Professional Documents
Culture Documents
Jurnal Eni Sediyawati
Jurnal Eni Sediyawati
Jurnal Eni Sediyawati
Jurnal kesmas
inspection to the provider of drink-water refill service and for customer
should be more carefull to choose.
Keyword : a drink-water refill station, bacteriological quality
PENDAHULUAN
Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan, dan manusia
selama hidupnya selalu memerlukan air. Dengan demikian semakin naik
jumlah penduduk serta laju pertumbuhannya semakin naik pula laju
pemanfaatan sumber-sumber air. Bagi manusia, air minum adalah salah
satu kebutuhan utama ( Juli Soemirat Slamet, 2009). Air minum adalah
air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang
memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum ( Permenkes
RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010)
Kebutuhan penduduk terhadap air minum dapat dipenuhi melalui
air yang dilayani oleh sistem perpipaan (PAM), air minum dalam
kemasan (AMDK) maupun Depot Air Minum. Selain itu air tanah dangkal
dari sumur-sumur gali atau pompa serta air hujan diolah oleh penduduk
menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu (Depkes, 2010).
Usaha air minum dalam kemasan (AMDK) dari perusahaan AMDK
sangat dibutuhkan dan pada umumnya telah mendapat ijin usaha
industry. Produksi, peredaran dan pengawasan AMDK yang diproduksi
industri besar telah mendapat izin dari instansi terkait sebelum
diedarkan. Sedangkan untuk depot air minum isi ulang (DAMIU)
perizinan, pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh Dinas Kesehatan
setingkat kabupaten/kota
Penyediaan air minum bagi penduduk pada saat ini banyak
dilakukan oleh depot air minum isi ulang karena praktis dan harganya
yang terjangkau sehingga lebih hemat. Kecenderungan penduduk untuk
mengkonsumsi air minum siap pakai demikian besar, sehingga usaha
depot pengisian air minum tumbuh subur dimana-mana. Namun
pertumbuhan yang demikian pesat belum menjamin tersedianya produk
air minum isi ulang yang aman yaitu tidak menimbulkan gangguan
kesehatan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menkes No :
492/Menkes/PER//IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.
Kecamatan Ngawi merupakan pusat kegiatan di Kabupaten Ngawi
sehingga dengan jumlah penduduk sebesar 84.798 jiwa (Kecamatan
Ngawi Dalam Angka 2014) dan dengan tingkat daya beli masyarakat
terhadap air minum isi ulang tergolong tinggi. Tingginya permintaan
terhadap air minum isi ulang oleh banyak rumah tangga menyebabkan
banyaknya kegiatan penjualan air minum isi ulang bermunculan dan
semakin mudah ditemukan.
Dari data tahun 2014 diketahui bahwa jumlah depot air minum isi
ulang di Kabupaten Ngawi mencapai 315 depot air minum isi ulang .
Namun dari jumlah tersebut 44 % tidak memenuhi syarat kualitas
Jurnal kesmas
bakteriologis. Di Kecamatan Ngawi terdapat 46 depot air minum isi ulang,
namun dari jumlah tersebut 59 % tidak memenuhi syarat kualitas
bakteriologis. (Profil UPT Labkesda tahun 2014). Meskipun harga yang
ditawarkan lebih murah, ternyata tidak semua produk air minum isi ulang
terjamin keadaan produknya, terutama dari ancaman kontaminasi
biologi.
Sebagaimana dimuat dalam harian Republika online pada 30
Maret 2015 Dari deskripsi tersebut di atas perlu dilakukan penelitian
mengenai hubungan aspek kondisi sanitasi depot air minum isi ulang
dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang yang dikonsumsi
masyarakat.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional research
dengan desain cross sectional yang mengkaji pengaruh aspek kondisi
sanitasi depot air minum isi ulang terhadap kualitas bakteriologis air
minum isi ulang. Tehnik sampling menggunakan cara simple random
sampling.
Populasi penelitian ini adalah seluruh depot air minum isi ulang di
Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi yaitu sebanyak 46 depot air minum.
Sampel dalam penelitian ini adalah sejumlah depot air minum isi ulang
yang diambil secara simple random sampling, yaitu sebanyak 32 sampel
diambil menggunakan rumus :
N
n =
46
=
1 + N(d2)
46
=
1 + 46(0,12)
= 31,5
1,46
= 32
N
n
d
= Populasi
= Sampel
= derajat kesalahan (10%)
Jurnal kesmas
Data yang telah diolah kemudian dianalisa secara deskriptif untuk
menggambarkan kondisi sanitasi depot air minum isi ulang yang
berpengaruh terhadap kualitas bakteriologis air minum isi ulang (MPN
Coliform).
2. Bivariat
Untuk melihat ada tidaknya pengaruh aspek kondisi sanitasi air minum
isi ulang dengan kualitas bakteriologis dilakukan analisa data dengan
menggunakan korelasi kontingensi chi square. Adapun rumus yang
digunakan adalah :
(O E)2
X2 =
E
df = (k-1)(b-1)
Keterangan :
X2 = Chi square
O = nilai observasi
E = nilai ekspetasi
k = jumlah kolom
b = jumlah baris
melalui uji statistik chi square akan diperoleh nilai p, dimana dalam
penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan () sebesar 0,05. Penelitian
antara dua variabel dikatakan bermakna jika mempunyai nilai p 0,05
dan dikatakan tidak bermakna jika mempunyai nilai p > 0,05. (Hastono,
2001). Bila p value , H0 ditolak, maka H1 diterima : ada hubungan
aspek kondisi sanitasi depot air minum isi ulang dengan kualitas
bakteriologis air minum isi ulang di Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi
HASIL
1. Aspek Kondisi Sanitasi Depot Air Minum
a. Bahan Baku
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Bahan Baku Depot Air Minum Isi
Ulang
di Kecamatan Ngawi
%
Bahan Baku
Frekuensi
Jurnal kesmas
1. Kualitas bakteriologis bahan
baku
Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
25
7
32
0
32
0
4. Kepemilikan
bukti
tertulis
sumber air
Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
20
12
32
0
78,1
21,9
100
0
100
0
62,5
37,5
100
0
Dari tabel di atas dapat menunjukkan bahwa kualitas
bakteriologis air baku pada depot air minum sebagian besar
memenuhi syarat (78,1%) dibandingkan yang tidak memenuhi
syarat (21,9%). Terdapat 62,5% depot air minum memiliki bukti
tertulis sumber air sedangkan 37,5% tidak memiliki bukti tertulis
sumber air. Seluruh depot air minum memiliki surat jaminan
pasok air baku, tangki bahan baku terbuat dari bahan tara
Jurnal kesmas
pangan, dan pengangkutan air baku tidak lebih dari 12 jam.
b. Sanitasi Alat
Tabel 2.
Ulang
Frekuensi
32
0
19
13
100
0
32
0
59,4
32
0
32
0
40,6
100
0
32
0
22
10
100
0
32
0
100
32
0
32
0
100
Jurnal kesmas
0
68,1
31,3
100
0
100
0
100
0
Jurnal kesmas
c. Higiene Petugas
Tabel 3.
Minum Isi
Higiene Petugas
Frekuensi
13
19
40,6
17
15
59,4
29
3
0
32
0
32
53,1
46,9
90,6
9,4
0
100
0
100
Jurnal kesmas
minum berperilaku hygiene dan sanitasi setiap melayani
konsumen sedangkan 59,4% tidak berperilaku hygiene dan
sanitasi. Sebanyak 53,1% petugas depot air minum selalu
mencuci tangan sebelum melayani konsumen dan 46,9% tidak
melakukan cuci tangan sebelum melayani konsumen. 90,6%
petugas depot air minum menggunakan pakaian yang bersih dan
rapi sedangkan 9,4 % tidak menggunakan pakaian yang rapi dan
bersih. Seluruh petugas depot air minum sehat bebas penyakit
menular. Seluruh petugas depot air minum belum pernah
melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala dan belum
pernah mengikuti kursus hygiene sanitasi depot air minum
d. Sanitasi Depot
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Sanitasi Alat Depot Air Minum Isi
Ulang
di Kecamatan Ngawi
%
Sanitasi Depot
Frekuensi
1. Lokasi bebas pencemar dan
penularan penyakit
Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
2. Konstruksi
bangunan,lantai,dinding
dan
atap yang baik
Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
3. Tata ruang yang terpisah
Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
4. Pencahayaan
Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
5. Ventilasi dan kelembaban
Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
6. Akses kamar mandi dan
jamban
Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
7. Saluran
pembuangan
air
limbah
Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
8. Tempat sampah tertutup
Memenuhi syarat
32
0
32
0
100
0
22
10
32
0
100
0
32
0
32
0
21
11
10
22
10
68,8
31,3
100
0
Jurnal kesmas
Tidak memenuhi syarat
9. Tempat cuci tangan
Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
10. Bebas tikus, lalat dan kecoa
Memenuhi syarat
Tidak memenuhi syarat
22
100
32
0
100
0
65,6
34,4
31,3
68,8
31,3
68,8
100
0
10
Jurnal kesmas
Sebanyak 31,3% depot air minum menyediakan tempat cuci
tangan sedangkan 68,8% belum menyediakan tempat cuci
tangan. Seluruh depot air minum bebas dari tikus, lalat dan
kecoa.
e. Kualitas Bakteriologis Air Minum
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Kualitas Bakteriologis Air
Minum Isi
Ulang Pasca Proses Pengolahan di Kecamatan Ngawi
Kabupaten Ngawi
Kualitas Bakteriologis
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Total
Jumlah
14
18
32
Prosentase
43,75 %
56,25 %
100 %
Dari data pada tabel 5.5 jumlah depot air minum yang
terkontaminasi bakteri coliform lebih banyak (56,25%) jika
dibandingkan dengan depot air minum yang tidak terkontaminasi
bakteri coliform.
2. Hubungan Aspek Kondisi Sanitasi Depot Air Minum Dengan Kualitas
Bakteriologis Air Minum
a. Bahan Baku
Tabel 6. Hubungan Kondisi Sumber Air Baku Dengan Kualitas
Bakteriologi Air Minum Isi Ulang
Kualitas
Bakteriologis Air
Minum Isi Ulang
Bahan Baku
Memenu
hi Syarat
n
11
Tidak
Memenu
hi Syarat
N
Total
df
Jurnal kesmas
1. Kualitas
bakteriolo
gis bahan
baku
MS
TMS
2. Surat
jaminan
pasok air
baku
MS
TMS
3. Tangki
bahan
baku
terbuat
dari bahan
tara
pangan
MS
TMS
4. Kepemilik
an bukti
tertulis
sumber
air
MS
TMS
5. Pengangk
utan air
baku tidak
lebih dari
12 jam
MS
TMS
14
1
14
0
14
0
9
5
11
6
43,
8
3,1
43,
8
0
14
0
18
0
34,
4
18,
8
18
0
56,
3
0
34,
4
21,
9
43,
8
0
78,
22
1,9
32
100
32
100
20
62,
5
56,
3
0
18
0
11
7
25
0,05
1
0,32
7
56,
3
0
12
28,
1
1
0,85
4
0,03
3
37,
5
15,
6
32
0
12
100
Jurnal kesmas
0
43,
8
0
Sanitasi Alat
Kualitas Bakteriologis
Air Minum Isi Ulang
Memenuhi
Tidak
Syarat
Memenuhi
Syarat
Total
df
(%)
N
1. Peralatan terbuat dari
bahan tara pangan
MS
TMS
2. Peralatan desinfeksi
dalam masa pakai
13
14
0
43,8
18
0
56,3
0
32
100
Jurnal kesmas
MS
TMS
3. Tandon tertutup dan
terlindung
MS
TMS
4. Pembersihan gallon
sebelum pengisian
MS
TMS
Lanjutan ..
14
14
0
14
0
14
0
5
13
15,6
40,6
18
0
56,3
0
19
59,4
18
0
56,3
0
13
43,8
0,589
40,6
X2 =
17,02
9
32
100
43,8
32
100
43,8
0
Jurnal kesmas
5. Sitem pencucian
terbalik
MS
TMS
6. Mikrofilter > 1 dan
berjenjang
MS
TMS
7. Penggunaan alat
sterilisasi dan
desinfeksi secara
benar
MS
TMS
8. Fasilitas pencucian &
pembilasan gallon
MS
TMS
9. Pengisian dalam
ruang tertutup
MS
TMS
10. Tersedia tutup botol
baru dan bersih
MS
TMS
15
14
0
43,8
18
0
56,3
0
32
100
32
100
22
68,1
10
31,1
43,8
32
100
43,8
32
100
43,8
32
100
0
14
0
18
0
56,3
0
9
9
28,1
28,1
14
0
18
0
56,3
0
14
0
18
0
56,3
0
18
0
56,3
0
13
1
14
0
43,8
0
40,6
3,1
0,009
0,417
Jurnal kesmas
Hasil analisa hubungan peralatan masih dalam masa pakai
2
dengan kualitas bkteriologis air minum menunjukkan bahwa x
2
hitung lebih besar dari x tabel yaitu 17,029 > 3,841 maka H1
diterima yaitu Ada hubungan antara peralatan masih dalam
masa pakai atau tidak dengan kualitas bakteriologis air minum isi
ulang dengan keeratan hubungan sebesar 0,589 (Lampiran 5).
Hasil analisis hubungan penggunaan alat sterilisasi dan
desinfeksi secara benar dengan kualitas bakteriologis air minum
isi ulang menunjukkan bahwa p = 0,009, maka p 0,05 sehingga
H1diterima yaitu : Ada hubungan antara penggunaan alat
sterilisasi dan desinfeksi secara benar dengan kualitas
bakteriologis air minum isi ulang dengan keeratan hubungan
sebesar 0,417. (Lampiran 5)
c. Hygiene petugas
Tabel 8.
Higiene Petugas
Memenuhi
Syarat
N
16
Tidak
Memenuhi
Syarat
N
Total
df
Jurnal kesmas
1. Perilaku
hygiene
dan
sanitasi
petugas
setiap
melayani
konsumen
MS
TMS
2. Perilaku mencuci
tangan
setiap
melayani
konsumen
MS
TMS
3. Pakaian kerja yang
bersih dan rapi
MS
TMS
4. Pemeriksaan
kesehatan berkala
MS
TMS
5. Keikutsertaan
kursus
hygiene
sanitasi depot air
minum
MS
TMS
13
1
11
3
40,6
3,1
0
18
0
56,3
6
12
18,8
37,5
14
0
15
3
46,9
9,4
0
14
0
18
0
56,3
34,4
9,4
0
14
0
18
0
56,3
1
3
40,6
59,4
X2=28,1
5
0,684
0,410
0,273
1
9
53,1
1
7
46,9
0,011
1
5
43,8
90,6
9,4
0,109
2
9
0
43,8
0
100
0
43,8
17
3
2
0
100
Jurnal kesmas
0
3
2
18
Jurnal kesmas
Air Minum Isi Ulang
Kualitas Bakteriologis Air
Minum Isi Ulang
Sanitasi Depot
Memenuhi
Syarat
N
1. Lokasi bebas
pencemar &
penularan penyakit
MS
TMS
2. Konstruksi
bangunan,lantai,
dinding dan atap
yang baik
MS
TMS
3. Tata
ruang
terpisah
MS
TMS
4. Pencahayaan
MS
TMS
5. Ventilasi &
kelembaban
MS
TMS
6. Akses
kamar
mandi, jamban
MS
TMS
7. Saluran
pembuangan air
limbah
MS
TMS
8. Tempat sampah
tertutup
MS
TMS
9. Tempat
cuci
tangan
MS
TMS
19
14
0
Tidak
Memenuhi
Syarat
N
18
0
56,3
0
43,8
0
14
0
11
3
14
0
43,8
18
0
56,3
0
11
7
34,4
56,3
18
0
56,3
0
0
14
0
14
0
34,4
18
0
56,3
0
18
0
56,3
0
9,4
14
1
8
6
43,8
0
8
6
7
10
21,9
31,3
2
16
6,3
50
2
16
6,3
50
43,8
14
18
Total
df
32
100
32
100
22
68,8
0,290
0,184
10
31,3
32
100
32
100
56,3
Jurnal kesmas
10.
Bebas
tikus,
lalat, kecoa
MS
TMS
43,8
0
43,8
3,1
25
18,8
25
18,8
43,8
0
32
0
100
21
11
10
22
10
22
32
0
0,002
0,481
0,005
0,442
0,005
0,442
65,6
34,4
31,3
68,8
31,3
68,8
100
0
20
Jurnal kesmas
dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang , dengan
keeratan hubungan sebesar 0,481. (Lampiran 5).
Hasil analisis hubungan tersedianya tempat sampah
tertutup dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang
didapatkan p = 0,005 dimana p 0,05 sehingga H1 diterima yaitu
: Ada hubungan antara tersedianya tempat sampah yang
tertutup dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang ,
dengan keeratan hubungan sebesar 0,442.(Lampiran 5).
Hasil analisis hubungan antara tersedianya tempat cuci
tangan dengan kualitas bakteriologis air minum menunjukkan p =
0,005 dimana p 0,05 sehingga H1 diterima yaitu : Ada
hubungan antara tersedianya tempat cuci tangan
dengan
kualitas bakteriologis air minum isi ulang , dengan keeratan
hubungan sebesar 0,442.(Lampiran 5).
PEMBAHASAN
1.
21
Jurnal kesmas
6) Tanki pengangkut, kran dan pipa penyalur air baku yang
tercemar sehingga menjadi sumber kontaminasi.
Oleh karena itu agar air baku yang digunakan pada depot air
minum isi ulang memenuhi persyaratan kualitas bakteriologis
maka sebaiknya mulai dari proses pengambilan,
pengangkutan dan pengisian air baku hingga sampai ke
tangan konsumen dalam hal ini adalah pengusaha depot air
minum harus memperhatikan kebersihan, baik kebersihan
tanki pengangkut, kran, selang penyalur, tandon penampung
air baku, dan waktu penyimpanan air baku serta perilaku
petugas pengisian air baku yang higienis.
Pemeriksaan laboratorium terhadap air baku dengan
parameter kandungan bakteriologis menunjukkan bahwa
masih ada depot dengan kualitas air baku yang tidak
memenuhi
syarat.
Berdasarkan
Permenkes
RI
No.416/Menkes/Per/XI/1990 menyebutkan bahwa untuk air
bersih batas maksimum untuk total koliform 50/100 ml
(bukan air perpipaan). Masih bolehnya bakteri koliform dalam
air baku karena air tersebut masih akan melalui proses
pengolahan menjadi air minum.
Bahan baku yang tidak memenuhi syarat masih bisa
menghasilkan output air minum isi ulang yang memenuhi
syarat karena masih melalui proses pengolahan yang terdiri
dari proses desinfeksi dan sterilisasi. Apabila air baku yang
diperoleh tidak memenuhi syarat kualitas maka pemilik atau
petugas depot air minum sebaiknya mengganti mikrofilter
yang digunakan dan menyalakan lampu UV lebih lama atau
sepanjang waktu agar proses sterilisasi lebih optimal .
b. Kepemilikan Surat Jaminan Pasok Air Baku
Surat jaminan pasok air baku berupa ijin dari instansi
berwenang dalam hal ini adalah dinas pertambangan untuk
mengambil dan memanfaatkan secara komersil air bersih dari
sumber air tanah dalam sehingga depot air minum isi ulang
tidak membeli air baku dari produsen air baku yang tidak
berijin. Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan RI No.651/MPP/Kep/10/2004
bahwa salah satu syarat usaha depot air minum isi ulang
wajib memiliki surat jaminan pasok air baku dari perusahaan
yang memiliki ijin pengambilan air dari instansi yang
berwenang.
Dari hasil penelitian di lapangan, semua depot air
minum isi ulang di Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi
mengambil air baku dari pemasok yang sama yaitu
mengambil dari sumber mata air di wilayah Gentong
22
Jurnal kesmas
Kecamatan Jogorogo yang sudah memiliki ijin.
Dari data bidang Penyehatan Lingkungan Dinas
Kesehatan kabupaten Ngawi, seluruh depot air minum isi
ulang di Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi telah memiliki
ijin usaha sehingga sudah pasti memiliki surat jaminan pasok
air baku karena merupakan salah satu syarat ijin usaha.
c. Tanki Air Baku Terbuat Dari Bahan Tara Pangan
Bahan tara pangan (food grade) adalah bahan yang
aman digunakan untuk mewadahi pangan yaitu bahan yang
tidak dapat melepaskan zat-zat beracun ke dalam air, tidak
menyerap bau dan rasa, tahan karat, tahan pencucian dan
tahan desinfeksi ulang. (Depkes,2014).
Tanki air baku harus terbuat dari bahan tara pangan
bisa menggunakan tanki tara pangan stainless steel atau
wadah yang berlapis polycarbonate. Hal ini untuk menjamin
keamanan air baku yang akan diproses menjadi air minum.
Dari hasil penelitian, pemasok air baku yang memasok
seluruh depot air minum isi ulang di wilayah Kecamatan
Ngawi menggunakan tanki berbahan stainless steel.
d. Kepemilikan Bukti Tertulis Sumber Air
Sesuai Permenkes RI No. 43 tahun 2014 tentang
Higiene Sanitasi Depot Air Minum, setiap depot air minum isi
ulang wajib memilik bukti tertulis sumber air, bisa berupa nota
pembelian air baku dari perusahaan pengangkutan air atau
berupa sertifikat sumber air. Bukti tertulis ini berfungsi
sebagai bukti bahwa pengusaha depot air minum isi ulang
benar-benar menggunakan air baku dari pemasok yang berijin
bukan dari air sumur warga maupun menggunakan air PDAM.
Hal ini untuk mencegah tindakan kecurangan dari pengusaha
depot air minum isi ulang.
Dari hasil di lapangan menunjukkan 62,5 % (tabel 5.1)
depot air minum memiliki bukti tertulis sumber air sehingga
dipastikan mereka benar-benar mengambil air baku dari
pemasok yang berijin.. Sedangkan 37,5 % (tabel 5.1) tidak bisa
menunjukkan bukti tertulis sumber air, namun hal ini tidak
menunjukkan adanya
hubungan dengan kualitas
bakteriologis air minum isi ulang.
e. Pengangkutan Air Baku Tidak Lebih Dari 12 Jam
Sesuai Permenkes RI No. 43 tahun 2014 tentang
Higiene Sanitasi Depot Air Minum,pengangkutan air baku
tidak boleh lebih dari 12 jam karena waktu 12 jam
memungkinkan berkembangnya mikroorganisme yang
membahayakan kesehatan.
23
Jurnal kesmas
Dalam pengisian air baku, seluruh depot air minum isi
ulang di wilayah Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi
melakukan proses pengisian air baku dengan pengangkutan
yang tidak lebih dari 12 jam karena pengusaha depot air
minum menggunakan jasa pemasok air yang mengambil air
baku di wilayah Gentong Kecamatan Jogorogo. Jarak tempuh
antara Kecamatan Jogorogo dengan Kecamatan Ngawi bisa
dicapai dalam waktu 1jam sehingga tidak lebih dari 12 jam
air baku sudah diterima pengusaha depot air minum.
2. Sanitasi Alat
a. Peralatan Terbuat Dari Bahan Tara Pangan
Bahan tara pangan (food grade) adalah bahan yang
aman digunakan untuk mewadahi pangan yaitu bahan yang
tidak dapat melepaskan zat-zat beracun ke dalam air, tidak
menyerap baud an rasa, tahan karat, tahan pencucian dan
tahan desinfeksi ulang. (Depkes,2014).
Paralatan harus terbuat dari bahan tara pangan
terutama semua peralatan yang bersinggunngan dengan
produk yaitu bisa menggunakan bahan stainless steel atau
wadah yang berlapis polycarbonate atau polyvinyl
carbonate..Hal ini untuk menjamin keamanan produk yang
dihasilkan.
Dari hasil pengamatan di lapangan, semua peralatan
yang digunakan pada depot air minum isi ulang menggunakan
bahan tara pangan sehingga produk yang dihasilkan aman
tidak terkontaminasi dari bahan peralatan yang digunakan.
b. Peralatan Desinfeksi Masih Dalam Masa Pakai
Peralatan desinfeksi yang dimaksud adalah mikro filter
yang digunakan. Masa pakai adalah umur (life time) dari
mikro filter, masa pakai ini biasanya sudah ditentukan oleh
produsen (pabrik yang membuat). (Depkes, 2010).
Proses desinfeksi bertujuan untuk menghilangkan
mikroorganisme yang ada dalam air baku sehingga air yang
akan dikonsumsi terbebas dari bakteri pathogen. Untuk
mematikan bakteri yang ada pada air baku, depot air minum
menggunakan lampu UV, ozon atau sistem osmosis balik
(reverse osmosis). Lampu UV yang digunakan adalah UV C
dengan panjang gelombang berkisar antara 260-280 nm.
(Athena, 2004). Lampu UV ini memiliki batas pemakaian,
apabila waktu pemakaian telah habis maka harus diganti
karena kemampuan desinfeksinya berkurang. Mikro filter pun
memiliki masa pakai yang apabila sudah kadaluarsa harus
segera diganti agar kemampuan menyaring partikel-partikel
atau bakteri tetap optimal.
24
Jurnal kesmas
Masa pakai peralatan desinfeksi yang sudah kadaluarsa
akan menurunkan fungsinya sehingga tidak optimal daya
desinfeksinya. Hal ini akan menurunkan kualitas produk yang
dihasilkan.
Dari hasil pengamatan di lapangan 59,4 % (tabel 5.2)
depot air minum isi ulang di wilayah Kecamatan Ngawi
Kabupaten Ngawi peralatan desinfeksinya masih dalam masa
pakai dan 40,6 % (tabel 5.2) sudah lewat masa pakainya
sehingga menghasilkan produk yang tidak memenuhi syarat
kualitas bakteriologis. Hal ini disebabkan oleh pengusaha
yang tidak mengganti mikro filter yang telah kadaluarsa akibat
lalai tidak memperhatikan masa pakai mikro filter atau karena
sengaja menunda penggantian mikrofilter karena alasan
ekonomis. Oleh karena itu, pemahaman pemilik akan
pentingnya mengganti mikro filter yang sudah kadaluarsa
perlu dilakukan agar dapat menghasilkan produk yang
memenuhi syarat. Hal ini dapat dilakukan melalui pembinaan
yang intensif dari petugas sanitarian selaku pembina depot air
minum isi ulang dan kerjasama dengan ASPADA (Asosiasi
Pengusaha Depot Air Minum) untuk membina anggotanya.
c. Tandon Tertutup Dan Terlindung
Tandon harus tertutup dan terlindung dari sinar
matahari, jamahan serangga dan tikus, tidak menjadi tempat
perindukan nyamuk. (Deperindag, 2007).
Tandon yang terkena sinar matahari akan menaikkan
suhu sehingga menjadi media yang cocok untuk
perkembangbiakan mikroorganisme sehingga menurunkan
kualitas isi tandon tersebut.
Dari hasil pengamatan di lapangan, semua tandon depot
air minum isi ulang di Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi
mempatkan tandon dalam ruangan yang tertutup dan
terlindung dari sinar matahari.
d. Pembersihan Galon Sebelum Pengisian
Pencucian dilakukan pada semua bagian gallon, yaitu
bagian permukaan dalam, leher dan mulut gallon. Wadah
bagian dalam sesudah dicuci dengan air bersih harus
disanitasi menggunakan air ozone. Sesudah disanitasi wadah
dibilas dengan air minum/air produk secukupnya. (
Deperindag, 2007).
Gallon harus selalu dibersihkan sebelum pengisian,
gallon yang tidak dibersihkan jika diisi oleh air yang
memenuhi syarat pun akan menjadi tidak memenuhi syarat
akibat kontaminasi dari gallon.
Dari hasil pengamatan di lapangan diperoleh hasil
25
Jurnal kesmas
bahwa seluruh depot air minum melakukan pembersihan
gallon sebelum pengisian. Hal ini sesuai dengan pedoman
pelaksanan penyelenggaraan hygiene sanitasi depot air
minum.
e. Sistem Pencucian Terbalik
Sistem pencucian terbalik (bask washing) adalah cara
pembersihan tabung filter dengan cara mengalirkan air
tekanan tinggi secara terbalik sehingga kotoran atau residu
yang selama ini tersaring dapat terbuang keluar. Untuk depot
air minum yang tidak menggunakan sistem back washing
maka harus memiliki jadual penggantian tabung filter.(
Depkes, 2010)
Dari hasil wawancara dengan pengusaha depot air
minum didapatkan informasi bahwa depot air minum selalu
menggunakan sistem back washing karena rangkaian alat
sudah dilengkapi dengan filter yang menggunakan sistem
back washing sebagaimana tercantum pada skema instalasi
depot air minum.
f. Penggunaan Mikro Filter Lebih Dari Satu Dan Berjenjang
Mikron filter atau cartridge filter dimaksudkan agar
bakteri, virus dan berbagai partikel halus lainnya dapat
tersaring dengan baik dan dicapai kejernihan air sesuai
persyaratan yang ditentukan . untuk itu digunakan medium
cartridge filter dengan ukuran saringan 10 mikron, 5 mikron,
dan 1 mikron secara berurutan seri dan bertahap agar tidak
mudah buntu. Selanjutnya digunakan finishing cartridge filter
dengan menggunakan mikro filtration dengan ukuran
0,8-0,6-0,4 atau 0,1 mikron yang disebut ceramic filter atau
micro pleated filter cartridge agar dicapai tingkat kekeruhan
nol. (Deperindag, 2007).
Dari hasil pengamatan di lapangan seluruh depot air
minum sudah menggunakan instalasi yang dilengkapi mikro
filter lebih dari satu dan berjenjang karena jika hanya
menggunakan satu mikro filter justru lebih boros karena
mikro filter lebih cepat buntu sehingga lebih sering diganti.
g. Penggunaan Alat Sterilisasi Dan Desinfeksi Secara Benar
Peralatan desinfeksi dan sterilisasi harus ada pada
sebuah depot air minum, dapat berupa ultraviolet (UV) atau
ozonisasi atau peralatan desinfeksi lainnya. (Depkes, 2010).
Dari hasil penelitian di lapangan 31,3 % (tabel 5.2) alat
desinfeksi dan sterilisasi tidak berfungsi secara benar
sehingga menghasilkan produk yang tidak memenuhi kualitas
bakteriologis. Hal ini terjadi karena penyimpangan yang
26
Jurnal kesmas
dilakukan oleh pengusaha depot air minum. Salah satu
penyimpangannya adalah tidak menyalakan lampu UV secara
terus menerus, lampu UV hanya dinyalakan pada saat
pengisian saja sehingga waktu yang dibutuhkan sinar UV
untuk mensterilkan tidak terpenuhi sehingga mikroorganisme
tetap hidup yang mengakibatkan produk yang dihasilkan tidak
memenuhi syarat. Oleh karena itu hendaknya lampu UV selalu
dalam keadaan menyala meskipun tidak ada proses pengisian
agar produk yang dihasilkan benar-benar produk yang steril.
h. Tersedianya Fasilitas Pencucian Dan Pembilasan Galon
Sebelum Pengisian
Fasilitas pencucian gallon adalah sarana pencucian
gallon yang terdapat pada depot dengan cara memutarkan
gallon secara bersamaan dengan menyemprotkan air produk
selama 15 detik . (Depkes, 2010).
Dari hasil pengamatan di lapangan diperoleh hasil
bahwa semua depot air minum sudah dilengkapi dengan
fasilitas pencucian dan pembilasan gallon karena rangkaian
alat sudah menjadi satu dalam satu instalasi.
i. Fasilitas Pengisian Galon Dalam Ruang Tertutup
Pengisian gallon dilakukan dalam ruangan tertutup yang
tembus pandang sehingga dapat dilihat dari luar. (Deperindag,
2007). Pengisian dalam ruang tertutup dimaksudkan untuk
mencegah kontaminasi dari udara luar yang dapat masuk
selama proses pengisian sehingga dapat menghasilkan
produk yang memenuhi syarat dan aman bagi masyarakat.
Dari hasil pengamatan rangkaian instalasi depot air
minum selalu dilengkapi tempat pengisian yang tertutup
dengan kaca tembus pandang dan beralas keramik.
j. Tersedianya Tutup Botol Baru Yang Bersih
Setiap gallon yang telah diisi langsung diberi tutup yang
baru dan bersih tetapi tidak diijinkan melakukan pemasangan
segel karena usaha depot air minum adalah usaha air minum
isi ulang bukan air dalam kemasan. Pemasangan segel hanya
diperbolehkan untuk produk air dalam kemasan. Oleh karena
itu depot air minum harus menyediakan tutup botol yang baru
dan bersih dalam jumlah yang cukup. Dari hasil pengamatan,
semua depot air minum memiliki stok tutup botol baru yang
bersih.
Hygiene Petugas
2.
27
Setiap Melayani
Jurnal kesmas
Hygiene perorangan adalah salah satu factor yang
beresiko menyebabkan terjadinya kontaminasi pada air
minum . hygiene perorangan dapat diartikan sebagai upaya
perilaku positif yang dilakukan seseorang untuk hidup bersih
dan sehat.
Sebagaimana dalam Pedoman Teknis Pengelolaan
Depot Air Minum yang diterbitkan oleh Departemen
Kesehatan RI , karyawan harus melaksanakan praktek
perilaku hidup bersih dan sehat, tidak merokok sewaktu
bekerja, tidak meludah atau bersin sembarangan, tidak
menggaruk atau menyentuh atau mengorek anggota tubuh
anggota tubuh lainnya seperti hidung, telinga, gigi.
Dari hasil pengamatan, baru 40,6 % petugas berperilaku
hidup bersih dan sehat sehingga menujukkan hubungan yang
erat dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang.
Masih banyak petugas yang melayani konsumen sambil
merokok, makan, menyentuh anggota tubuh seperti
menggaruk kulit dan kepala.
b. Perilaku Mencuci Tangan Dengan Sabun Dan Air Mengalir
Higiene perorangan yang terlibat dalam proses
pengolahan makanan/minuman perlu diperhatikan untuk
menjamin keamanan produk dan mencegah terjadinya
penyebaran penyakit. Orang sehat pun sebetulnya masih
membawa milyaran mikroorganisme di dalam mulut, hidung,
kulit dan saluran pencernaannya. Dengan demikian pekerja
harus mengikuti proseduruntuk mencegah kontaminasi pada
produk yang ditanganinya. Prosedur yang penting bagi
pekerja pengolah makanan/minuman adalah pencucian
tangan, kebersihan dan kesehatan diri. (Hiasinta, 2001).
Tangan kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan
bakteri dan virus pathogen dari tubuh, faeces, atau sumber
lain ke makanan/minuman. Oleh karena itu pencucian tangan
meskipun tampaknya merupakan kegiatan ringan dan sering
disepelekan, terbukti cukup efektif dalam mencegah
kontaminasi pada makanan/minuman. Pencucian tangan
dengan sabun dan diikuti dengan pembilasan akan
menghilangkan banyak mikroba yang terdapat pada tangan.
Frekuensi pencucian tangan disesuaikan dengan kebutuhan.
Pada prinsipnya pencucian tangan dilakukan setiap saat,
setelah menyentuh benda-benda yang dapat menjadi sumber
kontaminasi atau cemaran. (Hiasinta, 2001)
Dari hasil penelitian 46,9 % (tabel 5.3) petugas tidak
mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir setiap
melayani konsumen sehingga mengkontaminas air minum
yang dihasilkan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran
28
Jurnal kesmas
petugas dalam mencuci tangan dengan sabun dan tidak
tersedianya tempat cuci tangan di lokasi depot air minum.
Oleh karena itu setiap depot air minum harus menyediakan
tempat cuci tangan yang dilengkapi sabun dan air mengalir.
c. Penggunaan Pakaian Kerja Yang Bersih dan Rapi
Pakaian pengolah makanan/minuman harus selalu
bersih , sebaiknya berwarna terang dan tidak bermotif. Hal ini
dilakukan agar kotoran mudah terlihat. Pakaian kerja
sebaiknya dibedakan dari pakaian harian dan dibersihkan
secara periodic untuk mengurangi resiko kontaminasi.
Dari hasil pengamatan 90,6 % (tabel 5.3) petugas sudah
mengenakan pakaian kerja yang rapi. Hal ini akan
meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap depot air
minum. Karena penampilan petugas yang tidak bersih dan
tidak rapi menyebabkan konsumen tidak tertarik untuk
membeli.
d. Pemeriksaan Kesehatan Secara Berkala
Sebagaimana menjadi persyaratan kesehatan petugas
operator depot air minum, harus dilakukan pemeriksaan
kesehatan secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali dan
dilakukan pengambilan usap dubur (rectal swab). Tujuan
pemeriksaan kesehatan adalah untuk menjamin bahwa
petugas yang bersentuhan langsung dengan produk harus
dalam kondisi sehat dan tidak menjadi sumber pencemar
terutama bagi pencamaran oleh bakteri E.Coli.(Depkes. 2014)
Pada kenyataannya, petugas operator depot air minum
tidak memeriksakan kesehatan secara berkala namun
memeriksakan kesehatan hanya pada saat menderita sakit
saja. Selain itu dinas kesehatan sebagai pelaksana
pembinaan higiene sanitasi belum pernah melakukan
pemeriksaan rectal swab pada petugas`depot air minum. Oleh
karena itu sebaiknya pemeriksaan kesehatan petugas depot
air minum dilakukan secara rutin. Setiap petugas depot air
minum harus memiliki buku kesehatan karyawan dan riwayat
kesehatan petugas dicatat dalam buku ini setiap pemeriksaan
kesehatan atau berobat ke dokter maupun petugas kesehatan
lainnya.
e. Keikutsertaan Dalam Kursus Higiene Sanitasi.
Penerapan higiene dan sanitasi petugas depot air
minum adalah setiap pengelola dan karyawan depot air
minum telah memiliki sertifikat pelatihan kursus higiene
sanitasi yang terdiri dari kursus petugas depot air minum,
kursus pengujian sederhana air minum, dan kursus
29
Jurnal kesmas
pengambilan sampel air minum (Deperindag, 2007).
Dari hasil wawancara dengan pengelola maupun
petugas depot air minum di Kecamatan Ngawi,
Dinas`Kesehatan maupun Puskesmas belum pernah
memberikan kursus yang berhubungan dengan hygiene
sanitasi depot air minum.
Sesuai Permenkes RI No. 43 tahun 2014 tentang
hygiene sanitasi depot air minum, menyebutkan bahwa
kursus hygiene sanitasi depot air minum diselenggarakan
oleh
Kementerian
Kesehatan,
Dinas
Kesehatan
Propinsi/Kabupaten/Kota atau asosiasi depot air minum.
Oleh karena itu untuk mewujudkan terselenggaranya kursus
hygiene sanitasi depot air minum, sebaiknya Dinas
Kesehatan memasukkan kursus hygiene sanitasi depot air
minum sebagai salah satu program kerja yang rutin
dilaksanakan dengan bekerjasama dengan Puskesmas
setempat beserta asosiasi pengusaha depot air minum
(ASPADA).
Sanitasi Depot
3.
30
Jurnal kesmas
3) Lantai dengan kelandaian yang cukup
4) Warna dinding yang cerah
5) Atap bangunan harus halus, menutup sempurna tahan air
dan tidak bocor
6) Tinggi langit-langit
(Deperindag, 2007)
minimal
meter
dari
lantai.
31
Jurnal kesmas
Depot air minum harus diatur ventilasinya untuk
menjaga suhu agar tetap nyaman agar tidak mencemari
proses pengolahan dan atau air minum. (Deperindag, 2007).
Fungsi ventilasi adalah untuk menjaga agar aliran udara
tetap segar. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan
kurangnya O2 di dalam ruangan yang akan meningkatkan CO2
dalam ruangan. Selain itu tidak cukupnya ventilasi akan
menyebabkan kelembaban udara naik. Kelembaban yang
tinggi merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri
pathogen. Oleh karena itu ruangan depot air minum harus
dalam kondisi kelembaban udara yang cukup.
Pada penelitian ini, kelembaban udara tidak diukur
secara khusus menggunakan hygrometer, namun dengan
membandingkan suhu di dalam ruangan dengan suhu di luar
ruangan karena jika suhu dalam ruangan dengan suhu luar
ruangan kurang lebih sama maka sudah membuktikan bahwa
ventilasi ruangan tersebut cukup dengan kelembaban yang
cukup pula.
f. Memiliki Akses Kamar Mandi Dan Jamban
Sebagaimana Permenkes RI No. 43 tahun 2014,
menyebutkan bahwa depot air minum harus memiliki akses
fasilitas sanitasi dasar salah satunya adalah kamar mandi
dan jamban. Walaupun depot air minum tidak memiliki sarana
kamar mandi dan jamban sendiri, tetapi di lingkungan
tersebut ada sarana yang dapat digunakan baik milik umum
maupun pribadi.
Dari pengamatan di lapangan, seluruh depot air minum
di wilayah Kecamatan Ngawi memiliki akses terhadap kamar
mandi dan jamban, karena usaha depot air minum berada di
lingkungan pemukiman penduduk menjadi satu dengan
rumah pemilik usaha.
g. Adanya Saluran Pembuangan Air Limbah
Salah satu syarat depot air minum adalah memiliki
saluran pembuangan air limbah dengan aliran air yang lancar
dan tertutup, hal ini bertujuan agar tidak terjadi genangan
yang terbuka. Genangan yang terbuka akan menjadi tempat
perkembangbiakan bakteri patoghen dan menjadi sarang
vector yang dapat mencemari lingkungan.
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa
depot air minum di Kecamatan Ngawi sudah memiliki saluran
pembuangan air limbah yang tertutup. Hal ini sesuai
persyaratan depot air minum yang telah ditetapkan.
32
Jurnal kesmas
h. Adanya Tempat Sampah Yang Tertutup
Sampah yang menumpuk dan membusuk dapat
menjadi sarang kuman dan binatang yang dapat mengganggu
kesehatan manusia serta mengganggu estetika lingkungan.
Depot air minum isi ulang hendaknya memiliki tempat
sampah yang dilengkapi tutup agar tidak menjadi sumber
pencemar (Depkes, 2014).
Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa 68,8% (tabel
5.4) depot air minum tidak menyediakan tempat sampah yang
tertutup, hal ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran pemilik
usaha depot air minum akan pentingnya menyediakan tempat
sampah tertutup. Hal ini berhubungan dengan kualitas air
minum isi ulang yang dihasilkan menjadi tidak memenuhi
syarat bakteriologis.
i. Adanya Tempat Cuci Tangan
Tangan kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan
bakteri dan virus pathogen dari tubuh, faeces, atau sumber
lain ke makanan/minuman. Oleh karena itu pencucian tangan
meskipun tampaknya merupakan kegiatan ringan dan sering
disepelekan, terbukti cukup efektif dalam mencegah
kontaminasi pada makanan/minuman. Pencucian tangan
dengan sabun dan diikuti dengan pembilasan akan
menghilangkan banyak mikroba yang terdapat pada tangan.
Frekuensi pencucian tangan disesuaikan dengan kebutuhan.
Pada prinsipnya pencucian tangan dilakukan setiap saat,
setelah menyentuh benda-benda yang dapat menjadi sumber
kontaminasi atau cemaran. (Hiasinta, 2001).
Tersedianya sarana tempat cuci tangan berkaitan
dengan perilaku petugas untuk mencuci tangan sebelum
melayani konsumen. Jika di lokasi depot air minum tidak
tersedia tempat cuci tangan maka petugas akan enggan
mencuci tangannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 68,8% (tabel 5.4)
depot air minum tidak menyediakan sarana cuci tangan, hal
ini berhubungan dengan kualitas bakteriologis air minum yang
dihasilkan karena tercemar melalui tangan petugas yang tidak
dicuci terlebih dahulu.
j. Bebas Dari Lalat, Tikus Dan Kecoa
Lalat, tikus dan kecoa merupakan hewan-hewan yang
biasa hidup di lingkungan yang kotor. Apabila suatu tempat
dihuni oleh lalat, tikus maupun kecoa, hal ini menunjukkan
bahwa lingkungan sekitarnya adalah lingkungan yang tidak
baik sanitasinya.
33
Jurnal kesmas
Salah satu syarat depot air minum adalah harus bebas
dari tikus, lalat dan kecoa. (Depkes, 2014). Keberadaan tikus,
lalat dan kecoa dapat menjadi sumber pencemar dan dapat
merusakkan peralatan instalasi depot air minum.
Dari hasil pengamatan di lapangan, seluruh depot air
minum di wilayah Ngawi bebas dari lalat, tikus dan kecoa. Hal
ini karena kesadaran yang cukup baik dari pemilik usaha
depot air minum. Keberadaan hewan-hewan tersebut akan
menyebabkan konsumen enggan membeli produknya
sehingga dapat merugikan pengusaha, oleh karena itu
pengusaha berusaha mencegah kehadiran lalat, tikus dan
kecoa di tempat usahanya.
Kualitas Bakteriologis Air Minum Isi Ulang
4.
34
Jurnal kesmas
sekali hal ini bertentangan dengan peraturan yang ditetapkan
oleh Departemen Kesehatan RI dalam Permenkes RI No.
736/Menkes/Per/VI/2010 tentang Tata Laksana Pengawasan Air
Minum yang menyebutkan bahwa pemeriksaan air minum isi
ulang dilakukan sebulan sekali. Namun kondisi di lapangan
adalah sangat sulit melaksanakan pemeriksaan sebulan sekali
karena pengusaha depot air minum merasa keberatan apabila
produknya diperiksa sebulan sekali. Oleh karena itu dilakukan
kesepakatan bersama antara ASPADA dengan Dinas Kesehatan
untuk melakukan pemeriksaan 3 (tiga) bulan sekali dengan
persyaratan apabila hasil pemeriksaan bakteriologis tidak
memenuhi syarat, pengusaha depot air minum bersedia
melakukan perbaikan namun apabila 3 (tiga) pemeriksaan
berturut-turut masih tidak memenuhi syarat kualitas bakteriologis
akan diberikan teguran baik lisan maupun tertulis.
Rekapitulasi Hasil
5.
35
Jurnal kesmas
air minum isi ulang sehingga diperlukan pembinaan dari
instansi terkait dan asosiasi pengusaha depot air minum
(ASPADA)
untuk
meningkatkan
kesadaran
dan
pengetahuan
petugas
depot
air
minum
untuk
meningkatkan kualitas produk dan mendapatkan jaminan
keamanan produk air minum isi ulang yang dikonsumsi
masyarakat. Namun tidak semua pengusaha depot air
minum dengan sukarela datang memenuhi undangan
pertemuan pembinaan oleh Dinas Kesehatan dan ASPADA,
oleh karena diperlukan suatu kegiatan rutin yang bisa
mengumpulkan semua pengusaha depot air minum yang
sifatnya mengikat misalnya dalam setiap pertemuan
pembinaan diselingi dengan acara arisan sehingga lebih
menarik untuk dihadiri oleh para pengusaha depot air
minum.
Meskipun kondisi bahan baku dan sanitasi alat serta
sanitasi
depot
memenuhi
syarat
belum
tentu
menghasilkan produk air minum yang memenuhi syarat
pula, hal ini karena petugas lah yang bersentuhan
langsung dengan produk bisa menjadi sumber pencemar.
d. Sanitasi depot
Sanitasi depot air minum isi ulang memiliki nilai
sebesar 79,7 % (tabel 5.10) sehingga termasuk dalam
kategori memenuhi syarat kelaikan. Tempat/depot
merupakan salah satu penentu kualitas bakteriologis air
minum yang dihasilkan karena depot menjadi tempat
masuknya sumber cemaran baik dari lokasi depot maupun
fasilitas-fasilitas yang tersedia pada depot air minum.
Depot air minum hendaknya menyediakan fasilitas
pendukung sanitasi seperti SPAL, tempat cuci tangan,
tempat sampah.
Dari keseluruhan aspek kondisi sanitasi depot air minum
diperoleh nilai rata-rata total dengan kategori memenuhi
syarat kelaikan sebesar 74,36%.
2. Kualitas bakteriologis
Kualitas bakteriologis air minum merupakan penentu layak
tidaknya air minum isi ulang dikonsumsi masyarakat. Kualitas
bakteriologis yang memenuhi syarat dapat diperoleh dari
kondisi bahan baku yang baik, sanitasi alat yang baik, hygiene
petugas yang baik dan sanitasi depot yang baik pula.
Masing-masing aspek mempunyai peran yang saling
mendukung dalam menghasilkan produk yang memenuhi
syarat.
36
Jurnal kesmas
KESIMPULANDAN SARAN
a. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Aspek kondisi sanitasi depot air minum isi ulang yang meliputi
kondisi bahan baku, sanitasi alat, hygiene petugas dan sanitasi
depot dalam kondisi memenuhi syarat kelaikan yaitu sebesar
74,36%.
2. Terdapat 56,25% air minum isi ulang yang dikonsumsi
masyarakat di Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi tidak
memenuhi syarat kualitas bakteriologis air minum.
3. Terdapat hubungan aspek kondisi sanitasi depot air minum isi
ulang dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang di
Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi
b.
Saran
a. Memeriksakan produknya secara berkala agar diketahui
perubahan kualitasnya.
b. Mengikuti pembinaan dari pihak berwenang untuk mendapatkan
informasi yang bisa digunakan dalam mempertahankan atau
meningkatkan kualitas produknya.
c. Bagi produsen air minum isi ulang hendaknya lebih
memperhatikan peralatan yang digunakan terutama dalam
pemeliharaan, masa pakai peralatan dan penggunaan yang
sesuai. Perlu memperhatikan kondisi lingkungan sebaiknya
jangan dicampur dengan usaha lain.
d. Bagi para pekerja selalu berperilaku higienis dan sanitasi, selalu
mencuci tangan dengan sabun sebelum melayani konsumen
dan mengenakan pakaian kerja yang rapi dan bersih.
e. Memasang hasil pemeriksaan laboratorium terbaru sebagai
salah satu bentuk upaya menunjukkan pada konsumen bahwa
produknya aman sekaligus sebagai kontrol dari konsumen
kepada produsen.
37
Jurnal kesmas
DAFTAR PUSTAKA
Athena, Sukar., Hendro, MD., Anwar M., Haryono, (2004),
Badan
Pusat
Statistik.
(2014).
Ngawi
Dalam
Angka.
Ngawikab.bps.go.id
Beck, Mary E, (2000). Ilmu Gizi Dan Diet Hubungannya Dengan
Penyakit-Penyakit Untuk Perawat Dan Dokter. Yogyakarta
Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI. (2004). Keputusan
Menteri Perindustrian Dan Perdagangan Republik
Indonesia
Nomor
651/MPP/Kep/10/2004
Tentang
Persyaratan
Teknis
Depot
Air
Minum
dan
Perdagangannya. Jakarta: Departemen Perindustrian Dan
Perdagangan Republim Indonesia.
Pedoman Pelaksanaan
Penyelenggaraan Hygiene Sanitasi Depot Air Minum.
Departemen
Kesehatan
RI.
(2006).
Pedoman Pelaksanaan
Penyelenggaraan Hygiene Sanitasi Depot Air Minum.
Departemen
Kesehatan
RI.
(2010).
38
Jurnal kesmas
Republik Indonesia No. 492/Menkes/Per/IV/2010 Tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia
Departemen Kesehatan RI. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 736/Menkes/Per/VI/2010 Tentang
Tata Laksana Pengawasan Kualitas Air Minum. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 43 Tahun 2014 Tentang Sanitasi
Depot Air Minum, Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi. (2014). Profil UPT Labkesda
Purnawijayanti.
Keselamatan
Kerja
Kanisius. Yogyakarta.
(2001)
Dalam
39