Professional Documents
Culture Documents
Yeni Sulastri F351080121
Yeni Sulastri F351080121
YENI SULASTRI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
ABSTRACT
YENI SULASTRI. F351080121. Synthesis of Methyl Ester Sulfonic Acid
(MESA) from Methyl Ester of Crude Palm Oil (CPO) using Single Tube Falling
Film Reactor. Under direction of ERLIZA HAMBALI and ANI SURYANI.
Surfactant is a surface-active agent that can be produced by a chemical or
biochemical synthesis. The main characteristic of a surfactant is having polar and
non-polar groups at the same molecule and forming head-tail configuration. One
of the potential surfactant that can be produced from CPO is surfactant Methyl
Ester Sulfonates (MES). Production process of MES using SO 3 gas in Single Tube
Falling Film Reactor (STFR) is a common technology. This process produce
Methyl Ester Sulfonic Acid (MESA) as an intermediate product before finally
becomes MES. The purpose of this research was to determine the steady state
condition of sulfonation and the best temperature of methyl ester sulfonation
process from CPO using SO3 gas in STFR, to determine the physicochemical
properties of MESA and MES. Steady state condition of sulfonation for
temperature of heating feed 100C to pH, acid value, and viscosity not yet been
reached, for steady state condition of density reached at 4 hours. While for the
parameter of iodine value and active matter for MESA and MES each reached at 3
and 4 hours. The best temperature of heating feed at temperature of 100C and
steady state condition of sulfonation reached at 4 hours. This condition can
produced MESA with pH of 0.80, acid value of 16.89 mg KOH/g sample, density
of 0.9831 g/cm3, viscosity of 85.45 cP, iodine value of 18.61 mg I/g sample, active
matter of 27.57%. For physicochemical properties of MES having difference at
same condition obtained iodine value of 21.87 mg I/g sample and active matter of
26.63%.
Keywords: methyl ester CPO, single tube falling film reactor, MESA and MES
RINGKASAN
YENI SULASTRI. F351080121. Sintesis Methyl Ester Sulfonic Acid (MESA)
dari Crude Palm Oil (CPO) Menggunakan Single Tube Falling Film Reactor.
Dibimbing oleh ERLIZA HAMBALI dan ANI SURYANI.
Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan yang
dapat diproduksi melalui sintesis kimiawi maupun biokimiawi. Karakteristik
utama surfaktan adalah memiliki gugus polar dan non polar pada molekul yang
sama. Sifat aktif permukaan yang dimiliki surfaktan diantaranya mampu
menurunkan tegangan permukaan, tegangan antarmuka dan meningkatkan
kestabilan sistem emulsi. Hal ini membuat surfaktan banyak digunakan dalam
berbagai industri, seperti industri sabun, deterjen, produk kosmetika dan produk
perawatan diri, farmasi, pangan, cat dan pelapis, kertas, tekstil, pertambangan dan
industri perminyakan untuk Enhanced Oil Recovery (EOR).
CPO merupakan bahan yang potensial sebagai bahan dasar pembuatan
metil ester sulfonat karena Indonesia adalah produsen minyak sawit utama di
dunia. Keunggulan CPO sebagai bahan baku pembuatan surfaktan antara lain
adalah bersifat terbarukan, lebih ramah lingkungan dalam proses produksi dan
aplikasinya, kaya akan kandungan asam lemak C16 dan C18, yang memiliki tingkat
detergensi yang baik, serta toleran terhadap ion Ca.
Salah satu surfaktan yang memiliki potensi untuk dikembangkan dari
minyak kelapa sawit adalah surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES). MES
dikelompokkan sebagai surfaktan anionik. MES diproduksi dari sulfonasi metil
ester (ME) menggunakan agen pensulfonasi seperti asam sulfat, sulfit, NaHSO3,
oleum, dan gas SO3. Proses produksi MES menggunakan gas SO3 dalam Single
Tube Falling Film Reactor (STFR) merupakan teknologi yang paling umum dan
banyak digunakan. Proses ini menghasilkan Methyl Ester Sulfonic Acid (MESA)
sebagai produk antara sebelum akhirnya menjadi MES. Keunggulan gas SO3
sebagai agen pensulfonasi antara lain bersifat lebih reaktif, tidak dihasilkan
limbah pada prosesnya, serta proses dapat dilakukan secara kontinyu.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi steady state (tunak)
proses sulfonasi dan kondisi terbaik suhu pemanasan bahan pada sulfonasi metil
ester CPO dengan gas SO3, serta mengetahui sifat fisikokimia dari MESA dan
MES. Faktor yang dikaji suhu pemanasan bahan 80, 90, dan 100 oC dan dilakukan
pengamatan tiap jam selama 0 sampai 6 jam.
Kondisi steady state (tunak) dari proses sulfonasi pada suhu pemanasan
bahan 100C terhadap parameter pH MESA, bilangan asam, dan viskositas
MESA belum tercapai, untuk parameter densitas MESA tercapai pada lama proses
sulfonasi 4 jam, sedangkan untuk parameter bilangan iod dan kadar bahan aktif
baik untuk MESA dan MES masing-masing dicapai pada lama proses sulfonasi 3
dan 4 jam. Analisis ragam (=0,05) menunjukkan bahwa suhu pemanasan bahan
berpengaruh nyata terhadap nilai pH, bilangan asam, densitas, viskositas, dan
kadar bahan aktif MESA, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap parameter
bilangan iod.
Pada penelitian ini diperoleh perlakuan terbaik proses produksi MESA
yaitu pada suhu pemanasan bahan 100C dan karakteristik MESA mencapai
kondisi tunak pada lama proses sulfonasi 4 jam. Kondisi ini menghasilkan MESA
dengan nilai pH 0,80, bilangan asam 16,89 mg KOH/g sampel, densitas 0,9831
g/cm3, viskositas 85,45 cP, bilangan iod 18,61 mg I/g sampel, dan kadar bahan
aktif 27,57%. Sifat fisikokimia MES pada kondisi yang sama diperoleh nilai
bilangan iod sebesar 21,87 mg I/g sampel, dan kadar bahan aktif 26,63%.
Kata kunci : metil ester CPO, single tube falling film reactor, MESA dan MES
YENI SULASTRI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian
BOGOR
2010
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, MSc.Agr
Judul Tesis
Nama
: Yeni Sulastri
NIM
: F351080121
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Diketahui,
Ketua Program Studi
Teknologi Industri Pertanian
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-NYA sehingga tesis yang berjudul Sintesis
Methyl Ester Sulfonic Acid (MESA) dari Crude Palm Oil (CPO) menggunakan
Single Tube Falling Film Reactor dapat diselesaikan. Karya ilmiah ini ditujukan
untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Erliza Hambali, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Prof. Dr. Ani
Suryani, DEA selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, arahan, saran dan dorongan moral sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini.
2. Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, MSc.Agr dan Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M.Si
selaku dosen penguji yang telah memberikan pengarahan dan masukan bagi
kesempurnaan tesis ini.
3. Dr. Ir. Machfud, MS selaku Ketua Program Studi Pasca Sarjana TIP dan
seluruh staf pengajar dan staf pegawai Departemen Teknologi Industri
Pertanian atas bantuan dan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan
di IPB.
4. Bapak Edi Zulchaidir, selaku Plant Manager PT. Findeco Jaya, Bapak
Hermansyah, selaku Manajer Produksi PT. Mahkota Indonesia beserta staf
pegawai dan operator atas bimbingan, fasilitas, dan kerjasama yang
diberikan.
5. Bapak dan Ibu, Kakak-kakakku (Rini Friani dan Wini Widiastuti), Adikadikku (Iman Hidayat dan Linda Primasari), serta suami tercinta Rohman
Hadi yang telah memberikan doa restu, dorongan, motivasi, perhatian, serta
kasih sayangnya.
6. Tim surfaktan lababoratorium SBRC di PT Mahkota Indonesia (Mulyanto,
Khadafi, dan Hendi), rekan-rekan tim penelitian surfaktan SBRC, rekan-rekan
mahasiswa penelitian surfaktan, serta rekan-rekan Program Pasca Sarjana
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL.............................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................
I.
PENDAHULUAN.....................................................................................
1.1 Latar Belakang....................................................................................
1.2 Tujuan Penelitian................................................................................
1.3 Ruang Lingkup...................................................................................
1
1
3
4
5
5
7
10
15
21
21
22
24
24
25
25
25
26
29
29
31
35
38
61
61
62
63
LAMPIRAN ...................................................................................................
67
39
39
42
45
48
50
53
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Sifat fisikokimia metil ester bahan baku pembuatan surfaktan MES ........
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol ...............................
8
Reaksi esterifikasi antara asam lemak dengan metanol ..........................
9
1
2
24
33
34
34
36
37
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
2
3
Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan bilangan asam MESA ........... 90
Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan densitas MESA ..................... 91
9
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Surfaktan atau surface active agent merupakan senyawa aktif yang dapat
menurunkan tegangan permukaan dan tegangan antarmuka yang dapat diproduksi
melalui sintesis kimiawi maupun biokimiawi. Surfaktan bersifat ampifilik yaitu
senyawa yang memiliki dua gugus yang berlainan sifat dalam satu molekulnya
yaitu gugus hidrofilik dan lipofilik sehingga mampu menyatukan dua bahan yang
berbeda kepolarannya.
Surfaktan memiliki banyak kegunaan antara lain sebagai bahan
penggumpal, pembasah, pembusaan, dan emulsifier. Aplikasi surfaktan cukup
luas dalam berbagai bidang industri antara lain industri kimia, farmasi, kosmetika,
industri pangan, dan perminyakan.
Surfaktan MES
Menurut Hui
(1996), bahwa alkil ester asam lemak C14, C16, C18 baik digunakan sebagai bahan
baku surfaktan karena mampu memberikan tingkat deterjensi yang baik, mampu
mempertahankan aktivitas enzim, dan memiliki toleransi terhadap ion Ca lebih
baik.
Surfaktan MES dapat diproduksi dari metil ester minyak nabati melalui
proses sulfonasi dengan beberapa agen pensulfonasi antara lain asam sulfat, sulfit,
NaHSO3, dan gas SO3. Pada penelitian yang telah dilakukan Hambali et al.
(2005), produksi surfaktan MES dilakukan dengan sistem batch menggunakan
reaktan NaHSO3 dan H2SO4 namun proses tersebut menghasilkan limbah yang
cukup besar. Menurut Sheats dan MacArthur (2002), gas SO 3 digunakan sebagai
agen pensulfonasi metil ester pada falling film reactor. Keunggulan gas SO3
sebagai agen pensulfonasi antara lain bersifat lebih reaktif, tidak dihasilkan
limbah pada prosesnya, serta proses dapat dilakukan secara kontinyu.
Selama proses sulfonasi, reaktan gas SO3 akan berikatan dengan metil ester
CPO. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan proses sulfonasi
antara lain rasio mol, suhu sulfonasi, suhu pemanasan bahan, dan lama proses
sulfonasi. Proses sulfonasi dengan gas SO3 sebagai reaktan dapat dilakukan secara
batch maupun kontinu menggunakan reaktor tangki berpengaduk. Reaktor tangki
berpengaduk dengan sistem batch lebih efektif untuk digunakan dalam skala
laboratorium terutama untuk bahan baku alkilbenzen serta jika diaplikasikan
untuk skala komersial hanya prakstis untuk bahan baku tertentu. Reaktor tangki
berpengaduk sistem kontinu dengan satu tangki maupun paralel juga memiliki
kelemahan yaitu hanya cocok diaplikasikan untuk bahan alkilbenzen dan tidak
stabil untuk bahan baku yang lain. Selain itu, ketiga reaktor tangki ini memiliki
kelemahan yaitu transfer panas dan massa tidak efisien akibat pembentukan
produk yang semakin kental serta membutuhkan waktu tinggal cairan yang cukup
lama yaitu lebih dari 30 menit. Proses sulfonasi menggunakan falling film reactor
dapat dilakukan secara kontinu dalam skala besar, cocok untuk berbagai jenis
bahan baku, dan membutuhkan waktu tinggal cairan yang cukup singkat yaitu 30
detik (Robets, 1991). Proses sulfonasi dengan reaktan gas SO3 pada falling film
yang saat ini berkembang adalah multitube falling film reactors. Indonesia telah
mengembangkan proses sulfonasi dengan gas SO3 dengan menggunakan single
tube falling film reactor skala pilot plant dengan panjang 6 m dan diameter dalam
25 mm yang dapat digunakan untuk memproduksi surfaktan secara kontinu
dengan kapaistas produksi skala kecil maupun menengah.
Menurut Watkins (2001) dan MPOPC (2002), proses produksi metil ester
sulfonat dengan gas SO3 sebagai reaktan dapat dilakukan dalam falling film
reactor pada suhu 80-90C. Peningkatan suhu akan menurunkan viskositas dari
metil ester sehingga pembentukan lapisan film didalam tube reaktor akan semakin
tipis. Hal ini menyebabkan terjadinya reaksi antara metil ester dan gas SO 3 akan
semakin baik. Dengan semakin lama proses sulfonasi akan meningkatkan jumlah
metil ester yang bereaksi dengan gas SO3 dan pada lama tertentu akan mencapai
kondisi tunak (steady state). Penelitian ini menggunakan STFR yang telah
dikembangkan oleh Hambali et al. (2009). Pada penelitian ini akan mengkaji
kondisi steady state proses sulfonasi dan pengaruh faktor suhu pemanasan bahan
pada sulfonasi metil ester CPO.
1.2 Tujuan Penelitian
Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mendapatkan kondisi tunak lama proses sulfonasi pada sulfonasi metil ester
CPO dengan gas SO3 yang menghasilkan MESA dan MES dengan sifat
fisikokimia yang stabil.
2. Mendapatkan kondisi terbaik suhu pemanasan bahan pada sulfonasi metil
ester CPO
3. Mengetahui sifat fisikokimia MESA yang dihasilkan.
4. Mengetahui sifat fisikokimia MES
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah :
1.
2.
3.
Proses sulfonasi metil ester CPO menjadi MESA menggunakan gas SO 3 pada
berbagai kondisi proses suhu pemanasan bahan serta dilakukan sampling pada
selang 0 6 jam untuk mendapatkan kondisi tunak proses sulfonasi.
4.
5.
Komposisi (%)
95,62
4,00
Air
0,20
Phosphatida
0,07
Karoten
0,03
Aldehid
Sumber : Gunstone (1997)
0,07
proses
pengempaan
atau
ekstraksi daging
buah tanaman
Elaeis
guineensis dan belum mengalami proses pemurnian (SNI 2006). Sifat fisikokimia
minyak sawit kasar meliputi warna, kadar air, asam lemak bebas, bilangan iod,
berat jenis, indeks refraksi, bilangan penyabunan, dan fraksi tak tersabunkan dapat
dilihat pada Tabel 2.
a)
SNI (2006)
b)
Hui (1996)
Syarat mutu
Jingga kemerahan
0,5 %
0,5 %
50 55 g I/100 g minyak
6,9 mg KOH/g minyak
224-249 mg KOH/g minyak
44-54
21-24C
36,0-37,5
Minyak sawit terdiri dari fraksi cair yang disebut dengan olein dan fraksi
padat yang disebut stearin. Fraksinasi merupakan suatu cara untuk memisahkan
komponen cair dan padat pada minyak sawit, biasanya dengan cara kristalisasi
parsial pada suhu tertentu. Komponen penyusun trigliserida terdiri dari asam
lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Minyak sawit kasar berfasa semi padat
pada suhu kamar karena komposisi asam lemak yang bervariasi dengan titik leleh
yang juga bervariasi (Ketaren 2005). Komposisi asam lemak jenuh dan asam
lemak tidak jenuh pada CPO relatif sama, kandungan asam lemak jenuh sebesar
49,9 % dan asam lemak tidak jenuh sebesar 49,3 %. Asam lemak dominan pada
CPO adalah palmitat sebesar 32 59 % dan oleat sebesar 27 52 %. Komposisi
asam lemak pada minyak sawit kasar dapat dilihat pada Tabel 3.
Komposisi (%)
< 1,2
0,5 5,9
32 59
< 0,6
1,5 8
27 52
Linoleat (C18:2)
Linolenat (C18:3)
5,0 14
< 1,5
atau
transesterifikasi. Bahan baku pembuatan metil ester antara lain minyak sawit,
minyak kelapa, minyak jarak, minyak kedelai, dan lainnya. Proses esterifikasi
berfungsi untuk mengubah asam lemak bebas menjadi alkil ester sedangkan
proses transesterifikasi berfungsi untuk mengubah trigliserida menjadi molekul
ester.
Transesterifikasi menjadi proses paling efektif untuk mengkonversi
trigliserida
(minyak
atau
lemak) menjadi
molekul
Untuk
mendorong reaksi agar bergerak ke kanan agar dihasilkan metil ester maka perlu
digunakan alkohol dalam jumlah berlebih atau salah satu produk yang dihasilkan
harus dipisahkan.
OCH2
HOCH2
O
O
R2
katalis
OCH
+ 3 CH3OH
HOCH
+ 3R
OCH3
O
R3
HOCH2
C
OCH2
Trigliserida
Metanol
Gliserol
Metil ester
2004).
kandungan asam lemak bebas dan kadar air minyak, jenis katalis dan
konsentrasinya, perbandingan molar antara alkohol dengan minyak dan jenis
alkoholnya, suhu dan lamanya reaksi, dan intensitas pencampuran.
Tahapan konversi minyak atau lemak menjadi metil ester bergantung pada
mutu awal minyak. Proses konversi dipengaruhi oleh kandungan asam
lemak bebas dan kandungan air. Minyak yang mengandung asam lemak bebas
rendah, dapat langsung dikonversi menjadi metil ester melalui transesterifikasi.
Minyak yang mengandung asam lemak bebas tinggi serta mengandung air lebih
dari 0,3% dapat menurunkan rendemen transesterifikasi minyak (Freedman et
al. 1984). Minyak dengan asam lemak bebas tinggi akan lebih efisien jika
melalui dua tahap reaksi.
dahulu dengan melibatkan katalis asam. Reaksi esterifikasi asam lemak dan
alkohol mengkonversi asam lemak menjadi metil ester. Reaksi esterifikasi
dapat dilihat pada Gambar 2.
RCOOH
Asam lemak
ROH
Alkohol
RCOOR + H2O
Alkil ester
Air
Gambar 2 Reaksi esterifikasi antara asam lemak dengan metanol (Hui 1996)
Pada reaksi esterifikasi, bila asam lemak (asam kaboksilat) dan
alkohol (metanol) dipanaskan dengan kehadiran katalis asam, kesetimbangan
tercapai dengan ester dan air. Reaksi kesetimbangan ini dapat digeser ke
kanan dengan penambahan alkohol berlebih. Air yang terbentuk berasal dari
gugus hidroksil. Menurut Freedman et al. (1984), konsentrasi katalis alkali yang
digunakan untuk transesterifikasi bervariasi dari 0,5 1,0% berdasarkan berat
minyak. Jumlah katalis lebih banyak dapat ditambahkan untuk minyak yang
memiliki kandungan asam lemak bebas tinggi. Darnoko dan Cheryan (2000)
telah melakukan proses transesterifikasi secara kontinyu menggunakan suhu
proses 60oC, waktu proses 1 jam dengan menggunakan katalis KOH 1% (w/w)
terlarut dalam metanol dengan perbandingan rasio mol reaktan antara metanol
dengan minyak sebesar 6:1 menghasilkan rendemen sebesar 95%.
Sifat
fisikokimia metil ester yang baik digunakan sebagai bahan baku pembuatan
surfaktan MES dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Sifat fisikokimia metil ester bahan baku pembuatan surfaktan MES
Metil Ester
Karakteristik
BM (g/mol)
Bilangan iod (cg I/g ME)
Asam karboksil (% b/b)
Bahan tak tersabunkan (% b/b)
Bilangan asam (mg KOH/g ME)
Bilangan penyabunan (mg KOH/g ME)
Kadar air (% b/b)
Komposisi asam lemak (% b/b) :
< C12
C12
C13
C14
C15
C16
C17
C18
> C18
Sumber : MacArthur et al. (1998)
C12-14
C16
C18
218
0,1
0,074
0,05
0,15
252
0,13
281
0,39
0,25
0,27
0,5
197
0,18
284
0,19
1,89
0,06
3,8
191
0,19
0,85
72,59
0,00
26,90
0,00
0,51
0,00
0,00
0,00
0,00
0,28
0,00
2,56
0,43
48,36
1,40
46,24
0,74
0,00
0,28
0,00
1,55
0,00
60,18
1,31
35,68
1,01
dan
yang berbeda. Surfaktan anionik adalah bahan aktif permukaan yang bagian
hidrofobiknya berhubungan dengan gugus anion (ion negatif). Dalam media cair,
molekul surfaktan anionik terpecah menjadi gugus kation yang bermuatan positif
dan gugus anion yang bermuatan negatif. Gugus anion merupakan pembawa sifat
aktif permukaan pada surfaktan anionik. Contoh khas surfaktan anionik adalah
alkohol sulfat dan ester sulfonat.
Surfaktan berbasis minyak-lemak (oleokimia) merupakan kelompok surfaktan
berbasis bahan alami yang paling banyak dihasilkan. Minyak dan lemak yang
biasanya digunakan untuk memproduksi surfaktan diantaranya yaitu tallow, tall
oil, minyak biji bunga matahari, minyak kedelai, minyak kelapa dan minyak
sawit. Umumnya bahan baku minyak dan lemak tersebut harus diproses terlebih
dahulu menjadi senyawa oleokimia dasar sebelum digunakan untuk memproduksi
surfaktan. Oleokimia dasar yang dihasilkan dari minyak dan lemak adalah asam
lemak, gliserol, metil ester, dan fatty alkohol.
maka gelembung atau busa tersebut bertahan lebih lama (Bergensthl 1997).
Ditambahkan oleh Hui (1996) bahwa surfaktan merupakan komponen yang paling
penting pada sistem pembersih, sehingga menjadi bahan utama pada deterjen.
Menurut Swern (1979), panjang molekul sangat kritis untuk keseimbangan
kebutuhan gugus hidrofilik dan lipofilik.
Metil Ester
Karakteristik
C12-14
C16
C18
70,7
2,1
0,46
0,10
14,0
2,6
0,16
1,99
8,0
5,0
11
80,3
5,5
0,18
0,04
0,7
3,2
0,29
2,07
7,7
5,6
35
78,4
4,8
0,23
0,02
1,8
3,9
0,29
2,83
7,8
5,6
79
Penelitian produksi MES telah dilakukan oleh Tim Peneliti SBRC dengan
menggunakan reaktan NaHSO3 dan H2SO4. Kondisi proses sulfonasi yang diteliti
dengan menggunakan reaktan metil ester dan NaHSO 3 adalah sebagai berikut :
kecepatan agitasi 100 - 500 rpm, lama reaksi 3 6 jam, suhu reaksi 60 100 oC,
dan nisbah mol reaktan NaHSO3 dan metil ester 1:1 1:1,5.
Untuk proses
%);
mampu
meningkatkan
stabilitas
emulsi
73,76
%;
dan
mampu
menggunakan Absorber Reactor dengan reaktan gas SO3 sistem batch telah
dilakukan dengan hasil yang cukup menggembirakan.
Sheats dan MacArthur (2002) menggunakan ME dengan bilangan iod
(iodine value atau IV) sebesar 0,3 cg I/ g sampel atau lebih rendah. Bilangan iod
ME digunakan untuk memprediksi warna produk intermediet dan warna produk
akhir hasil pemucatan. Bahan baku ME yang memiliki bilangan iod tinggi sangat
sulit untuk dipucatkan dan warna produk tidak baik untuk dikomersialkan untuk
tujuan sebagai bahan dasar deterjen.
2.5 Proses Sulfonasi
Sadi (1994) menyatakan bahwa surfaktan dapat disintesis dari minyak nabati
melalui senyawa antara metil ester asam lemak dan fatty alkohol. Salah satu
proses untuk menghasilkan surfaktan adalah proses sulfonasi untuk menghasilkan
MES. MES termasuk golongan surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bermuatan
negatif pada gugus hidrofiliknya atau bagian aktif permukaan (surface-active).
Proses sulfonasi menghasilkan produk turunan yang terbentuk melalui reaksi
kelompok sulfat dengan minyak, asam lemak (fatty acid), ester, dan alkohol lemak
(fatty alcohol). Jenis minyak yang biasanya disulfonasi adalah minyak yang
mengandung ikatan rangkap ataupun grup hidroksil pada molekulnya. Bahan
baku minyak yang digunakan pada industri adalah minyak berwujud cair yang
kaya akan ikatan rangkap (Bernardini 1983).
Proses produksi surfaktan MES dilakukan dengan mereaksikan metil ester
dengan agen sulfonasi. Menurut Bernardini (1983) dan Pore (1976), pereaksi
yang dapat dipakai pada proses sulfonasi antara lain asam sulfat (H 2SO4), oleum
(larutan SO3 di dalam H2SO4), sulfur trioksida (SO3), NaHSO3, dan ClSO3H.
Foster (1996) menambahkan bahwa untuk menghasilkan kualitas produk terbaik,
beberapa perlakuan penting yang harus dipertimbangkan adalah rasio mol, suhu
reaksi, konsentrasi grup sulfat yang ditambahkan, waktu netralisasi, jenis dan
konsentrasi katalis, pH, dan suhu netralisasi.
Menurut Roberts et al. (2008), jika rasio mol SO3 dengan metil ester secara
signifikan lebih rendah dari 1,2 maka konversi metil ester (ME) menjadi metil
ester sulfonat (MES) secara penuh tidak dapat dicapai. Pada Gambar 3 disajikan
mekanisme reaksi sulfonasi metil ester.
Proses ini
memerlukan kontrol yang sangat ketat karena sifat SO3 bersifat sangat reaktif.
Sulfur trioksida (SO3) adalah bahan kimia elektrofilik yang agresif dan sangat
reaktif terhadap
komponen organik
gugus
elektron. Reaksi bersifat eksotermik dan banyak komponen organik menjadi hitam
setelah reaksi terbentuk. Reaksi juga menyebabkan adanya peningkatan
kekentalan produk menjadi 15-300 kali lipat dibandingkan bahan organik itu
sendiri. Kekentalan ini sering menyulitkan pendinginan sehingga dalam
prosesnya dibutuhkan
tepat. Pengendalian
terhadap
pembentukan
disalt,
mengurangi
viskositas,
dan
untuk
mampu
CH (C
O
OCH3):SO3 (III) + 3NaOH
SO3Na
Senyawa intermediet III
R CH
SO3Na
Disalt
O
(2) R
CH
O
OCH3 + NaOH
SO3Na
R CH
ONa + CH3OH
SO3Na
Disalt
Metanol
Gambar 6 Reaksi pembentukan garam (disalt) (1) pada tahap netralisasi dan (2)
akibat proses hidrolisis produk MES (Sheats dan MacArthur 2002)
Pemanfaatan
surfaktan MES sebagai bahan aktif pada deterjen telah banyak dikembangkan
karena prosedur produksinya mudah, memperlihatkan karakteristik dispersi yang
baik, sifat detergensinya tinggi walaupun pada air dengan tingkat kesadahan yang
tinggi (hard water) dan tidak adanya fosfat, mempunyai asam lemak C 16 dan C18
yang mampu memberikan tingkat detergensi yang terbaik, memiliki sifat toleransi
terhadap ion Ca yang lebih baik, memiliki tingkat pembusaan yang lebih rendah
dan memiliki stabilitas yang baik terhadap pH.
Penelitian
sulfonasi
menggunakan gas SO3 telah banyak dilakukan oleh berbagai peneliti di dunia
antara lain adalah Pore (1993), Sheats dan MacArthur (2002), dan Baker (1995)
dengan menggunakan berbagai jenis bahan baku berupa minyak nabati antara lain
adalah olein, stearin, PKO, dan tallow. Pada penelitian menggunakan metil ester
CPO diharapkan mampu mengurangi biaya produksi karena tidak diperlukan
proses fraksinasi. Sementara kajian sulfonasi dari minyak sawit menggunakan
reaktan gas SO3 di Indonesia belum pernah dilakukan akibat teknologi sulfonasi
belum berkembang di Indonesia. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka perlu
dilakukan pengembangan penelitian untuk memperbaiki proses sulfonasi metil
ester yang telah dilakukan sebelumnya oleh Hambali et al. (2006) dengan
memanfaatkan gas SO3 sebagai reaktan dan menggunakan falling film reactor
sebagai reaktor sulfonasi.
Peningkatan suhu akan menurunkan viskositas dari metil ester sehingga
pembentukan lapisan film dalam reaktor akan semakin tipis. Hal ini menyebabkan
kontak antara metil ester dan gas SO3 dapat berlangsung optimal.
Dengan
diketahuinya lama proses sulfonasi untuk mencapai kondisi tunak diduga dapat
mengoptimalkan reaksi antara metil ester dan reaktan gas SO 3. Penelitian ini
menggunakan STFR yang telah dikembangkan oleh Hambali, et al. (2009).
Na2S2O3 0,1N,
indikator pati,
alkohol netral 95%, indikator phenolptalein, dan KOH 0,1N. Bahan bahan
untuk analisis sifat fisiko kimia metil ester CPO antara lain
aquades, KOH
beralkohol, karbon tertraklorida (campuran 50% sikloheksan dan 50% asam asetat
glasial), reagen Wijs, KI, Na2S2O3 0,1N, kloroform, asam asetat glasial, asam
periodat, dan phenolptalein. Bahan bahan untuk analisis MESA dan MES
antara lain buffer pH 4,00 dan 7,00, aquades, indikator phenolptalein, NaOH 0,1
N, metilen blue, kloroform, sikloheksan, asam asetat glasial, indikator pati, KI
10%, reagen Wijs, Na2S2O3 0,1N dan larutan n-Cetylpyridium Chloride 0,002M.
Peralatan yang digunakan untuk proses produksi metil ester CPO adalah
satu unit reaktor untuk pembuatan metil ester berkapasitas 100 l terdiri dari
tangki pemanasan bahan, esterifikasi, transesetrifikasi, settling, pencucian, dan
pengeringan. Peralatan utama yang digunakan untuk proses pembuatan MESA
adalah seperangkat reaktor sulfonasi (single tube falling film reactor) dengan
tinggi 6 m dengan diameter 25 mm. Peralatan yang digunakan untuk analisis
terdiri dari pH meter, seperangkat alat
piknometer, gelas piala,
tetes,
pipet
volumetrik, bulb, magnetic stirer, buret, penangas air, dan gelas ukur tutup
asah. Skema STFR yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.
sulfonasi metil ester CPO, 6) analisis sifat fisikokimia produk surfaktan MESA, 7)
netralisasi surfaktan MESA, dan 8) analisis sifat fisikokimia surfaktan MES.
Secara skematis tata laksana penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.
meliputi FFA, bilangan asam, bilangan iod, bilangan penyabunan, kadar air, dan
komposisi asam lemak penyusunnya. Prosedur analisis untuk mengetahui sifat
fisikokimia CPO disajikan pada Lampiran 1.
Selanjutnya
lama proses sulfonasi yang menghasilkan surfaktan MESA dan MES dengan sifat
fisikokimia yang cenderung stabil.
Produk MESA yang dihasilkan sebagian dinetralisasi menggunakan NaOH
50% sehingga diperoleh MES (MESA netral) dengan kisaran pH 6 8. Produk
MESA dan MES yang terbentuk selanjutnya dianalisis meliputi nilai pH, bilangan
asam, densitas, viskositas, bilangan iod dan kadar bahan aktif. Prosedur analisis
sifat fisikokimia MESA dan MES dapat dilihat pada Lampiran 3.
Proses sulfonasi diawali dengan menyiapkan reaktor singletube falling film
reactor. Hal yang perlu diperhatikan antara lain keberadaan air, kebersihan reator
dan unit unit pendukungnya (tube, selang input ME dan selang sirkulasi, serta
valve pengatur besar laju umpan ME), valve pengumpan gas SO3, dan kerapatan
ring, cincin cincin, dan kunci perekat reaktor. Selama ME disirkulasi, valve
bypass dibuka sehingga laju alir ME yang diumpankan menuju tube sebesar
50 ml/menit. Setelah suhu ME mencapai suhu yang diinginkan, buka valve gas
yang terpasang pada single tube falling film reactor dan valve gas sumber gas SO3
yang terdapat pada single tube falling film reactor. Sirkulasi ME dan suhu
pemanasan bahan dipertahankan konstan selama proses sulfonasi.
3.5 Rancangan Percobaan
Penentuan kondisi tunak proses sulfonasi dilakukan dengan analisis regresi
linier dan kuadratik. Pada selang lama proses sulfonasi mencapai kondisi tunak,
sifat fisikokimia (pH, bilangan asam, densitas, viskositas, bilangan iod, dan kadar
bahan aktif) akan mengalami perubahan yang dapat digambarkan dalam bentuk
kurva dan persamaan regresi. Lama proses sulfonasi yang menghasilkan sifat
fisikokimia yang konstan, maka dapat menunjukkan kondisi tunak proses
sulfonasi.
Penelitian ini dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
Faktorial dengan 1 faktor yaitu suhu pemanasan bahan (A) dengan taraf faktor
80, 90, dan 100oC. Percobaan dilakukan 2 kali ulangan. Data yang diperoleh
dianalisis menggunakan Anova, untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan
dilakukan uji Jarak Berganda menurut Duncan pada taraf 5%. Parameter yang
diamati meliputi nilai pH, bilangan asam, viskositas, densitas, bilangan iod dan
kadar bahan aktif. Model matematika dalam percobaan ini adalah sebagai berikut:
Yij= + ti + ij
Dimana :
Yij
= hasil pengamatan pada ulangan ke-j dan suhu pemanasan bahan ke-i
Ai
(ij)
= efek error atau kekeliruan akibat ulangan ke-j dan suhu pemanasan ke-i
Analisis sifat fisikokimia minyak sawit kasar atau Crude Palm Oil (CPO)
bertujuan untuk mengetahui kondisi awal bahan baku yang digunakan pada
penelitian. Data sifat fisikokimia CPO dapat digunakan sebagai acuan untuk
menentukan metode proses yang akan digunakan untuk mengkonversi CPO
menjadi metil ester CPO. Beberapa parameter yang dianalisis meliputi kadar air,
bilangan asam, kadar asam lemak bebas, bilangan iod, bilangan penyabunan,
indeks bias, dan komposisi asam lemak penyusun CPO. Hasil analisis sifat
fisikokimia CPO dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Hasil analisis sifat fisikokimia CPO
Sifat fisikokimia
Kadar air (%)
Bilangan asam (mg KOH/g minyak)
Kadar asam lemak bebas (%)
Bilangan iod (mg I/g minyak)
Bilangan penyabunan (mg KOH/g
minyak)
Komposisi asam lemak (%):
Laurat (C12:0)
Miristat (C14:0)
Palmitat (C16:0)
Stearat (C18:0)
Oleat (C18:1)
Linoleat (C18:2)
Linolenat (C18:3)
Nilai
Hasil penelitian
Rujukan
0,16
Maks. 0,5 b
9,26
6,9 a
7,2
Maks. 0,5 b
51,4
44 54 b
206,44
224-249 a
Hui (1996)
SNI 01-2901-2006
0,17
1,97
42,08
4,13
39,02
10,65
1,48
< 1,2 c
0,5 5,9 c
32 59 c
1,5 8 c
27 52 c
5,0 14 c
< 1,5 c
Nilai kadar air CPO yang digunakan pada penelitian ini adalah sebesar
0,16 % dan telah memenuhi syarat kadar air CPO sebagai bahan baku pembuatan
metil ester yang ditetapkan pada SNI (01-2901-2006) yaitu maksimal 0,5 %. Air
merupakan salah satu faktor internal yang dapat mempengaruhi kesempurnaan
reaksi transesterifikasi.
minyak seperti kandungan air dan asam lemak bebas. Sementara faktor eksternal
merupakan kondisi yang tidak berasal dari minyak meliputi lama reaksi, suhu
reaksi, kecepatan pengadukan, rasio molar minyak dan metanol, dan tipe katalis
(Freedman et al. 1984).
Menurut Gerpen et al. (2004) kandungan air dalam bahan baku maksimal
sebesar 1 %. Adanya air dapat menyebabkan terjadinya hidrolisis minyak menjadi
gliserol dan asam lemak bebas. Ma dan Hanna (1999) menambahkan adanya
kandungan air dan asam lemak bebas pada minyak dapat berpengaruh terhadap
pembentukan sabun selama reaksi, menurunkan efisiensi katalis, meningkatkan
viskositas, dan menyebabkan kesulitan dalam pemisahan gliserol.
Bilangan asam maupun kadar asam lemak bebas yang diperoleh dari hasil
analisis CPO tidak memenuhi syarat mutu berdasarkan SNI (01-2901-2006).
CPO yang digunakan dalam penelitian ini memiliki nilai bilangan asam yang
cukup tinggi yaitu 9,26 mg KOH/g minyak dan kadar asam lemak bebas 7,2 %.
Nilai ini melebihi dari nilai bilangan asam menurut Hui (1996) yaitu sebesar 6,9
mg KOH/g minyak. Tingginya nilai bilangan asam kemungkinan disebabkan oleh
penyimpanan CPO dalam jangka panjang sehingga terjadi hidrolisis. Air dalam
minyak dapat menyebabkan terjadinya hidrolisis sehingga terbentuk asam lemak
bebas dan gliserol.
Penentuan nilai kadar asam lemak bebas diperlukan sebagai acuan dalam
menentukan proses yang dibutuhkan untuk mengubah minyak dan asam lemak
menjadi metil ester. Kadar asam lemak bebas diatas 2 % mengharuskan minyak
diesterifikasi terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan proses transesterifikasi.
Proses transesterifikasi secara langsung menggunakan minyak dengan kandungan
asam lemak bebas diatas 2 % tidak cukup efektif karena akan terbentuk sabun
akibat reaksi yang terjadi antara katalis basa dengan asam lemak bebas. Hal ini
dapat mengganggu proses pemisahan antara gliserol dan metil ester sehingga
mengurangi rendemen metil ester. Dengan demikian basa yang digunakan tidak
efektif lagi berperan sebagai katalis. Menurut Formo (1954) sabun yang terbentuk
dapat menghalangi proses secara keseluruhan sehingga pada akhirnya metil ester
tidak dapat terbentuk. Semakin banyak asam lemak bebas yang dimiliki maka
semakin tinggi pula nilai bilangan asamnya.
Bilangan iod adalah jumlah (g) iod yang dapat diikat oleh 100 g minyak.
Ikatan rangkap yang terdapat pada minyak atau lemak akan diadisi oleh iod.
Minyak dengan tingkat ketidakjenuhan yang tinggi, akan mengikat iod dalam
jumlah yang lebih besar. Dengan kata lain, bilangan iod akan menunjukkan
fisikokimia yang dianalisis meliputi kadar asam lemak bebas, bilangan asam,
bilangan iod, bilangan penyabunan, kadar air, kadar gliserol, kadar ester, dan
komposisi asam lemak penyusun metil ester CPO. Hasil analisis sifat fisikokimia
metil ester CPO dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Hasil analisis sifat fisikokimia metil ester CPO
Analisis
Kadar air (%)
Bilangan asam (mg KOH/g sampel)
Kadar asam lemak bebas (%)
Bilangan iod (mg I/g sampel)
Bilangan penyabunan (mg KOH/g sampel)
Kadar gliserol total (%)
Kadar ester (%)
Laurat (C12:0)
Miristat (C14:0)
Palmitat (C16:0)
Stearat (C18:0)
Oleat (C18:1)
Linoleat (C18:2)
Linolenat (C18:3)
a
Nilai
Hasil penelitian
0,08
0,16
0,07
50,72
204,8
0,31
99,23
0,08
1,39
42,63
4,38
39,32
10,42
0,08
Rujukan a
maks. 0,05
maks. 0,8
maks. 115
maks. 0,24
min. 96,5
SNI (04-7182-2006)
Hasil analisis kadar air metil ester CPO sebesar 0,08 %, nilai ini masih
lebih tinggi dari syarat mutu berdasarkan SNI (04-7182-2006) yaitu maksimal
0,05 %. Kadar air yang cukup tinggi ini kemungkinan disebabkan oleh proses
pengeringan metil ester berlangsung kurang sempurna sehingga masih terkandung
air dalam metil ester.
Penggunaan metil ester sebagai bahan baku pembuatan Metil Ester
Sulfonat sangat memfokuskan pada tingginya hidrogenasi dan kemurnian bahan
baku yaitu tingkat ketidakjenuhan dan distribusi rantai karbon didalamnya.
Distribusi asam lemak yang beragam sebagai penyusun metil ester CPO dan
adanya ikatan rangkap dalam struktur karbon menyebabkan metil ester menjadi
tidak stabil terhadap pengaruh oksidasi. Hampir setengah bagian komponen
penyusun metil ester CPO merupakan asam lemak tidak jenuh berupa asam oleat,
asam linoleat, dan asam linolenat.
Metil ester CPO yang digunakan pada penelitian ini memiliki nilai
bilangan iod 50,72 mg I/g ME atau setara dengan 5,072 cg I/g ME. Bilangan iod
lebih tinggi dari standar bahan baku yang digunakan oleh Chemiton yaitu
0,3 cg I/g ME atau lebih rendah (Sheats dan MacArthur 2002). Bilangan iod
berpengaruh terhadap kepekatan warna hitam pada produk MES. Penggunaan
bahan baku dengan bilangan iod yang lebih tinggi akan meningkatkan intensitas
warna produk menjadi lebih gelap. Chemiton menggunakan 5 bahan baku dalam
pembuatan MES yaitu minyak kelapa, PKO, stearin sawit, tallow, dan minyak
kedelai. Bilangan iod minyak kelapa, stearin sawit, dan tallow berkisar antara
0,1 0,3 cg I/g ME dan dihasilkan produk dengan warna 30 180 Klett,
sedangkan untuk PKO dan minyak kedelai dengan bilangan iod yang lebih tinggi
dari 0,3 cg I/ g ME yaitu berkisar antara 1,1 1,4 cg I/g ME dihasilkan produk
dengan warna lebih gelap yaitu 310 410 Klett. Proses hidrogenasi dilakukan
untuk menjenuhkan ikatan rangkap pada metil ester sehingga mengurangi tingkat
oksidasi metil ester dan pembentukan carboxymethyl internal olefin sulfonate
yang mengakibatkan perubahan warna menjadi lebih gelap (Robets et al. 2008).
Produksi metil ester CPO pada penelitian ini dilakukan pada skala
produksi 100 l/batch melalui dua tahap proses yaitu esterifikasi dan
transesterifikasi. Hal ini dilakukan karena kadar asam lemak bebas pada CPO
diatas 2 % yaitu sebesar 7,2 %.
diketahui nilai FFA-nya direaksikan dengan metanol dan H 2SO4 sebagai katalis.
Diketahui bahwa nilai FFA sebesar 7,2 % maka ditambahkan metanol sebanyak
16,2 % dan H2SO4 0,36 % dari total bahan baku CPO sehingga diperoleh reaksi
yang sempurna.
kecepatan pengaduk 300-500 rpm. Tahapan ini bertujuan untuk mengubah asam
lemak bebas menjadi alkil ester dan memisahkannya dari bahan lain seperti sisa
metanol, air, gum, serta sabun yang ada di bagian atas. Selanjutnya dilakukan
proses transesterifikasi untuk menyempurnakan konversi trigliserida menjadi alkil
ester dengan penambahan larutan metoksida. Reaksi esterifikasi dapat dilihat
pada Gambar 9.
RCOOH
ROH
RCOOR + H2O
Asam lemak
Alkohol
Alkil ester
Air
Gambar 9 Reaksi esterifikasi antara asam lemak dengan metanol (Hui 1996)
Reaksi transesterifikasi pada CPO dapat memecah rantai trigliserida
menjadi lebih pendek dengan menggunakan katalis asam atau basa. Ada tiga
tahapan reaksi tranesterifikasi yaitu pembentukan produk antara digliserida (DG)
dan monogliserida (MG) yang akhirnya membentuk 3 mol metil ester (FAME atau
fatty acid methyl ester) dan 1 mol gliserol (GL) (Darnoko 2000). Reaksi
transesterifikasi secara lengkap dan tahapannya masing-masing dapat dilihat pada
Gambar 10 dan 11.
3 FAME
0,07%.
Hal
ini
menunjukkan
bahwa
proses
esterifikasi
dan
transesterifikasi telah mampu menurunkan keasaman pada metil ester CPO. Nilai
bilangan asam metil ester yang diperoleh pada penelitian memenuhi syarat mutu
berdasarkan SNI 04-7182-2006 dimana nilai bilangan asam maksimal 0,8 mg
KOH/g sampel.
dilihat dari kadar ester. Kadar ester yang diperoleh cukup tinggi yaitu sebesar
99,23 %, hal ini menunjukkan bahwa 99,23 % CPO telah terkonversi menjadi
metil ester.
4.3 Proses Sulfonasi Metil Ester Menjadi MESA (Methyl Ester Sulfonic Acid)
Pada penelitian ini proses sulfonasi metil ester dilakukan pada Single Tube
Falling Film Reactor (STFR) dengan tinggi 6 m dan diameter 25 mm. Pada
industri surfaktan menggunakan Multitube Film Sulfonation Reactor untuk
mereaksikan gas SO3 dengan berbagai macam bahan organik. Gas SO3 dialirkan
dalam pipa, dimana di dinding bagian dalam pipa dialirkan bahan organik dalam
bentuk film tipis, kedua bahan tersebut mengalir secara co-current. Diameter
tabung reaktor sangat berhubungan dengan pembentukan dan pengendalian
ketebalan film. Untuk suatu laju alir gas/liquid tertentu, diameter tabung
mempengaruhi ketebalan film dan menentukan kecepatan gas dan menghasilkan
turbulensi yang sama.
Dalam falling film reactor, penyerapan gas SO3 terjadi pada bagian puncak
reaktor sampai bagian dasar. Reaksi terbesar terjadi pada puncak reaktor sehingga
suhu tertinggi akan terjadi di bagian atas reaktor dimana film mulai terbentuk dan
absorpsi gas maksimum. Pemilihan panjang reaktor dan diameter tube yang tepat
merupakan kunci untuk disain reaktor yang memiliki tampilan mendekati model
ideal.
dengan ketebalan tertentu yang dibentuk oleh corong head yang didisain khusus
untuk keperluan ini. Untuk menjaga laju alir bahan organik konstan, maka
digunakan sistem by pass yang akan mengembalikan bahan organik pada tangki
penampung. Ini dilakukan untuk menyesuaikan kekuatan pompa pensuplai bahan
organik dan laju alir bahan organik yang diinginkan. Selama sirkulasi ME akan
terus kontak dengan gas SO3. Semua peralatan yang digunakan untuk proses
sulfonasi harus dipastikan kering, terbebas dari udara dan air. Reaktor STFR
dapat dilihat pada Gambar 12.
Saluran
steam
Reaktor
STFR
Separator gas dan cairan
Tabung pencampur SO3/udara kering
Tangki MESA
Tangki ME
Saluran sampling
Heater
Pompa
MESA memiliki
warna gelap, bersifat asam, dan memiliki viskositas yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan metil ester CPO (Gambar 13). Yamada dan Matsutani
(1996) menambahkan bahwa MESA bersifat anionik, memiliki deterjensi tinggi,
dan bersifat biodegradable. Untuk menghasilkan MES, perlu dilakukan proses
lebih lanjut berupa proses netralisasi dimana atom Na akan menggantikan atom H
pada ion SO3 yang berikatan dengan C- pada struktur MESA seperti tersaji pada
reaksi dibawah ini.
MESA
MES
reaksi 1 dan secara cepat membentuk produk intermediet (II), biasanya dilukiskan
sebagai satu anhidrid. Anhidrid dapat bereaksi kembali dengan molekul SO 3
kedua melalui bentuk enol-nya. Molekul anhidrid yang membawa dua unit SO 3,
dapat kehilangan satu unit SO3 yang dapat bereaksi dengan molekul metil ester
lainnya. Untuk itu perlu digunakan SO3 berlebih. Intermediet (II) di dalam
keseimbangan mengaktifkan C- menuju reaksi sulfonasi seperti tergambar pada
reaksi 2 untuk membentuk produk intermediet (III). Intermediet (III) akan
mengalami penyusunan kembali seperti tergambar pada reaksi 3 untuk
melepaskan SO3 dan membentuk MESA (IV). SO3 yang dilepaskan lalu akan
mengkonversi sisa produk intermediet (II) membentuk produk intermediet (III).
Produk intermediet (III) kemudian akan dikonversi menjadi MESA (IV)
(MacArthur et al. 1998). Tahapan reaksi pembentukan MESA pada sulfonasi
metil ester dapat dilihat pada Gambar 14.
O
||
R CH2 C OCH3 (I) + SO3
O
||
R CH2 (C OCH3): SO3 (II)
.................... (1)
||
R CH2 (C OCH3): SO3 (II) + SO3
O
||
R CH (C OCH3): SO3 (III)
|
SO3H
||
R CH (C OCH3): SO3 (III) ............
|
SO3H
(2)
O
||
R CH C OCH3 (IV) + SO3 ....................
|
SO3H
(3)
maka MESA akan menjadi kental dan cenderung memadat tanpa dipanaskan.
Chemiton dan Ballestra mensyaratkan pH MESA pada kisaran 6 8.
Pada proses netralisasi harus dihindari pH yang ekstrim untuk
menghindari terjadinya hidrolisis MES menjadi disalt. Reaksi hidrolisis MES (VI)
menjadi disalt (V) disajikan pada Gambar 15. Menurut Roberts et al. (2008) pada
pH 3 9,5 hidrolisis berlangsung lambat, sementara pH MESA hasil penelitian
rata-rata kurang dari 2,00 sehingga memungkinkan terjadinya hidrolisis asam
yang akan mengubah gugus COOCH3 pada MES menjadi COOH. Sementara jika
pH terlalu alkali melebihi 9,5 maka hidrolisis merubah COOCH 3 pada MES
menjadi COONa.
4.5
CPO hasil proses sulfonasi pada beberapa suhu pemanasan bahan. Sifat fisiko
kimia
MESA, viskositas MESA, bilangan iod MESA dan MES, dan kadar bahan
aktif MESA dan MES.
4.5.1 Derajat Keasaman (pH) MESA
Suhu
pemanasan
bahan (C) :
keberadaan SO3 yang bersifat asam dalam struktur molekul produk tersulfonasi.
Dengan meningkatnya SO3 di dalam MESA, maka bilangan asam yang terukur
akan meningkat dan pH semakin menurun, hal ini disebabkan oleh bertambahnya
keasaman yang disebabkan oleh SO3.
4.5.2 Bilangan Asam MESA
Bilangan asam merupakan jumlah milligram KOH/NaOH yang diperlukan
untuk menetralisasi asam lemak bebas dalam 1 gram bahan. Produk MESA
bersifat asam akibat terikatnya SO3 yang bersifat asam. Hasil analisis bilangan
asam MESA pada berbagai kondisi proses menunjukkan kisaran nilai 1,80 mg
KOH/g sampel sampai 19,06 mg KOH/g sampel. Hasil analisis bilangan asam
MESA secara lengkap disajikan pada Lampiran 4b.
Untuk menentukan kondisi tunak proses sulfonasi maka dibuat persamaan
hubungan lama proses sulfonasi terhadap nilai bilangan asam MESA
menggunakan regresi linier dan kuadratik. Persamaan hubungan lama proses
sulfonasi untuk mencapai kondisi tunak dengan bilangan asam MESA dibuat
berdasarkan data analisa yang ditampilkan pada Lampiran 4b. Berdasarkan data
tersebut, diperoleh persamaan kuadratik pada suhu 100C yang paling sesuai dan
dianggap dapat mewakili gambaran data karena memiliki koefisien determinasi
terbesar (R2) yaitu 0,95. Persamaan dan nilai koefisien determinasi ditunjukkan
pada Lampiran 5b, sedangkan kurva hubungan lama proses sulfonasi untuk
mencapai kondisi tunak terhadap bilangan asam MESA disajikan pada
Gambar 18.
Suhu
pemanasan
bahan (C) :
Kurva dengan
peningkatan paling tajam pada awal proses sulfonasi diperoleh pada kurva suhu
pemanasan bahan 100C, sementara itu peningkatan paling landai diperlihatkan
pada pola pembentukan kurva suhu pemanasan bahan 80C.
Kurva suhu
Densitas merupakan salah satu sifat dasar fluida yang didefinisikan massa
per satuan volume. Efek suhu pada densitas cairan tidak dapat diabaikan karena
cairan akan meregang mengikuti perubahan suhu. Densitas biasanya dikaitkan
dengan viskositas dimana cairan lebih padat maka memiliki viskositas yang lebih
tinggi, yang berhubungan dengan kandungan total pada bahan. Hasil analisis
densitas MESA pada berbagai kondisi proses menunjukkan kisaran nilai antara
0,8805 g/cm3 sampai 0,9973 g/cm3. Hasil analisis densitas MESA selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 4c.
Untuk menentukan kondisi tunak proses sulfonasi maka dibuat persamaan
hubungan lama proses sulfonasi terhadap nilai densitas MESA menggunakan
regresi linier dan kuadratik. Persamaan hubungan lama proses sulfonasi dengan
densitas MESA dibuat berdasarkan data analisa yang ditampilkan pada Lampiran
4c. Berdasarkan data tersebut, diperoleh persamaan kuadratik pada suhu
pemanasan bahan 100C yang paling sesuai dan dianggap dapat mewakili
gambaran data karena memiliki koefisien determinasi (R2) terbesar yaitu 0,97.
Persamaan dan nilai koefisien determinasi ditunjukkan pada Lampiran 5c,
sedangkan kurva hubungan lama proses sulfonasi untuk mencapai kondisi tunak
terhadap densitas MESA disajikan pada Gambar 20.
Secara umum, Gambar 20 memperlihatkan bahwa kurva dengan
peningkatan paling tajam diperoleh pada kurva kuadratik untuk suhu pemanasan
bahan 100C, sementara itu peningkatan yang paling landai pada awal proses
sulfonasi diperlihatkan pada pola pembentukan kurva suhu pemanasan bahan
90C. Kurva suhu pemanasan bahan 100C memperlihatkan bahwa kondisi tunak
sulfonasi dapat tercapai pada lama proses sulfonasi 4 jam, begitu pula untuk suhu
pemanasan bahan 80C dan suhu pemanasan bahan 90C. Pola pembentukan
kurva tersebut dapat membuktikan bahwa suhu pemanasan bahan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kecepatan reaksi dan kondisi tunaknya.
Suhu
pemanasan
bahan (C) :
yang terjadi
Peningkatan
densitas
ini
juga
dapat
mempengaruhi
Menurut MacArthur
sehingga membentuk
lebih
besar sehingga
memiliki
viskositas
yang
lebih
tinggi
Kurva dengan
peningkatan paling tajam diperoleh pada kurva kuadratik untuk suhu pemanasan
bahan 100C, sementara itu peningkatan yang paling landai pada awal proses
sulfonasi diperlihatkan pada pola pembentukan kurva suhu pemanasan bahan
80C. Kurva suhu pemanasan bahan 100C memperlihatkan bahwa kondisi tunak
proses sulfonasi belum tercapai, sedangkan pada suhu 80 dan 90C kondisi tunak
tercapai pada lama proses sulfonasi 4 jam. Perbedaan kurva suhu pemanasan
bahan 80C dan 90C terletak pada kondisi tunak yang dicapai, dimana nilai
viskositas MESA pada kondisi tunak pada suhu pemanasan bahan 80C lebih
rendah dibandingkan suhu pemanasan bahan 90C.
Hasil analisis ragam (=0,05) viskositas MESA akibat pengaruh suhu
pemanasan bahan berpengaruh nyata terhadap viskositas MESA. Hasil analisis
ragam viskositas MESA akibat pengaruh suhu pemanasan bahan disajikan pada
Lampiran 9a. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 9b) suhu pemanasan bahan
terhadap viskositas MESA menunjukkan bahwa viskositas MESA pada suhu
pemanasan bahan 80C (34,95 cP) berbeda nyata dengan viskositas pada suhu
pemanasan bahan 90C (45,85 cP), dan keduanya berbeda nyata dengan viskositas
MESA pada suhu pemanasan bahan 100C (85,45 cP).
Semakin tinggi suhu pemanasan bahan menyebabkan viskositas MESA
meningkat. Pengaruh suhu pemanasan bahan terhadap viskositas MESA disajikan
pada Gambar 23.
yang bereaksi.
Jungermann
terjadi pada tiga sisi, yaitu pada gugus karboksil, bagian -atom karbon, dan
rantai tidak jenuh (ikatan rangkap).
4.5.5 Bilangan Iod MESA dan MES
Reaksi sulfonasi molekul asam
terjadi pada tiga sisi yaitu (1) gugus karboksil; (2) bagian -atom karbon; (3)
rantai tidak jenuh (ikatan rangkap) (Jungermann 1979). Walaupun subtansi yang
diturunkan dari ester asam monokarboksilat sulfonat pada posisi C- merupakan
jenis surfaktan yang paling banyak diinginkan. Peluang reaksi sulfonasi pada sisi
ikatan rangkap terjadi semakin besar dengan peningkatan suhu dan bertambahnya
lama proses sulfonasi.
Hasil analisis bilangan iod MESA berkisara antara 15,36 mg I/g sampel
sampai 45,21 mg I/g sampel. Hasil analisis bilangan iod MESA selengkapnya
disajikan pada Lampiran 4e.
Untuk mengetahui kondisi tunak dalam pembentukan MESA maka
dilakukan analisis regresi lama proses sulfonasi terhadap bilangan iod MESA pada
berbagai suhu pemanasan bahan. Analisis regresi yang dilakukan meliputi regresi
linier dan kuadratik. Persamaan hubungan lama proses sulfonasi untuk mencapai
kondisi tunak dengan bilangan iod MESA dibuat berdasarkan data analisa yang
ditampilkan pada Lampiran 4e. Berdasarkan data tersebut, diperoleh persamaan
kuadratik pada suhu pemanasan bahan 90C yang paling sesuai dan dianggap
dapat mewakili gambaran data karena memiliki koefisien determinasi (R2)
terbesar yaitu 0,96. Persamaan dan nilai koefisien determinasi ditunjukkan pada
Lampiran 5e, sedangkan kurva hubungan lama proses sulfonasi untuk mencapai
kondisi tunak terhadap bilangan iod MESA disajikan pada Gambar 24.
Suhu
pemanasan
bahan (C) :
iod juga dilakukan pada produk MES (MESA yang dinetralkan). Bilangan iod
untuk MES berkisar antara 19,24 mg I/g sampel sampai 45,32 mg I/g sampel.
Hasil analisis bilangan iod MES dapat dilihat pada Lampiran 4e.
Untuk mengetahui kondisi tunak dalam pembentukan MES maka
dilakukan analisis regresi lama proses sulfonasi untuk mencapai kondisi tunak
terhadap bilangan iod MES pada berbagai suhu pemanasan bahan. Analisis regresi
yang dilakukan meliputi regresi linier dan kuadratik. Persamaan hubungan lama
proses sulfonasi untuk mencapai kondisi tunak dengan bilangan iod MES dibuat
berdasarkan data analisa yang ditampilkan pada Lampiran 4e. Berdasarkan data
tersebut, diperoleh persamaan kuadratik pada suhu pemanasan bahan 90C yang
paling sesuai dan dianggap dapat mewakili gambaran data karena memiliki
koefisien determinasi (R2) terbesar yaitu 0,96. Persamaan dan nilai koefisien
determinasi ditunjukkan pada Lampiran 5f, sedangkan kurva hubungan lama
proses sulfonasi untuk mencapai kondisi tunak terhadap bilangan iod MESA
disajikan pada Gambar 25.
Suhu
pemanasan
bahan (C) :
Hasil analisis ragam (=0,05) bilangan iod MES akibat pengaruh suhu
pemanasan bahan menunjukkan bahwa suhu pemanasan bahan tidak berpengaruh
nyata terhadap bilangan iod MES. Hasil analisis ragam suhu pemanasan bahan
terhadap bilangan iod MES disajikan pada Lampiran 10b.
4.5.6 Bahan Aktif MESA dan MES
Bahan aktif merupakan salah satu standar mutu untuk menunjukkan
kualitas dari surfaktan dan sudah diterapkan pada industri surfaktan. Bahan aktif
menunjukkan jumlah gugus SO3 yang terikat pada struktur metil ester membentuk
MESA. Pengujian ini dilakukan melalui teknik titrasi dua fasa dengan
menggunakan N-cetyl pyridinium chloride yang merupakan salah satu jenis
surfaktan kationik sebagai penitran. Semua titrasi surfaktan berdasarkan pada
reaksi antagonis dimana surfaktan ionik bereaksi dengan surfaktan yang memiliki
muatan yang berlawanan untuk membentuk garam yang tidak larut air (pasangan
ion) (Matesic-Puac et al. 2005).
Pada prinsipnya, metode ini didasarkan pada reaksi antara surfaktan
anionik dan kationik yang akan membentuk garam yang bersifat larut sedikit atau
bahkan tidak larut dalam air. Garam yang terbentuk menuju lapisan kloroform
sehingga membentuk warna biru pada lapisan kloroform. Setelah dilakukan titrasi
dengan N-cetyl pyridinium chloride warna biru yang semula berada pada lapisan
kloroform secara perlahan akan bergerak menuju lapisan larutan surfaktan. Titik
akhir titrasi tercapai apabila intensitas warna pada kedua lapisan memiliki
intensitas yang hampir sama.
Hasil analisis kadar bahan aktif MESA pada berbagai kondisi proses
menunjukkan kisaran nilai antara 1,88 28,80 %. Data kadar bahan aktif MESA
dapat dilihat pada Lampiran 4f.
pembentukan MESA maka dilakukan analisis regresi lama proses sulfonasi untuk
mencapai kondisi tunak terhadap kadar bahan aktif MESA pada berbagai suhu
pemanasan bahan. Analisis regresi yang dilakukan meliputi regresi linier dan
kuadratik. Persamaan hubungan lama proses sulfonasi untuk mencapai kondisi
tunak dengan kadar bahan aktif MESA dibuat berdasarkan data analisa yang
ditampilkan pada Lampiran 4f. Berdasarkan data tersebut, diperoleh persamaan
kuadratik pada suhu pemanasan bahan 100C yang paling sesuai dan dianggap
dapat mewakili gambaran data karena memiliki koefisien determinasi (R2)
terbesar yaitu 0,98. Persamaan dan nilai koefisien determinasi ditunjukkan pada
Lampiran 5f, sedangkan kurva hubungan lama proses sulfonasi untuk mencapai
kondisi tunak terhadap bilangan iod MESA disajikan pada Gambar 26.
Suhu
pemanasan
bahan (C) :
pengaruh suhu pemanasan bahan terhadap bahan aktif MESA disajikan pada
Lampiran 11a. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 11c) suhu pemanasan bahan
terhadap kadar bahan aktif MESA menunjukkan bahwa kadar bahan aktif MESA
pada suhu pemanasan bahan 80C (19,53%) tidak berbeda nyata dengan kadar
bahan aktif
berbeda nyata dengan kadar bahan aktif MESA pada suhu pemanasan bahan
100C (27,57%). Pengaruh lama proses sulfonasi untuk mencapai kondisi tunak
pada berbagai suhu pemanasan bahan terhadap kadar bahan aktif MESA dapat
dilihat pada Gambar 27.
( 80C)
selama kurang lebih satu jam. Hal ini bertujuan agar MESA mencapai reaksi
sulfonasi yang sempurna.
Methyl Ester Sulfonic Acid (MESA) selanjutnya dinetralisasi dengan
NaOH 50% karena asam pada MESA bersifat tidak stabil. Hasil analisis kadar
bahan aktif MES berkisar antara 2,13 % sampai 28,36 %. Data kadar bahan aktif
MES selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4f.
Untuk mengetahui kondisi tunak dalam pembentukan MES maka
dilakukan analisis regresi lama proses sulfonasi untuk mencapai kondisi tunak
terhadap kadar bahan aktif MES pada berbagai suhu pemanasan bahan. Analisis
regresi yang dilakukan meliputi regresi linier dan kuadratik. Persamaan hubungan
lama proses sulfonasi untuk mencapai kondisi tunak dengan kadar bahan aktif
MES dibuat berdasarkan data analisa yang ditampilkan pada Lampiran 4f.
Berdasarkan data tersebut, diperoleh persamaan kuadratik pada suhu pemanasan
bahan 100C yang paling sesuai dan dianggap dapat mewakili gambaran data
karena memiliki koefisien determinasi (R2) terbesar yaitu 0,98. Persamaan dan
nilai koefisien determinasi ditunjukkan pada Lampiran 5g, sedangkan kurva
hubungan lama proses sulfonasi untuk mencapai kondisi tunak terhadap kadar
bahan aktif MES disajikan pada Gambar 28.
Suhu
pemanasan
bahan (C) :
Gambar 28
produk
MES
bertambahnya lama proses sulfonasi dan cenderung mencapai kondisi tunak mulai
proses sulfonasi 4 jam.
Hasil analisis ragam (=0,05) menunjukkan bahwa suhu pemanasan bahan
berpengaruh nyata terhadap kadar bahan aktif MES. Hasil analisis ragam
selengkapnya disajikan pada Lampiran 11b. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran
11d) suhu pemanasan bahan terhadap kadar bahan aktif MES menunjukkan bahwa
kadar bahan aktif MES pada suhu pemanasan bahan 80C (20,93%) tidak berbeda
nyata dengan kadar bahan aktif pada suhu pemanasan bahan 90C (21,77%),
namun keduanya berbeda nyata dengan kadar bahan aktif MESA pada suhu
pemanasan bahan 100C (26,63%). Bahan aktif MES meningkat seiring dengan
meningkatnya suhu pemanasan bahan (Gambar 29).
Gambar 29 Pengaruh suhu pemanasan bahan terhadap kadar bahan aktif MES
Gambar 29 menunjukkan bahwa pada suhu pemanasan bahan 100C,
bahan aktif MES cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan suhu pemanasan
bahan 80 dan 90C.
meningkatkan bahan aktif MES pada suhu pemanasan bahan 100C. MESA
dalam kondisi asam bersifat tidak stabil, netralisasi diperlukan untuk menghindari
hidrolisis menjadi sulfonated fatty acid, demikian pula pada produk sulfonasi pada
pH rendah dapat terkonversi menjadi asam sulfat dan unsulfonatted fatty alcohol
(Foster dan Rollock 1997).
Smith et al. (1967) mensulfonasi metil, etil, dan isopropil ester asam
palmitat dan stearat secara langsung melalui penambahan SO 3 cair pada rasio
molar 2,4 : 1 pada suhu 0 oC dan mereesterifikasi menggunakan metil, etil, atau
isopropil alkohol sebelum netralisasi untuk meningkatkan rendemen alpha sulfo
fatty acid hingga 70 80% dan menurunkan produk samping disodium sulfofatty
acid (disalt). Sulfonasi ester dimulai dengan pembentukan komplek SO3 dengan
ester. Pembentukan komplek ini mengaktifkan atom H pada posisi alpha. Kondisi
sulfonasi terbaik untuk menghasilkan produk sulfonat menggunakan bahan baku
metil stearat yaitu pelarut CCl4 1 g, suhu sulfonasi 60oC, lama sulfonasi 1 jam,
dan re-esterifikasi menggunakan 40 ml alkohol selama 4 jam. Produk yang
dihasilkan terdiri dari 90 % sodium alpha sulfonat dan 1 % garam disodium.
Menurut Hovda (1993) bahwa proses netralisasi sulfonic acid untuk
menghasilkan MES dengan bahan aktif tinggi cukup sulit karena ketidakstabilan
MES pada suhu dan pH tinggi. Penambahan metanol dapat mengurangi
pembentukan disalt, namun apabila pH turun dibawah 6 maka efek penambahan
metanol pun akan turun. Selain itu, penambahan metanol juga menyebabkan
penurunan suhu sehingga efek metanol dalam menurunkan disalt turut berkurang.
Pemilihan pH dan suhu yang tepat hanya akan memerlukan metanol 20 30 %
untuk netralisasi. Peningkatan bahan aktif MES juga berkorelasi dengan nilai pH,
bilangan asam, dan bilangan iod.
dengan penurunan pH, kenaikan bilangan asam, serta bilangan iod MES. Hal ini
berkaitan dengan terikatnya gas SO3 pada struktur metil ester. Jumlah SO3 dalam
produk tersulfonasi yang semakin meningkat mengakibatkan keasaman produk
menurun.
5.1 Simpulan
Proses sintesis surfaktan MESA berbahan baku metil ester CPO dilakukan
akibat pengaruh satu faktor dengan tiga taraf yaitu suhu pemanasan bahan 80, 90,
dan 100C serta dilakukan proses sampling tiap jam selama 0 sampai 6 jam untuk
mengetahui kondisi tunaknya pada proses sulfonasi. Kondisi tunak lama proses
sulfonasi untuk suhu pemanasan bahan 100C terhadap pH MESA, bilangan
asam, dan viskositas MESA belum tercapai, untuk parameter densitas MESA
tercapai pada lama proses sulfonasi 4 jam, sedangkan untuk parameter bilangan
iod dan kadar bahan aktif baik untuk MESA dan MES masing-masing dicapai
pada lama proses sulfonasi 3 dan 4 jam.
Hasil analisis ragam (=0,05), suhu pemanasan bahan berpengaruh nyata
terhadap parameter nilai pH, bilangan asam, densitas, viskositas, dan kadar bahan
aktif MESA, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap parameter bilangan iod
MESA. Di lain pihak hasil analisis ragam (=0,05), suhu pemanasan bahan
berpengaruh nyata terhadap parameter kadar bahan aktif MES, namun tidak
berpengaruh nyata terhadap parameter bilangan iod MES.
Pada penelitian ini diperoleh suhu pemanasan bahan terbaik proses
produksi MESA pada perlakuan suhu pemanasan bahan 100C dan kondisi tunak
dicapai pada lama proses sulfonasi 4 jam. Lama proses sulfonasi 4 jam
menghasilkan MESA dengan karakteristik yang cenderung stabil. Suhu
pemanasan bahan 100C dan proses sulfonasi 4 jam memberikan bahan aktif
MESA 27,57 persen, nilai pH 0,8, bilangan asam 16,89 mg KOH/g sampel,
densitas 0,9831 g/cm3, viskositas 85,45 cP, bilangan iod 18,61 mg I/g sampel, dan
kadar bahan aktif 27,57%.
diperoleh nilai bilangan iod sebesar 21,87 mg I/g sampel, dan kadar bahan aktif
26,63 %.
Sifat fisikokimia MESA yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki nilai
pH dengan kisaran 0,57 1,71, bilangan asam 1,80 - 19,06 mg KOH/g sampel,
densitas 0,8805 - 0,9973 g/cm3, viskositas 7,65 - 90,60 cP, bilangan iod 15,36 45,21 mg I/g sampel, dan bahan aktif 1,88 28,80 persen. Sifat fisikokimia MES
yang dihasilkan memiliki bilangan iod berkisar antara 19,24 - 45,32 mg I/g
sampel dan kadar bahan aktif 2,13 - 28,36 persen.
5.2 Saran
Dari hasil analisis bahan aktif diperoleh kadar bahan aktif MESA tertinggi
28,80 persen dan kadar bahan aktif MES 28,36 persen. Untuk meningkatkan
kadar bahan aktif
perlu dilakukan
proses hidrolisis perlu penambahan metanol pada saat netralisasi (31 41% b/b)
sehingga kadar bahan aktifnya dapat ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Bergenstahl B. 1997. Physicochemical Aspects of an Emulsifier Functionality.
LAMPIRAN
selesai
apabila
alarm
alat
berbunyi. Hasil titrasi dibaca di layar sehingga diperoleh kadar air sampel.
Kadar air dalam sampel dapat dinyatakan dalam % atau ppm.
2. Bilangan Iod (AOAC 1995)
Contoh minyak yang telah disaring ditimbang sebanyak 0,5 g di dalam
erlenmeyer 250 ml, lalu dilarutkankan dengan 10 ml kloroform atau tetraklorida
dan ditambahkan dengan 25 ml pereaksi hanus. Semua bahan diatas dicampur
merata dan disimpan di dalam ruangan gelap selama satu jam. Sebagian iodium
akan dibebaskan dari larutan. Setelah penyimpanan, ke dalamnya ditambahkan 10
ml larutan KI 15 %. Iod yang dibebaskan kemudian dititrasi dengan larutan
Na2S2O3 0,1 N sampai warna biru larutan tidak terlalu pekat. Selanjutnya
ditambahkan larutan kanji satu persen dan titrasi kembali sampai warna biru
hilang. Blanko dibuat dengan cara yang sama tanpa menggunakan minyak
Bilangan iod=
( BS ) N 12,69
G
Keterangan : B
= ml Na2S2O3 blanko
= ml Na2S2O3 contoh
= normalitas Na2S2O3
= berat contoh
A N 56,1
G
W 2W 0
W 1W 0
dan
fasa
diam
dietilen
glikol
suksinat.
Jenis
detektor
yang
selesai
apabila
alarm
alat
berbunyi. Hasil titrasi dibaca di layar sehingga diperoleh kadar air sampel.
Kadar air dalam sampel dapat dinyatakan dalam % atau ppm.
2. Uji Standar untuk Bilangan Asam (FBI-A01-03)
Sebanyak 19 21 0,05 g contoh biodiesel ester alkil dimasukkan ke
dalam sebuah labu erlenmeyer 250 ml kemudian ditambahkan 100 ml campuran
pelarut yang telah dinetralkan ke dalam labu Erlenmeyer tersebut. Dalam keadaan
teraduk kuat, titrasi larutan isi labu Erlenmeyer dengan larutan KOH dalam
alkohol sampai kembali berwarna merah jambu dengan intensitas yang sama
seperti pada campuran pelarut yang telah dinetralkan di atas. Warna merah jambu
ini harus bertahan paling sedikitnya 15 detik. Catat volume titran yang dibutuhkan
(V ml).
Perhitungan nilai bilangan asam :
Angka asam=
56,1 V N
mg KOH / g biodisel
m
Dimana :
V = volume larutan KOH dalam alkohol yang dibutuhkan pada titrasi (ml).
N = normalitas eksak larutan KOH dalam alkohol.
Selanjutnya
ditambahkan 25 ml reagen Wijs dengan pipet seukuran dan tutup labu. Kocokputar labu agar isinya tercampur sempurna dan kemudian segera simpan di tempat
gelap bertemperatur 25 5 oC selama 1 jam. Sesudah perioda penyimpanan usai,
ambil kembali labu, dan tambahkan 20 ml larutan KI serta kemudian 150 ml
akuades. Sambil selalu diaduk baik-baik, titrasi isi labu dengan larutan natrium
tiosulfat 0,1 N yang sudah distandarkan (diketahui normalitas eksaknya) sampai
warna coklat iodium hampir hilang. Setelah ini tercapai, tambahkan 2 ml larutan
indikator pati dan teruskan titrasi sampai warna biru kompleks iodium pati
persis sirna. Catat volume titran yang dihabiskan untuk titrasi. Bersamaan dengan
analisis di atas, lakukan analisis blanko (tanpa contoh biodiesel, jadi hanya
langkah 2 s/d 4). Angka iodium dihitung dengan rumus :
Angka iodium , A I ( b )=
12,69 ( BC ) N
W
dengan :
C
= volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi contoh, ml.
= volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi blangko, ml.
larutan
natrium
tiosulfat
yang
sudah
distandarkan
(diketahui
2, 302(BC) N
W
dengan :
C
= volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi contoh, ml.
= volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi blangko, ml.
W=
56,1 (BC) N
mg KOH / g biodisel
m
dengan :
B = volume HCl 0,5 N yang dihabiskan pada titrasi blanko, ml.
dengan :
As = angka penyabunan yang diperoleh di atas, mg KOH/g biodiesel.
Aa = angka asam (prosedur FBI-A01-03), mg KOH/g biodiesel.
Gttl = kadar gliserin total dalam biodiesel (prosedur FBI-A02-03), %-b.
Kadar ester dapat juga dihitung sebagai selisih antara bilangan penyabunan dan
bilangan asam.
6. Distribusi Ester Asam Lemak
Sebanyak 2 g minyak ditambahkan ke dalam labu didih,
kemudian ditambahkan 6-8 ml NaOH dalam metanol, dipanaskan sampai
tersabunkan lebih kurang 15 menit dengan pendingin balik. Selanjutnya
ditambahkan 10 ml BF3 dan dipanaskan kira-kira 2 menit.. Dalam keadaan
panas
ditambahkan
ditambahkan larutan NaCl jenuh. Larutan akan terpisah menjadi dua bagian.
Bagian atas akan dipindahakan ke dalam tabung reaksi yang sebelumnya
telah diberi 1 g Na 2SO4. Larutan tersebut siap diinjeksikan pada suhu
detektor 230C, suhu injektor 225C, suhu awal 70C, pada suhu awal = 2 menit,
menggunakan glass coloumn dengan panjang 2 meter dan diameter 2 mm, gas
pembawa adalah helium dan fasa diam dietilen glikol suksinat. Jenis
detektor yang digunakan adalah jenis FID (Flame Ionization Detector).
7. Densitas (SNI 01-2891-1992)
Densitas merupakan perbandingan berat dari suatu volume sampel
pada suhu 25C dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Peralatan
yang digunakan adalah piknometer 5 ml. Piknometer dibersihkan dengan cara
dibersihkan
dan
dikeringkan.
Sampel
W 2W 0
W 1W 0
dibersihkan
dan
dikeringkan.
Sampel
W 2W 0
W 1W 0
Kalibrasi
Titrasi dihentikan hingga terbentuk warna yang sama biru diantara dua fasa. Kadar
aktif surfaktan MES dapat dihitung menggunakan persamaan di bawah:
Bahan aktif ( )=
5. Pengukuran Viskositas
Pengukuran viskositas atau kekentalan sampel dilakukan dengan
pengisian sampel ke dalam gelas piala 250 ml. Penentuan nilai viskositas
menggunakan viskometer Brookfield dengan spindel nomor 1 pada putaran 50
rpm jika menggunakan Model RV atau 30 rpm jika menggunakan Model LV
viskometer. Pastikan steker telah dipasang pada power supply. Tombol hitam
pada viskometer digunakan sebagai pengontrol on (ke kanan) untuk menyalakan,
off untuk mematikan (ke kiri), atau pause (tengah). Viskometer LV dapat diset
untuk 4 macam spindel dengan kaki penahan yang lebih sempit; viskometer RV
diset untuk 7 macam spindel dengan wadah dengan kaki penahan yang lebih
lebar; HA dan HB viskometer diset untuk 7 macam spindel tanpa kaki. Kecepatan
(dalam rpm) diatur dengan tombol di bagian atas viskometer pada kecepatan yang
diinginkan. Viskometer
yang
digunakan
adalah
viskometer
LV dengan
kecepatan 30 rpm. Jarum merah untuk membaca skala dipastikan di titik nol.
Gunakan tuas di belakangviskometer untuk mengatur kemiringan sehingga jarum
merah berhimpit pada titik nol. Spindel dipasang sesuai kekentalan sampel.
Makin kental sampel, makin kecil nomor spindel yang digunakan. Sampel
dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml. Kaki penahan diturunkan tetapi
tidak sampai menyentuh dasar gelas piala. Tombol kontrol
ditekan on. Saat piringan skala berputar, skala yang ditunjuk jarum merah dibaca
pada putaran pertama. Tombol kontrol off setlah pembacaan dan ditepatkan
agar jarum merah dapat terhimpit kembali ke angka nol.
Viskositas (cP atau mPa.S) = Skala terbaca x Faktor
Spindel 4
Speed
Factor
0.3
20000
0.6
10000
1.5
4000
3
2000
6
1000
12
500
30
200
60
100
T1
T1
T1
T1
T1
T1
T1
Lama proses
sulfonasi (jam)
0
1
2
3
4
5
6
T2
T2
T2
T2
T2
T2
T2
0
1
2
3
4
5
6
1,63
1,25
0,93
0,94
0,93
0,88
0,88
1,57
1,18
0,96
1,06
0,94
0,94
0,97
1,60
1,60
1,21
0,94
1,00
0,93
0,91
0,0460
0,0460
0,0460
0,0177
0,0849
0,0106
0,0424
T3
T3
T3
T3
T3
T3
T3
0
1
2
3
4
5
6
1,35
1,13
1,09
0,79
0,73
0,59
0,55
1,64
1,06
1,06
0,76
0,86
0,58
0,58
1,49
1,10
1,07
0,77
0,80
0,58
0,57
0,2051
0,0495
0,0177
0,0212
0,0919
0,0106
0,0212
Perlakuan
pH
Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata
1,66
1,77
1,71
1,43
1,50
1,46
1,38
1,49
1,44
1,34
1,47
1,41
1,31
1,45
1,38
1,29
1,43
1,36
1,29
1,39
1,34
Keterangan :
T1 : Suhu pemanasan bahan 80 oC
T2 : Suhu pemanasan bahan 90 oC
T3 : Suhu pemanasan bahan 100 oC
SD
0,0813
0,0460
0,0778
0,0919
0,0990
0,0990
0,0672
Lama proses
sulfonasi (jam)
0
1
2
3
4
5
6
T2
T2
T2
T2
T2
T2
T2
0
1
2
3
4
5
6
2,22
6,20
8,90
8,78
8,70
9,98
12,20
2,29
6,50
9,53
10,13
10,00
11,16
11,71
0,10
0,42
0,89
1,90
1,84
1,66
0,70
T3
0
2,90
T3
1
7,10
T3
2
7,90
T3
3
16,01
T3
4
15,89
T3
5
16,93
T3
6
19,97
Keterangan :
T1 : Suhu pemanasan bahan 80oC
T2 : Suhu pemanasan bahan 90oC
T3 : Suhu pemanasan bahan 100oC
2,60
8,37
6,94
13,94
17,89
19,09
18,14
2,75
7,74
7,42
14,98
16,89
18,01
19,06
0,21
0,90
0,68
1,46
1,41
1,53
1,29
Perlakua
n
T1
T1
T1
T1
T1
T1
T1
Lama proses
sulfonasi (jam)
0
1
2
3
4
5
6
T2
T2
T2
T2
T2
T2
T2
0
1
2
3
4
5
6
0,9015
0,9493
0,9566
0,9667
0,9661
0,9727
0,9671
0,8896
0,9392
0,9389
0,9405
0,9436
0,9518
0,9654
0,8956
0,9442
0,9478
0,9536
0,9548
0,9623
0,9662
0,0084
0,0072
0,0125
0,0185
0,0159
0,0148
0,0012
T3
T3
T3
T3
T3
T3
T3
0
1
2
3
4
5
6
0,8907
0,9199
0,9647
0,9942
0,9927
0,9947
0,9963
0,8878
0,9687
0,9676
0,9690
0,9735
0,9999
0,9910
0,8892
0,9443
0,9662
0,9816
0,9831
0,9973
0,9936
0,0020
0,0345
0,0021
0,0179
0,0135
0,0037
0,0037
Keterangan :
T1 : Suhu pemanasan bahan 80 oC
T2 : Suhu pemanasan bahan 90 oC
T3 : Suhu pemanasan bahan 100 oC
SD
0,0000
0,0017
0,0211
0,0175
0.0013
0,0097
0,0046
Lama proses
sulfonasi (jam)
0
1
2
3
4
5
6
Ulangan 1
11,10
13,40
31,50
36,20
37,00
34,10
34,10
T2
T2
T2
T2
T2
T2
T2
0
1
2
3
4
5
6
10,70
25,10
38,00
56,00
45,90
57,20
47,20
8,300
27,30
35,20
53,00
45,80
58,20
45,40
9,500
26,20
36,60
54,50
45,85
57,70
46,30
1,6971
1,5556
1,9799
2,1213
0,0707
0,7071
1,2728
T3
T3
T3
T3
T3
T3
T3
0
1
2
3
4
5
6
8,100
24,30
50,00
72,00
85,00
85,00
90,00
7,200
25,20
54,20
70,00
85,90
89,10
91,20
7,650
24,75
52,10
71,00
85,45
87,05
90,60
0,6364
0,6364
2,9698
1,4142
0,6364
2,8991
0,8485
Keterangan :
T1 : Suhu pemanasan bahan 80oC
T2 : Suhu pemanasan bahan 90oC
T3 : Suhu pemanasan bahan 100oC
Viskositas (cP )
Ulangan 2 Rata-rata
9,00
10,05
14,50
13,95
28,60
30,05
32,60
34,40
32,90
34,95
38,00
36,05
36,30
35,20
SD
1,4849
0,7778
2,0506
2,5456
2,8991
2,7577
1,5556
Lama proses
sulfonasi (jam)
0
1
2
3
4
5
6
MESA
Rata-rata
SD
41,75
0,2791
24,21
0,4212
23,55
1,4225
21,98
2,5605
21,65
3,7308
23,72
0,2884
19,97
0,2971
T2
T2
T2
T2
T2
T2
T2
0
1
2
3
4
5
6
42,38
31,72
21,82
22,14
20,20
17,90
20,42
0,4697
3,7440
4,5559
2,2021
3,7876
4,7035
3,3751
42,99
28,72
24,44
19,96
19,48
19,24
19,26
1,9636
2,2370
1,1963
3,9499
3,6186
2,1501
3,1094
T3
T3
T3
T3
T3
T3
T3
0
1
2
3
4
5
6
45,21
23,12
23,75
18,64
18,61
16,70
15,36
3,8925
0,1410
4,3513
3,1555
2,9996
0,6328
2,1641
45,32
23,24
24,38
20,93
21,87
19,75
19,68
2,4867
0,3746
2,1443
0,8444
0,4276
0,2820
3,1889
Keterangan :
T1 : Suhu pemanasan bahan 80 oC
T2 : Suhu pemanasan bahan 90 oC
T3 : Suhu pemanasan bahan 100 oC
MES
Rata-rata
41,46
26,50
25,41
23,55
24,09
22,87
22,12
SD
1,7229
0,5355
1,4336
2,9117
2,6459
2,7424
1,8725
Lama proses
sulfonasi (jam)
0
1
2
3
4
5
6
MESA
Rataan
SD
1,88
0,97
9,16
0,51
18,23
0,02
18,41
1,23
20,73
2,04
22,16
1,59
21,54
0,75
T2
T2
T2
T2
T2
T2
T2
0
1
2
3
4
5
6
4,35
7,29
18,27
20,58
19,53
22,11
21,77
0,35
0,04
0,60
0,57
0,77
1,47
0,76
4,46
18,36
18,68
20,62
20,93
22,26
24,55
0,40
0,64
1,67
1,74
1,86
2,03
1,13
T3
T3
T3
T3
T3
T3
T3
0
1
2
3
4
5
6
2,50
11,15
16,74
26,03
27,57
27,60
28,80
0,09
0,93
0,44
0,25
0,51
1,57
0,24
2,13
10,55
20,41
26,47
26,63
26,44
28,36
0,16
0,04
0,71
0,85
0.75
2,11
1,24
Keterangan :
T1 : Suhu pemanasan bahan 80 oC
T2 : Suhu pemanasan bahan 90 oC
T3 : Suhu pemanasan bahan 100 oC
MES
Rata-rata
3,74
13,91
15,93
20,97
21,77
23,92
25,10
SD
0,24
0,98
0,58
2,08
1,53
1,00
1,44
sifat
fisikokimia
dan
koefisien
Suhu
pemanasan
bahan (oC)
80
90
100
80
90
100
Model persamaan
y = -0,049x + 1,590
y = -0,094x + 1,355
y = -0.145x + 1,346
y = 0,014x2 0,134x + 1,661
y = 0,026x2 0,259x + 1,554
y = 0,019x2 0,259x + 1,441
Koefisien
determinasi
(R2)
0,71
0,64
0,91
0,89
0,94
0,95
Keterangan :
y = pH MESA
x = lama proses sulfonasi (jam)
Suhu
pemanasan
bahan (oC)
80
90
100
80
90
100
Model persamaan
y = 0.012x + 0.903
y = 1,358x + 4,683
y = 2,819x + 3,947
y = -0.003x2 + 0.033x + 0.885
y = -0,346x2 + 3,437x + 2,950
y = -0,283x2 + 4,519x + 2,530
Koefisien
determinasi
(R2)
0,73
0,79
0,92
0,90
0,94
0,95
Keterangan :
y = bilangan asam MESA
x = lama proses sulfonasi (jam)
Regresi
Linier
Kuadratik
Suhu
pemanasan
bahan (oC)
80
90
100
80
90
100
Model persamaan
Koefisien
determinasi (R2)
y = 0,012x + 0,903
y = 0,009x + 0,919
y = 0,015x + 0,918
y = -0,002x2 + 0,024x + 0,906
y = -0,004x2 + 0,036x + 0,883
y = -0,004x2 + 0,041x + 0,896
0,74
0,69
0,79
0,85
0,96
0,97
Keterangan :
y = densitas MESA
x = lama proses sulfonasi (jam)
Suhu
pemanasan
bahan (oC)
80
90
100
80
90
100
Model persamaan
y = 4,448x + 14,46
y = 6,523x + 19,95
y = 14,52x + 16,21
y = -2,218x2 + 19,83x + 8,859
y = -1,266x2 + 12,04x + 8,132
y = -2,445x2 + 29,2x + 3,988
Koefisien
determinasi (R2)
0,76
0,69
0,91
0,93
0,94
0,99
Keterangan :
y = viskositas MESA
x = lama proses sulfonasi (jam)
Linier
Kuadrati
k
80
90
100
80
90
100
y = -2,379x + 33,70
y = -3,396x + 35,06
y = -3,085x + 34,27
y = 0,895x2 7,75x + 38,18
y = 1,186x2 10,51x + 40,99
y = 1,220x2 10,40x + 40,38
0,58
0,70
0,53
0,83
0,96
0,79
Keterangan :
y = bilangan iod MES
x = lama proses sulfonasi (jam)
Kuadrati
k
Suhu
pemanasan
bahan (oC)
80
90
100
80
90
100
Model persamaan
y = 3,124x + 6,640
y = 2,969x + 7,362
y = 4,379x + 6,915
y = -0,873x2 + 8,367x + 2,271
y = -0,775x2 + 7,623x + 3,483
y = -0,958x2 + 10,13x + 2,120
Koefisien
determinasi
(R2)
0,78
0,77
0,86
0,97
0,93
0,98
Keterangan :
y = bahan aktif MESA
x = lama proses sulfonasi (jam)
Kuadrati
k
Suhu
pemanasan
bahan (oC)
80
90
100
80
90
100
Model persamaan
y = 3,212x + 8,268
y = 3,225x + 7,445
y = 4,149x + 7,621
y = -0,628x2 + 6,981x + 5,127
y = -0,669x2 + 7,243x + 4,098
y = -1,108x2 + 10,80x + 2,078
Keterangan :
y = bahan aktif MES
x = lama proses sulfonasi (jam)
Koefisien
determinasi
(R2)
0,87
0,84
0,80
0,97
0,95
0,98
KT
6,448
F-hit
F- Tabel (0,05)
0,187
30,593*
2,920
0,006
data
Rataan
Kelompok
Duncan
2
2
2
1,38
0,94
0,80
A
B
B
Keterangan : Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda
nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok Duncan dengan huruf yang
berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata.
Lampiran 7. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan bilangan asam
MESA
a. Hasil analisis ragam
Sumber variasi db
JK
Rata-rata
1
881,124
Suhu pemanasan
2
68,593
bahan (Ti)
Kekeliruan
3
6,346
Jumlah
6
956,063
Keterangan : * Berpengaruh nyata
KT
881,124
F-hit
F- Tabel (0,05)
34,296
16,213*
2,920
2,115
data
Rataan
Kelompok Duncan
2
2
2
9,47
10,00
16,89
A
A
B
Keterangan : Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda
nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok Duncan dengan huruf yang
berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata.
Lampiran 8. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan densitas MESA
a. Hasil anlisis ragam
Sumber Variasi db
JK
Rata-rata
1
5,587
Suhu pemanasan
2
0,001
bahan (Ti)
Kekeliruan
3
0,000
Jumlah
6
5,589
Keterangan : * Berpengaruh nyata
KT
5,587
0,001
F-hit
F- Tabel (0,05)
10,305*
2,920
6,31E-005
data
Rataan
Kelompok Duncan
2
2
2
0,9471
0,9648
0,9831
A
AB
B
Keterangan : Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda
nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok Duncan dengan huruf yang
berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata.
Lampiran 9. Hasil analisis ragam, dan uji lanjut duncan viskositas MESA
a.
Sumber Variasi db
JK
KT
F-hit
Rata-rata
1 18426,042 18426,042
Suhu pemanasan
2
2824,813 1412,407 480,683*
bahan (Ti)
Kekeliruan
3
8,815
2,938
Jumlah
6 21259,670
Keterangan : * Berpengaruh nyata
F-Tabel (0,05)
2,920
data
Rataan
Kelompok Duncan
2
2
2
34,95
45,85
85,45
A
B
C
Keterangan : Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda
nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok Duncan dengan huruf yang
berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata.
Lampiran 10. Hasil analisis ragam, uji lanjut duncan bilangan iod MESA
dan MES
a. Hasil analisis ragam suhu pemanasan bahan terhadap bilangan iod
MESA
Sumber Variasi db
JK
KT
F-hit
F-Tabel (0,05)
Rata-rata
1 2436,538
2436,538
Suhu pemanasan
2
9,247
4,624
0,372
2,920
bahan (Ti)
Kekeliruan
3
37,239
12,413
Jumlah
6 2483,025
Keterangan : * Berpengaruh nyata
b. Hasil analisis ragam suhu pemanasan bahan terhadap bilangan iod MES
Sumber variasi
db
JK
Rata-rata
1 2854,929
Suhu pemanasan
2
21,262
bahan (Ti)
Kekeliruan
3
20,281
Jumlah
6 2896,472
Keterangan : * Berpengaruh nyata
KT
2854,929
10,631
F-hit
1,573
F-Tabel (0,05)
2,920
6,760
c. Hasil uji lanjut Duncan lama pemanasan bahan terhadap bilangan iod
MESA
Perlakuan
Suhu pemanasan bahan (C)
80
90
100
data
Rataan
Kelompok Duncan
2
2
2
21,65
20,19
18,61
A
A
A
d. Hasil uji lanjut Duncan suhu pemanasan bahan terhadap bilangan iod
MES
Perlakuan
Suhu pemanasan bahan (C)
80
90
100
data
Rataan
Kelompok Duncan
2
2
2
24,09
19,48
21,87
A
A
A
Keterangan : Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda
nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok Duncan dengan huruf yang
berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata.
Lampiran 11. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan kadar bahan aktif
MESA dan MES
a. Hasil analisis ragam suhu pemanasan bahan terhadap bahan aktif MESA
Sumber Variasi db
JK
KT
Rata-rata
1
3066,820 3066,820
Suhu pemanasan
2
75,282
37,641
bahan (Ti)
Kekeliruan
3
5,018
1,673
Jumlah
6
3147,121
Keterangan : * Berpengaruh nyata
F-hit
F- Tabel (0,05)
22,502*
2,920
b. Hasil analisis ragam suhu pemanasan bahan terhadap bahan aktif MES
Sumber Variasi db
JK
Rata-rata
1
3204,433
Suhu pemanasan
2
37,877
bahan (Ti)
Kekeliruan
3
6,379
Jumlah
6
3248,689
Keterangan : * Berpengaruh nyata
KT
3204,433
18,938
F-hit
F- Tabel (0,05)
8,906*
2,920
2,126
c. Hasil uji lanjut Duncan suhu pemanasan bahan terhadap bahan aktif
MESA
Perlakuan
data
Rataan
Kelompok
Suhu pemanasan bahan (C)
80
2
19,53
A
90
2
20,73
A
100
2
27,57
B
d. Hasil uji lanjut Duncan suhu pemanasan bahan terhadap bahan aktif
MES
Perlakuan
data
Rataan
Kelompok
Suhu pemanasan bahan (C)
80
14
20,93
A
90
14
21,77
A
100
14
26,63
B
Keterangan : Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda
nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok Duncan dengan huruf yang
berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata.