6 11 1 SM PDF

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 28

Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2.

Juni 2015
PERAN PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT SEBAGAI LEMBAGA
PEMBERDAYAAN NARAPIDANADI LAPAS KLAS IIB MERAUKE
SYAHMUHAR M. ZEIN
Abstract
Center for Social Studies Activities which is known as PKBM, Indonesian abbreviated
for Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (Center for Social Studies Activities) has the relevant
meaning with the Social Empowering System regulated in 12 th Constitution 1995 about The
Socialization (UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan). This constitution gives a
new perspective perception in Indonesian Laws Enforcement to totally change from the old
system of punishment which was no civil and human right considerations to totally civil and
human right considerations. In accordance with this tremendous challenge PKBM as one among
some of social empowering, education, training, and development units within The Socialize
Foundation of 2nd Class Merauke, Ministry of Laws and Human Right Republic of Indonesia.
To see that resources linkage within the PKBM which was built since 2009 until now
there are many problems connected with human resources management to manage the PKBM
foundation. All ideas and programs are still directly controlled and executed by the principle
alone. No team work under a system, no experience in social-organization to exist, limit
superstructures and facilities make stagnancy in the PKBMs training and education activities.
No well coordination yet as no commitment of training & development, education and
empowering programs processing between the The Socialize Foundation of 2nd Class Merauke,
Ministry of Laws and Human Right Republic of Indonesia and the PKBM. No operational costs
and annual planning and budgeting from the Socialize Foundation (Lapas) planned for PKBM.
The Socialize Foundation must take advantages with the existence of PKBM as a unit of office
work who can assist the commitment of training & development, education and empowering
programs in the The Socialize Foundation of 2nd Class Merauke, Ministry of Laws and Human
Right Republic of Indonesia. If the Socialize Foundation (Lapas) has already understood the
functions of the PKBM in assisting empowering activities such as vocational training &
education and also PKBM is able to open some access for getting fund or financial from central
government ministries even open the social donation from companies or industries to fulfill
needs of empowering human resources training & development in The Socialize Foundation of
2nd Class Merauke. We hope the good will between the two foundations will allocate the annual
socialize empowering fund to help operational cost of programs.
As the conclusion of problems within the Tunas Mandiri PKBM I divide cases into two
road map. They are the coordination problem with the principle or manager of The Socialize
Foundation of 2nd Class Merauke and the un-capable PKBM administration staff to execute
their jobs descriptions professionally, in high motivations, creativities and dedications. If this
two cases can be solved properly then Tunas Mandiri PKBM will be a good pilot project
foundation for the nation-wide Socialize Foundation in the Ministry of Laws and Human Right
Republic of Indonesia.
Keywords : Socialize Foundation, Ministry Of Law And Human

76

Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015


punyai aktifitas, organisasi harus ada koordinasi secara sistemik, organisasi harus bersifat terbuka dalam menajemen terkait
dengan situasi lingkungan eksternal.
Merujuk daripada pemahaman tentang pengertian organisasi di atas, maka
secara administrasi kelembagaan mulai ditata secara benar sesuai aturan yang telah diatur untuk pendirian suatu lembaga secara
legal. Maka di Tahun 2012 telah di tata
kelembagaan PKBM di Lapas Klas IIB
Merauke, mulai dari pembuatan akta
Notaris, pengurusan ijin operasional penyelenggaraan pendidikan non formal di Dinas
Pendidikan dan pengajaran setempat, pengurusan NPWP dan lain sebagainya untuk
kepentingan legalitas kelembagaan.
Dengan adanya legalitas kelembagaan PKBM tersebut, maka menajerial
kelembagaan harus dibuat secara legal juga,
artinya Surat Keputusan pimpinan terkait
kepengurusan PKBM juga harus dibuat,
untuk kepentingan manajerial yang baik,
sehingga dengan demikian nama-nama
petugas yang di SK-kan itu benar-benar
merasa tanggungjawab dan dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara baik.
Lembaga PKBM ini hemat peneliti
sangat relevan jika di jalankan secara baik
dan benar di dalam Lapas, karena Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) secara khusus berkonsentrasi pada kegiatan
pembelajaran, usaha ekonomi produktif dan
pemberdayaan masyarakat sesuai kebutuhan
komunitas tersebut guna mewujudkan masyarakat yang cerdas, terampil, sejahtera,
mandiri dan selalu mengembangkan diri
secara positif dan hidup harmonis (4:2011).
Jika dikaitkan dengan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam
Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 Bab
II pasal 3 yang menyatakan pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan

PENDAHULUAN
Keberhasilan suatu proses pembinaan di dalam Lembaga Pemasyarakatan
tidak terlepas dari penerapan sistem
pembinaan yang benar-benar berjalan secara
efektif, salah satu keberhasilan pembinaan di
Lapas juga tidak terlepas dari lembagalembaga sosial yang dibentuk di dalam
Lapas, seperti misalnya di Lapas Klas IIB
Merauke, telah terbentuk lembaga pembinaan dan pendidikan di luar sistem atau
struktur kedinasan yang ada tetapi
pengelolaannya adalah Petugas Pemasyarakatan itu sendiri. Hal ini adalah merupakan
suatu kebijakan Pimpinan Lapas saat itu
tahun 2009, pertama terbentuknya Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang
diberi nama PKBM Tunas Mandiri Lapas
Klas IIB Merauke karena pertimbangan
saat itu untuk membuka akses kepada Dinas
Pendidikan dan Pemuda Olahraga Kabupaten Merauke guna menjalin kerjasama,
namun saat itu secara pengelolaannya belum
optimal dikarenakan keorganisasiannya
belum sempurna. Sehingga proses penyelenggaraan kegiatan-kegiatan PKBM saat itu
yang di laksanakan untuk kepentingan narapidana atau warga binaan belum maksimal.
Terkait dengan masalah kelembagaan harus di tata secara ideal sesuai dengan
pedoman yang ada, sehingga efektifitas
organisasi dapat berjalan secara baik, sejalan
dengan pendapat daft dalam Agustinus
Yelipele (2014:18) yang mengemukakan
bahwa organisasi adalah kumpulan orang
(sosial entities) yang mempunyai satu tujuan
serta dirancang secara sengaja untuk beraktifitas yang dikoordinasikan secara sistematik serta terbuka dan terkait dengan lingkungan eksternal.
Pengertian organisasi di atas memberikan penjelasan yang sangat terperinci
terkait dengan unsur-unsur yang ada dalam
pengertian tersebut, unsur-unsur yang dimaksud yaitu organisasi harus ada sekumpulan orang, organisasi harus mem-

77

Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015


untuk perkembangannya peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,
berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.
Oleh karena itu PKBM sebagai lembaga
pendidikan non formal harus mampu menciptakan tujuan pendidikan nasional,
walaupun objek penyelenggaraan PKBM itu
adalah narapidana atau warga binaan pemasyarakatan.
Seiring dengan tujuan pendidikan
nasional itu juga ada suatu konsep di dalam
pembinaan narapidana atau warga binaan
pemasyarakatan yaitu sistem pemasyarakatan. Menurut Undang-undang Nomor 12
Tahun 1995 Ayat (2) Sistem Pemasyarakatan adalah
cara pembinaan warga
binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu
antara Pembina, yang dibina dan masyarakat
untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan
Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan,
memperbaiki diri, dan tidak mengulang
tindak pidana sehingga dapat diterima
kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat
aktif berperan dalam pembangunan, dan
dapat hidup secara wajar sebagai warga
yang baik dan bertanggung-jawab.
Secara jelas sistem pemasyarakatan
merupakan pembinaan terpadu antara
pembina, warga binaan pemasyarakatan
serta masyarakat untuk meningkatkan
kualitas narapidana atau warga binaan yang
menjadi objek binaan. Narapidana juga
merupakan bagian dari masyarakat yang
termarjinalisasikan akibat mereka melakukan hal-hal yang melanggar hukum,
namun dilain pihak mereka juga adalah
manusia yang patut diayomi atau dibina,
sehingga dalam perlakuan pembinaan untuk
warga binaan atau narapidana dilandasi
dengan penghormatan terhadap hak-hak
dasar sebagai seorang manusia.

Untuk itu formulasi yang dibuat


dalam pembinaan warga binaan atau
narapidana yaitu Undang-undang RI No. 12
Tahun 1995 tentang pemasyarakatan yang
menyebutkan dalam pasal 5 bahwa sistem
pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan
berdasarkan Pengayoman, persamaan perlakuan dan pelayanan, pendidikan, pembimbingan, penghormatan harkat dan
martabat manusia, kehilangan kemerdekaan
merupakan satu-satunya penderitaan, serta
terjaminnya hak untuk tetap berhubungan
dengan keluarga dan orang-orang tertentu.
Dengan dasar inilah pembinaan di
dalam Lembaga pemasyarakatan diarahkan
untukmemanusiakan-manusia.
Maka
secara eksplisit, peneliti cenderung melihat
potensi lembaga Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) perlu diterapkan di
dalam Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS)
untuk menjadi lembaga pemberdayaan
warga binaan atau narapidana, lembaga
PKBM ini dapat diposisikan secara strategis
dalam kaitan peranannya di Dalam Lembaga
Pemasyarakatan. Karena PKBM terbentuk di
dalam Lembaga Pemasyarakatan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan warga binaan
atau narapidana, karena di dalam PKBM
terdapat beberapa program pendidikan dan
pelatihan, seperti Pendidikan kesetaraan
Sekolah Dasar (Paket
A), Pendidikan
Kesetaraan Sekolah Menengah Pertama
(Paket B), Pendidikan Kesetaraan Sekolah
Menengah Umum (Paket C), Program Life
Skill (Keterampilan Hidup), Program
Keaksaraan Fungsional (Buta Aksara),
Program kursus, Program Taman Baca
Masyarakat (perpustakaan). Di samping itu
juga PKBM dapat mengakses bantuanbantuan operasional pendidikan lewat Dinas
pendidikan dan Pengajaran di level Kabupaten bahkan dapat direkomendasikan oleh
Dinas Pendidikan dan pengajaran setempat
untuk mengakses bantuan operasional di
tingkat Dinas Pendidikan dan pengajaran
Propinsi maupun level Kementerian Pen-

78

Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015


didikan nasional di Pusat atau Jakarta
tentunya sesuai dengan jenis program yang
diakses.
PKBM juga dapat dijadikan sarana
untuk membuka akses kerjasama dengan
Pemerintah Daerah yang bukan hanya terkait
Dinas Pendidikan dan pengajaran tetapi bisa
juga terkait bidang-bidang pemerintahan
lainnya yaitu Dinas Pertanian, Dinas
Peternakan, Dinas Perkebunan, artinya
PKBM dapat Membuka akses untuk narapidana atau warga binaan dapat diperdayakan atau dikaryakan.
Khusus di Lembaga Pemasyarakatan
Klas IIB Merauke, PKBM telah terselenggara dari tahun 2009 hingga saat ini
2015, dan sudah berperan sebagaimana hal
di atas, namun dalam proses penyelenggaraannya secara ideal belum berjalan efektif, karena terdapat beberapa kendala, yaitu
kurang menjalankan peran secara baik
karena kurang adanya perhatian pimpinan
baik kepala seksi yang menangani maupun
pimpinan tertinggi di Lapas Klas IIB
Merauke terkait alokasi dana operasional
PKBM yang belum dimasukan dalam
anggaran tahunan Lapas Klas IIB Merauke,
Pengurus PKBM kurang aktif dan kurang
kreatif dalam penyelenggaraan programprogram pendidikan, kurang efektifnya
kegiatan pendidikan karena tidak terencana
secara baik dalam satu tahun ajaran atau
tahun akademik, para pengurus kurang fokus
karena pengurus yang di-SK-Kan hanya
menjadikan pekerjaan di PKBM sebagai
sampingan saja karena mereka mempunyai
tugas pokok lainnya yang harus dan wajib
hukumnya mereka harus kerjakan (Pengurus
PKBM adalah pegawai Lapas Klas IIB
Merauke), gedung pembelajaran yang
kurang representativ dengan banyaknya
program yang di selenggarakan, Tamping
PKBM (narapidana yang dikaryakan untuk
membantu administrasi PKBM) kerja
mereka tidak maksimal atau tidak fokus
karena sering pula disuruh untuk menger-

jakan pekerjaan lain oleh petugas Lapas


lainnya, keterlibatan warga binaan atau
narapidana dalam program pendidikan atau
pelatihan kurang efektif karena kurang
didukung oleh pimpinan dalam hal ini
kepala seksi atau Pimpinan tertinggi di
Lapas Klas IIB Merauke dalam menegaskan
untuk narapidana aktif mengikuti kegiatan
yang telah di programkan.
Disamping permasalahan di atas,
dalam pengamatan peneliti juga terkait
masalah di Lembaga Pemasyarakatan terkadang ada ketidakseimbangan perlakuan di
dalam Lapas, antar warga binaan atau
narapidana yang berduit dan warga binaan
atau narapidana yang tidak berduit, artinya
warga binaan atau narapidana yang berduit
dapat mengendalikan petugas pemasyarakat
untuk kepentingan keleluasaannya di luar
Lapas dan hal ini biasanya terjadi dalam
proses penentuan asimilasi (kerja di luar
Lapas), dengan motiv misalnya; mereka
membangun suatu bangunan untuk tempat
cukur rambut atau bangunan pencucian
motor dengan kompensasi mereka dengan
leluasa dapat mengendalikan petugas bukan
hanya pada tingkat petugas penjagaan saja
tetapi juga pada level pejabat dengan alasan
bahwa Kementerian Hukum dan HAM RI
tidak menganggarkan uang atau dana
pembinaan yang cukup sehingga dengan
alasan itu melegalkan praktek-praktek yang
dijelaskan di atas.
Maka dengan kondisi yang tersebut
di atas, peneliti akan memfokuskan penelitian ini pada seberapa besar peran PKBM
di Lapas Klas IIB Merauke? sehingga akan
menjadi pertimbangan untuk kedepan,
eksistensi PKBM di Lembaga Pemasyarakatan bukan hanya di Merauke tapi
Lembaga Pemasyarakatan seluruh Indonesia
dapat diperankan sebagai lembaga pemberdayaan warga binaan atau narapidana yang
disinergikan dengan peluang-peluang pada
lembaga-lembaga yang ada di luar Lapas
(Lembaga Pemasyarakatan).

79

Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015


Dan juga menepis praktek-praktek
pemberlakuan ketidak-adilan di dalam Lapas
(Lembaga Pemasyarakatan). Secara jelas
bahwa penelitian ini lebih mengarah pada
peran kelembagaannya yang akan di teliti
apakah sudah maksimal perannya sehingga
berdampak pada pemberdayaan narapidana
atau warga binaan pemasyarakatan, artinya
Peran lembaga PKBM jika di efektifkan
maka akan menjadi baik pola pemberdayaan
narapidana atau warga binaan pemasyarakatan. Hal inilah yang menjadi fokus
penelitian.
Berdasarkan pembahasan di atas,
maka peneliti merumuskan beberapa masalah penelitian ini adalah :
(1).Bagaimana Peran PKBM Sebagai Lembaga Pemberdayaan Narapidana di Lapas
KLas IIB Merauke ? (2). Faktor-faktor apa
sajakah yang mendukung dan menghambat
peran PKBM Tunas Mandiri Lapas Klas IIB
Merauke ? (3). Bagaimana upaya-upaya atau
usaha-usaha yang dilakukan oleh PKBM
dalam pemecahan masalah yang dihadapi ?.

liau adalah konsep pembinaan narapidana


yang diteliti tersebut dalam kerangka
normatif sesuai dengan peraturan per
undang-undangan yang berlaku sedang
penelitian ini mencoba untuk menghasilkan
suatu pola pembinaan narapidana yang
disinergikan dengan pola pendidikan luar
sekolah atau non formal dalam kerangka
kelembagaan Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat.
Selanjutnya untuk penelitiannya
Willem Marko Erari, mengkaji tentang
penanggulangan kenakalan Anak di dalam
Lembaga Pemasyarakatan, Lembaga Pemasyarakatan yang masih umum sistem pembinaannya untuk semua umur sehingga tidak
berfokus kepada pembinaan anak pidana,
sedangkan yang membedakan dari kajian
penelitian adalah peneliti akan meneliti
tentang peran PKBM sebagai satu Lembaga
Pembinaan dan Pendidikan di dalam Lapas
untuk para narapidana untuk memperdayakan narapidana secara keseluruhan
sesuai dengan potensi dan klasifikasi umur
yang ada, sehingga bukan berfokus ke anak
saja tapi secara keseluruhan sehingga
penelitian ini dapat direkomendasikan
kepada pihak Lapas yang sekiranya terdapat
anak pidana yang dibina, atau ada terpidana
dengan kasus khusus seperti narkoba dan
penggunaan obat-obat terlarang di dalam
Lapas yang masih bersifat umum, dapat
membentuk PKBM dan menyelenggarakan
program-program sesuai dengan kebutuhan
pembinaan di dalam Lapas.
Setelah mempelajari penelitian terdahulu sebagaimana yang di jelaskan
sebelumnya hanya untuk memberikan
informasi terkait pembedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terkait
pemberdayaan narapidana melalui Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang
di Kelola di dalam Lembaga Pemasyarakatan untuk kepentingan pem-binaan
narapidana, selanjutnya akan di lihat juga
terkait teori dan konsep sesuai dengan kajian

TINJAUAN PUSTAKA
Dari penelitan terdahulu terdapat
perbedaan dari penelitian ini; untuk
Penelitian agustinus Yelipele penelitiannya
terfokus pada peran kelembagaan yaitu
Bidang Sosial Budaya di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA)
Kabupaten Pegunungan Bintang namun
dalam pengembangan penelitiannya, ia
hanya melihat dari sisi penjabaran Tugas
fungsinya secara normatif, kaitannya dengan
penelitian peneliti, penelitian ini mengarah
pada peran kelembagaan namun peran lebih
cenderung pada pengembangan kegiatankegiatan kreatif dan inovatif serta bagaiman
kelembagaan itu bisa berdiri secara mandiri
dalam penyelenggaraan kegiatan-kegiatan
kelembagaan tersebut, kelembagaan yang
dimaksud adalah PKBM.
kemudian untuk penilitian Budi
Hermidi, yang membedakan penelitian be-

80

Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015


penelitian ini yang berbicara tentang; Teori
dan Konsep Peranan, Teori tentang organisasi atau suatu kelembagaan, Teori
Pembangunan dan konsep pemberdayaan,
serta konsep pendidikan non formal yang
disenergikan dengan pola pembinaan
pemasyarakatan sesuai aturan yang belaku.

Disamping itu Levinson dalam Soekanto


(2009:213) mengatakan peranan mencakup
tiga hal, antara lain:
a) Peranan meliputi norma-norma yang
dihubungkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat. Peranan
dalam arti ini merupakan rangkaian
peraturan-peraturan yang membimbing
seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.
b) Peranan merupakan suatu konsep
tentang apa yang dapat dilakukan oleh
individu dalam masyarakat sebagai
organisasi.
c) Peranan juga dapat dikatakan sebagai
perilaku individu yang penting bagi
struktur sosial masyarakat.

a. Teori dan Konsep Peranan


Dalam pemaparan teori dan konsep
peranan tentunya disandarkan pada peranan
kelembagaan Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM). Untuk itu perlu dilihat
tentang definisi peranan itu sendiri.
Menurut sukamto (2009:212-213), berpendapat bahwa: Peranan (role) merupakan
proses dinamis kedudukan (status). Apabila
seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia
menjalankan suatu peranan. Perbedaan
antara kedudukan dengan peranan adalah
untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan
karena yang satu tergantung pada yang lain
dan sebaliknya. Secara praktis juga
soekamto juga memberi penekanan bahwa
peranan itu merupakan aspek dinamis
kedudukan artinya dia menggambarkan
bahwa dengan adanya kedudukan maka
secara otomatis juga harus dapat menjalan
tanggungjawaban kedudukan tersebut dan
tanggungjawab inilah yang dinamakan
dengan peranan. Terkait dengan pemahaman
sukamto di atas, jelaslah bahwa posisi Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat ini harus
mempunyai kedudukan stategis dalam
sistem kemasyarakatan (sistem pembinaan
di dalam Lapas). Sehingga akan mampu
menyelenggaran kegiatan atau programprogram pembinaan, secara psikologis juga
pengelola PKBM, akan merasa terhargai
atas penyelenggaraan program pendidikan
maupun pembinaan yang telah di lakukan
melalui jalur PKBM.

Bertolak dari pendapat Levinson


dalam Soekanto, bagian kedua dalam tiga
point di atas, jelaslah bahwa Pusat kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM) adalah merupakan suatu organisasi yang tentunya
mempunyai peranan, karena PKBM di
Lapas Kelas IIB Merauke telah berjalan
dalam penyelenggaraan pendidikan non
formal.
Artinya dalam konteks peranan
tidak dilihat dari sisi individu-individu yang
berada dalam pengelolaan PKBM tersebut
tapi peneliti lebih menekankan pada peran
kelembagaannya atau PKBM itu sendiri.
Wirutomo (1981 : 99 101)
mengemukakan pendapat David Berry
bahwa dalam peranan yang berhubungan
dengan pekerjaan, seseorang diharapkan
menjalankan kewajiban-kewajibannya yang
berhubungan dengan peranan yang dipegangnya. Peranan didefinisikan sebagai
seperangkat harapan-harapan yang dikenakan kepada individu yang menempati
kedudukan social tertentu. Peranan ditentukan oleh norma-norma dalam masyarakat, maksudnya kita diwajibkan untuk
melakukan hal-hal yang diharapkan masyarakat di dalam pekerjaan kita, di dalam

81

Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015


keluarga dan di dalam peranan-peranan yang
lain. Selanjutnya dikatakan bahwa di dalam
peranan terdapat dua macam harapan, yaitu :
pertama, harapan-harapan dari masyarakat
terhadap pemegang peran atau kewajibankewajiban dari pemegang peran, dan kedua
harapan-harapan yang dimiliki oleh pemegang peran terhadap masyarakat atau
terhadap orang-orang yang berhubungan
dengannya dalam menjalankan peranannya
atau kewajiban-kewajibannya.
Dalam konteks pengertian peranan
sebagaimana penjelasan di atas sangatlah
jelas bahwa peranan individu dapat diartikan
sebagai peranan kelembagaan sehingga ada
terdapat harapan-harapan pada kelembagaan
tersebut. Secara konkrit terkait dengan
peranan yang akan dimainkan oleh PKBM
seperti apa, tentunya harus terinci secara
baik tidak terjadi multi penafsiran terhadap
peran PKBM, peneliti mengambil dari
Pedoman
pembentukan
dan
penyelenggaraan PKBM (2011:24), yaitu dari 2
(sisi) : satu sisi mengembangkan Kegiatan
Kegiatan di PKBM dengan indikator; a).
Mengembangkan dan menerapkan sistem
peningkatan mutu kegiatan pembelajaran
sesuai dengan potensi dan masalah setempat,
b). Mengembangkan unit usaha/produksi
yang dapat dipasarkan oleh PKBM minimal
di lingkungan masyarakat sekitar, c).
Mengembangkan sistem teknologi komunikasi dan informasi sesuai kebutuhan dan
kemampuan yang dimiliki. d). Mengembangkan upaya-upaya peningkatan partisipasi orang tua/wali peserta didik, mitra
kerja dan masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengawasan kegiatan maupun
lembaga PKBM, e). Mengembangkan berbagai inovasi yang produktif secara terusmenerus dan dapat menghasilkan teknologi
tepat guna yang bermanfaat. f). Mengembangkan usaha-usaha yang inovatif untuk
pemberdayaan masyarakat sekitar.
Sisi yang lain adalah kemitraan
dengan indikator; a). Bermitra dengan per-

usahaan, industri, pedagang, LSM, perguruan tinggi dan dinas/instansi lintas


sektoral terkait dalam mendukung dan
mengembangkan kegiatan PKBM. b).
Bermitra dengan organisasi profesi terkait
dalam meningkatkan dan mengembangkan
kelembagaan dan pembelajaran. c). Jejaring
antar PKBM, terutama dalam pemasaran
produksi dan manajemen/pengelolaan usaha
dan pembelajaran.
b.

Teori Organisasi
Untuk memperdalam analisis tentang Peran Lembaga PKBM, tentunya
peneliti melihat PKBM sebagai suatu wadah
atau suatu organisasi untuk itu akan dikaji
tentang teori organisasi. Berbicara dalam
konteks peranan organisasi tentunya
organisasi yang terbentuk dalam suatu
komunitas tertentu harus sesuai dengan
budaya karakter setempat, sehingga penggiringan kearah visi dan misi organisasi
akan jelas, terkait dengan itu yang selalu
menjadi pertanyaan adalah untuk apa sebuah
organisasi itu berdiri dalam suatu komunitas
tertentu Ndaraha (1:2005) memberikan
pernyataan bahwa terdapat empat hal
mengapa organisasi menjadi penting untuk
dikaji; Karena salah satu pendekatan adalah
budaya organisasi, Karena organisasilah
sumber vehicle bagi setiap nilai budaya
organisasi, Karena kajian organisasi memberikan pemahaman tentang organisasi
sebagai subjek dan objek, dan yang terpenting adalah organisasi mempunyai visi
dan misi merupakan sumber budaya
organisasi. Sejalan dengan pernyataan
tersebut dalam penelitian ini, organisasi
sebagai Subjek yaitu PKBM dalam rangka
pembinaan dan pendidikan warga binaan
atau narapidana. Untuk itu perlu kita pahami
definisi dari organisasi itu.
Menurut Maluhu (vii:2010) Organisasi sebagai alat dan wadah kerjasama
sekelompok orang untuk mencapai tujuan,
pengertian tersebut sejalan dengan beberapa

82

Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015


pendapat dari Daft dalam Agustinus yelipele
(2014:18) berpendapat bahwa organisasi
adalah kumpulan orang - orang (social
entities) yang mempunyai suatu tujuan serta
dirancang secara sengaja untuk beraktifitas
yang dikoordinasikan secara sistemik serta
terbuka dan terkait lingkungan eksternal,
sedangkan
menurut
Robbins
dalam
Agustinus Yelipele (2014:18) berpendapat
bahwa organisasi sebagai kumpulan entitas
sosial yang secara sadar terkoordinasi dalam
batas-batas yang efektif serta secara bersama
-sama dalam batas waktu tertentu dan terus
menerus berupaya mencapai suatu sasaran.
Disamping itu menurut Darsono (57:2009)
organisasi adalah tempat manusia berinteraksi untuk memenuhi kehidupannya,
ada juga yang berpendapat bahwa (7:2011)
organisasi harus bisa mengembangkan
berbagai strategi untuk menyesuaikan dengan perkembangan lingkungan. Menurut
Pabundu organisasi kumpulan orang-orang
yang bekerjasama untuk mencapai tujuan
bersama.
Berbicara tentang organisasi tentunya tidak berhenti pada sekumpulan orang
yang bekerjasama dan mencapai suatu
tujuan bersama, namun Terry memberikan
inti dari sebuah organisasi yaitu manajemen
(9:2013), ia menyatakan bahwa manajemen
mencakup kegiatan untuk mencapai tujuan,
mengapa demikian karena menajemen
adalah inti dari sebuah organisasi, jika tidak
berjalan menajemen yang baik maka
organisasipun akan tidak berjalan efektif.
Dalam konteks pengertian organisasi ini tentunya PKBM harus berjalan
dengan baik, ketika terjadi pembagian kerja
yang kurang baik, atau sistem kerjasama
yang kurang efektif, maka roda organisasi
tersebut akan menjadi stagnan atau jalan
ditempat dan tidak mengalami perkembangan yang signifikan sesuai dengan
tujuan daripada organisasi tersebut dalam
hal ini PKBM.

Organisasi yang mempunyai kaitan


dengan proses kegiatan pemerintahan dalam
bidang tertentu, tentunya dapat dikatakan
pula sebagai organisasi public atau kata lain
administrasi publik, sedangkan menurut gray
dalam
harbani
pasalong
(2010:18)
menjelaskan peran administrasi public
terdapat 3 hal : menjamin pemerataan distribusi
pendapatan nasional,
kepada
kelompok masyarakat miskin secara
berkeadilan, administrasi public melindungi
hak-hak
masyarakat
atas
pemilikan
kekayaan, serta menjamin kebebasan bagi
masyarakat untuk melaksanakan tanggungjawab atas diri mereka sendiri dalam bidang
kesehatan, pendidikan dan pelayanan bagi
kelompok masyarakat (Lanjut usia), administrasi public berperan melestarikan nilainilai kearifan lokal yang variatif dan menselarasikan dengan perkembangan zaman
tanpa menghilangkan ke-khas-annya.
Jadi peranan administrasi public
pada dasarnya untuk mencapai tujuan secara
efisien dan efektif, oleh karenanya setiap
kegiatan dalam administrasi public diupayakan tercapainya tujuan sesuai dengan
yang direncanakan dan mengandung rasio
terbaik antara input dan output. Sehingga
orientasi PKBM ini berada pada lingkungan
administrasi public sebagaimana tuntutan
dari peranan administrasi public itu sendiri.
Sejalan dengan itu maka untuk
menunjang pelaksanaan organisasi dalam
hal ini PKBM maka telah ada pedoman
pelaksanaan PKBM, sehingga tata kerja
maupun tata organisasinya dapat berjalan
sesuai dengan Pedoman Penyelenggaraan
PKBM. Sebelum menyelenggarakan PKBM
perlu dipahami dahulu apa yang dimaksud
dengan PKBM itu sendiri, berdasarkan
Pedoman Pembentukan dan Penyelenggaraan PKBM (2011:6-9) dijelaskan bahwa :
secara Akronim PKBM berarti Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat. Pemaknaan
nama ini pun dapat menjelaskan filosofi
PKBM. Hal ini dapat dijelaskan secara lebih

83

Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015


rinci sebagai berikut : Pusat, berarti bahwa
penyelenggaraan PKBM haruslah terkelola
dan terlembagakan dengan baik. Hal ini
sangat penting untuk efektivitas pencapaian
tujuan, mutu penyelenggaraan kegiatankegiatan, efisiensi pemanfaatan sumbersumber, sinergitas antar berbagai kegiatan
dan keberlanjutan keberadaan PKBM itu
sendiri. Hal ini juga berkaitan dengan
kemudahan untuk dikenali dan diakses oleh
seluruh anggota masyarakat untuk berkomunikasi, berkoordinasi dan bekerjasama
dengan berbagai pihak baik yang berada di
wilayah keberadaan PKBM tersebut maupun
dengan berbagai pihak di luar wilayah
tersebut misalnya pemerintah, lembagalembaga nasional maupun internasional, dan
sebagainya.
Adanya pelembagaan berbagai
kegiatan pembelajaran ini juga merupakan
salah satu kelebihan dari keberadaan PKBM
dalam suatu kelompok masyarakat tertentu.
Pada umumnya, dalam setiap kelompok
masyarakat hampir selalu ada berbagai
upaya pembelajaran yang bersifat non
formal. Namun seringkali berbagai kegiatan
dan program tersebut tidak terkelola dan
terlembagakan dengan baik dan tidak
terpadu sehingga keberlanjutan dan mutu
kegiatannya sulit dipertahankan dan
ditingkatkan.
Kegiatan, berarti bahwa di PKBM
diselenggarakan berbagai kegiatan-kegiatan
yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat
setempat. Ini juga berarti bahwa PKBM
selalu dinamis, kreatif dan produktif
melakukan berbagai kegiatan-kegiatan yang
positif bagi masyarakat setempat. Kegiatankegiatan inilah yang merupakan inti dari
keberadaan PKBM. Kegiatan-kegiatan ini
tentunya juga sangat tergantung pada
konteks kebutuhan dan situasi kondisi
masyarakat setempat.
Belajar, berarti bahwa berbagai
kegiatan yang diselenggarakan di PKBM
haruslah merupakan kegiatan yang mampu

memberikan terciptanya suatu proses


transformasi dan peningkatan kapasitas serta
perilaku anggota komunitas tersebut ke arah
yang lebih positif. Belajar dapat dilakukan
oleh setiap orang sepanjang hayatnya di
setiap kesempatan. Belajar tidak hanya
monopoli kaum muda, tetapi juga mulai dari
bayi sampai pada orang-orang tua. Belajar
juga dapat dilakukan dalam berbagai
dimensi kehidupan. Belajar dapat dilakukan
dalam kehidupan berkesenian, beragama,
berolahraga, adat istiadat dan budaya,
ekonomi, sosial, politik dan sebagainya.
Dimensi belajar seluas dimensi kehidupan
itu sendiri.
Dengan demikian PKBM merupakan suatu institusi terdepan yang langsung
berada di tengah-tengah masya-rakat yang
mengelola
dan
mengimple-mentasikan
konsep belajar sepanjang hayat atau Life
Long Learning dan Life Long Education
serta pendidikan untuk semua atau
Education
For All. Penggunaan kata
belajar dalam PKBM dan bukan kata
pendidikan
juga
memiliki
makna
tersendiri. Belajar lebih menekankan pada
inisiatif dan kemauan yang kuat serta
kedewasaan seseorang untuk dengan sadar
menghendaki untuk mengubah dirinya ke
arah yang lebih baik. Belajar lebih menekankan upaya-upaya warga belajar itu
sendiri sedangkan peran sumber belajar atau
pengajar lebih sebagai fasilitator sehingga
lebih bersifat bottom up dan lebih berkesan
non formal. Sedangkan pendidikan sebaliknya lebih bersifat top-down, dan lebih
berkesan formal, inisiatif lebih banyak
datang dari sumber belajar atau pengajar.
Dan Masyarakat, berarti bahwa
PKBM adalah upaya bersama suatu masyarakat untuk memajukan dirinya sendiri
secara bersama-sama sesuai dengan ukuranukuran idealisasi masyarakat itu sendiri akan
makna kehidupan. Dengan demikian ciri-ciri
suatu masyarakat akan sangat kental
mewarnai suatu PKBM baik mewarnai

84

Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015


tujuan-tujuannya, pilihan dan disain program
dan kegiatan yang diselenggarakan, serta
budaya yang dikembangkan dan dijiwai
dalam kepemimpinan dan pengelolaan
kelembagaannya. Hal ini juga berarti bahwa
dalam suatu masyarakat yang heterogen
PKBM akan lebih mencerminkan multikulturalisme sedangkan dalam masyarakat yang
relatif lebih homogen maka PKBM juga
akan lebih mencerminkan budaya khas
masyarakat tersebut. PKBM bukanlah suatu
institusi yang dikelola secara personal,
individual dan elitis. Dengan pemahaman ini
tentunya akan lebih baik apabila PKBM
tidak merupakan institusi yang dimiliki oleh
perorangan atau kelompok elitis tertentu
dalam suatu masyarakat. Tetapi keberadaan
penyelenggara maupun pengelola PKBM
tentunya mencerminkan peran serta seluruh
anggota masyarakat tersebut.
Dalam situasi transisi ataupun
situasi khusus tertentu peran perorangan atau
tokoh-tokoh tertentu atau sekelompok
anggota masyarakat tertentu dapat saja
sangat dominan dalam penyelenggaraan dan
pengelolaan PKBM demi efisiensi dan
efektivitas penyelenggaraan, prakteknya
tidaklah menjadi kaku, dapat saja lebih
fleksibel. Kata masyarakat juga untuk
membedakan secara dikotomis dengan
pemerintah. Artinya seyogyanya PKBM itu
milik masyarakat bukan milik pemerintah.
Kontribusi pemerintah adalah dalam
mendukung dan memfasilitasi keberlangsungan dan pengembangan PKBM
dapat saja jauh lebih besar porsinya
dibandingkan kontribusi masyarakat dalam
nilai kuantitas tetapi semuanya itu haruslah
diposisikan dalam kerangka dukungan
bukan mengambil-alih tanggungjawab masyarakat. Hal ini bukanlah mengarah pada
seberapa besar proporsi kuantitas, tetapi
lebih kepada semangat, kualitas dan
komitmen.
Tentu saja hal ini harus didasarkan
pada konteks dan potensi masing masing

masyarakat. Ini juga tidak berarti bahwa


mustahil adanya pegawai negeri sipil bekerja
dalam suatu PKBM baik sebagai tenaga
pendidik maupun tenaga kependidikan,
ataupun ini tidak berarti mustahil adanya
alokasi anggaran pemerintah untuk membangun dan meningkatkan sarana dan
prasarana PKBM serta dana operasional
PKBM. Bahkan sebaliknya, tanggungjawab
pemerintah dalam pembangunan dan pembinaan PKBM haruslah tercermin dalam
alokasi-alokasi anggaran pemerintah yang
signifikan dalam memperkuat penyelenggaraan dan mutu pogram PKBM namun
keseluruhannya itu haruslah dikembangkan
selaras dengan dukungan bagi penguatan
peran dan tanggungjawab masyarakat dalam
menyelenggarakan dan mengelola PKBM.
Penggunaan kata masyarakat juga perlu
dipahami secara lebih khusus. Dalam
pengertian bahasa Indonesia, kata masyarakat dapat dipahami dalam arti yang lebih
luas misalnya masyarakat Indonesia tetapi
dapat juga dipahami dalam arti yang lebih
sempit dan terbatas, misalnya masyarakat
yang berada di dalam Lapas Masyarakat
yang terpidana. Kata masyarakat dalam
PKBM lebih dimaksudkan pada pengertian
masyarakat dalam arti lebih sempit dan
terbatas.
Dalam bahasa Inggris, padanan
katanya adalah community, atau diterjemahkan menjadi komunitas. Pemahaman ini
memberi implikasi bahwa PKBM haruslah
merupakan institusi yang dibangun dan
dikembangkan dalam suatu masyarakat yang
bersifat terbatas dan bersifat setempat,
bersifat
lokal.
Batasan
ini
dapat
dikategorikan dalam batasan geografis
maupun batasan karakteristik. Batasan
geografis dapat berarti dalam suatu wilayah
tertentu seperti suatu Kampung atau Dusun
tertentu, suatu Desa atau Kelurahan tertentu
ataupun suatu Kecamatan tertentu. Batasan
Karakteristik dapat saja mengacu pada suatu
kelompok masyarakat yang mengalami

85

Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015


suatu persamaan permasalahan tertentu
misalnya suatu kelompok masyarakat yang
karena permasalahan sosial tertentu samasama berada dalam suatu Lembaga
Pemasyarakatan tertentu dan sebagainya.
Dengan pemahaman ini tentu sulitlah
dipahami adanya suatu PKBM yang mengklaim PKBM skala yang
terlalu luas
wilayah cakupannya misalnya skala propinsi
atau skala nasional.

specific improvements. These programmes


are usually concerned with local
communities because of the fact that the
people living together in a locality have
many and varied interests in common. Some
of their interests are expressed in functional
groups organized to further a more limited
range of interests not primarily determined
by locality.
Berdasarkan pendapat di atas selanjutnya
Muhammad Rachman Aziz (2003:20)
merumuskan kandungan pengertian tersebut,
sebagai berikut :
1. Dalam artian proses pembangunan
masyarakat merupakan semua usaha
swadaya digabungkan dengan usahausaha pemerintah setempat guna meningkatkan kondisi masyarakat di bidang
ekonomi, sosial dan budaya, serta mengintegrasikan masyarakat yang ada ke
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dan member kesempatan yang
memungkinkan masyarakat itu sendiri
dalam usaha penuh pada kemajuan dan
kemakmuran bangsa. Proses ini mengutamakan dua unsur penting, yakni (a)
partisipasi masyarakat itu sendiri dalam
usaha meningkatkan taraf hidup masyarakat; dan (b) pembentukan pelayanan
teknis dan bentuk-bentuk pelayanan yang
mendorong timbulnya inisiatif, serta
berswadaya dan gotong royong masyarakat.
2. Dalam artian metode, pembangunan
masyarakat menekankan pada aspek
partisipasi dan keterlibatan langsung
masyarakat dalam proses pembangunan,
dapat diartikan sebagai gerakan.
Sebagaimana rumusan pengertian
pembangunan yang telah disimpulkan, pada
penelitian ini lebih menekankan pembangunan dalam arti metode, karena fokus
dari penelitian ini adalah bagaimana cara
yang dapat diciptakan untuk mendukung
terlaksanakannya peranan PKBM tersebut.
Dari pemahaman peneliti dari pengertian

c.

Konsep pemberdayaan dalam pembangunan.


Berbicara tentang pembangunan
menurut Mardikanto (6:2012), pembangunan adalah upaya yang dilakukan
secara sadar dan terencana, dilaksanakan
terus menerus oleh pemerintah bersama
segenap warga masyarakat..., sehingga
perlu adanya pengembangan pembangunan.
Pengembangan pembangunan masyarakat
yang digunakan dan diilhami oleh konsep
community development. Konsep ini telah
dirumuskan oleh Dewan Sosial Ekonomi
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada
tahun 1956. Rumusan definisi pembangunan
masyarakat sebagai berikut (Bhattacharyya,
dalam Ndraha, dalam Aziz Rachman,
2003:19-20); Community development is
the processes by which the efforts of the
people themselves are united with those of
governmental authorities to improve the
economic, social and cultural conditions of
communities, to integrate these communities
into the live of the nation and to enable them
to contribute fully to national progress.
This complex of processes is thus made up of
two essential element : the participation of
the people themselves in efforts to improve
their level of living with as much reliance as
possible on their own initiative ; and the
provisions of technical and other services in
ways which encourage initiative, self-help
and mutual help and make these more
effective. It is expressed in programmes
designed to achieve a wide variety of

86

Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015


pembangunan ini dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwasannya inti dari pembangunan bagaimana masyarakat dapat di
perdayakan dengan menstimulasikan masyarakat untuk terlibat aktif dalam pembangunan.
Terkait dengan pengertian pemberdayaan Suharto menjelaskan dalam fatem
(35:2004) bahwa secara konseptual, pemberdayaan berasal dari kata power (kekuasaan atau keberdayaan), selanjutnya juga
suharto dalam Fatem (36:2004) menyatakan
bahwa :Pemberdayaan diarahkan untuk
meningkatkan kemampuan dalam; a).
memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga
mereka memiliki kebebasan, dalam artian
bebas dari kelaparan, bebas dari
kebodohan, bebas dari kesakitan, b).
menjangkau
sumber
produktif
yang
memungkinkan mereka dapat meningkatkan
pendapatannya dan memperoleh barang dan
jasa yang mereka perlukan dan berpartisipasi dalam proses pembangunan dan
keputusan yang mempengaruhi mereka.
Terdapat beberapa definsi pemberdayaan yang dapat dijadikan pengetahuan
sebagai berikut; menurut Andi Alfatah
(23:2010) pemberdayaan adalah serangkai
usaha yang dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan, pengembangan dan kemandirian agar dapat berbuat lebih banyak dan
lebih baik lagi terhadap lingkungan....,
selanjutnya menurut Suhendra (81:2006)
melihat dari sisi dimensi konsep bahwa
pemberdayaan masyarakat adalah satu
konsep yang mulia karena sangat menghargai harkat dan martabat manusia,
Secara jelas pembangunan itu terjadi
dalam suatu kehidupan masyarakat tertentu
didasari oleh siapa yang menggerak itu
artinya gerakan yang dilakukan itu benarbenar dengan niatan yang positif guna
pengembangan suatu masyarakat tertentu,
dan juga dikatakan melihat situasi, melihat
situasi itu sangat penting artinya dalam
mendorong masyarakat untuk berkembang

harus juga disesuaikan dengan situasi sekitar


contohnya apakah PKBM ini bisa menjadi
lembaga yang mendorong adanya perubahan
bagi narapidana atau warga masyarakat
tentunya, dalam penyelenggaraan PKBM
harus disesuaikan dengan situasi tempat
penyelenggaraan tersebut. Dan konteks
penyelenggaraannya juga tidak seperti
PKBM pada umumnya tetapi untuk orang
yang dikhususkan yaitu narapidana atau
warga binaan pemasyarakatan.
Tentunya pembangunan itu terwujud
karena didasari oleh tujuan pembangunan itu
sendiri, Tujuan pembangunan bukan sematamata meningkatkan kesejahteraan hidup
tetapi juga memberi kesempurnaan hidup
kepada rakyatnya dalam aspek lain seperti
sosial dan politik. Pembangunan juga
bertujuan untuk menaikkan tingkat hidup
dan kesejahteraan rakyat usaha untuk
memenuhi kebutuhan dasar rakyat dengan
lebih baik, kebutuhan dasar untuk hidup
hayati, yang manusiawi dan derajat
kebebasan untuk memilih. Disamping itu
pemberdayaan menurut Hasniah (24:2013),
pada dasarnya menempatkan manusia
sebagai pusat perhatian dan sekaligus pelaku
utama pembangunan. Sejalan dengan itu
bahwa pembangunan mempunyai tujuan,
kaitannya dengan penyelenggaraan PKBM
di dalam Lapas juga berorientasi kepada
tujuan pembangunan itu sendiri.
Sejalan dengan pandangan teori
Fungsionalisme. Talcot Parson beranggapan
bahwa masyarakat tidak ubahnya seperti
organ tubuh manusia yang memiliki
berbagai bagian yang saling bergantung.
Dan setiap organ tersebut memilki fungsi
yang jelas dan khas. Demikian pula dalam
kelembagaan masyarakat, setiap elemen
masyarakat (lembaga) melaksanakan tugas
tertentu untuk stabilitas dan pertumbuhan
masyarakat tersebut.
Sehingga dengan demikian secara teori
fungsionalisme sangat mendukung penyelenggaraan PKBM di dalam Lapas karena

87

Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015


dilihat dari fungsi serta sinergitas yang
terbangun dalam sebuah sitem pembinaan
atau pendidikan di dalam Lapas Klas IIB
Merauke.

mandiri, membuat pertimbangan dan rasa


tanggungjawab pribadi yang semakin besar,
ingatan, penalaran, rasa estetika, kemampuan fisik, dan keterampilan berkomunikasi.
Dari rekomendasi pilar tersebut di
atas, kaitannya dengan penelitian peneliti
adalah pilar learning to be, mempunyai
pemahaman mendalam adalah pendidikan
itu dikembang untuk membuat pribadi
menjadi baik sehingga dapat bertindak
mandiri, dapat membuat pertimbangan
secara mendalam untuk melakukan sesuatu
tindakan, mempunyai rasa tanggungjawab
pribadi yang besar, ingatan yang baik,
penalaran dengan analisis yang etis,
memiliki rasa estetika, kemampuan fisik
yang baik serta dapat berkomunikasi secara
terampil. Pendidikan berbasis masyarakat
menurut umberto sihombing (81:2012)
merupakan pendidikan yang dirancang,
dilaksanakan, dinilai, dan dikembangkan
dari peluang yang ada di lingkungan masyarakat tertentu yang berorientasi pada masa
depan. Disamping itu juga pendidikan
masyarakat dapat dikemas dengan pendidikan karakter Elkind dan Sweet dalam
Heri Gunawan (23:2012) menyatakan
bahwa: Pendidikan karakter adalah upaya
yang disengaja untuk membantu memahami
manusia, peduli dan intinya atas nilai-nilai
etis atau susila, mengapa peneliti mengambil hal ini sebagai sebuah rujukan karena
inti dari penelitian ini adalah mempengaruhi narapidana secara psikologis
melalui kegiatan-kegiatan pendidikan non
formal.
Dalam penelitian ini PKBM adalah
menyelenggarakan
berbagai
program
tentang pendidikan luar sekolah yang didalam Undang-undang Nomor 20 Tahun
2013 disebut dengan jalur pendidikan non
formal, yang mempunyai sifat fungsional
dan praktis serta mempunyai tujuan untuk
meningkatkan kemampuan dan keterampilan
kerja peserta didik yang berguna bagi usaha

d.

Sinergitas Pola Pendidikan non


formal dengan pola pembinaan
Warga Binaan atau Narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan.
Dalam pemaparan atau pembahasan
ini, peneliti akan melihat tentang teori atau
konsep pendidikan dan konsep pembinaan
pemasyarakatan dan bisa disinergikan.
Dari pandangan sosiologis Jacques Delors
dan rekannya dalam Anwar Yesmil dkk
(2013:275-276) mengemukakan bahwa ada
empat buah sendi atau pilar pendidikan,
yaitu : (1), Learning to know, dengan
memadukan pengetahuan umum yang cukup
luas dengan kesempatan untuk mempelajari
secara mendalam pada sejumlah kecil mata
pelajaran, pilar ini berarti juga belajar
untuk belajar, sehingga memperoleh
keuntungan dari kesempatan-kesempatan
pendidikan yang disediakan sepanjang
hayat. (2).Learning to do, untuk memperoleh
bukan saja suatu keterampilan kerja tetapi
lebih luas sifatnya, kompetensi utuk
berurusan dengan banyak situasi bekerja
dalam tim. Ini juga belajar berbuat dalam
konteks pengalaman kaum muda dalam
berbagai kesempatan sosial dan pekerjaan
yang mungkin bersifat informal, sebagai
akibat konteks lokal atau nasional, atau
bersifat formal melibatkan kursus-kursus,
program bergantian antara belajar dan
bekerja. (3). Learning to live together,
learning to live with others, dengan jalan
mengembangkan pengertian akan orang lain
dan apresiasi atas interpendensi-melaksanakan proyek-proyek bersama dan belajar
mengelola konflik- dalam semangat menghormati nilai-nilai kemajemukan, saling
memahami dan perdamaian. (4) Learning to
be, sehingga dapat mengembangkan
kepribadian lebih baik dan dapat bertindak

88

Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015


perbaikan taraf hidupnya. Hasbullah
(2005:56) mencirikan pendidikan non
formal menjadi 7 (tujuh) ciri yaitu :
1). pendidikan diselenggarakan dengan
sengaja di luar sekolah, 2). peserta pada
umumnya mereka yang sudah tidak
bersekolah atau droup out, 3). pendidikan
tidak mengenal jenjang, dan program
pendidikan untuk jangka waktu pendek, 4).
peserta tidak homogen, 5).ada waktu belajar
dan metode formal, serta evaluasi yang
sistematis, 6). isi pendidikan bersifat praktis
dan khusus, 7). keterampilan kerja sangat di
tekankan sebagai jawaban terhadap
kebutuhan meningkatkan taraf hidup.
Hasbullah (2005:56-57- 58) juga,
menjelaskan tentang beberapa istilah jalur
pendidikan luar sekolah, namun yang terkait
dengan Pusat kegiatan Belajar Masyarakat
yang diselenggarakan di Lembaga Pemasyarakatan, hemat peneliti masuk dalam kategori kerangka pelaksanaan pendidikan luar
sekolah yaitu pendidikan sosial dan pendidikan masyarakat. Mengapa peneliti
memberikan kesimpulan demikian? karena
sesuai dengan penjelasan yang dikemukan
Hasbullah, pendidikan sosial merupakan
proses yang diusahakan dengan sengaja di
dalam masyarakat untuk mendidik individu
dalam lingkungan sosial, supaya bebas dan
bertanggungjawab menjadi pendorong ke
arah perubahan dan kemajuan, disamping itu
juga dijelaskan bahwa pendidikan masyarakat merupakan pendidikan ditujukan
kepada orang dewasa, termasuk pemuda di
luar batas umur tertinggi kewajiban belajar,
dan dilakukan di luar lingkungan dan sistem
persekolahan resmi. Dengan penjelasan dan
uraian tersebut, secara jelas bahwa sangatlah
sinergi dengan penelitian ini, artinya bahwa
jalur pendidikan luar sekolah ini dengan
kerangka pelaksanaan pendidikannya yaitu
pendidikan sosial dan pendidikan masyarakatan sangat relevan jika di kembangkan
dalam Lembaga Pemasyarakatan yang notabene mereka atau narapidana atau warga

binaan pemasyarakat adalah maasyarakat


juga yang perlu di ayomi dan di bina serta
dididik, sehingga PKBM sangat layak dan
pantas serta mempunyai efek signifikansinya
sangat besar jika diselenggarakan secara
baik dan benar.
Di dalam proses pembinaan pemasyarakatan di kenal
istilah sistem
pemasyarakatan untuk saat ini, namun
sebelumnya oleh pemerintahan kolonial
belanda, pembinaan narapidana di Indonesia
secara konstitusional memberlakukan Reglemen Penjara (Gesichten Reglement 1917
Nomor 708) yaitu yang dikenal dengan
sistem Kepenjaraan sebagai realisasi dari
pasal 10 KUHP. Sistem kepenjaraan tersebut
mengalami perubahan menjadi sistem
pemasyarakatan, hal ini di jelaskan oleh
Saharjo dalam Willem Marco Erari
(2014:65), bahwa.....narapidana bukanlah
orang hukuman melainkan orang tersesat
yang mempunyai waktu dan kesempatan
untuk bertobat, tobat tidak dapat dicapai
dengan penyiksaan melainkan melalui
bimbingan. Hal inilah yang menjadi dasar
falsafah pembinaan di dalam Lembaga
Pemasyarakatan. Dengan dasar filsafat
tersebut maka dalam Undang-undang
Nomor 12 Tahun 1995 Pasal 1 angka 2
menyatakan bahwa :
Sistem Pemasyarakatan adalah tatanan
mengenai arah dan batas serta cara
pembinaan warga binaan berdasarkan
pancasila yang di laksanakan secara
terpadu antara pembina, yang dibina, dan
masyarakat untuk meningkatkan kualitas
warga binaan pemasyarakatan agar
menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan
tidak mengulangi tindak pidana sehingga
dapat diterima kembali oleh lingkungan
masyarakat dan dapat hidup secara wajar
sebagai warga negara yang baik dan
bertanggungjawab.
Melihat dari dua pokok bahasan
yang dibahas dalam pembahasan ini, peneliti
ingin mencari sinergitas antara pola

89

Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015


pendidikan Luar sekolah dengan pola
pembinaan Lembaga Pemasyarakatan yang
juga didukung dengan beberapa referensi,
sehingga nampak jelas bahwa Pola
Pembinaan Pemasyarakatan dapat bersinergi
dengan pola pendidikan luar sekolah atau
pendidikan non formal, jadi dapat
disimpulkan bahwa pola pendidikan luar
sekolah ini atau non formal ini menjadi
bagian yang integral dalam satu kesatuan
sistem pemasyarakatan yang di bangun
karena merujuk dari falsafah Suharjo.

Seksi di Struktur Lembaga Pemasyarakatan.


Dengan adanya kejelasan posisi kelembagaan itu, tidak terlepas dari memaknai
data-data yang nampak dari PKBM itu
sendiri yang telah eksis dari tahun 2009 s/d
2015 ini, dan secara jelas pula penelitian ini
akan mengarah pada, bagaimana untuk
memahami perasaan pengelola PKBM di
Lapas karena ketidak-jelasan posisi PKBM
apakah dia sebagai beban tugas yang
diberikan dan diberikan nilai oleh pimpinan
ataukah hanya sebagai sampingan belaka,
terkait dengan arah penelitian ini maka
peneliti menyebutnya dengan policy
research, dengan adanya kejelasan yang
detail atau terperinci maka akan dianalisis
dan diinteprestasikan secara benar untuk
mencapai kepastian dan pengakuan terhadap
peran PKBM sebagai salah satu eksistensi
membantu proses pembinaan di dalam
Lapas, khususnya di Lapas Klas IIB
Merauke.
Focus dalam penelitian ini, peneliti
melihat dari sisi peran PKBM selaku
Lembaga pendidikan masyarakat dan
pendidikan sosial bagi Warga binaan atau
narapidana, berperan dari dua sisi yaitu
bagaimana pengembangan kegiatan-kegiatan
yang ada dalam PKBM Tunas Mandiri
Lapas Klas IIB Merauke, dan membangun
mitra kerja dengan pihak luar, dengan
demikian efektifitas kegiatan PKBM akan
berjalan sehingga narapidana akan diperdayakan dengan baik, sehingga akan
memperdayakan narapidana dari sisi sifat
pemberdayaan itu sendiri yaitu dimensi
Psikologis, mereka dengan diberikan atau
diperdayakan dalam kegiatan-kegiatan yang
sesuai potensi mereka maka akan mempengaruhi kejiwaan mereka, dengan demikian mereka akan berinteraksi sosial
dengan baik dan mereka tidak akan minder
karena ada nilai yang mereka miliki yaitu
skill yang di dapati dari kegiatan-kegiatn
PKBM yang dilaksanakan didalam Lapas
Klas IIB Merauke.

METODE PENELITIAN
Perspektif pendekatan penelitian ini
adalah Pendekatan penelitian kualitatif yang
artinya metode penelitian yang digunakan
berlandaskan pada filsafat postpositivisme.
Filsafat ini sering juga disebut sebagai
paradigma interpretif dan konstruktif, yang
memandang realitas social sebagai sesuatu
yang holistic/utuh, kompleks, dinamis,
penuh makna, dan hubungan gejala bersifat
interaktif.
Merujuk dari penjelasan di atas,
maka penelitian ini cenderung melihat
permasalahan bagaimana peranan PKBM (
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) di
Dalam Lapas telah Optimal dalam memperdayakan narapidana sebagai warga binaan
pemasyarakatan untuk menjadikan mereka
sebagai manusia yang mandiri dengan
keterampilan mereka yang ada dan juga
mereka dapat produktif dalam mengikuti
kegiatan pembinaan hingga mereka dilepaskan atau Bebas dari hukuman pidana
yang mereka jalani, secara jelas masalah
penelitian inilah yang peneliti namakan
sebagai dasar penelitian atau grounded
research, sedangkan untuk memahami
permasalahan penelitian yang belum jelas
dari sisi peran PKBM (Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat) yang memposisikan
posisi lembaga PKBM sebagai mitra kerja di
luar Lapas, ataukah Lembaga PKBM ini dia
berdiri sebagai lembaga di bawah salah satu

90

Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015


Penelitian ini dilakukan di Lembaga
Pemasyarakatan KLas IIB Merauke khususnya Lembaga PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) yang eksis melakukan
kegiatan-kegiatan pembinaan maupun pendidikan di Lapas Klas IIB Merauke. Jenis
data yang peneliti gunakan dalam penelitian
ini adalah data primer yaitu data yang
dikumpulkan langsung oleh peneliti dan data
sekunder yaitu data yang diperoleh lewat
dokumentasi. Sedangkan untuk sumber data
peneleti diambil dari unsur yang terkait
dengan pengelolaan PKBM yang diselenggarakan di Lapas KLas IIB Merauke. Teknik
analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif dan
aktifitas diterapkan dengan proses analisa
(Prof. DR.Sugiyono, 89-116:2014) yaitu :
a) Analisis sebelum di lapangan : dalam
analisa awal ini dianalisis berdasarkan
studi pendahuluan atau data sekunder
yang akan digunakan untuk menentukan
focus penelitian, namun demikian focus
penelitian ini masih bersifat sementara,
dan akan berkembang setelah peneliti
masuk dan selama di lapangan.
b) Analisis selama di lapangan Model Miles
dan Huberman
Analisis ini terproses saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah
selesai pengumpulan data dalam periode
tertentu. Karena pada wawancara peneliti
sudah melakukan analisis terhadap jawaban
yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum
memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan
pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu,
diperoleh dari data yang dianggap kredibel,
sebagaimana menurut Miles dan Huberman
bahwa aktifitas analisa kualitatif dilakukan
secara interaktif dan berlangsung secara
terus menerus sampai tuntas, sehingga
datanya sudah jenuh, dengan tahapan
reduksi data lalu display data dan terakhir
adalah kesimpulan atau verifikasi.

PEMBAHASAN
1. Penyelenggaraan Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM) Dalam
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
a. Kaitan Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat dan Lembaga Pemasyarakat (Lapas).
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
yang disingkat PKBM adalah suatu lembaga
yang mengakomodir beberapa program
kegiatan pendidikan non formal yang berbasis masyarakat, artinya pengelolaan atau
penyelenggaraan-nya dari masyarakat dan
peserta didiknya juga berasal dari masyarakat. Jadi prinsip PKBM (Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat) yaitu dari masyarakat,
untuk masyarakat dan oleh masyarakat
(Lampiran SKB,2004:7).
Secara filosofis PKBM (Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat) dapat diartikan sesuai dengan pengertian akronim
PKBM, Hal tersebut dapat dijelaskan secara
lebih rinci sebagai berikut:
P kepanjangannya adalah Pusat, berarti
penyelenggaraan PKBM haruslah terkelola
dan terlembagakan dengan baik. Hal ini
sangat penting untuk efektivitas pencapaian
tujuan, mutu penyelenggaraan kegiatankegiatan, efisiensi pemanfaatan sumbersumber, sinergitas antar berbagai kegiatan
dan keberlanjutan keberadaan PKBM itu
sendiri.
K kepanjangannya adalah Kegiatan, berarti
di PKBM diselenggarakan berbagai
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi
kehidupan masyarakat setempat. Ini juga
berarti bahwa PKBM selalu dinamis, kreatif
dan produktif melakukan berbagai kegiatankegiatan yang positif bagi masyarakat
setempat.
B kepanjangannya adalah Belajar, berarti
bahwa berbagai kegiatan yang diselenggarakan di PKBM haruslah merupakan
kegiatan
yang
mampu
memberikan
terciptanya suatu proses transformasi dan
peningkatan kapasitas serta perilaku ang-

91

Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015


gota komunitas tersebut ke arah yang lebih
positif. Belajar dapat dilakukan oleh setiap
orang sepanjang hayatnya di setiap
kesempatan.
M kepanjangannya adalah Masyarakat,
berarti PKBM adalah upaya bersama suatu
masyarakat untuk memajukan dirinya
sendiri secara bersama-sama sesuai dengan
ukuran-ukuran idealisasi masyarakat itu
sendiri akan makna kehidupan. Dengan
demikian ciri-ciri suatu masyarakat akan
sangat kental mewarnai suatu PKBM baik
mewarnai tujuan-tujuannya, pilihan dan
disain program dan kegiatan yang
diselenggarakan, serta budaya yang dikembangkan dan dijiwai dalam kepemimpinan dan pengelolaan kelembagaannya.
Berdasarkan nilai filosofis PKBM
diatas, maka di tahun 2014 telah dibuat
Kesepakatan Bersama antara Pihak Pertama
adalah Direktur Jendral Pendidikan Luar
Sekolah
Dan
Pemuda
Departemen
Pendidikan Nasional dan Pihak Kedua
adalah Direktur Jendral Pemasyarakatan
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia serta Pihak Ketiga adalah Forum
Komunikasi Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat, dengan 3 (tiga) nomor surat
dari para pihak : 88/ E/ MS/ 2004, E. PP.
01.01-59, 158/ FKPKBM/ E/ 2004, tentang
Pengembangan Sumberdaya Manusia bagi
Narapidana, Anak Didik Pemasyarakatan
dan Klien Pemasyarakatan. Dengan pertimbangan bahwa :
pendidikan merupakan hal yang terpenting
untuk masa depan Narapidana, anak didik
Pemasyarakatan dan klien Pemasyarakatan
sehingga perlu dilaksanakan dengan terencana, terprogram dan teruji hasilnya
secara optimal sehingga di buatlah kesepakatan bersama antara pihak pertama yang
merupakan instansi yang berwenang dan
bertanggungjawab menentukan kebijakan
dalam bidang pendidikan luar sekolah dan
kepemudaan, pihak kedua yang merupakan
instansi pemerintah yang berwenang dan

bertanggungjawab menentukan kebijakan


dalam bidang pembinaan dan bimbingan
terhadap narapidana, anak didik pemasyarakatan, dan klien pemasyarakatan serta
pihak ketiga adalah mitra pemerintah yang
berperan serta dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat dari berbagai
kalangan(SKB, 2004:2).
Terkait dengan tujuan dibentuknya PKBM
(Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) di
dalam Lembaga Pemasyarakatan adalah :
memperluas dan meningkatkan layanan
Direktorat
Pendidikan
Masyarakat,
Direktorat Bina Bimbingan Kemasyarakatan, Direktorat Bina Latihan Kerja dan
Produksi serta Forum Komunikasi PKBM
untuk mengembangkan potensi, minta,
bakat, keterampilan, kewirausahaan dan
keprofesian, mengembangkan pendidikan
kecakapan hidup yang bermanfaat untuk
bekerja atau berusaha mandiri sesuai
dengan potensi sumberdaya alam, ekonomi,
industri, kebutuhan masyarakat, serta
meningkatkan kerjasama antara Para Pihak
serta lembaga terkait lainnya (SKB,
2004:3).
Penjelasan tujuan penyelenggaraan
PKBM di dalam Lembaga Pemasyarakatan
di atas sudah sangat jelas bahwa PKBM
(pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) kalau
dijalankan secara optimal di Lembaga
Pemasyarakatan yang diperuntukan untuk
pembinaan
Narapidana,
Anak
didik
Pemasyarakatan, Klien Pemasyarakatan,
akan sangat membantu untuk memaksimalkan penyelengaraan Sistem Pemasyarakatan,
sebagaimana yang tertuang dalam UU No.
12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Bab
I. pasal 1 ayat (2)dijelaskan bahwa:
sistem Pemasyarakatan adalah suatu
tatanan mengenai arah dan batas serta cara
pembinaan warga binaan pemasyarakatan
berdasarkan pancasila yang dilaksanakan
secara terpadu antara pembina, yang
dibina, dan masyarakat agar menyadari

92

Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015


kesalahan, memperbaiki diri dan tidak
mengulangi tindak pidana sehingga dapat
diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam
pembangunan dan dapat hidup secara wajar
sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab.
Disamping itu Dr. Adi Sujatno SH,
MH dalam bukunya Negara Tanpa Penjara
(Sebuah Renungan), mengemukakan penekanan terkait memaknai pembinaan
narapidana (WBP) dalam konteks sistem
pemasyarakatanbahwa : Sistem pemasyarakatan berasumsi bahwa narapidana (WBP)
bukan saja objek melainkan subjek yang
tidak berbeda dengan manusia lainnya yang
sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan
dan kehilafan yang dapat dikenakan pidana,
sehingga tidak harus diberantas. Yang
diberantas adalah faktor-faktor yang dapat
menyebabkan narapidana (WBP) berbuat
hal-hal yang bertentangan dengan hukum,
kesusilaan, agama, atau kewajiban sosial
lain yang dapat dikenakan pidana. Oleh
sebab itu eksistensi pemidanaan diartikan
sebagai
upaya
untuk
menyadarkan
narapidana (WBP) agar menyesali perbuatannya, dan mengembalikannya men-jadi
warga masyarakat yang baik, taat kepada
hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai norma,
sosial dan keagamaan, sehingga tercipta
kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan
damai (2012:18). Dengan semangat UU
No. 12 Tahun 1995, di tahun 2013
Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia RI Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Jakarta mengeluarkan Buku Pedoman
Pembinaan Kepribadian Nara-pidana bagi
Petugas di Lapas atau Rutan, serta di dalam
Bab V-nya tentang Pembinaan Kepribadian
Bidang Intelektual menempatkan PKBM
(Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) sebagai
satuan pendidikan non formal yang perlu di

bina secara berkesinambungan menuju


standar yang mapan di dalam Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) atau Rumah
Tahanan (Rutan). Dengan demikian PKBM
mempunyai peranan penting dalam mewujudkan tujuan sistem pemasyarakatan
karena sudah sangat jelas bahwa PKBM
memberikan porsi pengembangan intelektual
dengan beberapa kegiatan pembinaan yang
telah di urai jelas dalam Buku Pedoman
Pembinaan Kepribadian Narapidana bagi
Petugas di Lapas atau Rutan, dengan model
pembinaan ke-pribadian bidang intelektual
diantaranya: Pelatihan motivasi dan ESQ,
Kuliah program perguruan tinggi, ujian
paket dan ujian nasional (UN), kursus dan
menyeleng-garakan siaran edukatif lewat
media elektronik maupun cetak. Sehingga
ujung dari pembinaan kepribadian bidang
intelek-tual ini melalui PKBM bukan hanya
sebatas pada pengembangan wawasan
berfikir tentang arti kehidupan tetapi juga
membentuk narapidana untuk menjadi orang
yang bangkit, mandiri dan produktif. Hal
yang menjadi konsen dalam penyelenggaraan PKBM biar efektif di dalam
Lembaga Pemasyarakatan memiliki pentahapan, pentahapan yang pertama bagaimana narapidana dididik dengan membuka
ruang partisipasi lembaga masyarakat di
luar, dan setelah itu pentahapan kedua membentuk program kerjasama dengan pihak
luar Lapas dalam hal ini kelompokkelompok
masyarakat
yang
peduli
pembinaan di dalam Lapas dalam mengembangkan potensi atau skill narapidana
yang sudah dibina melalui pentahapan
pertama, sehingga dengan demikian akan
mewujudkan Lembaga Pemasyarakan (Lapas) Mitra Bina. Konsep Lapas Mitra Bina
dapat digambarkan sebagai berikut :

93

Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015


Gambar
Lapas Mitra Bina
SIST.PEMASY. (LAPAS)

NARAPIDANA PRODUKTIF

BINA NARAPIDANA

MENJALIN KERJASAMA
MITRA PRODUKTIFITAS
NAPI

MENJALIN KERJASAMA
MITRA BINA
NAPI

PEMERINTAH/KELOMPOK MASY.
PEDULI BINA NAPI DAN
KELOMPOK-2 USAHA U/ PENYALURAN
BAKAT DAN MINAT NAPI

TUJUAN
1. MEWUJUDKAN KESADARAN
2. MENGEMBALIKAN KEPERCAYAAN DIRI
3. MENGENAL POTENSI DAN BAKAT DIRI.

TUJUAN
1. MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN
2. MEWUJUDKAN PRODUKTIFITAS
3. DAPAT TERPERDAYA DALAM MASY.

PROSES MITRA BINA INI DISESUAIKAN DENGAN


PROSES PEMASY. YAITU PADA TAHAP SATU DAN
TAHAP LANJUTAN DENGAN KETENTUAN 0
S/D MASA TAHANAN

PROSES MITRA PRODUKSI NAPI INI DISESUAIKAN


DENGAN PROSES PEMASYARAKATAN PADA TAHAN
LANJUTAN HINGGA TAHAP INTEGRASI DENGAN
KETENTUAN S/D 2/3 MASA PIDANA HINGGA
BEBAS NANTINYA.

Sumber : Pemikiran Peneliti 20


Posisi PKBM (Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat) sangat mempunyai tempat yang
strategis dalam membuka peluang untuk
mitra bina, baik mitra bina napi maupun
mitra produksi napi, sesuai konsep Lapas
Mitra Bina di atas. Karena suatu proses
pemasyarakatan yang di dalamnya juga
PKBM mempunyai posisi trategis dalam
membantu jalannya pembinaan dan lebih
memperkuat proses pembinaan napi di
dalam Lapas tujuannya adalah sadar akan
keberadaan dirinya, dapat berpartisipasi aktif
dan positif dalam pembangunan (manusia
mandiri), dapat hidup tenang dan nyaman
dalam keluarga maupun masyarakat sekelilingnya, membangun manusia produk-tif
dan dapat berdaya upaya yang positif se-

hingga dapat berkompetisi dengan masyarakat umum secara sehat.


b. Eksistensi Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) di Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIB
Merauke.
a) Perintisan Pembentukan PKBM
Tunas Mandiri di Lapas Klas IIB
Merauke.
Inisiatif pembentukan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat di Lapas Klas IIB
Merauke di tahun 2009, diinisiasikan oleh
Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Ka.
Lapas) Klas IIB Merauke yang bernama
Lilik Sujandi Bc.IP, S.IP, M.Si, awalnya di
koordinasikan ke Pemerintahan Daerah
Kabupaten Merauke Dinas Pemuda dan

94

Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015


Olahraga dan Pendidikan Luar Sekolah,
sehingga membuahkan hasil sebuah Surat
Keputusan Nomor 421.9/09/2009, tertanggal
07 Januari 2009 tentang Pembentukan
Lembaga Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di Kabupaten Merauke.
Dengan pertimbangan bahwa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah perlu dibentuk di dalam Lapas Klas IIB Merauke
dengan nama TUNAS MANDIRI (SK
dapat dilihat pada lampiran Tesis ini). Dan
juga disertai dengan lampiran Surat Keputusan terkait Susunan Kepengurusan
PKBM Tunas Mandiri Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Merauke.
Namun jika dikaji kembali bahwa
sebenarnya tidak perlu ada Surat Keputusan
tersebut karena di tahun 2004 sebenarnya
sudah ada Surat Kesepakatan Bersama
antara Pihak Pertama adalah Direktur
Jendral Pendidikan Luar Sekolah Dan
Pemuda Departemen Pendidikan Nasional
dan Pihak Kedua adalah Direktur Jendral
Pemasyarakatan Departemen Kehakiman
dan Hak Asasi Manusia serta Pihak Ketiga
adalah Forum Komunikasi Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat, dengan 3 (tiga) nomor
surat dari para pihak : 88/ E/ MS/ 2004,
E.PP.01.01-59, 158/ FKPKBM/ E/ 2004,
tentang Pengembangan Sumber daya Manusia bagi Narapidana, Anak Didik Pemasyarakatan dan Klien Pemasyarakatan. Yang
telah dilengkapi dengan lampiran Piagam
Pendirian PKBM yang langsung ditandatangani oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) atau Rutan (Rumah
Tahanan). Dan setelah itu sesuai dengan
lampiran II Pedoman tentang Langkah Pembentukan PKBM di UPT Pemasya-rakatan
pada bagian II ayat (2) dijelaskan bahwa
pengelola PKBM adalah petugas Pemasyarakatan yang dipilih dan ditunjuk oleh
kepala UPT Pemasyarakatan dibuat dalam
surat Keputusan atau surat Tugas Ka. UPT
pemasyarakatan yang susunannya minimal
Ketua, Sekretaris, Bendahara dan Ketua

Penyelenggaraan Program Pendidikan non


formal. Sehingga penyelenggaraan PKBM
dapat berjalan dengan tertib dan lancar
dibawah koordinasi Kepala UPT Pemasyarakatan. Sehingga di tahun 2012 penertiban
legalitas lembaga (PKBM Tunas Mandiri
Lapas Klas IIB Merauke), maka di rubah
Surat Keputusan Pengelolan di-keluarkan
atau ditandatangani oleh Kepala Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIB merauke sesuai
dengan petunjuk Surat Kesepakatan Bersama antara ke-3 pihak yang telah diuraikan
di atas. Maka diterbitkanlah Surat Keputusan Kepala Lembaga pemasyarakatan
Klas IIB Merauke, Nomor: W.30.PK.04.03541 Tahun 2012 Tentang Pengelola Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat lapas Klas IIB
Merauke, yang ditandatangani oleh pejabat
Ka. Lapas Klas IIB Merauke saat itu adalah
Aris Munandar Bc.IP,S.Sos, M.Si. tertanggal 18 Desember 2012 (SK Pengelola
PKBM tahun 2012 dapat dilihat pada
lampiran Tesis ini).
a) Pengelolaan PKBM Tunas Mandiri
di Lapas Klas IIB Merauke.
Berdasarkan pertimbangan bahwa
penyelenggaraan pembinaan yang bersifat
non fomal perlu diberikan kepada warga
binaan pemasyarakatan alias narapidana,
dengan pendidikan yang diperoleh tersebut
nantinya dapat dijadikan bekal untuk hidup
ditengah-tengah masyarakat sebagai warga
Negara yang aktif dan produktif, sehingga di
keluarkan SK Pengelola PKBM Nomor:
W.30.PK.04.03-541 Tahun 2012 Tentang
Pengelola Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat lapas Klas IIB Merauke dengan beberapa keputusan yaitu :
(a)
Mengangkat pegawai Lapas untuk
menjadi pengelola PKBM Tunas
Mandiri Lapas Klas IIB Merauke.
Adapun
susunan
pengelolanya
(Konsideran SK Pengelola PKBM
Tunas Mandiri tahun 2012) sebagai
berikut :

95

Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015


Tabel
Pengelola PKBM Tunas Mandiri Lapas
Klas IIB Merauke
Penasehat :
Penanggung-jawab:
Pengarah :

Ketua Pengelola:

Wakil Ketua :
Sekretaris:
Bendahara :
Ka. Prodik Kesetaraan :
Ka. Prodik Keaksaraan
Fungsional :
Ka. Prodik Taman Baca
Binaan Pemasyarakatan:
Ka. Prodik Keterampilan
Hidup :

Diagram
Klasifikasi TK. Pddkan Pengelola PKBM
Tunas Mandiri
LP Klas IIB Merauke

Ka. Lapas Klas IIB


Merauke
Ka. Sie. Bimbingan
Anak didik
Kasubsie. Registrasi
dan Bimbingan
Kemasyarakatan
Syahmuhar
Muhammad Zein, S.
Sos
Renddy Febrianti
Tagernan
Floren Kupumim
Bekti Utomo, S.Sos
Eko Suprayitno
Isman Mony

Sarjana
S-2
9%

Sarjana
S-1
36%

Sumber data : Hasil Pengelolaan Data Primer.

Dengan adanya susunan pengelola PKBM,


maka perlu juga di lihat bagaimana mestinya
peran pengelola : Mengidentifikasi kebutuhan masyarakat, masalah yang dihadapi
masyarakat, dan sumber daya yang ada
dalam masyarakat, Menganalisis data dasar,
Menentukan prioritas kebutuhan masyarakat
yang tepat sebagai dasar untuk pelaksanaan
kegiatan, Melakukan koordinasi dengan
jaringan kerja terkait, Menyelenggarakan
pertemuan untuk berdiskusi dan bekerjasama dalam rangka pengerahan sumber daya
yang dibutuhkan (tenaga, dana, dan bahanbahan) untuk pengembangan masyarakat,
Mensosialisasikan kegiatan dan memberi
kesempatan kepada warga untuk berpartisipasi melalui kontribusi pemikiran maupun
dukungan, Memusyawarahkan rencana
kegiatan PKBM, Melaksanakan kegiatan
yang telah direncanakan. (meng-organisasikan kegiatan-kegiatan PKBM), Mendukung, memantau, menindaklanjuti, dan
memecahkan masalah. (Jika ada masalah,
pengurus harus turut serta dalam mencarikan
solusinya) (Petunjuk Teknis Penyelengaraan
PKBM tahun 2002)
(b) Tugas Pengelola PKBM Tunas Mandiri
Lapas Klas IIB Merauke sebagai berikut:
Untuk membina maupun mendidik
melalui program-program pendidikan luar
sekolah, Untuk berkoordinasi dengan instansi dan lembaga terkait lainnya dalam
menyelenggarakan kegiatan PKBM Tunas
Mandiri Lapas Klas IIB Merauke yang di

Agus Siswanto
Geradus Siso.

Sumber :(Lampiran SK Pengelola PKBM Tunas


Mandiri Lapas Klas IIB Merauke tahun 2012)

Berikut ini akan di tampilkan klasifikasi


tingkat pendidikan pengelola PKBM Tunas
Mandiri Lapas Klas IIB merauke.
Tabel
Klasifikasi Tingkat Pendidikan
Pengelola PKBM Tunas Mandiri Lapas
Klas IIb Merauke
No

Tingkat
Pendidikan

1
2

SMA/Sederajat
Sarjana Starta-1

Jmlh
Pengelola
6
4

3
4

Sarjana Strata-2
Sarjana Strata-3
Total

1
11

SMA/Sed
erajat
55%

Persentase
54,55%
36,36%
9,09%
100%

96

Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015


maksud, dan untuk melaporkan kegiatan
pengelolaan PKBM Tunas Mandiri Lapas
KLas IIB Merauke (Konsederan SK Pengelola PKBM Tunas Mandiri tahun 2012).
Dengan berdirinya PKBM Tunas
Mandiri Lapas Klas IIB Merauke di tahun
2009, selang satu tahun kemudian tepatnya
di tahun 2010 PKBM Tunas Mandiri Lapas
Klas IIB Merauke melaksanakan Program
pendidikan Kesetaraan dan mengikuti ujian
Nasional bagi narapidana Lapas Klas IIB
Merauke yang mengikuti program pendidikan kesetaraan paket A (setara SD),
paket B (setara SMP) dan paket C (setara
SMA) pertama-kalinya di Lapas Klas IIB
Merauke. Sehingga pendidikan kesetaraan
ini menjadi program rutin yang setiap tahun
dilaksanakan hingga saat ini.

Ijin Operasional dari Dinas Pendidikan Dan


Pengajaran Kabupaten Merauke melalui
suatu proses penilaian kelayakan untuk
mengoperasikan atau menyelenggarakan
PKBM yang dimaksud. PKBM Tunas
Mandiri Lapas Klas IIB Merauke setelah
dinilai layak untuk menyelenggarakan
kegiatan-kegiatan
di
PKBM
untuk
pembinaan Narapidana maka Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Merauke
mengeluarkan Surat Ijin Operasional
Nomor : 421.9/ 199/ PLS/ 2013 tentang Ijin
Operasional Penyelenggaraan PKBM Tunas
Mandiri di Kabupaten Merauke.
2.

Peran PKBM sebagai Lembaga Pemberdayaan Narapidana di LP


Merauke.
Dalam peran PKBM sebagai
Lembaga pemberdayaan narapidana di
Lapas Klas IIB Merauke akan dikaji dari
beberapa indikator yaitu kemampuan PKBM
di Lapas Merauke dalam menyelenggarakan
program-program pendidikan non formal.
Sebagaimana yang telah dipaparkan dalam
penyajian data di atas hasil wawancara
dengan RT selaku Wakil Ketua Pengelola
PKBM Tunas Mandiri dikatakan Bahwa :
kegiatan-kegiatan pembelajaran pendidikan
dan latihan terkait dengan life skill, Taman
Baca, kursus computer, dan keaksaraan
fungsional, secara maksimal sesuai kemampuan yang ada, telah dilaksanakan
dengan baik dan lancar. Dan lain pihak GS
selaku ka. Prodik kecakapan hidup PKBM
Tunas mandiri Lapas Klas IIB Merauke
memamaparkan dalam wawancaranya :
Dalam pelaksanaan life skill atau keterampilan hidup sering kami arahkan atau
rekomendasikan peserta didik kami, yang
kami anggap mampu dengan penilaian yang
baik, untuk mengikuti kegiatan kerjasama
dengan pihak luar Lapas dalam hal ini Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau Balai
Latihan Kerja. Kegiatan yang biasa dilaksanakan adalah kegiatan pelatihan listrik,

Disamping pendidikan kesetaraan


yang dilaksanakan secara rutin, Program
pendidikan Taman Baca Masyarakat pun
telah di aktifkan untuk aktifitas membaca
para narapidana untuk menambah wawasan
dan pengetahun dan akses ruangan Taman
Bacanya di dalam Lapas sehingga memudahkan narapidana untuk meluangkan
waktu membaca untuk menambah wawasan
dan pengetahuan.
Sedangkan
untuk
pengelolaan
program pendidikan Keaksaraan Fungsional,
program pendidikan Kecakapan Hidup (life
skill), program-program tersebut dilaksanakan tidak secara rutin tetapi biasanya
terdapat program kerjasama dengan pihakpihak di luar Lapas baik itu pemerintah
kementerian pendidikan maupun kelompok
masyarakat peduli pembinaan dan pendidikan narapidana. Pengelolaan PKBM di
Lapas Klas IIB Merauke setelah di dasarkan
oleh Surat Keputusan Kepala Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) KLas IIB Merauke,
maka langkah selanjutnya untuk memperoleh legalitas dalam mengoperasionalisasikan kegiatan-kegiatan pendidikan
non formal maka wajib memperoleh Surat

97

Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015


kegiatan pelatihan meubeler, kegiatan pelatihan Las.
Disamping itu DS selaku pelindung
Pengelola PKBM sekaligus Kepala Lapas
Klas IIB Merauke dalam wawancaranya
menyatakan bahwa : Kegiatan pembelajaran di PKBM Tunas Mandiri Lapas
Klas IIB Merauke, sering menyesuaikan
dengan program pembinaan dari Lapas Klas
IIB Merauke, sehingga metode yang
dilakukan dalam merekrut narapidana yang
sudah dibina di PKBM wajib hukumnya
untuk direkomendasikan dari PKBM untuk
disidangkan dalam Tim Pengamat Pemasyarakatan dalam memeriksa prasyarat dari
pelaksanaan pelatihan yang dimaksud,
misalkan ada kegiatan pembinaan di luar
Lapas seperti kerjasama dengan Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau Balai
Latihan Kerja Kabupaten Merauke.
Dari ketiga pernyataan di atas,
berarti PKBM ini jika di kelola secara benar
di dalam Lapas sangat membantu proses
pembinaan yang ada, karena dalam trukturisasi PKBM Tunas Mandiri Lapas Klas
IIB Merauke mempunyai 5 (lima) Program
pendidikan yaitu pendidikan kesetaraan,
pendidikan life skill atau keterampilan
hidup, pendidikan Taman Baca, Pendidikan
Keaksaraan fungsional, dan pendidikan
kursus-kursus. Dampak manfaatnya sudah
bisa dirasakan selama kurun waktu dari
tahun 2009 s/d 2015 ini oleh narapidana sebagai beberapa komentar mereka, diantaranya IG selaku narapidana yang masih aktif
mengikuti program pendidikan kesetaraan
Paket C, menyatakan bahwa: kegiatankegiatan yang diselenggarakan di PKBM
Tunas Mandiri LP Merauke seperti pendidikan kesetaraan, kami mendapatkan
pendidikan walaupun seminggu sekali jadwal tatap muka untuk penjelasan Tutor, tapi
ada terdapat informasi-informasi berupa
nasihat penting yang kami serap dan juga
kami diikutsertakan untuk ujian nasional dan
kami mendapat ijazah sehingga dapat

bermanfaat bagi kami untuk masa depan


kami, secara skill juga kami mengikuti
kegiatan-kegiatan pelatihan computer, pelatihan bahasa inggris dan pelatihan skill
lainnya.
MP selaku narapidana yang telah
bebas juga dan telah memiliki ijazah paket C
dalam wawancaranya menyatakan bahwa ;
Saya merasa bahwa PKBM dengan kegiatannya terutama dapat mengarahkan saya
untuk mengikuti non formal dan dapat
memiliki ijazah dan saat ini di tahun 2015
saya telah di luar Lapas dan saya telah
mendaftar disalah satu perguruan tinggi di
Kabupaten Merauke, karena saya punya
motivasi untuk mau merubah masa depan
saya lewat pendidikan dan ini saya dapatkan
di PKBM Tunas Mandiri Lapas Klas IIB
Merauke.
Untuk mempertegas pengaruhnya
PKBM dalam membantu kegiatan pembinaan di dalam Lapas Klas IIB Merauke,
DS selaku pelindung Pengelola PKBM
sekaligus Kepala Lapas Klas IIB Merauke
dalam wawancaranya menyatakan bahwa :
kegiatan-kegiatan PKBM sangat perlu dikembangkan, karena PKBM merupakan
salah satu unit kerja di Lapas KlasIIB
Merauke yang juga mempunyai peranan
penting
untuk
membantu
kegiatan
pembinaan di Lapas Klas IIB Merauke, karena disadari bahwa PKBM mempunyai
koneksi dengan lembaga-lembaga pendidikan di luar Lapas seperti kelompokkelompok peduli masyarakat, maupun
pemerintah Kabupaten Merauke bahkan
pemerintah Pusat, karena PKBM mampu
dan mempunyai akses untuk menawarkan
program-program pendidikan non formal.
Sudah sangat jelas bahwa peran
PKBM di Lapas sangatlah membantu dalam
proses kegiatan pembinaan, karena terdapat
sinergitas atau keselarasan dalam proses
pendidikan non formal dengan proses pemasyarakatan, sehingga dalam proses
pemasyarakatan PKBM dapat memposisikan

98

Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015


lembaga sebagai proses pendidikan awal
narapidana dibina dengan status tahanannya,
dalam tahapan ini sudah diarahkan PKBM
sudah mulai pendataan terkait identitas
kepesertaannya di PKBM, sehingga kegiatan
pembinaan kerohanian dan mental sudah
mulai diarahkan oleh PKBM. Didalam
proses pemasyarakatan ada dikenal 3 (tiga)
tahapan pembinaan narapidana yaitu tahap
awal yang disebut dengan maksimum
security dengan perhitungan masa pidananya
0 s/d 1/3 dalam masa ini narapidana atau
tahanan
diarahkan
untuk
orientasi
lingkungan tempat ia bergaul serta Pembinaan kepribadian, sedangkan tahap kedua
adalah medium security dengan perhitungan
masa pidanannya pada bagian satu 1/3 s/d
1/2 dalam masa ini masih diberikan kegiatan
pembinaan kepribadian disamping itu juga
sudah
diarahkan
untuk
pembinaan
kepribadian (life skill), bagian dua-nya
masa pidana-nya 1/2 s/d 2/3 dalam masa ini
narapidana telah di berikan hak assimilasi
baik itu kerja di laur lapas dengan berbagai
kegiatan, dan yang terakhir tahapan ketiga
yaitu minimum security dengan masa pidanannya 2/3 s/d bebas, dalam masa ini narapidana di integrasikan dengan masyarakat
dengan terdapat hak-hak yang bisa di
dapatkan yaitu Pembebasan Bersyarat, Cuti
Menjelang Bebas. Dalam pentahapan
tersebut di atas sudah sangat jelas bahwa
PKBM dapat dengan leluasa bermain peran
untuk membantu pelaksanaan tugas pemasyarakatan dalam hal membina narapidana,
mulai dari tahap awal, tahap kedua dan
tahap akhir.
Pada tahap awal PKBM dapat
berfungsi untuk membuka ruang kerjasama
dengan pihak luar Lapas untuk memberikan
pencerahan terkait dengan persoalan-persoalan kehidupan sebagai bekal hidup atau
penyadaran hidup dalam menjalani masamasa pemidanaannya, semisalnya bekerjasama dengan dinas pendidikan untuk
memberikan motivasi bahwa pendidikan

sangat diperlukan, dapat pula bekerjasama


dengan kepolisian untuk memberikan kuliah
kesadaran hukum dalam berkehidupan
sosial, dan masih banyak instansi atau organisasi kemasyarakatan lainnya yang dapat
membantu memberikan motivasi dan
semangat hidup.
Pada Tahap kedua juga, dalam
tahapan asimilasi PKBM dapat membuka
akses kepada perusahaan-perusahaan untuk
dapat mempergunakan potensi narapidana
sehingga akan terbina bekerja sambil belajar, bahkan sampai tahap ketiga pun
PKBM dapat mengarahkan narapidana
untuk bekerja pada perusahaan-perusahaan
setelah ia mendapatkan haknya berupa
pembebasan bersyarat atau cuti menjelang
bebas.
Kata kuncinya peran PKBM dalam
Lapas yaitu untuk membuka mitra kepada
pihak luar Lapas, sehingga peneliti dalam
penelitian ini mengidealkan adanya Lapas
Mitra Bina yang bersinergi dengan penyelenggaraan PKBM dalam setiap pentahapan
proses pemasyarakatan.
Mengapa peneliti mengidealkan demikian,
karena untuk mewujudkan narapidana yang
aktif dalam arti menyibukan narapidana
sehingga dalam keterbatasan kemerdekaannya tidak berfikir yang negatif yang
merugikan dirinya, mewujudkan narapidana
yang kreatif dan mandiri dalam arti memberikan nilai jual yang cukup sebagai bekal
narapidana untuk dapat bermanfaat di
tengah-tengah keluarga dan masyarakat
ketika sudah selesai menjalani pidanannya.
Mengapa bersinergi dengan PKBM,
karena akses kerja PKBM ini dapat terakses
melalui jalur pemerintah Kabupaten, dapat
pula terakses untuk mendapat bantuan dari
pemerintah pusat, dan hal ini telah di
buktikan oleh PKBM Tunas Mandiri yang
telah mendapatkan bantuan Sosial untuk
Taman baca Masyarakat dalam tahapan
perintisan di PKBM Tunas Mandiri Lapas
Merauke, dari kementerian Pendidikan Dan

99

Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015


Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan
Anak Usia Dini, Non Formal hal tersebut
berdasar surat nomor 2671/B4.3/MS/2014
perihal Undangan orientasi teknis calon
penerimaan bantuan sosial 2014 tanggal
surat 06 november 2014. Dan juga di
tanggal 08 mei 2014 surat dari Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Jendral Pendidikan Dasar dengan nomor
surat 1647/ C3/ KP/ 2014 perihal Informasi
Penyaluran dana bantuan soaial program
paket B 2014 (copian surat terlampir).
Sehingga tidak diragukan lagi ketika PKBM
telah mampu bekerja dengan baik maka
akses kegiatan baik itu lingkup pemerintah
daerah ataupun pusat dapat diakses, tujuan
akhirnya yaitu bagaiman membentuk narapidana agar aktif, kreatif mandiri dan
produktif, dengan demikian narapidana akan
terperdayakan secara baik di tengah-tengah
masyarakat dan keluarganya dalam menatap
masa depannya setelah ia telah selesaai
menjalani masa pidananya.

assimilasi, serta memberikan ruang keleluasaan mengatur rumah tangga PKBM secara
internal oleh Pengelola PKBM, pimpinan
hanya tahu saja terselenggaranya kegiatan
dan akhir dari pada itu laporan kegiatan.
Sehingga pengelola dalam menjalankan
program pendidikannya tidak terlalu diintervensi secara mendalam apalagi terkait
dengan pengelolaan keuangan PKBM yang
didapatkan dari hasil lobi pengelola PKBM
sendiri di pihak luar Lapas. Sebagaimana
pernyataan VA selaku penanggungjawab
PKBM Tunas Mandiri LP Merauke
sekaligus Kasie. Binadik bahwa: Saya
selaku ketua Tim Pengamat Pemasyarakatan
selalu mengarahkan ketua PKBM untuk
memperhatikan dan mengamati peserta didik
yang tergabung di PKBM harus didata
sehingga arah pembinaan yang diberikan
sesuai dengan potensi atau kemampuan yang
dimiliki dan mereka dapat belajar untuk
dapat berkembang sesuai dengan potensi
yang mereka miliki. Disamping itu juga
perlu kita lihat terdapat beberapa factor
penghambat PKBM Tunas Mandiri dalam
penyelenggraaan kegiatannya yaitu :
sumber daya pengelolan yang belum
matang dalam berorganisasi, sehingga
semuanya masih bertumpu pada
kekuatan dan kemampuan ketua PKBM
dalam mengeksiskan.
sarana prasarana yang belum memadai
sehingga mengganggu proses penyelenggaraan kegiatan.
Belum terkoordinir dengan baik karena
belum ada kesepakatan terkait mekanisme sinergitas antar proses pembinaan pemasyarakatan dengan proses
PKBM.
Tidak ada biaya operasional dari dinas
atau Anggaran Tahunan Lapas yang
diperuntukan untuk PKBM, sehingga
terkesan operasionalisasi ditanggungjawab oleh pengelola secara keseluruhan.

3. Faktor pendukung dan penghambat


Eksistensi PKBM Tunas Mandiri di
Lapas Klas IIB Merauke.
Sebagaimana telah kita ketahui
bahwa PKBM itu jika di eksiskan di dalam
Lapas sangat menguntungkan bagi pembinaan di dalam Lapas, dan semua itu juga
tidak terlepas dari dukungan dari pimpinan
Lapas sendiri sebagai penentu atau pemangku kebijakan terkait dengan proses
pembinaan yang dijalankan didalam Lapas.
Kalau di dalam Lapas Klas IIB Merauke dari
segi dukungan moril pimpinan mulai dari
kepala Lembaga Pemasyarakatan sampai
kepala Seksi yang membidangi penyelenggaraan PKBM tersebut sangat mendukung,
hal tersebut terbukti dengan memberikan
ruangan untuk eksistensi proses belajar
paket A, B, C, dan ruang Taman Baca, dan
sangat mempertimbangkan rekomendasi dari
PKBM jika mengusulkan salah satu peserta
didiknya
untuk
mengikuti
kegiatan

100

Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015


hal terkait sarana prasarana akan terpenuhi
sesuai kebutuhan yang diperlukan, dan
dengan koordinasi yang baik pula Lembaga
Pemasyarakatan akan mengalokasikan dana
pembinaan PKBM secara rutin untuk
membantu proses operasional kegiatan yang
telah diprogramkan.
Terkait
SDM
(sumber
daya
pengelola), ini juga perlu diperhatikan oleh
Ketua PKBM untuk dapat menyelenggarakan kegiatan pembinaan kepada para
pengelola PKBM, sekiranya untuk memberikan pemahaman tentang tugas dan
fungsi pokok mereka masing-masing di kepengurusan pengelolaan PKBM Tunas
Mandiri lapas Klas IIB Merauke.
Sehingga dengan demikian peneliti
dapat memetakan permasalahan dalam tubuh
PKBM Tunas Mandiri adalah masalah
koordinasi dengan pimpinan Lapas Klas IIB
Merauke dan juga ketidakmampuan pengelola yang telah ditunjuk untuk duduki
jabatan dalam struktur PKBM Tunas Mandiri, dari segi pemahaman kerja dan
kreatifitas kerja, serta motivasi kerja.
Sehingga kedua permasalahan tersebut kalau
difokuskan untuk diperbaiki maka PKBM
Tunas Mandiri akan benar-benar menjadi
kokoh dan sebagai sampel percontohan
untuk Lembaga Pemasyarakatan lainnya.

4.

Usaha pemecahan masalah dan


potensi dukungan untuk kemajuan
PKBM Tunas Mandiri di Lapas Klas
IIB Merauke
Dalam usaha pemecahan permasalahan sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, terkait hambatan atau
kendala yaitu : sumber daya pengelolan
yang belum matang dalam berorganisasi,
sehingga semuanya masih bertumpu pada
kekuatan dan kemampuan ketua PKBM
dalam mengeksiskan, Sarana
prasarana
yang belum memadai sehingga mengganggu
proses penyelenggaraan kegiatan, belum
terkoordinir dengan baik karena belum ada
kesepakatan terkait mekanisme sinergitas
antar proses pembinaan pemasyarakatan
dengan proses PKBM, tidak ada biaya
operasional dari dinas atau Anggaran
Tahunan Lapas yang diperuntukan untuk
PKBM, sehingga terkesan operasionalisasi
ditanggungjawabi oleh pengelola secara
keseluruhan.
Intinya adalah bagaimana dalam hal
ini Lembaga Pemasyarakatan melihat peluang PKBM sebagai unit kerja yang dapat
membantu proses pembinaan pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan, untuk
itu perlu adanya koordinasi yang baik antara
Pimpinan Lapas Klas IIB Merauke dengan
pengelola PKBM, sehingga dengan demikian akan mensinergikan pola kegiatan
pembinaan pemasyarakatan dengan metode
pembelajaran pendidikan non formal di
PKBM Tunas Mandiri.
Lapas jika sudah memahami peran
PKBM dalam membantu penyelenggaraan
kegiatan pembinaan berupa latihan dan
pendidikan yang bersifat non formal, dan
juga PKBM mampu membuka akses untuk
pembiayaan kegiatan lintas Kementerian,
dan bahkan membuka donasi untuk
perusahan-perusahan akan dapat memberikan sumbangsih sosialnya guna pemenuhan kebutuhan pembinaan di Dalam
Lapas Klas IIB merauke. Seyogyanya hal-

PENUTUP
kesimpulan dari penelitian ini
adalah: System pembinaan yang digambarkan dalam proses pemasyarakatan (sebagaimana gambar terlampir) jika disesuaikan
mempunyai cela untuk dapat disinergikan
dengan Penyelenggaraan kegiatan pendidikan non formal di dalam Lapas
semisalnya di Lapas Klas IIB Merauke,
program-program pendidikan non formal
yang diselenggarakan oleh PKBM Tunas
Mandiri sangat membantu untuk menambah
nilai kualiats diri dari pada narapidana itu
sendiri, sehingga dalam proses pentahapannya itu PKBM dapat bersinergi untuk

101

Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015


menyelenggarakan kegiatan sesuai dengan
petunjuk dari proses pemasyarakatan yang
telah diatur dengan ketentuan melihat dari
sisi administrasi yaitu masa pemidanaannya,
dan dari sisi substansi yaitu penilaian yang
diberikan agar disesuaikan dengan kemampuan atau bakat atau latar belakang
kehidupan narapidana tersebut.
Peran PKBM di dalam Lapas Klas
IIB Merauke selama ini selain menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pembinaan
di dalam Lapas Klas IIB Merauke, hal yang
paling potensial PKBM dapat membangun
mitra kerja dengan beberapa instansi
pemerintah baik daerah maupun nasional
dan juga perusahaan - perusahaan swasta
yang ada di daerah Merauke sehingga dapat
mengakses dana kegiatan PKBM untuk
kepentingan pembinaan narapidana agar
mereka dapat kreatif, mandiri dan produktif.
Lapas jika sudah memahami peran PKBM
dalam membantu penyelenggaraan kegiatan
pembinaan berupa latihan dan pendidikan
yang bersifat non formal, dan juga PKBM
mampu membuka akses untuk pembiayaan
kegiatan lintas Kementerian, dan bahkan
membuka donasi untuk perusahan-perusahan
akan dapat memberikan sumbangsih
sosialnya guna pemenuhan kebutuhan
pembinaan di Dalam Lapas Klas IIB
Merauke. maka seyogyanya hal-hal terkait
sarana prasarana akan terpenuhi sesuai
kebutuhan yang diperlukan, dan dengan
koordinasi yang baik pula Lembaga
Pemasyarakatan akan mengalokasikan dana
pembinaan PKBM secara rutin untuk
membantu proses operasional kegiatan yang
telah diprogramkan.
Terkait
SDM
(sumber
daya
pengelola), ini juga perlu diperhatikan oleh
Ketua PKBM untuk dapat menyelenggarakan kegiatan pembinaan kepada para
pengelola PKBM, sekiranya untuk memberikan pemahaman tentang tugas dan fungsi
pokok mereka masing-masing di kepen-

gurusan pengelolaan PKBM Tunas Mandiri


lapas Klas IIB Merauke.
DAFTAR PUSTAKA
Sugiyono, 2014, Memahami Penelitian
Kualitas,
cetakan
ke-IX,
Alfabeta, Bandung
Fatem,A, 2004, Pengaruh Pemberdayaan
Masyarakat Terhadap Partisipasi
Pembangunan,
Universitas
Cenderawasih, Jayapura.
Anwar,dkk,
2013,
Sosiologi
Untuk
Universitas,
Cetakan kesatu,PT
Refika Aditama,
Bandung.
Hasbullah,
2013,
Dasar-dasar
Ilmu
Pendidikan,
Edisi Revisi, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Triwiyanto, T,2014, Pengantar Pendidikan,
Cetakan Pertama, Bumi Aksara
Jakarta.
Pasalog, H, 2011, Teori Administrasi Publik,
Cetak ke III, Alfata, Bandung.
Erari, W, 2014, Lembaga Pemasyarakatan
Anak Dalam
Penaggulangan
Kenakalan Anak
(studi pada
Lembaga
Pemasyarakatan
Kelas IIA Abepura), Tesis,Program
Studi Magister Ilmu Hukum
Fakultas
Hukum Universitas
Cenderawasih, Jayapura.
Hermidi, B,1996, Beberapa Aspek Sistem
Pemasyarakatan dalam Konteks
Sistem Peradilan Pidana, Tesis,Universitas
Diponegoro, Semarang.
Bruce, J, tanpa tahun, Sosiologi Suatu
Pengantar, penerbit Rineka Cipta.
Soekamto,S,2009,
Sosiologi
Suatu
Pengantar,
Edisi
Baru,
Rajawali Pers Jakarta
Soekamto,S, 2013, Sosiologi Suatu
Pengantar,
Cetakan ke 45, PT
Grafindo persada ,
Jakarta
Suharto,2012,
Pendidikan
Berbasis
Masyarakat (Relasi Negara dan
Masyarakat dalam pendidikan),

102

Jurnal Ekologi Birokrasi, Vol.1, No.2. Juni 2015


PT
Ckris Piting Cemerlang,
Jakarta.
Heri Gunawan,2012, Pendidikan Karakter,
Konsep dan Implementasi, Cetakan
ke2, Alfabeta, Bandung.
Suharto, E, 2013, Pemberdayaan Perempuan
Papua (Study Pedagang Sektor
Informal Di Kota Jayapura),
Universitas Cenderawasi, Jayapura.
Hasniah, 2013, Pemberdayaan Petani Kakao
studi tentang Usaha Petani kakao
Lokal di Kampung Waskey Distrik Serui
Timur Kabupaten Serui, Universitas
Cenderawasi, Jayapura.
Ndaraha, T,2005, Teori Budaya Organisasi,
PT
Rineka Cipta, Jakarta.
Darsono,
2009,
Kajian
Tentang
Budaya,Ekonomi,Sosial,
dan
Politik,Nusantara
Consulting,
Jakarta.
Terry,
GR,
2013,
Prinsip-Prinsip
Menajemen,
Cetakan Kedua Belas, PT.
Bumi Aksara, Jakarta.
Al Fath, A, 2010, Implementasi
Kebijakan
dan
Pemberdayaan
Program
Kemitraan Dalam Rangka
Memperdaya Usaha
Kecil,
UNPAS Press, Bandung.
Suhendra,K, 2006, Peranan Birokrasi Dalam
Pemberdayaan
Masyarakat,
Alfabeta,
Bandung.
Mardikanto,2012,
Pembangunan
dan
Pemberdayaan, Alfabeta, Bandung.
Pabundu,2008, Budaya Organisasi dan
Peningkatan Kinerja Perusahan, PT.
Bumi Aksara, Jakarta.
Hasibuan,M, 2010, Organisasi dan Motivasi,
PT. Bumi Aksara, Jakarta.
Triwiyanto, T, 2014, Pengantar Pendidikan,
PT.
Bumi Aksara, Jakarta.
Sujatno Adi, 2012,Negara Tanpa Penjara
(Sebuah Renungan), Direktorat
Jendral Pemasyarakatan (ISBN 979-9762502), Jakarta.

Dokumen :
Pedoman Penulisan dan Ujian Tesis
Magister
Administrasi
Publik, Program Stdi Magister
Administrasi
Publik
Program
Pasca
Sarjana,
Universitas
Cenderawasi, Jayapura, 2012.
Kementerian Hukum dan HAM RI
Direktorat
Jendral
Pemasyarakatan, 2013, Pedoman
Pembinaan
Kepribadian
Narapidana bagi Petugas di Lapas/
Rutan.
Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003,
Tentang
Sistem
Pendidikan
Nasional.
Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995,
Tentang Pemasyarakatan.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP).
Reglemen Penjara (Geschte Reglemen,
1971, Nomor 708.
Surat
Kesepakatan
bersama,
No
88/E/MS/2004, No.E.PP.01.01-59,
No
158/FKPKBM/E/2004
Tentang
Pengembangan
SDM
Bagi
Narapidana
Anak didik Pemasyarakatan
dan Klien
Pemasyarakatan.
Surat Keputusan Kepala Dinas Pemuda,
Olah raga dan Pendidikan Luar
Sekolah No.
421/9/09/2009
tanggal 7 januari 2009, tentang
Pembentukan PKBM Tunas Mandiri
Lapas Klas IIB Merauke.
Surat
Keputusan
Kepala
Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIB Merauke No.
W.30.PK.04.03-541 tahun 2012 tentang
Pengelola PKBM Tunas Mandiri Lapas Klas
IIB Merauke.
Surat Ijin Operasional Penyelenggaraan
PKBM
Tunas
Mandiri
No.
421.9/199/PLS/2013.

103

You might also like