Sastra Multikultural Jepang Dan "Shishosetsu-From Left To Right", Novel Mizumura Minae

You might also like

Download as pdf
Download as pdf
You are on page 1of 17
SASTRA MULTIKULTURAL JEPANG DAN “SHISHOSETSU — FROM LEFT TO RIGHT” NOVEL MIZUMURA MINAE Kazuko Budiman™ Ketua PPPM dan Staf Pengajar Bahasa Jepang STBA LIA Jakarta Abstrak “Shishosetsu - from left to right” (Novel Aku — from left to right) adalah novel Mizumura Minae yang ditulis pada tahun 1995 di Jepang. Karyanya disebut sastra “hibrida” yang mengandung unsur plural baik gaya bahasa maypun temanya. Mizumura pun disebut kyoukaiji bungakusha atau sastrawan perbatasan (border writer). Novel bercerita tentang tokoh (Minae), anak Jepang yang menghabiskan masa remaja di Amerika, rindu kepada Jepang dalam buku- buku sasira Jepang modern. Nemun, tema-tema yang muncul di dalam karyanya diwarnai unsur multikultural. Karyanya memperlihatkan tidak saja kehidupan Jepang dan Amerika, tetapi juga percampuran sosial budaya nomadik Eropa. Kata kunci : shishosetsu, novel, sastra multikultural Abstract Shishosetsu —from left to right is a novel written by Mizumura Minae, a Japanese woman writer in 1995. The work is often called “hybrid” literature which inctudes pluralism, both in stylistic and thematic factors. Mizumura herself is also called kyokaiji bungakusha or border writer. The main character | heroine (Minae) is a Japanese graduate school student who has been living in America since her childhood and always tonging for Japan. So she compensates her dream to Japan in reading Japanese modern novels. However, this novel has many ‘multicultural themes. It shows not only Japanese and American background but also European social culture which is influenced by nomadic literature, Key words : shishosetsu, novel, multicultural literature Shishosetsu — from left to right (El/|iBL/Novel Aku — from left to right) ditulis pada 1995 adalah novel Mizumura Minae. Karya ini dapat disebut sebagai sastra “hibrida” karena mengandung unsur plural, yakni percampuran unsur asing dan asli dalam gaya bahasa dan temanya (Aoyagi Etsuko, 2001:248). Mizumura disebut juga kyokai-ji bungakusha atau kalau diterjemahkan langsung “sastrawan anak perbatasan” oleh Aoyagi (Ibid: 237). * Makalah Seminar Dua H Universitas Indonesia, Depok, 4 “Gelar Sasira Dunia,” 19—20 Juli 2005, Fakultas Iimu Pengetabuan Budaya Sastre MulikulturalJepang dan ‘Shishosetsu~ from Left Right, Novel Mizamure Minae(Kucuko Budiman) 1 Istilah ini dipakai untuk menyebut orang yang lahir di Ivar negeri atau menghabiskan masa kanak-kanak atau remajanya di luar negeri. Istilah ini juga mengacu pada unsur multikultural. Sementara itu, menurut Levy Hideo kondisi multikultural dapat direalisasikan dengan kesadaran masing-masing orang yang meletakkan dirinya pada “daerah perbatasan” dan juga “mempunyai lebih dari dua unsur budaya di dalam dirinya” (Levy Hideo, 1996:334 dalam Aoyagi, 234). Aoyagi mengangkat dua nama yang mewakili sastrawan multikultural di Jepang, mereka adalah Mizumura Minae dan Levy Hideo. Mizumura menulis novelnya dengan bahasa Jepang sebagai “bahasa”, atau bahasa yang “bukan miliknya”. Sementaraitu, Levy Hideo adalah sastrawan berkebangsaan Amerika keturunan Yahudi, yang menulis novel dengan bahasa Jepang yang bukan bahasa ibunya. Mereka memperkaya sastra Jepang yang sebelumnya dianggap homogen. Definisi sastra Jepang umumnya berarti karya yang ditulis dalam bahasa Jepang oleh pengarang orang Jepang yang lahir di Jepang. Akibatnya sastra Jepang selalu terkurung dalam imaji ‘Jepang’, Komori Yoichi mengartikan alasan kemunculan ilusi semacam ini diakibatkan oleh keluasan wilayah penjajahan Jepang pada era sebelumnya, yang meliputi Korea, Taiwan, dan Mancuria (Komori Yoichi, 1998:283). Namun, sekitar tahun 1990 perubahan sosial di Jepang yang mendukung kegiatan sastra dimulai, Pada tahun sebelumnya Kaisar Showa (Hirohito) yang bertabta selama 64 tahun meninggal dunia dan digantikan Kaisar Heisei (Akihito), Juga di luar Jepang pun terjadi Krisis Tienanmen di Beijing, keruntuhan Tembok Berlin serta berakhimnya perang dingin antara Amerika dan Uni Soviet. Maka masa itu merupakan masa perubahan secara global yang mulai mempermasalahkan penguasaan dan penindasan zaman 2 LINGUA Vol. 4 No. 2, November 2005 1—17 kolonial secara politik, sosial, ataupun budaya, dan meminta penanggulangan dan hubungan yang baru. Inilah masa penyebaran kesadaran diri akan kondisi “post kolonial”. Di Jepang juga secara berturut-turut terjadi kejadian yang melontarkan rasa skeptis terhadap catur tunggal, yaitu Jepang — orang Jepang -- bahasa Jepang dan kebudayaan Jepang (ibid, 283-284). Masalah-masalah yang terjadi seperti masalah bahasa Jepang untuk tenaga kerja asing yang tiba-tiba bertambah jumlahnya pada masa ekonomi busa (bubble economy), masalah warganegara dan bahasa bagi pekerja keturunan Jepang yang datang dari negara-negara Amerika Latin, masalah anak yatim piatu atau anak yang ditinggalkan orang tua Jepang waktu kekacauan akhir perang dunia dua di daratan Cina, dan masalah Aikokw shijo atau anak yang ikut orang wa yang ditugaskan bekerja di luar negeri. Dalam bidang sastra pun mulai kelihatan perubahan pada masa itu, seperti munculnya beberapa pengarang orang asing (bukan penutur asli bahasa Jepang) yang menulis novel maupun esai dalam bahasa Jepang dan juga sebaliknya, yaitu orang Jepang menulis karyanya dalam bahasa asing. Mereka adalah Levy Hideo (1950), berkebangsaan Amerika, David Zoppeti (1962), berkebangsaan Swis, dan juga pengarang Jepang seperti Mizumura Minae (1951), Tawada Yoko (1960) Kyoko Mori (1950) dan sebagainya. Istilah ekkyo bungaku juga dipakai untuk menyebut border writing atau World Literature dalam sastra Jepang. Istilah World Literature pada awalnya diciptakan oleh Goethe, tetapi istilah itu dipakai di Jepang bersama word music sekitar 15 tahun yang lalu di kalangan gereja. Ada juga istilah Omuniphone Literature atau sastra yang tersebar secara tidak merata yang dipakai Partick Chamoiseau. Ekkyo Bungaku muncul ketika konsep sastra nasional sebagai sastra yang ditulis oleh warga negara Jepang (dengan kata lain, sastra yang diciptakan dan dikonsumsi dalam negeri) mulai ditinggalkan. Sastra Ekkyo ‘Sasi Multikutural Jepang dan “Shishoseisw — from Lefi to Right”, Novel Mizumare Minae (Kazuko Budinman) 3 Bungaku disebut oleh Tawada Yoko dengan istilah Exophon Literature atau sastra yang keluar dari bahasa ibu (Imafuku Ryuta, 2003: www.hum.nagoya- Tawada Yoko menerima Hadiah Akutagawa di Jepang atas karyanya Inumukoiri_ (FAY) pada tahun 1992, dan hadiah Adelbert von Chamisso dari Bavarian Art Academy di Jerman (Hadiah Akutagawa adalah hadiah sastra Jepang yang diberi kepada pengarang novel muri, Sementara itu, Adelbert von Chamisso Prize adalah hadiah yang diberi kepada pengarang bukan penutur asli bahasa Jerman yang menulis karya dengan bahasa Jerman). Dia menyatakan bahwa : [90 EARERRT SK Nig Fia& Mipivicb, DEL (2, FERRO CHBE BV em, LEASO CA Ware | Jika saya ditanya sastra apakah yang mewakili sastra 1990-an, saya kira akan menjawab itulah yang ditulis dalam bukan bahasa aslinya (Tawada dalam Aoyagi, 226). Tawada memberi istilah gaikoku-go bungaku atau “sastra “bahasa’ asing” untuk karya-karya yang ditulis oleh pengarang bukan penutur asli, berarti bukan gaikoku bungaku atau “sastra asing”. Dia menyatakan juga bahwa kegiatan untuk menciptakan sastra dengan bahasa yang tidak asli (yoso no gengo = yosoyososhii gengo atau foreign language, langue étrangére) justru membangunkan daya bahasanya. Dia juga menyebut bahasa asing sebagai yoso no gengo atau bahasa tempat lain sebagai bahasa yang bersikap keasing- asingan secara retorik. Tawada menjelaskan tentang sastra yang ditulis dalam bahasa asing seperti berikut. 4 LINGUA Vou. 4 No.2, Novesiber 2005 117 RR CH < MIS, EAVES SHMONTHEMICROT WOOL, HEM CH Y AFL) | ELTORGH>ObF, TMB CHSZLIICR ROM, ENILBMESHA CHOBE Theva) LV AVY (X, FRO TREO HCOSMDNSO THY, COMV EA DCWSBFIALOA HHH) CHS. WOMANI, MPEP SOBHT, CHRAMRENSO CBS. T CCAR AMES DIET RMR THEO CaS, (Mizumura dalam Sato Seibun, www.geocities.jp/hpcriticism/published/esperanto.htm!: him.3-4) Pertanyaan bahwa ‘apakah saya dapat menjadi diri sendiri’ adalah pertanyaan yang seharusnya ditanya oleh penulis bahasa Jepang dengan perasaan yang terdesak secara khusus. Alasannya menulis dalam bahasa Jepang berarti akan tidak dibaca oleh orang luar, yaitu menulis tanpa mempersyaratkan dibaca oleh orang luar secara lebih dasar, dengan kata lain tanpa mempersyaratkan diterjemahkan, Namun, bahasa dapat mewujudkan rupanya sebagai “konvensi (sistem) komunitas” kalau adanya asumsi mata luar. Pertanyaan seperti ‘apakah hanya saya dipaksa menulis walaupun kelihatannya saya menulis sendiri’ hanya dapat ditanya kalau ada kemungkinan untuk diterjemahkan, maka hanya teks yang menanyakan pertanyaan itu yang bersifat universal. Dengan kata lain, tidak menerjemahkan teks yang sudah ada, tetapi teks yang sudah diterjemahkan saja dapat diterjemahkan. Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa sikap Mizumura yang menulis karyanya dalam bahasa Jepang sebetulnya merupakan ungkapan Khas dari dirinya untuk menunjuk sikap keuniversalannya sehingga kontradiksi gaya penulisannya dapat dipahami juga. Dia juga ingin mengungkapkan diri sendiri dalam novel dengan bahasa Jepang yang sebetulnya tidak bisa disebut “asli? karena dia hidup di Amerika dari masa kanak-kanak dan dididik dalam bahasa Inggris. Novel Shishosetsu, from left to right, karya Mizumura Minae mengandung banyak unsur multikultural dari segi bahasa maupun sosial budaya. Novel ini ditulis pada tahun 1995 dan menampakkan ciri khas Sastra Multikultural epang dan "Shisosetsu ~ from Left to Right”, Novel Mizumurs Minse (Kazuke Budiman) 7 bilingual dalam bahasa Jepang dan Inggris, khususnya pada bagian percakapan di antara dua orang bersaudara perempuan Jepang yang tinggal di New York. Mereka adalah Minae dan kakaknya yang bernama Sanae. Bagian prolog novel ini dimulai seperti berikut dengan bahasa Inggris tanpa terjemahan. “Friday, December 13, 19XX “Twenty years since our ------- “Our exile” ? No. That sounds too ordinary. How about “the Exile”? No .... “The Exodus”? Oh yes, “the Exodus”! Yes, let the word be “Exodus.” “Twenty years since the Exodus.” And what if I start with “Alas!” ? “Alas! Twenty years since the Exodus.” And another exclamation mark at the end. “Alas! Twenty years since the Exodus!” How about three exclamation marks to really mark that pang I felt. “Alas! Twenty years since the Exodus !!!” No. That looks too vulgar. Take out the last two. Delete and delete and, wait, do I hear a siren? Yes, I hear a siren ---- PIXOD, BAD , Thear a siren in the distance ---- TEX DOA VY ORMADKEM XK RX OB BW THES ChB. SOKOMME MOHO ED 510 ROTH ChS—— somehow I resembling and yet so very remote from the siren I used to know as a child. SV OHRID I~ I~ EVD BBO BOL DRVA LY ORT, PORE EE DUIKRETE CC, SbI-ROPRERROMEMBODRY ° PUA S ME os LW CH. Somebody's been killed .... Shot, maybe --- REMIEOWLHE 5, MAMIE Dd, BARES 95 ds ---- No. It’s the snow. &. C5. FRAVOCRVAE CHK, ( ) ARAIRG 2, AMOBRICES 0 ot, APMAIRGC, AMOBRICES 3: And this was the only poem he could recite by heart (him. 5-8, Mizumura). 8 {INGUA Vor. No.2, November 2008 117 Gaya bahasa seperti ini sangat jarang dalam sastra Jepang sebelumnya seperti dalam satu karya digunakan dua bahasa secara langsung tanpa terjemahan. Di samping itu, penyelipan puisi ke dalam novelnya KPB2HE OU, ARGO RE MICHS Ot, KAMBSRSU, AMO BRIO HS) Vir (Taro tertidur, Salju turun di atap rumah Taro, Taro tertidur, Salju turun di atap rumah Taro) teringat pada saya akan Yuki atau Salju dalam kumpulan puisi Sokuryosen dari Miyoshi Tatsuji. Dalam karya Mizumura sifat keunikan bahasa Jepang menonjol dalam bacaan Kanji yang klasik dan penyelipan kalimat sastra yang klasik yang dikenalnya dari pembacaan novel-novel agung sastra modern Jepang. Hal semacam itu merupakan cara ungkapan identitas diri Mizumura dengan cara merefleksikan identitas Jepang dengan bahasa Jepang yang diperolehnya dalam sastra Jepang pada masa remaja. Sementara itu, ada juga adegan yang mempermasalahkan unsur lintas perbatasan dalam novelnya. Bagian itu adalah seperti berikut: Eo Thi ORE LSA, So? ML BLED LO, MRICURRSRRADRENTWH SO, MCLARMMLARBRAEDD, LRBEAT. ---- What about Conrad, Nabokov? Naipaul, Rushidic £ FILHO PCY Abe THOR o Conrad (2 PIA FOP Cd O. ERAS Y 72285 ER CHW TW SPEROIEE A LIL, DAV SRBS BRA CH DEAE, ELTKOREO IS oI LILA ATED) HEA TEED. HhdS—TRo THB, MUL IICROBEO TE, Kd, ELAN, bRLOTWOE BARBOBILD YO BEA TWicbkia, (him.113) Sasa MolthturalJepang dan “Shishasuse from Left wo Right”, Novel Micumura Minue (Kako Budtasn) 9 terjemahannya dalam bahasa Indonesia sebagai berikut: “Tetapi, itu bahasa Inggris untuk tesis”. “So?” Aku berkata, “Tesis memang berbeda dari novel, kan? Bahasa yang diperlukan untuk penulisan tesis terbatas, pokoknya bahasa ibuku bahasa Jepang”. Setelah aku mengangkat nama-nama_novelis di dalam kepala seperti Naipaul dan Rushdie, aku berkata , ---- “What about Conrad, Nabokov?” Memang Conrad adalah suatu perkecualian besar, tetapi kebanyakan novelis penutur tak asli Inggeris yang menulis dalam bahasa Inggeris, dibesarkan dengan membaca bahasa Inggeris dari masa kecil, dan aku mengeluh. ---- Aku dulu baca buku bahasa Jepang melulu. Kakakku juga mengeluh sama seperti aku setelah berdiam sebentar. -+-- U...m, memang, dulu kamu selalu baca novel Jepang, betul. “Aku” dalam kutipan di atas adalah wanita Jepang yang tinggal di Amerika dan mahasiswa pascasarjana di jurusan sastra Perancis di Universitas Yale. Dalam novel ini juga muncul maha guru yang sudah menjelang ajal yang penampilannya bermode! Paul de Mann. Minae, tokoh utama (Aku) pada waktu kelas 1 SMP pindah dari Tokyo ke Long Island, daerah perumahan yang mewah di bagian Timur Amerika bersama keluarga dan dia menghabiskan masa remajanya yang berkelebihan di sana, Akan tetapi Minae tidak bisa menyesuaikan diri dengan masyarakat Amerika maupun dengan bahasa Inggris. Dia hanya dapat terhibur dengan membaca dan terus membaca sastra Jepang modern. Pada bagian terakhir novelnya (Shishosetsu — from left to right), “aku” memutuskan untuk pulang ke Jepang dan menulis novel dalam bahasa Jepang di sana. Mizumura pun setelah pulang ke Jepang menulis novel pertama yang berjudul Zoku-Meian (1991), 10 LINGUA Vol. 4 No. 2, November 2005 1-17 yaitu cerita lanjutan dari novel Meian (1916) karya Natsume Sooseki pada zaman Meiji. Istilah shishosetsu dari judulnya dapat diterjamahkan sebagai novel “Pesona Perlama”, tetapi dalam sejarah sastra Jepang modern shishosetsu dianggap berasal dari novel pengakuan autobiografis dalam aliran Naturalisme dan novel pengakuan diri yang optimis pada aliran Shirakaba, terutama pada karya Futon (1907) oleh Tayama Katai dan Omedetaki Hito (1911) oleh Mushonokoji Saneatsu. Namun, istilah shishosetsu sendiri baru muncul pada sekitar tahun 1920 dan dipermasalahkan di media jurnalisme pada tahun 1924 dalam majalah Shishosetsu (Suzuki Tomi, 2000:66-67). Nakamura Furao menguraikan tentang —shishosetsu dalam ~—majalah_— itu dengan mempertentangkannya dengan istilah “honkaku shosetsu” yaitu Novel dia-an dan novel tentang kehidupan yang dituturkan secara objektif. Dalam novel- novel jenis ini tidak ditulis tentang perasaan atau ide pengarang secara langsung, tetapi dari cerita tentang seseorang atau kehidupannya. Sementara itu, Nakamura memakai istilah shinkyo shousetsu sebagai sinonim dari shishosetsu dan menguraikannya sebagai berkontras dengan honkaku shosetsu. Dia menjelaskan seperti berikut : ABENBLL VY I DIL, RB DROS < ERM O WHC ON CHS, EAB EMO LICHT < SBS bd. FOL CHARMER EL OLB OCTHS — EW DEO SPAMBOTS II LMI CMOR PIR DMCHS. BPNTHELL LOG, HBBVRKME WHLEDHI, EL LCEROARMEDN TESS DR THS. Terjemahan dalam bahasa Indonesia : Sosa MltkuturalJepng dan “Shishosesu— from Left to Right", Novel Mizumara Minae (Kazako Budiman) u Shinkyo Shosetsu adalah novel yang bertentangan sepenuhnya dengan Honkaku Shosetsu. Dalam novel itu pengarang sendiri langsung muncul berbicara bukan narator yang menceritakan isi a. Yang lebih ditekankan adalah siapa yang menulis, Menurut Nakamura dalam novel Eropa tidak ada yang serupa dengan genre shinkyo shosetsu atau shishosetsu. Nakamura juga mengangkat nama-nama pengarang sebagai pengarang shinkyo shosetsu, yaitu, Sato Haruo (1872-1964), Kasai Zenzo (1887-1928), Nagai Kafu (1879-1959), Masamune Hakucho (1879-1962), Muro Saisei (1889-1962), Kozu Kazuo (1891-1968), dan Shiga Naoya (1883-1971) (Nakamura dalam Suzuki, 68). Di samping itu, Kume Masao mendefinisikan shishosetsu sebagai genre yang berbeda dari Ich Roman. Menurut Kume shishosetu bukan terjemahan dari Ich Roman yang hanya merupakan novel yang ditulis dengan gaya penceritaan aku-an, tetapi, novel itu boleh dikatakan novel “otobiografi” yang lain, Dengan kata lain, novel shishosetsu sepenuhnya menghadirkan pengarang secara langsung (Kume dalam Suzuki, 69). Novel Shishosetsu-from left to right pun dapat digolongkan menjadi novel shishosetsu dilihat dari istilahnya maupun dari gayanya karena naratornya juga “aku” atau orang pertama dan langsung diketahui pula siapa pengarangnya karena nama tokohnya sama dengan nama pengarangnya. Pada novel masa kini jarang ada gaya novel shishosetsu yang pernah popular pada sastra modern di Jepang, tetapi Mizumura Minae sangat berpegang pada genre sastra modern Jepang dalam karyanya. Ada contoh lain yang menampakkan gaya shishosetsu di dalam novel sastra. Berbeda dengan daerah California, yang ditinggali banyak orang keturunan Jepang dengan status sosial yang lumayan, di bagian Timur Amerika orang Jepang sampai sekarang masih susah membaur tanpa rasa terasing ke 12 LINGUA Vel 4 No, 2, November 2005 117 dalam masyarakat yang sangat kuat berorientasi Eropa. Ada suatu adegan dalam novel ini yang menunjuk unsur diaspora yang terjadi di dalam sejarah dunia. “Aku” belajar ballet pada guru orang Rusia pelarian. Guru itu bercakap- cakap dalam bahasa Perancis dengan wanita Cina pelarian di studionya. Suasana itu digambarkan seperti berikut : Riz b—-ROPEA CWI Y YA DBM 2 eM 5, bOR YT AOKEBASVAOUE MAE DEMS LIE Wo MEL VRS oY RS HRoTWSOIU, MO PII EREGADMSORSORRA, Mo TLAC KL Hew UCHR CHok CH4IIC, CARLO ATHESOLIRN BEBE ER COSOM, FHC RROBIC BATE “( FEGBIILHLY SOIR-THOKY, RVRBE MAIBSLEPHAOMMES THY, TOMI, Ce DONIC BWA-A— EBALEDKY ORBBVIEDE TO TE. MROA EN SUBIC EHD 5 bBo CREEL v5, 52 Chinese restaurant 2)» Chinese laundry DBE A Evo Te BARChot, LLAMA SBFILISRE 0 OV BAA JUYT ADORE, COBBLIA THT & SIH OL CARRERE, DPOF FY ARICOYU PASO CHOKE o FPEWEBE SIRS RU ROMEOVE AWA LIZL (LRA OMICHBPANILEDIZo fk, SOM BCA ERY RLS th 7 YT KIBO LE MIS RO eile ES EO SKHMLOBHLEY bHELIT, RVHACERWE EBUC DO CRERIT ICM 2 COS ADE DMV RIC os SV FEI BABO CHK EDIATFIVABE BVO RAIC E 2 Ch CHIT DRWMDIFYABORMCH OK, CHIMBRIC, TILA ADH Bd SNSEBIBL bBo TP COF FY ARBOUR EM REC SNEED Cbd OK, ‘Sasira Multiuttural Jepang daa “Shishowersu ~ from Left to Right”, Novel Mizumura Minwe (Kazuko Budioan) 13 Lard, SDESLAOBLURRAOM CRbShieb DVEVEE—HOVEVEMIELBOMC BAS Xa EDERTKI FY ABE AIEO BIC bMS RV. (him.161- 162, Mizumura) Kota kami ditinggali banyak orang Yahudi, maka guru itu pun kemungkinan orang Yahudi pelarian dari Rusia, Dia sudah tua dan kepalanya botak sama sekali, tetapi masih memperlihatkan gerakan otot yang tepat di bawah bajunya. Pasti dia pernah menari di panggung yang disinari lampu sorot yang putih menyilaukan. Walaupun masih anak-anak, saya merasa sedih melihatnya karena dia harus mencari nafkah dengan mengajar kami di sini. ( ) Di studionya ada seorang anak perempuan Cina yang badannya lebih pendek satu kepala dari aku dan dia berambut hitam panjang yang dikepang. Dia selalu ditemani ibunya yang sedikit gemuk dan memakai mantel hitam yang lusuh. Katanya dia melarikan diri dari Shanghai sebelum kelahiran anaknya. Sepintas lalu tampaknya dia isteri pemilik Chinese restaurant atau Chinese laundry. Namun, guru itu, yang berbicara Inggris dengan logat yang masih terlalu kental ketika berbicara kepada kami, menunjukkan wajah gembira yang jarang terlihat dan beralih dari bahasa Inggeris ke bahasa Perancis dengan suara berbisik. Suara tawa erotik lelaki tua dan wanita yang tak muda lagi yang bernada rahasia sering terdengar sampai ke pelosok studio. Suara tawa yang rendah dan erotik itu sepertinya mempunyai kesadaran dan solidaritas yang dimiliki di antara orang-orang yang mempertahankan hidup dalam badai pelarian di seluruh daratan Eurasia pada abad ini, maka kami yang tidak bisa memiliki tawa itu bersama mereka merasa sangat hambar ketika berdiri menghadapi cermin studio sambil bermalas-malasan. Bahasa Perancis mereka sangat khas dan baru pertama kali ini tertangkap oleh saya, yang baru mulai belajar berbahasa Perancis waktu itu. Namun, bahasa Perancis itu tidak sama seperti bahasa Perancis yang dipakai di antara orang Perancis, tetapi memperlihatkan sekilas kejayaan bahasa Perancis yang global. ‘Saya belum pernah tahu bahasa Perancis seperti yang dicakapkan dengan suara bisik-bisik di antara dua orang asing yang miskin pada waktu itu dan mungkin tak akan mendengarnya lagi. Ini membangkitkan rasa rindu saya pada bahasa Perancis yang kaya (hlm. 161-162, Mizumura). LINGUA Vol. 4 No, 2, November 2005 1—17 “Aku” sebelumnya kurang berbakat berbahasa Inggris semasa kecilaya dan hanya bisa merindukan Jepang melalui pembacaan novel modern Jepang. Akan tetapi, dia akhirnya memilih bahasa Perancis sebagai jurusannya di universitas. Dari kutipan di atas kita dapat menduga bahwa motivasi pemilihan jurusannya didorong oleh percakapan bahasa Perancis yang dipercakapkan di antara dua orang asing di studio ballet di kotanya. Walaupun nasib keluarga Minae sangat berbeda dari guru ballet maupun wanita Cina lari dari negara asalnya, dia pun merasakan simpati pada mereka sebagai orang asing di negara Amerika, Kemungkinan dia mulai membuka mata sebagai orang global di sana. Dari tahun 1960-an sampai 1990-an Minae hidup di Amerika. Dia rindu pada Jepang, tetapi zaman itu belum sebebas dan semudah seperti sekarang untuk pulang pergi melewati samudra Pasifik sehingga Minae mencari Jepang melalui dunia sastra Jepang modern dari koleksi buku ayahnya. Amerika yang dirindu oleh pemuda-pemudi Jepang pada masa itu malah Kurang disukai Minae yang menghabiskan masa mudanya di sana. Namun, karena hidup di Amerika, mau tidak mau bahasa Inggris mendarahdaging pada Minae dan Sanae, kakak perempuan Minae. Seperti dikatakan oleh Okuizumi Hikaru di seminar di UI pada bulan Maret 2005, memang novel Jepang modern sejak Restorasi Meiji berperan besar dalam menciptakan bahasa Jepang yang baru dan juga menyimbulkan Kesatuan di antara rakyat Jepang. Selain itu , pada masa Taisho dan sebelum Perang Dunia Dua sastra dihargai karena dipercaya rakyat mempunyai daya mengubah kepekaan manusia. Kadang kala sastra dipergunakan juga oleh politik dan agama untuk propaganda. Mizumura Minae adalah pengarang Jepang yang sangat menarik pada masa kontemporer yang mempunyai unsur multikultural dalam karyanya ‘astra Multketural Jepang dan “Shishosetsu— from Le Ril, Novel Mizunsura Minae (Kazuko Budioan) 15 maupun identitasnya sendiri. Orang Jepang tidak lagi homogen seperti dianggap sebelumnya. Mereka menyeberang samudra Pasifik maupun daratan Eurasia dan sebagainya ke seluruh dunia dan aktif bekerja dan menulis di mana-mana. Novel Shishosetsu — from left to right pun salah satu contoh yang menunjuk unsur multikultural dalam sastra Jepang. DAFTAR PUSTAKA Aoyagi, Etsuko dan Tsuchida Tomonori. 2000. Bungaku Riron no Practice, Shinyosha. Imafuku, Ryuta. 2003. www.hum.nagoya-cu.ac.jp/~tsuchiya/2003.doc.him. Kafuka, Mainar Bungaku no tame ni, Gills Delueze, Kafka pour une literature mineure, terjemahan oleh Unami Akira dan Iwata Koichi, Hosei Daigaku Shuppankai, 1978 Kawamura, Minato. 1995. Sengobungaku wo Tou, Sono Taiken to Rinen, Iwanami Shoten. Komori, Yoichi. 1998. ‘Yuragi’ no Nihon Bungaku, Nihon Hoso Shuppankyokai. Tokyo. -. 2004. Iwanami Koza, Bungaku Bekkan, \wanami Literary Studies. Iwanami Shoten. Levy Hideo. Ajia no Toshi to Ajia-jin. www.makuhari.or.jp/urbanist/1995/95_03.html. Mizumura, Minae. 1995. Shishoseisu - from left to right, Shinchosha. e -. 1994. ‘Karatani Kojin to Paul de Mann’ ni Oite dalam Kokubungaku Kaishaku to Kyozai no Kenkyu, Gakutosha. Tokyo. 16 LINGUA Vol. 4 No. 2, November 2005 117 Nakano, Keiko. The Nomadic Writers in Japan and America: Language, Identiy, and Home. http://ijh.cgpublisher.com/product/pub.25/prod.12/ index_html Sato, Seibun. Kotoba no Sozo — Miyazawa Kenji to Esperanto. www.geocities.jp/ hpcriticism/published/esperanto.html. Suzuki, Tomi. 2000. Katarareta Jiko — Nihon Kindai no Shishosetsu Genron. Iwanami Shoten. Tawada Yoko. 1999. Katakoto no Uwagoto. Seidosha. Tsuchida, Tomonori & Aoyagi Etsuko. 2001. Bungaku Riron no Practice, Shinyosha. Yokoyama, Koichi dkk 2002. Bigoken Bungaku — Kokka, Bunka, Kioku wo ‘meguru Forum. Jinbun Shoin. ‘astra Mutual Jepang dan "Shishosesu — from Left to Right", Novel Mizumura Mina (Kazuko Bodiman) W

You might also like