Professional Documents
Culture Documents
Sejarah ShotCrete
Sejarah ShotCrete
Shotcrete atau gunite pertama kali ditemukan oleh Carl Ethan Akeley (1864-1926)
pada 1910. Arsitek Amerika ini telah terinspirasi untuk mewujudkan reproduksi yang
nyata dari dinosaurus untuk sebuah taman wisata. Mengingat ukuran struktur yang
cukup besar, ia mempunyai ide untuk mengembangkan "cement gun" mesin yang
memungkinkan penyemprotan dari cementitious mortar, ide awal ini menyebabkan
munculnya istilah Shotcrete.
Dalam hal equipment untuk uderground mining and tunneling, normet merupakan
ahlinya. Selain menyediakan equipment, normet pun telah meng akuisisi
perusahaan chemical dunia bernama Tam International sehingga Normet kita
menjadi satu satunya penyedia one stop solution untuk konstruksi underground.
Definisi Shotcrete
Komponennya campurannya terdiri atas semen, pasir, agregat, air, dan tambahan
admixtures.
Perbedaan shotcrete dengan beton normal dapat dilihat dari 3 hal :
2. Proses basah
1. Material beton
2. Wire mesh
3. Accelerator Admixture: TamShot 80AF, TamShot 90AF
4. Superplasticizer Admixture: TamCem 60R, TamCem 23SSR
5. Silica Fume/ Microsilica: TamCem Microsilica
6. Steel Fiber (Optional)
7. Pipa PVC untuk drain
8. Mesin shotcrete
Dimana campuran semennya kering dan air ditambahkan pada saat penyemprotan
(di nozzle). Pada campuran kering ini, akselerator dapat ditambahkan pada
campuran.
Pada dasarnya memiliki komponen yang sama dengan campuran kering, tetapi
airnya telah dicampurkan di dalam "mixer". Akseleratornya harus ditambahkan
pada saat penyemprotan (nozzle).
MEMPERBAIKI KERETAKAN
Untuk retak non-struktur, dapat digunakan metode injeksi dengan material pasta
semen yang dicampur dengan expanding agent serta latex atau hanya melakukan
sealing saja dengan material polymer mortar atau polyurethane sealant.
Sedang pada retak struktur, digunakan metode injeksi dengan material epoxy yang
mempunyai viskositas yang rendah, sehingga dapat mengisi dan sekaligus
melekatkan kembali bagian beton yang terpisah.
Proses injeksi dapat dilakukan secara manual maupun dengan mesin yang
bertekanan, tergantung pada lebar dan dalamnya keretakan.
SPALLING
Metode perbaikan pada kerusakan spalling, tergantung pada besar dan dalamnya
spalling yang terjadi.
Patching
Untuk spalling yang tidak terlalu dalam (kurang dari selimut beton) dan area yang
tidak luas, dapat digunakan metode patching.
Metode perbaikan ini adalah metode perbaikan manual, dengan melakukan
penempelan mortar secara manual. Pada saat pelaksanaan yang harus diperhatikan
adalah penekanan pada saat mortar ditempelkan; sehingga benar-benar didapatkan
hasil yang padat.
Material yang digunakan harus memiliki sifat mudah dikerjakan, tidak susut dan
tidak jatuh setelah terpasang (lihat maksimum ketebalan yang dapat dipasang tiap
lapis), terutama untuk pekerjaan perbaikan overhead. Umumnya yang dipakai
adalah monomer mortar, polymer mortar dan epoxy mortar.
Grouting
Sedang pada spalling yang melebihi selimut beton, dapat digunakan metode
grouting, yaitu metode perbaikan dengan melakukan pengecoran memakai bahan
non-shrink mortar.
Metode ini dapat dilakukan secara manual (gravitasi) atau menggunakan pompa.
Pada metode perbaikan ini yang perlu diperhatikan adalah bekisting yang terpasang
harus benar-benar kedap, agar tidak ada kebocoran spesi yang mengakibatkan
terjadinya keropos dan harus kuat agar mampu menahan tekanan dari bahan
grouting.
Material yang digunakan harus memiliki sifat mengalir dan tidak susut. Umumnya
digunakan bahan dasar semen atau epoxy.
SHOTCRETE
SEJARAH SHOTCRETE
Shotcrete atau gunite pertama kali ditemukan oleh Carl Ethan Akeley (1864-1926)
pada 1910. Arsitek Amerika ini telah terinspirasi untuk mewujudkan reproduksi yang
nyata dari dinosaurus untuk sebuah taman wisata. Mengingat ukuran struktur yang
cukup besar, ia mempunyai ide untuk mengembangkan "cement gun" mesin yang
memungkinkan penyemprotan dari cementitious mortar, ide awal ini menyebabkan
munculnya istilah Shotcrete.
DEFINISI SHOTCRETE
Dewasa ini shotcrete telah digunakan secara luas, baik dry mix maupun wet mix,
bahkan menjadi pilihan tunggal bagi konstruksi-konstruksi tertentu seperti
terowongan, dinding penahan tanah. Metoda shotcrete mempunyai prospek yang
baik mengingat banyaknya proyek konstruksi yang akan dibangun dengan
mengingat kondisi topografi Indonesia yang bergunung-gunung. Perbedaan
shotcrete dengan beton normal dapat dilihat dari 3 hal :
Wet Shotcrete
salah satu system shotcrete dimana pencampuran semen, pasir, dan air dilakukan
sebelum masuk ke pompa atau mesin, dan ditambahkan tekanan angin dari
compressor untuk memberikan kecepatan tinggi untuk penempatan material pada
permukaan sasaran.
Dry Shotcrete
dimana material pasir dan semen tercampur dalam kondisi kering, kemudian masuk
kedalam mesin. Dengan bantuan tekanan compresor material keluar lewat Nozle
dan baru tercampur air
KEGUNAAN SHOTCRETE
Perbaikan Struktur
Stabilisasi Lereng
Tunneling
Warna beton dapat berubah akibat pemanasan, karena itu warna dapat dipakai
sebagai indikasi temperature maksimum yang telah terjadi dan lama api ekuivalen.
Pengaruh baja dari kenaikan suhu dan pendinginan juga telah banyak diteliti. Untuk
baja giling panas, umumnya kekuatannya pulih pada saat setelah dingin kembali.
Apabila mengalami kenaikan suhu tidak melebihi 600 celcius. Diatas suhu ini akan
terjadi penurunan permanent dari kuat leleh baja.
Mengingat kedua hal tersebut , maka pengukuran suhu yang dicapai oleh elemen
struktur beton pada saat terjadinya kebakaran menjadi suatu hal yang sangat
penting. Karena kita tidak bisa mengetahui secara langsung berapa suhu yang
tercapai dan berapa lama waktunya, maka kita berusaha mendapatkan perkiraan ini
dari berbagai pendekatan, seperti : pengamatan visual, pengujian setempat, dan
maupun uji coba beban.
Perubahan warna pada beton. Warna beton setelah terjadi proses pendinginan
membantu dalam mengindikasikan temperature maksimum yang pernah dialami
beton dalam beberapa kasus, suhu diatas 300 C mengakibatkan perubahan warna
beton menjadi sedikit kemerahan. Hal ini terjadi karena adanya senyawa garam
besi dalam agregat atau pasir beton.
Kondisi beton
Berbagai pengujian dapat dilakukan pada beton untuk mengetahui kondisi beton
yang ada, seperti uji palu beton , pengambilan sampel secara mekanis dan uji kuat
tekannya, pulse-echo NDT, ultrasonic pulse velocity dengan soniscope dan uji
beban.
Faktor kerusakan
Berbagai pengujian pengaruh kenaikan tempertur telah dilakukan terhadap
komponen beton bertulang. Baik terhadap betonnya sendiri maupun terhadap besi
betonnya. Tetapi semua pengujian ini didasarkan pada suatu api standar, yaitu
ISO834 standard fire ini dan menentukan analisis pendekatan antar real fire
terhadap standard fire ini dan menentukan lama api ekuivalennya
Setelah mengetahui lama api ekuivalen dan temperature maksimum, baru kita
dapat menentukan factor kerusakan beton dan baja tulangan. Untuk beton dalam
keadaan tertekan, biasnya factor kerusakan diambil 0,85 bila temperaturnya
berkisar antara 300c sampai 1000c. Untuk baja tulangan pada kisaran temperatur
ini , perlu ditinjau kemungkinan kehilangan lekatan dan penjangkaran. Biasanya
factor kerusakan diambil 0,7.
1. Spalling
Crazing adalah gejala retak remuk pada permukaan beton. Kedua hal ini berkatian
langsung dengan kenaikan temperature pada beton.
3. Retak (cracking)
Pada temperatur tinggi, pemuaian besi beton akan lebih besar daripada betonnya
sendiri. Tetapi pada konstruksi beton, pemuaian akan tertahan sampai suatu taraf
tertentu karena adanya lekatan antara besi beton dengan beton. Pada temperature
yang lebih tinggi lagi hal ini dapat menyebabkan terjadinya retak dan tentang
lamanya kebakaran dari saksi mata, besarnya ruangan, arah angina, letak dan
besaran ventilasi, semuanya harus dirangkum dan dianalisis. Tujuan akhit adalah
memperkirakan suhu maksimum yang terjadi dan lama kebakaran.
Penulisan spesifikasi.
Teknik perbaikan
Secara garis besar, metode perbaikan dapat dikelompokkan menurut bahan yang
digunakan, yaitu resin, polymer, cement mortar, plesteran, mineral yang diaplikasi
dengan cara penyemprotan dan proses beton semprot (sprayed concrete).
Perbaikan dengan bahan resin mencakup berbagai konfigurasi tambalan dan isian,
dengan bahan epoxy resin, polyester resin dan mortar acrylic. Resin dapat mengisi
celah- celah retak dan berfungsi untuk menyatukan kembali beton yang sudah
retak. Resin juga dapat digunakan pada daerah- daerah yang mengalami spalling
setempat. Namun perlu diperhatikan bahwa material resin pada suhu sekitar 80c
mulai melemah, sehingga perbaikan dengan resin tidak dapat memberikan
perlindungan terhadap api. Dalam hal ini perencana harus sangat teliti mempelajari
brosur produk yang akan dipakai dan mengetahui batasan bahan- bahan itu.
2. Plesteran
Berupa adukan semen yang dicampur dengan pasir. Plesteran dapat digunakan
untuk menambah bagian- bagian yang rusak. Ketahanan kebakaran dapat
dikembalikan sampai suatu taraf tertentu, namun perlindungan terhadap korosi
tulangan tidak dapat diharapkan.
3. Sprayed Mineral
Bahan - bahan jenis ini umumnya dijual di pasaran dengan merek dagang tertentu.
Material ini dapat disemprotkan ke permukaan elemen struktur yang ingin
dilindungi terhadap kebakaran. Perlu dicatat material ini tidak dapat dipakai untuk
keperluan struktural.
Bahan ini umumnya dipakai sebagai bahan tambahan untuk menutup bagian kecil
yang dikerjakan secara manual, dengan ketebalan sampai 30 mm. Bahan yang
sering dipakai adalah SBR (styrene butadiene rubber). Dalam hal ini perlu dipelajari
sifat ketahanan api dari bahan tersebut.
5. Semen
Adukan dengan bahan dasar semen ini dapat diaplikasikan secara manual ke
bagian- bagian yang mengalami kerusakan. Beberapa factor yang perlu
diperhatikan adalah lekatan bahan dengan beton lama dan ketebalan plesteran.
Untuk memperoleh lekatan yang baik, permukaan beton lama harus dibersihkan
dan diperkasar dan diberi bonding agent yang kompatibel.
Reaksi semen dengan air secara kimia adalah proses eksoterm yang menghasilkan
panas, Panas ini dapat menimbulkan retak- retak. Karena itu ketebalan plesteran
harus dibatasi 30 mm. Perbaikan jenis ini dapat mengembalikan sifat ketahanan
kebakaran struktur. Untuk perbaikan structural umumnya digunakan campuran
antara semen dengan epoxy yang lazim disebut epoxy mortar. Untuk ketebalan
yang lebih besar, bahan ini perlu dicampur dengan agregat. Agar panas yang terjadi
dapat berkurang.
c.
d.
Teknik pelaksanaan shotcrete dibedakan menjadi wet mix dan dry mix dan
keduanya mempunyai persyaratan tertentu baik dalam hal pelaksanaan, bahan
maupun alat yang digunakan. Teknik dengan mix seringkali pula disebut dengan
istilah gunite. Kelamahan shotcrete adalah bahwa metode ini dapat menambah
bobot struktur, memerukan peralatan yang relative mahal dan memerlukan tenaga
operator yang terlatih dan berpengalaman.
Dari seluruh metode perbaikan yang dikenal, shotcrete merupakan teknik yang
paling umum digunakan untuk memperbaiki sebuah struktur gedung yang rusak
akibat api. Shotcrete dapat dikombinasikan dengan penambahan tulangan dan
teknik ini dapat menambah kekuatan elemen struktur yang ada. Fungsi ketahanan
terhadap kebakaran dan sebagai lapisan pelindung untuk menjaga durability
elemen struktur juga bisa dipenuhi. Apabila diaplikasikan pada bidang yang luas,
teknik ini sangat efektif dan merupakan solusi yang tepat dari segi biaya dan
kecepatan.
sumber : perencanaanstruktur.com
Posted by: Anita Rahma
arsitekdansipil, Updated at: 22.16
My name is Anita Rahma, but people call me Anita. Here is my home page:
www.arsitekdansipil.blogspot.com. I live in Indonesia, NM and work as an Manager
at MEGATRUSS Corp. My friends: Ikhwan Ansori, Edna
Diposkan oleh Anita Rahma di 22.16