,sebanyak 18 orang (45%) menyatakan sangat tidak setuju, 16 orang
(40%) menyatakan tidak setuju, dan 6 orang (15%) menyatakan sedang.
7)
8)
9)
peralatan seperti stetoskop, termometer dan alat pengukur lainya. Setelah semua
selesai dipersipakan dan jadual pengajaran tiba, maka pembelajaran dimulai.
Setelah pembelajaran kelas selesai dilaksanakan, kemudian praktik di
laboratorium. Dalam praktik ini setiap kelompok terdiri atas dua orang, satu orang
sebagai pasien dan satu orang sebagai perawat. Mahasiswa yang lain mengamati dan
mencatat hal-hal yang telah dilakukan atau dipresentasikan secara role play oleh
kelompok yang lain. Setelah semua mahasiswa mendapat giliran, dilaksanakan diskusi
di ruang aula yang membahas kekurangan dari setiap peran yang dilakukan masingmasing kelompok.
Penilaian dilakukan dua tahap. Tahap pertama berdasarkan keaktifan masingmasing individu dalam berbicara baik
laboratorium. Kedua dilakukan pada saat uji speaking yang dilakukan secara
berpasangan yang satu sebagai perawat dan yang lainnya sebagai pasien. Ada tiga
orang penguji untuk menguji 42 mahasiswa, 2 orang mahasiswa mengambil cuti.
Penilaian speaking berdasarkan alat uji speaking.
Pada kondisi awal, pada saat pembelajaran di kelas, mahasiswa merasa malumalu dan malas berbicara bahasa inggris, tidak mengerjakan tugas yang diberikan.
Mahasiswa mengalami kesulitan pada saat menjelaskan identitas diri, seperti
menanyakan nama teman, umur alamat, hobi dan lain lain yang berhubungan dengan
pribadi mahasiswa masing-masing. Dari hasil ujian speaking yang dilakukan oleh tiga
orang penguji, ternyata dari empat puluh dua mahasiswa, 1 orang diantaranya
mencapai nilai di atas 78 atau sekitar 2%, 18 orang meraih nilai 67.5 s/d 77,5 atau
sekitar 42%, 22 orang mendapat nilai 56,5 s/d 67 atau 54% dan 1 orang atau 2%
mendapat nilai di bawah 55. Nilai tertinggi 79 dan nilai terendah 50, dengan nilai ratarata sebesar 66.5 dan standard deviasi 5,59. Dengan demikian terjadi kenaikan sekitar
8,2% dibandingkan dengan pencapaian tahuan lalu.
3.9.4. Deskripsi Siklus 2
Sama halnya dengan kegiatan yang dilakukan pada siklus 1, tetapi lebih bersifat
perbaikan, penyusunan rencana pengajaran, bahan ajar, lembar pengamatan siswa
sebagai prognosis, alat evaluasi speaking, materi uji speaking, mengajukan
permohonan kepada kepala Laboratorium untuk praktik di laboratorium klinik dengan
peralatan seperti stetoskop, termometer dan alat pengukur lainya dilakukan. Semua
catatan kekurangan pada siklus satu dijelaskan kembali dalam ruang diskusi. Rencana
tindakan pada siklus dua ini memiliki tahapan yang sama seperti siklus satu, yaitu,
planning, acting, observing, dan reflecting.
Pada siklus 2 ini, terlihat mahasiswa semakin berani untuk mengungkapkan ideatau gagasan sehingga terjadi alur percakapan yang bagus. Mahasiswa masih
melakukan role play dengan kasus penyakit yang berbeda, tetapi pertanyaanpertanyaannya masih seputar data pribadi ditambah dengan riwayat penyakit pasien
dan riwayat keluarga pasien.
Dari hasil uji speaking yang dilaksanakan oleh tiga orang penguji, satu dosen
dalam dan dua dosen luar, diperoleh hasil yang menggembirakan dengan jumlah
mahasiswa yang mengikuti uji akhir sebanyak empat puluh dua mahasiswa. Pada uji
speaking siklus dua, mahasiswa yang memperoleh nilai 78 ke atas sebanyak 7 orang
(17%), dan yang memperoleh nilai 67,5 ke atas sebanyak 27 orang (27%), sementara
mahasiswa yang memperoleh nilai 55,6 sebanyak 8 orang (19%). Pada ujian ini
ternyata semua mahasiswa dinyatakan lulus dengan nilai rata-rata sebesar 72,02 dan
standard deviasi adalah 6.3. dengan demikian, jika dibandingkan dengan kondisi awal
terjadi kenaikan 8.27% dan jika dibandingkan dengan siklus 1 terjadi kenaikan sebesar
0.9%. Nilai tertinggi mahasiswa adalah 86 dan nilai terendah 57. Dengan demikian,
baik siklus satu maupun dua terjadi kenaikan dibandingkan dengan kondisi awal dan
setelah dilakukan perbaikan atas kekurangan dari siklus 1 terjadi kenaikan pada siklus
2.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Simpulan
Pembelajaran bahasa Inggris adalah pembelajaran yang sulit dilakukan bagi
mahasiswa yang mengalami ketidakpahaman terhadap pentingnya bahasa Inggris
tersebut. Oleh karena itu, di beberapa program studi nonbahasa yang peneliti pernah
memberikan pengajaran bahasa Inggris umum, motivasi mahasiswa untuk belajar
bahasa Inggris terbilang rendah. Motivasi tersebut bisa terbangun dengan niat tulus
pendidik untuk memberikan yang terbaik kepada mahasiswanya. Dosen atau pengajar
bahasa Inggris harus berperan tidak hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai teman
dan bahkan pembimbing untuk memberikan motivasi dan dukungan agar mahasiswa
mampu dan mau mempelajari bahasa Inggris agar mampu bersaing ketika terjun
dimasyarakat nantinya.
Dengan arahan dan motivasi yang terus menerus dilakukan dengan cara memberikan
contoh konkrit akan pentingnya bahasa Inggris, seperti setiap perusahaan atau rumah
sakit selalu mensyaratkan karyawanya untuk bisa berbahasa Iggris sehingga dalam test
rekruitmen pegawai ada tes bahasa Inggris dengan menyebutkan beberapa contoh
perusahaan, lebih bagus lagi dengan memberi potongan lowongan pekerjaan atau
membukanya diinternet untuk diperlihatkan kepada mahasiswa di dalam kelas. Dari
arahan dan dorongan tersebut, terlihat bahwa perlahan-lahan mahasiswa mulai
menyenangi bahasa Inggris yang pada akhirnya hasil belajar semakin baik. Hal ini bisa
dilihat dari penelitian ini bahwa dari kondisi awal sampai dengan siklus satu terjadi
kenaikan yang tinggi, sekitar 8,16% dan dari siklus 1 ke siklus dua terjadi kenaikan
sekitar 0.9%.
Selain dukungan baik dari pihak institusi, dosen dan perlengkapan pendukung
lainnya, pengajar harus selalu mencari cara untuk selalu meningkatkan metode
pengajaran ketika diketahui terjadi kemunduran dalam proses belajar mahasiswa yang
ditandai dengan rendahnya prestasi belajar. Dosen harus segera mengamati dan
mendiskusikan kondisi tersebut untuk memperbaiki dan meningkatkan kembali prestasi
belajar. Pada sisi lain, dosen perlu terus menerus mengembangkan diri dengan
mengikuti pelatihan-pelatihan dan seminar-seminar pendidikan untuk meningkatkan
4.2. Implikasi
Dampak dari dilaksanakannya penelitian Tindakan Kelas yang berjudul STRATEGI
BELAJAR BAHASA INGGRIS BERDASARKAN STUDI KASUS UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN SPEAKING MAHASISWA AKADEMI KEPERAWATAN BINA INSAN adalah
semangat belajar bahasa Inggris mahasiswa bertambah yang pada akhirnya
memberikan dampak positif bagi prestasi belajar mereka. Nilai indeks prestasi batas
bawah yang ditentukan oleh bagian mutu dapat tercapai bahkan melebihi target nilai
batas bawah sebesar 0,3 dari yang ditetapkan sebesar 3,00. Pada Laporan akhir
semester lalu, nilai rata-rata bahasa Inggris, setelah digabung dengan penugasan,
tingkat kehadiran, uji tengah semester, dan uji akhir semester yang meliputi uji tertulis,
yaitu struktur, reading, dan listening dan uji praktik speaking 2,85, dan pada uji akhir di
semester III dengan diadakannya penelitian ini naik menjadi 3,03, atau terjadi kenaikan
2,82 atau naik 6,3% dari semester sebelumnya.
4.3. Saran
Melihat adanya tren positif dengan dilakukannya penelitian tindakan kelas ini
terhadap prestasi belajar mahasiswa, disarankan bahwa perlu juga dilakukan penelitian
tindakan kelas untuk mata ajar yang lain jika dalam proses pembelajaran ternyata
mahasiswa mengalami kemunduran prestasi belajarnya. Kepada para dosen dan teman
sejawat disarankan agar memberikan dorongan dan motivasi yang terus menerus
kepada mahasiswanya agar prestasi belajar tidak mengalami kemunduran. Peningkatan
dan pengembangan teknik dan metode mengajar para dosen, terutama dosen bahasa
Inggris agar semakin dikembangkan untuk memperoleh proses pembelajaran dan hasil
belajar yang diinginkan. Kepada Pihak Akademi hendaknya lebih memberikan dorongan
dan fasilitas yang digunakan oleh para dosen menyangkut tindakn penelitian kelas ini
sehingga visi dan misi pendidikan bisa tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Bektas, Yesim-Cetinkaya, 2012. Reading Experience of Nonnative-English-Speaking Preserve
English Teachers. TESOL Journal 3.1, March. http://onlinelibrary.wiley.com
Cohen, Andrew D., Weaver, Susan J. and Yuan Li, Tao. 1996. The Impact of Strategies-Based
Instruction on Speaking a Foreign Language. University of Minnesota: Centre for
Advanced Research on Language Acquisition.
Dirjen Dikti Kemdikbud. 2011. Potret Ketersediaan dan Kebutuhan Tenaga Perawat.
Ehri, Linnea C. 2005. Learning to Read Words: Theory, Findings, and Issues. New Yiork:
Lawrence Erlbaum Association Inc.
Gibbons, Pauline. 2002. Reading in A Second Language.