Professional Documents
Culture Documents
Makalah "Sakit Kepala" - OGSO
Makalah "Sakit Kepala" - OGSO
SAKIT KEPALA
Disusun Oleh:
Kelompok 2 - OGSO C
Adam Arditya Fajriawan
1306377096
1206260326
Carissa Ignacia
1306413473
1306480502
Eka Febriani
1306397186
1306480130
Helmy Mubarak
1306480793
Gerardo Laudus
1306411934
Hana Permatasari
1306376976
Icang Khairani
1306377436
Indah Pratiwi
1306397040
Intan Fikri
1306396971
Karla Carolina
1306377575
Letare Merry
1306480351
Rezwendy
1306480566
Riza Shabrina
1306377215
Safina Nadiyah M
1306405414
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2015
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 3
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 4
2.1 Definisi dan Klasifikasi Sakit Kepala .............................................................. 4
2.1.1 Definisi Sakit Kepala ........................................................................ 4
2.1.2 Klasifikasi Sakit Kepala .................................................................... 4
2.2 Patofisiologi Sakit Kepala ................................................................................ 15
2.2.1 Migrain .............................................................................................. 15
2.2.2 Trigeminal Autonomic Cephalalgias ................................................. 17
2.2.3 Cluster Headache ............................................................................... 18
2.2.4 SUNCT .............................................................................................. 20
2.3 Terapi Non-Farmakologi dan Golongan Obat Sakit Kepala............................... 20
2.3.1 Analgesik ........................................................................................... 20
2.3.2 AINS ................................................................................................. 23
2.3.3 Ergotamin .......................................................................................... 26
2.3.4 Triptan ............................................................................................... 28
2.3.5 Opioid ................................................................................................ 34
2.3.6 Beta Blocker ....................................................................................... 38
2.3.7 Antidepresan ...................................................................................... 40
2.3.8 Antikonvulsan .................................................................................... 45
2.3.9 Metisergid .......................................................................................... 50
2.4 Algoritme Terapi Sakit Kepala ........................................................................
52
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Salah
satu
penyakit
yang
sering
diabaikan
oleh
masyarakat
atau
terkesan diremehkan adalah sakit kepala. Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak
nyaman antara orbita dengan kepala yang berasal dari struktur sensitif terhadap rasa
sakit. Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala
yang berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit.
Sakit kepala merupakan masalah kesehatan yang paling sering terjadi.
Beberapa orang sering mengalami sakit kepala, sedangkan yang lainnya hampir tidak
pernah merasakan sakit kepala.
Sakit kepala menahun dan sakit kepala kambuhan bisa terasa sangat nyeri dan
mengganggu, tetapi jarang mencerminkan keadaan kesehatan yang serius. Suatu
perubahan dalam pola atau sumber sakit kepala (misalnya dari jarang menjadi sering,
sebelumnya ringan sekarang menjadi berat) bisa merupakan pertanda yang serius dan
memerlukan tindakan medis segera.
Salah satu jenis sakit kepala yang juga banyak dikeluhkan adalah sakit kepala
sebelah atau migrain. Serangan sakit kepala migrain terasa lebih menyiksa dan
terkadang datang tiba-tiba. Penderita migrain akan merasakan nyeri dan berdenyut
seperti dipukuli atau ditarik-tarik dan biasanya disertai dengan gangguan saluran
cerna seperti mual dan muntah. Penderitanya pun cenderung menjadi lebih sensitif
terhadap cahaya, suara dan bau-bauan. Hal itu tentu amat mengganggu dan bisa
menghambat segala aktifitas si penderita.
Pemberian obat kepada pasien yang mengalami sakit kepala harus dilakukan
secara bertahap dan dengan algoritme terapi yang sesuai. Terapi pengobatan sakit
kepala perlu dibedakan berdasarkan jenis dan tingkat keparahan sakit kepala sehingga
tidak terjadi kesalahan dalam pemberian obat dan sakit kepala dapat terobati dengan
baik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI SAKIT KEPALA
2.1.1 Definisi Sakit Kepala
Menurut International Headache Society, sakit kepala adalah rasa sakit yang
terletak di bagian atas garis orbitomeatal. Menurut WHO, sakit kepala adalah rasa
sakit dan gangguan di kepala yang dikategorikan menjadi sakit kepala primer seperti
migrain, tension type headache, dan cluster headache. Menurut Mayo Clinic, sakit
kepala dalah rasa sakit di berbagai macam bagian dari kepala, dapat terjadi di satu
atau kedua bagian kepala, dapat terisolasi di suatu tempat di kepala, ataupun
melintang di kepala.
Pada intinya, sakit kepala adalah Rasa sakit atau ketidaknyamanan pada
kepala, kulit kepala, atau leher, baik disebabkan oleh gangguan struktural, infeksi,
penyakit lain ataupun penyebab lainnya.
2.1.2
Migrain
Migrain merupakan jenis sakit kepala
primer yang umum terjadi di masyarakat.
Studi epidemiologis telah mendapatkan
4
fakta bahwa migrain memiliki prevalensi yang tinggi dan memberikan dampak
personal serta sosial-ekonomi. Dalam Global Burden of Disease Survey 2010,
migrain berada diperingk at ketiga sebagai gangguan berprevalensi tinggi dan
tujuh besar penyebab disabilitas spesifik di seluruh dunia.
Berdasarkan International Classification of Headache
III,
Migrain
(tidak
diobati
atau
ketidaksuksesan pengobatan)
C. Sakit kepala dengan setidaknya dua dari 4 karakteristik berikut ini:
1. Lokasi unilateral
2. Kualitas denyutan
3. Rasa sakit dengan intensitas sedang hingga berat
4. Keparahan yang timbul akibat aktivitas fisik rutin (contoh: berjalan
kaki atau menaiki tangga)
D. Selama sakit kepala, setidaknya satu dari gejala berikut terjadi:
1. Nausea dan atau muntah
2. Photophobia dan phonophobia
b. Migrain dengan aura
A. Setidaknya 2 gejala memenuhi kriteria B dan C
B. Memenuhi satu atau lebih gejala aura reversibel berikut:
1. Visual
2. Sensorik
3. Bicara dan atau Bahasa
4. Motorik
5. Batang otak
6. Retinal
C. Setidaknya memenuhi dua dari empat karakteristik berikut:
1. Setidaknya satu gejala aura muncul selama lebih dari 5 menit, dan dua
atau lebih gejala muncul setelahnya.
5
of
Headache
III,
TACs
2.3.2
attacks
Probable hemicrania continua
Berikut merupakan diagnosistik dari beberapa sakit kepala yang tergolong TACs:
a.
Cluster headache
A. Setidaknya memenuhi 5 dari kriteria B-D
B. Rasa sakit pada bagian unilateral orbital, supraorbital yang parah atau
sangat parah, berlangsung selama 15-180 menit (ketika tidak diobati)
C. Salah satu atau kedua gejala berikut:
1. Setidaknya 1 dari gejala atau tanda, ipsilateral pada sakit kepala:
a) Concunctival injection atau lakrimasi
b) Hidung mampat dan atau rhiorrhoea
c) Eyelid oedema
d) Berkeringat pada bagian dahi dan muka
e) Sensasi berupa rasa sesak pada telinga
f) Miosis dan atau ptosis
2. Rasa gelisah atau agitasi
D. Setidaknya 2 periode cluster berlangsung dari 7 hari hingga 1 tahun (jika
tak diobati) dan dipisahkan oleh bebas rasa sakit selama kira-kira 1 bulan.
7
b.
Paroxysmal hemicrania
A. Setidaknya 20 serangan memenuhi kriteria B-E
B. Rasa sakit pada bagian unilateral orbital, supraorbital dan temporal
dengan intesitas parah, berlangsung selama 2-30 menit
C. Setidaknya 1 dari tanda atau gejala berikut, ipsilateral pada rasa sakit:
1. Concunctival injection dan atau lakrimasi
2. Hidung mampat dan atau rhiorrhoea
3. Eyelid oedema
4. Berkeringat pada bagian dahi dan muka
5. Sensasi berupa rasa sesak pada telinga
6. Miosis dan atau ptosis
D. Serangan memiliki frekuensi diatas 5 kali per hari
E. Serangan dapat dicegah dengan terapi pemberian indomethacin.
c.
d.
Hemicrania continua
A. Sekit kepala unilateral yang memenuhi kriteria B-D
B. Hadir selama lebih dari 3 bulan, dengan eksaserbasi sedang hingga berat
C. Memenuhi salah satu atau kedua ciri berikut:
1. Setidaknya 1 dari tanda atau gejala berikut, ipsilateral pada rasa sakit:
a) Concunctival injection dan atau lakrimasi
b) Hidung mampat dan atau rhiorrhoea
c) Eyelid oedema
d) Berkeringat pada bagian dahi dan muka
e) Sensasi berupa rasa sesak pada telinga
f) Miosis dan atau ptosis
2. Rasa gelisah atau agitasi dan diperparah dengan adanya gerakan
D. Memberikan respon terapi dengan pemberian indomethacin
e.
Probable TACs
Sakit kepala yang mungkin termasuk kedalam klasifikasi TACs, namun
tidak memiliki kriteria yang cukup untuk masuk kedalam 4 jenis TACs,
maupun kriteria jenis sakit kepala yang lain.
8
hari/ tahun)
nyeri kepala berakhir dalam 30 menit 7 hari bilateral, menekan mengikat,
9
tidak berdenyut, mild atau moderate, tidak ada mual/ muntah, mungkin ada
fonofobia/ fotofobia,
sama sekali tidak ada hubungannya dengan penyakit nyeri kepala lain.
waktu
paling tidak selama 3 bulan (atau 12 -180 hari pertahunnya),
nyeri kepala berakhir dalam 30 menit 7 hari, bilateral, menekan,
tersebut memenui kriteria bahwa disebabkan oleh gangguan atau penyakit lain,
maka sakit kepala tersebut dikategorikan sebagai sakit kepala sekunder, yag
disebabkan oleh gangguan lain. Pengkategorian ini tetap benar meskipun sakit
kepala tersebut memiliki karakteristik sakit kepala primer (migran, tension-type
headache, cluster ataupun trigeminal autonomic cephalgias).
Ketika sakit kepala primer yang sebelumnya menjadi kronis karena
disebabkan oleh gangguan lain, maka kedua diagnosis harus diberikan, begitu
pula apabila sakit kepala tersebut menjadi lebih buruk. Dalam artian meningkat
dua kali lipat atau meningkat frekuensinya, maka kedua diagnosis harus diberikan.
6. Painful Cranial Neuropathies dan Sakit Wajah Lain
Sakit kepala di mediatori oleh serabut saraf aferen di saraf trigeminal, nervus
intermedius, glossopharyngeal nerve dan vagus nerve, dan upper cervical roots
via occipital nerves. Rangsangan dari syaraf ini berups tekanan, distorsi, rasa
dingin, atau bentuk iritasi yang lain yang akan menyebabkan rasa sakit dan tidak
nyaman.
Pada intinya, kategori sakit kepala ketiga dari International Classification of
Headache ini adalah golongan sakit kepala dan sakit di wajah yang disebabkan
oleh peradangan saraf di leher, kepala, atau wajah yang menyebabkan rasa sakit.
Beberapa anggota dari golongan painful cranial neuropathies and other facial
pains antara lain :
- Trigeminal neuralgia
- Nervus intermedius neuralgia
- Occipital neuralgia
- Optic neuritis
- Headache attributed to ischaemic ocular motor nerve palsy
- Tolosa-Hunt syndrome
- Paratrigeminal oculosympathetic (Raeders ) syndrome
- Recurrent painful ophthalmoplegic neuropathy
- Burning mouth syndrome (BMS)
2.2 PATOFISIOLOGI SAKIT KEPALA
2.2.1
Migrain
Migrain sebagai penyakit
Migrain adalah gangguan otak episodik dengan serangan yang menonaktifkan
sakit kepala/ adanya interval bebas gejala(hilang timbul) disertai dengan gejala mual,
muntah, dan hipersensitivitas terhadap cahaya, suara, dan bau. Faktor pemicu dari
migraine meliputi puasa, alkohol, kontrasepsi oral, menstruasi (faktor hormonal),
stress, gangguan tidur, cahaya terang, bau, asap, makanan tertentu seperti coklat, keju
12
tua, aspartame, sitrus, dll. Klinisnya, migrain dibagi menjadi dua subtipe utama yang
didasarkan pada tidak adanya (migrain tanpa aura, MO) atau kehadiran (migrain
dengan aura, MA) dari aura. Gejala aura biasanya memiliki durasi antara 5 dan 60
menit dan hampir selalu menyertakan gejala visual tetapi juga dapat mencakup gejala
sensorik dan afasia.
Diagnosis migren dibuat sesuai dengan kriteria International Classification of
Headache Disorders (ICHD-II) dari the International Headache Society (IHS). Secara
keseluruhan, migrain memiliki prevalensi di seluruh dunia dengan variable sedikit,
tapi tidak signifikan, perbedaan menurut ras. Ada puncaknya pada prevalensi migrain
yaitu antara usia 20 dan 50 tahun. Wanita terkena tiga kali lebih sering dibandingkan
pria. Migrain memiliki efek mendalam pada kesejahteraan dan fungsi umum, tidak
hanya selama serangan, tetapi juga dalam hal kinerja kerja, keluarga dan hubungan
sosial, dan prestasi sekolah. Beban migrain pada banyak pasien bahkan lebih besar
karena mereka juga menderita gangguan komorbid seperti epilepsi, stroke, dan
depresi.
Patofisiologi Migrain
Mekanisme neurobiologis yang mendasari migrain telah terurai hanya untuk
batas tertentu. Hal ini umumnya diterima bahwa aura migrain disebabkan oleh
Cortical Spreading Depression (CSD), gelombang neuronal dan glial depolarisasi
yang bergerak perlahan-lahan dari korteks. Meskipun CSD dapat dengan mudah
diselidiki pada hewan percobaan, bukti bahwa hal itu terjadi pada manusia masih
langka. Menggunakan functional Magnetic Resonance Imaging (fMRI), Hadjikhani
dan rekan mampu mendeteksi kenaikan kenaikan lokl dalam darah-oksigen-tingkat
tergantung sinyal (BOLD) yang menyebar melalui korteks visual pasien dengan MA
pada tingkat (3,5 mm / min) mirip dengan apa yang dilihat di eksperimen induksi
CSD pada hewan.
Sakit kepala itu sendiri disebabkan oleh aktivasi dari sistem trigeminovaskular
yang terdiri dari neuron innervating pembuluh otak pada sel tubuh yang terletak di
ganglion trigeminal. Ganglion mengandung sel bipolar dengan serat perifer membuat
koneksi sinaptik terutama pada tengkorak besar memproduksi nyeri dan dura mater
dan pusat memproyeksikan serat sinaps pada neuron di batang otak dan tinggi kabel
serviks. Persarafan trigeminus terutama adalah pada otak depan tetapi meluas ke
posterior daerah arteri basilar rostral.
13
14
serangan dan respon terhadap medikasi yang dapat dilihat pada table di bawah ini.
Patofisiologi TACs dikenali dengan tiga aspek klinik: distribusi nyeri trigeminal
unilateral; gejala terkait lateralisasi, termasuk aspek otonom kranial; dan pola
serangan yang terjadi secara episodik (Ashina & Geppetti, 2015).
15
tinggi (lebih dari 5 serangan dalam 1 hari). Dari segi pengobatan, PH sangat
responsif terhadap indometasin (Leone et al, 2007).
c. Short-lasting unilateral neuralgiform headache attacks with conjunctival
injection and tearing (SUNCT)
2.2.3
Cluster Headache
Cluster headache adalah nyeri kepala Trigeminal autonomic cephalgia yang
paling umum diderita oleh pria berumur antara 20 hingga 50 tahun. Keluhan nyeri
kepala dari cluster headache digambarkan sebagai nyeri kepala yang tajam, dengan
sensasi seperti ditusuk terbatas pada sekitar mata dan sisi wajah (Dipiro, 1154).
Biasanya Disertai wajah kemerahan sebelah sisi, lakrimasi, miosis, kelopak mata
menutup (ptosis), dan hidung tersumbat. Gambaran ini berbeda dengan nyeri kepala
migren. Nyeri ini biasanya mencapai puncak 10-15 menit, namun akan terus
dirasakan penderita hingga kurang lebih 1-4 jam kemudian. Selama mengalami nyeri
kepala, penderita akan kesulitan untuk beristirahat dan menunjukkan sikap gelisah
yang amat jelas. Setelah serangan, penderita akan merasa sangat kelelahan.
Cluster Headache dikelompokan kedalam Trigeminal Autonom Cephalgia
(TAC), hal ini disebabkan karena cluster headache merupakan bentuk nyeri kepala
terbanyak kedua yang sering dihadapi oleh spesialis saraf atau neurologis. Cluster
headache terdiri dari dua jenis yaitu:
a. Cluster headache episodik, yang terdapat fase bebas serangan satu bulan atau lebih
tanpa pengobatan. Cluster episodik lebih sering terjadi, sekitar 80% dari penderita
cluster. Periode berlangsung selama 4 sampai 8 minggu diikuti oleh interval bebasnyeri selama 1 tahun.
b. Cluster headache kronis, yang tidak terdapat fase penyembuhan (20% dari semua
pasien cluster headache). Berlangsung selama lebih dari 1 tahun tanpa remisi atau
dengan remisi 14 hari. Kemungkinan terjadi peningkatan frekuensi serangan dan
resistensi terhadap pengobatan.
Sindrom ini berbeda dengan migren, walaupun sama-sama ditandai dengan
nyeri kepala unilateral, dan dapat terjadi bersamaan dengan migren. Mekanisme
histaminergik dan humoral diperkirakan mendasari gejala otonom yang terjadi
bersamaan dengan nyeri kepala ini. Cluster headache sering didapatkan pada dewasa
muda, terutama laki-laki, dengan rasio jenis kelamin laki-laki dan wanita 5:1. Nyeri
dirasakan hilang timbul di daerah orbita dan wajah yang terjadi beberapa kali sehari
selama beberapa minggu, yang dipisahkan oleh interval bebas serangan. Pola ini
16
Memiliki onset yang sangat cepat (15 menit) dan dapat bertahan hingga 3 jam
Terutama terjadi di malam hari
Dapat timbul 1 sampai 8 kali per hari, biasanya timbul pada waktu yang sama
Pola ini berlangsung selama berhari-hari, berminggu-minggu bahkan bulanan.
Sangat jarang terjadi dibandingkan Migrain dan Tension, insidensi <1%
Umumnya terjadi pada usia 20-30 tahun
Tidak bersifat herediter
Rasio prevalensi pria : wanita adalah 5: 1
Patofisiologi
Etiologi dan mekanisme patofisiologis dari sakit kepala cluster tidak
sepenuhnya dipahami. Mirip dengan migrain, serangan sakit kepala klaster serangan
melibatkan aktivasi neuron trigeminovaskular dengan menghasilkan pelepasan
neuropeptida vasoaktif dan peradangan neurogenik. Aktivasi saraf ini menghasilkan
reaksi abnormal dari arteri yang menyuplai darah ke kepala & melepaskan
neuropeptida vasoaktif sehingga pembuluh darah akan berdilatasi dan menyebabkan
nyeri.
2.2.4
Patofisiologi
Nyeri kepala dapat bersifat unilateral atau bilateral, di mana nyeri unilateral
akan memberikan sensasi yang lebih hebat. Nyeri kepala tipe ini berlangsung antara
5-250 detik, walaupun serangannya dapat berlangsung lebih lama pada beberapa
17
penderita. Frekuensinya sangat bervariasi, yaitu 30 serangan dalam satu hari atau 5-6
serangan dalam satu jam. Fitur otonom yang menonjol pada tipe ini adalah injeksi
konjungtiva dan air mata. Sedangkan yang lebih tidak umum adalah berkeringat pada
dahi.
2.3 Terapi Non Farmakologi dan Golonagan Obat Sakit Kepala
a) Terapi nonfarmakologi dapat dilakukan dengan :
- Beristirahat sejenak atau tidur. Diusahakan dilakukan pada ruangan yang agak
gelap dan tenang
- Mengkompres kepala dengan es
- Menghindari faktor yang dapat memicu serangan migraine
- Intervensi perilaku (terapi relaksasi, biofeedback, dan terapi kognitif)
b) Terapi farmakologi, ada 2 yaitu terapi untuk migraine akut dan terapi profilaksis
1. Akut (analgesic, ains, ergotamine, triptan, opioid)
2. Profilaksis
(b-adrenergik
antagonis,
antidepressan,
antikosulvan,
methyseragide, ca channel blocker)
2.3.1
Analgesik Sederhana
Merupakan golongan obat yang diindikasikan untuk meredakan rasa nyeri dan
sakit kepala yang ringan sampai sedang.
Mekanisme kerja analgesik :
18
somatosensorik.
Prosesnya
adalah
obat
akan
menginhibisi
enzim
19
2.3.2
jam.
Distribusi : pada sirkulasi 80%-90% asam salisilat terikat dengan protein
plasma terutama albumin. Terdistribusi hampir keseluruh cairan tubuh dan
jaringan, serta mudah melalui sawar darah plasenta.
21
sebesar 80%.
Puncak konsentrasi plasma dicapai setelah 1-2 jam (Anderson, 2002)
Pengikatan dengan protein plasma terjadi secara menyeluruh
90% dari dosis yang diabsorbsi diekskresikan lewat urin sebagai metabolit.
Metabolit utama hasil dari hidroksilasi dan karboksilasi (Stoelting, 2006;
Demam dan nyeri pada anak; nyeri dan radang pada penyakit rematik;
nyeri ringan sampai berat
2.4. Dosis
200-800 mg tiap 6 jam. Hindari dosis > 2,4 gr/hari
2.5. Kontra indikasi
Pasien dengna tukak lambung aktif; serta
memiliki
riwayat
hipersensitivitas AINS.
2.6. Interaksi obat
Analgesik lainnya, dapat meningkatkan efek samping
Glikosida jantung, menyebabkan kambuhnya gagal jantung
Relaksan otot,menurunkan ekskresi baklofen
2.7. Efek samping
Menurunkan sekresi mukus, mengantuk, kram otot.
2.3.3
Ergotamin
Golongan obat
Ergotamin
Ergot dan Alkaloid Ergot
Mekanisme kerja/Farmakodinamik
Ergotamine menyebabkan efek vasokonstriktor dan agonis parsial atau antagonis pada
adrenergik pada reseptor serotonin . Hal ini menyebabkan penyempitan pembuluh
darah perifer dan kranial dan memiliki efek oxytocic kuat pada rahim . Hal ini juga
mengurangi hyperperfusion di wilayah arteri basilar .
Farmakokinetik
Dosis
Tersedia dalam sediaan sublingual tablet, nassal spray dan injeksi (dihydroergotamine
mesylate)
Dosis yang disarankan : 1 tablet (2 mg) tablet sublingual. Dapat menambahkan lagi
dosis sebanyak 2 mg apabila dibutuhkan. Tidak boleh melebihi 3 tablet (6 mg) dalam
waktu 24 jam dan tidak boleh melebihi 5 tablet (10 mg) dalam seminggu.
Injeksi dihydroergotamine mesylate dapat diberikan secara intravena, subkutan,
ataupun intramuskular. Dosis yang disarankan adalah 1 mg. Dapat diulang 1 jam
setelah apabila dibutuhkan hingga dosis total 2 mg (intravena) atau 3 mg (secara
subkutan atau intramuskular) dalam jangka waktu 24 jam atau 6 mg dalam seminggu.
Spray nasal dihydroergotamine mesylate digunakan dengan dosis 0.5 mg (1 spray) di
setiap lubang hidung. Dapat diulangi hingga total dosis 2 mg (4 tetes)
Efek Samping
Nausea dan muntah, lemah otot, mati rasa pada jari tangan dan kaki, nyeri pada dada,
takikardi atau bradikardi. Pada pasien hipersensitif dapat mengalami edema dan gatal.
Kontraindikasi
Nausea dan muntah
Ergotamine tartrate tidak boleh digunakan apabila pasien memiliki penyakit arterial
koroner, penyakit perifer, hipertensi, gangguan ginjal dan hati, kondisi infeksi, dan
malnutrisi
Ergotamine dapat menyebabkan keguguran dan reaksi hipersensitifitas.
Tidak boleh di konsumsi dalam jangka waktu 24 jam apabila sedang mengkonsumsi
triptan. Dan tidak boleh dikonsumsi dengan obat lain yang menyebabkan
vasokonstriksi.
Interaksi Obat
clarithromycin / lansoprazole)
Terdapat 424 obat yang memiliki interaksi obat yang sedang (Amidal
(guaifenesin / phenylephrine))
24
2.3.4
Triptan
25
26
Menurut sumber lain, terdapat tiga tahapan aksi untuk meringkan sakit kepala yaitu
1) Vasokontriksi pembuluh darah intrakranial (5-HT1B vaskular)
2) Inhibisi saraf perifer (5-HT1D )
3) Penghambatan transmisi melalui saraf orde kedua pada komolek trigeminoservikal
(5-HT1D )
28
memiliki bioavailibilitas oral yang tinggi dan longer half-lives dibandingkan oral
sumatriptan. Sehingga dapat meningkatkan kesembuhan dan mengurangi sakit
kepala.
e. Indikasi
Triptopan efektif untuk migraine akut (dengaan atau tanpa aura) tetapi tidak
dimaksudkan untuk digunakan dalam profilaksis migraine. Triptan tidak digunakan
sebagai terapi pencegahan dari migraine.
f. Dosis
g. Efek samping
Pusing
Flushing
Lemah
Mengantuk
Kelelahan
Mual dan muntah (dapat terjadi)
Gangguan sensorik
Parasthesias (kesemutan)
Aritmia jantung
Gangguan visual
Penggunaan secara injeksi subkutan akan menimbulkan rasa terbakar dibagian tempat
penyumtikkan. Efek samping dari penggunaan semprot hidung sumatriptan yaitu berupa
rasa pahit. Triptanmengakibatkan vasospasme arteri koroner, iskemik miokardial singkat,
aritmia ventricular, dan imfark miokardial.
h. Kontra indikasi
Tidak boleh digunakan oleh pasien yang mempunyai riwayat penyakit
kardiovaskular yang signifikan, karena dapat menyebabkan peningkatan
tekanan darah secara tiba-tiba
Pasien dengan penyakit hipertensi yang tidak terkontrol
Naratriptan kontra indiaksi untuk pasien yang gagal ginjal / penyakit hati yang
parah.
30
Opioid
A. Opioid
31
Opiod bekerja dengan menutup kanal ion Ca2+ pada saraf prasinaps
sehingga menghambat kalsium ke dalam sel sehingga mengurangi dan
menghambat pelepasan neurotransmitter (glutamat), asetilkolin, serotonin,
dan substansi P yang menyebabkan transmisi rangsang nyeri menjadi
terhambat
Opioid juga mendorong hiperpolarisasi sehingga neuron postsinaps dengan
cara membuka kanal K+.
32
D. Indikasi
Obat opioid terbagi mejadi agonis opoid dan agonis parsial opoid. Agonis
opioid diindikasikan untuk pasien dengan nyeri parah, edema paru, dan sebagai
tambahan dalam anastesi. Contoh obat yang termasuk dalam agonis opioid adalah
morfin, metadon, meperidin, dan hydromorfon. Sedangkan agonis parsial opioid
diindikasikan untuk pasien dengan nyeri ringan sedang. Contoh obatnya adalah
kodein, hidrokodon
E. Kontraindikasi
Pasien dengan cedera kepala
Retensi
karbondioksida
yang
disebabkan
oleh
depresi
pernafasan
Ibu hamil
Penggunaan opioid pada ibu hamil akan berpengaruh pada janin.
F. Efek Samping
Penggunaan opioid dapat menimbulkan efek samping sebagai berikut:
Gelisah, Hiperaktif
Depresi Pernafasan
Mual dan Muntah
Peningkatan tekanan intrakranial
Hipotensi
Konstipasi
Retensi Urin
33
G. Interaksi Obat
Berikut merupakan table dari interaksi obat yang mungkin terjadi pada
penggunaan opiod. (Katzung, 2012)
pernapasan.
Penenang antipsikotik: Peningkatan sedasi. Efek variabel pada depresi
pernapasan. Aksentuasi efek kardiovaskular (tindakan antimuskarinik dan -
blocking).
Inhibitor monoamine oxidase: Kontraindikasi relatif terhadap semua analgesik
opioid karena tingginya insiden koma hyperpyrexic; hipertensi juga telah
dilaporkan.
H. Farmakokinetika
(Katzung, 2012)
I. Contoh Obat dan Dosis
Meperidin
Dosis: Oral: 50-100 mg setiap 4 jam jika perlu ;
IV,IM, Subkutan: 25-100 mg setiap 4 jam jika perlu
Oksikodon
Dosis: Oral: Immediate Release: 5-15 mg setiap 4-6 jam
34
2.3.6
C. Obat beta-blocker
Terdapat beberapa obat beta bloker yang mana yang telah disetujui FDA yaitu
Propranolol (Inderal dan Inderal LA) dan Timolol (Blocadren). Selain itu, juga terdapat
obat lainnya yang biasanya digunakan walaupun tidak disetujui FDA, yaitu Atenolol
(Tenormin), Metoprolol (Lopressor) dan Nadalol (Corgard). (Nbneuro.com,. 2015).
35
Dosis:
-
Indikasi :
Hipertensi, Feokromositoma, Angina, Aritmia, Kardiomiopati obstruktif hipertrofik,,
Takikardi ansietas, Tirotoksikosis, Profilaksis setelah infark miokard, Tremor
esensial.dan Profilaksis migrain
Farmakokinetika :
Absorbsi
Propranolol sangat lipofilik dan hampir sepenuhnya diserap setelah
pemberian oral dalam saluran pencernaan. (Goodman, L., Gilman, A., Brunton, L.,
Lazo, J., & Parker, K. 2006).
Distribusi
Sekitar 90% dari yang beredar terikat pada protein plasma. Volume yang
terdistribusi 4 liter / kg.
Metabolisme
Metabolit mayor berupa propranolol glucuronide, naphthyloxylactic acid,
glucuronic acid and sulfate conjugates of 4-hydroxy propranolol (Drugs.com,
2015)
Ekskresi
Secara ekstensif dimetabolisme dengan sebagian besar metabolit muncul
dalam urin. (Drugbank.ca,. 2015).
Efek Samping:
Mengantuk, Kelelahan, Gangguan pola tidur, Mimpi buruk, , Gangguan ingatan,
Depresi, Intoleransi saluran cerna,, Disfungsi seksual, , Bradikardi dan Hipotensi.
(DiPiro, J. T. 2009)
Kontraindikasi:
36
Dalam pemberian obat ini sebaiknya tidak digunakan pada penderita Gagal
jantung, Penyakit pembuluh darah perifer, Gangguan konduksi atrioventrikular,
Asma, Depresi dan Diabetes. (DiPiro, J. T. 2009)
Interaksi obat:
Beberapa interaksi obat propranolol, yaitu:
2.3.7
Antidepresan
Antidepresan adalah obat yang digunakan untuk mengobati depresi. Kaitan
antara
antidepresan
dengan
pengobatan
migrain
adalah
sebagai
terapi
37
Efek TCAs menguntungkan bagi terapi profilaksis migren, karena tidak terkait
dengan efektifitas antidepresan dan mungkin berkaitan dengan downregulation pada
5-HT2 sentral dan reseptor adenergik.
38
TCAs
sebagian
dimetabolisme
sebelum
masuk
ke
sirkulasi.
TCAs dimetabolisme secara ekstensif di hati dan kemudian diekskresi dalam bentuk
senyawa inaktif (hanya sedikit bentuk obat aktif yang diekskresi) dalam urin.
c. Indikasi
TCAs digunakan untuk mengobati episode depresi. TCAs secara spesial
efektif dalam mengobati depresi onset yang tersembunyi diikuti dengan berkurangnya
39
berat badan, anoreksia, atau insomnia. Obat TCAs menghasilkan respon pada tandatanda fisik dan gejala depresi setelah 1 sampai 2 minggu terapi; gejala psikologi
setelah 2 - 4 minggu. TCAs kurang efektif pada pasien hipokondriasis,
atypical depression, atau depresi dengan delusi.
TCAs juga digunakan untuk pencegahan/profilaksis migrain, mengobati fobia
(panic disorder dengan agoraphobia), urinary incontinence, attention deficit disorder,
obsessive-compulsive disorder, nyeri neuropatik (nyeri kronik yang terjadi pada saraf
perifer), infeksi herpes zoster, traumatic nerve injuries, dan beberapa tipe kanker atau
pengobatan kanker), diabetic neuropathy, and enuresis.
d. Kontraindikasi :
Penggunan TCAs memiliki kontra indikasi pada pasien infark miokardial, aritmia,
penyakit hati berat.
Peringatan Khusus : penyakit jantung (aritmia), epilepsi, hamil, menyusui, lanjut usia,
gangguan fisiologi hati, penyakit tiroid.
e. Efek Samping
Efek samping TCAs meliputi:
sedasi,
hipotensi ortostatik,
jaundice,
ruam-ruam,
reaksi fotosensitivitas,
tremor,
penurunan hasrat seksual,
menghambat ejakulasi,
transient eosinophilia,
mengurangi jumlah sel darah putih,
manic episodes (pada pasien dengan atau tanpa bipolar disorder)
eksaserbasi gejala psikotik pada beberapa pasien tak terduga.
Terapi TCAs juga dapat menyebabkan:
granulositopenia,
palpitasi,
terlambatnya konduksi,
detak jantung cepat,
kognitif terhambat, reaksi kardiovaskular yang merugikan (pada pasien lansia).
f. Interaksi Obat
TCAs berinteraksi dengan beberapa obat di antaranya:
TCAs
meningkatkan
efek
katekolamin
dari
amfetamin
dan
40
Barbiturat
jumlah darah.
Cimetidine menghalangi metabolisme TCAs di hati, sehingga meningkatkan
toksisitas.
Penggunaan
meningkatkan
TCAs
dengan
metabolisme
MAOIs
TCAs
secara
dan
bersamaan
mengurangi
menyebabkan
guanetidin.
Alkohol : meingkatkan efek sedatif
efek
antihipertensi
dari
clonidine
dan
g. Sediaan
Amitriptilin:
- Tablet 10 dan 25 mg,
Larutan intramuskular 100mg/10ml. Dosis
permulaan 75mg sehari. Dosis di tingkatkan
sampai timbul efek terapeutik (150mg-300mg).
2.3.8
Antikonvulsan
Sejumlah agen farmakologis yang digunakan untuk mengontrol rangsangan
seluler berlebihan yang mengarah ke kejang atau aritmia jantung juga dapat
digunakan untuk mengelola gejala dari beberapa kondisi nyeri kronis. Untuk
mendapatkan obat yang dapat menghasilkan analgesia, sejumlah agen ini telah diuji
atas dasar kemampuan mereka untuk mengurangi rangsangan saraf. Diantaranya
antikonvulsan gabapentin, lamotrigin dan carbamazepine serta asam valproate.
Gabapentin baru-baru ini menjadi banyak digunakan untuk pengelolaan nyeri
kronis. Ini pada awalnya dikembangkan sebagai analog struktural GABA. Gabapentin
dapat mengikat subunit 2 tegangan tergantung saluran kalsium, tetapi masih harus
ditentukan apakah ini adalah situs yang bertanggung jawab untuk efek gabapentin
pada aktivitas neuronal dan nyeri pada pasien. uji klinis acak pada penderita diabetes
neuropati dan neuralgia trigeminal menunjukkan bahwa gabapentin lebih unggul
dengan plasebo dalam mengurangi subyektif melaporkan nyeri. gabapentin dikaitkan
dengan beberapa efek samping, terutama pusing, mengantuk, kebingungan, dan
ataksia.
41
Gabapentin
Identifikasi dan fungsi dari binding site gabapentin masih harus diuraikan dan
relevansi berbagai aksinya terhadap efek antikonvulsan yang dihasilkan masih
memerlukan pembuktian.
Indikasi
Terapi tambahan untuk epilepsi parsial dengan atau tanpa kejang umum, yang
tidak dapat dikendalikan dengan antiepilepsi lain
Nyeri neuropati
Farmakokinetik
(Absorpsi)
I (meon+SD).
Pada penderita epliepsi,konsentrasi awal gabapentin untuk mencapai
kondisi tunak (CJ pada cairan serebrospinal berkisar 20% dari
konsentrasi plasma}.
Setelah pemberian berulang gabapentin,kondisi tunak tercapai dalam 1
hingga 2 hori seteiah memulal pemberlan dosis berulang dan
dipertahankan sepanjang pemberian dosis regimen
(Metabolisme)
42
(Eksresi)
Kontraindikasi
Efek samping
disartria,
amnesia,depresi,twitching.
gangguanoordinasi,sedikit
dispepsla,
mulut
dan
tenggorokan
terasa
kering,konstipasi,kelainan pada gigi,peningkdtan nafsu makan,rnual,muntah,
edema umum.
Saluron nafas rinitis, batuk,pneumonia,epistaksis dan dispnea.
Jaringan otot mralgia artralgla, nyeri punggung dan fraktur.
Kulrtdanreaksi sensrtlf pruritus atau abrasi, ruam atau jerawat.
Hematologi leukopenla, purpura, anemia dan trombositopenla.
Mata dan telinga diplopia dan amblyopia
Dosis
Epilepsi, 300 mg pada hari ke-1, kemudian 300 mg 2 kali sehari pada hari ke2, dan 300 mg 3 kali sehari (kira-kira setiap 8 jam) pada hari ke-3. Selanjutnya
dinaikkan sesuai respons, bertahap 300 mg sehari (dalam 3 dosis terbagi)
sampai maksimal 2,4 gram sehari, dosis lazim 0,9-1,2 g sehari; ANAK 6-12
tahun (hanya diberikan oleh spesialis saja) : 10 mg/kg bb pada hari ke-1,
kemudian 20 mg/kg bb pada hari ke-2, kemudian 25-35 mg sehari (dalam 3
dosis terbagi, kira-kira setiap 8 jam sekali), dosis pemeliharaan 900 mg sehari
(berat badan 26-36 kg) atau 1,2 g sehari (berat badan 37-50 kg).
Nyeri neuropatik, 300 mg pada hari ke-1, kemudian 300 mg 2 kali sehari
pada hari ke-2, 300 mg 3 kali sehari (kira-kira setiap 8 jam) pada hari ke-3,
43
kemudian ditingkatkan sesuai respons bertahap 300 mg per hari (dalam dosis
terbagi 3) sampai maksimal 1,8 g sehari
Selain gabapentin, obat yang termasuk dalam antikonvulsan lainnya yang biasa
digunakan untuk obat antinyeri yaitu asam valproat. Obat ini khususnya digunakan
untuk pengobatan migrain.
Dalam
Nyeri neuropatik perifer, terapi tambahan untuk seizure parsial dengan atau tanpa
generalisasi sekunder
Epilepsi / kejang, Mania, Migrain
Kontraindikasi
Pasien yang hipersensitif; wanita menyusui ; penyakit hati aktif, riwayat disfungsi
hati berat dalam keluarga, porfiria.
Dosis
Untuk kejang:
Dewasa dan anak usia 10 tahun atau lebih: Dosis didasarkan pada berat badan.
Pada awalnya, dosis biasa adalah 10 sampai 15 mg per kg berat badan. Dosis
dapat ditingkatkan secara bertahap setiap minggu dengan 5 sampai 10 mg per kg
berat badan jika diperlukan. Namun, dosis biasanya tidak lebih dari 60 mg per kg
berat badan sehari. Jika dosis total sehari lebih besar dari 250 mg, biasanya dibagi
menjadi dosis kecil dan diminum dua kali atau lebih pada siang hari.
Untuk mania:
Dewasa : Pada awalnya, 750 mg sekali sehari, biasanya dibagi dalam dosis yang
lebih kecil. Dosis dapat ditingkatkan bila diperlukan.
44
Untuk migrain:
Dewasa : Pada awalnya, 250 mg dua kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan bila
dan alopesia.
Gangguan saluran cerna berupa anoreksia, mual dan muntah terjadi pada 16%
kasus.
Efek terhadap susunan saraf pusat berupa kantuk, ataksia, dan tremor, menghilang
masih terbatas.
Efek samping yang kronik dapat berupa mengantuk, perubahan tingkah laku,
tremor, hiperamonemia, bertambahnya berat badan, rambut rontok, penyakit
perdarahan, gangguan lambung (formulasi bersalut non-enter
Skema mekanisme kerja antikonvulsan pada GABA
45
2.3.9
Methysergide
Metisergid merupakan alkaloid ergot semisintetik yaitu suatu antagonis
reseptor 5-HT2 yang poten. Bekerja dengan cara menstabilkan neurotransmisi
serotonin di sistem trigeminovaskular untuk mengambat timbulnya inflamasi
neurogenik.
Metisergid menghambat vasokonstriktor dan efek pressor dari 5-HT, serta
kerja reseptor 5-HT pada berbagai jenis otot polos ekstravaskular. Metisergid tidak
selektif karena dapat juga berinteraksi dengan reseptor 5-HT 1, namun efek utama
yang muncul adalah antagonis reseptor 5-HT2. Meskipun methysergide adalah turunan
ergot, methysergide hanya vasokonstriktor yang lemah.
Metisergid merupakan salah satu obat yang paling efektif dalam mencegah
migrain, tetapi tidak boleh digunakan terus menerus, karena memiliki komplikasi
berupa fibrosis peritonealis (pembentukan jaringan parut di dalam perut), yang bisa
menghalangi aliran darah ke organ vital. Karena itu penggunaan obat ini harus
dibawah pengawasan ketat.
A. Indikasi
Metisergid digunakan untuk pengobatan profilaksis migrain dan sakit kepala
vaskular lainnya.
B. Kontra Indikasi
Hipertensi
46
Infeksi serius
C. Efek Samping
Maag
Mual
Muntah
Insomnia
Diare
Kram otot
Efek samping dari methysergide biasanya ringan dan sementara, meskipun
penarikan obat jarang diperlukan untuk membalikkan reaksi yang lebih parah.
Efek samping yang umum termasuk gangguan pencernaan (maag, diare, kram,
mual, dan muntah), dan gejala yang berkaitan dengan vasospasme yang diinduksi
iskemia (mati rasa dan kesemutan dari ekstremitas, nyeri di ekstremitas, dan
punggung dan nyeri perut).
D. Interaksi Obat
Interaksi methysergide dengan obat lain umumnya dapat menyebabkan
vasospasme.
E. Contoh Produk
Deseril (Methysergide Maleate)
Sediaan : Tablet 1 mg
47
2.4
pencetus
Menilai keparahan sakit kepala
Mempertimbangkan terapi non-farmakologi atau
Pretreatment
dengan
antiemetic
(misalnya
proklorperazin,
48
methyseragide
Untuk pasien yang memiliki kejang dan penyakit bipolar dapat diberikan
antikonvulsan, apabila tidak efektif dapat diberikan B-adrenergik antagonis.
49
Untuk pasien sakit kepala yang tidak diketahui penyebabnya pastinya dapat
diberikan methyseragide, apabila tidak efektif dapat diberikan obat dari
golongan B-adrenergik antagonis (verapamil)
Terapi pencegahan dapat juga dapat diberikan sebentar- sebentar ketika sakit
50
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
sakit kepala adalah rasa sakit atau ketidaknyamanan pada kepala, kulit kepala, atau leher,
baik disebabkan oleh gangguan struktural, infeksi, penyakit lain ataupun penyebab
lainnya. Sakit kepala dibagi kembali menjadi tiga kelompok, yaitu sakit kepala primer
(tidak disertai adanya penyebab struktural organik ataupun suatu penyakit yang
mendasarinya), sakit kepala sekunder (disebabkan oleh suatu masalah struktural di
kepala atau leher, bisa juga karena didasari penyakit lain), dan painful cranial
neuropathies serta sakit wajah lain. Jenis sakit kepala primer adalah migrain, tensiontype headache, trigeminal autonomic cephalalgia, dan cranial neuropathy.
Golongan obat yang digunakan untuk mengobati sakit kepala diantaranya adalah
golongan analgesik, AINS, ergotamin, triptan, opioid, beta blocker, antidepresan,
antikonvulsan dan metisergid.
Terapi sakit kepala dapat dibagi menjadi terapi non-farmakologis dan terapi
farmakologi. Terapi farmakologi sakit kepala ada 2, yaitu terapi untuk migraine akut dan
terapi profilaksis. Terapi migrain akut yaitu analgesik, AINS, ergotamine, triptan, dan
opioid. Sedangkan terapi profilaksis digunakan B-adrenergik antagonis, antidepressan,
antikovulsan, methysergide, dan Ca channel blocker.
51
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, B. J. (2008). Paracetamol (Acetaminophen): Mechanism of Action. Pediatric
Anesthesia, 18(10), 915921. Retrieved from http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/
j.1460-9592.2008.02764.x/full
Ashina, Messoud & Geppetti, Pierangelo (ed). (2015). Pathophysiology of Headache from
Molecule to Man. New York: Springer.
Brunton, L., Lazo, J., & Parker, K. (2006). Goodman&Gilmans The Pharmalogical Basis of
THERAPEPEUTICS (11th ed.). New York: McGRAW-HILL.
Corwin, E. J. (2008). Handbook of Pathophysiology, 3rd Edition (3rd ed.). Ohio: Lippincott
Williams & Wilkins.
Department of Neurology, Harvard Medical School, and Headache Center, Massachusetts
General/Brigham& Women's Hospitals, Boston, MA 02114, USA.
DiPiro, J. T. (2008). Pharmacotherapy: A pathophysiologic approach. New York: McGrawHill Medical.
Drugbank.ca,. (2015). DrugBank: Propranolol (DB00571). Retrieved 10 September 2015,
from http://www.drugbank.ca/drugs/DB00571#pharmacology
Drugs.com,. (2015). Ergotamine Tablets: Indications, Side Effects, Warnings - Drugs.com.
Retrieved 6 September 2015, from http://www.drugs.com/cdi/ergotamine.html
Drugs.com,. (2015). Propranolol - FDA prescribing information, side effects and uses.
Retrieved 10 September 2015, from http://www.drugs.com/pro/propranolol.html
Frishman, W. (2003). Beta-Adrenergic Blockers. Circulation, 107(18), 117e-119. Retrieved
10 September 2015 from http://circ.ahajournals.org/content/107/18/e117.full
Golan, David E, Armen H Tashjian, Ehrin J Armstrong, April W Armstrong 2008, Principles
of pharmacology: The pathophysiologic basis of drug therapy, Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins, p. 602
Goodman, L., Gilman, A., Brunton, L., Lazo, J., & Parker, K. (2006). Goodman & Gilman's
the pharmacological basis of therapeutics. New York: McGraw-Hill.
Jay, Gary W. 1998. The Headache Handbook: Diagnosis and Treatment. Kanada: CRC Press.
Joseph T. DiPiro, e. (2005). Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach (Sixth Edition).
United States of America: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Katzung, B. G., Masters, S. B., & Trevor, A. J. (2012). Basic & clinical pharmacology. New
York: McGraw-Hill Medical.
Lullman, Heinz.,et al. 2000. Color Atlas of Pharmacology. Stuttgart:Thieme.
52
2015,
from
http://www.newworldencyclopedia.org/entry/Ibuprofen#
Mechanism of_action
NPS Medicinewise. (2014). Deseril Tablets. NPS MedicineWise. Retrieved 6 September
2015,
from
http://www.nps.org.au/medicines/heart-blood-and-blood-vessels/migraine-
medicines/methysergide/deseril-tablets
Omudhome Ogbru, P. (2015). propranolol, Inderal, Inderal LA, Innopran XL: Drug Facts,
Side Effects and Dosing - Page 3. MedicineNet. Retrieved 10 September 2015, from
http://www.medicinenet.com/propranolol/page3.htm
Ramadan, N. (2004). Prophylactic migraine therapy: Mechanisms and evidence. Current
Science
Inc,
8(2),
91-95.
Retrieved
10
September
2015
from
http://link.springer.com/article/10.1007%2Fs11916-004-0022-z
Rang, HP, et al. 2007. Rang and Dales Pharmacology, 6th ed. New York: Elsevier
Reference.medscape.com,. (2015). Inderal, Inderal LA (propranolol) dosing, indications,
interactions, adverse effects, and more. Retrieved 10 September 2015, from
http://reference.medscape.com/drug/inderal-inderal-la-propranolol-342364
Repository USU. (2015). Retrieved 6 September 2015, from http://repository.usu.ac.id/
bitstream/123456789/31617/4/Chapter%20II.pdf
Sherwood, L. (2009). Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. (N. Yesdelita, Ed.) (6th ed.).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
53
54