Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 13

Jurnal Geospasial Indonesia

ISSN 2222-2863 (Online)


Vol X, No.X, Tahun

Teknik Geodesi dan Geomatika


Universitas Gadjah Mada
http://journal.geodesi.ugm.ac.id

PEMETAAN JALUR PIPA AIR BAWAH TANAH DI ZONA 2


CANDI BOROBUDUR
Muhammad Thoriq, Dr. Bilal Maruf, S.T., M.T.b
a

Alumni Jurusan Teknik Geodesi FT-UGM (muhammad.thoriq@mail.ugm.ac.id)


Jln. Grafika No. 2 Yogyakarta, Telp. +062-274-520226, Email: geodesi@ugm.ac.id
b
Staf Pengajar Jurusan Teknik Geodesi FT-UGM
Diterima:; Dipublikasikan:

Abstract
Borobudur temple is the largest temple in Indonesia and is one of the relics that are designated as
World Heritage Site or the world heritage by the United Nations Educational, Scientific, and Cultural
Organization (UNESCO). Beside as the world heritage site, Borobudur has a region supporting the tour
the garden of the Borobudur temple located in zone 2 according to the Decree of the President Republic
of Indonesia Number 1 Year 1992. As a tourist area, tourist site Borobudur requires efficient water
distribution system to reach all facilities that require clean water needs using water pipeline. Water
pipeline that become focus in this activity is a water pipeline which has size of 6 inch and buried
underground. Over development and rejuvenation in a garden area of Borobudur temple, it need an
accurate spatial information that is a map of water pipeline underground zone 2 Borobudur to
inventarisation the location and the depth of main underground water pipeline that has damaged. It needs
to be mapped of main underground water pipeline by using Ground Penetrating Radar to detect the
location of underground water pipeline. This applicative activity aims to produce a map of underground
water pipeline zone 2 Borobudurs theme park. The results of this activity beneficial in helping to
facilitate the renovation and maintenance of underground water pipelines in zone 2 Borobudur.
The data used in this applicative activity contains topography measurement data zone 2
Borobudur using a measuring instrument named total station and the Real Time Kinematic (RTK) GNSS
and depth measurement of underground water pipeline using a measuring instrument named Ground
Penetrating Radar (GPR). Mapping water pipeline in zone 2 Borobudurs temple park is done through a
preliminary survey to determine the results of a preliminary survey of the pipeline. Water pipelines
resulted by preliminary survey used to determine design of the GPR measurement path. Measurement of
GPR path design uses GPR Mala Professional Explorer (antenna shielded) and provides data of GPR
measurement path. Data resulted by GPR measurement processed use Reflexw software version 5.0. The
results of GPR data processing is used to determine position and depth of underground water pipeline.
The final stage of this applied activity is to conduct cartography of water pipeline in zone 2 Borobudur
temple park with ArcGIS 10.3 software.
Based on the results of work has been carried out, the length of water pipeline zone 2 Borobudur
temple park is 8.9 km. Based on initial design evaluation of GPR path and result design of GPR
measurements in the field, there are additional path as many as 43 lanes. GPR with length of lane more
than 30 m increased by 29 lanes and GPR with lengths of lane less than 30 m increased by 9 lines. Data
generated from GPR measurements is radargram that have experienced a correction from noise. Map of
water pipeline which served is steel pipe with average depth start from 0.23 m to 1.55 m.
.
Key words : Borobudur Temple, Water Pipelines, GPR, RTK GNSS

www.jgi.ac.id | 1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Candi Borobudur adalah candi Budha terbesar
di Indonesia dan merupakan salah satu peninggalan
sejarah yang ditetapkan sebagai World Heritage Site
atau warisan dunia oleh United Nations Educational,
Scientific, and Cultural Organization (UNESCO).
Selain sebagai UNESCOs World Heritage Sites
Sebagai salah satu warisan dunia, Candi Borobudur
memiliki kawasan yang terbagi dalam beberapa zona,
diantaranya terdiri dari zona 1 dan zona 2. Kegiatan
aplikatif ini dilaksanakan pada zona 2 Candi
Borobudur yaitu kawasan taman wisata Candi
Borobudur. Sebagai kawasan wisata, taman wisata
Candi Borobudur memerlukan sistem distribusi air
bersih yang efesien untuk menjangkau semua fasilitas
yang memerlukan kebutuhan air bersih menggunakan
jaringan pipa air.
Desain jalur pengukuran GPR yang dimaksud
adalah desain jalur yang digunakan untuk
menemukan pipa di bawah tanah . Desain jalur
tersebut dibuat harus memenuhi kriteria lokasi
dengan memperhatikan keefektifitasan jalur yang
dibuat. Dari desain jalur ini nantinya akan ditentukan
koordinat pipa sehingga pipa bawah tanah yang
terdeteksi melalui proses interpretasi akan di
interpolasi posisi spasialnya. Dari proses tersebut
nantinya akan diimplementasikan melalui kegiatan
survei GPR pada lokasi pekerjaan. Hasil dari proses
implementasi tersebut berupa peta jalur pipa air
bawah zona 2 Candi Borobudur yang menunjukkan
lokasi penyebaran jalur pipa air bawah tanah.
Atas uraian di atas, pengerjaan kegiatan
aplikatif ini melibatkan pekerjaan rekayasa yang
meliputi geodesi dan geofisika terapan. Dalam hal ini
disiplin ilmu geodesi menentukan informasi spasial
posisi pipa air bawah tanah yang ada di area
pekerjaan tersebut dan disiplin ilmu geofisika dengan
melakukan pengukuran GPR dan menginterpretasi
hasil pengukuran GPR tersebut untuk mendeteksi
pipa air.
Tujuan
Tujuan dari kegiatan aplikatif ini meliputi :
1. Tersedianya desain jalur pengukuran GPR
untuk pemetaan pipa air bawah tanah di
zona 2 Candi Borobudur
2. Pengukuran GPR berdasarkan desain jalur
pengukuran yang dibuat dan evaluasi
pelaksanaan pemetaan pipa air bawah
tanah.
3. Tersedianya data koordinat posisi pipa air
bawah tanah
4. Tersedianya peta jalur pipa air bawah tanah
secara planimetrik
Manfaat
Manfaat dari kegiatan aplikatif ini adalah guna

mendukung kelancaran pengembangan utilitas bawah


tanah di zona 2 Candi Borobudur.
Landasan Teori
Pemetaan Situasi
Pemetaan situasi adalah suatu metode untuk
menentukan posisi tanda-tanda (features) buatan
manusia maupun alami diatas permukaan tanah.
Dalam pemetaan situasi, penyajian features meliputi
semua detil planimetrik yang ada di permukaan bumi
beserta garis kontur yang merepresentasikan keadaan
topografi pada daerah pemetan tersebut. Pemetaan
situasi dapat dilakukan dengan beberapa metode ,
antara
lain
secara
terestris,
ekstraterestris
menggunakan alat GPS, penginderaan jauh maupun
fotogrametri (Basuki, 2006).
Peta Tematik
Peta tematik yaitu peta yang menyajikan tema
tertentu dan untuk keperluan tertentu (penduduk,
transportasi,
dan
lain
sebagainya)
yang
mempergunakan peta rupabumi yang telah
disederhanakan sebagai dasar untuk meletakkan
informasi tematiknya. Peta tematik bisa juga diartikan
sebagai suatu peta yang menperlihatkan informasi
kualitatif dan atau kuantitatif pada unsur tertentu.
Unsur unsur tersebut ada hubungannya dengan detil
topografi yang penting. Pada peta tematik, keterangan
disajikan dengan gambar memakai pernyataan dan
simbol simbol yang mempunyai tema tertentu atau
kumpulan dari tema tema yang ada hubungannya
antara satu dengan lainnya (prihandito, 1989)
Survei GPS
Sistem Pemosisi Global adalah sistem untuk
menentukan posisi di permukan bumi dengan bantuan
penyelarasan sinyaal satelit. Sistem ini menggunkan
24 satelit yang mengirimkan sinyal gelombang mikro
ke bumi. Sinyal ini diterima oleh alat penerima di
permukaan bumi, dalam menentukan posisi dengan
GPS ada beberapa metode diantaranya ialah RTK
(Real Time Kinematic) GPS.
RTK merupakan sistem penentuan posisi
dengan menggunakan prosedur differensial yang
menggunakan data fase dengan ketelitian mencapai
centimeter. Stasiun referensi mengirim data fase dan
pseudorange kepada pengguna secara langsung
menggunakan sistem komunikasi tertentu (Abidin,
2000).Pada penentuan 16 posisi secara RTK, base
station merupakan receiver GNSS yang berada pada
lokasi tertentu dan berguna sebagai titik referensi
untuk menetukan posisi dari titik-titik yang diamat
oleh receiver GNSS yang lain (rover/pengguna).
Dalam metode RTK ini, base station berfungsi untuk
memancarkan sinyal koreksi, sedangkan rover station
adalah receiver GNSS yang menerima koreksi RTCM

www.jgi.ac.id | 2

dari stasiun referensi base station, yang bergerak dari


lokasi satu ke lokasi lain selama pelaksanaan survei
RTK (Atunggal, 2010). Ada 3 komponen penting
dalam pengamatan menggunakan metode RTK yaitu
stasiun referensi (reference station), sistem
komunikasi data (data link) dan stasiun pengguna
(rover) (Abidin, 2000):
1. Stasiun referensi (reference station),
stasiun referensi berfungsi mengolah data
diferensial dan menghitung koreksi
carrier
phase
dengan
cara
membandingkan koordinat stasiun yang
telah diketahui sebelumnya denga
koordinat hasil pengamatan carrier
phase. Komponen di stasiun referensi
terdiri atas receiver dan antenna.
2. Sistem hubungan data (data link), sistem
ini berfungsi untuk mengirimkan koreksi
carrier phase dari base station ke rover
untuk pengolahan data secara real time.
Sistem radio ini berupa radio modem UHF
(ultra high frequency)/VHF (very high
frequency)/HF (high frequency), modem
telepon, GSM, satelit, dan internet.
3. Stasiun pengguna (rover), stasiun ini
berfungsi intuk mengidentifikasi satelit.
Survei GPR
Seperti pada sistem radar pada umumnya,
sistem Ground Penetrating Radar (GPR) terdiri dari
antena transmiter sebagai pembangkit sinyal radio,
antena receiver sebagai pendeteksi gelombang radio
yang direfleksikan, fasilitas perekam data, dan media
tampilan grafik. Mulai dari masukan pada antena
transmisi dan berakhir dengan keluaran dari antena
penerima merupakan suatu sistem linier. Jaluraritas
ini akan menjelaskan beberapa fenomena dan
peristiwa elektromagnetik yang terjadi antara dua
antena (misalnya penjalaran gelombang sepanjang
antena pemancar, radiasi, atenuasi, transmisi, dan
refleksi dari suatu target.
Transmiter membangkitkan pulsa gelombang
elektromagnet pada frekuensi tertentu sesuai dengan
karakteristik antena (berorde MHz). Antena receiver
diset untuk melakukan scan secara normal 32-315
scan per detik atau bergantung pada sistem yang
digunakan, setiap hasil scan akan ditampilkan pada
layar monitor/ grafik rekaman. Sinyal-sinyal yang
diterima receiver selama antena digeserkan diatas
tanah ditampilkan sebagai fungsi two-way traveltime
(berorde ns), yaitu waktu yang dibutuhkan
gelombang elektromagnetik menjalar dari transmitertarget-receiver, kemudian diperkuat, didigitasi dan
disimpan dalam suatu perekam digital magnet untuk
siap diolah dan ditampilkan. Tampilan ini disebut
sebagi radargram.
Kemampuan penetrasi GPR bergantung pada
frekuensi sinyal sumber, efisiensi radiasi antena dan
sifat dielektrik material. Sinyal radar dengan

frekuensi yang tinggi akan menghasilkan resolusi


yang tinggi, tetapi kedalaman penetrasinya lebih
terbatas (Annan dan Davis, 1989). Gambar I.5
mengilustrasikan skema pengukuran GPR.

Gambar 1. Skema GPR


(Sumber : Daniel, 2004)
Ground Penetrating Radar atau GPR
beroperasi sama seperti sistem radar konvensional
pada umumnya, dalam artian bahwa ia mengirim
pulsa energi antara 10 sampai 1000 MHz ke dalam
tanah dari suatu antenna dan memantulkannya dalam
waktu yang sangat singkat, yang kemudian diproses
untuk melihat target. Namun demikian, GPR
dikarekterisasi oleh tiga prinsip mendasar yang
membedakannya dari sistem radar konvensional.
Pertama, bandwidth operasi dari GPR
diletakan pada frekuensi rendah untuk mendapatkan
kedalaman penetrasi yang memadai ke dalam tanah.
Kenyataannya, kedalaman penetrasi dari sinyal yang
dipancarkan, pada umumnya sangat terbatas sesuai
dengan panjang gelombangnya. Di sisi lain, radar
harus mampu menyediakan resolusi down-range
yang memadai, untuk itu bandwidth operasi
diperlukan bandwidth operasi puluhan sampai ratusan
megahertz. Bandwidth operasi ini sesuai dengan
frekuensi tengah
radar, yang menyebabkan
bandwidth relatif (rasio bandwidth terhadapfrekuensi
tengah) mendekati satu atau terkadang lebih besar. Ini
berarti GPR bersifat ultra wideband dan berbeda
dengan sistem radar konvensional, yang beroperasi
pada band frekuensi yang lebih tinggi. Kompromi
antara kedalaman penetrasi dan resolusi harus selalu
dilakukan,penetrasi yang lebih dalam dapat dicapai
dengan menggunakan frekuensi yang lebih rendah
namun dengan resolusi down-range yang lebih rendah
pula.
Kedua, tidak seperti sistem radar konvensional
GPR beroperasi di dekat permukaan tanah. Ini
berakibat kekasaran dari permukaan tanah dan
ketidakhomogenan tanah dapat meningkatkan clutter.
Dalam banyak kasus pengguna GPR dengan terpaksa
harus melakukan image prosesing tingkat lanjut untuk
membedakan target dari clutter.
Ketiga, kebanyakan GPR merupakan sistem
radar jarak dekat (short-range). Padakondisi ini target
biasanya terletak di daerah medan dekat atau medan
menengah
sehingga karakteristik medan dekat antenna menjadi
sangat penting. Ini sangat berbedadengan radar
konvensional, yang beroperasipada medan jauh

www.jgi.ac.id | 3

(Oktafiani et al., 2010).


Penentuan posisi titik pengukuran GPR
ditentukan dengan menggunakan GPS. Pengukuran
menggunakan GPS digunakan untuk menentukan
koordinat titik awal pengukuran GPR dan koordinat
titik akhir pengukuran GPR. Selain koordinat titik
awal GPR dan titik akhir GPR diukur juga jarak
tempuh alat GPR dari titik awal ke titik akhir
sehingga posisi pipa dapat ditentukan dari fungsi
jarak. Gambar I.6 menunjukan penentuan posisi pipa
pada jalur 1 pengukuran GPR.

ZP

Z tp

D Pipa .(3)

Keterangan :
ZP
Tinggi pipa (m)
:
ZDTM : Tinggi permukaan di atas pipa
D pipa : Kedalaman pipa dengan bidang
permukaan tanah
Perhitungan posisi pipa dilakukan dengan cara yang
sama pada setiap jalur.

METODOLOGI

L1B

Lokasi Kegiatan
Lokasi kegiatan di kawasan wisata Candi
Borobudur yaitu pada zona 2 yang terletak pada Desa
Borobudur,Kecamatan
Borobudur,
Kabupaten
Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi kegiatan
pada gambar 4.

dAB
dAp
L1A

Keterangan

XA, YA :
XB, YB
XP, YP
tAB
tAP

: Jalur pipa
: Jalur 1pengukuran GPR
Koordinat planimetrik titik awal
pengukuran GPR
: Koordinat planimetrik titik akhir
pengukuran GPR
: Koordinat planimetrik titik pipa
bawah tanah
: Jarak tempuh dari titik awal ke
titik akhir pengukuran GPR
: Jarak tempuh dari titik awal ke
titik indikasi pipa

Gambar 2. Ilustrasi penentuan posisi pipa pada jalur


Berdasarkan Gambar I.6. Posisi pipa (XP, YP)
dapat ditentukan menggunakan interpolasi linier dari
fungsi jarak. Interpolasi linier ini menggunakan data
pengukuran dAB dari alat GPR sedangkan dAP hasil
interpretasi pipa pada data pengukuran GPR.
Persamaan interpolasi liniear posisi pipa disajikan
pada persamaan 1.1 dan 1.2.

d AP
( X B X A ) ..... (1)
d AB
d AP
Y P=Y A +
(Y BY A ) .. (2)
d AB
XP = X A +

Selanjutnya untuk posisi tinggi (Z) pipa dihitung


menggunakan nilai kedalaman hasil pengukuran GPR
dengan permukaan tanah. Sebelumnya perlu dicari
nilai Z pipa pada permukaan tanah dengan
menggunakan GPS tipe geodetik. Setelah nilai Z pada
permukaan tanah sudah didapatkan maka nilai Z pipa
bawah tanah dapat dihitung menggunakan persamaan
1.3.

Gambar 3. Citra Google Earth kawasan Candi


Prambanan
(Sumber : Bing Aerial)
Data
Data yang digunakan dalam kegiatan aplikatif ini
antara lain :
1.
2.
3.

4.

Data pengukuran GPS titik BM di zona 2


Candi Borobudur.
Data pengukuran topografi di zona 2 Candi
Borobudur GPS TOPCON GR3 dan TS
Nikon DTM 352.
Denah lokasi zona 2 Candi Borobudur.
Data jalur pipa air zona 2 Candi
Borobudur.

Peralatan
Alat yang digunakan dalam kegiatan aplikatif ini
dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Perangkat Keras :
a. GPS tipe geodetic Topcon HIPER 2
dan GR3
b. GPS tipe navigasi Garmin eTrex Hcx
c. GPR MALA Shielded Antennas
d. Laptop Acer Aspire 3542
e. Printer HP DESKJET 1050
f. Flash disk Kingston 16 GB

www.jgi.ac.id | 4

2.

Perangkat Lunak
a. Microsoft
Office
Excel
untuk
pengolahan data topografi dan data
pipa.
b. Microsoft
Office
Word
untuk
pembuatan laporan kegiatan aplikatif.
c. Autocad Civil 3D 2014 untuk
penggambaran jalur pipa air bawah
tanah.
d. MALA Software Package (Ramac
Ground Vision 2) untuk penguluran
jalur GPR.
e. Reflexw 5 untuk menginterpretasi
radargram hasil pengukuran GPR
Map Source 6.11.6 yang digunakan
untuk transfer data dari GPS tipe
navigasi

Tahapan Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan aplikatif ini dijelaskan
dalam diagram alir pada gambar 5.

Luaran :

Luaran :

Luaran :

Peta jalur induk pipa

Profil jalur induk pipa

Model 3D jalur induk pipa

air

air

air

Gambar 4. Diagram alir kegiatan aplikatif


Persiapan
Pada tahapan awal ini disiapkan berbagai
kebutuhan data dan peralatan dalam melaksanakan
kegiatan aplikatif pemetaan pipa air bawah tanah
zona 2 Candi
Gambar 5. Cuplikan raw data GPR line 16
Borobudur.
Data yang dibutuhkan meliputi data topografi serta
data posisi dan kedalaman jalur pipa air. Data
topografi diperoleh dari pengukuran metode terestris
menggunakan alat ukur total station dan GPS tipe
geodetik sedangkan data kedalaman jalur induk pipa
air bawah tanah diperoleh dari pengukuran GPR.
Selanjutnya peralatan yang dibutuhkan meliputi
perangkat keras yaitu laptop, harddisk dan printer ,
sedangkan perangkat lunak meliputi Microsoft Office
Word, Microsoft Office Excel , Autocad Civil 3D,
ArcGIS 10.3, Reflexw versi 5 Selain itu dilaksanakan
studi literatur ke beberapa referensi untuk
menentukan metode yang akan digunakan dalam
kegiatan aplikatif ini.
Pelaksanaan Kegiatan
Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam kegiatan ini
diperoleh dari pengelola taman wisata Candi
Borobudur, berupa denah lokasi zona 2 Candi
Borobudur seperti Gambar II.2

Ya

Gambar 6. Cuplikan data koordinat (kiri) dan raw


data (kanan)
selain data topografi, kegiatan aplikatif ini juga
membutuhkan peta situasi kawasan taman wisata
Candi Borobudur yang diperoleh dari pengelola
taman wisata Candi Borobudur. Peta situasi tersebut
menggunakan sistem proyeksi Universal Tranverse
Mercator (UTM) dan memakai datum geodesi WGS
1984.

www.jgi.ac.id | 5

Survei Pendahuluan dan Perencanaan


Kegiatan survei pendahuluan dan perencanaan
merupakan survei awal yang bertujuan untuk
mengetahui kondisi lapangan yang sebenarnya
sebagai landasan acuan dalam membuat prediksi jalur
pipa air bawah tanah. Survei dilakukan agar seluruh
rangkaian pekerjaan kawasan Candi Borobudur dapat
berjalan dengan baik. Kegiatan survei ini sebagai
acuan untuk membuat prediksi jalur pipa air bawah
yang disesuaikan berdasarkan hasil temuan di
lapangan, sehingga jalur yang dibuat sesuai dengan
kondisi lapangan. Adapun kegiatan survei yang
dilakukan dalam proses ini ialah :
1. Survei lokasi reservoir dan pompa air
Survei lokasi pada reservoir dan pompa air
dilakukan untuk menentukan arah jalur
pipa air bawah tanah dan siklus pengaliran
air pada zona 2 Candi Borobudur. Pada
survei ini dilakukan marking koordinat di
masing masing lokasi dan pembahasan
terkait dengan teknis pekerjaan. Gambar
menunjukkan lokasi survei.

dilakukan marking koordinat di masing


masing lokasi yang akan dibuat jalur GPR
dan pembahasan terkait mengenai teknis
pengukuran GPR. Disajikan pada Gambar
II.4 dan II.5.

Gambar 8. Contoh fitur jalan dan drainase yang sudah


didigit 3D polyline
Pembuatan prediksi jalur pipa air bawah tanah
dilaksanakan berdasarkan beberapa pertimbangan
yang didapat selama survei pendahuluan. Tahapan
tahapan dilakukan dalam pembuatan prediksi jalur
pipa tersebut yaitu,
1. Melakukan plotting data jalurGPR yang
telah dilakukan marking point.
2. Melakukan proses digitasi antar titik
titik pipa yang telah dilakukan marking
point

3.
2.

3.

Gambar 7. Contoh fitur jalan dan drainase


yang sudah didigit 3D polyline
Survei lokasi jalur pipa air bawah tanah
Survei lokasi jalur pipa air bawah tanah
bertujuan untuk membuat prediksi jalur
pipa air bawah tanah sebagai acuan untuk
desain jalur GPR dibantu oleh staf taman
wisata
Candi
Borobudur
bagian
landscape dan utilitas air untuk
menentukan prediksi jalur pipa air bawah
tanah. titik titik yang diprediksi di lalui
oleh jalur pipa air bawah tanah dilakukan
marking point dengan menggunakan GPS
handheld.
Observasi rencana jalur GPR pada akses
jalan utama
Kegiatan ini bertujuan untuk menentukan
lokasi dan panjang jalur GPR yang akan
dibuat. Jalur pengukuran GPR mengikuti
prediksi jalur pipa air bawah tanah yang
posisinya mengikuti arah jalan utama, hal
ini disebabkan terdapat jalur pipa air
bawah tanah yang ditanam mengikuti
jalan aspal utama. Pada survei ini

Melakukan layouting hasil prediksi jalur


pipa air bawah tanah. Gambar II.6
menunjukkan jalur pipa hasil survei
pendahuluan, selengkapnya akan disajikan
pada Lampiran A

Gambar 9. Contoh fitur jalan dan drainase yang sudah


didigit 3D polyline
Pembuatan Desain Jalur Pengukuran GPR
Berdasarkan hasil survei awal pada lokasi
yang akan dilakukan pengukuran GPR, terdapat
beberapa pertimbangan teknis dalam proses

www.jgi.ac.id | 6

perencanaan jalur pengukuran GPR yaitu :


1. Jalur pengukuran GPR mengacu pada
jalur pipa air bawah tanah hasil survei
pendahuluan dengan memilih lokasi jalur
yang diindikasikan terdapat pipa air
bawah tanah, seperti mengikuti arah siklus
air dari pompa sampai ke penampungan
air bersih di zona 2 Candi Borobudur.
2. Jalur pengukurran GPR dibuat melintang
dari posisi pipa agar memudahkan untuk
mendapatkan kenampakan pipa pada
radargram hasil pengukuran GPR,
pembuatan rencana jalur sebagian besar
mengikuti arah jalan utama kawasan
Gambar 10. Cuplikan distribusi titik topografi
Candi Borobudur disebabkan sebagian
besar pipa air bawah tanah tersebut
Untuk Kawasan Candi Borobudur sudah
ditanam di sekitar jalar utama.
memiliki BM utama yang dapat dijadikan sebagai
3.
Jalur pengukuran GPR dibuat melintang
titik referensi atau titik ikat untuk penentuan existing
dari arah jalur pipa air bawah tanah
dari jalur pengukuran GPR. Keempat BM tersebut
dengan rata rata panjang jalur 30 m agar
adalah BORA, BORB, BORC dan BORD yang
memudahkan dalam pencarian pipa air
terletak di kawasan taman wisata Candi Borobudur
bawah tanah terutama ketika pengukuran
(Lestari, 2015).
GPR melewati aspal yang memiliki lebar
Nilai kordinat BM utama di Candi Borobudur
rata rata 6 -10 m.
dapat dilihat pada Tabel II.1.
4.
Jalur yang dipilih menghindari area yang
Tabel 1. Daftar koordinat BM utama di kawasan
memiliki perubahan ketinggian yang
Candi Borobudur (Lestari, 2015)
drastis dan ekstrim.
Pengukuran
jalur
5. Pemilihan
Nama
Koordinat BM utama
GPR dengan menggunakan
jalur GPR
Easting
Northing
Height
Titik
metode RTK radio GNSS.
Pengukuran
jalur
ini
BORA 412122,4366 m 9158742,9191 m 269,029 m
dilakukan
dengan
acuan
BORB 411912,9357 m 9158939,0728 m 271,865 m
titik kontrol pemetaan yang
BORC 412163,0525 m 9159196,3273 m 274,834 m
terdapat pada kawasan
BORD 412395,8808 m 9159006,0523 m 271,673 m
Candi Borobudur yaitu
menghindari area yang terdapat genangan
BORA, BORB, BORC dan BORD. Pengukuran jalur
air dikarenakan GPR tidak menghasilkan
perapatan seefisien mungkin menggunakan metode
data yang akurat dan presisi apabila
RTK radio GNSS untuk mempercepat pekerjaan
melewati medan yang memiliki genangan
penentuan titik referensi di seluruh kawasan Candi
air dikarenakan adanya sifat dialektrik
Borobudur.
dari
genangan
air
tersebut
dan
menghasilkan noise saat pengukuran GPR
Setting GPR
dilakukan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut. Maka
dibuatlah suatu rencana jalur yang memiliki tahapan
pengerjaan sebagai berikut :
1. Membuat jalur rencana pengukuran GPR
2. Melakukan export koordinat jalur rencana
pengukuran.
3. Melakukan layouting hasil desain jalur
keseluruhan.

Pengukuran GPR untuk penelitian ini


menggunakan konfigurasi radar reflection profiling
dimana antara transmiter dan receiver bergerak
bersama dalam satu arah sepanjang permukaan
dimana hasil tampilan pada radargram merupakan
kumpulan tiap titik pengamatan.

Pengukuran Jalur GPR


Pengukuran jalur GPR menggunakan GPS
Geodetic untuk mengukur koordinat awal pengukuran
dan koordinat akhir pengukuran sehingga didapat
hasil koordinat yang sangat presisi.

www.jgi.ac.id | 7

seluruh profil sehingga menutupi sinyal


yang sebenarnya.

7.

1-D Filter FK filter. FK Filter


umumnya
digunakan
untuk
menghilangkan noise koheren, yaitu noise
yang terjadi secara teratur dari trace ke
trace sepanjang profil.

8.

Migrasi.
Migrasi
bertujuan
untuk
mengoreksi letak titik refleksi pada posisi
sebenarnya.

Gambar 11. Skema pengukuran profil


Pengolahan data GPR
Pengolahan data GPR dilakukan dengan
perangkat lunak ReflexW versi 5.0. Tujuan dari
pengolahan data GPR adalah untuk menghasilkan
profil penampang GPR yang baik, sehingga
berdasarkan penampang GPR tersebut dapat
ditafsirkan keadaan dan bentuk dari lapisan-lapisan
(reflector) batuan dan utilitas sesuai dengan target
yang diinginkan. Tahap pengolahan data GPR yang
telah dilakukan terdiri dari Input data, editing, Move
startime, Gain, Dewow, Bandpass Butterworth Filter,
Background Removal, f-k Filter, Migration.
1. Input data merupakan proses pemasukan
data dari raw data hasil perekaman
(recording). Program Reflexw dapat
menerima input file dalam format : pulse
EKKO (.dt1 file), RAMAC (.rd3 file),
GSSI (.dzt file), SEG-Y, SEG2, RADAN,
EMR ataupum userdefined format.

2.

Editing. Setelah dilakukan input data,


kemudian data tersebut ditampilkan
(viewing)
dalam
bentuk tampilan
penampang GPR.

3.

Static correction move starttme. Koreksi


statik dilakukan dengan tujuan agar
radargram yang kita lihat sesuai dengan
topografi daerah survei, sehingga
radragram yang kita lihat mendekati
keadaan sebenarnya. Dalam hal ini
koreksi statik menggunakan moves
startime.

4.

1-D Filter - dewow. Dewow adalah


langkah processing yang dilakukan untuk
menghilangkan frekuensi yang sangat
rendah yang terekam dalam radargram.

5.

6.

1-D Gain. Akibat adanya pelemahan


energi sinyal pada batuan atau lapisan
tanah, dimana frekuensi tinggi diserap
lebih
cepat
dibandingkan
dengan
frekuensi rendah.
2-D Filter background removal.
Background removal dikenal juga dengan
sebutan background subtraction, proses
ini bertujuan untuk menghilangkan noise
yang selalu muncul secara konsisten pada

Penentuan Posisi dan Kedalaman Jalur Pipa Air


Bawah Tanah
Pada kegiatan aplikatif ini pengukuran GPR
menggunakan metode cross section dengan koridor
10-30 m sepanjang jalur induk pipa air yang akan
dipetakan dengan interval 5-15 m. Penentuan posisi
titik
pengukuran
GPR
ditentukan
dengan
menggunakan GPS. Pengukuran menggunakan GPS
digunakan untuk menentukan koordinat titik awal
pengukuran GPR dan koordinat titik akhir
pengukuran GPR.

Gambar 12. hasil pengukuran jalur GPR dalam


bentuk radargram
Selain koordinat titik awal GPR dan titik akhir
GPR diukur juga jarak tempuh alat GPR dari titik
awal ke titik akhir dengan asumsi kecepatan GPR
konstan sehingga posisi pipa dapat ditentukan dari
fungsi jarak. Interpolasi linear ini menggunakan data
pengukuran dAB yaitu sebesar 20 meter dari alat
GPR sedangkan dAP hasil interpretasi pipa pada
data pengukuran GPR yaitu sebesar 4.2 meter.
Perhitungan posisi pipa dilakukan dengan cara yang
sama pada setiap jalur.
Interpretasi Data Lapangan

Gambar 13. Profil radargram jalur 6


Pada profil georadar jalur 6 tersebut terlihat
adanya beberapa refleksi yang kuat, apabila kalau
dilihat secara sekilas banyak refleksi yang di duga
pipa, tetapi hal itu bisa juga salah dikarenakan tidak

www.jgi.ac.id | 8

semua refleksi yang terlihat adalah pipa yang


dimaksud. Kenampakan refleksi yang diduga pipa
berjarak 6.469 m dari titik awal dan pada waktu 9 ns
pada kedalaman 0.31 m di dalam tanah yang ditandai
dengan marker merah untuk mengindikasikan pola
refleksi tersebut, pola refleksi kuat yang berbentuk
hiperbola mengindikasikan pipa air bersih PDAM.
Pada jarak 74 m ditandai dengan marker kuning
mengindikasikan jalan aspal yang dilalui saat
pengukuran dimana pada tampilan pada radargram
lapisan tersebut memiliki kontras yang kuat
mengindikasikan lapisan yang kompak. Pada jarak 42
m, 43 m, 45 m, 52 m, dan 56 m, terdapat pola refleksi
yang ditandai dengan marker hijau mengindikasikaan
pipa secara visual akan tetapi hal itu bisa juga salah
dikarenakan kenampakan yang terlalu frekuentif
yang bisa juga mengindikasikan bahwa itu adalah
refleksi dari noise seperti batuan, brick (batu bata)
atau pola pola refleksi tersebut juga
mengindikasikan satu kesatuan lapisan batuan yang
kompak, untuk lebih jelas dalam melihat kenampakan
refleksi tersebut sehingga mempermudah interpretasi,
tampilan radargram diubah dalam mode palette
Rainbow 2.

Gambar 15. Tampilan

radargram setelah Velocity


Analysis.

Dapat dilihat pada titik 1, kecepatan pada


struktur adalah 0.173 m/ns dimana hal ini sesuai
dengan kriteria bahwa kecepatan pada pipa baja
bedasarkan tabel cepat rambat gelombang kementrian
mineral dan sumber daya adalah 0.173 m/ns dan
untuk memastikan pipa yang dimaksud adalah pipa
yang berdiamater (6 inch = 0.1524 m) maka
dilakukan pengukuran jari jari dari kenampakan
pipa pada radargram dimana tampilan radaragram
diubah kedalam mode grey 1 agar memudahkan
kenampakan pipa.
Penggambaran dan Penyajian Peta Jalur Pipa Air
Bawah tanah Zona 2 Candi Borobudur
Penggambaran peta jalur pipa air bawah tanah
didasarkan dari posisi pipa air bersih yang didapatkan
dari proses interpretasi dari profil pengukuran GPR
dan digabungkan dengan data sekunder berupa peta
situasi kawasan taman wisata Candi Borobudur.
Penggambaran dilakukan dengan menggunakan
perangkat lunak AutoCAD Civil 3D 2014 dan di
sajikan ArcGIS 10.2.

Gambar 14. Refleksi pipa pada radargram.


Dari gambar di atas bisa dilihat secara jelas
bahwa kenampakan pada titik 1 yang diduga pipa,
memiliki kontras yang besar ditandai dengan
perubahan warna kontras yang drastis terutama pada
titik yang berada pada kedalaman pada jarak 6.649 m,
kemudian titik 2, 3, 4, 5 , 6 yang masing masing
berada pada jarak 42 m, 43 m, 45 m, 52 m dan 56 m
merupakan suatu lapisan yang kompak seperti batuan
yang berjejer. warna kontras yang terlihat pada jarak
30 m dan 74 m dari titik awal GPR mengindikasikan
lapisan yang kompak aspal karena pola refleksi yang
kuat dari lapisan di sekitarnya. Jika dilihat lapisan
kompak tersebut mengindikasikan aspal, untuk
memastikan interpretasi pada lapisan tersebut maka
dianalisa kecepatan untuk struktrur yang dilihat di
radargram dengan menggunakan adaptasi kecepatan.
Hal tersebut bisa dilakukan dengan menu interactive
velocity adaption
pada software Reflexw dan
mencocokkan tiap
velocity struktur yang
diinterpretasi.

Gambar 16. Jalur pipa air yang ditampilkan pada


software ArcGIS 10.2 ditandai dengan garis bewarna
biru muda.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pembuatan Desain Jalur GPR
Perencanaan yang dilakukan melalui kegiatan
ini menghasilkan Peta desain awal jalur GPR zona 2
Candi Borobudur. Peta desain tersebut memuat titik
titik rencana lokasi jalur GPR dibuat dari perangkat
lunak AutoCAD Civil 3D 2014. Desain ini mengacu
pada letak pipa air bersih dan lebar jalan utama zona
2 Candi Borobudur.
Pada desain jalur ini, jalur GPR yang
digunakan sebanyak 82 jalur. Desain awal jalur ini
memiliki panjang rata rata 30 m dengan 8 jalur
diantaranya memiliki panjang kurang dari 30 m
dikarenakan adanya obstruksi seperti pagar dan
terdapat 2 jalur yang panjangnya lebih dari 30 m
karena jalur GPR tersebut berada pada area yang
bebas obstruksi dan memudahkan dalam pencarian
pipa air bersih yang berada di dalam tanah.

www.jgi.ac.id | 9

ketika pengukuran di lapangan., sehingga evaluasi


yang dilakukan jalur dibuat melenceng dari desain
awal serta memperpendek jalur GPR tersebut seperti
yang disajikan dalam Gambar III.2.

Gambar 17. Desain

: Desain Awal Jalur GPR hasil pengukuran


: Jalur GPR hasil pengukuran

awal jalur GPR

: Gazebo

Hasil Pengukuran Jalur GPR di Zona 2 Taman Wisata


Candi Borobudur
Desain awal jalur GPR yang telah dibuat
memiliki kekurangan dari segi efisiensi pekerjaan.
Syarat jarak 30 m tiap jalur dirasa tidak efisien karena
adanya obstruksi pada jalur GPR. Evaluasi yang
dilakukan ialah dengan merubah jarak jalur yang
terkena obstruksi dengan memperpendek panjang
jalur
tersebut.
Untuk
memudahkan
dalam
menemukan pipa, beberapa jalur GPR arahnya dibuat
tidak melintang di jalan utama akan tetapi
memanjang di beberapa titik serta terdapat juga
beberapa jalur yang panjangnya melebihi 30 m
bersilangan dengan lain yang digunakan untuk
memudahkan dalam penentuan pipa air bersih di
dalam tanah.
desain awal jalur GPR ini.
Pelaksanaan kegiatan ini yang dilakukan
dengan pengukuran GPR menghasilkan revisi peta
desain jalur GPR zona 2 Candi Borobudur. Rincian
banyak jalur yang berubah dalam desain jalur GPR
hasil pengukuran di lapangan disajikan dalam Tabel
III.2.
Tabel III.2. perbandingan parameter evaluasi desain
awal dan hasil pengukuran GPR
No

Parameter

1
2

Total Jalur
Tipe Jalur :
Jalur melintang
Jalur memanjang
Panjang jalur lebih
dari 30 m
Panjang
jalur
kurang dari 30 m

3
4

Desain Jalur
Pengukuran
Awal
di lapangan
82
115
82
-

111
14

41

17

Perubahan desain jalur dilakukan karena jalur


GPR harus semaksimal mungkin dihindarkan dari
areal yang memiliki obstruksi pada lintasan jalur
GPR seperti pagar, permukaan yang tanah tidak rata,
maupun obstruksi berupa batu yang menghalangi

Pada gambar

desain awal jalur terhalangi oleh

obstruksi berupa gazebo sehingga lintasan jalur GPR


dihindarkan dari obstruksi tersebut. Selain merubah
arah jalur GPR, perubahan desain juga dilakukan
dengan

meperpendek

jalur

GPR

seperti

yang

disajikan pada Gambar III.3.

: Desain Awal Jalur GPR hasil pengukuran


: Jalur GPR hasil pengukuran
: Gazebo

Ada beberapa jalur baru yang ditambah ketika


dilakukan pengukuran GPR yang mana sebelumnya
tidak ada pada desain awal jalur GPR kawasan taman
wisata Candi Borobudur yang dibuat. Jalur baru yang
diukur berguna untuk memudahkan pencarian pipa.
Seperti yang disajikan pada Gambar III.4.

: Jalur GPR hasil pengukuran


: Desain Awal Jalur GPR hasil pengukuran

www.jgi.ac.id | 10

Jalur GPR kawasan taman wisata Candi Borobudur


yang telah diukur dapat dilihat pada Gambar III.5

Tabel 5. Konstanta harmonik pasut di perairan Teluk


Balikpapan

Pada Gambar III.6 dapat diinterpretasi nilai


kedalaman sebesar 0,6 meter. Interpretasi kedalaman
pipa ini dilakukan oleh tim geologi. Setiap cross
section pengukuran GPR dilakukan interpretasi
kedalaman pipa dengan cara yang sama dan hasilnya
tersaji pada Tabel III.4 dan selengkapnya disajikan
dalam bentuk tabel III
Koordinat Pipa

Tabel 5. Konstanta harmonik pasut di perairan Teluk


Balikpapan

No

Northing
(m)

Easting (m)

Ketingg
ian pipa
pada
bidang
elipsoid
(m)

9158697.745

412114.1077

Posisi dan Kedalaman Pipa Air Zona 2 Candi


Borobudur
Posisi tinggi (Z) pipa dihitung menggunakan
nilai kedalaman hasil pengukuran GPR dengan
bidang acuan geoid. Posisi planimetrik (X,Y) titik
pipa sudah didapatkan pada perhitungan pada sub bab
1.5.4 sedangkan untuk nilai z pipa di dapat dari
selilsih titik awal dan kedalaman pipa sehingga
didapat nilai z seperti pada seperti pada Tabel III.3
Keteran
gan pipa
pada
jalur

Koordinat Pipa
No
Northing
(m)

Easting (m)

Ketinggian
pipa pada
bidang
elipsoid
(m)

9158697.745

412114.1077

266.417

L1

9158708.308

412056.9256

266.555

L2

9158717.516

412027.0277

267.739

L3

9158726.253

412004.0015

265.969

L4

9158739.446

411986.2503

268.520

L5

9158786.958

411947.8969

268.996

L6

9158822.858

411943.2768

269.400

L7

9158783.633

411912.4898

267.028

L8

9158811.587

411897.8930

269.612

L9

10

9158838.110

411894.3148

269.819

L10

412056.9256

jalur

266.417

0.27

L1

266.555

0.90

L2
L3

9158717.516

412027.0277

267.739

0.35

9158726.253

412004.0015

265.969

0.35

L4

267.028

0.43

L8

269.400

0.35

L7
L6

5
6

9158783.633
9158822.858

411912.4898
411943.2768

9158786.958

411947.8969

268.996

0.51

9158739.446

411986.2503

268.520

0.50

L5

269.612

0.35

L9

269.819

0.23

L10

9
10

Setelah diperoleh nilai tinggi pipa maka


selanjutnya dapat ditentukan nilai tinggi pipa di
bawah tanah menggunakan persamaan 1.3. Nilai
kedalaman yang digunakan untuk menghitung tinggi
pipa di bawah tanah adalah hasil interpretasi dari citra
GPR. Gambar III.6 menunjukan ilustrasi interpretasi
nilai kedalaman pipa bawah tanah pada jalur 6

9158708.308

Kedalam
an pipa
(m)

9158811.587
9158838.110

411897.8930
411894.3148

Peta Jalur Pipa Air Bawah Tanah Zona 2 Candi


Borobudur
Informasi spasial jalur pipa air bawah tanah
disajikan secara 2 dimensi menggunakan peta situasi
yang memuat jalur induk pipa air bawah tanah.
Penyajian peta jalur pipa bawah tanah memberikan
informasi spasial tentang lokasi jalur pipa air bawah
tanah. Selain jalur induk pipa air, peta ini memuat
informasi planimetrik seperti jalan aspal, jalan
paving, bangunan, drainase terbuka, sungai, pembatas
pagar, pembatas lahan, dan lain sebagainya.
Peta jalur pipa air ini akan disajikan dalam
skala 1:2000 dengan ukuran kertas A0. Interval
kontur untuk peta skala 1:2000 adalah 1 meter .
Sistem proyeksi yang digunakan adalah sistem
proyeksi UTM zona 49 S dengan datum geodesi
WGS 1984. Gambar III.4 menyajikan tampilan peta
jalur pipa bawah tanah.

www.jgi.ac.id | 11

2.

laut jalur transmisi 150 kV antara landing point


PLTU Kariangau dan Gardu Induk Petung.
Perlu kajian yang lebih mendalam mengenai
model yang representatif untuk penentuan Chart
Datum di perairan Balikpapan, mengingat
banyaknya model dalam penentuan Chart Datum
sehingga menghasilkan nilai Chart Datum yang
berbeda-beda.

UCAPAN TERIMA KASIH


Gambar III.4. Screenshot peta jalur pipa air
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat
ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Jalur GPR kawasan taman wisata Candi
Borobudur
berhasil
ditentukan
melalui
serangkaian kegiatan survei, pembuatan desain
jalur GPR, pengukuran jalur GPR, penentuan
koordinat pipa air bersih, pembuatan peta jalur
pipa air bersih Candi Borobudur. Berdasarkan
evaluasi desain awal jalaur GPR dan desain jalur
GPR hasil pengukuran di lapangan, terdapat
penambahan
jalur
sebanyak
43
jalur.
Penambahan tersebut merupakan hasil dari
kegiatan pengukuran GPR di lapangan. pada
jalur GPR penambahan jalur memanjang
sebanyak 14 jalur dan jalur melintang sebanyak
29 jalur. Untuk panjang jalur GPR di atas 30 m,
penambahan jalur sebanyak 39 jalur dan untuk
panjang jalur GPR kurang dari 30 m,
penambahan jalur sebanyak 9 jalur. Penambahan
jalur disebabkan oleh penyesuaian jalur GPR
terhadap obstruksi pada lintasan jalur GPR.
Untuk jalur pipa air yang terdekteksi dengan
GPR MALA memiliki panjang 8.9 km dan
berupa pipa baja berukuran 6 inch
2. Radargram yang dihasilkan dari pengolahan
menggunakan software Reflexw versi 5
merupakan radargram yang telah dikoreksi dari
noise sehingga refleksi pipa baja terlihat lebih
jelas dalam mengindentifikasi pipa air bersih
yang tertanam di bawah tanah
3. Koordinat posisi pipa yang dihasilkan merupakan
hasil interpolasi fungsi jarak dari data jarak
pengukuran GPR dengan data jarak pengukuran
di lapangan dengan GPS
4. Peta jalur pipa air bersih yang disajikan
merupakan jalur pipa air bawah tanah dengan
pipa baja berukuran 6 inch dengan panjang jalur
pipa 8,9 km. Beberapa saran yang dapat
disampaikan dari pekerjaan aplikatif ini antara
lain:
1. Peta gabungan antara peta batimetri dan peta
topografi yang diperoleh dapat digunakan untuk
data dan informasi desain rute pemasangan kabel

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pengurus


Jurusan Teknik Geodesi Universitas Gadjah Mada,
PLN PUSENLIS dan DIS HIDROS untuk data hasil
pengukuran, Bapak Dr. Ir. Istarno, Dipl. LIS, M.T.
dan Bapak Bambang Kun Cahyono,S.T., M.Sc., yang
telah berkenan memberikan bimbingan serta rekanrekan yang telah mendukung dalam pembuatan jurnal
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M., Mihardja, D.K., Hadi, S., 1994, Pasang
Surut Laut, Institut Teknologi Bandung,
Bandung.
Anonim, 2013, Kartografi kelautan (Marine
Cartography),
Surveys
Mapping,
http://surveysmapping.com diakses pada
tanggal 12 Agustus 2014.
Armono, H., 2005,Laporan Akhir SID Pelabuhan
Teluk Cempi (Kab. Dompu) dan Teluk
Waworada (Kab. Bima), Surabaya.
Basuki, S., 2006, Ilmu Ukur Tanah, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Dahuri, R., Rais, Y., Putra, S.G., Sitepu, M.J., 2001,
Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir
dan Lautan Secara Terpadu, PT. Pradnya
Paramitha, Jakarta.
Djawahir, 1992, Penentuan Posisi dengan GPS, PT
Petrakonsulindo Utama, Yogyakarta.
Hidayat, S., 2010, Analisis Harmonik Pasang Surut
dengan Metode Admiralty (Studi Kasus
Pelabuhan Beras Basah), Sekolah Pasca
Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
INTERNATIONAL
HYDROGRAPHIC
ORGANIZATION, 2008, IHO Standards
For Hydrographic Surveys (SP-44) 5th
Edition, February 2008, International
Hydrographic Bureau, Monaco.
Juna, A., 2000, Penentuan Chart Datum dengan
menggunakan komponen pasut untuk
penetuan kedalaman kolam dermaga, Jurnal,
Program Studi Teknik Geomatika ITS,
Surabaya.
Lembaga Kerjasama Fakultas Teknik Universitas
Gadjah Mada, 2013, Laporan Akhir Studi
Hidro-oseanografi Pembangunan Kabel
Laut Jalur Transmisi 150 KV PLTU
Kariangau-GI Petung, Yogyakarta.

www.jgi.ac.id | 12

Noaa

ocean service education, 2008, Tides,


http://oceanservice.noaa.gov/education
/kits/tides/media/supp_tide07a.html diakses
pada tanggal 14 Agustus 2014.
Ongkosongo, O. S. R., 1989, Asean- Australia
Cooperative Program on marine science
Project I : tides and tidal phenomena:
Pasang surut, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia,
Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan Oseanologi, Jakarta.
Poerbandono dan Djunarsjah, E., 2005, Survei
Hidrografi, Aditama, Bandung.
Pramanda, G. A., 2013, Analisis Perbandingan Data
Hasil Pengukuran Batimetri menggunakan
Alat Singlebeam Echosounder ODOM
Hydrotrac II dan Fish Finder Garmin Map
Sounder 178 C, Skripsi, Jurusan Teknik
Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Priyana, T., 1994, Studi pola Arus Pasang Surut di
Teluk Labuhantereng Lombok - Nusa
Tenggara Barat, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Rawi, S., 1994, Pengolahan Data Pasang Surut,
Kursus Intensif Oseanografi Bagi Perwira
TNI AL, Institut Teknologi Bandung,
Bandung.
Septiyadi, P. Y., 2013, Pengukuran Batimetri

Menggunakan Echosounder Singlebean


Odom Hydrotrac II dan Software Hydropro
Versi 2.40, Skripsi, Jurusan Teknik Geodesi,
Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
SNI (Standar Nasional Indonesia) 10-6742, 2002,
Jaring
Kontrol
Horizontal,
Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta.
Soeprapto, 2001, Survei Hidrografi, Jurusan Teknik
Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Triatmodjo, B., 1999, Teknik Pantai, Beta Offset,
Yogyakarta.
Widjajanti, N., 2011, Modul Kuliah Statistik dan
Teori Kesalahan, Jurusan Teknik Geodesi,
Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Woodorth, P. L., and David ,E.S., 2003, A one Year
Comparison of Radar and Bubbler Tide
Gauges
at
Liverpool,
International
Hydrographic Review, Vol. 4, No. 3, United
Kingdom.
Wyrtki, K., 1961, Phyical Oceanography of the South
East Asian Waters, Institute Oceanography,
California.

www.jgi.ac.id | 13

You might also like