Rotator Cuff Syndrome

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 14

Anatomi

The rotator cuff is a group of tendons and muscles in the shoulder, connecting the
upper arm (humerus) to the shoulder blade (scapula). The rotator cuff tendons provide
stability to the shoulder; the muscles allow the shoulder to rotate.
The muscles in the rotator cuff include:
Teres minor
Infraspinatus
Supraspinatus
Subscapularis
Each muscle of the rotator cuff inserts at the scapula, and has a tendon that attaches to
the humerus. Together, the tendons and other tissues form a cuff around the humerus.

The shoulder is one of the largest and most complex joints in the body. The shoulder
joint is formed where the humerus (upper arm bone) fits into the scapula (shoulder
blade), like a ball and socket. Other important bones in the shoulder include:
The acromion is a bony projection off the scapula.
The clavicle (collarbone) meets the acromion in the acromioclavicular joint.
The coracoid process is a hook-like bony projection from the scapula.
The shoulder has several other important structures:
The rotator cuff is a collection of muscles and tendons that surround the shoulder,
giving it support and allowing a wide range of motion.
The bursa is a small sac of fluid that cushions and protects the tendons of the rotator
cuff.
A cuff of cartilage called the labrum forms a cup for the ball-like head of the
humerus to fit into.
The humerus fits relatively loosely into the shoulder joint. This gives the shoulder a
wide range of motion, but also makes it vulnerable to injury.

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sendi bahu merupakan bagian yang sangat tidak stabil. Di sendi bahu, tendon yang
sangat berperan adalah rotator cuff dan biceps. Cedera pada bahu merupakan salah
satu cedera yang paling sering dialami pada saat berolahraga, selain lutut dan
pergelangan kaki. Beberapa cedera sendi bahu yang paling sering terjadi, antara lain
subacromial bursitis, supraspinatus tendinitis, long head biceps tendinitis, rotator cuff

tendonitis hingga sobekan rotator cuff (rotator cuff tear).


Rotator cuff adalah grup dari empat otot yang terdiri dari Muscle Supraspinatus,
Muscle Infraspinatus, Muscle Subsacpularis, dan Muscle Teres minor. Keempat otot
tersebut memiliki fungsi untuk menstabilisasi sendi glenohumeral dengan menarik
humerus ke arah skapula untuk gerakan-gerakan sendi glenohumeral seperti abduksiadduksi, rotasi, dan fleksi-ekstensi. Sindrom rotator cuff ialah kumpulan gejala yang
timbul akibat kerusakan atau lesi dari rotator cuff yang bisa ditimbulkan akibat
overuse, trauma, dan degenerasi.
Di amerika sindrom rotator cuff merupakan penyebab ketiga paling sering yang
menyebabkan kelainan muskuloskeletal. Insidens penyakit ini meningkat 25 kasus per
1000 populasi pada usia 42-55 tahun. Kejadian cedera rotator cuff pada Laki-laki
dibanding perempuan 1:1. Gejala dan tanda klinis cedera rotator cuff sangat
bervariasi, mulai dari ringan sampai berat. Cedera tersebut dapat mengakibatkan nyeri
sendi pada saat bergerak maupun istirahat. Di antara beberapa jenis cedera tersebut,
kali ini kita akan membahas salah satunya, yaitu cedera rotator cuff.

BAB 2. TINJAUAN TEORI


Rotator cuff terdiri dari empat otot, yaitu otot supraspinatus, infraspinatus,
subscapularis dan teres minor). Otot rotator cuff ini berfungsi untuk menggerakkan
bahu ke berbagai arah dan menahan caput humeri (ball) dan cavitas glenoidalis
(socket) secara bersama-sama (Sforzo, tanpa tahun). Bursa yang berada di bawah
tendon akan mengurangi ketegangan/gesekan diantara tendon dan tulang, serta
melindungi tendon dari tekanan yang berlebihan.
Cedera pada bahu sering disebabkan karena lelah, tetapi sering juga terjadi pada
pemain tennis, badminton, olahraga lempar dan berenang (internal violence/sebabsebab yang berasal dari dalam). Cedera ini biasa juga disebabkan oleh external
violence (sebab-sebab yang berasal dari luar), akibat body contact sports, misalnya :
sepak bola, rugby dan lain-lain. Rotator cuff yang paling sering terjadi cedera adalah
tendon supraspinatus. Penyebab tersering dari cedera rotator cuff ini biasanya terjadi
karena tarikan yang tiba-tiba, misalnya, jatuh dengan tangan lurus atau abduksi yang
tiba-tiba melawan beban berat yang dipegang dengan tangan (Sufitni, 2004).
Saat ini, penyakit pada bahu banyak terjadi. Salah satunya adalah cedera pada rotator
cuff ini. Sebagian besar orang mengeluhkan aktifitasnya terganggu karena adanya
rasa nyeri di bahunya, sehingga pergerakan mereka semakin terbatas. Oleh karena itu

banyak orang yang saat ini mencari pertolongan untuk mengatasi masalah tersebut,
baik melalui medis maupun non medis (pijat, sangkal putung, dll). Namun, penyakit
pada bahu yang paling sering ditemukan adalah bursitis dan tendonitis. Menurut
Sforzo, cedera rotator cuff ini masih jarang ditemui. Cedera rotator cuff gejalanya
timbul karena adanya inflamasi/peradangan pada area persendian di bahu, sehingga
menimbulkan gejala yang mirip dengan bursitis. Peradangan pada cedera rotator cuff
ini terjadi ketika rotator cuff terjepit diantara acromion dan ujung tulang humerus.
Karena gejala umum yang ditimbulkan hampir sama, maka prinsip pengobatannya
pun hampir sama dengan pengobatan pada bursitis (University Health ServicePhysical Therapy). Jika seseorang mengalami cedera pada bahunya, sebaiknya segera
menangani masalah tersebut untuk mencegah timbulnya keadaan yang lebih parah
(kronis). enurut Sforzo, dapat terjadi pada lansia maupun usia yang lebih muda.
Namun kebanyakan memang terjadi pada orang dewasa tengah hingga lansia.
Penyakit ini dapat terjadi pada orang dengan usia yang lebih muda contohnya adalah
pada atlet yang mengalami cedera saat melakukan latihan. Sedangkan penyebab
terjadinya cedera rotator cuff pada lansia adalah keelastisan otot dan tendon dari
rotator cuff telah mengalami penurunan, sehingga lebih mudah tejadi injuri dan dapat
semakin berbahaya ketika terus menerus digunakan untuk beraktifitas.
Penanganan paling sederhana yang dapat dilakukan untuk mengatasi cedera rotator
cuff ini adalah dengan memberikan balutan mitella pada lengan (dengan cara
digendong) selama 2-3 hari, lalu diberikan metode RICE : Rest, Inflamation and pain
management, Encourage pain free movement, serta Stretching and strengthening the
muscles of the shoulder and scapula. Jika gejalanya belum teratasi selama 2-4
minggu, segera periksakan kembali ke rumah sakit.

BAB 3. PEMBAHASAN
3.1 Definisi
Rotator cuff adalah tendon yang mengelilingi sendi bahu. Sendi bahu dapat bergerak
dan mengubah melalui jangkauan yang lebih luas daripada sendi lainnya di tubuh.
Istilah rotator cuff dipergunakan untuk jaringan ikat fibrosa yang mengelilingi bagian
atas tulang humerus. Ini dibentuk dengan bersatunya tendon-tendon atap bahu.
Keempat tendon tersebut adalah : musculus supraspinatus, musculus infraspinatus,
musculus teres minor dan musculus subscapularis.
Sendi bahu merupakan bagian yang sangat tidak stabil. Dan pada sendi bahu, terdapat

tendon yang mempunyai peran penting, yaitu rotator cuff dan biceps. Shoulder
tendonitis (atau rotator cuff tendonitis) adalah salah satu kondisi paling umum yang
terjadi pada persendian bahu (rotator cuff).

3.2 Etiologi
Faktor umum penyebab rotator cuff tendonitis adalah olahraga. Tetapi gangguan ini
juga dapat terjadi pada orang-orang yang berumur di atas usia 40 tahun.
Terdapat beberapa hal yang bisa menyebabkan cedera/robek pada rotator cuff.
Tekanan yang terjadi terus-menerus dan penggunaan rotator cuff yang berlebihan
ketika melakukan aktifitas yang sama dapat menyebabkan tendon berlawanan dengan
tulang. Cedera pada tendon rotator cuff ini sering terjadi pada orang-orang yang
berumur sekitar 40 tahun atau lebih kerena pada usia tersebut, telah terjadi
kemunduran fungsi rotatir cuff akibat tekanan-tekanan kerja dan aktifitas setiap hari,
terutama pada aktifitas yang menghuruskan lengan bergerak elevasi. Tendon rotator
cuff pada orang yang anatomis bahunya tidak stabil dapat terselip diantara caput
humeri dengan acromion (tulang yang berada di atas tendon) dan mengakibatkan
cedera/robek. Namun demikian, kelainan anatomis alami pada sendi bahu juga dapat
menyebabkan penggunaan yang abnormal pada tendon yang dapat menyebabkan
cedera/kerobekan

Patofisiologi dan pathway


Dari keempat tendon yang terdapat pada rotator cuff ini, yang berisiko tinggi
mengalami cedera adalah tendon supraspinatus. Biasanya terjadi karena terjadi tarikan
secara tiba-tiba, misalnya, jatuh dengan tangan lurus atau abduksi yang tiba-tiba
melawan beban berat yang dipegang dengan tangan. Pada orang tua, ruptur dapat
terjadi akibat trauma yang ringan saja, misalnya disebabkan oleh adanya degenerasi
pada rotator cuff. Pada keadaan tersebut, biasanya tanpa disertai keluhan nyeri.
Keluhannya hanya berupa kesulitan mengabduksi lengan. Otot dan tendo
supraspinatus dapat menjalarkan nyeri ke lengan, nyeri dirasakan sebagai nyeri dalam
di sisi lateral bahu, bagian tengah otot deltoid turun ke insersi deltoid. Rasa nyeri
juga dapat menjalar ke epicondylus lateral siku. Penyembuhan trigger point dapat
dilakukan dengan mengatur posisi pasien berbaring miring atau duduk. Sisi medial
trigger point biasanya lebih sensitif. Dengan posisi lengan flexi, penekanan dilakukan

di atas trigger point yang terletak di atas spina clavicular, sebelah lateral batas
vertebra (bagian atas bahu, agak ke belakang).

3.4

Manifestasi klinis

Gejala yang berhubungan dengan cedera/robeknya rotator cuff biasanya hanya


bersifat ringan pada awalnya, kemudian menjadi lebih parah pada tahap
selanjutnya. Gejala penyertanya meliputi nyeri di malam hari dan nyeri hebat pada
saat digunakan beraktifitas, khususnya ketika digunakan untuk menggerakkan lengan
sampai diatas kepala (elevasi). Contohnya saat tangan digunakan untuk meletakkan
sesuatu di rak bagian atas, maka akan terasa nyeri pada bagian bahunya. Gejala
ini mirip dengan tendonitis atau bursitis. Meskipun demikian, cedera rotator cuff ini
agak berbeda dengan bursitis atau tendonitis. Pada orang dengan bursitis atau
tendonitis, ia akan merasa lebih baik jika digunakan untuk istirahat, saat aktifitas
dimodifikasi, dan saat diberikan obat anti inflamasi (seperti aspirin atau ibuprofen).
Sedangkan gejala cedera/robeknya rotator cuff tidak akan membaik ketika hanya
diberikan terapi biasa. Dalam tahap nyeri pada cedera rotator cuff selanjutnya, lengan
dan bahu akan terasa lemah ketika digunakan untuk melakukan gerakan elevasi atau
membentangkan lengan ke arah tubuh bagian samping. Bahkan ketika beraktifitas
yang ringan, seperti mengangkat koper dari mobil pun dapat menimbulkan nyeri akut
pada bahu. Pada saat malam hari rasa nyeri dapat terasa lebih parah. Nyeri
ini mengindikasikan bahwa cedera/kerobekan parsial rotator cuff telah berubah
menjadi cedera/kerobekan yang kompleks.

3.5

Pemeriksaan Diagnostik

Cedera rotator cuff dapat dibuktikan dari pengkajian riwayat aktivitas pasien dan
gejala nyeri bahu yang dirasakan oleh pasien. Selama pemeriksaan, dokter dapat
mengobservasi peningkatan rasa nyeri yang spesifik dan kelemahan pada bahu ketika
membandingkan kekuatan antara lengan yang sehat (berfungsi dengan baik) dengan
lengan yang mengalami cedera.
Pemeriksaan X-Ray pada bahu akan dilakukan jika terdapat dugaan terjadinya
cedera/kerobekan pada rotator cuff. Pemeriksaan X-Ray pada bahu tidak begitu perlu
dilakukan sebelum melakukan treatment (pengobatan) awal, namun jika gejalanya
tetap ada, pemeriksaan X-Ray harus dilakukan terlebih dahulu. Dokter akan mencari
tanda-tanda cedera rotator cuff meskipun cedera rotator cuff itu tidak dapat

dilihat/dideteksi oleh X-Ray yang biasa. Tanda-tanda dalam sebuahPemeriksaan XRay pada bahu tidak begitu perlu dilakukan sebelum melakukan treatment
(pengobatan) awal, namun jika gejalanya tetap ada, pemeriksaan X-Ray harus
dilakukan terlebih dahulu. Dokter akan mencari tanda-tanda cedera rotator cuff
meskipun cedera rotator cuff itu tidak dapat dilihat/dideteksi oleh X-Ray yang biasa.
Tanda-tanda dalam sebuah masalah cedera rotator cuff ini adalah dimana terdapat
ruang sempit pada rotator cuff dan adanya tonjolan tulang di sekitar tendon rotator
cuff.
Pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk mendiagnosa cedera rotator cuff
adalah MRI. Pameriksaan MRI sangat membantu karena dapat menunjukkan cedera
rotator cuff secara keseluruhan dan cedera rotator cuff parsial/sebagian. Pemeriksaan
MRI juga dapat menunjukkan fakta terjadinya bursitis dan masalah-masalah cedera
bahu lainnya, termasuk cedera rotator cuff ini.

3.6

Penatalaksanaan Medis

Pengobatan cedera rotator cuff tergantung pada keparahan cedera pada tendon rotator
cuff dan kondisi dasar pasien. Sama halnya dengan cedera rotator cuff yang
kompleks, pengobatan standar diawali dengan tindakan konservatif. Cedera rotator
cuff tidak dapat sembuh dengan baik dalam waktu yang singkat. Cedera ini
memerlukan waktu yang cukup lama untuk memperbaiki dan menstabilisasi ukuran.
Pada pasien yang usianya lebih muda (anak-anak dan remaja), hal ini akan menjadi
masalah apabila cedera tersebut tidak segera diperbaiki/ditangani dengan baik dan
dalam waktu yang tepat. Cedera rotator cuff yang kronik dapat menyebabkan
terjadinya nyeri kronik, kelemahan, berkurangnya pergerakan, dan dapat terjadi
arthritis jika tidak segera ditangani. Kabar baiknya adalah cedera rotator cuff ini tidak
selalu membutuhkan tindakan operasi untuk menyembuhkannya, biasnya pengobatan
awal

yang

sering

dilakukan

adalah

pengobatan

secara

non-operatif/tanpa

pembedahan. Meskipun ukuran rotator cuff yang mangalami cedera tidak


menunjukkan perbaikan setelah dilakukan tindakan konservatif, namun gejalagejalanya dapat berkurang. Sedangkan jika ditemukan cedera rotator cuff pada yang
usianya muda (anak-anak dan remaja), maka disarankan untuk melakukan tindakan
operasi secepatnya agar tidak terjadi masalah yang lebih parah.
Pentalaksanaan medis yang dapat dilakukan adalah:
a.

Terapi Fisik

Terapi fisik adalah langkah yang paling penting dalam pengobatan cedera rotator
cuff. Memperkuat otot rotator cuff penting untuk memelihara fungsi normal
bahu. Beberapa pertemuan dengan ahli terapi fisik dapat membantu mengajarkan
latihan khusus untuk meringankan dan mencegah terulangnya rasa nyeri pada bahu.
b.

Anti-inflamasi Obat

Obat-obatan yang paling membantu untuk mengendalikan gejala cedera rotator cuff
adalah obat-obatan jenis anti inflamasi. Obat anti-inflamasi sederhana dapat diminum
secara teratur untuk waktu yang singkat, dan kemudian digunakan bila gejala cedera
rotator cuff muncul lagi.
c.

Injeksi Cortisone

Injeksi cortisone dapat sangat membantu membatasi proses inflamasi akut dan
memungkinkan pasien untuk memulai terapi. Hal ini penting untuk terapi dan latihan,
bahkan bahu akan terasa lebih baik setelah melakukan injeksi. Terapi bagian dari
pengobatan akan membantu mencegah kambuhnya gejala. Jika gejala muncul secara
signifikan, dokter dapat memilih untuk melakukan injeksi kortison pada kunjungan
awal. Injeksi kortison berfungsi untuk mengobati peradangan secara langsung di
lokasi yang mengalami masalah. Kelemahan dari injeksi kortison adalah injeksi
cortisone dapat melemahkan tendon, dan injeksi kortison berulang harus
dipertimbangkan dengan teliti.
Tidak semua cedera rotator cuff akan memerlukan tindakan operasi. Untuk
menentukan perlu atau tidaknya dilakukan operasi, maka perlu memptimbangkan
beberapa faktor tertentu.
Beberapa pertanyaan yang harus dijawab sebelum dilakukan operasi adalah: Apakah
saya harus mencoba setiap pilihan perawatan non-operatif yang tersedia? Berapa rasa
sakit yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari saya? Apakah saya tidak dapat
kembali melakukan olahraga yang sebelumnya saya lakukan karena cedera
iini? Seberapa besar cedera yang terjadi dan dapat dilihat serta lihat apa yang
terjadi? Apakah umur saya cukup muda dengan masalah cedera rotator cuff dan
apakah dapat menjadi masalah jika tidak segera diobati?
Setelah interview/wawancara dengan dokter, maka dokter perlu untuk menguraikan
potensi risiko dan manfaat melakukan operasi. Setiap pasien harus diperlakukan
secara individual, tidak semua cedera rotator cuff adalah sama dan berbagai faktor
harus dipertimbangkan dalam setiap kasus individual.

d.

Tindakan operasi

Pasien yang sedang mempertimbangkan tindakan operasi bedah untuk bursitis /


tendonitis seharusnya sudah berusaha melakukan perawatan non-bedah untuk
setidaknya 3 sampai 6 bulan yang hasilnya menunjukkan tanpa perbaikan gejala.
Gejala tersebut semakin lama menyebabkan kesulitan saat pasien melakukan
kegiatan, dan / atau mengganggu tidur di malam hari.
Tindakan operasi ini merupakan prosedur arthroscopic yang dilakukan pada pasien
rawat jalan dengan menggunakan instrumen yang dimasukkan melalui sayatan kecil
(1 cm). Melalui 2 atau 3 sayatan kecil, sebagian kecil dari tulang (akromion) dan
bursa yang terletak di atas rotator cuff akan dihilangkan. Pengambilan/penghilangan
ini dapat mengurangi tekanan pada rotator cuff dan memicu proses penyembuhan dan
recovery. Setelah bursa dihilangkan, rotator cuff diperiksa untuk mencari tanda-tanda
cedera
Tiga prosedur yang paling umum dalam tindakan operasi/pembedahan adalah:
1. Perbaikan terbuka (open repair)
Sebelum penggunaan arthroscope, semua rotator cuff yang diperbaiki dilihat langsung
pada tendon yang cedera, melalui sayatan yang panjangnya sekitar 6-10 cm.
Keuntungannya adalah tendon rotator cuff lebih mudah dilihat dengan cara ini, tetapi
perlu dilakukan sayatan yang besar, pemulihannya bisa lebih lama dan lebih
menyakitkan.
2. Mini-Open Repair
Metode perbaikan terbuka mini (Mini open repair) untuk memperbaiki cedera rotator
cuff ini meliputi penggunaan arthroscope dan sayatan kecil untuk mendapatkan akses
ke ujung tendon. Dengan menggunakan arthroscope, dokter bedah juga dapat melihat
ke dalam sendi bahu untuk membersihkan jaringan yang rusak atau tonjolan tulang.
Sayatannya berkisar antara 3-4 cm dan penyembuhannya agak lebih cepat daripada
metode open cuff repair. 3. Arthroscopic Repair Perbaikan arthroscopic dilakukan
dengan sayatan kecil dan perbaikan dilakukan oleh dokter bedah yang melihat melalui
sebuah kamerra kecil untuk melihat perbaikannya pada layar monitor. Ini merupakan
perkembangan pengobatan terakhir dari cedera rotator cuff dan tidak semua dokter
bedah dapat mengobati cedera dengan metode ini. Operasi cedera rotator cuff ini
biasanya berlangsung antara 1 hingga 2 jam. e.

Proses

pemulihan

(Recovery) Lama penyembuhan akan tergantung pada beberapa faktor, termasuk

tingkat

kekuatan

sebelum

operasi

dan

keparahan

cedera

rotator

cuff.

Untuk rehabilitasi dekompresi subacromial berikutnya, bahu pasien ditempatkan


dalam sebuah gendongan/selempang bahu tetapi mereka dapat mulai menggerakkan
bahunya dengan cepat. Penguatan dapat dilakukan dalam beberapa minggu dan
olahraga dapat dialnjutkan setelah pembengkakan mereda. Namun, setelah rotator
cuff diperbaiki, terapi fisik boleh dilakukan secara bertahap dan hati-hati. Awalnya,
terapi Awalnya, dilakukan terapi yang lembut sehingga tidak mempengaruhi
perbaikan rotator cuff. Dengan demikian, setelah empat sampai enam minggu, latihan
dapat ditingkatkan lagi dengan cara mengangkat lengan lebih aktif. Sekitar 8-10
minggu setelah perbaikan rotator cuff, terapi fisik akan menjadi lebih intens dalam
upaya untuk memperkuat otot rotator cuff. Pemulihan sempurna biasanya
membutuhkan waktu sekitar 4-6 bulan.
3.7

Penatalaksanaan keperawatan (Asuhan Keperawatan)

Pada pemeriksaan fisik, umumnya pasien dapat melakukan abduksi sampai 90 derajat,
namun bila diminta meneruskan abduksi tersebut (elevasi), tidak akan dapat dan
bahkan mungkin lengan atas jatuh. Pada pemeriksaan kekuatan otot (MMI), nilai
kekuatan otot tidak akan lebih dari 3 (Fair). Gerak pasif biasanya tidak menimbulkan
rasa nyeri, juga tidak ada gangguan. Tes Moseley atau tes lengan jauh akan
menunjukkan hasil yang positif. Bila tes Moseley positif, perlu dilakukan
pemeriksaan arterografi. Pengkajian Keperawatan 1.

Kaji tempat cedera untuk

nyeri, pembengkakan, warna kulit dan status neurovaskularisasi 2.


cedera 3.
luka 5.

Kaji perlunya penghilang rasa sakit 4.


Kaji integeritas gips 6.

kompllikasi 8.

Kaji status hidrasi 7.

Kaji penyebab

Kaji penyembuhan
Kaji adanya tanda-tanda

Kaji kemampuan klien untuk mematuhi program pengobatan

1. Inspeksi: Kesimetrisan Klavikula,

sendi

akromioklavikular,

klavikulosternal Sulkus deltopektoral, kelompok otot, skapula


2. Palpasi: Periksalah dari belakang pasien Akromiaon, puncak korakoid,
muskulus

deltoid Sendi

akromioklavikular

selama

fleksi

dan

abduksi Sulkus bisipital selama rotasi internal dan eksternal


3. Evaluasi bahu untuk: a.

Atrofi otot b.

Aktif dan pasif ROM; pasien

dengan manset air mata biasanya memiliki pasif lebih besar dari ROM
aktif. Kekuatan otot: Aktif di bidang skapula (supraspinatus) Aktif eksternal

rotasi dengan lengan di samping (infraspinatus) Gerber lift-off test


(mengangkat tangan dari punggung bawah) dan tekan perut (menekan tangan
ke dalam perut ketika mencoba untuk menjaga siku jatuh posterior)
(subscapularis) Menyingkirkan patologi tulang belakang leher.

Diagnosa Keperawatan
a.

Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan otot

b.

Gangguan mobilitas fisik

c.

Defisit perawatan diri

Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1: Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan otot Tujuan:
tingkat nyeri pasien minimal atau hilang Kriteria
Hasil: pasien mampu berpartisipasi dalam aktivitas perawatan dirinya dan
mengatakan tidak nyeri lagi
1. Pantau dan dokumentasikan kondisi dan penyebab cedera
a.

adanya pembengkakan

b.

adanya rasa nyeri

c.

perubahan warna kulit

d. status sirkulasi ekstremitas distal terhadap cedera

2.

e.

status neurologik ekstremitas distal terhadap cedera

f.

faktor-faktor yang berhubungan dengan cedera

Pasang bebat atau balutan (mitella) pada ekstremitas yang terkena untuk

mengatasi rasa nyeri dan mencegah terjadinya cedera yang lebih lanjut
3.

Fleksikan dan dirotasikan ke medial dan lateral secara berulang-ulang sehingga

dapat mengenali sulkus di antara kedua tuberositas.


Rasional: Rotasi eksternal menyebabkan sulkus tersebut berada dalam posisi
yang lebih mudah untuk di palpasi. Palpasi yang kuat mungkin diperlukan, tetapi
hindarilah penekanan yang berlebihan karena akan menimbulkan nyeri dan membuat
pasien takut.
4.

Cegah komplikasi pada ekstremitas yang sakit, berikan latihan tiap

hari Implementasi
1.
cedera

Telah dilakukan pemantauan dan dokumentasi kondisi dan penyebab

2.

Telah dilakukan pemasangan bebat atau balutan (mitella) pada ekstremitas

yang terkena untuk mengatasi rasa nyeri dan mencegah terjadinya cedera yang lebih
lanjut
3.

Telah difleksikan dan dirotasikan ke medial dan lateral secara berulang-

ulang sehingga dapat mengenali sulkus di antara kedua tuberositas. 4.

Telah

dilakukan pencegahan komplikasi pada ekstremitas yang sakit, dengan memberikan


latihan tiap hari

Intervensi diagnosa
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera/robekan yang terjadi pada
insersi rotator cuff ke tulang. Tujuan : Pasien memperlihatkan peningkatan kekuatan
dan fungsi dalam melakukan aktivitas fisik, dengan kriteria :
a.

Peningkatan kekuatan otot

b.

Bergerak dengan aktif tanpa nyeri

c.

Tidak adanya keterbatasan gerakan. I

Intervensi :
1. Kaji tingkat atau kemampuan untuk beraktifitas Rasional : Sebagai data
dasar untuk intervensi selanjutnya
2. Berikan lingkungan yang aman. Rasional : Menghindari cedera akibat
kecelakaan atau jatuh.
3. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif secara bertahap. Rasional :
Mempertahankan/meningkatkan fungsi sendi.
4. Dorong pasien untuk sering mengubah posisi, bantu pasien untuk bergerak
di tempat tidur. Rasional : Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan
sirkulasi.
5. Konsul dengan ahli terapi fisik/fisioterapi.

Rasional : Memformulasikan program latihan. Implementasi 1.

Telah dilakukan

pengkajian tingkat atau kemampuan untuk beraktifitas 2.

Telah diberikan

lingkungan yang aman 3.


secara bertahap 4.

Telah diberikan bantuan dengan rentang gerak aktif/pasif

Telah dilakukan pengubahan posisi pada pasien, dan telah

diberikan bantuan pada pasien untuk bergerak di tempat tidur. 5.

Telah

dikonsultasikan dengan ahli terapi fisik/fisioterapi tentang kondisi klien.


Intervensi Diagnosa Keperawatan 3: Kurang perawatan diri berhubungan dengan

hilangnya kemampuan menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.


Tindakan Keperawatan Mandiri 1. Dorong pasien mengekspresikan perasaan dan
mendiskusikan cedera dan masalah yang berhubungan dengan cara aktif. Dengarkan
secara aktif 2. Motivasi penggunaan mekanisme penyelesaian masalah secara
adaptif. 3. Libatkan orang terdekat pasien dan berikan dukungan jika diperlukan. 4.
Modifikasi lingkungan rumah jika diperlukan. 5. Dorong klien berpartisipasi dalam
pengembangan program terapi. 6. Jelaskan berbagai program terapi. 7. Dorong
partisipasi aktivitas sehari-hari dalam batasan terapeutik. 8. Ajarkan penggunaan
modalitas terapi dan bantuan mobilisasi secara aman. Lakukan supervisi agar
pemakaiannya terjamin. 9.

Evaluasi kemampuan klien untuk melakukan perawatan

diri dirumah; merencanakan regimen terapi, mengenali risiko masalah, mengenali


situasi yang tidak aman, dan meneruskan supervisi kesehatan. Implementasi 1.
Telah dilakukan bantuan pada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan
mendiskusikan cedera serta masalah yang berhubungan dengan cara aktif antara
perawat dengan pasien. Dengarkan secara aktif 2. Telah dilakukan motivasi
penggunaan mekanisme penyelesaian masalah secara adaptif. 3. Telah meibatkan
orang terdekat pasien dan telah diberikan dukungan jika diperlukan. 4. Telah
dilakukan modifikasi lingkungan rumah jika diperlukan. 5. Telah dilakukan support
pada klien untuk berpartisipasi dalam pengembangan program terapi. 6. Telah
dilakukan penjelasan tentang berbagai program terapi. 7. Telah diberikan support
partisipasi aktivitas sehari-hari dalam batasan terapeutik. 8. Telah diajarkan
penggunaan modalitas terapi dan bantuan mobilisasi secara amandan Telah dilakukan
supervisi agar pemakaiannya terjamin. 9.

Telah dilakukan evaluasi kemampuan

klien untuk melakukan perawatan diri dirumah; merencanakan regimen terapi,


mengenali risiko masalah, mengenali situasi yang tidak aman, dan meneruskan
supervisi kesehatan. Evaluasi S: O: A: masalah teratasi sebagian P: lanjutkan
intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Christopher R. Sforzo, M.D. Tanpa tahun. Rotater Cuff Disease. [serial online].
www.orthocenterflorida.com. [8 Februari 2013]
Sufitni.

2004.

Cedera

Pada

Extremitas

Superior.

[serial

online].

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3537/1/anatomi-sufitni2.pdf.
[8 Februari 2013]

University Health Service-Physical Therapy. Tanpa tahun. Rotator Cuff Sprain


and

Strains.

[serial

online].

http://www.singhealth.com.sg/PatientCare/ ConditionsAndTreatments/Pages/
Shoulder-and-Elbow-Injuries-Rotator-CuffInjuries.aspx?gclid=CP2YopyNq7UCFYUa6wod2ysAfQ. [8 Februari 2013]

You might also like